Anda di halaman 1dari 23

RANGKUMAN

Perpajakan

Dilarang memperbanyak Rangkuman ini


tanpa seizin SPA FEUI. Rangkuman dapat
didownload di www.spa-feui.com

Official Learning Partner:

@spafeui

Official Media Partner:

SPA FEUI

www.spa-feui.com

Dilarang memperbanyak Rangkuman ini tanpa seizin SPA FEUI


Rangkuman Pajak Penghasilan


a. Konsep Rekonsiliasi Fiskal
Timbulnya Koreksi Fiskal
a. Perbedaan Konsep Penghasilan
Contoh:
(1) Deviden yang diterima oleh PT, Yayasan, Koperasi,
BUMN/BUMD,
(2) Sisa Cadangan Kerugian Piutang bagi Bank, Leasing dan
Asuransi
b. Perbedaan Cara Pengukuran Penghasilan
Contoh :
Penjualan diukur sebesar jumlah yang dibebankan kepada pembeli
tidak melihat apakah ada hubungan istimewa atau tidak.
c. Perbedaan Konsep Biaya
Pengeluaran yang dapat dibebankan sebagai biaya adalah semua
pengorbanan ekonomis dalam rangka memperoleh barang dan
jasa. Tidak terbatas hanya biaya untuk mendapatakan, menagih
dan memelihara penghasilan saja. Singkatnya, biaya menurut pajak
adalah pengeluaran-pengeluaran yang ada kaitan langsung dengan
perolehan penghasilan
d. Perbedaan Cara Pengukuran Biaya
Sama dengan cara pengukuran penghasilan, jika ada transaksi yang
tidak wajar karena hubungan istimewa maka transaksi tersebut
harus dikoreksi.
e. Perbedaan Cara Pembebanan atau Alokasi Biaya
Contoh :
(1) Penyusutan, hanya metode Garis Lurus dan Saldo Menurun
dengan tarif yang telah ditentukan.
(2) Pengakuan Kerugian Piutang hanya menggunakan metode
langsung
(3) Penilaian Persediaan hanya menggunakan metode rata-rata dan
FIFO
f. Adanya penghasilan yang kena pajak penghasilan secara final.
Penghasilan yang dikenakan pajak secara final berarti telah
diperhitungkan pajak penghasilannya sehingga tidak perlu
diperhitungkan lagi dalam menghitung pajak penghasilan di akhir
tahun maka harus dikeluarkan dari laporan perhitungan laba-rugi
Jenis Koreksi Fiskal
a. Koreksi Fiskal Positif
Koreksi Fiskal Positif (FKP) adalah koreksi fiskal yang menambah
besarnya laba kena pajak.

RANGKUMAN Perpajakan 1

UAS Semester Ganjil 2013/2014

Dilarang memperbanyak Rangkuman ini tanpa seizin SPA FEUI



b. Koreksi Fiskal Negatif
Koreksi Fiskal Negatif (FKN) adalah koreksi fiskal yang
mengurangi laba kena pajak
Worksheet Rekonsiliasi Fiskal

b. Pendapatan yang diakui dalam perhitungan PPh


Dalam konteks Wajib Pajak Badan penghasilan meliputi :
1. Laba Usaha
2. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta,
3. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan
sebagai biaya
4. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang
5. Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden
dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian
sisa hasil usaha koperasi
6. Royalty
7. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta,
8. Keuntungan karena pembebasan utang,
9. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing,
10. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva,
11. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak.
Penghasilan Kena Pajak secara Final :
1. Bunga Deposito/ Tabungan, Diskonto SBI
2. Hadiah, Undian
3. Bunga Simpanan Anggota Koperasi
4. Penjualan Saham Pendiri (di luar Bursa Efek)
5. Penjualan Saham milik Perusahaan Modal Ventura
6. Penyalur, Dealer, Agen dari Produk Pertamina dan Premix
7. Penyalur, Grosir dari Terigu, Gula Pasir, Rokok
8. Penghasilan lain dari Usaha di bidang Pelayaran dan Penerbangan
Luar Negeri
Penghasilan bukan Objek Pajak :
1. Bantuan atau sumbangan, dan harta hibahan yang diterima
2. Warisan
3. Harta setoran tunai sebagai pengganti saham atau penyertaan modal
4. Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
RANGKUMAN Perpajakan 1

UAS Semester Ganjil 2013/2014

Dilarang memperbanyak Rangkuman ini tanpa seizin SPA FEUI



bertempat kedudukan di Indonesia
5. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham
6. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana
7. Bagian laba yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
dari perusahaan pasangannya
c. Beban yang dapat dikurangkan
Pengeluaran yang dapat mengurangi penghasilan bruto:
1. Biaya untuk mendapatkan/memperoleh, menagih dan memelihara
penghasilan
2. Penyusutan
3. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan
digunakan dalam perusahaan
4. Kerugian karena selisih kurs mata uang asing
5. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di
Indonesia
6. Biaya Bea-Siswa, magang dan pelatihan
Pengeluaran yang tidak diperkenankan mengurangi penghasilan bruto:
1. Pembagian Laba dalam bentuk apapun.
2. Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang
saham, sekutu/anggota
3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali untuk bank,
leasing dengan hak opsi, usaha pertambangan, dan asuransi
4. Premi asuransi yang dibayar oleh WP Orang Pribadi, kecuali dibayar
pemberi kerja
5. Pemberian dalam bentuk natura
6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pihak
yang punya hubungan istimewa sehubungan dengan pekerjaan
7. Harta yang dihibahkan, bantuan/sumbangan dan warisan
8. PPh
9. Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi yang menjadi
tanggungannya
10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan firma dan CV
yang modalnya tidak terbagi atas saham
11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda di bidang perpajakan
d. Penyusutan + Harga Pokok (Metode Costing)
Penentuan harga/Nilai Perolehan aktiva tetap :
1) Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak
dipengaruhi hubungan istimewa adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau
diterima
sedangkan apabila terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya
dikeluarkan atau
diterima.
RANGKUMAN Perpajakan 1

