PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ginjal, ureter, kantung kemih dan uretra membentuk system urinarius. Fungsi
utama ginjal adalah mengatur cairan serta elektrolit dan komposisi asam-basa cairan
tubuh, mengeluarkan produk akhir metabolisme dari dalam darah. Urine yang
terbentuk sebagai hasil dari proses diangkut dari ginjal melalui ureter ke dalam
kandung kemih tempat urine tersebut disimpan untuk sementara waktu. Pada saat
urinasi, kandung kemih berkontraksi dan urine akan diekskresikan dari dalam tubuh
lewat uretra. Meskipun cairan dan elektrolit dapat hilang melalui jalur lain dan ada
organ lain yang turut serta dalam mengatur keseimbangan asam-basa, namun organ
yang mengatur lingkungan ki8mia internal tubuh secara akutat adalah ginjal. Fungsi
ekskresi ginjal diperlukan untuk mempertahankan kehidupan. Namun demikian,
berbeda dengan system kardiovaskular dan respiratorius, gangguan total fungsi ginjal
tidak menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat. Dialysis (ginjal artificial)
dan bentuk-bentuk terapi lainnya dilakukan untuk mengganti ungsi-fungsi tertentu
dari ginjal (Smeltzer,2001).
Gagal ginjal akut (acute renal failure, ARF) merupakan suatu sindrom klinis yang
ditandai dengan adanya penurunan fungsi ginjal secara cepat (biasanya dalam
beberapa hari) yang menyebabkan azotemia berkembang cepat. Laju filtrasi
glomerulus yang menurun cepat menyebabkan kadar kreatinin serum meningkat
sebanyak 0,5 mg/ dl/ hari dan kadar nitrogen urea darah sebanyak 10 mg/ dl/ hari
dalam beberapa hari. ARF biasa disertai oleh oliguria (keluar urine < 400 ml/ hari).
Criteria uliguria ini tidak mutlak tapi berkaitan dengan fakta bahwa rata rata diet
orang amerika mengandung sekitar 600 mOsm zat terlarut. Jika kemampuan
pemekatan urine maksimum sekitar 1200mOsm/ L air,maka kehilangan air obligat
dalam urine adalah 500 ml. oleh karena itu, jika keluaran urine menurun hingga 400
ml/hari, pembebanan zat terlarut tidak dapat dibatasi dan kadar BUN serta kreatinin
meningkat. Namun, oliguria bukan gambaran penting pada ARF. Bukti penelitian
terbaru mengesankan bahwa pada sepertiga hingga separuh kasus ARF, keluaran urine
melebihi 400 ml/hari dan dapat mencapai hingga 2 L/hari . bentuk ARF ini disebut
ARF keluaran-tinggi atau non-oligurik. ARF menyebabkan timbulnya gejala dan
tanda menyerupai sindrom uremik pada gagal ginjal kronik, yang mencerminkan
terjadinya kegagalan fungsi regulasi, ekskresi dan endokrin ginjal. Namun demikian,
osteodistrofiginjal dan anemia bukan merupakan gambaran yang lasim terjadi pada
ARF karena awitannya akut (Sylvia Anderson, 2005).
Laporan lengkap yang pertama mengenai gagal ginjal akut ditulis oleh hackradt
seorang ahli patologi jerman pada tahun 1917, yang menjelaskan keadaan seorang
tentara yang mengalami luka trauma berat. Laporan ini dilupakan orang sampai
terjadinyaperang dunia ke-2, pada saat London mendapat serangan jerman,
didapatkan banyak pasien churh kidney syndrome, yaitu pasien-pasien dengan trauma
berat akibat tertimpa bangunan kemudian meninggal akibat gagal ginjal. Tonggak
yang paling penting adalah dengan dimulainya tindakan hemodialisis pada awal tahun
1950-an yang amat mengurangi kematian karena korban trauma akibat peperangan
dari 90% sampai menjadi 5%. Perkembangan penelitian lebih lanjut menunjukkan
bahwa gagal ginjal akut, yang dapat pulih kembali ini terjadi juga pada pasien
abortus, gangguan hemodinamik, kardiovaskuler, sepsis dan berbagai zat nefrotoksik
(Slamet Suyono,2003).
Hal ini ditegaskan menurut penelitian Levinsky dan Alexander (1976), gagal
ginjal akut terjadi akibat penyebab-penyebab yang berbeda. Terjadi 43% dari 2200
kasus gagal ginjal akut berhubungan dengan trauma atau tindakan bedah, 26% dengan
berbagai kondisi medik, 13% pada kehamilan, dan 9% disebabkan nefrotoksin.
