Pengertian
Paguyuban berasal dari dua kata Paguyuban dan Sumarah.
Paguyuban berasal dari kata guyub artinya rukun mendapat awalan pa
dan akhiran an kemudian menjadi paguyuban yang memiliki arti
perkumpulan atau organisasi kerukunan. Kata sumarah berasal dari kata
bahasa Jawa yang berarti menyerahkan diri atau pasrah. Sedangkan
sumarah yang dimaksud adalah tingkat kesadran manusia untuk
menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi yang
dimaksud dengan paguyuban sumarah adalah perkumpulan keorangorang yang menyerahkan diri kepada kehendak Tuhan Yang Maha Esa.
Sejarah Perkembangan
Ajaran sumarah didirikan oleh R. NG. Sukirno Hartono yang
dilahirkan di desa munggi, semewu, gunung kidul pada tanggal 27
Desember 1897 dan meninggal pada tanggal 23 Maret 1971. Ia pernah
mengikuti pendidikan Sekolah Rendah(SR) di desa, setelah dewasa ia
pindah ke Yogyakarta. Kemudian menjadi pegawai rendah di keraton
sebagai mantri picisan akhirnya menjadi pegawai bank Indonesia di
Yogyakarta. Sejak kecil Sejak muda Sukirno Hartono sudah tertarik pada
ilmu kebatinan, gemar melakukan tirakat, tapa brata, dan meditasi. Ia
juga telah memiliki benih ilmu kebatinan warisan dari orang tuanya,
berupa ilmu kanuragan atau jayakawijayan. Namun, ilmu seperti itu
menurut pendapatnya tidak membawa pada keselamatan. Oleh sebab itu,
ilmu kanuragan itu kemudian ia tinggalkan. Ia segera mencari guru yang
ilmunya dapat membawa kepada keselamatan lahir dan batin.
Lahirnya tuntunan Sumarah terjadi disaat kondisi bangsa Indonesia
sedang mengalami penderitaan akibat penjajahan yang dilakukan oleh
bangsa Belanda. Pada tanggal 8 September 1935 di rumahnya Wirobrajan
VII/158 Yogyakarta R. Ng. Sukirno Hartono mengaku mendapat ilham
tentang tuntunan sujud sumarah. Pada saat itu ia mengaku dengan
disertai oleh malaikat jibril ia naik ke langit ketujuh, dan disana ia
menerima tuntunan sujud tersbut dan mendapat perintah untuk
mengajarkan ilmu sumarah kepada orang lain. Pada awalnya ia menolak,
tetapi akhirnya ia menerima juga setelah diberi tahu bahwa sebenarnya ia
hanya dijadikan sarana atau corong Tuhan untuk menyampaikan
kehendakNya kepada manusia.
apa yang ada bagi kita, dan dalam waktu yang sama untuk tidak
terlalu melekat padanya. Sumarah tidak menawarkan solusi, tidak
menjanjikan keselamatan, tidak menjamin kesuksesan. Meditasi
Sumarah adalah jalan, alat hidup, untuk hidup dan dalam
kehidupan, bukan tujuan itu sendiri. Jadi, meditasi diibaratkan suatu
alat yang membantu kita menuju ke suatu tempat. Begitu kita
sampai di tujuan, maka alat tersebut harus kita lepaskan. Praktek
Sumarah tidak mengajarkan isolasi atau menghindari hal-hal
duniawi. Sebaliknya hal itu mengajarkan kita untuk menerima hidup
dalam totalitasnya, membenamkan diri di dalamnya untuk baik dan
buruk. Inilah sebabnya mengapa Sumarah suka menggunakan
ungkapan rame tapa, mundur bising, cara untuk belajar praktek
yang benar perdamaian di tengah medan perang dan diam di
tengah-tengah kebingungan bising.
5. Peribadatan
Seperti disebutkan diatas bahwa manusia itu memiliki empat nafsu
yang mempermainkan manusia dan apabila manusia kalah ia akan
dilahirkan kembali setelah ia mati. Agar manusia tidak dilahirkan
kembali, maka ada jalan yang harus ditempuh untuk mengalahkan
nafsu yaitu :
a. Sujud Raga yaitu persatuan dengan Allah dengan perantaraan
badan kasar. Tingkatan ini disebut demikian, karena angan-angan
mewakili raga dipakai sebagai alat untuk melakukan sujud.
Pelaksanaan sujud dilakukan dengan jalan memisahkan anganangan dari pemikir. Jika telah berhasil memisahkan angan-angan
dari pemikir, angan-angan harus diturunkan dari otak ke
sanubari, sehingga angan-angan itu tak dapat dipakai lagi untuk
berpikir. Aktivitas ini dapat dibantu dengan melakukan zikir, yaitu
menyebut nama-nama Allah.
b. Sujud Jiwa Raga Yaitu sujud yang dilakukan terus menerus tanpa
berhenti selama 24 jam. Pada tingkatan ini orang dapat
menerima sabda Tuhan tanpa batas waktu, tempat, dan keadaan,
walaupun tidak menutup kemungkinan adanya kemungkinan
adanya penipuan yaitu bukan sabda Tuhan tetapi kata-kata iblis.
c. Sujud yang tetap atau tetap iman, yaitu keadaan bersatu dengan
tuhan sebagai kelanjutan dari hasil sujud jiwa raga, dimana
seseorang tidak pernah pisah dengan Tuhannya sehingga
dimungkinkan ia selalu menerima sabda Tuhan.
d. Jumbuhing Kawula Gusti, atau sujud dalam hidup. Ini adalah taraf
tertinggi dari sujud sumarah dimana angan-angan dan tempat