UAS Semester Ganjil 2013/2014

Dilarang memperbanyak Rangkuman ini tanpa seizin SPA FEUI



2) Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta adalah
jumlah
yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar.
3) Nilai perolehan atau nilai pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka
likuidasi,
penggabungan, peleburan pemekaran, pemecahan, atau pengembalihan usaha adalah
jumlah
yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali
ditetapkan lain oleh
Menteri Keuangan.
4) Dasar penilaian harta yang dialihkan dalam rangka bantuan sumbangan atau
hibah:
a. Yang memenuhi syarat sebagai bukan Objek Pajak bagi yang menerima
pengalihan, sama
dengan nilai sisa buku dari pihak yang melakukan pengalihan atau nilai yang
ditetapkan Direktur
Jenderal Pajak.
b. Yang tidak memenuhi syarat sebagai bukan Objek Pajak bagi yang menerima
pengalihan,
sama dengan nilai pasar dan harta tersebut.
5) Dasar penilaian harta yang dialihkan dalam rangka penyetoran modal (inbreng)
bagi badan
yang menerima pengalihan, sama dengan nilai pasar dari harta tersebut.
Waktu dilakukannya penyusutan :
1. pada bulan dilakukannya pengeluaran; atau
2. pada bulan selesainya pengerjaan suatu harta sehingga penyusutan pada tahun
pertama
dihitung secara pro-rata; atau
3. dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, pada bulan harta tersebut digunakan
untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; atau
4. dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, pada bulan harta tersebut mulai
menghasilkan
yakni saat mulai berproduksi dan bukan saat diterima atau diperolehnya penghasilan

RANGKUMAN Perpajakan 1

UAS Semester Ganjil 2013/2014

Dilarang memperbanyak Rangkuman ini tanpa seizin SPA FEUI


Metode Penyusutan
1. Metode Garis Lurus (Straight Line Method)
2. Double Declining Method
Harta yang boleh disusutkan
- Yaitu harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun, yang
digunakan untuk
mendapatkan menagih, dan memelihara penghasilan (obyek pajak), kecuali tanah.
- Penyusutan aktiva dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran kecuali untuk
harta yang
masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya
pengerjaan harta
tesebut. Penyusutan pada tahun pertama dihitung secara pro-rata.
- Dengan persetujuan Dirjen Pajak, wajib pajak dapat melakukan penyusutan mulai
pada bulan
digunakannya harta tersebut untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan atau
pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan
Harta yang tidak boleh disusutkan
- Harta yang tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan tidak
boleh disusutkan secara fiskal. Misalnya; kendaraan perusahaan yang dikuasai dan
dibawa pulang
oleh karyawan, rumah dinas karyawan yang tidak terletak di daerah terpencil.
- Dalam hal harta yang tidak boleh disusutkan secara fiskal tersebut dijual
(dialihkan),
keuntungannya merupakan obyek PPh, yang dihitung dari selisih antara harga jual
(nilai pasar)
dengan harga perolehan. Dalam hal selisihnya negatif (rugi), kerugian tersebut tidak
dapat

RANGKUMAN Perpajakan 1

UAS Semester Ganjil 2013/2014

Dilarang memperbanyak Rangkuman ini tanpa seizin SPA FEUI



dikurangkan sebagai biaya.
e. Amortisasi + Harga Pokok (Metode Costing)
Ketentuan berdasarkan Pasal 11 A UU PPh :
1. Pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dan digunakan untuk
mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan di amortisasi sesuai tarif dalam tabel berikut :

2. Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan
dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi sesuai dengan table
masa
manfaat dan tariff amortisasi
3. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain dibidang
penambangan minyak dan gas bumi dilakukan dengan menggunakan metode satuan
produksi.
4. Metode satuan produksi diakukan dengan menerapkan persentasi amortisasi yang
besarnya
setiap tahun sama dengan persentase perbandingan antara realisasi penambangan
minyak
dan gas bumi pada tahun yang bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh
kandungan
minyak dan gas bumi dilokasi tersebut yang dapat diproduksi. Apabila ternyata
jumlah
produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga masih terdapat
sisa
pengeluaran untuk memperoleh hak atau pengeluaran lain, maka atas sisa pengeluaran
tersebut boleh dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan
5. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak
dan gas
bumi, hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam
lainnya,
dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi paling tinggi 20% setahun.
Pengeluaran sebelum operasi komersial dikapitalisasi dan diamortisasi sesuai dengan
table masa manfaat dan tarif amortisasi.
RANGKUMAN Perpajakan 1

