1. Umum
Pengolahan air buangan secara biologi terutama dimaksudkan untuk menyisihkan zat-zat organik
yang terlarut dan yang koloid tetapi zat organik yang tersuspensi juga dapat tersisihkan dalam proses ini
(Tchobanoglous dan Burton, 1991; Droste, 1997). Bahan organik tersebut dikonversi menjadi massa
mikroorganisme (biomassa) dan biomassa ini, karena sifatnya, mengalami bioflokulasi yang dapat
dipisahkan dengan pengendapan (Liao et al., 2001).
Tujuan pengolahan air limbah secara biologi adalah mengubah molekul organik yang
kompleks menjadi produk yang lebih sederhana dan biomasa dengan menggunakan mikroorganisme.
Keberhasilan pengolahan limbah secara biologi tergantung dari aktifitas mikro organisme di
dalamnya. Karena itu diperlukan perlakuan khusus yang mampu menjaga keseimbangan
pertumbuhan mikroorganisme dengan mengontrol parameter-parameter yang dibutuhkan dalam
pengolahan biologi.
Mikro organisme yang terdapat pada sistem pengolahan Biologi
Mikroorganisme yang terdapat pada unit pengolahan biologi limbah cair antara lain:
a.
b.
c.
d.
a.
Bakteri
Bakteri banyak terdapat pada unit pengolahan biologi dengan biofilter dan pada lumpur aktif,
bakteri berfungsi untuk mendegradasi zat organik. Dalam pengolahan secara biologi,
bakteri inilah yang paling banyak berperan dalam mendegradasi senyawa organik baik
proses aerobik atau anaerobik.
Jamur
Walaupun pada unit pengolahan biologi didominasi oleh bakteri tidak menutup
kemungkinan hadirnya jamur dalam pengolahan tersebut. Jamur lebih banyak terdapat pada
biofilter dari pada lumpur aktif. Jamur muncul pada kondisi pH rendah.
Alga
Alga biasanya terdapat pada permukaan biofilter dengan syarat terdapat makanan yang
cukup.
Protozoa
Protozoa lebih banyak terdapat pada biofilter. Pada unit pengolahan dengan lumpur aktif
kehadiran protozoa sangat dipengaruhi oleh karakteristik air limbah yang akan diolah.
Lebih lanjut bakteri yang terdapat pada unit pengolahan biologi antara lain:
Bakteri Nitrifikasi
Melakukan proses nitrifikasi, yaitu mengoksidasi amoniak menjadi nitrat. Proses ini terjadi
melalui 2 (dua) tahap, yaitu (Tchobanoglous et al.,2003):
Nitrosomonas:
Nitrobacter
b.
Bakteri Denitrifikasi
Bakteri ini berlawanan dengan bakteri nitrifier. Bakteri ini mereduksi nitrat menjadi gas nitrogen:
Contoh, Pseudomonas auregenusa
Nitrogen dibutuhkan dalam jumlah tertentu untuk mendapatkan penyisihan BOD yang
lebih efektif dan untuk sintesis mikrobiologi. Helmets (1951 ) menyebutkan jumlah nitrogen
yang dibutuhkan adalah 4.3 Ib N/100 Ib BOD dan kebutuhan pospor adalah 0.6 Ih P/ 100 Ib BOD.
Fase Pertumbuhan bakteri
a) Fase Lag
Pada saat penambahan biomasa, fase lag menunjukkan waktu yang dibutuhkan oleh bakteri untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Selama fase lag bakteri menyesuaikan diri terhadap
perubahan salinitas, pH, temperatur dan lain-lain.
b) Fase Eksponensial
Selama fase eksponensial bakteri berkembang biak dengan cepat karena masih terdapat substrat dan
nutrisi yang cukup. Laju pertumbuhan lebih besar dari laju kematian.
c) Fase Stasioner
Pada ini konsentrasi biomasa relatif konstan, pertumbuhan bakteri tidak sebanyak pada fase eksponensial
dan sebagian mulai mati.
d) Fase kematian bakteri
Pada fase ini konsentrasi substrat sudah mulai habis sehingga tidak ada lagi pertumbuhan biomasa, bahkan
banyak bakteri yang mati sehingga konsentrasi biomasa semakin menurun. Laju kematian lebih besar dari
laju pertumbuhan.
