Anda di halaman 1dari 3

bakteri pendegradasi minyak

April 30, 2009


referensi dari Gatra nomor 22
[Terbit Kamis, 9 April 2009]
Penggunaan bakteri pengurai sebagai salah satu agen anti polusi pada pencemaran air
merupakan salah satu cara penanganan yang efektif pada polusi air,dan
pengembangan dan penelitian tentang bakteri pengurai sudah banyak dilakukan di
berbagai negara ,yang kemudian jurusan bioteknologi sebagai salah satu pilihan
jurusan dalam perkuliahan ini makin berkembang..
Minyak terbukti menjadi pencemar lautan nomor satu. Separuhnya dihasilkan dari
aktivitas industri. Selebihnya akibat kegiatan pelayaran hingga kecelakaan kapal
tanker. Lautan Indonesia sebagai jalur kapal tanker internasional pun rawan tercemar
limbah minyak. Namun laut Indonesia juga memiliki mekanisme tersendiri untuk
menetralisasi pencemaran. Laut Indonesia kaya mikroba pengunyah minyak yang
mampu meremediasi kawasan tercemar.
Mikroba itu perlu diberdayakan untuk mengurangi pencemaran laut, kata Ahmad
Thontowi, salah satu anggota tim peneliti bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI). Thontowi berhasil meraih hibah dari Indonesia Toray Science
Foundation (ITSF) untuk risetnya itu, di Jakarta, akhir Februari silam. Dengan dana
hibah tersebut, Thontowi berharap bisa melanjutkan penelitian tentang bakteri
pemakan minyak. Thontowi memiliki waktu untuk melakukan riset hingga 31 Maret
ini.
Menurut Thontowi, penelitian itu dimulai pada 1 April 2005. Benar telah
berlangsung lebih dari tiga tahun, katanya. Dana murni berasal dari Pemerintah
Jepang, sedangkan Indonesia menyumbang fasilitas laboratorium, sumber daya
hayati, dan tenaga peneliti. Penelitian itu diperkiraan menghabiskan dana Rp 3
milyar. Riset itu merupakan kerja bersama antara LIPI dan National Institute of
Technology and Evaluation (NITE), Jepang.
Kerja sama riset ini dipayungi MOU Ristek-NITE/NEDO, Jepang. Di LIPI sendiri,
ada tiga pusat penelitian (puslit) yang terlibat, yaitu Puslit Bioteknologi, Puslit
Biologi, dan Puslit Oseanografi. Latar belakang penelitian itu adalah bahwa tankertanker internasional termasuk Jepang melalui jalur laut Indonesia, Selat Malaka,
Sunda, dan Lombok. Kepadatan lalu lintas memungkinkan suatu saat bisa terjadi
kecelakaan tanker yang dapat menyebabkan pencemaran minyak.
Dengan menguasai teknologi penanganan limpahan minyak, bila terjadi kasus
pencemaran minyak, akan lebih mudah mengatasinya. Yaitu menggunakan bakteri
pengunyah limbah yang akan mengubah minyak menjadi senyawa lain yang tidak
berbahaya. Penelitian itu memang bertujuan mengisolasi dan mengarakterisasi
bakteri pendegradasi minyak di laut tropis, terutama wilayah jalur tanker dari negara
produsen minyak ke Jepang melalui Indonesia.