UAS Semester Ganjil 2013/2014

Dilarang memperbanyak Rangkuman ini tanpa seizin SPA FEUI



Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak hak lainnya, maka nilai sisa
buku harta atau hak-hak tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah yang
diterima sebagai penggantian merupakan penghasilan pada tahun terjadinya
pengalihan tersebut
Apabila terjadi pengalihan harta dalam rangka bantuan sumangan atau hibah berupa
harta tak berwujud yang memnuhi syarat sebagai bukan objek pajak, maka jumlah
nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugin bagi pihak yag
mengalihkan.
Permenkeu No.248/PMK.03/2008 mengatur mengenai amortisasi atas pengeluaran
untuk
memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya untuk bidang usaha tertentu,
sebagai
berikut:
Amortisasi atas pengeluaran unuk memperoleh harta tak berwujud dan engeluaran
lainnya untuk
bidang usaha tertentu dimulai pada bulan diakukannya pengeluaran atau pada bulan
produksi
komersial (penjualan mulai dilakukan)
Bidang usaha tertentu adalah :
1. Bidang usaha kehutanan yaitu bidang usaha hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan
yang
tanamannya dapat berproduksi baerkal-kali dan baru menghasilkan setelah ditanam
lebih
dari 1 (satu) tahun.
2. Bidang usaha perkebunan tanaman keras, yaitu bidang usaha perkebunan yang
tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah ditanam
lebih
dari 1 (satu) tahun.
3. Bidang usaha peternakan, yaitu bidang usaha peternakan dimana ternak dapat
berproduksi berkali-kali dan baru dapat dijual setelah ditanam lebih dari 1 (satu)
tahun.
f. Hubungan Istimewa
Hubungan istimewa dianggap ada apabila :
1. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling
rendah sebesar 25% pada Wajib Pajak lain, atau hubungan antara Wajib Pajak
dengan penyertaan paling rendah 25% pada dua wajib pajak atau lebih,
demikian pula hubungan antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut
terakhir; atau
2. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya, atau dua/lebih Wajib Pajak berada
di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung atau;
3. Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis
RANGKUMAN Perpajakan 1

UAS Semester Ganjil 2013/2014

Dilarang memperbanyak Rangkuman ini tanpa seizin SPA FEUI



keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.
g. Kompensasi
Jika penghasilan bruto dari Wajib Pajak Dalam Negri dan bentuk usaha tetap setelah
dilakukan pengurangan-pengurangan sesuai dengan pengelualaran yang boleh
dikurangkan, dan terdapat kerugian, maka kerugian tersebut dapat dikompensasikan
dengan penghasilan neto atau laba fiscal selama 5 tahun berturut-turut, dimulai sejak
tahun pajak berikutnya sesudah tahun didapatnya kerugian tersebut.
h. PPh Orang Pribadi
Pajak Penghasilan Karyawan
1. Pegawai Tetap
2. Pegawai Tidak Tetap
Rumus:
PKP Karyawan x Tarif Pajak
Tarif :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Sampai dengan Rp. 50,000,000
Rp. 50,000,000 Rp. 250,000,000
Rp. 250,000,000 Rp. 500,000,000
Lebih dari Rp. 500,000,000

Tarif Pajak
5%
15%
25%
30%

Pegawai tetap
Cara menentukan Pajak Penghasilan :
1. Untuk menentukan besarnya penghasilan neto pegawai tetap, penghasilan
bruto dikurangi dengan :
a. Biaya jabatan 5% dari penghasilan bruto, biaya jabatan maksimal Rp.
6,000,000 per tahun atau Rp. 500,000 per bulan an
b. Iuran terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun
atau jaminan hari tua.
2. Pengurangan biaya jabatan dan iuran tersebut tidak berlaku untuk
penghasilan yang diterimanya berupa upah harian, yang tebusan pensiun,
honorarium secara keseluruhan. (PPh Pasal 21 butir 3, 4, 5)
3. Pengurangan biaya jabatan dan iuran di atas juga tidak berlaku pada
penghasilan Wajib Pajak luar negri yang terutang PPh pasal 26.
4. Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, penghasilan netonya
dikurangi dengan PTKP yang sebenarnya.
a. Untuk karyawati kawin, PTKP yang dikurangkan hanya untuk dirinya
sendiri, dan dalam hal tidak kawin, pengurangan PTKP selain untuk
dirinya sendiri ditambah dengan PTKP untuk keluarga yang menjadi
tanggungan sepenuhnya.
b. Bagi karyawati yang menunjukan keterangan tertulis dai pemerintah
daerah setempat ( serendah-rendahnya kecamatan ) bahwa suaminya tidak
menerima atau memperoleh penghasilan, diberikan tambahan PTKP.

RANGKUMAN Perpajakan 1

UAS Semester Ganjil 2013/2014

Dilarang memperbanyak Rangkuman ini tanpa seizin SPA FEUI



Pegawai Tidak Tetap
1. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tidak Tetap
atau Tenaga Kerja Lepas berupa upah harian, upah mingguan, upah
satuan, upah borongan, dan uang saku harian, sepanjang penghasilan
tidak dibayarkan secara bulanan, tarif lapisan pertama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak
Penghasilan diterapkan atas:
a. Jumlah penghasilan melebihi Rp. 200,000 per hari
b. Jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP sebenarnya dalam hal
jumlah penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender melebihi
Rp. 2,025,000
2. Dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender
telah melebihi Rp. 7,000,000, PPh pasal 21 dihitung dengan
menerapkan tarif pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh atas jumlah PKP
yang disetahunkan.

i. PPh Badan
Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap adalah sebesar 28% (dua
puluh delapan persen). Berdasar kepada UU PPh pasal 17.

