Anda di halaman 1dari 45

DELIGNIFIKASI SEKAM PADI OLEH JAMUR PELAPUK

PUTIH UNTUK PRODUKSI BIOETANOL DENGAN TEKNIK


AMOBILISASI SEL Zymomonas mobilis

LAITA NURJANNAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN


SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Delignifikasi
Sekam Padi oleh Jamur Pelapuk Putih untuk Produksi Bioetanol dengan Teknik
Amobilisasi Sel Zymomonas mobilis adalah karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2014
Laita Nurjannah
G851120131

RINGKASAN
LAITA NURJANNAH. Delignifikasi Sekam Padi oleh Jamur Pelapuk Putih
untuk Produksi Bioetanol dengan Teknik Amobilisasi Sel Zymomonas mobilis.
Dibimbing oleh I MADE ARTIKA dan SURYANI.
Sekam padi mengandung 33.71% karbohidrat kasar (lignoselulosa), bahan
ini banyak tersedia di bumi untuk produksi biofuels dan produk bernilai lainnya.
Limbah sekam padi tersusun atas polimer karbohidrat, selulosa dan hemiselulosa,
dan polimer aromatik, lignin. Salah satu metode untuk delignifikasi sekam padi
adalah dengan menggunakan jamur pelapuk putih. Jamur pelapuk putih yang
digunakan pada penelitian ini adalah Trametes versicolor dan Phanerochaete
chrysosporium. Tujuan penelitian ini adalah delignifikasi sekam padi dengan
menggunakan jamur pelapuk putih dan pemanfaatan sekam padi tersebut sebagai
sumber karbon untuk produksi bioetanol oleh Z. mobilis. Metode yang digunakan
adalah persiapan biomassa dan mikroba, uji kandungan kimia sekam padi, uji
enzim ligninase, delignifikasi sekam padi oleh Trametes versicolor, dan produksi
bioetanol.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jamur T. versicolor dan P.
chrysosporium memiliki enzim ligninase. Kadar lignin yang terdapat pada total
biomassa sekam padi sebesar 23.61%, setelah delignifikasi menggunakan jamur T.
versicolor menjadi 16.20%. Pengurangan lignin yang terjadi sebesar 7.41% dari
total biomassa sekam padi (waktu inkubasi 20 hari). Jika dihitung berdasarkan
total lignin, persentase pengurangan lignin sebesar 31.38%. Proses delignifikasi
pun menyebabkan penurunan kadar holoselulosa, selulosa, dan zat ekstraktif, serta
kenaikan kadar hemiselulosa. Jamur T. versicolor dapat mendegradasi lignin
sekam padi dengan baik pada suhu ruang dan waktu inkubasi 20 hari. Kadar
etanol yang dihasilkan selama 5 hari fermentasi tanpa teknik amobilisasi sel
Zymomonas mobilis pada jam ke-0, 24, 48, 72, 96, dan 120, berturut-turut sebesar
0, 1.62 g/L, 4.12 g/L, 5.19 g/L, 13.3 g/L, dan 18.39 g/L dengan peningkatan
kadar etanol yang cukup tinggi dari hari ke hari. Hasil fermentasi selama 5 hari
dengan teknik amobilisasi sel Z. mobilis pada jam ke-0, 24, 48, 72, 96, dan 120,
berturut-turut sebesar 0, 5.51 g/L, 11.14 g/L, 21.47 g/L, 21.85 g/L, dan 24.18 g/L.
Produksi bioetanol dengan menggunakan teknik amobilisasi sel bakteri Z. mobilis
menghasilkan etanol yang lebih tinggi dengan rata-rata peningkatan sebesar 8.3%
dibandingkan dengan produksi bioetanol tanpa amobilisasi sel bakteri Z. mobilis.
Kata kunci: lignin, sekam padi, jamur pelapuk putih, bioetanol

SUMMARY
LAITA NURJANNAH. Delignification of Rice Husks by White-rot Fungi
for Bioethanol Production by Zymomonas mobilis Cells Immobilization
Technique. Under the direction of I MADE ARTIKA and SURYANI.
Rice husks contains 33.71% of lignocelluloses the most abundantly
available raw material on the earth for the production of biofuels and other
valuable products. It is composed of carbohydrate polymers, cellulose and
hemicellulose, and an aromatic polymer, lignin. One of the methods for removing
the lignin component of rice husks is by delignification using white-rot fungi.
The white-rot fungi used were Trametes versicolor and Phanerochaete
chrysosporium. The aim of the study was to carry out delignification of rice husks
using white-rot-fungi and to use rice husks as carbon source for bioethanol
production by Z. mobilis. The study was consisted of biomass and microbial
preparation, chemical assay of rice husks, ligninase enzyme test, delignification
process of rice husks by Trametes versicolor, and production of bioethanol.
Results showed that T. versicolor and P. chrysosporium have ligninase
enzyme. The precentage of lignin from the total biomass rice husk was 23.61%,
and following delignification process by T. versicolor for 20 days, the remaining
lignin was 16.20% making the percentage of rice husk lignin reduced by 7.41%. If
the reduction was calculated based on the total lignin, the percent lignin reduction
was 31.38% w/w. The biodelignification process also decreased percentage of
holocellullose, cellulose, and extractive substance, and accordingly increased the
percentage of hemicellulose. Based on the ability of T. versicolor to degrade
lignin of the rice husk at room temperature (28C) as mentioned above, it can be
concluded that T. versicolor has potential to be used for delignification process.
Production of ethanol by fermentation for 5 days without cell immobilization
technique Zymomonas mobilis with sampling at 0, 24, 48, 72, 96, and 120 hours,
the results were 0, 1.62 g/L, 4.12 g/L, 5.19 g/L, 13.3 g/L, and 18.39 g/L. The
concentration of bioethanol increased day by day. Fermentation for 5 days with Z.
mobilis cell immobilization technique with sampling at 0, 24, 48, 72, 96, and 120
hours, the results were 0, 5.51 g/L, 11.14 g/L, 21.47 g/L, 21.85 g/L, and 24.18
g/L. Production of bioethanol using immobilized Z. mobilis cells was higher
(averages 8.3%) than the production of bioethanol non-immobilized Z. mobilis
cells.
Keyword: lignin, rice husks, white-rot fungi, bioethanol

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014


Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

DELIGNIFIKASI SEKAM PADI OLEH JAMUR PELAPUK


PUTIH UNTUK PRODUKSI BIOETANOL DENGAN TEKNIK
AMOBILISASI SEL Zymomonas mobilis

LAITA NURJANNAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biokimia

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr.Syamsul Falah, S.Hut, M.Si.

Judul Tesis : Delignifikasi Sekam Padi oleh Jamur Pelapuk Putih untuk
Produksi Bioetanol dengan Teknik Amobilisasi Sel Zymomonas
mobilis
Nama
: Laita Nurjannah
NIM
: G851120131

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr.Ir. I Made Artika, M.App.Sc


Ketua

Dr. Suryani, SP, M.Sc.


Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Biokimia

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr.drh. Maria Bintang, MS.

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Ujian: 3 Juni 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat,
berkah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis
ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW,
keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Tesis ini berjudul
Delignifikasi Sekam Padi oleh Jamur Pelapuk Putih untuk Produksi Bioetanol
dengan Teknik Amobilisasi Sel Zymomonas mobilis. Kegiatan penelitian yang
merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen
Biokimia ini dilakukan dari bulan September 2013 hingga Februari 2014
bertempat di Laboratorium Departemen Biokimia, FMIPA Institut Pertanian
Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.Ir. I Made Artika, M.App.Sc
dan Dr. Suryani, SP, M.Sc sebagai dosen pembimbing utama serta pembimbing
kedua yang banyak memberi bimbingan dan arahan kepada penulis dalam
penyusunan tesis ini. Tak lupa penulis sampaikan juga terima kasih kepada
seluruh warga Biokimia IPB, ayah, ibu, dan seluruh keluarga yang senantiasa
memberi dukungan serta doa. Semoga hasil penelitian ini dapat memberi manfaat
bagi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya bidang biokimia.
Bogor, Maret 2014

Laita Nurjannah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sekam Padi
Lignoselulosa
Delignifikasi oleh Jamur Pelapuk Putih
Amobilisasi Sel
Produksi Etanol oleh Mikroba

2
2
3
4
5
6

3 BAHAN METODE
Waktu dan Tempat
Bahan
Alat
Metode
Persiapan Biomassa dan Mikroba
Uji Kandungan Kimia Sekam Padi
Uji Enzim Ligninase
Delignifikasi Sekam Padi oleh Trametes versicolor
Produksi Bioetanol

8
8
8
8
8
8
8
10
10
11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN


Aktivitas Ligninase T. versicolor dan P.chrysosporium secara Kualitatif
Delignifikasi Sekam Padi oleh Trametes versicolor
Produksi Bioetanol

12
12
15
17

5 SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Saran

21
21
21

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

25

RIWAYAT HIDUP

33

DAFTAR TABEL
1 Komposisi kimia sekam padi
2 Kandungan kimia sekam padi sebelum dan sesudah delignifikasi

3
16

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Profil jamur pelapuk putih


Profil bakteri dan kapang untuk fermentasi
Kultur jamur pelapuk putih
Aktivitas ligninase secara kualitatif
Kondisi delignifikasi sekam padi oleh jamur T. versicolor
Kandungan kimia sekam padi sebelum dan sesudah delignifikasi
Kadar etanol pada fermentasi tanpa amobilisasi sel dan amobilisasi sel
Zymomonas mobilis
8 Kadar gula pereduksi pada fermentasi tanpa amobilisasi sel dan
amobilisasi sel Zymomonas mobilis
9 Perbandingan kadar gula pereduksi dan kadar etanol pada fermentasi
tanpa amobilisasi sel Zymomonas mobilis
10 Perbandingan kadar gula pereduksi dan kadar etanol pada fermentasi
dengan amobilisasi sel Zymomonas mobilis

5
7
13
14
15
16
19
20
20
21

DAFTAR LAMPIRAN
1 Bagan alir penelitian
2 Kromatogram standar etanol
3 Kromatogram kadar etanol sekam
Zymomonas mobilis pada jam ke-24
4 Kromatogram kadar etanol sekam
Zymomonas mobilis pada jam ke-48
5 Kromatogram kadar etanol sekam
Zymomonas mobilis pada jam ke-72
6 Kromatogram kadar etanol sekam
Zymomonas mobilis pada jam ke-96
7 Kromatogram kadar etanol sekam
Zymomonas mobilis pada jam ke-120
8 Kromatogram kadar etanol sekam
Zymomonas mobilis pada jam ke-24
9 Kromatogram kadar etanol sekam
Zymomonas mobilis pada jam ke-48
10 Kromatogram kadar etanol sekam
Zymomonas mobilis pada jam ke-72
11 Kromatogram kadar etanol sekam
Zymomonas mobilis pada jam ke-96
12 Kromatogram kadar etanol sekam
Zymomonas mobilis pada jam ke-120