Penyebab gagal ginjal akut dibagi dalam kategori pra-renal, renal, pascarenal (Jan
Tamboyang, 2002).
B. TUJUAN
Adapun tujuan dari makalah ini ialah :
1. Untuk mengetahui pengertian GGA
2. Untuk mengetahui etiologi GGA
3. Untuk mengetahui klasifikasi GGA
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis GGA
5. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan GGA
BAB II
KONSEP MEDIS
A. Defenisi
a) Gagal ginjal akut adalah penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba biasanya
ditandai dengan peningkatan konsentrasi urea (azotemia) dan serum kreatinin,
oliguria (kurang dari 500 ml urine dalam 24 jam), hiperkalemia, dan sebagai
retensi natrium (Sandra,2002).
b) Gagal ginjal akut (acute renal failure, ARF) merupakan suatu sindrom klinis yang
ditandai dengan adanya penurunan fungsi ginjal secara cepat (biasanya dalam
beberapa hari) yang menyebabkan azotemia berkembang cepat (Sylvia Anderson,
2005).
c) Gagal ginjal akut dapat juga didefenisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi
peningkatan urine dalam darah yang disertai produk metabolisme yang lainnya,
yang kerap kali namun tidak selalu disertai oleh oliguria.
d) Gagal ginjal akut adalah kondisi yang memiliki potensi untuk dapat disembuhkan.
e) Gagal ginjal akut adalah suatu keadaan dimana terjadi suatu penurunan fungsi
ginjal yang cepat sehingga terjadi penumpukan sisa-sisa nitrogen dalam tubuh.
B. Epidemiologi
1. Gagal ginjal akut lebih sering terjadi insidennya tergantung dari definisi yang
digunakan dalam penelitian populasi. Dalam suatu penelitian di Amerika, terdapat
172 kasus gagal ginjal akut berat (konsentrasi serum kreatinin lebih dari 500
Mikromol/L) dalam perjuta orang dewasa setiap tahun, dengan 22 kasus Perjuta
yang mendapat dialysis akut.
2. GGA lebih sering terjadi pada umur tua.
3. GGA prerenal dan nekrosis tubular akut iskemik terjadi bersamaan serkitar 75%
pada kasus GGA
C. Etiologi
Penyebab ARF umumnya dibagi dalam tiga kategori diagnostic :
f) Azotemia Prarenal (penurunan perfusi ginjal)
a. Deplesi volume cairan ekstrasel (ECF) absolut
1) Perdarahan : Operasi besar*, trauma, pascapartum
2) Diuresis berlebihan
3) Kehilangan cairan dari gastrointestinal yang berat : muntah dan diare.
4) Kehilangan cairan dari ruang ketiga ; luka bakar*, peritonitis,
pangkreatitis.
b. Penurunan sirkulasi arteri yang efektif
1) Penurunan curah jantung: infark miokard, disrimia, gagal jantung
kongestif, tamponade jantung, emboli paru.
2) Vasodilatasi perifer : sepsis*, anafilaksis, obat, anastesi, antihipertensi,
nitrat
3) Hipoalbuminemia : sindrom nefrotik, gagal hati (sirosis)
c. Perubahan hemodinamik ginjal primer
1) Penghambatan sintesis prostaglandin : aspirin dan obat NSAID lain
2) Vasodilatasi arteriol eferen : penghambat enzim pengonversi angiotensin,
misalnya kaptopril
3) Obat
vasokonstriktor
obat
alfa-adrenergik(
misal,norepinefrin);
angiotensin II
4) Sindrom hepatorenal
d. Obstruksi vaskular ginjal bilateral
1) Stenosis arteriginjal, emboli dan trombosis
2) Trombosis vena renalis bilateral
2. Azotemia pascarenal (obstruksi saluran kemih)
a. Obstruksi uretra : katub uretra, struktur utetra
b. Obstruksi aliran keluar kandung kemih: hipertrofi prostat* dan karsinoma*
c. Obstruksi ureter bilateral (unilateral jika satu ginjal berfungsi)
1) Intraureter: batu, bekuan darah
a. Ekstraureter (kompresi): fibrosis retroperineal, neoplasma kandung kemih,
prostat, atau serviks,ligasi bedah yang tidak disengaja atau cedera
d. Kandung kemih neurogenik
3. Gagal Ginjal Akut Intrinsik
a. Nekrosis tubular Akut
yang
tiba-tiba
menunjukkan
adanya
obtruksi
akut,
urine
mengindikasikan
yang
berkurang
secara
bertahap
kemungkinan
3. Kelangsungan hidup GGA tergantung penyebab ,dan angka kematian tinggi (4080 % ) pada pasien dengan gagal organ multiple. Kematian mamungkinkan jika
GGA dikaitkan dengan kegagalan lebih dari tiga sistem organ .