(2) Tarif tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diturunkan
menjadi paling rendah 25% (dua puluh lima persen) yang diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
RANGKUMAN Perpajakan 1

10

UAS Semester Ganjil 2013/2014

Dilarang memperbanyak Rangkuman ini tanpa seizin SPA FEUI



(2a) Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi 25% (dua puluh
lima persen) yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.
(2b) Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling
sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya
dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah.
(2c) Tarif yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah paling tinggi sebesar 10% (sepuluh
persen) dan bersifat final.
(2d) Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat
(2c) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Besarnya lapisan Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dapat diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan.
(4) Untuk keperluan penerapan tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh.
(5) Besarnya pajak yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang
terutang pajak dalam bagian tahun pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat
(4), dihitung sebanyak jumlah hari dalam bagian tahun pajak tersebut dibagi 360 (tiga
ratus enam puluh) dikalikan dengan pajak yang terutang untuk 1 (satu) tahun pajak.
(6) Untuk keperluan penghitungan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5), tiap
bulan yang penuh dihitung 30 (tiga puluh) hari.
(7) Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan tarif pajak tersendiri atas
penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), sepanjang tidak melebihi
tarif pajak tertinggi sebagaimana tersebut pada ayat (1).

RANGKUMAN Perpajakan 1

11

UAS Semester Ganjil 2013/2014

Dilarang memperbanyak Rangkuman ini tanpa seizin SPA FEUI


Rangkuman Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan


atas Barang Mewah (PPnBM)
1. PPN dan PPnBM dikenakan atas konsumsi barang maupun jasa di dalam
negeri (di dalam daerah pabean). Oleh karena itu, barang yang tidak
dikonsumsi di daerah pabean (diekspor), dikenakan pajak dengan tariff 0%
dan atas impor barang dikenakan pajak yang sama dengan produksi barang
dalam negeri.
2. Pengenaan PPN berdasarkan sistem faktur sehingga atas penyerahan barang
dan/atau jasa wajib dibuat Faktur Pajak sebagai bukti transaksi penyerahan
barang dan/atau penyerahan jasa yang terutang pajak.
3. PPN yang harus dibayarkan kepada negara = PK PM (Credit Method)
PK = PPN yang dipungut dari pembeli BKP dan/atau penerima JKP
PM = PPN yang dibayar kepada penjual BKP dan/atau pemberi JKP
4. PPnBM yang sudah dibayar saat waktu perolehan atau impor BKP yang
Tergolong Mewah, tidak dapat dikreditkan dengan PPN maupun PPnBM yang
dipungut
5. Jika PM > PK kelebihannya dapat dikompensasikan ke masa pajak
berikutnya, sedangkan yang dapat direstitusi hanyalah kelebihan PPN untuk
Masa Pajak pada akhir tahun buku Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang
bersangkutan
6. Pemungut PPN adalah Bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi
pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor,
dan melaporkan pajak yang terutang oleh PKP atas penyerahan BKP dan/atau
JKP kepada bendaharawan pemerintah, badan atau instansi pemerintah
tersebut. (Pasal 1 angka 27 UU PPN Tahun 2009)
7. Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang berwujud yang menurut sifat atau
hukumnya dapat berupa barang bergerak atau tidak bergerak dan barang tidak
berwujud (Merek Dagang, Hak Paten, Hak Cipta, dan lain-lain) yang dikenai
pajak berdasarkan UU PPN dan PPnBM.
8. Barang yang tidak dikenai PPN:
1. Barang hasil pertambangan atau pengeboran yang diambil langsung
dari sumber:

RANGKUMAN Perpajakan 1

12

UAS Semester Ganjil 2013/2014

Dilarang memperbanyak Rangkuman ini tanpa seizin SPA FEUI



i. Minyak mentah (crude oil)
ii. Gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap
dikonsumsi langsung oleh masyarakat
iii. Panas bumi
iv. Asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu
apung, batu permata, bentonit, dolomit, feldspar, garam batu,
grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika,
marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa,
perlit, fosfat, talk, tanah serap, tanah diantome, tanah liat,
tawas, tras, yarosif, zeolite, basal, trakkit
v. Batubara sebelum diproses menjadi briket batubara
vi. Bijih perak, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel,
bijih perak, serta bijih bauksit
2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat
banyak, seperti:
i. Beras
ii. Gabah
iii. Jagung
iv. Sagu
v. Kedelai
vi. Garam (beryodium maupun tidak)
vii. Daging segar tanpa diolah tetapi telah melalui proses
disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan,
dikemas atau tanpa dikemas, digarami, dikapuri, diasamkan,
diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus
viii. Telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan,
diasinkan, atau dikemas
ix. Susu, yaitu susu perah yang baik yang telah melalui proses
didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan
gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas
x. Buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang
telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris,
di-grading dan/atau dikemas atau tidak dikemas