26
27
padi tanpa amobilisasi sel
27
padi tanpa amobilisasi sel
28
padi tanpa amobilisasi sel
28
padi tanpa amobilisasi sel
29
padi tanpa amobilisasi sel
29
padi dengan amobilisasi sel
30
padi dengan amobilisasi sel
30
padi dengan amobilisasi sel
31
padi dengan amobilisasi sel
31
padi dengan amobilisasi sel
32

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Limbah sering diartikan sebagai bahan yang tidak berguna. Pertanian
merupakan salah satu sektor yang banyak menghasilkan limbah diantaranya
adalah sekam padi. Peningkatan jumlah limbah akan menimbulkan masalah bagi
lingkungan. Oleh karena itu, perlu adanya alternatif pemanfaatan sekam padi agar
lebih bermanfaat.
Pemanfaatan sekam padi untuk energi masih sedikit dikembangkan oleh
para peneliti. Biomassa sekam padi dapat digunakan sebagai sumber bahan bakar
alternatif pengganti minyak bumi yang cocok dikembangkan di Indonesia.
Indonesia memiliki sekam padi yang sangat melimpah mengingat Indonesia
merupakan negara agraris. Limbah sekam padi, biasanya diperoleh sekitar 2030
% dari bobot gabah, hasil lainnya dedak antara 812%. Menurut BPS (2013),
Jawa Barat memproduksi padi sebesar 12.009.422 ton.
Penelitian untuk mengembangkan sumber energi alternatif diharapkan
dapat mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi. Pemanfaatan biomassa
sekam padi sebagai bahan bakar misalnya bioetanol dapat menjadi salah satu
alternatif yang baik untuk dikembangkan. Hal ini juga akan berdampak pada
penghasilan para petani, dengan adanya pemanfaatan sekam padi ini diharapkan
pendapatan para petani akan meningkat. Pendapatan tidak hanya didapatkan dari
padi, namun bisa juga dari sekam padinya.
Pemanfaatan biomassa sekam padi ini dilakukan menggunakan metode
delignifikasi mengingat sekam padi banyak mengandung lignin. Metode yang
dilakukan dengan menggunakan mikroba (biodelignifikasi). Mikroba yang
digunakan untuk delignifikasi sekam padi adalah jamur pelapuk putih.
Biodelignifikasi merupakan proses degradasi lignin untuk membebaskan serat dari
ikatannya dengan menggunakan enzim dari mikroba seperti fungi dan bakteri.
Metode ini dilakukan karena delignifikasi secara kimia memiliki beberapa
kelemahan diantaranya kebutuhan bahan kimia, energi yang tinggi, dan limbah
cair dari delignifikasi yang menggunakan bahan kimia tergolong limbah yang
berbahaya karena bersifat toksik dan mencemari lingkungan (Martina et al. 2002).
Jamur pelapuk putih yang digunakan pada penelitian ini adalah Trametes
versicolor dan Phanerochaete chrysosporium. Jamur-jamur ini berperan dalam
menguraikan bahan yang mengandung lignoselulosa. Menurut Balai Penelitian
Pascapanen Pertanian (BPPP) tahun 2001, sekam padi mengandung 33.71%
karbohidrat kasar. Oleh karena itu, sekam padi dapat dijadikan sumber karbon
untuk pembuatan bioetanol.
Produksi bioetanol dapat dilakukan dengan menggunakan metode
amobilisasi sel. Menurut Amekan (2011), amobilisasi sel dapat dilakukan pada
Saccharomyces cerevisiae dalam fermentasi etanol. Kelebihan teknik amobilisasi,
sel antara lain sel dapat digunakan berulang dan kontinyu, memudahkan
pemisahan mikroba dari cairan fermentasi, produk lebih spesifik, meningkatkan
stabilitas sel, serta kemudahan mengontrol dan menyeragamkan proses konversi
sehingga dapat dimungkinkan digunakan dalam industri. Amobilisasi sel juga
dapat dilakukan pada Zymomonas mobilis dalam fermentasi etanol (Reniati 2009).

2
Z. mobilis dapat memproduksi etanol dari glukosa, akan tetapi sumber karbon
dari sekam padi berupa selulosa sehingga diperlukan enzim selulase, maka pada
penelitian ini digunakan kapang Trichoderma viride sebagai penghasil enzim
selulase untuk menghidrolisis selulosa menjadi glukosa.
Penelitian ini bertujuan untuk delignifikasi sekam padi dengan jamur
pelapuk putih sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbon untuk
produksi bioetanol. Bioetanol diharapkan dapat menjadi salah satu solusi untuk
mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak bumi. Selain itu,
pemanfaatan limbah sekam padi pun dapat dikembangkan terus agar lingkungan
terbebas dari limbah (zerowaste).
Perumusan Masalah
Pemanfaatan limbah sekam padi masih kurang dilakukan, selain itu limbah
ini dapat mengotori lingkungan. Delignifikasi sekam padi dengan jamur pelapuk
putih dapat menjadikan sekam padi sebagai sumber karbon untuk produksi
bioetanol, pemanfaatan tersebut diharapkan dapat menjadi solusi alternatif untuk
mengurangi limbah dan ketergantungan terhadap bahan bakar minyak bumi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
1. Delignifikasi sekam padi dengan menggunakan jamur pelapuk putih
2. Produksi bioetanol dengan teknik amobilisasi sel Z. mobilis
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah limbah sekam padi dapat didelignifikasi
oleh jamur pelapuk putih dan hasilnya dapat digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan bioetanol dengan bantuan bakteri Z. mobilis.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sekam Padi
Sekam padi merupakan kulit buah padi berupa lapisan keras yang meliputi
kariopsis, terdiri dari dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling
bertautan. Saat proses penggilingan, sekam padi akan terpisah dari butir beras dan
menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Sekam padi dikategorikan sebagai
biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku
industri, pakan ternak, dan energi atau bahan bakar. Sekam padi yang diperoleh
dari proses penggilingan padi sekitar 20-30% dari bobot gabah. Di Indonesia,
jumlah sekam dapat mencapai 13.2 juta ton per tahun (Deptan 2011).
Sekam mengandung senyawa organik berupa lignin, kitin, selulosa,
hemiselulosa, senyawa nitrogen, lipid, vitamin B, dan asam organik, sedangkan
senyawa anorganik berupa silika (Ismunadji et al. 1988). Komposisi kimiawi
sekam padi dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan komposisi kimia yang
terkandung, sekam padi bisa digunakan sebagai bahan baku industri kimia, bahan

3
baku pada industri bahan bangunan, dan campuran pada industri bata merah.
Bahan ini juga bisa digunakan sebagai sumber energi panas, kadar selulosa yang
tinggi dapat memberikan pembakaran yang merata dan stabil (BPPP 2001).
Tabel 1 Komposisi kimia sekam padi
Komponen
Kadar air
Protein kasar
Lemak
Serat kasar
Abu
Karbohidrat kasar
Karbon (zat arang)
Hidrogen
Oksigen
Silika

Kandungan (%)
9.02
3.03
1.18
35.68
17.71
33.71
1.33
1.54
33.64
16.98

Sumber: Balai Penelitian Pacapanen Pertanian (2001)

Lignoselulosa
Limbah pertanian seperti jerami, bonggol jagung, dan kulit kacangkacangan merupakan limbah lignoselulosa yang masih mempunyai nilai ekonomis
bila dilakukan pengolahan lebih lanjut. Bahan lignoselulosa dapat diperoleh dari
residu hasil pertanian, fraksi besar municipal solid waste (MSW), pupuk kandang,
dan residu hasil hutan. Sejalan dengan perkembangan bioteknologi, pemanfaatan
mikroba dalam proses biokonversi limbah berbahan lignoselulosa dapat dilakukan
guna mendapatkan nilai tambah dari bahan limbah tersebut menjadi produk lain
seperti pupuk, bioetanol, pakan ternak, dan sebagainya. Bioetanol dapat
digunakan untuk mengganti bahan bakar bensin untuk keperluan transportasi.
Dalam proses penggunaan bahan lignoselulosa sebagai sumber karbon, harus
melalui beberapa tahapan antara lain delignifikasi untuk melepas selulosa dan
hemiselulosa dari ikatan kompleks lignin dan depolimerisasi untuk mendapatkan
gula bebas (Anindyawati 2010). Konversi bahan lignoselulosa menjadi etanol pun
pada dasarnya terdiri atas tiga tahap, yaitu perlakuan pendahuluan, sakarifikasi,
dan fermentasi. Perolehan fuel-grade ethanol dilakukan dengan pemurnian yang
terdiri atas destilasi dan dehidrasi.
Beberapa faktor yang mendorong semakin banyaknya penelitian
pemanfaatan bahan lignoselulosa untuk produksi bioetanol antara lain kebutuhan
dan konsumsi energi terus meningkat dari tahun ke tahun, sementara sumber daya
alam tersebut masih berasal dari sumber daya alam yang tidak terbarukan, seperti
minyak, gas, dan batu bara. Selain itu, bioetanol memiliki karakteristik yang lebih
baik dibandingkan dengan bensin karena dapat meningkatkan efisiensi
pembakaran dan mengurangi emisi gas rumah kaca (Hambali et al. 2007).
Penggunaan bahan lignoselulosa pun lebih menarik dibandingkan dengan bahan
berpati karena tidak bersaing dalam penggunaan untuk kepentingan pangan
(Singhania 2009).
Lignoselulosa dapat terbagi atas selulosa, hemiselulosa, lignin, ekstraktif,
dan beberapa macam material anorganik (Taherzadeh dan Karimi 2008). Lignin
merupakan suatu makromolekul kompleks, suatu polimer aromatik alami yang

