Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Minyak dan gas bumi merupakan sumber energi utama untuk industri,
transportasi dan rumah tangga. Aktivitas industri perminyakan (pengeboran,
pengilangan, proses produksi dan transportasi) umumnya menghasilkan limbah minyak
dan terjadi tumpahan baik di tanah maupun perairan. Limbah dan tumpahan tersebut
akan semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya aktivitas industri perminyakan
di lapangan. Penanganan yang tidak tepat dapat menyebabkan pencemaran lingkungan
dan berbahaya bagi makhluk hidup. Usaha penanggulangan pencemaran minyak bumi
secara konvensional hasilnya kurang memuaskan. Membuang bahan pencemar dengan
membenamkannya ke dalam tanah tidak menanggulangi masalah. Bahan tersebut dapat
meresap ke air tanah dan mencemari perairan. Demikian juga dengan usaha pembakaran
yang dapat mengakibatkan pencemaran udara(Herdiyantoro, 2005).
Alternatif lain yang dapat digunakan dalam penanggulangan pencemaran
minyak bumi adalah bioremediasi. Bioremediasi dapat didefinisikan sebagai proses
pemulihan secara biologi terhadap komponen lingkungan yang tercemar. Salah satu
teknik bioremediasi adalah biodegradasi yaitu proses penguraian oleh aktivitas mikroba
yang mengakibatkan transformasi struktur suatu senyawa sehingga terjadi perubahan
integritas molekuler dan toksisitas senyawa tersebut berkurang atau menjadi tidak toksik
sama sekali (Nasikhin,dkk,2012).
Bioremediasi merupakan suatu teknologi yang ramah lingkungan, yang mana
bakteri memegang peranan yang sangat penting dalam proses degradasi limbah biologi.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengisolasi bakteri-bakteri hidrokarbonoklastik
yang terlibat pada proses awal remediasi dan tahap intermediate pada proses remediasi
tanah tercemar minyak bumi. Selain itu diperlukan juga bakteri yang mampu
menghasilkan biosurfaktan sehingga bakteri hidrokarbonoklastik tersebut mampu
bekerja secara optimal. Dengan didapatkannya konsorsium bakteri tersebut diharapkan
bioremediasi tanah terkontaminasi minyak bumi akan lebih cepat terpulihkan , sehingga

1
dengan semakin pendeknya waktu bioremediasi maka jumlah tanah yang akan
diremediasi akan lebih banyak (Sopiah,dkk,2011).
Bahan surfaktan telah lama dipakai oleh industri minyak untuk membantu proses
bioremediasi limbah minyak serta digunakan dalam proses Enhanced Oil Recovery
(EOR). Dalam proses bioremediasi, biosurfaktan digunakan untuk meningkatkan kela-
rutan polutan sehingga lebih mudah untuk didegradasi oleh mikroba. Dalam proses
EOR, biosurfaktan dapat mengekstrak kembali minyak yang terjebak dalam substansi
lain sehingga dapat meningkatkan produksi minyak dalam sumur minyak
(Amilia,dkk,2012). Saat ini perkembangan penggunaan biosurfaktan lebih banyak
diminati dibandingkan surfaktan sintesis karena mempunyai beberapa kelebihan, seperti
sifatnya yang ramah lingkungan yaitu biodegradable (dapat terdegradasi secara alami)
dan tidak beracun. (Rengga,dkk,2015).

1.2. Rumusan masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan biosurfaktan?
2. Apakah kegunaan biosurfaktan
3. Apa sajakah klasifikasi biosurfaktan?
4. Dibidang apa sajakah biosurfaktan sudah diaplikasikan?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi biosurfaktan
2. Untuk mengetahui kegunaan biosurfaktan
3. Untuk mengetahui klasifikasi biosurfaktan
4. Untuk mengetahui aplikasi biosurfaktan

