Kti Bab I, Ii, Iii
Kti Bab I, Ii, Iii
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Keberhasilan hidup manusia pada dasarnya tidak terlepas dari pendidikan
yang diperolehnya selama hidup. Pendidikan, baik yang formal maupun yang
informal, pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan
yang Maha Esa, meningkatkan keterampilan, dan kecerdasan, mempertinggi budi
pekerti, serta memperkuat kepribadian.
Salah satu jenjang pendidikan formal tersebut adalah pendidikan di perguruan
tinggi. Pada era globalisasi ini dengan semakin tingginya tingkat persaingan dalam
kehidupan sehari-hari dan semakin maju serta berkembangnnya teknologi, kita
dituntut untuk dapat beradaptasi dengan cepat sekaligus mampu untuk ikut bersaing
dengan individu lainnya, termasuk persaingan dalam dunia pendudukan. Dilihat dari
data penerimaan mahasiswa baru tahun 2014 menunjukkan bahwa fakultas
kedokteran masuk dalam 10 besar fakultas yang diminati dalam perguruan tinggi.
Namun untuk masuk ke dalam fakultas kedokteran di suatu perguruan tinggi tidaklah
mudah. Menurut data penerimaan mahasiswa baru di UGM tahun 2014 pendidikan
dokter mendapatkan rating tertinggi peminatnya, yaitu sekitar 3.580 pendaftar dan
hanya di ambil 30% dari jumlah pendaftar untuk memenuhi kouta kursi.
Selama menjalani pendidikan tinggi, prestasi belajar merupakan tolok ukur
penguasaan kompetensi mahasiswa di bidang ilmunya. Selama ini banyak yang
berpendapat bahwa untuk meraih prestasi belajar yang tinggi diperlukan kecerdasan
intelektual yang tinggi juga. Namun menurut penelitian terbaru di bidang psikologi
tahun 2008 membuktikan bahwa IQ bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar seseorang, tetapi ada faktor lain yang dapat mempengaruhi prestasi
belajar seseorang salah satunya adalah stress.
Ada dua faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu faktor internal dan
faktor eksternal (Ridwan dalam Hidayat, 2012) yang termasuk dalam faktor internal
tersebut antara lain kecerdasan, minat, bakat, dan motivasi. Sedangkan yang termasuk
dalam faktor eksternal yang ikut mempengaruhi prestasi belajar adalah keadaan
keluarga, lingkungan pendidikan dan lingkungan masyarakat.
Setiap orang pernah mengalami stress, dan orang yang normal dapat
beradaptasi dengan stress jangka panjang atau stress jangka pendek hingga stress
tersebut berlalu. Stress merupakan situasi dimana suatu tuntutan yang sifatnya tidak
spesifik dan mengharuskan seseorang memberikan respon (Hidayat, 2012). Sumber
stress (stressor) sendiri bisa berasal dari dalam diri (internal) individu dan dapat pula
berasal dari luar diri (eksternal) individu seperti lingkungan dan keluarga.
Atkinson (dalam Hidayat, 2012) menjelaskan tingkat daya tahan (toleransi)
setiap orang terhadap stress berbeda. Jika seseorang mampu mengatasi stressor dan
menjadikannya hal positif maka ia mempunyai toleransi yang baik terhadap stres.
Sedangkan jika stressor yang datang membuatnya menyerah, maka ia memiliki
toleransi yang rendah terhadap stres (Crow dkk dalam Hidayat, 2012)
Hasil observasi penulis dengan beberapa mahasiswa angkatan 2011 dan 2012
program studi Pendidikan Dokter menunjukkan bahwa pada semester empat dan lima
cenderung terjadi kenaikkan atau penurunan Indeks Prestasi yang lebih besar
dibandingkan dengan pada semster dua dan tiga. Bagi mahasiswa yang IPnya
mengalami peningkatan pada semester tiga, hal ini disebabkan karena pada tahun
pertama mahasiswa mampu menyesuaikan diri dengan cara belajar di perguruan
tinggi.
Perubahan lingkungan belajar ini juga dapat menjadi stresor yang memacu
terjadinya stres (Hidayat, 2012). Seringkali mahasiswa merasa menurunnya
konsentrasi belajar karena jenuh, kurang istirahat, susah tidur serta menjadi cemas
saat akan kuliah karena tidak siap dengan materi perkuliahan. Gejala ini merupakan
gejala dari stres (Hidayat, 2012).