4
bercabangcabang dan mempunyai struktur tiga dimensi yang terbuat dari fenil
propanoid yang saling terhubung dengan ikatan yang bervariasi. Lignin
membentuk matriks yang mengelilingi selulosa dan hemiselulosa, penyedia
kekuatan pohon, dan pelindung dari biodegradasi. Selulosa merupakan polimer
linier glukan dengan struktur rantai yang seragam. Unit-unit glukosa terikat
dengan ikatan glikosidik -(14). Hemiselulosa merupakan istilah umum bagi
polisakarida yang larut dalam alkali. Hemiselulosa sangat dekat asosiasinya
dengan selulosa dalam dinding sel tanaman (Howard et al. 2003).
Delignifikasi oleh Jamur Pelapuk Putih
Delignifikasi adalah degradasi lignin pada lignoselulosa sehingga dapat
dijadikan sumber karbon untuk biofuel. Perlakuan pendahuluan atau delignifikasi
merupakan tahapan yang banyak menghabiskan biaya. Biodelignifikasi adalah
degradasi lignin dengan menggunakan makhluk hidup. Degradasi lignin adalah
langkah yang sangat penting dalam siklus karbon (Cohen 2001), yang dimediasi
oleh enzim oksidatif.
Jamur pelapuk putih (JPP) yang hidup pada bahan organik lignoselulosa
mengeluarkan enzim ekstraselular yang bisa mendegradasi bahan tersebut
sebagai nutrisinya, terutama lignin, sehingga disebut enzim ligninolitik. Sistem
degradasi lignin pada jamur pelapuk putih melibatkan kerja enzim ekstraseluler
yang diproduksi sendiri oleh jamur tersebut. Ada tiga jenis enzim ekstraseluler
yang diproduksi oleh jamur pelapuk putih yang bersifat tidak selektif namun
efektif dalam menyerang lignin. Enzim-enzim tersebut ialah lignin peroksidase
(LiP), mangan peroksidase (MnP), dan lakase (Lac) (Howard et al. 2003) dikenal
sebagai lignin modifying enzymes (LMEs). Jamur pelapuk putih tidak bisa
menggunakan lignin sebagai sumber energinya, sehingga proses degradasi
tersebut diduga sebagai suatu cara agar selulosa yang terdapat di dinding sel dapat
diakses oleh JPP.
Jamur pelapuk putih kelas Basidiomycetes merupakan jamur yang efektif
mendegradasi lignin. Jamur yang termasuk dalam jenis Basidiomycetes yang
umum digunakan untuk mendegradasi lignin antara lain Omphalina sp.,
Marasmus sp., Phanerochaete chrysosporium, Trametes versicolor, dan lain-lain
(Lobos et al.2001; Sun dan Cheng 2002; Siswanto et al. 2007). Jamur pelapuk
kayu ini biasanya tidak hanya membentuk koloni pada sampah hasil hutan dan
pohon-pohon yang tumbang, tetapi juga pada pohon yang masih hidup (Eriksson
et al. 1990 dalam Lankinen 2004). Jamur pelapuk kayu sendiri dibagi menjadi
jamur pelapuk putih, jamur pelapuk coklat dan jamur pendekomposisi sampah
(Steffen 2003). Menurut Anita et al. 2011, jamur Trametes versicolor lebih cepat
mensekresi enzim ligninase dibandingkan dengan jamur Phanerochaete
chrysosporium. Hal tersebut dilihat dari warna merah yang terbentuk pada media
di hari pertama inkubasi.Warna merah tersebut merupakan indikator mulai
dihasilkannya enzim lakase dan peroksidase oleh jamur pelapuk putih (Thorn
1996; Akhtar et al. 1997).
Jamur pelapuk putih mulai delignifikasi saat menembus dan membentuk
koloni dalam sel kayu lalu mengeluarkan enzim yang berdifusi melalui lumen dan
dinding sel. Jamur ini menyerang komponen lignin dari kayu hingga menyisakan

5
selulosa dan hemiselulosa yang tidak terlalu berpengaruh. Akibatnya, terjadi
penurunan kekuatan fisik kayu dan pembengkakan jaringan kayu.
JPP merupakan satu-satunya organisme yang mampu mendegradasi lignin
secara sempurna menjadi CO2 dan H2O (Bukcley dan Dobson 1998). Keunikan
dan kemampuannya mendegradasi lignin sangat selektif sehingga relatif tidak
merusak serat selulosanya (Srebotnik dan Messner 1994). Penurunan berat dapat
dijadikan parameter infeksi JPP pada suatu bahan. Hal ini disebabkan lignin dan
hemiselulosa terdegradasi oleh JPP menjadi suatu polimer sederhana atau
monomer. Degradasi akan menyebabkan penurunan kadar lignin dan selulosa
sehingga terjadi penurunan berat bahan secara langsung. Semakin tinggi tingkat
kerusakan oleh JPP maka penurunan berat akan semakin besar. Selain penurunan
dapat terjadi perubahan warna akibat degradasi pigmen (zat ekstraktif) oleh jamur
JPP mengakibatkan perubahan warna menjadi putih (Warlinda 2006).
Kemampuan lignolitik beberapa jenis jamur terutama JPP digunakan untuk
mendegradasi lignin tanpa mengurangi kadar karbohidrat seperti pada proses biopulping, bio-bleaching, dan pemanfaatan residu hutan serta komponen
lignoselulitik lain sebagai pakan ternak. Di alam, JPP berperan sebagai organisme
saprofit yang berperan penting dalam siklus karbon (Boddy dan Rayner 1988).
Jamur T. versicolor dan P. chrysosporium dapat dilihat pada Gambar 1.

(B)

(A)

Gambar 1 Profil jamur pelapuk putih. (A) Trametes versicolor (Chris Hiscoke
(UK)), (B) Phanerochaete chrysosporium (Thom Volk)
Amobilisasi Sel
Amobilisasi adalah pembatasan mobilitas sel dalam ruang yang terbatas.
Amobilisasi sel sebagai biokatalis hampir secara umum digunakan pada
amobilisasi enzim. Amobilisasi sel mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan
kultur tersuspensi yaitu antara lain menghasilkan konsentrasi sel tinggi, sel dapat
digunakan kembali dan mengurangi biaya pemisahan sel, mengurangi sel yang
terbawa pada laju dilusi yang tinggi, kombinasi konsentrasi sel tinggi dan laju

6
aliran tinggi memungkinkan memperoleh produktivitas volumetris yang tinggi,
menguntungkan kondisi lingkungan mikro yaitu kontak antar sel, gradien produk
nutrisi, gradien pH untuk sel, memberikan hasil yang lebih baik sebagai biokatalis
(perolehan dan laju yang tinggi), memperbaiki stabilitas genetik (pada beberapa
kasus tertentu), dan melindungi sel dari kerusakan akibat pergeseran (Shuler dan
Kargi 1992). Keuntungan lain teknik amobilisasi adalah 1) memungkinkan untuk
dilakukannya reaksi enzim beberapa tahap, 2) aktivitas enzim yang tinggi, 3)
stabilitas operasional secara umum tinggi, 4) tidak diperlukan tahap
ekstraksi/pemurnian enzim, 5) biomassa yang diamobilisasi dapat digunakan
untuk konsentrasi substrat yang lebih tinggi dan dapat dilakukan pemisahan sel
dengan mudah serta umur sel dapat diperpanjang (Suhardi 2000).
Teknik amobilisasi dibedakan menjadi dua yaitu amobilisasi aktif dan
amobilisasi pasif. Amobilisasi aktif adalah penjebakan (entrapment) atau
pengikatan (binding) oleh gaya fisika atau kimia. Penjebakan secara fisika dapat
menggunakan berbagai macam bahan seperti bahan berpori (agar, alginat,
karagenan, poliakrilamid, kitosan, gelatin, kolagen), saringan dari logam berpori,
poliuretan, gel silika, polistiren, dan selulosa triasetat. Sedangkan amobilisasi
pasif menggunakan metode pelekatan (attachment) dalam bentuk biofilm, yaitu
lapisan-lapisan pertumbuhan sel pada permukaan media pendukung. Media ini
bisa bersifat inert maupun aktif secara biologis (Shuler dan Kargi 1992).
Amobilisasi sel mikroba telah banyak digunakan dalam industri fermentasi.
Keuntungan dari teknologi amobilisasi sel ini adalah penggunaan yang
berkelanjutan, stimulasi produksi metabolit, dan perlindungan sel terhadap
lingkungan yang tidak menguntungkan. Amobilisasi sel ini mengarah pada
peningkatan kepadatan sel secara optimal dan efisiensi proses. Potensi
penggunaan sel amobil pada industri susu fermentasi telah diuji secara luas
(Denkova 2005).
Produksi Etanol oleh Mikroba
Secara umum sintesis bioetanol yang berasal dari biomassa terdiri atas dua
tahap utama, yaitu hidrolisis dan fermentasi. Pada metode terdahulu proses
hidrolisis dan fermentasi dilakukan secara terpisah. Fermentasi yang terbaru
adalah sakarifikasi dan fermentasi simultan (Surya 2010).
Hidrolisis dan fermentasi akan menjadi lebih efektif dan efisien jika
dilaksanakan secara berkelanjutan tanpa melalui tenggang waktu yang lama,
proses ini dikenal sebagai proses sakarifikasi dan fermentasi simultan (SFS).
Sakarifikasi dan fermentasi simultan adalah kombinasi antara hidrolisis dengan
enzim dan fermentasi yang dilakukan dalam suatu reaktor. Proses ini memiliki
keuntungan yaitu polisakarida yang terkonversi menjadi monosakarida tidak
kembali menjadi polisakarida karena monosakarida langsung difermentasi
menjadi etanol (Samsuri et al.2007).
Hidrolisis biomassa dapat dilakukan secara enzimatis, enzim yang sering
digunakan adalah enzim selulase. Kapang yang sering digunakan untuk
menghasilkan enzim selulase adalah Trichoderma viride. Menurut Volk (2004),
keunggulan kapang Trichoderma viride sebagai penghasil enzim selulase
dikarenakan kapang ini dapat menghasilkan selulase lengkap yang dibutuhkan
untuk menghidrolisis selulosa kristal dan dapat menghasilkan protein yang cukup
tinggi. Miselium kapang ini dapat menghasilkan suatu enzim yang bermacam-

7
macam, termasuk enzim selulase dan kitinase. Kapang umumnya memiliki
selulase karena habitatnya pada bahan-bahan organik yang mengandung selulosa.
Selulase terdiri dari komponen endo--1,4-glukanase, ekso--1,4-glukanase dan
-1,4 glukosidase (selobiase). Kapang Trichoderma viride menghasilkan ketiga
jenis enzim selulase tersebut (Crueger dan Crueger 1982).
Salah satu bakteri yang dapat menghasilkan etanol adalah Z. mobilis.
Bakteri ini merupakan bakteri Gram negatif yang dapat ditemukan pada tumbuhtumbuhan yang kaya gula. Pada umumnya mempunyai panjang 2-6 m dan lebar
1-1,4 m. Z. mobilis merupakan bakteri anaerob fakultatif. Pemakaian bakteri Z.
mobilis untuk industri pembuatan etanol mempunyai beberapa keuntungan antara
lain kemampuan untuk tumbuh secara anaerob, hasil produksi lebih tinggi, dan
kemampuan fermentasi lebih spesifik dibandingkan dengan khamir (Ismail et al.
2009).
Bakteri Z. mobilis tidak dapat memfermentasi xilosa atau xilitol. Z.
mobilis memfermentasikan glukosa melalui jalur Entner Doudoroff. Bakteri ini
menghasilkan enzim piruvat dekarboksilase yang merubah piruvat menjadi
asetadehida. Kemudian asetaldehida diubah menjadi etanol oleh enzim alkohol
dehidrogenase. Profil sel-sel bakteri Z. mobilis dan kapang Trichoderma viride
ditunjukkan pada Gambar 2.