2
BAB II
ISI

2.1. Biosurfaktan
Biosurfaktan adalah surfaktan biodegradable, dapat digolongkan menjadi dua
didasarkan kepada sumber bahan baku yang digunakan. Golongan pertama adalah
surfaktan yang dihasilkan dari metabolisme sel mikroorganisme. Golongan dua
didapatkan dari bahan alam melalui proses kimia sebagai contoh MES (Metil ester
sulfonat) dan Ester karbohidrat (Reningtyas,dkk,2015). Biosurfaktan merupakan salah
satu sumber energi alternatif yang disintesis secara ekstraselular oleh mikroba dengan
aktivitas sebagai penurun tegangan permukaan. Berdasarkan struktur, molekul surfaktan
mengandung gugus hidrofilik dan hidrofobik, yaitu suatu sifat yang mampu
mengkonsentrasikan molekul-molekul interpermukaan yang berbeda derajat
polaritasnya, seperti interpermukaan minyak dalam air. Biosurfaktan dapat dihasilkan
oleh mikroorganisme prokariot maupun eukariot. Mikroorganisme penghasil
biosurfaktan dari golongan bakteri sangat variatif jenisnya, antara lain Bacillus cereus,
Bacillus subtilis, Pseudomonas aeruginosa, Bacillus licheniformis, Streptococcus
thermophilus, dan Lactobacillus (Sari,dkk, 2015).
Mikroorganisme mempunyai kemampuan untuk melakukan metabolisme dan
menghasilkan produk metabolit sekunder. Metabolit sekunder merupakan produk yang
tidak berhubungan langsung pada proses perkembang biakan sel. Metabolit sekunder
ini sangat spesifik tergantung dari spesies, strain dan substrat yang digunakan oleh sel.
Ada spesies yang dapat menghasilkan metabolit sekunder berupa surfaktan yang
diekskresikan keluar dari dinding sel. Sehingga mikrooganisme mampu beradaptasi di
lingkungan yang menyediakan substrat hidropobik seperti hidrokarbon maupun substrat
hidropilik seperti glukosa. Mikroorganisme yang ditumbuhkan pada substrat yang
bersifat hidrofobik seperti hidrokarbon, akan membangkitkan sistem metabolisme sel
untuk menghasilkan suatu zat yang dapat menguraikan hidrokarbon atau merubahnya
menjadi komponen lain sehingga dapat masuk ke dalam sel melalui dinding sel, dengan
cara mengatur jalur metabolisme (path way) melalui pembentukan enzim tetentu yang
dapat mengkatalisis reaksi pembentukan metabolit yang bersifat amphifilik

3
(biosurfaktan), sehingga perkembang biakan sel dapat terus berlangsung. Kemampuan
sel untuk menghasilkan metabolit sekunder ini dimanfaatkan untuk menghasilkan
produk yang diinginkan sebagai contoh adalah surfaktan (Reningtyas,dkk,2015).
Biosurfaktan merupakan struktur biomolekul kompleks terdiri atas tipe
glikolipid, lipopeptida, lipoprotein, fosfolipid, dan polimerik surfaktan. Pada umumnya
mikrobial surfaktan banyak ditemukan dalam bentuk surfaktan glikolipid. Biosurfaktan
glikolipid merupakan senyawa gula yang berikatan kompleks dengan asam alifatik
rantai panjang (asam alifatik hidroksi). Biosurfaktan glikolipid memiliki sifat potensi
industri dan aplikasi lingkungan yang baik, seperti sebagai detoksifikasi cemaran logam
di aliran sungai, kontrol limbah pembuangan minyak, dan bioremediasi tanah yang
terkontaminasi (Sari,dkk, 2015).
Secara garis besar mekanisme pembentukan biosurfaktan oleh mikroorganisme
dapat digambarkan pada Gambar 1. Biosurfaktatan dikeluarkan oleh sel untuk memecah
substrat seperti alkana yang ada di luar sel. Pengaruh surfaktan terhadap substrat adalah
menurunkan tegangan permukaan alkana sehingga alkana teremulsi dengan surfaktan
membentuk droplet, misel , mikroemulsi atau agregat. Alkana seolah terlarut di dalam
media (air) sehingga dapat menembus dinding sel yang bersifat hidropobik maupun
hidropilik. Alkana yang terlarut mendifusi masuk ke dalam dinding sel dan akan
terdeposit di dalam sel. Deposit alkana dengan melalui serangkaian proses bioreksi di
dalam sel yang dikatalisis oleh berbagai macam enzim intra seluler, akan masuk ke
dalam siklus metabolisme sel dan selanjutnya akan membentuk biosurfaktan dan produk
produk intra seluler. Biosurfaktan ini diekskresikan keluar dari sel dan akan berfungsi
debagai emulsifier substrat kembali. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.
Biosurfaktan dari mikroorganisme mempunyai beberapa keuntungan diantaranya
mempunyai sifat fisika kimia yang stabil, tidak mencemari lingkungan, sangat mudah
terurai, dapat stabil pada temperatur tinggi, kadar asam tinggi dan kadar garam tinggi
(El-Sheshtawy, and Doheim, 2014).