4. Dalam suatu komunitas angka kematian pasien GGA lebih rendah ( 10-30%)
5. Prognosis meningkat dengan penanganan yang cepat dan agresif. Hal ini termasuk
koreksi penyebab prerenal seperti hipovolemia atau pemasangan stent melalui
bypass obstruksi pada penyebab post renal .
6. Pasien yang membutuhkan dialysis mempunyai angka kematian yang tinggi hal
ini mencerminkan suatu kondisi yang lebih baik dari hasil pengobatan.
7. Pemulihan dari glomerulonefritis dapat bervariasi .pasien biasanya pulih jika
ditangani dengan segera, tetapi kemungkinan ketergantungan dialysis jika di
tangani tewrlambat atau tidak adekuat.
8. Dengan perawatan yang intensif , angka kematian bervariasi dari 7,5% sampai
40% dan diluar perawatan intensif dari 0 sampai 17 %.
9. Sistem penilaian The Acute Physiologi and Chronic Health Evaluation II
(APACHE II ) menunjukkan suatu prognosis . pada skor antara 10 sampai 19
angka kematian 60 % tetapi skor di atas 40, angka kematiannya mendekati 100 %.
10. Sistem lain yang membantu mengidentifikasikan prognosis dan untuk membantu
mengklasifikasikan untuk tujuan penelitian disebut RIFLE dan telah di
kembangkan oleh The Acute Dialysis Quality Initiative Workgroup. 3 item
pertama yaitu resiko, kerusakan dan kegagalan ginjal . Dua yang terakhir adalah
hasil akhir atau kehilangan dan stadium akhir gagal ginjal .
11. Indikator
prognosis
jelek
terdiri
dari
umur
tua
,gagal
organ
Hipovolemia
Nefrotoksin
Vasokontriksi
Kerusakan
Tubulus
RBF
Obstruksi
Gangguan
fungsi
glomerulus
Gangguan
sekresi filtrasi
GFR
Oliguria, anuria jarang ditemukan kecuali jika terjadi obstruksi, edema, gelisah,
kongesti sirkulasi darah aritmia jantung karena hiperkalemia, kejang yang
disebabakan
hiponatremia
atau
hipokalsemia
takhipnea
akibat
asidosis
mertabolik.
Letargi
Pucat
Kejang
Muntah
10
haus,
pernapasan
kussmaul,
anemia,
kejang).
Hiperkalemia,
yang
menunjukkan
gangguan
fungsi
ginjal(hiperkalemia,
11
b)
c) PH : asidosis metabolik
d) BUN / kreatinin meningkat pada proporsi rasio 10 : 1
e) Osmolalitas serum : lebih besar dari 285 mOsm/kg
f) Kalium : meningkat karena adanya retensi
g) Natrium : biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi
K. Penatalaksanaan
Sejumlah daftar NSF merupakan petunjuk untuk penatalaksaan yang baik dengan
harapan gagal ginjal akut tersebut dapat cepat diidentifikasi dengan pengobatan yang
cepat dan tepat.
1. Kontrol akut pada keseimbangan cairan ( hindari volume yang berlebihan atau
kurang )
a. Penilaian yang akurat pada output urine penting untuk mencegah volume
berlebih atau kurang.
b. Kebanyakan pasien adalah oliguri dan secara umum diberikan volume cairan
yang sama dengan output hari sebelumnya, tambahan ekstra paling sedikit 500
ml jika ada deman.
c. Situasinya dapat berubah dengan cepat dan oleh karena itu penilaian klinik
dilakukan setiap hari, dibuthkan pengukuran berat badan dan monitor CVP
d. Diuretik tidak mengubah pengeluaran rutin pada GGA tetapi deuretik dosis
tinggi dapat merubah GGA Ogliguri menjadi GGA tampa Ogliguri, yang
bermanfaat jika dianalysis tidak tersedia. Dosis furosemik dapat dipakai 100
mg perhari. Dalam hal ini angka kematian meningkat pada orang yang
meneruma deuretik tetapi hal ini mencerminkan tingkat keparahan penyakit
dibandingkan efek sampingnaya. Pengguanaan deuretik membutuhkan
evaluasi yang lebih lanjut.
e. Udem paru: dibutuhkan oksigen konsentrasi tinggi, morfin IV, furosemik (250
mg), dosis tinggi diberikan lebi dari 1 jam. Dapat juga dilakukan hemodialis
atau hemofiltrasi, ventilasi tekanan positif jalan nafas dan venaseksi (100-200
ml ) jika pasien dalam keadaan ekstremis.
f. Jika terdapat hipotensi, noradrenalin dan pasopressin dan sodium, pemberian
nutrisi.
g. Tidak ada kejadian untuk penggunaan influse dopamine dosis rendah.