Kinetika Pertumbuhan Bakteri
Tchobanoglous dan Burton (1991), menjelaskan kondisi lingkungan yang harus dijaga pada
pertumbuhan bakteri antara lain. pH, temperatur, nutrisi makro maupun mikro, dan ketersediaan oksigen.
Pertumbuhan bakteri pada reaktor Batch maupun continue dapat didefinisikan dengan persamaan dibawah
ini:
rg = .x
Dimana:
rg : Laju pertumbuhan bakteri (masa/volume.waktu -1)
: Pertumbuhan spesifik, (waktu -1)
x : Konsentrasi mikroorganisme ( masa/volume)
Pada reaktor continue, pertumbuhan bakteri dibatasi oleh ketersediaan substrat dan nutrisi, sehingga
pertumbuhan bakteri dinyatakan sebagai berikut:
dimana:
m : Laju pertumbuhan spesifik maksimum, (waktu -1)
S : Konsentrasi Substrat, (masa/volume)
KS : Konstanta Setengah Velocity, konsentrasi substrat pada satu setengah laju pertumbuhan maksimurn
(masa/volume)
Substrat yang terdapat dalarn air limbah sebagian dioksidasi dan sebagian lagi diubah menjadi sel baru.
Oksidasi zat organik ini akan menghasilkan produk yang berupa organik maupun anorganik.
rg = -Yrsu )
Dirnana
rsu : Laju penggunaan substrat, (masa/volume.waktu)
Y : Koefisien Yield maksimum (masa/masa)
Y didefinisikan sebagai rasio masa bakteri yang terbentuk dengan masa substrat yang dikonsumsi pada
periode logaritmik.
Dimana
X : Konsentrasi biomasa (masa/volume)
Jika k = m/Y didefinisikan sebagai laju pemanfaatan substrat setiap satuan masa mikroorganisme maka:
Dalam sistem pengolahan biologi, distribusi umur bakteri tidak merata. Tidak semua bakteri pada fase
log. Dengan demikian ungkapan untuk angka pertumbuhan harus dikoreksi dengan
memperhitungkan faktor lain yang mempengaruhi seperti kematian bakteri dan kompetisi (saling
memangsa) antar bakteri. Biasanya faktor ini dijumpai bersamaan hal ini didefnisikan sebagai
endogegenous decay, selanjutnya dapat dirumuskan sebagai berikut:
r = -k X
Dimana
r : endogegenous decay
k: Koetsicn endogegenous decay (waktu - 1 )
Dengan demikian rata-rata pertumbuhan bakteri adalah:
rg = -Yrsu kdX
Dimana:
a
: fraksi zat organik yang dioksidasii untuk menghasilkan energi
a
: fraksi zat organik yang dioksidasi untuk sintesis sel baru
b
: fraksi degradasi biomasa perhari
b
: kebutuhan oksigen untuk oksidasi
SMP : zat yang tidak dapat didegradasi secara biologi dan terlarut dalam air
soluble residue, SMP)
(nonbiodegradable
Dimana :
F/M = perbandingan makanan dan mikmoorganisme, hari -l
So = konsentrasi BOD atau COD influent mg/L
sebagai :
keterangan:
c = mean cell residence time, hari
Vr
= volume reaktor, m3
X
= konsentrasi volatile suspended solids di reaktor, mg/L
Qw = debit lumpur yang dibuang. m3/hari
Xw = konsentrasi volalile suspended solids di lumpur yang dibuang, mg/L
Qc = debit effluen, m3/hari
Xe = konsentrasi volatile suspended solids pada eflluen, mg/L
Berdasarkan parameter diatas, tingkat spesific utilzation (U) dapat digunakan untuk menghitung tingkat
substrat yang dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme dan c dapat digunakan untuk menghitung
rata-rata residence time dari organisme yang ada di sistem.