(A)

(B)

Gambar 2 Profil bakteri dan kapang untuk fermentasi. (A) Z. mobilis (Katherine
P, University of Athens), (B) Trichoderma viride (www.doctorfungus.
org)

3 BAHAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan (September 2013-Februari 2014).
Tempat pelaksanaannya di Laboratorium Biokimia, Departemen Biokimia,
Institut Pertanian Bogor. Uji kadar etanol dengan kromatografi gas dilakukan di
BB Biogen (Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik
Pertanian). Uji kimia sekam padi dilakukan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan,
Fakultas Kehutanan IPB.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biomassa limbah
pertanian yaitu sekam padi (padi varietas Ciherang). Mikroba yang digunakan
adalah Trametes versicolor dan Phanerochaete chrysosporium. Bahan-bahan lain
yang digunakan antara lain media potato dextrose agar (PDA), media potato
dextrose broth (PDB), media nutrient agar (NA), media nutrient broth (NB),
1.0% pyrogallol, 0.4% H2O2, reagent 0.1 M 1-naphthol, etanol 96%, benzena,
akuades, larutan asam sulfat 72%, sodium klorit, asam asetat glasial, NaOH, asam
nitrat, Na2SO3, asam asetat 10%, asam 3.5 dinitrosalisilat, CH3COOH, H2SO4,
Na-algnat, dan CaCl2.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas cawan Petri,
tabung reaksi, labu Erlenmeyer, autoklaf, lempeng penangas, pengaduk magnetik,
jarum ose, laminar air flow, oven, mesin penggiling, saringan 80 mesh, soxhlet,
corong Buchner, jidal (Thimble), filter gelas, penangas air, pengaduk, pipet,
lemari pendingin, dan kromatografi gas.
Metode
Persiapan Biomassa dan Mikroba
Biomassa sekam padi digiling dan disaring sehingga diperoleh ukuran 80
mesh. Pada uji pendahuluan (uji enzim ligninase) untuk optimasi mikroba
pendelignifikasi digunakan white-rot fungi yaitu Trametes versicolor dan
Phanerochaete chrysosporium. Berdasarkan hasil optimasi lalu dipilih mikroba
terbaik untuk proses delignifikasi. Kultur mikroba ditumbuhkan pada media PDA
dan diinkubasi pada suhu ruang selama 5-7 hari. Mikroba yang digunakan untuk
fermentasi simultan bioetanol adalah Trichoderma viride dan Zymomonas mobilis.
Kultur tersebut disimpan pada suhu 4C.
Uji Kandungan Kimia Sekam Padi
Uji yang dilakukan meliputi zat ekstraktif, uji kadar lignin, uji kadar
holoselulosa, uji kadar hemiselulosa, dan uji kadar selulosa.
Zat ekstraktif. Pengukuran ini berdasarkan SNI nomor 1032. Mula-mula
ditimbang serbuk sekam kering ukuran 80 mesh sebanyak 2 gram, lalu
dimasukkan ke dalam thimble dalam alat soxhlet. Thimbel ditutup dengan kasa
halus untuk menghindari hilangnya spesimen. Kemudian serbuk sekam diekstrak

9
dengan etanol-benzena 1:2 selama 6 jam. Setelah itu, sekam dipindahkan ke
dalam corong buchner, pelarut dihilangkan dengan vakum, thimble dicuci dengan
etanol untuk menghilangkan benzena. Sekam dipindahkan ke dalam thimble, lalu
diekstraksi dilakukan dengan etanol 95% selama 4 jam. Sekam dipindahkan ke
dalam corong buchner, pelarut dihilangkan dengan vakum, thimble dicuci dengan
air destilata untuk menghilangkan etanol. Selanjutnya sekam dipindahkan ke
dalam gelas piala 1000 mL dan ditambahkan 500 mL air panas. Serbuk sekam
dikeringkan di udara dan disimpan dalam wadah tertutup (BSN 1989).
Zat ekstraktif = bobot awal- bobot kering sampel (g) x 100%
bobot kering sampel (g)
Klason Lignin. Pengukuran ini berdasarkan SNI nomor 0492. Sebanyak 1
gram sampel sekam dimasukkan ke dalam gelas piala. Lalu ditambahkan larutan
asam sulfat 72% sebanyak 15 mL. Penambahan asam dilakukan secara perlahan
dan bertahap sambil diaduk dengan suhu dijaga pada 20C. Setelah tercampur
sempurna, gelas piala disimpan pada suhu 20C selama 2 jam sambil diaduk
sesekali. Air sebanyak 300-400 mL ditambahkan ke dalam labu Erlenmeyer 1000
mL, sampel dipindahkan ke dalam labu Erlenmeyer. Sampel dilarutkan dengan
air hingga mencapai konsentrasi 3% dengan total volume 575 mL. Sampel
dididihkan selama 4 jam, volume sampel dijaga dengan menambahkan air panas.
Lignin disaring dengan filter gelas dan dicuci dengan air panas hingga bebas
asam. Sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 105C hingga bobotnya konstan,
didinginkan, dan ditimbang (BSN 2008).
Lignin =

bobot lignin
(g)
x
bobot kering sampel (g)

100%

Holoselulosa. Sebanyak 2 gram sampel sekam dimasukkan ke dalam labu


Erlenmenyer 250 mL. Kemudian ditambahkan 80 mL air destilata, 1 gram sodium
klorit, dan 0.5 mL asam asetat glasial. Setelah itu dipanaskan pada penangas air
dengan suhu 70C. Permukaan air dalam penangas air dijaga agar tidak lebih
tinggi dari larutan di dalam labu Erlenmeyer. Lalu, ditambahkan 1 gram sodium
klorit dan 0.5 mL asam asetat setiap interval pemanasan selama 1 jam,
penambahan dilakukan sebanyak 4 kali. Sampel disaring dengan menggunakan
filter gelas dan dicuci dengan air panas. Sampel ditambahkan 25 mL asam asetat
10%, lalu dicuci dengan air panas hingga bebas asam. Sampel di oven pada suhu
105C hingga beratnya konstan dan ditimbang (Browning 1967).
Holoselulosa = bobot holoselulosa (g) x 100%
bobot kering sampel (g)
Hemiselulosa. Pengukuran ini berdasarkan SNI nomor 0444. Prinsip
metode ini adalah holoselulosa bebas lignin diberi perlakuan sodium hidroksida
dan asam asetat. Residu dinyatakan sebagai alfa selulosa dan fraksi terlarut
dinyatakan sebagai kadar hemiselulosa. Penentuan kadar alfa selulosa sebagai
berikut, sebanyak 2 gram holoselulosa dimasukkan ke dalam gelas piala 250 mL.
Sebanyak 10 mL larutan NaOH 17.5% ditambahkan pada suhu 20C dan diaduk

10
pelan. Setelah itu, setiap interval waktu 5 menit, ditambahkan 5 mL larutan NaOH
17.5%. Penambahan ini dilakukan sebanyak 3 kali sehingga volume total NaOH
17.5% sebanyak 25 mL. Saat penambahan terakhir, sampel dibiarkan selama 30
menit sehingga total waktu perlakuan selama 45 menit. Kemudian ditambahkan
33 mL air destilata, diaduk, dan dibiarkan selama 1 jam pada suhu 20C. Sampel
disaring dengan cawan saring lalu dibilas dengan 100 mL NaOH 8.3%.
Pembilasan dilanjutkan dengan air destilata hingga semua sampel terpindahkan ke
dalam cawan saring. Setelah itu pembilasan dilanjutkan dengan 250 mL air
destilata. Sampel dikeringkan pada suhu 105C selama 24 jam. Kemudian
didinginkan dalam desikator dan ditimbang bobotnya hingga konstan (BSN 2009).
Alfa selulosa = bobot alfa selulosa (g) x 100%
bobot kering sampel (g)
Selulosa. Sebanyak 2 gram sampel dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer
300 mL, ditambahkan 125 mL larutan asam nitrat 3.5% dan dipanaskan dalam
waterbath selama 12 jam pada suhu 80C. Lalu sampel disaring dengan air
destilata hingga tidak berwarna, lalu dikeringkan di udara. Sampel dimasukkan ke
dalam labu Erlenmeyer, lalu ditambahkan 125 mL larutan campuran NaOH dan
Na2SO3 dan dipanaskan selama 2 jam pada suhu 50C. Sampel disaring dengan
cawan saring dan dibilas dengan air destilata hingga filtrat tidak berwarna.
Kemudian ditambahkan 50 mL larutan sodium klorit 10% dan dicuci dengan air
hingga diperoleh endapan berwarna putih. Lalu ditambahkan 100 mL asam asetat
10% dan dicuci hingga bebas asam. Sampel dikeringkan ke dalam oven pada suhu
105C dan ditimbang hingga bobotnya tetap (Cross dan Bevan 1912).
Selulosa = bobot selulosa (g) x 100%
bobot kering sampel (g)
Uji Enzim Ligninase
Untuk menguji adanya enzim-enzim pendegradasi lignin (ligninase)
meliputi lignin peroksidase dan lakase, dilakukan tes totol dengan meneteskan
larutan 1.0% pirogalol yang telah dicampur dengan 0.4% H2O2 (komposisi 1:1)
pada bagian tepi kultur jamur pelapuk putih yang diuji (yang masih aktif tumbuh).
Kultur diamati tiga jam, 24 jam, dan 72 jam setelah penetesan. Warna kuning
kecoklatan pada bagian yang ditetesi reagen pirogalol tersebut menunjukkan
adanya aktivitas enzim lignin peroksidase (Agustini et al. 2011).
Enzim lakase dideteksi dengan menggunakan reagen 0.1 M 1-naftol yang
dilarutkan dalam etanol 96%. Cara dan waktu pengamatan dilakukan seperti uji
lignin peroksidase di atas. Warna merah keungu-unguan pada bagian yang ditetesi
reagen 0.1 M 1-naftol menjadi indikator positif adanya enzim lakase yang
disintesis oleh jamur pelapuk putih pada kultur tersebut (Stalpers 1978).
Delignifikasi Sekam Padi oleh Trametes versicolor
Delignifikasi ini menggunakan satu jenis jamur pelapuk putih berdasarkan
hasil optimasi sebelumnya yaitu Trametes versicolor. Jamur ini dipilih karena