Created by kelompok V/A2
12
13
14
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan
a. Apakah pernah menderita penyakit ginjal ( glomerolu-nefritis, nekrosis
tubular, obstruksi pembuluh darah ginjal )
b. Apakah pernah ada obstruksi saluran kemih
2. Pengkajian fisik
a. Tanda vital
b. TB BB
c. Keadaan umum klien
d. Pengkajian mulai ujung rambut sampai ujung kaki
e. Region Costovertebralis, region Supra pubik
3. Sirkulasi
a. Hipotensia/hipertensi
b. Distrimia jantung
c. Nadi lemah, hipotensi ortostatik
d. Edema jaringan (termasuk periorbital,dll)
e. Pucat, kecenderungan perdarahan
f. Distensi vena jugularis, nadi kuat
4. Neurosensori
a. Gangguan status mental
b. Kejang, faskikulasi otot aktifitas kejang
c. Sakit kepala, penglihatan kabur
d. Kram otot/ kejang
5. Pernapasan
a. Napas pendek
b. Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi pernapasan, kedalaman
c. Batuk produktif : sputum kental, merah-muda
15
6. Eliminasi
7. Perubahan warna urine
a. Perubahan pola berkemih ( peningkatan frekuensi,poliuria,oliguria )
b. Disuria, ragu-ragu, dorongan, retensi
c. Abdomen kembung, diare, konstipasi
d. Riwayat hyperplasia prostate, batu
8. Makanan/cairan
a. Perubahan turgor kulit/kelembaban
b. Edema
c. Mual,muntah,anoreksia,nyeri ulu hati
d. Peningkatan atau penurunan BB (edema,dehidrasi)
e. Diet yang diberikan
f. Penggunaan deuretik
9. Nyeri/kenyamanan
a. Perilaku berhati-hati/distraksi,gelisah
b. Nyeri tubuh,sakit kepala
10. Aktifitas & istirahat
a. Keletihan
b. Kelemahan
c. Malaise
d. Susah tidur, mudah terbangun
e. Kelemahan otot, kehilangan tonus
11. Keamanan
a. Adanya reaksi transfuse
b. Demam
c. Petekie, area kulit ekimosis
d. Pruritus, kulit kering
16
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan disfungsi
ginjal,retensi air.
2. Nyeri dan gangguan rasa nyaman berhubungan dengan infeksi, edema ,
perdarahan pada traktus urinarius.
3. Risiko penurunan cardiac output berhubungan dengan kelebihan cairan,
ketidakseimbangan elektrolit asidosis berat, efek uremik
4. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan pembatasan diet, peningkatan
kebutuhan metabolic
5. Risiko infeksi berhubungan dengan depresi pertahanan imunology, tindakan
infasif, malnutrisi
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi,
salah interpretasi informasi
C. PERENCANAAN/INTERVENSI
Adapun rencana keperawatan yang ditetapkan berdasarkan diagnosa keperawatan
yang telah dirumuskan sebagai berikut :
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Tujuan : Menunjukkan haluaran urine tepat dengan berat jenis/hasil laboratorium
mendekati normal, berat jenis nornal, tanda vital dalam batas normal,
tidak ada edema.
Intervensi
a. Awasi denjut jantung, TD, dan CVP.
Rasional : Takikardi dan hipertensi terjadi karena (1) kegagalan ginjal untuk
mengeluarkan urine, (2) pembatasan cairan berlebihan selama
mengobati hipovolemia/hipotensi atau perubahan fase oliguria
gagal ginjal, dan atau
17
18
Dilakukan
untuk
ketidakseimbangan
memperbaiki
elektrolit,
kelebihan
asam/basa,
dan
volume,
untuk
menghilangkan toksin.
2. Nyeri dan gangguan rasa nyaman
Tujuan : mengurangi rasa nyeri dan gangguan rasa nyaman
Intervensi
a. Kaji tingkat nyeri dan gangguan rasa nyaman (disuria, rasa terbakar saat
urinasi, nyeri dan gangguan rasa nyaman pada abdomen, nyeri pada pinggang,
spasme kandung kemih).