4
Gambar 1. Skema Metabolisme Sel Dalam Proses Menghasilkan Surfaktan
(Reningtyas,dkk,2015).

2.2. Klasifikasi Biosurfaktan Berdasarkan Sifat Kimia dan Sumber


Mikroorganisme
Biosurfaktan diklasifikasikan ke dalam dua kelompok utama yaitu molekul aktif
biosurfaktan dan zat dengan berat molekul tinggi yang disebut pengemulsi yang
terutama digunakan sebagai peningkatan emulsifikasi hidrokarbon. Selanjutnya, dua
kelompok utama ini dibagi menjadi enam kelompok besar yang dikenal sebagai
glikolipid, lipopolisakarida, lipoprotein-lipopeptida, fosfolipid, asam lemak hidroksilasi
dan silang.
a. Glycolipids
Sebagian besar biosurfaktan adalah glikolid, mengandung karbohidrat dan
kombinasi dengan eter atau ester. Di antara glycolipids, yang paling dikenal adalah
rhamnolipids sophorolipids dan trehalolipid (Soni,2014)

5
Gambar 2. Glycolipids

b. Lipopeptida dan Lipoprotein


Biosurfaktan Lipopeptida adalah senyawa siklik dan sebagian besar terisolasi
dari bakteri Bacillus dan Pseudomonas. Lipopeptida terutama terdiri dari peptida
hidrofilik, umumnya terdiri dari 7 dan 10 asam amino panjang, terhubung dengan
struktur asam lemak hidrofobik. Lipopeptida siklik Bacillus terdiri dari tiga kelompok
besar yang dikenal sebagai keluarga surfaktin, iturin dan fengisin. Surfaktin adalah yang
paling sering dipelajari dan mengandung 7 rangkaian asam amino siklik yang terhubung
ke asam lemak C13 C16.

Gambar 3. Struktur Aminolipopeptida dan sikus Aminopolipeptida (Soni,2014)

c. Biosurfaktan Polimerik
Biosurfaktan polimer adalah biopolimer molekul berbobot tinggi yang terdiri dari
polisakarida, protein, lipopolisakarida, lipoprotein atau campuran biopolimer. Berbagai
macam mikroba menghasilkan biosurfaktan polimer. Biosurfaktan polimer
menunjukkan sifat seperti viskositas tinggi, kekuatan tarik, dan ketahanan terhadap
geseran. Berikut ini adalah contoh berbagai jenis biosurfaktan polimer.

Tabel 2. Contoh Biosurfaktan dan Mikroorganisme Pembawa (Soni,2014)

6
d. Asam Lemak, Phospholipid, Lemak
Banyak bakteri dan ragi mensintesis sejumlah besar asam lemak dan surfaktan
fosfat-lipid selama pertumbuhannya pada n-alkana. Kadar hidrofilik dan lipofilik (HLB)
berbanding lurus dengan panjang rantai hidrokarbon dalam strukturnya. Beberapa
jamur, ragi, dan bakteri, yang mampu tumbuh di substrat hidrofobik seperti alkana,
mengeluarkan sejumlah besar fosfolipid, asam lemak, atau lipida netral untuk
memudahkan pengambilan sumber karbon. Contohnya adalah eritema nokardia,
Thiobacillus thiooxidans, Candida lepus, Acinetobacter sp., Pseudomonas sp.,
Micrococcus sp., Mycococcus sp., Candida sp., Penicil-lium sp., dan Aspergillus sp
(Shekhar,dkk, 2014).