11
menunjukkan pertumbuhan yang sangat baik saat uji enzim ligninase. Sebanyak
240 gram sekam padi direndam dalam akuades selama 24 jam, kemudian
disterilisasi dengan menggunakan autoklaf 121C selama 15 menit. Setelah itu,
diinokulasikan dengan suspensi jamur Trametes versicolor sebanyak 100 ml.
Suspensi jamur sebelumnya ditumbuhkan pada media PDB yang sebelumnya
diinkubasi selama 7 hari. Biomassa tersebut lalu diinkubasi dalam suhu ruang
selama 20 hari. Kemudian, dilakukan analisis terhadap zat ekstraktif, kadar lignin,
holoselulosa, hemiselulosa, dan selulosa (modifikasi Akhtar et al. 1997).
Produksi Bioetanol
Sekam padi yang telah mengalami delignifikasi dengan jamur pelapuk
putih, digunakan untuk fermentasi bioetanol. Mikroba yang digunakan untuk
fermentasi bioetanol adalah Trichoderma viride dan Zymomonas mobilis.
Peremajaan Trichoderma viride dilakukan pada media PDA dengan suhu ruang
selama 5-7 hari. Peremajaan Zymomonas mobilis dilakukan pada media NA
dengan suhu ruang selama 24-48 jam.
Amobilisasi sel. Amobilisasi ini hanya dilakukan pada bakteri Zymomonas
mobilis. Sebelum melakukan amobilisasi sel bakteri ini, maka konsentrasi alginat
optimum ditentukan terlebih dahulu dengan menggunakan variasi natrium alginat
steril 1%, 2%, 3%, dan 4%. Butiran gel yang terbentuk paling baik digunakan
untuk amobilisasi sel. Sel ditambahkan ke dalam natrium alginat steril. Butiran
gel yang dibuat dengan meneteskan suspensi sel dalam natrium alginat dengan
syringe ke dalam 50 mL larutan CaCl2 0.2 M steril sambil diaduk dengan
pengaduk bermagnet dengan kecepatan 100 rpm. Butiran gel yang sudah
terbentuk dibiarkan selama 2 jam dalam larutan CaCl2 0.2 M pada suhu 4C
supaya gel yang terbentuk lebih mengeras. Selanjutnya butiran gel disaring
dengan kertas saring steril kemudian dipindahkan ke dalam labu Erlenmeyer steril
untuk dicuci dengan akuades steril sebanyak 3 kali. Pencucian dengan akuades
steril bertujuan untuk menghilangkan larutan kalsium klorida yang masih
menempel pada butiran gel dan sel yang tidak terjebak oleh natrium alginat
(Becerra et al. modifikasi 2001).
Fermentasi Bioetanol. Sekam hasil biodelignifikasi (10 gram) dimasukkan
ke dalam media fermentasi (100 mL) dengan komposisi (NH4)2HPO4 1 g/L,
MgSO4.7H2O 0.05 g/L, dan yeast extract 2 g/L dengan pH media 5 (Ito et al.
2003). Setelah itu ditambahkan 5% isolat Trichoderma viride dan 10%
inokulum cair Zymomonas mobilis (v/v) yang telah diamobilisasi dengan Caalginat yang sudah dioptimasi dari tahapan sebelumnya. Inkubasi selama 5 hari
pada suhu 30C. Setiap 0, 24, 48, 72, 96, 120 jam dilakukan pengambilan sampel,
kemudian dianalisis kadar gula pereduksi dan kadar etanol (Ito et al. 2003).
Fermentasi bioetanol tanpa amobilisasi sel juga dilakukan sebagai pembanding.
Metode analisis hasil fermentasi sebagai berikut:
a.

Penetapan gula pereduksi metode DNS


Prinsip metode ini adalah dalam suasana alkali gula pereduksi akan
mereduksi 3.5-dinitrosolisilat (DNS) membentuk senyawa yang dapat diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm. Kurva baku dibuat dengan
mengukur nilai gula pereduksi pada glukosa 0.011%, 0.022%,0.033%, 0.044%,

12
dan 0.056% Kemudian nilai gula pereduksi dicari dengan metode DNS. Hasil
yang didapatkan diplotkan dalam grafik secara linier. Metode analisisnya,
sebanyak 1 mL sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah 3 mL
pereaksi DNS, dipanaskan dalam air mendidih selama 5 menit, kemudian
didinginkan sampai suhu kamar. Lalu sampel diukur pada panjang gelombang 550
nm (Miller 1959).
b.

Kadar etanol
Pengukuran kadar etanol yang dihasilkan dari sel amobil Z. mobilis dan
tanpa diamobil dilakukan menggunakan GC (Gas Chromatography). Kolom yang
digunakan adalah kolom OV-17. Gas pembawa adalah nitrogen. Laju alir 20-50
ml/menit dengan detektor FID (Flame Ionization Detector). Penentuan dilakukan
dengan membandingkan waktu retensi sampel dengan waktu retensi standar
etanol. Standar etanol yang diinjeksikan dengan konsentrasi 1% (v/v).
Kadar etanol = luas area sampel x [standard]
luas area standar

4 HASIL DAN PEMBAHASAN


Aktivitas Ligninase T. versicolor dan P.chrysosporium secara Kualitatif
Berdasarkan aktivitas ligninase jamur Trametes versicolor dan
Phanerochaete chrysosporium secara kualitatif dapat dilihat jamur yang terbaik
untuk proses delignifikasi sekam padi. Selain itu, pertumbuhan jamur pun diamati
untuk melengkapi pemilihan jamur pada tahap delignifikasi. Hal ini dilakukan
agar delignifikasi dilakukan oleh jamur terbaik sehingga bisa menghasilkan
penurunan lignin yang tinggi.
Jamur T. versicolor dan P. chrysosporium ditumbuhkan pada media PDA
pada suhu ruang (28C). Isolat dengan pertumbuhan yang baik digunakan untuk
uji selanjutnya. Kultur jamur tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. Hasil
menunjukkan bahwa jamur T. versicolor dan P. chrysosporium tumbuh dengan
baik di media PDA pada suhu ruang (28C). Kedua jamur ini akan digunakan
untuk uji enzim ligninase.
Berdasarkan pengamatan selama 16 hari, pertumbuhan T. versicolor lebih
lambat daripada pertumbuhan P. chrysosporium. Pada hari pertama, jamur T.
versicolor belum memperlihatkan adanya pertumbuhan, namun P. chrysosporium
sudah memiliki tanda pertumbuhan. Pada hari kelima pun hifa P. chrysosporium
sudah hampir menutupi sebagian permukaan cawan Petri, sedangkan hifa T.
versicolor tumbuh membentuk bulatan di tengah cawan Petri. Pada hari ke-16
pertumbuhan hifa kedua jamur sudah menutupi seluruh permukaan cawan Petri.
Hifa T. versicolor terlihat lebih tebal daripada hifa P. chrysosporium.
Pertumbuhan jamur T. versicolor dan P. chrysosporium mempunyai
perbedaan. Perbedaan pun terjadi ketika pengamatan uji enzim ligninase. Jamur T.
versicolor memiliki daya tahan yang baik ketika uji enzim ligninase, hal ini
terlihat dengan tidak mudahnya jamur ini mati setelah ditetesi pereaksi enzim.

13
A)

B)

1 hari

1 hari

5 hari

5 hari

16 hari

16 hari

Gambar 3 Kultur jamur pelapuk putih pada umur 1, 5, dan 16 hari.(atas ke bawah).
(A) T. versicolor. (B) P. chrysosporium.
Uji enzim ligninase dilakukan untuk mengetahui adanya keberadaan enzim
ligninase yang terdapat pada jamur pelapuk putih T. versicolor dan P.
chrysosporium. Warna kuning kecoklatan pada bagian yang ditetesi reagen
pirogalol tersebut menunjukkan adanya enzim lignin peroksidase (EC 1.11.1.14).
Warna merah keungu-unguan pada bagian yang ditetesi reagen 0.1 M 1-naftol
menjadi indikator positif adanya enzim lakase (EC 1.10.3.2) yang disintesis oleh
jamur pelapuk putih pada kultur tersebut (Stalpers 1978). Hasil uji ini dapat
dilihat pada Gambar 4.
Hasil pengamatan selama 3, 24, dan 72 jam pada kedua jamur, uji enzim
ligninase menunjukkan adanya enzim lignin peroksidase dan lakase pada kedua
jamur tersebut. Ada tiga jenis enzim ekstraseluler yang diproduksi oleh jamur
pelapuk putih yang bersifat tidak selektif namun efektif dalam menyerang lignin.
Enzim-enzim tersebut ialah lignin peroksidase (LiP) (EC 1.11.1.14), mangan
peroksidase (MnP) (EC 1.11.1.13) , dan lakase (Lac) (EC 1.10.3.2) (Howard et al.
2003) dikenal sebagai lignin modifying enzymes (LMEs). Jamur pelapuk putih
tidak bisa menggunakan lignin sebagai sumber energi, sehingga proses degradasi

14
tersebut diduga sebagai suatu cara agar selulosa yang terdapat di dinding sel dapat
diakses oleh jamur pelapuk putih.
Berdasarkan pengamatan pada pertumbuhan dan uji enzim ligninase, T.
versicolor menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik ditandai dengan banyaknya
hifa yang tumbuh dan adaptif terhadap suhu kamar. Jamur P. chrysosporium
tumbuh pada suhu kamar, tapi itu tampak kurang optimal mungkin karena suhu
pertumbuhan optimum adalah 35-40C (Irawati 2006). Oleh karena itu, jamur T.
versicolor dipilih dan digunakan untuk proses delignifikasi sekam padi.
A)

B)

3 jam

3 jam

24 jam

24 jam

72 jam

72 jam

Gambar 4 Aktivitas ligninase secara kualitatif. (A) T. versicolor pada pengamatan


3, 24, dan 72 jam (atas ke bawah). (B) P. chrysosporium pada
pengamatan 3, 24, dan 72 jam (atas ke bawah).