RANGKUMAN Perpajakan 1

13

UAS Semester Ganjil 2013/2014

Dilarang memperbanyak Rangkuman ini tanpa seizin SPA FEUI



xi. Sayur-sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau
disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang
dicacah
3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah
makan, warung, dan sejenisnya meliputi makanan dan minuman baik
dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman
yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering
4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga
9. Untuk penyerahan yang termasuk maupun tidak termasuk dalam pengertian
penyerahan BKP dapat dilihat pada UU PPN Pasal 1A ayat 1 dan 2
10. Rincian Jasa yang Tidak Dikenai PPN dapat dilihat di UU PPN pasal 4A ayat
3
11. Objek Pajak PPN:
1. penyerahan BKP di dalam daerah pabean
2. impor BKP
3. penyerahan JKP di dalam daerah pabean
4. pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar daerah pabean di dalam
daerah pabean
5. pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
6. ekspor BKP berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
7. ekspor BKP tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
8. ekspor JKP oleh Pengusaha Kena Pajak
12. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN adalah harga jual atau penggantian atau
Nilai Impor atau Nilai Ekspor atau Nilai Lain yang ditetapkan MenKeu yang
dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak terutang
13. Nilai Lain sebagai DPP (PMK Nomor 75/PMK.03/2010), yaitu:
a. Untuk pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma BKP dan/atau
JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi Laba Kotor
b. Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan
Harga Jual rata-rata
c. Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul
film

RANGKUMAN Perpajakan 1

14

UAS Semester Ganjil 2013/2014

Dilarang memperbanyak Rangkuman ini tanpa seizin SPA FEUI



d. Untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual
eceran
e. Untuk BKP berupa persediaan dan/atau asset yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat
pembubaran perusahaan, adalah harga pasar wajar
f. Untuk penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan BKP antarcabang adalah harga pokok penjualan atau harga
perolehan
g. Untuk penyerahan BKP melalui pedagang perantara adalah harga yang
disepakati antara pedagang perantara dan pembeli
h. Untuk penyerahan BKP melalui juru lelang adalah harga lelang
i. Untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10% dari jumlah yang
ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih
j. Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah
10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih
14. Tarif PPN 10%
15. Tarif PPN atas ekspor BKP 0%, PM yang telah dibayar dari barang yang diekspor
tetap dapat dikreditkan
16. Cara menghitung PPN:

PPN yang terutang = Tarif PPN x DPP

17. Jika piutang yang timbul karena penyerahan BKP dan/atau JKP tersebut
dihapuskan, maka penghapusan tersebut tidak mempunyai akibat atas konsumsi
BKP dan/atau JKP tersebut. Oleh karena itu, penghapusan piutang pajak tidak
mengakibatkan harus dilakukan penyesuaian pajak yang telah dilaporkan oleh
PKP penjual atau PKP pemberi jasa yang menghapuskan piutangnya, dan tidak
mengakibatkan harus dilakukan penyesuaian pajak yang telah dikreditkan atau
yang telah dibebankan sebagai biaya ole PKP pembeli atau PKP penerima jasa
yang menikmati penghapusan piutang.
18. Atas BKP yang musnah atau rusak sehingga tidak dapat digunakan lagi baik
karena bencana alam ataupun karena sebab lain di luar kekuasaan PKP, tidak

RANGKUMAN Perpajakan 1

15

UAS Semester Ganjil 2013/2014

Dilarang memperbanyak Rangkuman ini tanpa seizin SPA FEUI



mengakibatkan harus dilakukan penyesuaian pajak yang telah dikreditkan atau
dibebankan sebagai biaya untuk perolehan BKP yang musnah atau rusak tersebut
19. Penyetoran PPN dan PPnBM dalam satu masa pajak yang terutang harus
dilakukan paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
20. PPN yang pemungutannya dilakukan oleh bendahara atau instansi pemerintah
yang ditunjuk harus disetor paling lama tanggal 7 bulan berikutnya setelah masa
pajak berakhir
21. Penyetoran PPN yang kurang dibayar dimaksud harus dilakukan paling lama akhir
bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat
Pemberitahuan Masa PPN disampaikan, Suat Pemberitahuan Masa PPN
disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak
22. UU PPN dan PPnBM memfasilitasi PKP bila PKP tersebut terutang pajak pada
lebih dari 1 tempat kegiatan usaha, maka PKP tersebut dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya dapat menyampaikan pemberitahuan secara tertulis
kepada DJP untuk memiliki 1 tempat atau lebih sebagai tempat terutangnya pajak
23. PPnBM dipungut satu kali pada sumbernya yaitu pada waktu penyerahan oleh
pabrikan atau produsen oleh pengusaha yang menghasilkan BKP yang tergolong
mewah atau pada waktu impor BKP yang tergolong mewah
24. Penyerahan pada tingkat berikutnya tidak lagi dikenai PPnBM
25. PPnBM tidak dapat dilakukan pengkreditan dengan PPN (Namun demikian,
apabila eksportir mengeskpor BKP yang tergolong mewah, maka PPnBM yang
telah dibayar pada saat perolehan dapat direstitusi)
26. PPnBM tidak mengenal adanya Pajak Masukan (PM)
27. Objek pajak PPnBM:
1. Penyerahan BKP yang tergolong mewah yang dilakukan oleh
pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di dalam daerah pabean
dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
2. Impor BKP yang tergolong mewah
28. Tarif PPnBM ditetapkan paling rendah 10% dan paling tinggi 200%.
Pengelompokan BKP Tergolong Mewah sebagai dasar perbedaan tarif ditetapkan
di Peraturan Pemerintah, sedangkan jenis barang yan dikenai PPnBM diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan (PMK)

