Anda di halaman 1dari 12

UJI KADAR AIR, SUSUT PENGERINGAN DAN BOBOT

JENIS SEBAGAI PEMERIKSAAN STANDARISASI


MUTU EKSTRAK
Dosen Pembimbing : Nashrul Wathan, S.Far., Apt

Disusun Oleh:
Supian Noor
Zakiah
Rismaya Amini
Ranty Rirung A.
Nada Windayanti M.

J1E111035
J1E111017
J1E111215
J1E111030
J1E111064

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETEHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2013
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyusun makalah yang berjudul Uji
Kadar Air, Susut Pengeringan dan Bobot Jenis pada Ekstrak Tanaman ini tepat pada
waktunya.
Sebelumnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang
membantu dalam proses pembuatan makalah ini, baik bantuan dalam bentuk materi
ataupun non materi. Pada kesempatan ini juga, penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada Bapak Nashrul Wathan, S.Far., Apt selaku pembimbing dalam
pembuatan makalah ini yang telah bersedia memberikan informasi-informasi dan
bimbingan selama penyusunan makalah ini.
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan
maupun materinya. Penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca untuk
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada
para pembaca dan dunia pendidikan khususnya dalam bidang Farmakognosi.
Banjarbaru, Maret 2013

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR....................................................................................

DAFTAR ISI..................................................................................................

ii

BAB I: PENDAHULUAN.............................................................................
1.1 Latar Belakang.............................................................................
1.2 Rumusan Masalah........................................................................
1.3 Tujuan Penulisan..........................................................................
1.4 Metode Penulisan.........................................................................
1.4.1 Metode Kepustakaan.........................................................
1.4.2 Metode Internet.................................................................
BAB II: ISI.....................................................................................................
2.1 Uji Kadar Air.............................................................................
2.2 Susut Pengeringan.....................................................................
2.3 Uji Bobot Jenis..........................................................................
BAB III : PENUTUP.....................................................................................
3.1 Kesimpulan...............................................................................
3.2 Saran ........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Standardisasi merupakan proses penjaminan produk akhir (obat, ekstrak,
atau produk ekstrak) agar mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan dan
ditetapkan terlebih dahulu. Untuk menjamin mutu dari ekstrak tanaman obat,
perlu dilakukan penetapan standar mutu spesifik dan nonspesifik agar nantinya
ekstrak terstandar dapat digunakan sebagai obat yang mengandung kadar
senyawa aktif yang konstan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Standardisasi ekstrak tumbuhan obat di Indonesia merupakan salah satu
tahapan penting dalam pengembangan obat asli Indonesia. Ekstrak tumbuhan
obat dapat berupa bahan awal, bahan antara, atau bahan produk jadi. Ekstrak
sebagai bahan awal dianalogikan dengan komoditi bahan baku obat yang dengan
teknologi fitofarmasi diproses menjadi produk jadi. Ekstrak sebagai bahan antara
merupakan bahan yang dapat diproses lagi menjadi fraksi-fraksi, isolat senyawa
tunggal ataupun tetap sebagai campuran dengan ekstrak lain. Adapun jika
sebagai produk jadi berarti ekstrak yang berada dalam sediaan obat jadi siap
digunakan, baik dalam bentuk kapsul, tablet, pil, maupun dalam bentuk sediaan
topikal.
Berbagai penelitian dan pengembangan yang memanfaatkan kemajuan
teknologi dilakukan sebagai upaya peningkatan mutu dan keamanan produk
yang diharapkan dapat lebih meningkatkan kepercayaan terhadap manfaat obat
yang berasal dari bahan alam. Salah satu penelitian yang telah dilakukan adalah
pembuatan ekstrak tumbuhan berkhasiat obat yang dilanjutkan dengan
standardisasi kandungannya untuk memelihara keseragaman mutu, keamanan,
dan khasiatnya.
Standardisasi ekstrak (bahan) mengikuti prosedur baku berdasarkan
Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat yang direkomendasikan oleh
BPOM RI, yaitu parameter nonspesifik yang meliputi analisis susut pengeringan,
bobot jenis, kadar air, kadar abu, kandungan sisa pelarut, residu pestisida,
cemaran logam berat, cemaran mikroba, dan parameter spesifik yang meliputi
identitas ekstrak, organoleptik, senyawa terlarut dalam pelarut tertentu, juga uji
kandungan kimia ekstrak. Masing-masing analisis parameter tersebut, mengikuti
prosedur yang telah direkomendasikan oleh BPOM RI. Namun tidak semua
parameter ditetapkan. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas beberapa

parameter nonspesifik yang dapat digunakan sebagai pemeriksaan standarisasi


mutu ekstrak yang meliputi: uji kadar air, susut pengeringan dan bobot jenis.
1.2 Rumusan Masalah
Makalah ini mengangkat topik tentang Uji Kadar Air, Susut
Pengeringan dan Bobot Jenis pada Ekstrak Tumbuhan. Berdasarkan hal tersebut,
masalah yang timbul dan menarik untuk dibahas adalah:
1.