Telah dikoleksi 53 jenis mikroba pendegradasi senyawa minyak di laut. Penelitian itu
difokuskan pada isolasi dan karakterisasi mikroba pendegradasi di laut. Sedangkan
monitoring keberadaan mikroba sepanjang musim pada kondisi alami di laut tercemar
juga merupakan bagian faktor yang diamati dan diteliti. Mekanisme penguraian
minyak atas peran bakteri-bakteri tersebut di amati, diteliti, dan dilakukan dalam
skala lapangan di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, katanya.
Selanjutnya, di laboratorium, penelitian komposisi dan komunitas bakteri yang
bertanggung jawab atas penguraian minyak di laut diamati menggunakan metode
pendekatan molekuler, yang disebut teknik DGGE (denaturing gradient gel
elektrophoresis). Kami juga melakukan karakterisasi gen yang bertanggung jawab
atas penguraian senyawa hidrokarbon beserta kloningnya, kata Thontowi.
Kami menduga, setiap bakteri yang bekerja untuk meremediasi minyak di laut
punya peran sendiri-sendiri di habitat alamnya, katanya. Dari hasil isolasi, bakteri
tertentu dinyatakan dominan dan relatif memiliki kemampuan mendegradasi minyak
yang signifikan (tinggi), yaitu Marinobacter, Oceanobacter, Alcanivorax,
Thalassospira, Stappia, Bacillus, Novospingobium, Pseudomonas, Spingobium, dan
Rhodobacter.
Untuk di Indonesia, biasanya yang banyak dikenal Pseudomonas, ujarnya. Jika
minyak tumpah ke laut, yang terjadi adalah penguapan, dibawa ombak ke pantai, atau
terendapkan. Minyak mentah sendiri terdiri dari empat jenis senyawa, yaitu
saturates/parafin, aromatik termasuk PAH (polycyclic aromatic hydrocarbon), resin,
dan aspalten.
Kami menangani untuk pencemar hingga dua senyawa, saturates dan aromatik,
katanya. Secara teori, resin dan aspalten juga bisa diuraikan oleh bakteri. Namun itu
memerlukan penelitian lebih lanjut. Adapun teknik untuk mengunyah minyak
tersebut menggunakan bioremediasi atau biodegradasi. Bioremediasi adalah proses
remediasi atau pemulihan area terpolusi menggunakan mikroba sebagai agen
pendegradatornya.
Bioremediasi dapat dilakukan dengan dua teknik, yaitu bioaugmentasi dan
biostimulasi. Bioaugmentasi adalah teknik menebarkan mikroba ketika terjadi
pencemaran minyak. Sedangkan teknik biostimulasi menggunakan pupuk
mineral untuk menumbuhkan mikroba di lingkungan yang tercemar. Sehingga
mikroba yang tumbuh itu siap menguraikan minyak menjadi senyawa yang lebih
ramah lingkungan. Dan itu yang paling banyak direkomendasikan, meskipun tidak
tertutup kemungkinan menggunakan teknik bioaugmentasi, paparnya.
Thontowi mengingatkan bahwa mikroba yang bekerja menguraikan minyak tidak
hanya sejenis, tapi suatu komunitas. Setiap setiap jenis mikroba memiliki
kemampuan sendiri-sendiri dalam mengurai minyak. Ada yang kemampuannya
mengurai parafin, tugas selanjutnya dilakukan jenis lain, katanya. Namun yang
banyak dikenal mampu mengurai saturates dan aromatik adalah Alcanivorax
borkumensis. Dia memang dikenal memiliki kemampuan yang tinggi, ujarnya.
Efektivitas bakteri dalam mengurai minyak bervariasi, bergantung pada jenis bakteri,
dari 0 persen-100 persen. Efektivitas bakteri dalam mengurai minyak didasarkan

pada jumlah minyak yang ada dalam larutan kultur dibandingkan dengan sesudah
treatment bakteri, dihitung seberapa besar minyak yang tertinggal dalam larutan,
termasuk bakterinya.
Monitoring dilakukan menggunakan GC-Mass, alat penera gas kromatografi yang
dapat menganalisis komponen senyawa apa yang ada dalam larutan tersebut dan
bermassa berapa, sehingga diketahui persis masih mengandung minyak atau tidak.
Dalam percobaan, setelah treatment dengan bakteri, minyak habis termakan
bakteri, katanya.
Prosesnya, sebelum makan minyak, bakteri menghasilkan surfactan. Yaitu sejenis
enzim yang dapat menyatukan minyak dengan air. Setelah minyak dan air menyatu,
mulailah bakteri makan minyak. Ditandai dengan terpecah-pecahnya gumpalan
minyak menjadi kecil-kecil, tuturnya. Akhirnya minyak diubah menjadi senyawa
lain yang tidak berbahaya.
Dengan mengembangkan mikroba tropis Indonesia, akan mudah mengembangkan
sistemnya karena telah sesuai dengan habitat tumbuh mikroba tersebut, katanya.

Anda mungkin juga menyukai