Tabel 3. Klasifikasi Biosurfaktan Berdasarkan Sifat Kimia dan Sumber Mikroorganime


(Shekhar,dkk, 2014)

7
2.3. Klasifikasi Biosurfaktan Berdasarkan Ioniknya
Surfaktan yang disintesis secara kimia pada umumnya dikategorikan berdasarkan
berdasarkan jenis gugus polar (Shekhar,dkk, 2014).
1. Kelompok Hidrophilik
Kelompok hidrofilik surfaktan biasanya disebut sebagai " kepala" dan bersifat
sangat polar
2. Surfaktan anionic
Surfaktan jenis ini termasuk sabun tradisional dan deterjen sintetis, sulfonat, dan
sulfat.
3. Surfaktan Kationik
Biasanya amonium kuartener, imidazolinium, atau senyawa alkil piridinium.
4. Zwitterionic Surfactants (amfoterik)
Surfaktan ini digunakan dalam bentuk betaines atau sulfobetaines. Senyawa ini
lebih ringan pada kulit daripada surfaktan anionik dan memiliki efek eye-sting
yang sangat rendah, jadi ini digunakan di toilet dan shampo bayi.
5. Surfaktan Nonionik
Surfaktan ini biasanya didominasi oleh etoksilat. Kelas surfaktan ini juga
mencakup beberapa senyawa semi-polar seperti amina oksida, sulfoksida, dan
oksida fosfolida.
6. Kombinasi
Jenis ini biasanya mengandung gugus nonionik dan anionik seperti alkil
etoksisulfat. Surfaktan ini ringan pada kulit, dan kontak kulit tidak dapat
dihindari seperti cairan pencuci piring dan shampo.
7. Kelompok hidrofobik
Jenis surfaktan ini biasanya disebut "ekor" dan kebanyakan adalah kelompok
hidrokarbon sederhana.

2.4. Aplikasi Biosurfaktan


Biosurfaktan adalah senyawa biologis amphiphilic yang diproduksi secara
ekstraselular atau sebagai bagian dari membran sel oleh ragi, bakteri dan jamur
berfilamen. Surfaktan umumnya adalah senyawa lipida yang terkait dengan dua ujung,
satu ujungnya adalah bagian hidrokarbon yang tidak larut dalam air (hidrofobik).
Bagian hidrofobik molekul adalah rantai panjang asam lemak, hidroksil Asam lemak

8
atau asam α-asil hidroksil. Ujung lainnya adalah hidrofilik, lebih larut dalam air dan
terdiri dari karbohidrat, asam amino, peptida siklik, fosfat dan asam karboksilat atau
alcohol (Mounira,dkk,2015).
Perhatian terhadap surfaktan mikroba terus meningkat dalam beberapa tahun
terakhir, karena memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan surfaktan kimia
yaitu toksisitas yang lebih rendah, kemampuan degradasi lebih tinggi,busanya lebih
tinggi, kompatibilitas lingkungan yang lebih baik dan efektif pada suhu ekstrim, pH dan
salinitas . Keistimewaan biosurfaktan yang unik ini memungkinkan penggunaan dan
kemungkinan penggantian surfaktan yang disintesis secara kimiawi di sejumlah besar
industri. Sebagian besar biosurfaktan memiliki aplikasi potensial dalam industri farmasi,
makanan, kosmetik, pestisida, minyak, dan biodegradasi. Biosurfaktan yang diproduksi
mikroorganisme secara alami hadir di tanah yang terkontaminasi minyak. Lingkungan
yang terkontaminasi minyak mengandung sejumlah besar hidrokarbon yaitu
hidrokarbon alifatik dan aromatik. Mikroorganisme menunjukkan aktivitas pengemulsi
dengan memproduksi biosurfaktan dan memanfaatkan hidrokarbon sebagai substrat
yang mengubahnya menjadi produk tidak berbahaya (Femiola,dkk,2015).