RANGKUMAN Perpajakan 1

16

UAS Semester Ganjil 2013/2014

Dilarang memperbanyak Rangkuman ini tanpa seizin SPA FEUI



29. Ekspor BKP Tergolong Mewah dikenai pajak dengan tarif 0%, PPnBM yang telah
dibayar atas perolehan BKP yang Tergolong Mewah yang diekspor tersebut dapat
diminta kembali
30. DPP atas PPnBM:
1. Atas penyerahan BKP Tergolong Mewah yang dilakukan oleh PKP
yang menghasilkan BKP Tergolong Mewah atau atas impor BKP
Tergolong Mewah, sebagai DPPnya tidak termasuk PPN dan PPnBM
yang dikenakan atas penyerahan atau atas impor BKP Tergolong
Mewah
2. Penyerahan BKP Tergolong Mewah yang dilakukan PKP selain
pengusaha yang menghasilkan BKP Tergolong Mewah atau oleh PKP
yang melakukan impor BKP Tergolong Mewah sebagai DPPnya
termasuk PPnBM yang dikenakan atas perolehan atau atas impor BKP
Tergolong Mewah
31. Terutangnya PPN dan PPnBM terjadi saat penyerahan BKP meskipun
pembayaran atas penyerahan tersebut belum diterima atau belum sepenuhnya
diterima (Pasal 11 ayat 1 dan 2)
32. Kelompok BKP yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang
dikenakan PPnBM tercantum pada PP Nomor 145 Tahun 2000 (atau pada
Waluyo, Perpajakan Indonesia Edisi 10 Buku 2, halaman 38-40)
33. Kelompok BKP Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang
dikenakan PPnBM tercantum dalam PP Nomor 12 Tahun 2006 (atau pada
Waluyo, Perpajakan Indonesia Edisi 10 Buku 2, Halaman 40-42)
34. Pengecualian PPnBM atas Kendaraan Bermotor:
1. Impor atau penyerahan kendaraan bermotor berupa kendaraan
ambulans, kendaraan jenazah, kendaraan pemadam kebakaran,
kendaraan tahanan, kendaraan angkutan umum
2. Impor atau penyerahan kendaraan yang Protokoler Kenegaraan;
kendaraan dinas atau kendaraan patrol TNI/Polri
35. Cara mengitung PPnBM:

PPnBM Terutang = Tarif PPnBM x DPP

RANGKUMAN Perpajakan 1

17

UAS Semester Ganjil 2013/2014

Dilarang memperbanyak Rangkuman ini tanpa seizin SPA FEUI



36. Penyerahan BKP Tertentu yang dibebaskan dari Pengenaan PPN tercantum
dalam PP Nomor 38 Tahun 2003 (atau pada Waluyo, Perpajakan Indonesia
Edisi 10 Buku 2, halaman 48-49)
37. Impor dan/atau Penyerahan BKP tertentu bersifat strategis dibebaskan dari
pengenaan PPN, hal ini tercantum pada PP No. 31 Tahun 2008 dan PMK No
31/PMK.03/2008 (atau pada Waluyo, Perpajakan Indonesia Edisi 10 Buku 2,
halaman 50-51)
38. Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Penyerahannya dibebaskan dari
pengenaan PPN diatur dalam PP Nomor 38 Tahun 2003 (atau pada Waluyo,
Perpajakan Indonesia Edisi 10 Buku 2, halaman 55-56)
39. Jasa Kustodian berupa Jasa penitipan adalah jasa yang terutang PPN.
Sedangkan jasa kustodian berupa jasa settlement, jasa corporate actions, jasa
registrasi adalah jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN
40. Berdasarkan Surat Edaran Nomor 34/ Pj.53/ 1995, jasa consumer credit, credit
card, debit card merupakan jasa yang tidak dikenakan PPN sehingga atas
penyerahannya tidak terutang PPN
41. Berdasarkan SE. 63/Pj.53/ 1995 jasa penagihan rekening listrik dan telepon
yang dilakukan oleh bank merupakan jasa yang tidak dikenakan PPN
42. Berdasarkan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-426/Pj.53/1996
menyatakan bahwa jasa angkutan umum di darat, laut, udara, maupun sungai
yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta, dan jasa angkutan udara luar
negeri, termasuk di dalamnya jasa angkutan dalam negeri yang menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri tersebut,
merupakan salah satu kelompok jenis jasa yang tidak dikenakan PPN
43. Jasa pengiriman paket terutang PPN dengan DPP sebesar 10% dari jumlah
tagihan sehingga tarif efektifnya adalah 1% x jumlah tagihan (yaitu 10% x
10% x jumlah tagihan). PM yang dihitung dengan menggunakan DPP
tersebut, tidak dapat dikreditkan. (PP No 144 Tahun 2000)
44. Yang termasuk dalam jenis jasa yang tidak dikenakan PPN adalah jasa di
bidang perhotelan, meliputi:
1. Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah
penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan
kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap; dan