Bagi mahasiswa yang mengalami penurunan IP baik pada semester tiga
maupun lima mengatakan bahwa kompleksnya materi perkuliahan, dibanding dengan
semester sebelumnya, tugas yang menumpuk dari dosen, praktikum, serta aktivitas
non akademik yang menyita waktu di organisasi kemahasiswaan cenderung
menurunkan konsentrasi belajarnya serta memunculkan gejala-gejala stres yang lain
seperti tidak atau lupa mengerjakan tugas, sering berdagang meski karena susah tidur
serta tidak siap mengikuti perkuliahan karena kurang istiraha
Pendidikan kedokteran pada dasarnya memiliki tingkat stres yang tinggi.
Seperti penelitian yang dilakukan di negara Pakistan terbukti bahwa kuliah di
Fakultas Kedokteran memiliki tingkat stres tiga kali lebih tinggi daripada di fakultas
lain. Biasanya didalam suatu fakultas kedokteran mahasiswa dituntun untuk belajar
seumur hidup atau yang biasa disebut live long learning hal ini bertujuan untuk
menjadikan generasi dokter-dokter kedepan lebih berkompeten. Bukan hanya belajar
saja tetapi kita juga dituntut untuk selalu mengasah keterampilan dalam menangani
pasien. Mulai dari pembahasan secara diskusi, pleno hingga sesi praktikum untuk
mempertajam pengetahuan.
Setiap mahasiswa memiliki stresor yang berbeda. Untuk itu dalam penelitian
ini peneliti mencoba menganalisis hubungan antara toleransi stres dengan perubahan
prestasi belajar mahasiswa sehingga dapat memberi masukan bagi mahasiswa untuk
dapat mengelola stres yang dihadapi guna meningkatkan prestasi belajarnya.
Tujuan Umum :
1.3.1.1
1.3.2
Tujuan Khusus :
1.3.2.1
angkatan
2011
dan
2012
Fakultas
kedokteran
1.4.2
1.4.3
umumnya.
Bagi peneliti lain, diharapkan dapat digunakan sebagai perbandingan
dalam melakukan penelitian yang serupa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Teori
5
Tampak bahwa faktor yang dapat menjadi sumber stres tiap individu
cukup beragam. Bagi mahasiswa, penghargaan atas prestasi yang telah
dicapai, kesempatan dan sarana mengembangkan diri, tuntutan perkuliahan,
prestasi rekan kuliah yang lebih baik dapat menjadi sumber stres dari
lingkungan sosialnya di kampus.
Tahap Perkembangan
Anak
Jenis Stresor
Konflik kemandirian dan ketergantunan pada
orang tua
Mulai bersekolah
Hubungan dengan teman sebaya
Remaja
Dewasa muda
Kemandirian
Menikah
Meninggalkan rumah
Mulai bekerja
Melanjutkan pendidikan
11
Dewasa tengah
Membesarkan anak
Menerima proses penuaan
Dewasa tua
Status sosial
Usia lanjut
Perubahan tempat tinggal
Penyesuaian diri pada masa pensiun
Proses kematian
Tabel 2.1 Jenis Stresor berdasarkan Tahap Perkembangan
(Hidayat, 2012)
Stres tahap pertama (paling ringan), yaitu stres yang disertai perasaan
nafsu bekerja yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan
pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang dimiliki dan penglihatan
menjadi tajam.
a. Stres tahap kedua, yaitu stres yang disertai keluhan, seperti bangun pagi
tidak segar atau letih, lekas capek pada saat menjelang sore, lekas lelah
sesudah makan, tidak dapat rileks, lambung atau perut tidak nyaman
(bowel discomfort), jantung berdebar dan otot kaku. Hal tersebut karena
cadangan tenaga tidak memadai.
b. Stres tahap ketiga, yaitu stres dengan keluhan seperti defekasi tidak teratur
(kadang-kadang diare), otot kaku, emosional, insomnia, mudah dan sulit
tidur kembali (middle insomnia), bangun terlalu pagi dan sulit tidur,
gangguan pernafasan, sering berkeringat, gangguan kulit, kepala pusing,
migran, kanker, ketegangan otot.