a. Biosurfaktan Dalam Bioremediasi Minyak


Biosurfaktan digunakan untuk meningkatkan pemulihan minyak karena potensi
penggunaannya di industri minyak dengan kemurnian dan spesifikasi minimum.
Dibandingkan dengan surfaktan kimia. biosurfaktan sangat selektif, dibutuhkan dalam
jumlah kecil, dan efektif digunakan pada area yang luas. Biosurfaktan terlibat dalam
berbagai proses industri dan fenomena fisikokimia yang meningkatkan mobilitas,
meningkatkan kelarutan, pelumasan, pemindahan tanah, atau penggosok. Hasil
penelitian Maneerat,dkk, 2007 menunjukkan bahwa bakteri Myroides sp yang diisolasi
dari air laut yang terkontaminasi tumpahan minyak provinsi songkhla Thailand mampu
mengemulsi dan memindahkan tumpahan minyak ketika dilakukan uji emulsifikasi dan
pemindahan terhadap n-hexadecane. Bakteri tersebut stabil pada temperature yang
tinggi (30-1210C), pH (5-12) dan konsentrasi garam (0-9% NaCl).

b. Biosurfaktan Pada Proses Bioremediasi Logam Berat


Aplikasi biosurfaktan yang paling penting dipelajari dalam bioremediasi,
misalnya untuk menghilangkan logam berat dan hidrokarbon dari tempat yang

9
terkontaminasi. Biosurfaktan dapat meningkatkan bioremediasi hidrokarbon oleh dua
mekanisme. Pertama dengan meningkatkan bioavailabilitas substrat untuk
mikroorganisme, sementara yang lainnya melibatkan interaksi dengan permukaan sel,
yang meningkatkan hidrofobisitas permukaan yang memungkinkan substrat hidrofobik
berasosiasi lebih mudah dengan sel bakteri. Dengan mengurangi tegangan permukaan
dan antarmuka, biosurfaktan meningkatkan area permukaan senyawa yang tidak larut,
yang menyebabkan peningkatan mobilitas dan ketersediaan hidrokarbon. Bakteri yang
diisolasi dari tanah yang terkontaminasi logam memiliki kemampuan meremediasi
logam berat. Isolat bakteri penghasil biosurfaktan diberi nama KDM1, KDM2, KDM3,
KDM4, KDM5, dan KDM6. Organism tersebut memiliki kapasitas untuk mengurangi
logam berat tergantung pada faktor waktu inkubasi dan konsentrasi inokulum.
Organisme KDM 4 menunjukkan bioremediasi yang lebih baik dengan kemampuan
93,18% dalam mengurangi seng saat diinkubasi selama 72 jam dan 86,36% saat
diinkubasi selama 24 jam pada sampel 3. Penurunan timbal ditemukan 84,13% oleh
organisme KDM3 saat diinkubasi pada suhu 37 ° C selama 72 jam. Pengurangan
Kromium dilakukan oleh organisme KDM 6 dengan kemampuan 87,9% saat diinkubasi
selama 72 jam (Vijayanand,dkk, 2015).

c. Biosurfaktan Pada Industri Makanan


Biosurfaktan juga memiliki beberapa aplikasi dalam industri makanan sebagai
bahan tambahan. Lecithin dan turunannya, ester asam lemak yang mengandung gliserol,
sorbitol atau etilena glikol, dan turunan monoklis etiloksilasi termasuk oligopeptida
yang disintesis baru sekarang digunakan sebagai pengemulsi dalam industri makanan.
Aplikasi lain dari biosurfactants ada pada produk roti dan produk daging, di mana
mereka mempengaruhi karakteristik reologi tepung atau emulsifikasi jaringan lemak
yang terpecah (Shekhar,dkk, 2014).

d. Biosurfaktan Untuk Farmasi


Biosurfaktan dapat memiliki berbagai aplikasi di bidang farmasi seperti pengiriman
gen, agen untuk kegagalan pernafasan, bahan pembantu imunologis, agen antiadhesif
dalam implan bedah, penghambatan adhesi organisme patogen ke permukaan padat,

10
melindungi produk intraselular, aktivitas antimikroba, aktivitas antivirus, aktivitas
antikanker, dan agen stimulasi metabolisme fibroblas kulit (Shekhar,dkk, 2014).

e. Agen untuk Stimulasi Metabolisme Fibroblas Kulit


Sophorolipid dalam bentuk laktat terdiri dari bagian utama diasetil lakton sebagai
agen untuk merangsang metabolisme sel fibroblast kulit, sebagai agen stimulasi
neosintesis kolagen. Hal ini dapat diterapkan dalam tata rias dan juga dermatologi.
Dengan memproduksi serat kolagen, sophorolipid lakton murni dapat digunakan baik
sebagai agen pencegahan penuaan kulit dan digunakan sebagai krim untuk tubuh, lotion,
dan gel yang digunakan untuk kulit (Borzeix dan Frederique, 2003).