RANGKUMAN Perpajakan 1

18

UAS Semester Ganjil 2013/2014

Dilarang memperbanyak Rangkuman ini tanpa seizin SPA FEUI



2. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel,
rumah penginapan, motel, losmen, hostel
Jasa persewaan ruangan lain selain yang di bidang perhotelan adalah termasuk
JKP dan terutang PPN, dengan DPP atas PPN terutang penyerahan jasa
persewaan ruangan adalah penggantian. Penggantian adalah nilai berupa uang
termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi
jasa karena penyerahan Jasa Waktu Pajak, tidak termasuk PPN dan potongan
harga yang dicantumkan dalam FP.
Dasar pengenaan PPN atas jasa persewaan ruangan adalah:
1. Atas sewa ruangan seluruhnya dikenakan PPN
2. Atas service charge dikenakan PPN dengan DPP sebesar 40% dari
jumlah service charge
3. Penggantian biaya listrik, air PAM, dan telepon yang nyata-nyata dapat
dipastikan dikonsumsi oleh penyewa karena digunakannya alat
pengukur, seperti meteran listrik, meteran air dan alat penghitung
pulsa, yang diminta oleh pengusaha yang menyewakan ruangan kepada
penyewa, tidak dikenakan PPN. Namun apabila menyewakan ruangan
menambahkan mark-up ataupun biaya administrasi dan sejenisnya,
maka atas nilai tambah berupa mark up atau biaya administrasi
dimaksud tetap dikenakan PPN
4. Pembebanan biaya tambahan (additional charges/overtime charges)
karena penggunaan ruangan, listrik, lift, dan sebagainya yang melebihi
kontrak adalah terutang PPN dengan DPP sebagaimana ditetapkan
pada butir 2 di atas.
PKP yang menyewakan ruangan tetap berhak atas pengkreditan PM atas perolehan
barang dan jasa untuk pengoperasian gedung yang disewakan.
Apabila ruangan memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai tempat tinggal dan tempat
usaha, maka hanya sebagian PM yang dapat dikreditkan yang besarnya adalah
sebanding dengan bagian ruangan yang digunakan untuk tempat usaha, menurut
keadaan sebenarnya.
46. Dapat terjadi bahwa terhadap BKP yang telah diserahkan karena sesuatu hal
dikembalikan oleh pembeli. Apabila terjadi demikian, makan PPN dan
PPnBM atas penyerahan BKP yang dikembalikan tersebut dapat dikurangkan

RANGKUMAN Perpajakan 1

19

UAS Semester Ganjil 2013/2014

Dilarang memperbanyak Rangkuman ini tanpa seizin SPA FEUI



dari PPN dan PPnBM yang terutang dalam masa pajak terjadinya
pengembalian BKP tersebut.
PPN atas retur BKP oleh pembeli mengurangi:
a. PK bagi PKP penjual
b. PM bagi PKP pembeli
c. Harta atau biaya bagi PKP pembeli
d. Harta atau biaya bagi pembeli yang bukan PKP
47. PPnBM atas penyerahan BKP Tergolong Mewah yang dikembalikan oleh
pembeli mengurangi:
a. PPnBM terutang oleh PKP yang menghasilkan dan menyerahkan BKP
Tergolong Mewah
b. Harta atau biaya bagi PKP yang bertindak sebagai pembeli
c. Harta atau biaya bagi pembeli yang bukan PKP
Pengurangan PPnBM tidak dilakukan apabila BKP Tergolong Mewah yang
dikembalikan itu diganti dengan BKP yang sama, baik jumlah fisik, jenis, maupun
harganya, oleh PKP yang menghasilkan dan menyerahkan BKP tersebut.
48. Menurut Pasal 4 ayat 1 huruf h UU PPN dan PPnBM mengatur bahwa atas
ekspor JKP yang dilakukan oleh PKP dikenai PPN. Selanjutnya ditetapkan
batasan kegiatan dan jenis JKP yang ekspornya dikenai PPN dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 30/PMK.03/2011
49. Pengusaha kecil (sesuai batasan pada PMK Nomor 68/PMK.03/2010)
diperkenankan memilih atau tidak memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Jika memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP maka hak dan kewajibannya
sama seperti PKP pada umunya, yaitu memungut, menyetor, dan melaporkan
PPN dan PPnBM yang terutang.
Demikian halnya apabila pengusaha kecil sampai dengan suatu bulan dalam
tahun buku jumlah peredaeran brutonya melebihi batas yang telah ditentukan,
maka Pengusaha Kecil tersebut wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai PKP paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah
peredaran brutonya melebihi Rp 600.000.000.
Pengusaha kecil yang tidak memilih untuk dikukuhkan menjadi PKP
dikecualikan dari kewajiban untuk melaksanakan UU PPN.