Hubungan antara mean cell-residence time dengan tingkat F/M dan spesifik utilized U adalah
dimana
Y = koefisien hasil sel, 1b sel yang dihasilkan per Ib materi organik
yang disisihkan.
kd = koeffisien endogenous decay, time-1
E = effisiensi proses. %
Produksi Lumpur
Jumlah lumpur yang dihasilkan dan yang harus dibuang tiap hari perlu dipertimbangkan
karena akan mempengaruhi desain fasilitas penanganan lumpur. Jumlah lumpur yang dihasilkan dapat
dihitung dengan persamaan berikut (Tchobanoglous. 1991):
Px = YobsQ (So - S)
keterangan:
Px = produksi lumpur yang dibuang tiap hari, Kg/hari
Yobs = observed yield, (Y/(1 + Kd.c)
Kebutuhan Oksigen
Kebutuhan oksigen teoritis untuk mereduksi materi organik dalam limbah cair pada sistem
lumpur aktif adalah (Tchobanoglous, 1991):
keterangan:
f = faktor konversi untuk konversi BOD5 ke BODL
Px = produksi lumpur yang dibuang tiap hari, Kg/hari
Jika proses nitrifikasi dipertimbangkan maka kebutuhan oksigen adalah:
keterangan :
N o = influen TKN, mg/L
rendah dan waktu tinggal yang lebih lama. Aliran limbah dalam proses secara plug flow dengan
efisiensi penurunan BOD 75 95 %, dan sistem aerasi melalui difusi udara dan aerator mekanik.
Proses ini dipakai untuk komunitas yang kecil dan instalasi pengolahan limbah paket.
f. Saluran oksidasi (Oxidation dicth)
Selokan oksidasi terdiri dari saluran berbentuk cincin atau oval, dilengkapi dengan peralatan
aerasi mekanik. Air Iimbah diaerasi dan bersirkulasi dengan kecepatan 0,35 sampai 0,35 m/s.
Proses ini umumnya beroperasi dalam sistem aerasi diperluas dengan waktu tinggal yang lama.
Proses mempunyai efisiensi penurunan BOD sekitar 75 95 %, dengan tipe aliran (plug flow) dan sistem
aerasi menggunakan aerator mekanik model horisontal.
g. SBR (Scquencinc Batch Reactor)
Sequencing Batch Reactor (SBR) merupakan variasi dari proses lumpur aktif dengan sistem operasi fill
and draw. Berbeda dengan sistem pengolahan aliran kontinyu, dalam SBR reaksi metabolisme dan
pemisahan biomassa dilakukan dalam satu tangki. Dalam SBR volume cairan bervariasi tergantung pada
rasio perubahan volume (volumetric exchange ratio), sedangkan dalam aliran kontinyu volume cairan
tetap (Morgenroth dan Wilderer, 1999). Proses lumpur aktif pertama yang dibangun didasarkan pada
konsep SBR, namun hal ini tidak berkembang karena kendala operasional. Kendala utama adalah belum
berkembangnya teknologi kontrol proses dan terjadinya penyumbatan (clogging) pada diffuser aerasi.
Tetapi saat ini SBR kembali populer karena disamping perkembangan teknologi kontrol proses juga
karena SBR sangat fleksibel penerapannya.
Sequencing batch reactor mempunyai lima tahapan atau fase proses yang dilakukan secara beruru tan dan
setelah sampai pada tahap akhir, proses dimulai lagi dari tahap awal sehingga merupakan suatu siklus.