15
Delignifikasi Sekam Padi oleh Trametes versicolor
Jamur yang ditambahkan pada sekam padi merupakan jamur yang berumur
7 hari yang ditumbuhkan pada media PDB pada suhu ruang. Proses delignifikasi
dilakukan pada plastik tahan panas. Proses ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Jamur T. versicolor tumbuh dengan baik saat proses delignifikasi. Hifa
jamur ini menutupi bagian permukaan tumpukan serbuk sekam padi. Jamur
banyak tumbuh di bagian atas hingga ke bagian tengah tumpukan serbuk sekam
padi. Jamur ini sedikit tumbuh di bagian bawah tumbukan serbuk sekam padi.
Kemungkinan hal ini disebabkan pada bagian bawah tumpukan serbuk sekam padi
tidak terdapat cukup udara untuk proses respirasi jamur. Hal ini juga terjadi pada
jamur pelapuk putih Omphalina sp (Loebis 2008).
Pada awal penelitian, kandungan kimia sekam padi telah diuji yaitu
meliputi kadar lignin, holoselulosa, selulosa, hemiselulosa, dan zat ekstraktif.
Setelah dilakukan delignifikasi dengan menggunakan jamur pelapuk putih T.
versicolor dengan waktu inkubasi 20 hari, kandungan kimia sekam padi pun diuji
kembali untuk mengetahui pengurangan kadar lignin.
Sekam mengandung senyawa organik berupa lignin dan kitin, selulosa,
hemiselulosa, senyawa nitrogen, lipid, vitamin B, dan asam organik, sedangkan
senyawa anorganik berupa silika (Ismunadji et al.1988). Dalam proses degradasi,
penggunaannya sebagai substrat harus melalui beberapa tahapan antara lain
delignifikasi untuk melepas selulosa dan hemiselulosa dari ikatan kompleks lignin
dan depolimerisasi untuk mendapatkan gula bebas (Anindyawati 2010).
Uji kandungan kimia sekam padi sebelum dan sesudah delignifikasi
dibandingkan, hasil menunjukkan bahwa terdapat pengurangan lignin pada sekam
padi. Hal ini menunjukkan bahwa jamur T. versicolor mampu mendelignifikasi
sekam padi dengan enzim ligninase yang dimilikinya. Kandungan kimia sekam
padi sebelum dan sesudah delignifikasi dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 6.

Gambar 5 Kondisi delignifikasi sekam padi oleh jamur T. versicolor pada


suhu ruang

16
Tabel 2 Kandungan kimia sekam padi sebelum dan sesudah delignifikasi
Perlakuan
Lignin (% b/b)
Holoselulosa (% b/b)
Selulosa (% b/b)
Hemiselulosa (% b/b)
Zat ekstraktif (% b/b)

Sebelum
23.61
67.08
33.07
34.01
5.87

Sesudah
16.20
50.65
13.02
37.63
3.69

Selisih
7.41
16.43
20.05
*3.62
2.18

Catatan: * terjadi peningkatan kadar hemiselulosa

80
70

Kadar (%, b/b)

60
50
40
30
20
10
0
Lignin

Holoselulosa

Selulosa

Hemiselulosa Zat Ekstraktif

Kandungan kimia sekam padi

Gambar 6 Kandungan kimia sekam padi sebelum () dan sesudah


delignifikasi ()
Kadar lignin sekam padi yang terukur adalah berat lignin yang tersisa dari
sekam padi yang diberi perlakuan hidrolisis asam terhadap holoselulosanya.
Kadar lignin yang terdapat pada total biomassa sekam padi sebesar 23.61%,
setelah delignifikasi menggunakan jamur T. versicolor menjadi 16.20%.
Persentase pengurangan lignin yang terjadi sebesar 7.41% dari total biomassa
sekam padi (waktu inkubasi 20 hari). Jika dihitung berdasarkan total lignin,
persentase pengurangan lignin yang terjadi sebesar 31.38%. Jika dibandingkan
dengan penelitian Irawati (2006), kandungan kadar lignin kayu sengon yang telah
didelignifikasi oleh jamur P. chrysosporium yang menurun berturut-turut sebesar
2.51-12.59% (dalam waktu inkubasi 30 hari), maka jamur T. versicolor ini dapat
mendegradasi lignin sekam padi dengan sangat baik walaupun tumbuh bukan
pada habitat aslinya yaitu kayu. Jamur pelapuk putih ini merupakan kelas
Basidiomycetes yang efektif mendegradasi lignin. Jamur yang termasuk dalam
jenis Basidiomycetes yang umum digunakan untuk mendegradasi lignin antara
lain Omphalina sp., Marasmus sp., Phanerochaete chrysosporium, Trametes
versicolor, dan lain-lain (Lobos et al. 2001; Sun dan Cheng 2002; Siswanto et al.
2007).
Proses delignifikasi tidak hanya mengurangi kadar lignin pada sekam padi,
namun kadar holoselulosa dan selulosa pun berkurang. Hal ini terjadi karena

17
jamur menggunakan selulosa yang terdapat pada sekam padi untuk
pertumbuhannya. Proses ini terlihat dari kadar selulosa yang berkurang dari total
biomassa sekam padi sebesar 33.07% menjadi 13.02%. Persentase
pengurangannya sebesar 20.05%. Jika dihitung berdasarkan total selulosa,
persentase pengurangan selulosa menjadi 60.64%. Hasil ini juga selaras dengan
penelitian Irawati (2006) yang menyatakan bahwa penurunan selulosa serbuk
kayu sengon sebesar 21.06-42.41% dibanding kontrol.
Kadar holoselulosa yang terdapat pada total biomassa sekam padi sebesar
67.08%, setelah proses delignifikasi berkurang menjadi 50.65%. Persentase
pengurangannya sebesar 16.43%. Jika dihitung berdasarkan total holoselulosa,
persentase pengurangan holoselulosa menjadi 24.49%.
Kadar hemiselulosa sekam padi yang terukur adalah selisih dari kadar
holoselulosa sekam padi dan kadar selulosanya. Kadar hemiselulosa dari total
biomassa sekam padi mengalami kenaikan setelah proses delignifikasi selama
waktu inkubasi 20 hari, yaitu dari 34.01% menjadi 37.63%. Persentase kenaikan
hemiselulosa sebesar 3.62%. Hal ini terjadi karena terjadi pengurangan kadar
selulosa pada hari ke-20 sehingga menyebabkan kenaikan kadar hemiselulosa.
Data ini didukung penelitian dari Irawati (2006) yang menyebutkan bahwa kadar
hemiselulosa tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan serbuk kayu meranti
dengan waktu inkubasi 20 hari (38.91%).
Kadar zat ekstraktif pada biomassa sekam padi pun berkurang dari 5.87%
menjadi 3.69%. Pengurangan ini terjadi karena sudah banyak zat yang digunakan
oleh jamur. Persentase pengurangannya sebesar 2.18%. Jika dihitung berdasarkan
total zat ekstraktif, persentase pengurangannya sebesar 37.19%. Isolasi zat
ekstraktif ini berfungsi untuk menghilangkan zat-zat yang dapat menggangu
pembacaan data kadar lignin, holoseluosa, selulosa, dan hemiselulosa.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa delignifikasi biomassa sekam
padi dengan menggunakan jamur pelapuk putih T. versicolor berhasil dilakukan
dengan baik. Hasil delignifikasi sekam padi ini dapat digunakan untuk
memproduksi bioetanol karena sekam padi yang sudah berkurang ligninnya dapat
dijadikan sumber karbon. Delignifikasi dengan menggunakan jamur juga menjadi
alternatif delignifikasi yang lebih ramah lingkungan.
Produksi Bioetanol
Sekam padi hasil delignifikasi oleh T. versicolor digunakan sebagai sumber
karbon dalam fermentasi bioetanol. Fermentasi ini menggunakan kapang
Trichoderma viride dan bakteri Zymomonas mobilis. Kapang berfungsi sebagai
penghasil enzim selulase yang digunakan untuk menghidrolisis selulosa pada
sekam padi menjadi glukosa. Menurut Volk (2004), keunggulan kapang T. viride
sebagai penghasil enzim selulase dikarenakan kapang ini dapat menghasilkan
selulase lengkap yang dibutuhkan untuk menghidrolisis selulosa kristal dan dapat
menghasilkan protein yang cukup tinggi. Kapang umumnya memiliki selulase
karena habitatnya pada bahan-bahan organik yang mengandung selulosa. Selulase
terdiri dari komponen endo--1,4-glukanase, ekso--1,4-glukanase dan -1,4
glukosidase (selobiase). Kapang T. viride menghasilkan ketiga jenis enzim
selulase tersebut (Crueger dan Crueger 1982). Glukosa yang dihasilkan dari
hidrolisis selulosa akan digunakan oleh bakteri Z. mobilis sebagai sumber karbon

18
untuk memproduksi bioetanol melalui jalur Entner Doudoroff. Jalur ini hanya
dimiliki oleh prokariota. Glukosa diubah menjadi 6 fosfoglukonat didehidrasi
menjadi 2-keto-3-deoksi-6-fosfoglukonat, lalu dipecah menjadi piruvat dan
gliseraldehida-3-fosfat (G3P) dengan bantuan aldolase. Proses G3P menjadi
piruvat sama seperti pada jalur metabolisme glukosa yang lain. Hasil akhir berupa
2 piruvat, 1 ATP, 1 NADPH, dan 1 NADH.
Bakteri Z. mobilis menghasilkan enzim piruvat dekarboksilase yang
merubah piruvat menjadi asetadehida. Kemudian asetaldehida diubah menjadi
etanol oleh enzim alkohol dehidrogenase. Keistimewaan bakteri ini adalah tidak
ada produk samping kecuali karbondioksida (CO2), tidak seperti khamir dan
bakteri lainnya yang mempunyai produk samping berupa asam-asam organik
(Purwoko 2007).
Fermentasi dilakukan dengan teknik sakarifikasi dan fermentasi simultan.
Sakarifikasi adalah proses hidrolisis selulosa menjadi glukosa, pada penelitian ini
dilakukan oleh enzim selulose yang dihasilkan oleh kapang Trichoderma viride..
Glukosa yang dihasilkan akan digunakan secara langsung oleh Z. mobilis.
Menurut penelitian Loebis (2008), fermentasi dengan menggunakan teknik
sakarifikasi dan fermentasi simultan pada tandan kosong kelapa sawit selama 5
hari menggunakan Trichoderma sp dan Saccharomyces cerevisiae menghasilkan
etanol yang lebih tinggi yaitu sebesar 0.33% dibandingkan dengan metode
terpisah yang menghasilkan kadar etanol sebesar 0.27%. Fermentasi dengan
menggunakan jerami padi menghasilkan kadar etanol sebesar 3.139% (gula 15
mg/dL) dalam waktu inkubasi 4 hari, mikroba yang digunakan adalah
Trichoderma AA1 dan Saccharomyces cerevisiae (Mulyono et al. 2011).
Penelitian Irawati (2006) yang menggunakan serbuk kayu untuk produksi
bioetanol menghasilkan kadar etanol sebesar 0.016-0.448 g/L, mikroba yang
digunakan adalah S. cerevisiae dan enzim kasar dari Trichoderma viride. Pada
penelitian ini pun kadar etanol yang dihasilkan dari produksi etanol dari sekam
padi dengan sakarifikasi dan fermentasi simultan tanpa amobilisasi sel Z. mobilis
sebesar 1.84% (18.39 g/L).
Sel bakteri Z. mobilis diamobilisasi dengan Ca-alginat, sebagai pembanding
dilakukan juga fermentasi dengan sel Z. mobilis yang tidak diamobil. Hasil
fermentasi selama 5 hari tanpa teknik amobilisasi sel Z. mobilis dengan
pengambilan sampel pada jam ke-0, 24, 48, 72, 96, dan 120, kadar etanol yang
dihasilkan berturut-turut sebesar 0, 1.62 g/L, 4.12 g/L, 5.19 g/L, 13.3 g/L, dan
18.39 g/L. Hasilnya menunjukkan peningkatan kadar etanol dari hari ke hari.
Hasil fermentasi selama 5 hari dengan teknik amobilisasi sel Z mobilis dengan
pengambilan sampel pada jam ke-0, 24, 48, 72, 96, dan 120, kadar etanol yang
dihasilkan berturut-turut sebesar 0, 5.51 g/L, 11.14 g/L, 21.47 g/L, 21.85 g/L, dan
24.18 g/L. Berdasarkan hasil ini, terbukti bahwa fermentasi dengan menggunakan
teknik amobilisasi sel Z. mobilis menghasilkan kadar etanol yang lebih tinggi
dibandingkan dengan fermentasi tanpa teknik amobilisasi. Kemungkinan hal ini
terjadi karena pada media dengan teknik amobilisasi, kapang T. viride dapat
tumbuh lebih baik dan bebas sehingga menghasilkan enzim selulase yang lebih
baik pula, bakteri Z. mobilis pun dapat memproduksi etanol dengan baik karena
glukosa yang dihasilkan lebih tinggi (Gambar 7).