RANGKUMAN Perpajakan 1

20

UAS Semester Ganjil 2013/2014

Dilarang memperbanyak Rangkuman ini tanpa seizin SPA FEUI



50. Batasan pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku
melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dalam rangka kegiatan usahanya
dengan peredaran bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000
51. Pedagang eceran selain yang menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan
Neto diatur dengan KMK Nomor 402/Pj/2002 dan diikuti Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor 342/Pj/2002.
52. Pengertian PKP Pedagang eceran yaitu PKP yang dalam kegiatan usaha
pekerjaannya melakukan penyerahan BKP dengan cara:
a. Melalui suatu tempat penjualan eceran, toko dan kios atau langsung
mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen
akhir lainnya
b. Dengan cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada
konsumen akhir tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan
tertulis, kontrak, atau lelang
c. Pada umumnya penyerahan BKP atau Transaksi Jual Beli dilakukan
secara tunai dan penjual atau pembeli langsung menyerahkan atau
membawa BKP yang dibelinya
53. Penyerahan barang dagangan oleh pedagang eceran selain menggunakan
Norma Perhitungan Penghasilan Neto terutang PPN sebesar 10%
54. Hubungan istimewa antara PKP dengan pihak yang menerima penyerahan
BKP dan/atau JKP dapat terjadi karena ketergantungan atau keterikatan satu
dengan yang lain yang disebabkan faktor kepemilikan atau penyertaan maupun
adanya penguasaan melalui manajemen atau teknologi
55. Faktor Hubungan Istimewa:
a. Faktor Kepemilikan atau Penyertaan (mempunya penyertaan langsung
atau tidak langsung sebesar 25% atau lebih pada pengusaha lain)
b. Faktor penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi
c. Faktor hubungan keluarga sedarah atau semenda (dalam garis
keturunan lurus satu derajat dan/atau ke samping satu derajat,
ayah/ibu-anak, kakak-adik)
56. Bila harga jual atau penggantian dipengaruhi oleh hubungan istimewa, harga
jual atau penggantan dihitung atas dasar harga pasar wajar yang berlaku di
pasar bebas pada saat penyerahan BKP atau JKP itu dilakukan

RANGKUMAN Perpajakan 1

21

UAS Semester Ganjil 2013/2014

Dilarang memperbanyak Rangkuman ini tanpa seizin SPA FEUI



57. Faktur Pajak (FP) adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP karena
penyerahan BKP atau JKP atau bukti pungutan pajak karena impor BKP
digunakan oleh Direktorat Jendeal Bea dan Cukai
58. Dokumen tertentu yang dipersamakan dengan FP:
a. Faktur penjualan digunakan oleh pengusaha telah dikenal oleh
masyarakat luas, seperti kuitansi pembayaran telepon dan tiket pesawat
udara
b. Untuk adanya bukti pungutan pajak harus ada FP, sedangkan pihak
yang seharusnya membuat FP, yaitu pihak yang menyerahkan BKP
atau JKP, berada di luar daerah pabean, Surat Setoran Pajak dapat
ditetapkan sebagai FP
c. Terdapat dokumen tertentu yan digunakan dalam hal impor atau ekspor
BKP Berwujud
59. FP Gabungan adalah FP yang dibuat untuk seluruh penyerahan yang
dilakukan kepada pembeli BKP atau penerima JKP yang sama selama 1 bulan
kalender. Pembuatan FP Gabungan dibuat paling lama pada akhir bulan
penyerahan BKP dan/atau JKP meskipun di dalam bulan penyerahan telah
terjadi pembayaran baik sebagian maupun seluruhnya
60. FP harus dibuat pada saat penyerahan atau pada saat penerimaan pembayaran
dalam hal pembayaran terjadi sebelum penyerahan
61. Dapat terjadi dalam suatu Masa Pajak terdapat PM yang dapat dikreditkan
lebih besar daripada PK. Kelebihan PM tersebut tidak apat diminta kembali,
tetapi dapat dikompensasikan pada Masa Pajak berikutnya. Namun apabila
perusahaan tersebut bubar sebelum tahun buku berakhir, maka kelebihan
pembayaran tersebut dapat diminta kembali pada saat pembubaran perusahaan.
Pengembalian baru diberikan setelah dilakukan pemeriksaan.
62. PM yang tidak dapat dikreditkan diatur dalam Pasal 9 ayat 8 UU PPN dan
PPnBM (atau pada Waluyo, Perpajakan Indonesia Edisi 10 Buku2, Halaman
116-118)
63. Bentuk fasilitas PPN dan PPnBM:
a. Pajak Terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya, atau
b. Dibebaskan dari pengenaan pajak baik untuk sementara waktu maupun
selamanya

RANGKUMAN Perpajakan 1

22

UAS Semester Ganjil 2013/2014

Dilarang memperbanyak Rangkuman ini tanpa seizin SPA FEUI



64. Impor dan/atau Penyerahan BKP tertentu dan/atau JKP tertentu yang
dibebaskan dari pengenaan PPN diatur dalam PP No 38 Tahun 2003
65. Pengenaan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri telah diatur dalam Pasal
16c UU PPN dan PPnBM, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
39/PMK.03/2010
66. Atas kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN dengan tarif 10% dikalikan
DPP atas kegiatan membangun sendiri sebesar 40% dari seluruh biaya yang
dikeluarkan dan/atau dibayarkan untuk membangun bangunan tersebut (bahan
dan jasa), tidak termasuk harga perolehan tanah

RANGKUMAN Perpajakan 1

23

UAS Semester Ganjil 2013/2014

Anda mungkin juga menyukai