Adapun tahapan dalam proses SBR adalah (Droste, 1997):
1. Pengisian (fill) Pada fase ini air buangan dimasukkan ke dalam reaktor sampai mencapai volume tertentu.
Penentuan volume olahan ini didasarkan atas beberapa hal, yaitu: reaktor sudah penuh, waktu fase
pengisian sudah habis atau bila menggunakan beberapa reaktor sudah ada reaktor yang siap diisi. Beberapa strategi pengisian dapat diterapkan sesuai dengan tujuan pengolahan, yaitu (Bernardes, 1996):
static fill (tidak ada pengadukan atau aerasi), mixed fill (pengadukan tanpa aerasi) dan aerated fill (ada
aerasi).
2. Reaksi (react). Pada fase ini aliran air buangan dihentikan. Reaksi degradasi zat organik yang telah
dimulai pada fase pengisian akan disempurnakan selama fase ini. Berdasarkan konsentrasi oksigen
terlarutnya fase reaksi dibedakan atas mixed react, yaitu reaksi pada konsentrasi oksigen rendah atau
kondisi anaerob dan aerated react, yaitu reaksi pada konsentrasi oksigen tinggi.
3. Pengendapan (settle) Pada fase pengendapan aerasi dihentikan untuk memberikan kesempatan pada
biomassa mengendap. Pengendapan dapat berlangsung lebih sempurna karena kondisinya diam.
4. Pengurasan (draw) Supernatan hasil pengendapan dialirkan keluar menuju pengolahan selanjutnya atau
dibuang. Selama pengurasan diharapkan tidak ada biomassa yang keluar.
5. Tidak beroperasi (idle). Fase ini merupakan fase penantian sebelum reaktor diisi kembali. Hal ini
dilakukan karena belum ada air buangan yang akan diolah. Pada awalnya fase idle merupakan fase pilihan, yaitu bisa ada tetapi juga bisa tidak. Namun yang perlu diperhatikan bahwa fase idle dapat digunakan
untuk stabilisasi biomassa untuk mengembalikan kapasitas akumulasi mikroorganisme (Drtil et al., 1993)
Keunggulan SBR adalah sangat fleksibel dalam pengoperasiannya yang tergantung pada
tujuan pengolahan. Karena itu SBR mampu mengolah berbagai jenis air buangan (Furumai et al., 1999;
Ling dan Lo, 1999). Dalam hal ini perlu diperhatikan apakah SBR untuk menyisihkan karbon atau
nitrogen atau fosfor atau mungkin ketiganya, di sinilah diperlukan strategi operasional SBR.
Waktu siklus SBR adalah jumlah dari semua fase, yaitu (Droste, 1997):
Tc = tf + tr + ts + td + ti
Dimana: tf = Waktu siklus
tr = Waktu pengisian
ts= Waktu reaksi
td= Waktu pengendapan
ti= waktu idle
Waktu tinggal hidrolis ditentukan berdasarkan rasio perubahan volume (Volumtric exchange ratio)
dan waktu siklus (Morgenroth dan Wilderer, 1999)
dimana: V
= volumeyang ditambahkan selama fase pengisian
V0
= volume yang ada sebelum pengisian
Vt
= volume total
Waktu tinggal lumpur dalam SBR diatur dengan pembuangan limpur yang dapat dilakukan
selama fase reaksi, fase pengendapan atau fase pengurasan. Dan perhitungan didasarkan pada jumlah
rata-rata biomassa dalam SRT, yaitu (Droste, 1997):
dimana: c
= konsentrasi rata-rata biomassa dalam reaktor (massa/volume) yang dihitung dengan mengambil ratarata jumlah biomassa yang ada pada awal fase pengisian dibagi volume total reaktor dan konsentrasi
biomassa yang ada dikhir fase reaksi.
(QW)w = jumlah lumpur yang dibuang dari reaktor setiap hari (massa/waktu).
Waktu tinggal lumpur efektif didasarkan pada asumsi bahwa selama fase pengendapan dan
pengurasan mikroorganisme tidak aktif. Maka waktu tinggal sel efektif akan kurang dari c, yaitu
(Morgenroth dan Wildcrcr, 1999) :
TF juga dilengkapi dengan sistem underdrain terbuka sebagai pengumpul filtrat padat dan sebagai sumber
udara bagi mikroorganisme di dalam filter.