f. Biosurfaktan Dalam Industri Pestisida


Surfaktan harus sebagai bahan pembantu dengan fungisida, insektisida, dan
herbisida. Surfaktan sintetis yang saat ini digunakan dalam industri pestisida bertindak
sebagai pengemulsi, pendispersian, penyebaran, dan pembasahan dan meningkatkan
efisiensi pestisida. Selain itu, surfaktan ini digunakan sebagai insektisida dalam
pertanian modern karena memiliki sifat defensif. Berbagai jenis surfaktan seperti
anionik, kationik, amfoter, dan nonionik saat ini digunakan di beberapa industri
pembuatan-pestisida.. Produk pertanian penting seperti pesti-cides yang terbentuk
dengan bantuan biosurfaktan dapat banyak digunakan di lahan pertanian. Kebutuhan
industri agrokimia adalah mengembangkan teknologi formulasi yang efektif dan untuk
mencapai tujuan ini, banyak perusahaan dapat menggunakan campuran biosurfaktan
dalam kombinasi yang berbeda dengan polimer untuk membuat formulasi yang sangat
baik untuk aplikasi pertanian (Shekhar,dkk, 2014).

g. Biosurfaktan Dalam Industri Kosmetik


Biosurfaktan mempunyai aplikasi potensial yang luas dalam industri kosmetik
dimana zat aktif permukaannya ditemukan dalam produk yang kita gunakan sehari-hari.
Banyak sifat biosurfaktan seperti emulsifikasi, deemulsifikasi, pembusaan, kapasitas
pengikatan air, penyebaran, dan efek pembasahan pada viskositas konsistensi produk,
yang dapat dimanfaatkan secara efisien oleh industri kosmetik. Produk kosmetik
menggunakan surfaktan termasuk produk mandi, alas bedak, produk antidandruff, solusi

11
kontak lensa, pewarna rambut, deodoran, perawatan kuku, aksesoris pijat tubuh, lipstik,
sabun, pasta gigi, perekat, antiperspirant, produk bayi, antiseptik, shampo, conditioner,
produk mencukur dan depilatory, pelembab. Produk krim, lotion, cairan, pasta, serbuk,
stik, gel, film, dan semprotan bisa digunakan dan bisa diganti dengan biosurfaktan.
Surfaktan sebagai pengemulsi, agen busa, pelarut, bahan pembasah, pembersih, dan
agen antimikroba adalah mediator tindakan enzim. Monogliserida, salah satu surfaktan
yang banyak digunakan di industri kosmetik, telah dilaporkan diproduksi dari gliserol
lemak dengan hasil 90% dengan menggunakan perlakuan Pseudomonas
fluorescenslipase (Shekhar,dkk, 2014).

12
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Biosurfaktan merupakan salah satu sumber energi alternatif yang disintesis
secara ekstraselular oleh mikroba dengan aktivitas sebagai penurun tegangan
permukaan. Berdasarkan struktur, molekul surfaktan mengandung gugus hidrofilik dan
hidrofobik, yaitu suatu sifat yang mampu mengkonsentrasikan molekul-molekul
interpermukaan yang berbeda derajat polaritasnya, seperti interpermukaan minyak
dalam air.
Biosurfaktan diklasifikasikan ke dalam dua kelompok utama yaitu molekul aktif
biosurfaktan dan zat dengan berat molekul tinggi yang disebut pengemulsi yang
terutama digunakan sebagai peningkatan emulsifikasi hidrokarbon. Selanjutnya, dua
kelompok utama ini dibagi menjadi enam kelompok besar yang dikenal sebagai
glikolipid, lipopolisakarida, lipoprotein-lipopeptida, fosfolipid, asam lemak hidroksilasi
dan silang. Klasifikasi Biosurfaktan Berdasarkan Ioniknya yaitu: kelompok
hidrophilik,surfaktan anionic, surfaktan kationik, zwitterionic surfactants (amfoterik),
surfaktan nonionic, kombinasi, dan kelompok hidrofobik
Biosurfaktan memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan surfaktan
kimia yaitu toksisitas yang lebih rendah, kemampuan degradasi lebih tinggi,busanya
lebih tinggi, kompatibilitas lingkungan yang lebih baik dan efektif pada suhu, pH, dan
salinitas ekstrim. Keistimewaan biosurfaktan yang unik ini memungkinkan penggunaan
dan kemungkinan penggantian surfaktan yang disintesis secara kimiawi di sejumlah
besar industri. Sebagian besar biosurfaktan memiliki aplikasi potensial dalam industri
farmasi, makanan, kosmetik, pestisida, minyak, dan biodegradasi.