19

30

Kadar (g/L)

25
20
15
10
5
0
0

20

40

60

80

100

120

140

Waktu inkubasi (jam)

Gambar 7 Kadar etanol pada fermentasi dengan amobilisasi sel () dan tanpa
amobilisasi sel Z. mobilis ()
Kadar etanol berkaitan erat dengan kadar gula pereduksi. Glukosa menjadi
sumber karbon untuk produksi etanol. Kadar gula pereduksi pada fermentasi tanpa
amobilisasi sel Z. mobilis dengan pengambilan sampel pada jam ke- 0, 24, 48, 72,
96, dan 120, hasilnya 0.00123 g/L, 0.00202 g/L, 0.00159 g/L, 0.00127 g/L,
0.00122 g/L, dan 0.00116 g/L. Hasilnya menunjukkan bahwa pada jam 0 sampai
jam ke-24 terjadi peningkatan kadar gula pereduksi, hal ini disebabkan karena
kapang T. viride sudah mulai memecah selulosa menjadi glukosa. Pada jam ke-48
sampai dengan jam ke-120 terjadi penurunan kadar gula pereduksi. Hal ini terjadi
karena glukosa dipakai bakteri Z. mobilis untuk memproduksi etanol. Kadar gula
pereduksi pada fermentasi dengan amobilisasi sel Z. mobilis dengan pengambilan
sampel pada jam ke- 0, 24, 48, 72, 96, dan 120, hasilnya 0.00123 g/L, 0.00212 g/L,
0.00210 g/L, 0.00153 g/L, 0.00119 g/L, dan 0.00140 g/L. Pada jam ke-24 terjadi
peningkatan kadar gula pereduksi, hal ini terjadi sama seperti pada fermentasi
tanpa amobilisasi sel yaitu kapang T. viride sudah mulai memecah selulosa
menjadi glukosa. Dari jam ke-48 sampai jam ke-96 terjadi penurunan kadar gula
pereduksi, hal ini pun terjadi karena gula dipakai bakteri Z. mobilis untuk
memproduksi etanol Namun, pada jam ke-120 terjadi peningkatan gula pereduksi,
hasil ini sesuai dengan tingginya kadar etanol pada jam ke-120.
Hasil produksi etanol pun dibandingkan dengan jumlah gula pereduksi yang
terdapat pada media. Semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan, maka akan
terjadi penurunan kadar gula pereduksi. Hal ini terjadi karena gula digunakan
untuk memproduksi etanol. Kurva gula pereduksi pada fermentasi tanpa
amobilisasi dan amobilisasi terdapat pada Gambar 8.
Fermentasi dengan menggunakan teknik amobilisasi sel Z. mobilis
menghasilkan kadar gula pereduksi dan kadar etanol yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tanpa amobilisasi sel. Hal ini terjadi karena pada fermentasi
dengan teknik amobilisasi sel, kapang T. viride dapat tumbuh lebih baik dan

20
bakteri Z. mobilis pun dapat menghasilkan kadar etanol yang lebih tinggi. Kurva
perbandingan kadar etanol dengan kadar gula pereduksi pada fermentasi tanpa
amobilisasi sel terdapat pada Gambar 9. Kurva perbandingan kadar etanol dengan
kadar gula pereduksi pada fermentasi dengan amobilisasi sel terdapat pada
Gambar 10.
0.0025

Kadar (g/L)

0.002
0.0015
0.001
0.0005
0
0

20

40

60
80
100
Waktu inkubasi (jam)

120

140

Gambar 8 Kadar gula pereduksi pada fermentasi dengan amobilisasi sel ()


dan tanpa amobilisasi sel Z. mobilis ()

20

0.0025

18
16

0.002

Kadar (g/L)

14
12

0.0015

10
8

0.001

6
4

0.0005

2
0

0
0

20

40

60

80

100

120

140

Waktu inkubasi (jam)

Gambar 9 Perbandingan kadar gula pereduksi () dan kadar etanol pada


fermentasi tanpa amobilisasi sel Z. mobilis ()

Kadar (g/L)

21
30

0.0025

25

0.002

20
0.0015
15
0.001
10
0.0005

5
0

0
0

20

40

60
80
100
Waktu inkubasi (jam)

120

140

Gambar 10 Perbandingan kadar gula pereduksi () dan kadar etanol pada


fermentasi dengan amobilisasi sel Z. mobilis ()

5 SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Sekam padi dapat didelignifikasi dengan menggunakan jamur pelapuk putih
Trametes versicolor. Produksi bioetanol dengan menggunakan fermentasi
sakarifikasi dan fermentasi simultan dengan menggunakan kapang Trichoderma
viride dan bakteri Zymomonas mobilis telah berhasil untuk produksi bioetanol.
Produksi bioetanol dengan menggunakan sel bakteri Zymomonas mobilis yang
diamobilisasi menghasilkan kadar etanol yang lebih tinggi dengan rata-rata
peningkatan sebesar 8.3% dibandingkan dengan produksi bioetanol tanpa
amobilisasi sel bakteri Zymomonas mobilis.
Saran
Saran dari penelitian ini adalah perlu adanya optimasi waktu inkubasi untuk
delignifikasi sekam padi dengan menggunakan jamur Trametes versicolor.
Adanya optimasi waktu inkubasi diharapkan dapat diperoleh hasil delignifikasi
dan produksi bioetanol yang optimum.

DAFTAR PUSTAKA
Agustini L, Irianto RSB, Turjaman M, Santoso E. 2011. Isolat dan karakterisasi
enzimatis lignoselulitik di tiga tipe ekosistem taman nasional. Jurnal Penelitian
Hutan dan Konservasi Alam 8(2): 197-210.
Akhtar M, Blanchette RA, Kirk TK. 1997. Fungal delignification and
biomechanical pulping of wood. Adv in Biochem Engineering/Biotech 57:
159-195.

22
Amekan Y. 2011. Pemanfaatan alginat dari algae Sargassum binderi (sonder)
sebagai matriks amobilisasi sel Saccharomyces cerevisiae d-01 untuk produksi
bioetanol pada reaktor batch dengan sirkulasi. [Internet] http://sinta.ukdw.ac.id
(9 Desember 2013).
Anindyawati T. 2010. Potensi selulase dalam mendegradasi lignoselulosa limbah
pertanian untuk pupuk organik. Berita Selulosa 45(2):70-77.
Anita SH, Yanto DHY, Fatriasasi W. 2011. Pemanfaatan lignin hasil isolasi dari
lindi hitam proses biopulping bambu betung (Dendrocalamus asper) sebagai
media selektif jamur pelapuk putih. Penelitian Hasil Hutan 29 (4): 312-321.
Beccera M, Baroli B, Fadda AM, Mendez JB, Siso MIG. 2001. Lactose
bioconversion by calcium-alginat immobilization of Kluyveromyces lactis
cells. Enzyme Microb Technol 29: 506-512.
Boddy L, Rayner ADM. 1988. Fungal Decomposition of Wood. Its Biology and
Ecology. New York (US): John Willey and Sons.
Buckley KF, Dobson ADW. 1998. Extracellular lignolytic enzyme production and
polymeric dye decolourization in immobilized culture of Chrysosporium
lignorum CLI. Biotechnol 20: 301-306.
Browning BL. 1967. Methods of Wood Chemistry. Interscience Publ. Vol. II.
New York (US).
[BPPP] Balai Penelitian Pascapanen Pertanian. 2001. Peluang Agribisnis Arang
Sekam. Jakarta (ID): BPPP.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Tanaman pangan. [Internet]
http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php (8 February 2014).
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1989. Standar Nasional Indonesia Nomor
1032 tentang Cara Uji Kadar Sari Ekstrak Benzena Dalam Pulp dan Kayu.
Jakarta (ID): Indonesia.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2008. Standar Nasional Indonesia Nomor
0492 tentang Pulp dan Kayu, Cara Uji Kadar Lignin Metode Klason. Jakarta
(ID): Indonesia.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. Standar Nasional Indonesia Nomor
0444 tentang Pulp, Cara Uji Kadar Selulosa Alfa, Beta dan Gamma. Jakarta
(ID): Indonesia.
Cohen R, Hadar Y, Yarden O. 2001. Transcript and activity levels of different
Pleurotus ostreatus peroxidases are differentially affected by Mn2+. Environ
Microbiol 3(5):312-322.
Cross CF, Bevan EJ. 1912. Researches on Cellulose III. London (GB): Longmans
Green.
Crueger W, Crueger A. 1982. Biotechnology: A Textbook of Industrial
Microbiology. Sunderland (GB):Sinauer Associates, Inc.
Denkova Z R, Murgov ID. 2005. Soy milk yoghurt. Biotechnol and Biotechnology
Equip19(1): 193-195.
[Deptan
RI]
Basis
Data
Statistik
Pertanian
2011.
[Internet].
http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php (12 november 2013).
Hambali E, Mujdalipah S, Tambunan AH, Pattiwiri AW, Hendroko. 2007.
Teknologi Bioenergi. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.
Howard RL, Abotsi E, Jansen van Rensburg EL, Howard S. 2003. Lignocellullose
biotechnology: issues of bioconversion and enzyme production. Afr J of
Biotechnol 2:602-619.