Rasional : Memberikan data dasar untuk mengevaluasi keberhasilan
intervensi dan progresivitas dispungsi.
b. Anjurkan asupan cairan (kecuali jika terdapat kontraindikasi).
Rasional : Meningkatkan urine yang encer dan pembilasan traktus urinarius
inferior.
c. Anjurkan rendam duduk dalamair hangat.
Rasional : Meredakan gangguan rasa nyaman setempat dan meningkatkan
relaksasi.
d. Laporkan peningkatan rasa nyeri pada dokter.
Rasional : Dapat menunjukkan progrevitas disfungsi, kambuhnya disfungsi,
atau tanda-tanda yang tidak diharapkan (misal; perdarahan, batu
ginjal).
e. Berikan analgesik dan antispasmodik seperti yang diresepkan untuk
mengurangi nyeri dan spasme.
Rasional : Dapat diresepkan untuk mengurangi nyeri dan spasme.
19
f. Kaji pola urinasi serta praktek hygiene dan menyampaikan intruksi tentang
pola urinasi serta praktek hygiene yang direkomendasikan.
Rasional : Pengosongan kandung kemih yang tertunda dan praktek higiene
yang buruk turut menimbulkan gangguan rasa nyaman serta nyeri
yang terjadi sekunder akibat disfungsi renal atau traktus
urinarius.
gagal
ginjal/akumulasi
toksin
dan
ketidak
seimbangan elektrolit.
c. Auskultasi bunyi jantung
Rasional : Terbentuknya S3 dan S4 menunjukkan kegagalan.
d. Kaji warna kulit, membran mukosa, dan dasar kuku. Perhatikan waktu
pengisian perifer.
Rasional : Pucat mungkin menunjukkan vasokontriksi atau anemi. Sianosis
mungkin berhubungan dengan kongesti paru dan/atau gagal
jantung.
20
hipermagnesemia,
potensi
disfungsi
mulut,
kemampuan
menelan,
adanya
21
dengan
tim
medis
untuk
jadwal
pengobatan
1-2
jam
sebelum/setelah makan.
Rasional : Membantu menurunkan insiden mual dan muntah karena efek
samping obat.
g. Awasi pemeriksaan laboratorium (BUN,albumin serum,natrium, kalsim).
Rasional : Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program
terapi.
5. Risiko infeksi
Tujuan : Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan risiko
penyebaran infeksi.
Intervensi
a. Tingkatkan cuci tangan yang baik pada pasien dan staf.
Rasional : Menurunkan risiko kontaminasi silang.
b. Hindari prosedur infasif, instrumen, dan manipulasi kateter tak menetap,
kapanpun mungkin, gunakan teknik aseptik bila merawat/memanipulasi
IV/area invasif. Ubah sisi/balutan per protokol. Perhatikan edema, drainase
purulen.
Rasional
Membatasi
introduksi
bakteri
kedalam
tubuh.
Deteksi
22
e. Kaji integritas kulit (Rujuk ke DK: gagal Ginjal: Kronis, DK: Integritas kulit,
Kerusakan).
Rasional : Ekskoriasi akibat gesekan dapat menjadi infeksi sekunder.
f. Awasi tanda vital.
Rasional : Deman dengan peningkatan nadi dan pernafasan adalah tanda
peningkatan
meskipaun sepsis
laju
metabolik
dan
proses
inflamasi,
menunjukkan infeksi.
h. Awasi spesimen untuk kultur dan sentivitas dan berikan anti biotik tepat sesuai
indikasi.
Rasional : Memastikan infeksi dan identifikasi organisme khusus, membantu
pemilihan pengobatan infeksi paling efektif.
6.
Kurang pengetahuan
Tujuan : Pasien mempunyai pengetahuan serta pemahaman mengenai prosedur
serta tes diagnostik serta perilaku yang diharapkan.
Intervensi
a. Kaji tingkat pemahaman pasien yang paling akhir mengenai tes diagnostik dan
prosedur yang akan dilaksanakan.
Rasional : Memberikan dasar bagi penjelasan serta pendidikan selanjutnya
dan memberikan indikasi mengenai persepsi pasien terhadap
prosedur pemeriksaan.
b. Berikan penjelasan yang faktual tentang tes diagnostik dengan istilah dan bahasa
yang dipahami pasien.
Rasional : Pemahaman terhadap apa yang disampaikan akan meningkatkan
kepatuhan dan kerjasama pasien.
c. Kaji pemahaman pasien terhadap hasil-hasil tes setelah tes diagnostik dilakukan.
23
24