Materi organik di dalam air limbah diadsorbsi oleh mikroorganisme (bakteri aerob, anaerob, dan
fakultatif; jamur; alga; dan protozoa) yang terlekat pada media sebagai film bilogis atau lapisan lumpur
(slime layer), tebal kira-kira 0.1-0.2 mm. Jika lapisan menebal (karena pertumbuhan mikroorganisme)
oksigen tidak dapat menembus permukaan media, dan mikroorganisme anaerob berkembang. Jika film
biologis terus tumbuh, mikroorganisme yang berada pada lapisan luar akan kehilangan kemampuan untuk
melekat pada media, dan sebagian lapisan lumpur akan jatuh. Ini dinamakan sloughing dimana padatan
yang terbentuk akan dibawa oleh sistem underdrain.
Dua tipe TF :
1. Single stage: oksidasi karbon dan nitrifikasi di dalam satu unit TF.
2. Two (separate) stage: reduksi BOD karbon (CBOD) terjadi pada pengolahan tahap pertama, dan
nitrifikasi pada tahap kedua.
Kelebihan TF : simple, proses cocok untuk area pengolahan dimana tidak tersedia ruang besar, efektif
dalam mengolah konsentrasi organik tergantung dari media yang digunakan, cocok untuk komunitas
kecil-sedang dan sistem onsite, tingkat kepercayaan kinerja tinggi, mempunyai kemampuan dalam
penanganan dan pemulihan dari shock load, daya tahan elemen proses tinggi, relatif hemat energi, tidak
membutuhkan tenaga ahli. Kekurangan TF: pengolahan tambahan mungkin dibutuhkan untuk
mendapatkan efluen standar yang baik, timbulan lumpur harus diolah dan dibuang, perlu pemeriksan
teratur, relatif tinggi masalah clogging, kurang fleksibel jika dibandingkan dengan activated sludge, dapat
menimbulkan masalah vektor dan bau busuk.
Dibawah ini beberapa masalah yang sering terjadi pada TF beserta penyebab dan cara mengatasinya:
Bau yang tidak enak dari filter
Beban organik berlebih menyebabkan dekomposisi anaerob pada filter mengurangi beban; menaikkan
penyisihan BOD pada unit pengendap pertama; mempertinggi kondisi aerob dengan menambahkan
oksidan kimia; preaerasi, menambah udara pada grit chamber aerasi; membuang off-gas; gunakan media
plastik.
Ventilasi kurang meningkatkan beban hidrolik untuk mencuci pertumbuhan biologis yang berlebih;
menghilangkan puing runtuhan dari saluran efluen, underdrain, dan bagian atas media filter; jangan
menyumbat pipa ventilasi; kurangi beban hidrolik bila underdrain banjir; cek filter flugging.
Ponding pada media filter
Pertumbuhan biologis berlebih kurangi beban organik; tingkatkan beban hidrolik untuk memperbesar
sloughing; gunakan aliran air tekanan tinggi untuk membilas permukaan filter; menjaga sisa klor 1- 2
mg/L pada filter untuk beberapa jam.
Filter flies (Psychoda)
Kadar air pada media filter tidak cukup tingkatkan beban hidrolik; gunakan bukaan orifice di akhir
putaran jari-jari distributor untuk menyiram dinding filter; luapkan filter untuk beberapa jam tiap minggu
saat musim lalat; menjaga sisa klor 1- 2 mg/L pada filter untuk beberapa jam.
Icing
Temperatur air limbah rendah kurangi resirkulasi; gunakan aliran tekanan tinggi untuk menghilangkan
ice dari orifice, nozzle, dan jari-jari distributor; kurangi jumlah filters selama efluen standar dapat
tercapai; kurangi waktu tinggal pada unit pretreatment dan primary treatment.