Parameter nonspesifik apa saja yang dapat digunakan untuk memeriksa

2.

standarisasi mutu ekstrak?


Bagaimana pemeriksaan standarisasi mutu ekstrak dengan menggunakan
parameter nonspesifik?

1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui uji-uji parameter nonspesifik untuk pemeriksaan standarisasi
mutu simplisia seperti uji kadar air, susut pengeringan dan bobot jenis.
2. Mengetahui pengertian tentang kadar air, susut pengeringan dan bobot jenis.
3. Mengetahui cara uji kadar air, susut pengeringan dan bobot jenis.
1.4 Metode Penulisan
1.4.1 Metode Kepustakaan
Metode penting dalam penyusunan makalah ini adalah metode
kepustakaan, yaitu dengan mencari dan memperoleh data dan informasi
melalui buku-buku dan berbagai literatur yang berhubungan dengan
makalah ini, sehingga penulis dapat menjelaskan topik yang diangkat
dengan jelas.

1.4.2 Metode Internet


Metode ini dilakukan penulis dengan mencari data-data dan
informasi melalui media internet dalam bentuk jurnal ilmiah.

BAB II
ISI
Parameter standardisasi simplisia maupun ekstrak meliputi parameter
nonspesifik dan spesifik. Parameter nonspesifik lebih terkait dengan faktor
lingkungan dalam pembuatan simplisia dan ekstrak yang meliputi uji terkait dengan
pencemaran yang disebabkan oleh pestisida, jamur, aflatoxin, logam berat, penetapan
kadar abu, kadar air, kadar minyak atsiri, penetapan susut pengeringan, sedangkan
parameter spesifik terkait langsung dengan senyawa yang ada di dalam tanaman
digunakan untuk mengetahui identitas kimia dari simplisia dan ekstrak biasanya
dilakukan dengan analisis kromatografi lapis tipis.
Obat bahan alam khususnya yang berasal dari tumbuhan sangat bervariasi
bahan bakunya. Efek farmakologi obat bahan alam sangat dipengaruhi oleh variasi
bahan baku tumbuhan tersebut. Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi variasi
bahan baku tumbuhan antara lain lokasi tumbuh, waktu panen dan penyimpanan.
Variasi bahan baku tumbuhan tersebut tentunya akan mempengaruhi kualitas
simplisia yang berasal dari organ atau keseluruhan bagian tumbuhan, dan juga akan
mempengaruhi kualitas ekstrak yang dibuat dari simplisia tersebut. Kualitas simplisia
dan ekstrak sangat berpengaruh pada hasil uji efek farmakologinya. Untuk
mengurangi pengaruh variasi bahan baku tumbuhan tersebut perlu dilakukan
standarisasi mutu simplisia dan ekstrak tumbuhan salah satunya dengan
menggunakan parameter nonspesifik seperti uji kadar air, susut pengeringan dan
bobot jenis.
Pada pengembangan obat tradisional untuk menjadi obat herbal terstandar
Badan POM RI mensyaratkan uji praklinik (uji farmakologi dan uji toksisitas) dan
standardisasi. Tujuan standardisasi adalah untuk menjamin keajegan suatu ekstrak,
menjamin efikasi dan keamanannya dilihat dari parameter spesifik dan non spesifik.
Dalam penetapan standarisasi ekstrak, pengujian yang dilakukan antara lain meliputi
parameter non-spesifik yaitu analisis susut pengeringan, kadar air, kadar abu,
kandungan sisa pelarut, residu pestisida, cemaran logam berat, cemaran mikroba, dan
parameter spesifik yang meliputi identitas ekstrak, senyawa terlarut dalam pelarut
tertentu, juga uji kandungan kimia ekstrak (Suhendi, 2011).
2.1 Uji Kadar Air