23
Irawati D. 2006. Pemanfaatan serbuk kayu untuk produksi etanol. [tesis]. Bogor
(ID):Institut Pertanian Bogor.
Ismail T, Iksanti L, Jayanti ND. 2009. Etanol dari molases menggunakaan
Zymomonas mobilis yang diamobolisasi dengan karaginan pada reaktor
kontinyu. Makalah pada Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia, 19-20
Oktober 2009, Bandung (ID).
Ismunadji M, Partohardjono S, Syam M, Widjono A. 1988. Padi. Bogor (ID):
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Ito H, Wada M, Honda Y, Kuwahara M, Watanabe T. 2003. Bioorganosolve
Prectreatments for simultanequs saccharification and fermentation of Buch
wood by ethanolysis and white-rot fungi. J of Biotechnol 103 : 273-280.
Lankinen P. 2004. Ligninolytic enzymes of the basidiomycetous fungi Agaricus
bisporus and Phlebia radiata on lignocellulose-containing media. [disertasi].
Helsinki(FI): University of Helsinki.
Lobos SM, Tello R, Polanco LF, Larrondo A, Manubens L, Salas, Vicuna R.
2001. Enzymology and molecular genetics of the ligninolytic system of the
basidiomycete Ceriporiopsis subvermispora. Curr Sci 81 (8): 992-997.
Loebis EH. Optimasi proses hidrolisis kimiawi dan enzimatis tandan kosong
kelapa sawit menjadi glukosa untuk produksi etanol. [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Martina A, Yuli N, Sutisna M. 2002. Optimasi beberapa faktor fisik terhadap laju
degradasi selulosa kayu albasia Paraserianthes falcataria (L) Nielsen dan
karboksimetilselulosa (CMC) serta enzimatik oleh jamur. J Nat Indonesia 4(2):
156-163.
Miller GC. 1959. Use of dinitrosalicylic acid reagent for the determination of
reducing sugar. Anal Chem 31: 420-428.
Mulyono AMW, Handayani CB, Tari AIN, Zuprizal. 2011. Fermentasi etanol dari
jerami padi. Proceedings Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat; 2011 Feb 26; Sukoharjo, Indonesia. Sukoharjo (ID). hal 23.
Purwoko T. 2007. Fisiologi Mikroba. Jakarta (ID):Bumi Aksara.
Reniati D. 2009. Produksi etanol menggunakan Zymomonas mobilis yang
diamobilisasi dengan Ca-alginat. [skripsi]. Surabaya (ID): ITS.
Samsuri M, Gozan M, Mardias R, Baiquni M, Hermansyah H, Wijanarko A,
Prasetya B, Nasikin M. 2007. Pemanfaatan selulosa bagas untuk produksi
etanol melalui sakarifikasi dan fermentasi serentak dengan enzim xilanase.
Makara Teknologi 11:17-24.
Shuler ML, Kargi F. 1992. Bioprocess Engineering : Basic Concept. New Jersey
(US): Prentice-Hall International, Inc.
Singhania. 2009. Cellulolytic Enzymes. Biotechnology for Agro-Industrial
Residues Utilization. Chapter 20, 371-381.
Siswanto, Suharyanto, Fitria R. 2007. Produksi dan karakterisasi lakase
Omphalina sp. Menara Perkebunan, 75 (2):106-115.
Srebotnik E, Messner K. 1994. Simple method that uses differential staining and
light microscopy to asses the selectivity of wood delignification by white-rot
fungi. Appl. Environt. Microbial 60 (4): 1383-1386.
Stalpers JA. 1978. Identification of wood-inhabiting Aphyllophorales in pure
culture. Centraalbureau Voor Schimmelcultures, Baarn. Studies in Mycology
16:1-248.

24
Suhardi SH, Hardiyati E, Wisjnuprapto. 2000. Karakterisasi aktivitas
Sporotrichum pulverulentum rs01 dalam proses biodegradasi klorolignin.
Seminar Nasional Ensim dan Bioteknologi II, Jakarta (ID),hal 95 103.
Sun Y, Cheng J. 2002. Hydrolysis of lignocellulosic materials for ethanol
production: a review. Biores Technol 83: 1-11.
Surya L. 2010. Produksi bioetanol dari limbah tanaman jagung melalui
sakarifikasi dan fermentasi simultan menggunakan biakan Zymomonas mobilis
dan Pichia stipitis. [skripsi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor.
Taherzadeh MJ, Karimi K. 2008. Pretreatment of lignocellulosic wastes to
improve ethanol and biogas production: a review, Internat J Molecul Sci 9:
1621-1651.
Thorn RG, Reddy CA, Harris D, Paul EA. 1996. Isolation of saprophytic
Basidiomycetes from soil. Appl and Environ Microbiol 62 (11): 4288-4292.
Volk TJ.2004. Trichoderma viride, the dark green parasitic mold and maker of
fungal-digested jeans. [Internet] http://botit. botany.wisc. edu/toms_fungi/
nov2004 .html.(9 Desember 2013).
Warlinda Y. 2006. Optimasi produksi enzim lignolitik oleh jamur pelapuk putih
(JPP) Isolat A-1 dengan subsrat tandan kelapa sawit (TKKS). [skripsi]. Bogor
(ID): FMIPA Universitas Pakuan.

25

LAMPIRAN

26
Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Serbuk sekam padi (80 mesh)

Uji kimia sekam


padi

Peremajaan Trametes
versicolor dan Phanerochaete
crysosporium,

Uji enzim ligninase

Delignifikasi oleh jamur


pelapuk putih (Trametes
versicolor) selama 20 hari

Inokulasi Trichoderma
viride dan Zymomonas
mobilis

Uji kimia sekam


padi

Produksi bioetanol dengan


dan tanpa teknik amobilisasi

Analisis kadar gula


pereduksi dan bioetanol

27
Lampiran 2 Kromatogram standar etanol

Lampiran 3 Kromatogram kadar etanol sekam padi tanpa amobilisasi sel


Zymomonas mobilis pada jam ke-24

28
Lampiran 4 Kromatogram kadar etanol sekam padi tanpa amobilisasi sel
Zymomonas mobilis pada jam ke-48

Lampiran 5 Kromatogram kadar etanol sekam padi tanpa amobilisasi sel


Zymomonas mobilis pada jam ke-72

29
Lampiran 6 Kromatogram kadar etanol sekam padi tanpa amobilisasi sel
Zymomonas mobilis pada jam ke-96

Lampiran 7 Kromatogram kadar etanol sekam padi tanpa amobilisasi sel


Zymomonas mobilis pada jam ke-120

30
Lampiran 8 Kromatogram kadar etanol sekam padi dengan sel Zymomonas
mobilis yang diamobilisasi pada jam ke-24

Lampiran 9 Kromatogram kadar etanol sekam padi dengan sel Zymomonas


mobilis yang diamobilisasi pada jam ke-4

31
Lampiran 10 Kromatogram kadar etanol sekam padi dengan sel Zymomonas
mobilis yang diamobilisasi pada jam ke-72

Lampiran 11 Kromatogram kadar etanol sekam padi dengan sel Zymomonas


mobilis yang diamobilisasi pada jam ke-96

32
Lampiran 12 Kromatogram kadar etanol sekam padi dengan sel Zymomonas
mobilis yang diamobilisasi pada jam ke-120

33

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat pada tanggal
28 Januari 1989 dari ayah bernama Yayan Suhyar Rukmana dan ibu bernama
Rumsiti Ratnawati. Penulis merupakan anak tunggal.
Tahun 2008 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di
SMA Negeri 1 Cianjur dan pada tahun yang sama lolos seleksi masuk IPB melalui
jalur USMI. Program sarjana, penulis mengambil mayor Biokimia, di Departemen
Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor (IPB). Penulis juga mengambil mayor Biokimia, di Departemen Biokimia
untuk studi masternya.
Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan organisasi
kemahasiswaan di IPB dan organisasi mahasiswa daerah, diantaranya menjadi
anggota UKM Forces (Forum for Scientific Studies) pada tahun 2008-2012,
anggota UKM IAAS (International Association of Students in Agricultural and
Related Sciences) pada tahun 2008-2012, Sekretaris Himpunan Mahasiswa
Cianjur pada tahun 2009, Badan Pengawas Himpunan Mahasiswa Biokimia pada
tahun 2009, dan Ketua Green Environment Biochemist Community pada tahun
2010.
Penulis juga pernah aktif dalam beberapa kepanitiaan seperti panitia IAAS
Olympic 2008 dan 2009, Lomba Karya Ilmiah Populer 2009, Round Table
Discussion 2009, Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Biokimia 2010, dan
Sikrab Endorfin 2012. Pada tahun 2011 penulis melakukan praktik lapangan di
Laboratorium Rekayasa Protein dan Bioproses, Pusat Penelitian BioteknologiLIPI Jalan Raya Bogor KM.46, Cibinong 16911 Bogor dengan judul Isolasi
Plasmid pPICZ-B dan pAF-ScFv-101 untuk Ekspresi Protein Rekombinan pada
Pichia pastoris.
Dalam bidang karya ilmiah, penulis pernah mendapat hibah dana bersaing
dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dalam Program Kreativitas Mahasiswa
(PKM) untuk kategori Bidang Penelitian pada tahun 2009, 2010, dan 2012.
Penulis juga pernah menjadi finalis Bayer Young Environmental Envoy pada
tahun 2010, Juara 1 PKM Penunjang Bidang Lingkungan Pekan Ilmiah
Mahasiswa Nasional di Makassar pada tahun 2011, Duta Pendidikan FMIPA pada
tahun 2011, finalis 5 terbaik Duta Pendidikan IPB pada tahun 2011, perwakilan
IPB untuk Sampoerna Best Student Visit pada tahun 2011 di Surabaya, pembicara
Roadshow Bayer Young Environmental Envoy pada tahun 2011 di Institut
Pertanian Bogor, pembicara Pelatihan Karya Tulis Ilmiah pada tahun 2011 di
Institut Pertanian Bogor, pembicara Mahasiswa Berprestasi Himpunan Mahasiswa
Cianjur pada tahun 2012 di Cianjur, dan perwakilan IPB untuk program JapanEast Asia Network of Exchange for Students and Youths pada tahun 2012 di
Jepang. Saat studi sarjana dan pascasarjana, penulis pun mendapatkan beasiswa
Pemprov Jabar satu siklus.

Anda mungkin juga menyukai