12
c. Stres tahap keempat, yaitu tahapan stres dengan keluhan, seperti tidak
mampu bekerja sepanjang hari (loyo), aktivitas pekerjaan terasa sulit dan
menjenuhkan, respons tidak adekuat, kegiatan rutin terganggu, gangguan
pola tidur, sering menolak ajakan, konsentrasi dan daya ingat menurun,
serta timbul ketakutan dan kecemasan.
d. Stres tahap kelima, yaitu tahapan stres yang ditandai dengan kelelahan
fisik dan mental (physical and psyhological exhaustion), ketidakmampuan
menyelesaikan
pekerjaan
yang
sederhana
dan
ringan,
gangguan
pencernaan berat, meningkatnya rasa takut dan cemas, bingung dan panik.
e. Stres tahap keenam (paling berat), yaitu tahapan stres dengan tanda-tanda
seperti jantung berdebar keras, sesak nafas, badan gemetar, dingin dan
banyak keluar keringat, loyo, pingsan atau collaps.
adaptif,
yaitu
diperlukan
stresor
untuk
menstimulasinya.
3. Bersifat jangka pendek, yaitu tidak berlangsung selamanya.
4. Bersifat restoratif, yaitu membantu memperbaiki
homeostasis daerah atau bagian tubuh.
b. GAS adalah proses adaptasi yang bersifat umum atau sistemik.
Misalnya, apabila reakasi lokal tidak dapat diatasi, maka timbul
gangguan sistem atau seluruh tubuh lainnya berupa panas di
seluruh tubuh, berkeringan, dan lain-lain. GAS terdiri atas tiga
tahap, yaitu :
1. Tahap Reaksi Alarm. Merupakan tahap awal dari proses
adaptasi, yaitu tahap dimana individu siap menghadapi
stresor yang akan masuk ke dalam tubuh. Tahap ini dapat
diawali dengan kesiagaan yang ditandain dengan perubahan
fisiologis pengeluaran hormon oleh hipotalamus, yang
dapat
menyebabkan
kelenjar
adrenal
mengeluarkan
hipotalamus
melepaskan
hormon
ACTH
untuk
mengeluarkan
kortikoid
yang
akan
15
ttst
ata
hhrh
aaea
ppps
rkor
ere
kls
i
eas
i
lst
(Hidayat,
2012)
ae
l
Istirahat
Kematian
ahn
ras
i
2.1.8.2 Adaptasi Psikologis
nm Adaptasi ini merupakan proses penyesuaian diri secara psikologis
dengan cara melakukan mekanisme pertahanan diri yang bertujuan untuk
melindungi atau bertahan dari serangan atau hal yang tidak menyenangkan.
Adaptasi psikologis bisa bersifat konstruktif atau destruktif. Perilaku yang
konstruktif membantu individu menerima tantangan untuk memecahkan
16
konflik. Bahkan rasa cemas pun bisa menjadi konstruktif, jika dapat
memberi sinyal adanya suatu ancaman sehingga individu dapat mengambil
langkah-langkah untuk mengurangi dampaknya.
Perilaku destruktif tidak membantu individu mengatasi stresor. Bagi
sebagian orang, penggunaan alkohol dan obat-obat mungkin tampak
seperti perilaku adaptif namun kenyataannya, justru menambah dan
bukannya mengurangi stres.
Perilaku adaptasi psikologis juga mengacu pada mekanisme koping
(coping mechanism), yang berorientasi pada tugas (task oriented) dan
pertahanan diri (ego oriented).
a. Reaksi yang berorintasi pada tugas. Reaksi ini melibatkan penggunaan
kemampuan kognitif untuk mengurangi stres dan memecahkan
masalah. Terdapat tiga jenis perilaku yang umum :
1. Menyerang, yaitu bertindak menghilangkan, mengatasi stresor,
atau memenuhi kebutuhan, misalnya berkonsultasi dengan orang
2.
yang ahli ;
Menarik diri dari stresor secara fisik maupun emosi ;
3. Berkompromi, yaitu mengubah metode yang biasa digunakan,
mengganti tujuan, dan sebagainya.