13
DAFTAR PUSTAKA

Amilia., Tyas,M., Juliani,A., Yulianto,A, 2012, Isolasi dan Seleksi Bakteri Penghasil
Biosurfaktan yang Terdapat di Dalam Deposit Lilin Pada pipa Transmisi Minyak
Mentah, KHAZANAH, Vol.5 No.2
Borzeix, C., and Frederique, K. (2003). Use of sophorolipids comprising diacetyl
lactones as agent for stimulating skin fibroblast metabolism. US Patent, 659,62–
65

El-Sheshtawy H.S, M.M. Doheim, 2014, Selection of Pseudomonas aeruginosa for


biosurfactant production and studies of its antimicrobial activity, Egyptian
Journal of Petroleum Vol. 23, 1–6.

Femiola,T., Oluwole,O., Olowomofe,T., Yakubu,H, 2015, Isolation and Screening of


Biosurfactant Producing Bacteria From Soil Contaminated With DomesticWaste
Water, British Journal of Environmental Sciences Vol.3 No.1

Herdiyantoro,D, 2005, Biodegradasi Hidrokarbon Minyak Bumi Oleh Bacillus sp. Galur
ICBB 7859 dan ICBB 7865 dari Ekosistem Air Hitam Kalimantan Tengah
Dengan Penambahan Surfaktan, TESIS, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor
Maneerat,S., Phetrong,K, 2007, Isolation of Biosurfactan Producing Marine Bacteria
and Characteristics of Selected Biosurfactant, Journal Science Technology
Vol.29 No.3
Mounira,A., Abdelhadi,G, 2015, Assesment of Four Different methods for Selecting
Biosurfactant Producing Extremely Haloplhilic Bacteria, African Journal of
Biotechnology Vol.14
Nasikhin,R., Shovitri,M, 2013, Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Pendegradasi Solar dan
Bensin dari Perairan Pelabuhan Gresik, Jurnal Sains dan Pomits Vol.2 No2
Rengga,W., Riyadi,D. Bintang,A., Kuntoro, 2015, Kajian produksi dan Proses
Biosurfaktan Rhamnolipida dari Limbah industry Minyak Sawit dan Turunannya
Menggunakan Pseudomonas aeruginosa, Seminar nasional Energi dan
Teknologi
Reningtyas,R, Mahreni, 2015, Biosurfaktan, Eksergi, Vol XII No. 2.

14
Sari,M., Afiati,F., Kusharyoto,W, 2015, Potensi Bakteri Lumpur Minyak Sebagai
Penghasil Biosurfaktan dan Antimikroba, PROS SEM NAS MASY BIODIV
INDON, Vol.1 No.1
Shekhar,S., Sundaramanickam,A., Balasubramanian,T, 2015, BiosurfactantProducing
Microbes and Their Potential Aplications, Critical Reviews in Environmenal
Science and Technology
Soni,A, Isolation and Characterization of Biosurfactant Producing Bacteria From Oil
Contaminated Soil, Thesis, Department of Chemical Engineering National
Institute of Technology Rourkela Odisha-769008 India
Sopiah,N., Avi., Sulistia,S., Suciati,F, Dwindrata., aviantara, 2011, Isolasi dan
Identifikasi Bakteri Pendegradasi Hidrokarbon yang Berasal dari Tanah
Tercemar Minyak Bumi, Jurnal Teknik Lingkungan Vol.12 No.3
Vijayanand,S., Divyashree, 2015, Bioremediation Of Heavy Metals using Biosurfactant
Producing Microorganisms, Internatioanal Journal of Pharma Science and
Research Vol.6 No.5

15

Anda mungkin juga menyukai