jaringan
adalah
teknik
budidaya
yang
dilakukan
harus
disimpan
dalam
botol
gelap
untuk
mencegah
B. Tinjauan Pustaka
Kultur jaringan yaitu suatu metode untuk mengisolasi bagian dari suatu
tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ serta
menumbuhkannya dalam kondisi aseptik sehingga bagian-bagian tersebut
dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang utuh
kembali.
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur
jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman
yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam
mineral, vitamin dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan
seperti agar, gula dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang
ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung
dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi
ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan
juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf
(Yunus 2010).
Sterilisasi otoclaf menggunakan panas dan tekanan uap air. Temperatur
sterilisasi biasanya 121o C, sedang tekanan sekitar 17,5- 20 psi. Lama
sterilisasi tergantung dari volume dan jenis bahan. Alat-alat dan air
disterilisasikan selama 1 jam, tetapi media hanya 20-40 menit. Sterilisasi
media yang terlalu lama menyebabkan: degradasi vitamin dan asamasam
amino, inaktivasi sitokinin zeatin riboside dan perubahan pH yang
mengakibatkan depolimerisasi agar. (Susilowati, 2001)
Pelaksanaan teknik ini memerlukan berbagai
prasyarat
untuk
jaringan tergantung pada jenis tanaman yang digunakan serta tujuan kegiatan.
Untuk pembentukan tunas umumnya menggunakan zat pengatur tumbuh
sitokinin (BA atau kinetin), untuk pembentukan kalus menggunakan auksin
2.4-D dan untuk pembentukan akar menggunakan auksin (IAA, IBA, atau
NAA). Pada tanaman tertentu sering pula digunakan kombinasi sitokinin dan
auksin tergantung tujuan pembentukan tunas, akar atau kalus. Perimbangan
sitokinin terhadap auksin atau sebaliknya dapat mengarahkan proses
morfogenesis. Untuk regenerasi melalui jalur embriogenesis somatik
diperlukan beberapa tahapan dengan menggunakan konsentrasi zat pengatur
tumbuh yang berbeda. Untuk pembentukan kalus embriogenik umumnya
digunakan auksin kuat seperti 2.4-D. Untuk tahap berikutnya konsentrasi
auksin diturunkan dan pada tahap pendewasaan digunakan sitokinin. (Evan
2010).
C. Metode Praktikum
1. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur dan Sterilisasi
Alat dilaksanakan pada hari Kamis, 26 Maret 2015 pukul 09.00 - 13.00
WIB di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi, Fakultas
Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Alat
a. Peralatan untuk penanaman eksplan, meliputi:
1) Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), lengkap dengan lampu bunsen
yang berisi spirtus.
2) Petridish dan botol-botol kultur.
3) Peralatan diseksi, yaitu pinset besar/kecil, pisau pemes, gunting
eksplan.
Alat-alat penanaman, yaitu petridish dan peralatan diseksi
dibungkus dengan kertas, kemudian disterilisasi di dalam autoklaf pada
tekanan 1,5 kg/cm2 selama 30 menit. Setelah disterilisasi, alat-alat
tersebut disimpan di dalam oven.
b. Peralatan untuk pembuatan media, meliputi:
1) Timbangan analitik
2) Botol-botol kultur
3) Magnetik stirer
4) pH meter
5) Gelas piala
6) Pipet
7) Plastik pp 0,3 mm
8) Karet gelang
9) Kertas label
3. Bahan
a. Aquadest
b. Larutan Stok, terdiri atas hara makro dan mikro, vitamin serta ZPT
c. Agar-agar
d. Gula
e. NaOH 1 N dan HCl 1 N
4. Cara Kerja
a. Pembuatan Larutan Stok
1) Larutan stok media
a) Menimbang bahan-bahan kimia yang telah dikalikan menjadi
beberapa kali konsentrasi, misalnya untuk unsur hara makro
dikalikan 20 dan unsur hara mikro dikalikan 100 kali konsentrasi.
b) Melarutkan bahan-bahan kimia tersebut ke dalam aquadest
dengan volume tertentu, misalnya 500 ml.