b. Reaksi yang berorientasi pada ego. Reaksi ini dikenal sebagai
mekanisme pertahanan diri secara psikologis untuk mencegah
gangguan psikologis yang lebih dalam. Mekanisme pertahanan diri
tersebut adalah :
1. Rasionalisasi. Berusaha memberikan
alasan
yang
rasional
17
cara untuk
mengadakan perubahan
dengan
18
Terapi
ini
diperlukan
karena
dalam
mengatasi
atau
yang
sangat
skill/keterampilan,
luas,
meliputi
penghargaan,
pengetahuan
terhadap
kemampuan
sesuatu
sikap,
berpikir,
minat
dan
21
22
ditunjukkan dengan Indeks Prestasi (IP) yang merupakan hasil evaluasi proses
belajarnya tiap semester.
23
24
dokter, dokter spesialis, dokter subspesialis, dokter gigi, dokter gigi spesialis,
dan dokter gigi subspesialis yang disyaratkan.
belajarnya seperti buku sehingga mampu meraih prestasi yang baik. Keinginan
utnuk bersenang-senang perlu dipenuhi karena jika keinginan tersebut tidak
dipenuhi akan mengurangi konsentrasi belajar dan menimbulkan kelelahan
dan kebosanan saat belajar.
Faktor lingkungan yang turut mempengaruhi prestasi belajat antara lain
keaktifan dalam organisasi dan adanya jaringan teman atau kenalan yang dapat
diandalkan. Aktif dalam berorganisasi sering kali membuat mahasiswa lalai
dalam belajar. Adanya jaringan teman akan mampu mendorong kegiatan
belajar seperti diskusi, mengerjakan tugas bersama, serta membantu mengatasi
kesulitan belajar.
Jika daya tahan terhadap stres tinggi, maka prestasi belajarnya
diharapkan tinggi pula. Namun jika daya tahannnya terhadap stres rendah
pretasi belajarnya akan menjadi rendah karena stres dapat menganggu proses
belajar. Kerangka berfikir dapat digambarkan secara skematis sebagai berikut :
STRESOR
Kebiasaan
Hubungan
Positif
Hubungan Positif
Prestasi Belajar
Toleransi Terhadap
Stres
Gaya Hidup
(Perubahan IP Semester)
Lingkungan
Dilihat
IP Naik
IP
26
H0 =
H1 =
BAB III
METODE PENELITIAN
27
28
3.3.1
3.3.2 Variabel Terikat : Perubahan Prestasi, yang dipengaruhi oleh toleransi stres.
3.3.3 Definisi Operasional
(proses).
Toleransi terhadap stres merupakan kemampuan individu dalam
menghadapi stresor sebelum berperilaku yang tidak efisien yang
- Mahasiswa FK UNIZAR
- Angkatan 2011 dan 2012
- Belum menikah
- Aktif di perkuliahan
- Bersedia menjadi responden
Kriteria eksklusi
- Bukan mahasiswa FK UNIZAR
- Yang merupakan angkatan 2014 dan 2011 kebawah
- Tidak bersedia menjadi responden
- Menikah
Besar sampel
Dalam penelitian ini perhitungan besar sampel dihitung dengan rumus
slovin. Rumus Slovin :
n=
N
1+ N ( d 2)
Keterangan :
N
: Besar Populasi
: Besar Sampel
N
2
1+ N ( d )
30
n=
60+ 49
2
1+109( 0,05 )
n=
109
1+0,272
n=
109
1,272
n = 85,69
Berdasarkan rumus diatas maka besar sampel yang diambil adalah 86
mahasiswa
.
3.4.3 Cara Pengambilan Sampel
Cara pengambilan sampel adalah dengan porposive sampling yaitu
didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri,
berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.
