di dalam abu tersebut dijumpai garam-garam atau oksida-oksida dari K, P, Na, Mg, Ca, Fe, Mn,
dan Cu, disamping itu terdapat dalam kadar yang sangat kecil seperti Al, Ba, Sr, Pb, Li, Ag, Ti,
As, dan lain-lain. Besarnya kadar abu dalam daging ikan umumnya berkisar antara 1 hingga 1,5
%. (Yunizal, et.al, 1998)
Kadar abu/mineral merupakan bagian berat mineral dari bahan yang didasarkan atas berat
keringnya. Abu yaitu zat organik yang tidak menguap, sisa dari proses pembakaran atau hasil
oksidasi. Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan.
Mineral yang terdapat dalam pangan terdiri dari 2 jenis garam, yaitu
1. Garam-garam organik, misalnya garam dari as. malat, oxalate, asetat, pektat dan lain-lain
2. Garam-garam anorganik, misalnya phospat, carbonat, chloride, sulfat nitrat dan logam alkali.
(Anonim, 2011)
Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral dapat terbentuk sebagai senyawa yang
kompleks yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk
aslinya adalah sangat sulit.
Menurut Winarno (1991), kadar abu yang yang terukur merupakan bahan-bahan anorganik yang
tidak terbakar dalam proses pengabuan, sedangkan bahan-bahan organik terbakar.
Untuk menentukan kandungan mineral pada bahan makanan, bahan harus
dihancurkan/didestruksi terlebih dahulu. Cara yang biasa dilakukan yaitu pengabuan kering (dry
ashing) atau pengabuan langsung dan pengabuan basah (wet digestion). Pemilihan cara tersebut
tergantung pada sifat zat organik dalam bahan, sifat zat anorganik yang ada di dalam bahan,
mineral yang akan dianalisa serta sensitivitas cara yang digunakan. (Apriyantono, et.al, 1989).
Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua zat organik pada suhu
tinggi, yaitu sekitar 500 600 oC dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. (Sudarmadji,
1996)
Pengabuan kering dapat diterapkan pada hampir semua analisa mineral, kecuali mercuri dan
arsen. Pengabuan kering dapat dilakukan untuk menganalisa kandungan Ca, P, dan Fe akan tetapi
kehilangan K dapat terjadi apabila suhu yang digunakan terlalu tinggi. Penggunaan suhu yang
terlalu tinggi juga akan menyebabkan beberapa mineral menjadi tidak larut.
Beberapa kelemahan maupun kelebihan yang terdapat pada pengabuan dengan cara lansung.
Beberapa kelebihan dari cara langsung, antara lain :
a. Digunakan untuk penentuan kadar abu total bahan makanan dan bahan hasil pertanian, serta
digunakan untuk sample yang relatif banyak,
b. Digunakan untuk menganalisa abu yang larut dan tidak larut dalam air, serta abu yang tidak
larut dalam asam, dan
c. Tanpa menggunakan regensia sehingga biaya lebih murah dan tidak menimbulkan resiko
akibat penggunaan reagen yang berbahaya.
Sedangkan kelemahan dari cara langsung, antara lain :
a. Membutuhkan waktu yang lebih lama,
b. Tanpa penambahan regensia,
c. Memerlukan suhu yang relatif tinggi, dan
d. Adanya kemungkinan kehilangan air karena pemakaian suhu tinggi (Apriantono, 1989)
Prinsip dari pengabuan cara tidak langsung yaitu memberikan reagen kimia tertentu kedalam
bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol alkohol
ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu tinggi. Pemanasan
mengakibatkan gliserol alkohol membentuk kerak sehingga menyebabkan terjadinya porositas
bahan menjadi besar dan dapat mempercepat oksidasi. Sedangkan pada pemanasan untuk pasir
bebas dapat membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan
memperbesar porositas, sehingga mempercepat proses pengabuan. (Sudarmadji, 1996)
Beberapa kelebihan dan kelemahan yang terdapat pada pengabuan cara tidak langsung.
Kelebihan dari cara tidak langsung, meliputi :
a. Waktu yang diperlukan relatif singkat,
b. Suhu yang digunakan relatif rendah,
c. Resiko kehilangan air akibat suhu yang digunakan relatif rendah,
d. Dengan penambahan gliserol alkohol dapat mempercepat pengabuan, dan