Kadar air adalah banyaknya hidrat yang terkandung zat atau banyaknya
air yang diserap dengan tujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang
tentang besarnya kandungan air dalam bahan (Depkes RI, 2000).
Penetapan kadar air sangat penting dalam sediaan farmasi khususnya
sediaan ekstrak karena keberadaan air akan menjadi media yang baik untuk
pertumbuhan jamur dan juga menjadi media untuk terjadinya reaksi kimia.
Kadar air yang besar dari ekstrak memiliki resiko untuk mudahnya rusak dan
ditumbuhi jamur (Suhendi, 2011). Penentuan kadar air ini bertujuan untuk
mengetahui kandungan zat dalam tumbuhan sebagai persentase bahan kering.
Penentuan kadar air ini berguna untuk menyatakan kandungan zat dalam
tumbuhan sebagai persen (%) bahan kering, dan mengetahui ketahanan suatu
bahan dalam penyimpanan. Selisih berat bahan sebelum dan sesudah
pengeringan adalah banyaknya air yang telah diuapkan atau dihilangkan
(Suprianto, 2008). Contoh perhitungan kadar air adalah sebagai berikut:

Kadar air (%) = A B 100%


A
Keterangan:
A = bobot bahan sebelum dikeringkan (g)
B = bobot bahan setelah dikeringkan (g)

Kadar air ditetapkan untuk menjaga kualitas ekstrak. Disamping untuk


penentuan kadar air, dapat juga untuk menentukan jumlah zat lain yang mudah
menguap pada ekstrak. Menurut literatur kadar air dalam ekstrak tidak boleh
lebih dari 10%. Hal ini bertujuan untuk menghindari cepatnya pertumbuhan
jamur dalam ekstrak (Soetarno dan Soediro, 1997).
Penetapan kadar air dapat dilakukan dengan cara: ditimbang seksama 1 g
ekstrak dalam krus porselen bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada
suhu 105oC selama 30 menit dan telah ditara. Ratakan dengan menggoyangkan
hingga merupakan lapisan setebal (5 mm 10 mm) dan dikeringkan pada suhu
tetap hingga bobot tetap, buka tutupnya, biarkan krus dalam keadaan tertutup
dan mendinginkan dalam desikator hingga suhu kamar, kemudian dicatat bobot
tetap yang diperoleh untuk menghitung persentase susut pengeringannya
(Depkes RI, 1980).
Untuk penentuan kadar air dapat pula digunakan metode gravimetrik,
yang pada prinsipnya menguapkan air yang ada pada bahan dengan jalan
pemanasan pada suhu 105 oC, kemudian menimbang bahan sampai berat konstan
(Arifin, 2006).
Cawan porselin dicuci bersih dan dikeringkan di dalam oven bersuhu 105
C selama 30 menit. Selanjutnya cawan didinginkan dalam eksikator selama 30
menit, kemudian ditimbang bobot kosongnya. Sebanyak 3 g sampel dimasukkan
ke dalam cawan dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 C selama 2x24
jam. Cawan beserta isinya didinginkan dalam eksikator sekitar 30 menit
kemudian ditimbang. Proses pengeringan dan penimbangan diulang kembali
sampai diperoleh bobot konstan. Penentuan kadar air dilakukan sebanyak tiga
kali ulangan.
2.2 Susut Pengeringan
Penetapan parameter susut pengeringan ditujukan untuk melihat
kandungan senyawa-senyawa yang mudah menguap. Nilai susut pengeringan
besar menunjukkan banyaknya senyawa mudah menguap yang terkandung
dalam ekstrak. Hal ini perlu diperhatikan agar penanganan ekstrak tidak salah

karena senyawa-senyawa mudah menguap juga kemungkinan memiliki aktivitas


(Suhendi, 2011).
Susut pengeringan merupakan pengukuran sisa zat setelah pengeringan
pada temperatur 105oC selama 30 menit atau sampai konstan, yang dinyatakan
dalam porselen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak
menguap/atsiri dan sisa pelarut organik) identik dengan kadar air, yaitu
kandungan air karena berada di atmosfer/lingkungan udara terbuka (Depkes RI,
2000).
Ditimbang 1 gram cuplikan kemudian ditempatkan dalam krus porselen
yang diketahui beratnya dan dipanaskan dalam oven listrik pada suhu 105 oC
selama 5 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator hingga mencapai suhu
kamar dan timbang. Panaskan lagi selama 30 menit dan dinginkan dalam
desikator. Pemansan selama 30 menit, pendinginan dan penimbangan dilakukan
beberapa kali sampai pengurangan berat antara dua penimbangan berturut-turut
lebih kecil dari 0,001 g. Dihitung kadar airnya dari pengurangan yang didapat
(Lucida, 2007).
Penetapan susut pengeringan ekstrak uji yang sudah ditimbang sebanyak
2 gram, dimasukkan ke dalam cawan petri yang sudah dipanaskan selama 30
menit dan sudah ditara. Ekstrak diratakan hingga membentuk lapisan setebal 510 mm, kemudian dimasukkan ke dalam oven pengering dengan tutup terbuka
lalu dikeringkan beserta tutupnya pada suhu 105oC. Pengeringan dilanjutkan dan
ditimbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut
tidak lebih dari 0,25%. Cawan segera ditutup jika oven pengeringan dibuka,

kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan mendingin.