Pelaksanaan pengambilan sampel secara porpusive ini adalah dengan mulamula peneliti mengidentifikasi semua karakteristik populasi, misalnya dengan
mengadakan studi pendahuluan/dengan mempelajari berbagai hal yang
berhubungan dengan populasi. Kemudian peneliti menetapkan berdasarkan
pertimbangannya, sebagian dari anggota populasi menjadi sampel penelitian,
sehingga teknik pengambilan sampel secara porposive ini didasarkan pada
pertimbangan pribadi peneliti sendiri (Notoatmodjo, 2005)
dua yaitu angket dan Kartu Hasil Studi (KHS). Untuk mengukur daya tahan
terhadap stres instrumen yang digunakan berupa angket yang diisi oleh
responden. Angket yang disusun menggunakan skala Miller dan Smith yang
telah disesuaikan dengan keadaan sosial budaya dilingkungan sampel dalam
penelitian ini. Oleh karena itu, untuk mengetahui hubungan variabel yang
mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa fakultas kedokteran, sampel
terlebih dahulu diberi angket. Data prestasi belajar diperoleh mahasiswa
dengan mengumpulkan dokumen berupa Kartu Hasil Studi (KHS).
yang digunakan adalah Pearson Product Moment. Namun jika distribusi data
tidak normal maka uji yang digunakan adalah uji korelasi Kendall-Tau.
Rumus yang digunakan dalam mencari kesahihan butir adalah korelasi
Product Moment dari Karl Pearson (1857-1936) yang dikutip dari Hadi
(1997:114) sebagai berikut :
Keterangan :
rxy
= jumlah sampel
S
1
n( n1)
2
keterangan :
1 dan 2 = konstanta
3.6.1 Uji Normalitas Data
Untuk melakukan uji hipotesis dapat dilakukan dengan menggunakan
statistik parametrik maupun non parametrik. Statistik parametrik dapat
digunakan jika data terdistirbusi normal. Jika distribusi data tidak normal,
maka uji hipotesis dilakukan dengan statistik nonparametrik (Sugiyono, 2010).
Uji normalitas data dapat dilakukan dengan menggunakan Chi Kuadrat
(X2). Nilai
X 2hitung
2
hitung
(f of )2
fn
n
MKDA
swtu
l
faseH
una
i
rdSK
u n o a i a k hs
oi is m sa l i ews
k t nn a r gt es
n 2 i ni z0
d
s
l
acH a n S
ia o s n i
r aa n
as k ( a M
a S1 m1
l e2 ) 0
se
a
t
i
1
r
s i
ia l l e
t h
2
r
34
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-dasar Eualuasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Hawari, Dadang. 2013. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Djamarah, Syaiful Bahri. 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya:
Usaha Nasional.
Hamalik, Oemar. 2005. Metoda Belajar dan Kesulitan-Kesulitan Belajar. Bandung:
Penerbit Tarsito.
Hidayat, A.A.A.. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep
dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
35
Miyosi, F.S.. 2010. Hubungan Antara Fasilitas Belajar dan Motivasi Belajar
dengan Prestasi Belajar Kimia Siswa Kelas XI IPA SMAN 1 Labuapi
Tahun Pelajaran 2010/2011. Skripsi. Mataram: FKIP Universitas
Mataram.
Nasution,IK. 2007. Stres Pada Remaja. Skripsi Medan: Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Nazir, Moehammad. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nuriana, dkk. 2010. Hubungan Insidensi Stres Dengan Prestasi Belajar
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Angkatan 2007 FK
UNLAM.
Di unduh
http://nuribirdgirl.blog.com/2009/05/07/hubungan-stres-dengan-prestasibelajar-mahasiswa-ppkd-fk-unlam-banjarmasin_pre-kti-1/
Rafidah, K., Azizah, A., Norzaid, M. D., Chong, S. C., Salwani, M. I. & Noraini, I.
(2009). The Impact of Perceived Stress and Stress Factors on Academic
Performance of Pre-Diploma Science Students: A Malaysian Study.
International Journal of Scientific Research in Education, Vol. 2(1), 1326. Di unduh pada 12 Desember 2014 dari http://www.ijsre.com.
Riduwan. 2010. Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.
Salam, Burhanuddin. 2004. Cara Belajar yang Sukses Di Perguruan Tinggi.
Jakarta: Rineka Cipta.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sari, Afrianti Novita. 2010. Hubungan antara toleransi stres dengan Indeks Prestasi
Belajar Mahasiswa Baru Fakultas Kedokteran Universitas Islam
36
http://www.4shared.com/office/A0fGPvdw/hubungan_stres_dan_prestasi
_b.html. di akses pada 08 Desember 2014.
Sudjiono, Anas. 2003. Pengantar Statistika Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif
dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2010. Statistika untuk Pneleitian. Bandung: Alfabeta
37