Langkah Kerja
Menyiapkan botol kultur yang
telah dicuci dengan bersih.
Langkah Kerja
Menambahkan aquadest
pada larutan media yang
telah disiapkan sampai
1000 ml
Gambar 1.7 Penambahan Aquadest
pada Larutan Media
Mengukur pH larutan, pH
harus 6,3. Apabila kurang
dari 6,3 maka ditambahkan
NaOH, apabila pH lebih
dari 6,3 makan
ditambahkan HCl
Menambahkan gula 30
gram pada larutan media
Gambar 1.9 Penambahan Gula pada
Larutan Media
Botol Kultur
energi dalam media kultur, karena umumnya bagian tanaman atau eksplan
yang dikulturkan tidak autotrof dan mempunyai laju fotosintesis yang
rendah. Pemilihan jenis media kultur yang tepat akan menghasilkan
pertumbuhan dan perkembangan eksplan sesuai yang diinginkan.
Jenis media kultur yang digunakan adalah media Murashige and
Skoog (MS) yang dimodifikasi dengan penambahan ZPT BAP 2 ppm.
Media MS ini dibuat semi-solid (semi padat) dengan cara menambahkan
agar. Media semi padat ini digunakan karena beberapa alasan,
diantaranyabeksplan yang kecil mudah terlihat dalam media padat, selama
kultur eksplan tetap berada pada orientasi yang sama, eksplan berada di
atas permukaan media sehingga tidak diperlukan teknik aerasi tambahan
pada kultur, orientasi pertumbuhan tunas dan akar tetap, dan kalus tidak
pecah seperti jika ditempatkan pada media cair. Namun penambahan agar
dalam beberapa kasus dapat menghambat pertumbuhan karena agar
mungkin mengandung senyawa penghambat yang dapat menghambat
morfogenesis beberapa kultur atau memperlambat pertumbuhan kultur,
eksudasi fenolik dari eksplan terserap oleh media yang menempel dengan
eksplan sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan eksplan.
pH media biasanya sedikit masam. Media biasanya diatur pada
kisaran 5.6-5.8 tapi tanaman yang berbeda mungkin memerlukan pH yang
berbeda untuk pertumbuhan optimum. Jika pH lebih tinggi dari 6.0, media
mungkin menjadi terlalu keras dan jika pH kurang dari 5.2, agar tidak
dapat memadat (Arianto 2006).
Selain media MS, beberapa media dasar yang banyak digunakan
antara lain, media dasar B5 untuk kultur sel kedelai, alfafa, dan legume
lain, media dasar White yang sangat cocok untuk kultur akar tanaman
tomat. media dasar Vacin dan Went yang biasa digunakan untuk kultur
jaringan anggrek, media dasar Nitsch dan Nitsch yang biasa digunakan
dalam kultur tepung sari (pollen) dan kultur sel, media dasar schenk dan
Hildebrandt atau media SH yang cocok untuk kultur jaringan tanamantanaman monokotil, medium khusus tanaman berkayu atau Woody Plant
Medium (WPM) dan media N6 untuk serealia terutama padi.
DAFTAR PUSTAKA
Arianto, N, Heru Sugito 2006. Pedoman Pelaksanaan Teknik Kultur Jaringan.
Penerbit :Penebar Swadaya. Jakarta.
Lestari, E., G. 2011. Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam PerbanyakanTanaman
melalui Kultur Jaringan. Jurnal AgroBiogen 7(1):63-68
Hendra, T 2007. Kultur Jaringan. http://lelos66.blog.friendster.com.htm. Diakses
pada tanggal 25 April 2013 pukul 15.00 WIB.
Susilowati, Ari. Listiawati, S. Keanekaragaman Jenis Mikroorganisme Sumber
Kontaminasi Kultur In vitro di Sub-Lab. Biologi Laboratorium MIPA Pusat
UNS. Jurnal Biodiversitas, Volume 2 No. 1 hlm 110-114.
Yunus 2010. Teknik Kultur Jaringan. http://www.bbpp-lembang.info.htm. Diakses
pada tanggal 20 April 2015 pukul 15.00 WIB.