Kadarnya dihitung terhadap bobot awal ekstrak. (Fitriyah, 2012).
2.3 Uji Bobot Jenis
Parameter

bobot

jenis

ekstrak

merupakan

parameter

yang

mengindikasikan spesifikasi ekstrak uji. Parameter ini penting, karena bobot


jenis ekstrak tergantung pada jumlah serta jenis komponen atau zat yang larut
didalamnya. Bobot jenis ekstrak ditentukan terhadap pengenceran ekstrak (5%
dan 10%) dalam pelarut tertentu (etanol) dengan alat piknometer. Bobot jenis

menggambarkan besarnya massa persatuan volume untuk memberikan batasan


antara ekstrak cair dan ekstrak kental, bobot jenis juga terkait dengan kemurnian
dari ekstrak dan kontaminasi (Depkes RI, 2000).
Penentuan bobot jenis simplisia dilakukan dengan

alat piknometer.

Caranya: piknometer kosong ditimbang seksama. Piknometer kosong diisi


dengan air suling lalu ditimbang lagi. Kemudian piknometer dikosongkan dan
dibilas beberapa kali dengan alkohol kemudian dikeringkan dengan bantuan
hairdryer, lalu diisi dengan zat yang ingin diuji bobot jenisnya. Hasil bobot jenis
adalah yang didapatkan dari hasil membagi bobot jenis zat dengan bobot jenis
air suling. Kecuali dinyatakan lain keduanya ditetapkan pada suhu ruangan
(Depkes, 1995).

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Kadar air adalah banyaknya hidrat yang terkandung zat atau banyaknya air
yang diserap dengan tujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang
tentang besarnya kandungan air dalam bahan.
2. Penentuan kadar air bertujuan untuk mengetahui kandungan zat dalam
tumbuhan sebagai persentase bahan kering.
3. Penentuan kadar air dapat digunakan dengan menggunakan metode
gravimetrik, yang pada prinsipnya menguapkan air yang ada pada bahan
dengan jalan pemanasan pada suhu 105 oC, kemudian menimbang bahan
sampai berat konstan.
4. Nilai susut pengeringan besar menunjukkan banyaknya senyawa mudah
menguap yang terkandung dalam ekstrak.
5. Bobot jenis ekstrak ditentukan terhadap pengenceran ekstrak (5% dan 10%)
dalam pelarut tertentu (etanol) dengan alat piknometer.

3.2 Saran
Penulis dan pembaca diharapkan dapat mengetahui dan memahami
manfaat parameter nonspesifik yang digunakan sebagai standarisasi mutu
ekstrak.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, H. Nelvi A. Dian H. Roslinda R. 2006. Standarisasi Ekstrak Etanol Daun


Eugenia Cumini Merr. Jurnal Sains Teknologi Farmasi. Volume: 2. Halaman
89.
Depkes RI. 1980. Materia Medika Indonesia Jilid IV. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Jilid IV. Depatemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat Edisi I.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Direktorat Pengawasan
Obat Tradisional. Jakarta.
Lucida, H., A. Bakhtiar dan W. A. Putri. 2007. Formulasi Sediaan Antiseptik Mulut
dari Katekin Gambir. Jurnal Sains Teknologi Farmasi. Volume: 1.
Soetarno dan Soediro. 1997. Standarisasi Mutu Simplisia dan Extrak Bahan Obat
Tradisional. Presidium Temu Ilmiah Nasional Bidang Farmasi.
Suhendi, A., Nurcahyanti, Muhtadi, dan E.M. Sutrisna. 2011. Aktivitas
Ntihiperurisemia Ekstrak Air Jinten Hitam (Coleus Ambonicus Lour) pada
Mencit Jantan Galur Balb-C dan Standardisasinya. Majalah Farmasi
Indonesia. Volume: 2. Halaman: 77 84.
Suprianto. 2008. Potensi Ekstrak Sereh Wangi (Cymbopogon nardus L.) sebagai Anti
Streptococcus mutans. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai