Anda di halaman 1dari 91

MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN

i. MIKROORGANISM
E
2. Pengertian Mikroorganisme

Menurut Lay dan Hastowo (1992) mikroorganisme atau mikroba

adalah substansi bersel satu yang membentuk koloni atau

kelompok, dimana satu sama lain dalam koloni tersebut saling

berinteraksi. Contoh mikroorganisme adalah bakteri. Dalam

pertumbuhannya, organisme membutuhkan nutrisi, sumber energi

dan karbon. Berdasarkan kebutuhan nutrisinya, bakteri

dikelompokkan menjadi 3, yaitu:

a. Heterotrof, yaitu bakteri yang mengambil karbon dari

sumber karbon organic saja.

b. Autotrof, yaitu bakteri yang menggunakan CO2 dan sebagai

sumber karbon tunggal.

c. Fakultatif autotrof , yaitu bakteri yang menggunakan

senyawa organic maupun CO2 sebagai sumber karbon.


Bakteri memerlukan energi untuk melakukan aktivitasnya.

Berdasarkan sumber energi yang digunakan, bakteri dapat dibedakan

menjadi:

a. Fotoautotrof, yaitu bakteri yang menggunakan cahaya

matahari sebagai sumber energi

b. Kemoautotrof, yaitu bakteri yang menggunakan reaksi kimia

(reaksi reduksi bahan organic) sebagai sumber energi.

Setiap jenis mikroorganisme mempunyai rentang temperatur

tertentu. Temperatur yang paling baik bagi aktivitas mikroorganisme

disebut temperatur optimum. Menurut Tchobanoglous et al., (2003)

berdasarkan temperatur, bakteri dibedakan menjadi 3, yaitu:

a. Psikofilik (oligotermik) , hidup pada temperatur

antara 10-30C dengan temperatur optimum 12-18 C.

b. Mesofilik (Mesotermik) ,yaitu bakteri yang hidup pada

temperatur antara 20-50 C dengan temperatur optimum 25-

40C.

c. Termofilik (politermik), yaitu bakteri yang hidup pada suhu

antara 35-75C, dengan temperatur optimum 55-65 C

3. Pengaruh Lingkungan dan Metabolisme Mikroorganisme


Tchobanoglous et al., (2003) menyatakan bahwa untuk

melangsungkan hidupnya (reproduksi dan pertumbuhan),

mikroorganisme membutuhkan sumber energi, karbon, nutrien

(elemen inorganic) seperti nitrogen, phospor, kalsium dan

magnesium. Mikroorganisme membutuhkan karbon untuk

pertumbuhan selnya dari zat organic (heterotrop) atau CO2

(autotrop)

Faktor lingkungan yang mempengaruhi petumbuhan

mikroorganisme adalah: temperatur dan pH.

pH lingkungan sangat mempengaruhi pertumbuhan

mikroorganisme. Secara umum, pH optimum untuk

pertumbuhan mikroorganisme berkisar antar 6,5 7,5

( Tchobanoglous,2003)

B. MIKROORGANISME PENGURAI AIR LIMBAH

Dalam penanganan air limbah, mikroorganisme merupakan dasar

fungsional untuk sejumlah proses penanganan. Proses penanganan

air limbah secara biologik terdiri dari campuran mikroorganisme

yang mampu memetabolisme limbah organic. Mikroorganisme


yang biasa terdapat pada air dan air limbah digolongkan dalam

empat grup, yaitu :

a. Bakteri

Bakteri merupakan kelompok mikroorganisme terpenting dalam

penanganan air limbah. Bakteri ada yang bersifat patogenik

tetapi ada juga bakteri yang dapat digunakan untuk

menghilangkan bahan organic yang tidak diinginkan dari air

limbah. Bakteri kebanyakan kemoheterotrofik yaitu

menggunakan bahan organic sebagai sumber energi dan karbon.

Sebagian bakteri bersifat fotosintetik yaitu dengan

menggunakan sinar sebagai sumber energi dan karbondioksida

sebagai sumber karbon. Bakteri mempunyai lapisan lendir atau

kapsul. Lapisan lendir ini berfungsi sebagai pengikat partikel-

partikel flok bakteri. Partikel-partikel ini terdiri dari sejumlah

besar sel-sel individu, yang terbentuk dalam proses penanganan

limbah secara biologis, pemisahannya dengan cara sedimentasi

gravitasi. Bakteri terdapat dalam berbagai bentuk, yaitu silinder

atau ovoid (bulat), dengan ukuran beberapa micrometer. Rumus

untuk mewakili sel bakteri adalah C5H7O2N atau


C75H105O30N15P. Karakterisik yang penting dari sebagian bakteri

adalah kemampuannya untuk menggumpal. Flokulasi seperti ini

akan memisahkan padatan mikroba dalam unit pemisahan

padatan dan membantu dalam menghasilkan effluen yang

bermutu baik.

b. Kapang

Kapang adalah mikroorganisme nonfotosintetis, bersel jamak,

aerobik dan bercabang. Kondisi lingkungan akan menentukan

grup organisme apa yang dominan. Kapang akan banyak

terdapat bila limbah mempunyai pH rendah, kadar air rendah,

nitrogen rendah. Komposisi sel kapang dapat dinyatakan secara

empiris dengan C10H17O6N. Kebanyakan kapang akan tumbuh

baik pada pH 4 - 5. Sifat filamen dari kapang membuat

organisme ini kurang diinginkan dalam unit pengolah limbah

secara biologi, karena tidak dapat mengendap dengan baik.


c. Virus

Virus bukan organisme yang sempurna, terbentuk dari lapisan

pelindung protein yang mengelilingi serabut asam nukleat.

Perhatian utama pada virus bila terdapat dalam air adalah

terhadap kesehatan manusia. Sejumlah penyakit yang

disebabkan oleh virus digolongkan berasal dari atau ditularkan

melalui air (waterborne), diantaranya infeksi folio, hepatitis dll.

Aktivitas virus tidak menurun ketika berada pada luar sel inang.

Oleh karena itu pencegahan infeksi oleh virus dalam air

dibutuhkan apakah dengan memisahkan atau membunuhnya.

Proses koagulasi, sedimentasi dapat menghilangkan virus dalam

air sebanyak 99%. Klorin dan Ozon merupakan desinfektan

yang baik untuk virus.


d. Protozoa

Protozoa adalah kelompok organisme yang umumnya bersel

tunggal dan tidak berdinding sel. Kebanyakan protozoa adalah

predator, sering memakan bakteri. Protozoa penting dalam

penanganan limbah karena organisme ini akan memakan

bakteri, sehingga jumlah sel bakteri yang ada tidak berlebihan.

Protozoa akan mengurangi bahan organic yang tidak

dimetabolisme dan membantu menghasilkan efluen yang

bermutu tinggi dan lebih jernih. Masalah kesehatan yang utama

dengan adanya protozoa adalah Disentri amuba. Penyakit ini

disebabkan oleh organisme Entamuba histolytica.

Unit lumpur aktif yang bebas dari protozoa

menghasilkan efluen yang sangat keruh. Kekeruhan ini

sebagian besar disebabkan oleh bakteri yang terdispersi,

sehingga BOD dan padatan yang tidak terendap tinggi.

Penambahan protozoa akan meningkatkan efluen dan

menurunkan jumlah bakteri. Protozoa ditemukan dalam

penanganan anaerobic padatan selokan dan dalam system

penangan limbah hewan. Peranan protozoa dalam system ini

tidak diketahui, tetapi diperkirakan sama seperti pada system


aerobik, yaitu memetabolisme bahan partikulat dan bakteri serta

penjernihan efluen akhir.

e. Ganggang (Algae)

Ganggang adalah organisme autotrof fotosintetik. Komposisi

sel ganggang dapat dinyatakan dengan C106H180O45P. Oleh

karena nutrisi dari jenis ganggang berbeda, maka rumus ini

merupakan rata-rata. Ganggang memperoleh energi dari sinar

matahari. Dan menggunakan bahan anorganik seperti karbon

dioksida, ammonia atau nitrat dan fosfat dalam sintesis sel-sel

tambahan. Dalam fotosintetis akan terbentuk molekul oksigen,

seperti pada persamaan dibawah ini ;

Sinar matahari

CO2 + H2O CH2O + O2

Oksigen dilepaskan dalam lingkungan dan digunakan oleh

bakteri pada waktu metabolisme bahan-bahan organik.


Ganggang memperoleh karbon dioksida dari sumber-sumber

berikut ini, dalam air atau limbah cair :

1. Absorbsi dari udara

2. Respirasi aerobik dan anaerobic dari organisme heterotrofik

3. Alkalinitas bikarbonat

Ketika karbon dioksida dikeluarkan dari air limbah oleh

ganggang yang tumbuh, pH akan naik. Ganggang akan

berkembang hanya bila sinar matahari cukup menembus cairan

dan tidak akan tumbuh baik bila cairan sangat keruh seperti

pada unit lumpur aktif dan lagun teraerasi, dimana sinar

matahari tidak dapat masuk atau bila warna cairan sangat gelap.

Bila tidak ada sinar matahari maka fotosintetis akan terhenti

dan respirasi dari ganggang akan berlangsung dengan cara yang

sama seperti pada bakteri. Dengan demikian ganggang akan

memberikan tambahan oksigen pada unit yang digunakan. Jenis

ganggang yang paling penting dalam penanganan air limbah

dan air adalah ganggang biru-hijau dan ganggang hijau.

f. Ganggang biru-hijau
Contoh Nostoc dan Oskillatoria yang sering menimbulkan

masalah pada danau. Microcytis dan Anabaena menghasilkan

toksin yang dapat menimbulkan penyakit atau kematian pada

burung dan mamalia yang meminum air. Ekskresi ganggang ini

dapat menimbulkan masalah bau dan rasa dalam air. Oksidasi

senyawa-senyawa penyebab bau dengan klorin atau ozon dapat

memperbaiki mutu air, tetapi tambahan penanganan dengan

karbon aktif biasanya diperlukan untuk menghasilkan produk

yang dapat dikonsumsi.

g. Ganggang Hijau

Contoh : Chlorella dan Scenodesmous, biasanya terdapat

sebagai jenis dominan dalam kolam oksidasi limbah.

h. Rotifer

Organisme multiseluler yang dapat memecah makanan padat,

ditemukan dalam system yang mengandung oksigen terlarut

yang sangat stabil setiap waktu. Dapat membantu menghasilkan

efluen yang tidak keruh.


i. Crustacea

Crustacea adalah organisme multiseluler dengan kulit yang

keras. Tumbuh dalam system yang stabil dan menggunakan

organisme yang lebih kecil sebagai sumber makanan utamanya.

Dapat membantu menghasilkan efluen yang jernih dan

merupakan indikasi effluen yang bermutu tinggi dari system

penanganan aerobik.

i. DASAR-DASAR
PENANGANAN BIOLOGIK

Degradasi limbah secara biologik merupakan proses yang

berlangsung secara alamiah. Sistem ini bisa secara aerobik

maupun anaerobic atau fakultatif. Contoh proses penanganan

biologik : kolam oksidasi, lagun aerasi, lagun anaerobic,

digester anaerobic dll. Karena proses yang berlangsung secara

biologik, maka pengertian proses harus berdasarkan pada dasar-

dasar mikrobiologi dan transformasi dalam unit penanganan

limbah secara biologik.


ii. Reaksi Biokimia
Dalam system biologik, mikroorganisme menggunakan limbah

untuk mensintesis bahan seluler baru dan menyediakan energi

untuk sintesis. Secara umum reaksi yang terjadi dapat

digambarkan sbb:

Limbah yang dapat dimetabolisme produk akhir +

mikroorganisme

Bila pertumbuhan terhenti, mikroorganisme mati dan melepaskan

nutrien dari protoplasmanya untuk digunakan oleh sel-sel yang

masih hidup. Reaksinya secara umum sebagai berikut :

Mikroorganisme Produk akhir + mikroorganisme

Dengan adanya bahan organik yang ada di limbah (makanan),

metabolisme mikroba akan berlangsung memproduksi sel-sel baru


dan energi dan padatan mikroba akan meningkat. Bila tidak ada

makanan respirasi akan berlangsung lebih banyak dan akan terjadi

pengurangan padatan mikroba. Residu 20 25 % masa mikroba

akan tertinggal. Bahkan dalam system penanganan biologik akan

terjadi akumulasi padatan dengan laju minimum. Padatan ini harus

dikeluarkan dari instalasi.


PENGOLAHAN LIMBAH SECARA BIOLOGI

Dalam proses pengolahan air limbah khususnya yang

mengandung polutan senyawa organik, teknologi yang digunakan

sebagian besar menggunakan aktivitas mikroorganisme untuk

menguraikan senyawa polutan organik tersebut. Proses pengolahan

air limbah dengan aktifitas mikroorganisme biasa disebut dengan

proses biologis. Proses pengolahan air limbah secara biologis dapat

dilakukan pada kondisi dengan udara (aerobic), kondisi tanpa udara

(anaerobic) atau kombinasi anaerobic dan aerobic. Proses biologis

aerobik biasanya digunakan untuk pengolahan air limbah dengan

beban BOD yang tidak terlalu besar, sedangkan proses biologis

anaerobik digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban

BOD yang sangat tinggi (Said, 2002).

Pengolahan air limbah secara biologis secara garis besar dapat

dibagi menjadi tiga yakni proses biologis dengan biakan

tersuspensi (suspended culture), proses biologis dengan biakan

melekat (attached culture) dan proses pengolahan dengan sistem

lagoon atau kolam.


Proses biologis dengan biakan tersuspensi adalah sistem

pengolahan dengan menggunakan aktivitas mikroorganisme untuk

menguraikan senyawa polutan yang ada dalam air dan

mikroorganisme yang digunakan dibiakkan secara tersuspensi di

dalam suatu reaktor. Beberapa contoh proses pengolahan dengan

sistem ini antara lain : proses lumpur aktif standar/konvensional

(standard activated sludge), step aeration, contact stabilization,

extended aeration, kolam oksidasi sistem parit (oxidation ditch) dan

lainnya. Proses biologis dengan biakan melekat yakni proses

pengolahan limbah dimana mikroorganisme yang digunakan

dibiakkan pada suatu media sehingga mikroorganisme tersebut

melekat pada permukaan media. Proses ini disebut juga dengan

proses film mikrobiologis atau proses biofilm. Beberapa contoh

teknologi pengolahan air limbah dengan cara ini antara lain :

trickling filter, biofilter tercelup, reaktor kontak biologis putar

(rotating biological, RBC), aerasi kontak (contact

aeration/oxidation) dan lainnya. Proses pengolahan air limbah

secara biologis dengan kolam (lagoon) adalah dengan menampung

air limbah pada suatu kolam yang luas dengan waktu tinggal yang

cukup lama sehingga dengan aktifitas mikroorganisme yang tumbuh


secara alami, senyawa polutan yang ada dalam air akan terurai.

Untuk mempercepat proses penguraian senyawa polutan atau

memperpendek waktu tinggal dapat dilakukan proses aerasi. Salah

satu contoh proses pengolahan air limbah dengan cara ini adalah

kolam aerasi atau kolam stabilisasi (stabilization pond). Secara garis

besar klasifikasi proses pengolahan air limbah secara biologis dapat

dilihat pada Gambar 2.7.


Gambar 1. Klasifikasi proses pengolahan air limbah secara biologis

Sumber : Said, 2002

Secara garis besar ada lima grup proses pengolahan yakni

proses aerobic, proses anaerobic, proses kombinasi aerobic dan

anaerobic, dan proses dengan lagoon atau kolam.

Dalam aplikasinya, umumnya digunakan untuk berbagai tujuan

antara lain (Said, 2002) :

1. Untuk menghilangkan senyawa organik yang ada di dalam air

limbah yang biasanya diukur sebagai Biological Oxygen

Demand (BOD), Total karbon organik (TOD), Chemical

Oxygen Demand (COD).

2. Untuk proses nitrifikasi dan denitrifikasi

3. Penghilangan senyawa phospor

4. Untuk stabilisasi air limbah

Tujuan pengolahan biologi untuk air limbah domestik adalah:

1. Mengubah / mengoksidasi partikel biodegradable dan terlarut

menjadi produk yang memenuhi baku mutu

2. Menangkap dan menggabungkan koloid tersuspensi dan koloid

tidak mengendap menjadi flok biologi atau biofilm


3. Mengubah atau menghilangkan nutrien, seperti nitrogen dan

phospor

4. Pada beberapa kasus, dapat menghilangkan unsur dan senyawa

organik spesifik

Untuk limbah industri, tujuannya untuk menghilangkan atau

mengurangi konsentrasi zat organik dan anorganik. Karena beberapa

unsur dan senyawa yang ada dalam limbah industri bersifat toxic

untuk mikroorganisme, pretreatment dapat dilakukan sebelum

limbah industri diolah dalam pengolahan biologi. Pada prinsipnya,

pengolahan biologi digunakan untuk mengolah air limbah secara

biologi yang dapat diklasifikasikan dalam hal fungsi metabolisme

seperti proses aerob, anaerob, anoxic, fakultatif, dan modifikasinya.

Proses biologi yang digunakan untuk mengolah air limbah dapat

dibagi menjadi 2, yaitu sistem biakan tersuspensi dan sistem biakan

melekat (Metcalf&Eddy, 1979).

Tabel 1.

Proses Pengolahan secara Biologis yang Umum Digunakan untuk

Air Limbah

No Jenis Nama yang Umum Penggunaan


Proses
1. Proses

secara Proses Lumpur Aktif Penghilangan

Aerobik - Konvensional/stand BOD,

- Biakan ar nitrifikasi.

tersuspensi - step aeration

(suspende - oxydation ditch

d growth) Suspended Growth Nitrifikasi

Nitrification Penghilangan

Aerated Lagoon BOD,

Aerobic Digestion nitrifikasi

- Konvensional Stabilisasi,

dengan udara penghilangan

BOD

Trickling Filter

- Biakan - Proses kecepatan

melekat rendah Penghilangan

(Attached - Proses kecepatan BOD,

Growth) tinggi nitrifikasi

Reaktor Putar Biologis


2. (RBC)

Biofilter dengan unggun Penghilangan

tetap BOD,

- Kombinasi nitrifikasi

proses Proses lumpur aktif- Penghilangan

3. tersuspensi biofilter, trickling filter- BOD,

dan melekat lumpur aktif nitrifikasi

Proses Penghilangan

Anoxic Suspended Growth BOD,

- Biakan Denitrification nitrifikasi

tersuspensi

Fixed film

- Biakan denitrification

melekat Denitrifikasi

4.

Proses Anaerobik digestion Denitrifikasi

anaerobik - proses satu tahap

- Biakan - proses dua tahap

tersuspensi Anaerobic Sludge


Blanket Up Flow Stabilisasi,

penghilangan

Proses biofilter BOD

anaerobik Stabilisasi,

5. penghilangan

- Biakan BOD

Melekat penghilangan

BOD

Proses satu tahap/banyak

Kombinasi tahap, variasi proses

aerobik, yang sesuai penghilangan

anoxic, BOD,

anaerobik Proses satu tahap/banyak denitrifikasi

- Biakan tahap

melekat

penghilangan

- Kombi Kolam aerobik BOD,

nasi Kolam maturasi phosphor

tersuspensi (stabilisasi) denitrifikasi,


dan Kolam fakultatif nitrifikasi

melekat Kolam anaerobik

penghilangan

Proses BOD,

dengan phosphor

kolam denitrifikasi,

(lagoon) nitrifikasi

penghilangan

BOD

penghilangan

BOD,

nitrifikasi

penghilangan

BOD

penghilangan

BOD,

stabilisasi
(Sumber : Said, 2002)
Mikroorganisme Dalam Pengolahan Biologis

Mikroorganisme biasanya terdapat di air bersih maupun air

limbah karena peran mereka dalam transmisi penyakit dan mereka

adalah agen utama dalam pengolahan biologi (Droste, 1997).

Berdasarkan struktur sel dan fungsinya, mikroorganisme

digolongkan menjadi procaryote dan eucaryote. Kelompok

procaryote yaitu eubacteria, dan archaebacteria adalah kelompok

mikroorganisme yang paling penting dalam pengolahan biologis dan

umumnya cukup disebut sebagai bakteri. Sedangkan kelompok

eucaryote diantaranya jamur, protozoa, rotifier, dan alga juga

merupakan mikroorganisme yang penting dalam pengolahan biologis

(Tchobanoglous, 1991).

Mikroorganisme yang terdapat pada unit pengolahan biologi limbah

cair antara lain :

a. Bakteri

Bakteri adalah mikroorganisme satu sel dimana materi

didifusikan dalam sel dan dikonsumsi sebagai makanan. Jika


makanan dan nutrien berlebih bakteri akan berkembang biak

secara cepat sampai makanan tersebut habis. Bakteri ditemukan

dalam tanah, air dan udara. Bakteri dapat hidup pada kisaran

temperatur, salinitas, konsentrasi oksigen dan keasaman yang luas.

Ukuran sel bakteri 0,53,0 mikron meskipun beberapa ada yang

mencapai 15 mikron (Sundstrom dan Klei, 1979).

b. Fungi

Fungi memegang peran penting dalam menyisihkan materi

organik terlarut. Fungi adalah organisme non-fotosintetik dan

dapat hidup dalam keadaan kelembaban dan pH yang rendah

dimana bakteri tidak dapat hidup. Berdasarkan siklus hidupnya

fungi dapat berupa makhluk satu sel atau multiselular. Ukurannya

5-10 mikrometer dan dapat diidentifikasi menggunakan

mikroskop (Sundstrom dan Klei, 1979).

c. Rotifier

Rotifier adalah mikroorganisme akuatik multiseluler yang

terlihat seperti roda yang berputar sangat cepat ketika mereka

bergerak. Rotifier dapat memakan mikroba terutama bakteri serta

partikulat kecil dari materi organik. Seperti protozoa,

mikroorganisme ini sangat aerob dan lebih sensitif pada kondisi


toksik dibandingkan bakteri Rotifier hanya ditemukan pada

lingkungan lumpur aktif yang sangat stabil (Water Environment

Society, 1987).

d. Protozoa

Protozoa dalam keadaan aerob sebagai indikator yang sempurna

dalam sebuah lingkungan aerobik (meskipun kebanyakan

protozoa dapat bertahan hidup hingga 12 jam dalam

ketidakhadiran oksigen). Protozoa juga bertindak sebagai

indikator lingkungan toksik karena protozoa lebih sensitif

daripada bakteri. Tanda dari operasi yang baik dan sistem yang

stabil adalah adanya perkembangan protozoa yang tinggi dalam

jumlah yang besar di dalam masa biologis (Water Environment

Society, 1987).

e. Alga

Alga merupakan uniseluler dan multiseluler, autotrof, dan

fotosintetik mikroorganisme. Alga dan bakteri dapat bersimbiosis

di dalam sistem pengolahan biologis karena alga dapat

memproduksi oksigen dari proses fotosintesis yang dapat

digunakan oleh bakteri heterotrof untuk pertumbuhannya

(Tchobanoglous, 2003). Alga dapat menaikkan jumlah nutrien


seperti nitrogen dan pospor dan dapat meluap berlebihan sehingga

menyebabkan eutrofikasi (Sundstorm dan Klei, 1979).


Peranan Mikroorganisme Dalam Proses Pengolahan Biologi

Dalam buku Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri yang

diterbitkan oleh BPPT (2002) disebutkan bahwa di alam, senyawa

organik dapat terurai menjadi karbondioksida, air dan sejumlah

senyawa anorganik yang stabil oleh aktivitas mikroorganisme.

Mikroorganisme tersebut tidak berada dalam satu spesies secara

bebas, melainkan dalam bentuk konsorsium atau campuran dari

bermacam-macam spesies tertentu tergantung dari kondisi

lingkungannya, dimana masing-masing mikroorganisme tersebut

bersaing untuk mendapatkan makanan yang sesuai dengan sifat-

sifat organisme tersebut. Oleh karena kemampuan untuk

mendapatkan makanan atau kemampunan metabolisme di

lingkungan bervariasi, maka mikroorganisme yang mempunyai

kemampuan adaptasi dan kemampuan mendapatkan makanan

dalam jumlah besar dengan kecepatan yang maksimum akan

berkembang biak dengan cepat dan akan menjadi dominan di

lingkungannya.
Dalam proses pengolahan air limbah secara biologis, pada

hakekatnya adalah memanfaatkan mikroorganisme untuk

menguraikan senyawa-senyawa polutan tertentu di dalam suatu

reaktor biologis yang kondisinya dibuat agar sesuai untuk

pertumbuhan mikroorganisme yang digunakan. Di dalam

proses pertumbuhan atau perkembangbiakan serta metabolisme,

mikroorganisme harus mempunyai sumber energi dan sumber

karbon, serta nutrien dan faktor pertumbuhan mikroba

(Tchobanoglous, 2003). Sumber karbon yang digunakan oleh

mikroorganisme terutama berasal dari materi organik dan

karbondioksida. Organisme yang menggunakan karbon organik

dalam menyusun jaringan selnya disebut heterotrop. Sedangkan

organisme yang memperoleh sumber karbon dari

karbondioksida dinamakan autotrop. Organisme autotrop

membutuhkan banyak energi untuk sintesis dibandingkan organisme

heterotrop (Tchobanoglous, 2003).

Pengolahan secara biologi dapat berjalan dengan baik jika

pemenuhan nutrisinya tercukupi. Biomassa membutuhkan nitrogen

dan pospor untuk sintesis, metabolisme, dan meremove zat organik

pada proses pengolahan. Selain itu, nutrien juga dibutuhkan untuk


mendapatkan formasi flok yang baik sehingga dapat mengendap

dengan sempurna (Musterman dan Eckenfelder, 1995). Nutrisi

utama yang dibutuhkan oleh mikroorganisme adalah N, S, P, K, Mg,

Ca, Fe, Na. Nutrisi tambahan yang juga penting adalah Zn, Mn, Mo,

Se, Co, Cu, dan Ni. Dalam pengolahan biologi perlu ditambahkan

nutrisi jika sampel air limbah tidak terdapat unsur N dan P yang

cukup (Tchobanoglous, 2003).

Pertumbuhan Bakteri

Kontrol lingkungan yang efektif dalam pengolahan limbah

secara biologis berdasar pada pertumbuhan mikroorganisme. Seperti

yang telah disebutkan sebelumnya bahwa bakteri merupakan

mikroorganisme yang paling dominan maka pertumbuhan bakteri

lebih diperhatikan. Pertumbuhan bakteri terjadi dalam beberapa fase

seperti yang terlihat dalam Gambar 2.


ANGKA LOGARITMA SEL
FASE
STASIONER
FASE
FASE KEMATIAN
PERTUMBUHAN
LOG

FASE
LAG

WAKTU

Gambar 2. Kurva Pertumbuhan Bakteri

Sumber : Tchobanoglous, 2003

Pada permulaan bakteri akan membutuhkan waktu untuk

menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang baru sehingga

pertumbuhan bakteri agak lambat, keadaan ini disebut lag phase.

Pada fase pertumbuhan logaritma (loggrowth phase), kecepatan

pembelahan sel maksimum dan pertumbuhan bakteri terus

meningkat sehingga terjadi penurunan jumlah makanan. Setelah

makanan habis dan kematian bakteri meningkat, maka akan tercapai

keadaan dimana jumlah bakteri yang mati dan bakteri yang tumbuh

seimbang, keadaan ini dikenal sebagai fase stasioner (stasionary

phase). Setelah makanan habis, jumlah kematian akan lebih besar


dari jumlah pertumbuhan, keadaan ini disebut fase kematian

logaritma (logdeath phase) (Tchobanoglous, 2003).

Proses Pengolahan Limbah Secara Biologi dengan Biakan

Melekat

Proses biologis dengan biakan melekat yakni proses pengolahan

limbah dimana mikroorganisme yang digunakan dibiakkan pada

suatu media sehingga mikroorganisme tersebut melekat pada

permukaan media. Proses ini disebut juga dengan proses film

mikrobiologis atau proses biofilm (Said, 2002). Sistem pengolahan

limbah dengan biakan melekat adalah sistem yang menggunakan

reaktor dimana air limbah dikontakkan dengan film mikrobiologis

yang dilekatkan pada permukaan media. Lebih lanjut dijelaskan, luas

permukaan untuk pertumbuhan biofilm ditempatkan pada poros

media reaktor. Adanya media sintetis dengan porositas tinggi dan

ketahanan rendah memungkinkan media tersusun secara vertikal

pada ketinggian tertentu (Peavy, 1985). Pada proses biakan melekat,

mikroorganisme bertanggung jawab untuk mengubah materi organik

atau nutrien dengan cara melekat pada packing material inert. Proses
biakan melekat dapat dioperasikan pada proses aerob dan anaerob

(Metcalf&Eddy, 1991).

Klasifikasi Proses Pengolahan Limbah dengan Biakan Melekat

Proses pengolahan air limbah dengan biakan melekat atau

sistem biofilm dapat dilakukan secara aerobik, anaerobik, atau

gabungan proses anaerob-aerob. Proses aerobik dilakukan dengan

kondisi adanya oksigen terlarut di dalam reaktor air limbah, dan

proses anaerobik dilakukan dengan tanpa adanya oksigen dalam

reaktor air limbah. Sedangkan proses kombinasi anaerob-aerob

adalah merupakan gabungan proses anaerobik dan proses aerobik.

Proses ini biasanya digunakan untuk menghilangkan kandungan

nitrogen di dalam air limbah. Pada kondisi aerobik terjadi proses

nitrifikasi yakni nitrogen ammonium diubah menjadi nitrat (NH 4+

---> NO3 ) dan pada kondisi anaerobik terjadi proses denitrifikasi

yakni nitrat yang terbentuk diubah menjadi gas nitrogen (NO 3

-->N2 ) (Said, 2002).


Gambar 3. Klasifikasi pengolahan airlimbah dengan proses biakan

melekat (biofilm)

Sumber : Said, 2002


Proses Biakan Melekat Tidak Tercelup (Nonsubmerged Attached

Growth Processes)

Trickling filter adalah contoh reaktor biologi nonsubmerged

fixed film yang menggunakan unggun media batu pecah atau bahan

plastik pada pengolahan air limbah yang dialirkan secara kontinyu

(Metcalf&Eddy, 1991). Pengolahan terjadi pada saat air limbah

mengalir di seluruh biofilm yang terlekat, dengan cara demikian

maka pada permukaan media akan tumbuh lapisan biofilm yang

akan menguraikan senyawa polutan yang ada di dalam air limbah

(Idaman Said, 2002). Kemudian pada tahun 1960, desain yang

digunakan berkembang menjadi reaktor biologi berputar (Rotating

Biological Contactor) yang merupakan alternatif proses biakan

melekat yang berisi piringan tipis yang terbuat dari bahan polimer

ringan yang disusun berjajar pada suatu poros sehingga membentuk

suatu modul yang dapat diputar. Piringan tipis tersebut ada yang

sebagian terendam air dan sebagian tidak terendam (Herlambang,

2002). Trickling filter dan RBC digunakan pada proses biakan


melekat secara aerobik yang berfungsi untuk menghilangkan BOD

dan proses nitrifikasi (Metcalf&Eddy, 1991). Gambar proses

pengolahan air limbah dengan trickling filter dapat dilihat pada

Gambar 4. sedangkan gambar proses pengolahan limbah dengan

RBC dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 4. Proses Pengolahan Air Limbah dengan Trickling Filter

Sumber : Idaman Said, 2002


Gambar 5. Proses Pengolahan Air Limbah dengan RBC

Sumber : Idaman Said, 2002

Proses Biakan Tersuspensi dengan Fixed Film Packing

Proses ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas efluen pada

proses lumpur aktif bila pada bak aerasi mengandung konsentrasi

biomassa yang besar sehingga dapat mengurangi ukuran bak

pengolahan (Metcalf&Eddy, 1991). Keuntungan proses biakan

tersuspensi dengan fixed film packing dibandingkan proses lumpur

aktif adalah dapat meningkatkan kapasitas pengolahan, mengurangi


produksi lumpur, biaya operasi dan pemeliharaan kecil, mengurangi

solid loading pada bak pengendapan kedua, stabilitas proses lebih

besar (Metcalf&Eddy, 1991). Proses pengolahan air limbah dengan

proses biakan tersuspensi dengan fixed film packing dapat dilihat

pada Gambar 6.

Gambar 6. Proses Pengolahan Air Limbah dengan Proses Biakan

Tersuspensi

dengan Fixed Film Packing

Sumber : Metcalf&Eddy, 1991

Proses Biakan Melekat Tercelup secara Aerob (Submerged

Attached Growth Processes)


Proses submerged fixed film secara aerobik terdiri dari 3 fase,

yaitu ; packing, biofilm dan liquid. Oksigen disuplai dengan cara

diffused aerasi ke dalam packing atau dengan cara dilarutkan ke

dalam influen air limbah. Proses fixed film secara aerobik

diantaranya adalah downflow packed bed reaktor, upflow packed bed

reaktor, upflow fluidized bed reaktor. Tipe dan ukuran packing

adalah faktor utama yang mempengaruhi karakteristik operasi proses

biakan melekat tercelup (submerged). Perbedaan desainnya terdapat

pada susunan packing, distribusi aliran inlet dan outlet. Sistem fixed

film mempunyai HRT kurang dari 1 1,5 jam, tergantung dari

volume reaktor (Metcalf&Eddy, 1991). Gambar proses submerged

fixed film secara aerobik dapat dilihat pada Gambar 6, 7. dan 8.

Gambar 6. Downflow Packed Bed Reactor

Sumber : Metcalf&Eddy, 1991


Gambar 7. Upflow Packed Bed Reactor

Sumber : Metcalf&Eddy, 1991

Gambar

8.

Upflow

Fluidized Bed Reactor

Sumber : Herlambang, 2002


Mekanisme Terbentuknya Biofilm

Biofilm adalah suatu istilah yang digunakan untuk

menggambarkan suatu lingkungan kehidupan dari sekelompok

mikroorganisme yang melekat pada suatu permukaan media dalam

lingkungan perairan. Hal ini menjadi mikrolingkungan yang unik

dimana mikroorganisme dalam biofilm berbeda secara struktural

maupun fungsional dengan yang hidup bebas (planktonik). Bentuk

kehidupan yang dominan dari mikroba di alam adalah dalam bentuk

biofilm (lebih dari 90%). Selain itu biofilm mempunyai keunggulan

dibandingkan sel planktonik dimana dia lebih tahan terhadap bahan

antimikroba, temperatur, dan pH (Jamilah, 2003). Biofilm terdiri

dari sel-sel mikroorganisme yang melekat erat pada suatu

permukaan media sehingga berada dalam keadaan diam, tidak

mudah lepas atau berpindah tempat (irreversible). Pelekatan ini

disertai oleh penumpukan bahan-bahan organik yang diselubungi

oleh matrik polimer ekstraseluller yang dihasilkan oleh bakteri

tersebut. Matrik ini berupa struktur benang-benang bersilang


sebagai alat perekat bagi biofilm. Biofilm terbentuk secara cepat

dalam sistem yang mengalir dimana suplai nutrisi tersedia secara

teratur bagi bakteri. Pertumbuhan bakteri secara ekstensif disertai

oleh sejumlah besar polimer ekstraseluller, menyebabkan

pembentukan lapisan berlendir (biofilm) yang dapat dilihat dengan

mata telanjang. Bakteri di habitat alamiah dapat hidup dalam

keadaan diam dimana dia melekat pada suatu permukaan media

membentuk biofilm dan berfungsi sebagai komunitas yang

bekerjasama dengan erat.

Beberapa sel pada populasi yang berbeda dari bakteri

planktonik menempel pada berbagai macam permukaan. Pada

sistem mengalir, bakteri yang melekat memperoleh sumber nutrien

yang kontinyu. Setelah melekat ke permukaan, tumbuh menjadi

ukuran yang normal kemudian memulai reproduksi sel. Pelekatan

kontinyu dan pertumbuhan mendukung pembentukan biofilm.

Biofilm terbentuk karena adanya interaksi antara bakteri dan

permukaan yang ditempeli. Interaksi ini terjadi dengan adanya

faktor-faktor yang meliputi kelembaban permukaan, makanan yang

tersedia, pembentukan matrik ekstraseluller yang terdiri dari

polisakarida, faktor-faktor fisik-kimia seperti interaksi muatan


permukaan dan bakteri, ikatan ion, ikatan Van Der Waals, pH dan

tegangan permukaan. Dengan kata lain terbentuknya biofilm karena

adanya daya tarik antara kedua permukaan (fisik-kimia) dan adanya

alat yang menjembatani pelekatan (matrik eksopolisakarida).

Biofilm adalah suatu bentuk mekanisme pertahanan sel.

Biofilm juga lebih resisten dibandingkan dengan sel planktonik

terhadap agen antibakteri. Extraceluller Polymer Subtances (EPS)

sangat penting bagi kehidupan biofilm. Dia dapat menyediakan

makanan bagi biofilm dan membantu dalam agregasi dan pelekatan

dengan permukaan. Dalam lingkungan alami, bakteri dalam biofilm

memiliki kemampuan untuk memurnikan, menguraikan senyawa

organik dan mengubah senyawa anorganik. Dengan demikian

biofilm mempunyai peranan yang penting dalam mengurangi

akumulasi polutan. Hal ini telah digunakan dalam mengolah air

limbah seperti trickling filter dan fluidized bed reactor. Komunitas

campuran mikroba tersebut memecah senyawa kimia dalam rentang

yang luas yang ada pada air limbah.

Agar terjadi proses mineralisasi di dalam biofilm, substrat

organik harus dapat terdifusi ke dalam biofilm, jika tidak substrat

organik tersebut akan terbawa aliran kembali. Hanya bahan organik


yang benar-benar terlarut yang dapat terdifusi ke dalam biofilm

yang dapat mengalami proses mineralisasi dalam biofilm. Bahan

terlarut dapat mengandung unsur yang tidak dapat terdifusi, baik

dalam bentuk partikulat maupun koloidal (Herlambang, 2002). Atas

dasar ini proses pengolahan limbah dengan biofilter harus

dilengkapi dengan pengolahan pendahuluan, sehingga efisiensi

biofilter akan lebih tinggi. Aliran air baku juga diatur jangan terlalu

cepat karena akan mengerosi permukaan biofilm dan menghambat

proses difusi.

Prinsip Pengolahan Air Limbah Dengan Sistem Biakan Melekat

Mekanisme proses metabolisme di dalam sistem biofilm secara

aerobik dapat dilihat pada Gambar 9. Pada Gambar 9. menunjukkan

suatu sistem biofilm yang terdiri dari media penyangga/media

biofilter, lapisan biofilm yang melekat pada media, lapisan air

limbah dan lapisan udara yang terletak diluar. Senyawa polutan yang

ada di dalam air limbah misalnya senyawa organik (BOD, COD),

ammonia, phospor dan lainnya akan terdifusi ke dalam lapisan atau

film biologis yang melekat pada permukaan media. Pada saat yang
bersamaan dengan menggunakan oksigen yang terlarut di dalam air

limbah senyawa polutan tersebut akan diuraikan oleh

mikroorganisme yang ada di dalam lapisan biofilm dan energi yang

dihasilkan akan diubah menjadi biomassa. Jika lapisan

mikrobiologis cukup tebal, maka pada bagian luar lapisan

mikrobiologis akan berada dalam kondisi aerobik sedangkan pada

bagian dalam biofilm yang melekat pada media akan berada dalam

kondisi anaerobik. Pada kondisi anaerobik akan terbentuk gas H 2S,

dan jika konsentrasi oksigen terlarut cukup besar maka gas H 2S yang

terbentuk akan diubah menjadi sulfat (SO 4 ) oleh bakteri sulfat yang

ada di dalam biofilm. Selain itu pada zona aerobik nitrogen

ammonium akan diubah menjadi nitrit dan nitrat dan selanjutnya

pada zona anaerobik nitrat yang terbentuk mengalami proses

denitrifikasi menjadi gas nitrogen. Oleh karena di dalam sistem

bioflim terjadi kondisi anaerobik dan aerobik pada saat yang

bersamaan maka dengan sistem tersebut proses penghilangan

senyawa nitrogen ammonia menjadi lebih mudah. Hal ini dapat

dilihat pada Gambar 10.


Gambar 9. Mekanisme proses metabolisme di dalam sistem biofilm

Sumber : Said, 2002


Gambar 10. Mekanisme penghilangan Ammonia di dalam sistem

biofilm

Sumber : Said, 2002

Dalam pengolahan air limbah, proses biofilm mempunyai beberapa

kemampuan antara lain dapat mengubah ammonia menjadi nitrit dan

selanjutnya menjadi nitrat dan akhirnya menjadi gas nitrogen,

menghilangkan polutan organik (BOD, COD), menghilangkan

kelebihan nitrogen dan gas inert lainnya, menghilangkan kekeruhan

dan menjernihkan air, serta dapat menghilangkan bermacam-macam

senyawa organik. Pada umumnya proses biofilm dirancang untuk

mengubah dan menghilangkan polutan organik dan senyawa

ammonia (Said, 2002). Sedangkan Menurut Homme, et al (1990)

mengatakan bahwa biofilm akan mengurangi produksi lumpur

karena beban massa yang lebih rendah. Umur lumpur yang lebih

lama akan memungkinkan proses oksidasi ammonia tetap

berlangsung dalam populasi mikroba campuran, selama rasio

makanan dan mikroba tercukupi. Chio, et al (2001) menyatakan

bahwa biofilter tercelup efektif dalam menghilangkan bahan organik

dan nitrogen total. Ada perbedaan karakteristik antara up flow


biofilter dan down flow biofilter. Pada up flow biofilter penghilangan

COD terjadi pada zona 0 20 cm diatas biofilter, tetapi pada down

flow biofilter terjadi pada zona tercelup. Proses nitrifikasi tergantung

pada waktu tinggal hidrolis dan residual COD. Pada down flow

biofilter, efisiensi nitrifikasi meningkat sejalan dengan

meningkatnya waktu tinggal hidrolis. Pertumbuhan bakteri nitrit

mempunyai kecenderungan menempati zona yang lebih tinggi dalam

down flow biofilter, khususnya pada waktu tinggal hidrolis yang

lama.

Metabolisme zat organik secara biologi pada sistem biakan

melekat hampir sama dengan sistem biakan tersuspensi.

Perbedaannya hanya pada karakteristik reaktor. Organisme biologi

yang menempel pada permukaan media pada dasarnya berasal dari

kelompok yang sama dengan sistem biakan tersuspensi. Yang

dominan adalah organisme heterotropik dan bakteri fakultatif. Jamur

dan protozoa juga banyak ditemui, sedangkan alga berada dekat

dengan permukaan yang ada cahayanya. Juga banyak dijumpai

binatang seperti rotifier, cacing lumpur, larva serangga, siput, dan

lain-lain. Organisme nitrifikasi juga ada pada saat keberadaan

karbon pada air limbah rendah. Hasil identifikasi mikroorganisme


yang terdapat pada biofilter tercelup menunjukkan bahwa bakteri

yang berperan dalam menguraikan zat organik antara lain adalah

Bacillus subtilus, Escherichia Coli, Clostridium tetani, Proteus

vulgaris, Nitrobacter dan Nitrosomonas (Said dan Hidayati, 2000).

Organisme melekat pada media dan tumbuh tebal sebagai film. Air

limbah melewati lembaran tipis film dan zat organik akan terlarut

pada biofilm yang disebabkan gradien konsentrasi dalam film.

Partikel tersuspensi dan koloid ditahan pada permukaan yang

lembab dan panas kemudian didegradasi ke dalam produk yang

dapat larut. Oksigen yang terkandung dalam air limbah dan udara

pada ruang rongga media menyediakan oksigen untuk reaksi aerob

pada permukaan biofilm. Produk limbah dari proses metabolisme

terdifusi keluar dan terbawa oleh air atau aliran udara kemudian

berpindah melalui rongga pada medium. Pertumbuhan biofilm

terbatas pada satu daerah, yaitu diluar permukaan padatan. Film

tumbuh ditengah-tengah, gradien konsentrasi oksigen dan makanan

meningkat. Akhirnya, metabolisme anaerobik dan endogeneous

terjadi pada permukaan media biofilm. Mekanisme perlekatan

menjadi lemah dan film terlepas, proses ini dinamakan sloughing

(Peavy, 1985).
2.4.1 Keunggulan dan Kelemahan Proses Biakan Melekat

(Biofilm)

Pengolahan air limbah dengan proses biofilm mempunyai

beberapa keunggulan antara lain :

1. Pengoperasiannya mudah

Di dalam proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilm,

pengelolaannya sangat mudah karena tanpa dilakukan kontrol MLSS

(Said, 2002).

2. Lumpur yang dihasilkan sedikit

Dibandingkan dengan proses lumpur aktif, lumpur yang

dihasilkan pada proses biofilm relatif lebih kecil. Di dalam proses

lumpur aktif antara 3060% dari BOD yang dihilangkan (removal

BOD) diubah menjadi lumpur aktif (biomassa) sedangkan pada

proses biofilm hanya sekitar 10-30%. Hal ini disebabkan karena

pada proses biofilm rantai makanan lebih panjang dan melibatkan

aktifitas mikroorganisme dengan orde yang lebih tinggi

dibandingkan pada proses lumpur aktif (Said, 2002).


3. Dapat digunakan untuk pengolahan air limbah dengan konsentrasi

rendah maupun konsentrasi tinggi.

Oleh karena di dalam proses pengolahan air limbah dengan sistem

biofilm mikroorganisme atau mikroba melekat pada permukaan

media penyangga maka pengontrolan terhadap mikroorganisme atau

mikroba lebih mudah. Proses biofilm tersebut cocok digunakan

untuk mengolah air limbah dengan konsentrasi rendah maupun

konsentrasi tinggi (Said, 2002).

4. Tahan terhadap fluktuasi jumlah air limbah maupun fluktuasi

konsentrasi.

Dalam proses biofilter mikroorganisme melekat pada permukaan

unggun media, akibatnya konsentrasi biomassa mikroorganisme per

satuan volume relatif besar sehingga relatif tahan terhadap fluktuasi

beban organik maupun fluktuasi beban hidrolik (Said, 2002).

5. Pengaruh penurunan suhu terhadap efisiensi pengolahan kecil.

Jika suhu air limbah turun maka aktifitas mikroorganisme juga

berkurang, tetapi oleh karena di dalam proses biofilm substrat

maupun enzim dapat terdifusi sampai ke bagian dalam lapisan

biofilm dan juga lapisan biofilm bertambah tebal maka pengaruh

penurunan suhu (suhu rendah) tidak begitu besar (Said, 2002).


2. Memerlukan lahan sedikit

3. Estetis

4. Tidak ada masalah pada pengendapan lumpur

5. Kemampuan pengolahannya lebih efektif (Metcalf&Eddy,

1991).

Sedangkan kelemahan proses biakan melekat (biofilm), antara lain

(Metcalf&Eddy, 1991):

1. Menimbulkan bau

2. Padatan hasil sloughing tidak dapat dikontrol

3. Biayanya lebih besar dibanding pengolahan dengan lumpur

aktif

2.4.2 Kriteria Media Proses Biofilm

Media penyangga merupakan bagian yang terpenting dari

biofilm, oleh karena itu pemilihan media harus dilakukan dengan

seksama disesuaikan dengan kondisi proses serta jenis air limbah

yang akan diolah. Packing material yang digunakan pada proses

biakan melekat diantaranya kerikil, batu, pasir, plastik, dan material

sintetis lainnya. Packing tersebut dapat tercelup atau tidak tercelup


dengan udara yang terletak di atas lapisan biofilm (Metcalf&Eddy,

1991). Di dalam prakteknya ada beberapa kriteria media biofilm

yang perlu diperhatikan antara lain yaitu :

1. Mempunyai luas permukaan spesifik besar

Luas permukaan spesifik adalah ukuran seberapa besar luas area

yang aktif secara biologis tiap satuan volume media. Satuan

pengukuran adalah meter persegi per meter kubik media. Luas

permukaan spesifik sangat bervariasi namun secara umum sebagian

besar media biofilm mempunyai nilai antara 30 sampai dengan 250

sq.ft/cu,ft atau 100 hingga 820 m2/m3. Satu hal yang penting adalah

membedakan antara total luas permukaan teoritis dengan luas

permukaan yang tersedia sebagai substrat untuk pertumbuhan

mikroorganisme. Luas permukaan yang terdapat pada pori-pori yang

halus tidak selalu dapat membuat mikroorganisme hidup. Pada saat

biofilm sudah stabil/matang, biomassa bakteri akan bertambah

secara stabil dan lapisan bakteri yang menutupi permukaan media

menjadi tebal. Selama organisme yang berada pada bagian dalam

lapisan hanya mendapat makanan dan oksigen secara difusi, maka

bakteri ini memperoleh makanan dan oksigen semakin lama semakin

sedikit sejalan dengan bertambah tebalnya lapisan. Secara umum


hanya bakteri yang berada dilapisan paling luar yang bekerja secara

maksimal. Apabila lapisan bakteri sudah cukup tebal, maka bagian

dalam lapisan menjadi anaerobik. Jika hal ini terjadi, lapisan akan

kehilangan gaya adhesi terhadap substrat dan kemudian lepas.

Apabila bakteri yang mati terdapat dalam celah kecil, maka tidak

dapat lepas dan tetap berada dalam biofilter. Hal ini akan menambah

beban organik (BOD) dan ammonia dalam proses biofilm (Said,

2002).

Luas permukaan total yang tersedia untuk pertumbuhan bakteri

merupakan indikator dari kapasitas biofilter untuk menghilangkan

polutan. Luas permukaan spesifik merupakan variabel penting yang

mempengaruhi biaya reaktor biofilter dan mekanisme penunjangnya.

Apabila media tertentu A mempunyai luas permukaan per unit

volume dua kali lipat dari media B, maka media B memerlukan

volume reaktor dua kali lebih besar untuk dapat melakukan tugas

yang sama yang dilakukan media A. Ditinjau dari sudut ekonomi

maka lebih baik menggunakan reaktor yang lebih kecil. Jadi secara

umum makin besar luas permukaan per satuan volume media maka

jumlah mikroorganisme yang tumbuh dan menempel pada

permukaan media makin banyak sehingga efisiensi pengolahan


menjadi lebih besar, selain itu volume reaktor yang diperlukan

menjadi lebih kecil sehingga biaya reaktor juga lebih kecil (Said,

2002).

2. Mempunyai Fraksi Volume Rongga Tinggi

Fraksi volume rongga adalah persentase ruang atau volume

terbuka dalam media. Dengan kata lain, fraksi volume rongga adalah

ruang yang tidak tertutup oleh media itu sendiri. Fraksi volume

rongga bervariasi dari 15 % sampai 98 %. Fraksi volume rongga

tinggi akan membuat aliran air bebas tidak terhalang oleh udara dan

air. Untuk biofilter dengan kapasitas yang besar umumnya

menggunakan media dengan fraksi volume rongga yang besar yakni

90 % atau lebih (Said, 2002).

3. Diameter Celah Bebas Besar (Large free passage diameter)

Cara terbaik untuk menjelaskan pengertian diameter celah bebas

adalah dengan membayangkan suatu kelereng atau bola yang

dijatuhkan melalui media. Ukuran bola yang paling besar yang dapat

melewati media adalah diameter celah bebas (Said, 2002).

4. Tahan terhadap Penyumbatan

Parameter ini sangat penting namun sulit untuk diangkakan.

Penyumbatan pada biofilter dapat terjadi melalui perangkap


mekanikal dari partikel dengan cara sama dengan filter atau saringan

padatan lainnya bekerja. Penyumbatan dapat juga disebabkan oleh

pertumbuhan biomassa dan menjembatani ruangan dalam media.

Kecenderungan penyumbatan untuk berbagai macam media dapat

diperkirakan atau dibandingkan dengan melihat fraksi rongga dan

diameter celah bebas. Diameter celah bebas merupakan variabel

yang lebih penting. Penyumbatan merupakan masalah yang serius

pada sistem biofilter. Masalah yang paling ringan adalah masalah

pemeliharaan yang terus menerus, dan yang paling buruk adalah

hancurnya kemampuan filter untuk bekerja sesuai dengan desain.

Penyebab lain penyumbatan adalah ketidakseragaman volume

rongga dari media. Apabila sebagian dari unggun media mempunyai

volume rongga yang lebih kecil dari yang lainnya maka dapat

menyebabkan terjadinya penyumbatan sebagian di dalam unggun

media. Unggun media yang lebih padat terjadi penyumbatan dan

sebagian unggun media yang lainnya terdapat celah yang dapat

mengalirkan aliran air limbah. Hal ini dapat menurunkan kinerja

biofilter. Oleh karena itu di dalam pemilihan jenis media biasanya

dipilih media yang mempunyai luas permukaan spesifik yang besar

serta mempunyai fraksi volume rongga yang besar. Dengan


demikian jumlah mikroba yang dapat tumbuh menempel pada

permukaan media cukup besar sehingga efisiensi biofilter juga

menjadi lebih besar. Selain itu, karena fraksi volume rongga media

besar maka sistem biofilter menjadi tahan terhadap penyumbatan.

Media yang digunakan untuk biofilter juga harus mudah diangkat,

dibersihkan dan dapat diganti dengan usaha dan tenaga kerja yang

minimal. Pilihan lain adalah media yang dapat diangkat sebagian.

Sebagian kecil media dapat diangkat dan diganti dengan media yang

baru, sementara itu bagian yang tersumbat dibersihkan. Apabila

hanya sebagian kecil dari seluruh sistem yang diangkat, pengaruhnya

terhadap sistem biofilter akan sangat kecil (Said, 2002).

5. Dibuat dari bahan inert

Kayu, kertas atau bahan lain yang dapat terurai secara biologis

tidak cocok digunakan untuk bahan media biofilter. Demikian juga

bahan logam seperti besi, aluminium atau tembaga tidak sesuai

karena berkarat sehingga dapat menghambat pertumbuhan

mikroorganisme. Media biofilter yang dijual secara komersil

umumnya terbuat dari bahan yang tidak korosif, tahan terhadap

pembusukan dan perusakan secara kimia. Namun demikian beberapa

media dari plastik dapat dipengaruhi oleh radiasi ultraviolet. Plastik


yang tidak terlindung sehingga terpapar oleh matahari akan segera

menjadi rapuh. Masalah ini dapat diatasi dengan menggunakan

penghalang UV yang dapat disatukan dengan plastik pelindung UV

(Said, 2002).

6. Harga per unit luas permukaannya murah

Seperti telah diterangkan di atas, media biofilter pada hakekatnya

adalah jumlah luas permukaan yang menyediakan tempat untuk

bakteri berkembang biak. Oleh karena itu untuk media biofilter

sedapat mungkin dipilih jenis media yang mempunyai harga per unit

satuan permukaan atau per unit satuan volume yang lebih murah

(Said, 2002).

7. Mempunyai kekuatan mekanik yang baik

Salah satu syarat media biofilter yang baik adalah mempunyai

kekuatan mekanik yang baik. Untuk biofilter yang berukuran besar

sangat penting apabila media mampu menyangga satu atau dua

orang pekerja. Disamping untuk mendukung keperluan

pemeliharaan, media dengan kekuatan mekanik yang baik berarti

mempunyai stabilitas bentuk baik, mengurangi keperluan penyangga

bejana atau reaktor dan lebih tahan lama (Said, 2002).


8. Ringan

Ukuran berat media dapat mempengaruhi biaya bagian lain dari

sistem. Semakin berat media akan memerlukan penyangga dan

bejana atau reaktor yang lebih kuat dan lebih mahal. Apabila media

dari seluruh biofilter harus dipindahkan maka akan lebih baik jika

medianya ringan. Secara umum, makin ringan media biofilter yang

digunakan maka biaya konstruksi reaktor menjadi lebih rendah

(Said, 2002).

9. Fleksibilitas

Karena ukuran dan bentuk reaktor biofilter dapat bermacam-

macam, maka media yang digunakan harus dapat masuk kedalam

reaktor dengan mudah, serta dapat disesuaikan dengan bentuk

reaktor (Said, 2002).

10. Pemeliharaan mudah

Media biofilter yang baik pemeliharaannya harus mudah atau

tidak perlu pemeliharaan sama sekali. Apabila diperlukan

pemeliharaan sehubungan dengan penyumbatan maka media harus

mudah dipindahkan dengan kebutuhan pegawai yang sedikit (Said,

2002).
11. Kebutuhan energi kecil

Proses biofilter mengkonsumsi energi secara tidak langsung,

namun secara keseluruhan diperlukan pompa untuk mengalirkan air.

Energi diperlukan juga untuk mensuplai oksigen kepada bakteri.

Sejalan dengan semakin canggihnya teknologi biofilter maka biaya

energi merupakan salah satu faktor utama dari keseluruhan

perhitungan keuntungan (Said, 2002).

12. Reduksi Cahaya

Bakteri nitrifikasi sensitif terhadap cahaya. Oleh karena itu,

biofilter yang digunakan untuk penghilangan senyawa nitrogen

(nitrifikasi) maka media yang digunakan sebaiknya berwarna gelap

dan bentuknya harus dapat menghalangi cahaya masuk ke dalam

media (Said, 2002).

13. Sifat Kebasahan (wetability)

Agar bakteri atau mikroorganisme dapat menempel dan

berkembang biak pada permukaan media, maka permukaan media

harus bersifat suka dengan air (hidrophilic). Permukaan yang

berminyak, permukaan yang bersifat seperti lilin atau permukaan

licin bersifat tidak suka air (hidrophobic) tidak baik sebagai media

biofilter (Said, 2002).


Media biofilter yang ideal adalah media yang harganya murah

namun memberikan solusi bagi pemenuhan kebutuhan proses

biofilter. Hal ini karena :

a. Diperoleh luas permukaan yang besar dengan harga yang

murah.

b. Diperoleh biaya konstruksi reaktor yang lebih rendah karena

luas permukaan spesifik tinggi, ringan, kekuatan mekanikal

baik dan kemampuan menyesuaikan dengan bentuk reaktor

baik.

c. Biaya pemeliharaan rendah karena tidak ada penyumbatan.

d. Biaya pompa dan energi lain rendah karena desainnya fleksibel.

2.4.3 Jenis Media

Media biofilter yang digunakan secara umum dapat berupa

bahan material organik atau bahan material anorganik. Untuk media

biofilter dari bahan organik misalnya dalam bentuk tali, jaring,

butiran tak teratur (random packing), papan (plate), sarang tawon

dan lain-lain. Sedangkan untuk media dari bahan anorganik misalnya

batu pecah (split), kerikil, batu marmer, batu tembikar, batu bara
(kokas). Biasanya untuk media biofilter dari bahan anorganik,

semakin kecil diameternya luas permukaannya semakin besar,

sehingga jumlah mikroorganisme yang dapat dibiakkan juga menjadi

besar, tetapi volume rongga menjadi lebih kecil. Jika sistem aliran

dilakukan dari atas ke bawah (down flow) maka sedikit banyak

terjadi efek filtrasi sehingga terjadi proses penumpukan lumpur

organik pada bagian atas media yang dapat mengakibatkan

penyumbatan. Oleh karena itu perlu proses pencucian secukupnya.

Jika terjadi penyumbatan maka dapat terjadi aliran singkat (short

pass) dan juga terjadi penurunan jumlah aliran sehingga kapasitas

pengolahan dapat menurun secara drastis (Said, 2002).

Untuk media biofilter dari bahan organik banyak yang dibuat

dengan cara dicetak dari bahan tahan karat dan ringan misalnya

PVC, dengan luas permukaan spesifik yang besar dan volume

rongga (porositas) yang besar, sehingga dapat melekatkan

mikroorganisme dalam jumlah yang besar dengan resiko kebuntuan

yang sangat kecil. Dengan demikian memungkinkan untuk

pengolahan air limbah dengan beban konsentrasi yang tinggi serta

efisiensi pengolahan yang cukup besar. Beberapa contoh


perbandingan luas permukaan spesifik dari berbagai media biofilter

dapat dilihat pada Tabel 2.9.

2.4.3.1 Batuan dan Kerikil

Berbagai ukuran kerikil dan batuan telah digunakan dalam

biofilter sejak abad ke 19 untuk berbagai penggunaan. Dapat dipakai

baik untuk biofilter tercelup ataupun untuk trickling filter. Masih

tetap digunakan untuk berbagai keperluan termasuk akuarium,

akuakultur dan pengolahan air buangan rumah tangga. Bahan-bahan

yang terbuat dari tanah liat banyak tersedia, murah dan relatif

mempunyai luas permukaan spesifik tinggi. Batu dan kerikil bersifat

inert dan tidak pecah dengan kekuatan mekanikal yang baik, serta

bahan tersebut mempunyai sifat kebasahan yang baik.

Tabel 2.9

Perbandingan luas permukaan spesifik media biofilter

N Jenis Media Luas permukaan

o. spesifik (m2/m3)
1 Trickling Filter 100-200

dengan batu

pecah
2 Modul Sarang 150-240

Tawon

(honeycomb

modul)
3 Tipe Jaring 50
4 RBC 80-150
5 Bio-ball 200 - 240

(random)
Sumber : Said, 2002

Salah satu kelemahan media kerikil adalah fraksi volume

rongganya sangat rendah dan berat. Akibat dari fraksi volume

rongga rendah, jenis media ini mudah terjadi penyumbatan. Untuk

mencegah penyumbatan, jumlah ruangan diantara kerikil harus

relatif besar. Secara umum diameter celah bebas sebanding dengan

ukuran kerikil. Tetapi luas permukaan spesifik berbanding terbalik

dengan ukuran kerikil. Apabila kita menggunakan media kerikil

dengan ukuran yang besar untuk mencegah terjadinya penyumbatan,

maka luas permukaan spesifik menjadi kecil. Dengan luas


permukaan spesifik yang kecil, maka volume reaktor yang

diperlukan untuk tempat media menjadi besar.

Banyak usaha yang telah dilakukan untuk menanggulangi

masalah kekurangan biofilter dengan media kerikil. Salah satu

metode yang diusulkan adalah untuk menggunakan bahan yang

dapat memperbesar luas permukaan media yang tersedia tanpa

mengubah ukuran keseluruhan satuan volume media. Salah satu

aplikasinya adalah menggunakan batu apung, karbon aktif dan

keramik berpori. Bahan-bahan tersebut mempunyai luas permukaan

yang besar. Permasalahan yang timbul adalah akibat pengoperasian

biofilter dalam jangka waktu yang lama. Pada umumnya

pertumbuhan bakteri terjadi pada bagian luar permukaan media

kerikil. Hal ini akan dapat menahan nutrien dan menghambat difusi

oksigen bagian dalam pori media. Walaupun media kerikil ini

mempunyai luas permukaan yang besar, namun hanya sebagian kecil

fraksi dari permukaan area yang dapat digunakan untuk tempat

tumbuhnya bakteri aerobik.

Kelemahan lain dari media kerikil adalah masalah berat. Batu

kerikil mempunyai berat jenis yang cukup besar, sehingga jika

digunakan sebagai media biofilter akan memerlukan konstruksi


reaktor, penyangga dan sistem pengeluaran di bagian bawah yang

kuat untuk menyangga beban media. Selain itu media kerikil

merupakan media biofilter permanen, dan sulit untuk dipindahkan.

Akibatnya biaya pemeliharaan menjadi besar dan biaya konstruksi

menjadi lebih mahal. Oleh karena itu media kerikil kurang cocok

untuk dipakai untuk media biofilter skala komersial. Salah satu

contoh media kerikil atau batu pecah untuk media biofilter dapat

dilihat pada Gambar 2.18.

Gambar 2.18 Media Kerikil atau Batu Pecah untuk Media Biofilter

Sumber : Said, 2002

2.4.3.2 Fiber Mesh Pads

Ada beberapa jenis bantalan saringan serat (fiber) yang saat ini

digunakan sebagai media biofilter. Bantalan ini menggunakan serat


tipis menyerupai filter pendingin udara, namun dibentuk sedemikian

rupa menjadi bantalan yang berat dan tebal. Bahan ini dapat

berperan baik sebagai filter fisik maupun sebagai filter biologis.

Beratnya cukup ringan dan mempunyai luas permukaan per unit

volume yang lebih besar dibanding jenis media yang lain.

Bantalan kawat saringan fiber mempunyai kelemahan sama

dengan media kerikil. Bahan ini mempunyai diameter celah bebas

sangat kecil dan cenderung cepat tersumbat, sehingga efektifitas

pengolahan berkurang. Kecenderungan penyumbatan selanjutnya

diperparah oleh sulitnya proses pembersihan dan regenerasi

bantalan. Umumnya bantalan saringan serat memerlukan tenaga

kerja yang banyak untuk proses pembersihan. Kelemahan lainnya

pada jenis media ini adalah kesulitan pemasangan media dalam

jumlah besar. Media jenis ini memerlukan penyangga tambahan agar

dapat tetap terjaga dalam aliran air.


Gambar 2.19 Media Fiber Mesh Pads untuk Media Biofilter

Sumber : Idaman Said, 2002

2.4.3.3 Brillo Pads

Jenis media atau packing yang sama dengan mesh pad adalah

ribbon bundle atau packing jenis brillo pad. Packing ini ringan

dan relatif mempunyai luas permukaan besar dengan harga yang

murah. Walaupun ribbon tidak serapat seperti fiber mesh pad, namun

mempunyai beberapa kekurangan sama seperti pada mesh pads.

Salah satu kekurangan brillo pads adalah kekuatan mekanikalnya

kecil. Tidak mungkin untuk menumpuk packing ini tanpa menekan

lapisan bawah. Pada saat lapisan bawah tertekan, maka akan

menahan laju alir menjadi mudah tersumbat. Brillo pad dan mesh

pads berhasil dalam penerapan untuk akuarium kecil, namun untuk


kapasitas yang besar untuk produksi akuakultur sulit dan tidak

ekonomis.

Gambar 2.20 Media Brillo Pads untuk Media Biofilter

Sumber : Said, 2002

2.4.3.4 Random atau Dumped Packing

Media jenis ini ditiru dari packing yang digunakan pada industri

kimia. Terdapat bermacam jenis yang berbeda dari cetakan plastik

yang tersedia dalam berbagai luas permukaan spesifik. Media jenis

ini dimasukkan secara acak ke dalam reaktor sehingga dinamakan

random packing. Umumnya media ini mempunyai fraksi rongga

yang baik dan relatif tahan terhadap penyumbatan dibandingkan

mesh pads atau unggun kerikil. Karena setiap bagian packing atau
media dapat disesuaikan pada setiap bentuk tangki atau vessel.

Beberapa contoh jenis media ini dapat dilihat pada Gambar 2.21.

Media tipe random packing harus dipasang di atas penyangga

jenis grid atau screen. Packing ini harus memakai wadah karena

tidak mempunyai kekuatan struktur dasar. Secara umum packing

random kekuatan mekanikalnya relatif kecil. Seseorang tidak dapat

berjalan di atas packing random tanpa merapatkan unggun filter.

Walaupun packing random relatif ringan namun sulit untuk

dipindahkan dari vessel besar apabila sudah terpasang. Hal ini

karena untuk mengeluarkan packing harus dikeruk. Pembersihan

harus dilakukan ditempat. Kekurangan lain packing random, adalah

pemasangannya sulit. Apabila pemasangan unggun kurang hati-hati,

terjadi beberapa hal yang tidak sesuai pada kerapatan packing di

seluruh unggun. Unggun packing random akan cenderung turun dan

merapat.
Gambar 2.21 Beberapa contoh jenis media Random Packing

Sumber : Said, 2002

Kekurangan lain dari media kerikil dan packing random yaitu

operator tidak dapat melihat apa yang terjadi dalam unggun biofilter.

Sangat sulit untuk menggeser material untuk mengetahui apa yang

terjadi dalam unggun. Bagian atas unggun yang terlihat beroperasi

normal, sementara bagian bawah unggun tersumbat dan tidak

beroperasi dengan benar.

Packing random tersedia dari bahan stainless steel, keramik,

porselein dan berbagai bahan termoplastik. Pada umumnya packing

untuk akuakultur merupakan cetakan injeksi dari polypropylene atau

high density polyethylene. polypropylene atau high density

polyethylene merupakan polimer yang cukup bagus dengan

ketahanan panasnya tinggi dan tahan terhadap bahan kimia. Banyak

senyawa polypropylene atau high density polyethylene yang

digunakan untuk packing tidak cukup bercampur dengan penahan

ultraviolet untuk menjaga packing dari paparan sinar matahari.

Masalah lain bahan polimer polypropylene atau high density

polyethylene ini sangat tidak suka air (hidrophobik). Sifat dapat

basah (wetability) rendah, sehingga memerlukan waktu berbulan-


bulan untuk dapat basah total. Packing random relatif merupakan

media biofilter modern, salah satu kekurangannya adalah harganya

relatif mahal. Cara pencetakan injeksi merupakan cara yang mahal

untuk pembentukan permukaan. Media tipe random tersebut sangat

baik digunakan untuk instalasi kecil karena pada sistem kecil biaya

yang tinggi tidak menjadi masalah. Packing ini mudah di pasang

dalam reaktor yang berbentuk silinder, dalam hal ini pemasangan

tidak perlu dilakukan pemotongan atau adanya bahan yang terbuang.

2.4.3.5 Media Bioball

Media bioball merupakan salah satu bentuk dari random

packing yang terbuat dari bahan thermoplastik. Bioball berfungsi

sebagai filter biologis yang merupakan media tumbuh bagi bakteri-

bakteri yang dapat menghilangkan ammonia yang terkandung dalam

air. Bioball sebagai media bakteri untuk tumbuh dan berkembang

biak. Lendir yang melekat pada bioball merupakan nitrobacter yang

tumbuh dan berguna untuk meningkatkan kualitas air. Bakteri yang

tumbuh pada bioball merupakan bakteri aerob sehingga

membutuhkan oksigen untuk hidupnya. Menurut Edofish (2006),


bioball jangan direndam air tetapi dialiri air sehingga dapat

berfungsi dengan baik. Sedangkan menurut Idaman Said (2002),

kelebihan media bioball antara lain :

a. Bioball mempunyai luas permukaan spesifik yang besar, yaitu

210 m /m .
2 3

Bila luas permukaan spesifik besar, maka jumlah

mikroorgannisme yang menempel dan melekat pada permukaan

bioball juga semakin besar sehingga efisiensi pengolahannya

semakin tinggi dan volume reaktor yang diperlukan menjadi lebih

kecil sehingga biaya konstruksi untuk reaktor juga kecil.

b. Fraksi volume rongganya besar, yaitu 85%.

Bila fraksi volume rongganya besar, maka sistem biofilter menjadi

tahan terhadap penyumbatan sehingga biaya untuk pemeliharaannya

rendah.

c. Terbuat dari bahan inert

Bioball terbuat dari bahan thermoplastik yang merupakan cetakan

injeksi dari polypropylene atau high density polyethylene.

Polypropylene atau high density polyethylene merupakan polimer

yang tidak korosif, tahan terhadap pembusukan dan perusakan secara

kimia.
d. Ringan

Media bioball mempunyai berat jenis 0,973 kg/ m . Bioball


3

dibuat ringan dan terapung di air dan digunakan dalam jumlah

banyak. Semakin ringan media biofilter, biaya konstruksi reaktor

menjadi lebih kecil.

e. Fleksibel

Media bioball mudah dipasang dalam berbagai bentuk reaktor.

Pada reaktor yang berbentuk silinder, pemasangan tidak perlu

dilakukan pemotongan atau adanya bahan yang terbuang. Media

bioball juga sangat baik digunakan pada instalasi yang kecil.

Sedangkan kelemahan dari media bioball menurut Idaman Said

(2002) adalah :

a. Harganya relatif mahal

b. Pemasangannya sulit. Walaupun bioball relatif ringan namun sulit

untuk dipindahkan apabila sudah terpasang, sehingga untuk

mengeluarkannya harus dikeruk dan pembersihan harus dilakukan

ditempat.
Gambar 2.22 Media Bioball yang Digunakan pada Biofilter

Sumber : Dokumen Pribadi, 2006

2.4.3.6 Media Terstruktur (Structured Packings)

Media terstruktur dapat digunakan untuk berbagai keperluan

selain biofilter media ini memiliki semua karakteristik yang ada pada

media ideal. Media terstruktur telah digunakan pada biofilter selama

lebih dari 25 tahun untuk pengolahan air limbah domestik maupun

air limbah industri. Salah satu jenis media terstruktur yang sering

digunakan adalah media dari bahan plastik tipe sarang tawon.

Bentuk media dapat dilihat pada Gambar 2.23. Konstruksi media

terstruktur biasanya merupakan lembaran dari bahan PVC (polyvinyl

chlorida) yang dibentuk secara vacum. Pembentukan dengan cara

vakum kontinyu adalah proses otomatis kecepatan tinggi yang dapat


memproduksi material dalam jumlah besar. Metoda konstruksi ini

memungkinkan media terstruktur diproduksi dengan harga yang

lebih murah per unit luas permukaan dibandingkan pencetakan

secara injeksi. PVC merupakan resin murah dengan sifat mekanik

yang lebih baik dibandingkan PP atau HDPE. PVC pada awalnya

bersifat hidrophobic namun biasanya menjadi basah atau

mempunyai sifat kebasahan yang baik dalam waktu satu sampai dua

minggu.

Gambar 2.23 Bentuk Media Terstruktur Tipe Sarang Tawon (cross

flow) Digunakan untuk Biofilter

Sumber : Said, 2002

Lembaran-lembaran PVC disambung membentuk blok

segiempat. Beberapa media mempunyai saluran dalam yang hanya

mengalirkan sepanjang satu axis. Jenis lain dari media terstruktur

yang dikenal sebagai cross corrugated packing yang memungkinkan


aliran mengalir sepanjang dua axis. Hampir semua media terstruktur

digunakan untuk biofilter adalah jenis aliran silang (cross flow).

Media terstruktur misalnya media tipe sarang tawon crossflow

mempunyai luas permukaan spesifik yang bervariasi tergantung dari

diameter celah bebas atau volume rongganya. Salah satu contoh

media tipe sarang tawon dari bahan PVC dengan ukuran lubang 2

cm x 2 cm mempunyai luas spesifik 150 220 m 2/m3, berat 30 35

kg/m3, dan porositas rongga 98 %. Selain itu mempunyai kekuatan

mekanik (mechanical strength) yang cukup besar mencapai lebih

dari 2000 lbs. per sq.ft.


Tabel 2.10

Kelebihan dan Kekurangan Beberapa Jenis Media Biofilter

No Jenis Kelebihan Kekurangan

Media

1. Kerikil - Kekuatan - Berat

dan mekanikalnya - Fraksi volume

Batuan baik rongganya

- Sifat kebasahan rendah

baik - Biaya

- Bersifat inert pemeliharaan

2. - Murah mahal

Fiber

Mesh - Cukup ringan - Fraksi volume

Pads - Luas rongganya


permukaan rendah sehingga

3. spesifiknya besar mudah terjadi

penyumbatan

Brillo -

Pads - Ringan Pemasangannya

- Harganya sulit

4. murah

- Luas - Kekuatan

permukaan mekanikalnya

Random spesifiknya besar kecil

Packing

- Fraksi volume

5. rongganya baik

sehingga tahan -

terhadap Pemasangannya

Bioball penyumbatan sulit

- Luas - Kekuatan

permukaan mekanikalnya

spesifiknya besar kecil

- Sifat
- Luas kebasahan

6. permukaan rendah

spesifiknya besar

- Fraksi volume

Media rongganya baik - Harganya

terstruktur sehingga tahan relatif mahal

terhadap -

penyumbatan Pemasangannya

- Terbuat dari sulit

bahan inert

- Ringan

- Fleksibel

- Sifat

kebasahannya

baik

- Kekuatan - Relatif mahal

mekanikalnya

baik
Sumber : Said, 2002

2.5 Proses Biofilter Tercelup (Submerged Biofilter)

Proses pengolahan air limbah dengan proses biofilter tercelup

dilakukan dengan cara mengalirkan air limbah ke dalam reaktor

biologis yang di dalamnya diisi dengan media penyangga untuk

pengembangbiakan mikroorganisme dengan atau tanpa aerasi. Posisi

media biofilter tercelup di bawah permukaan air. Media biofilter

yang digunakan secara umum dapat berupa bahan material organik

atau bahan material anorganik (Said, 2002). Kebanyakan

mikroorganisme dapat tumbuh pada permukaan padat jika terdapat

senyawa organik, garam mineral dan oksigen. Mikroorganisme

melekat dengan menggunakan bahan eksopolimer gelatin yang

dihasilkan oleh bakteri. Koloni mikroorganisme dimulai pada daerah

tertentu kemudian terbentuk biofilm secara kontinyu sampai seluruh

permukaan tertutup oleh lapisan monoseluler. Sejak itu pertumbuhan

dilakukan dengan memproduksi sel baru yang menutupi lapisan

monoseluler pertama. Oksigen dan nutrient yang dibawa oleh air


yang diolah akan terdifusi menembus lapisan biofilm sampai lapisan

sel yang paling dalam yang tidak dapat ditembus oleh oksigen dan

nutrient. Setelah beberapa lama, terjadi stratifikasi menjadi lapisan

aerobik tempat oksigen masih dapat terdifusi dan lapisan anaerobik

yang tidak mengandung oksigen. Ketebalan lapisan ini bervariasi

tergantung jenis reaktor dan bahan pendukungnya. Hal ini dapat

dilihat pada Gambar 2.24.

Gambar 2.24 Mekanisme Kerja Biofilter

Sumber : Brault, 1991

Dari Gambar 2.24 dapat dilihat bahwa pada lapisan aerobik,

substrat organik yang terkandung dalam air limbah akan terdifusi ke

dalam biofilm. Karena adanya oksigen terlarut, substrat organik

tersebut didegradasi oleh bakteri aerobik menjadi produk degradasi


dan CO . Sedangkan pada lapisan anaerobik, bakteri lysis akan
2

memecah molekul organik kompleks menjadi senyawa organik

sederhana atau molekul monomer yang terlarut. Sehingga molekul

monomer ini dapat langsung dimanfaatkan oleh bakteri anaerobik.

Bakteri anaerobik ini akan melakukan proses fermentasi

menghasilkan alkohol dan asam organik seperti asam asetat,

propionik, dan lainnya. Hasil dari fermentasi ini bervariasi

tergantung jenis bakteri dan kondisi kultur, seperti pH dan

temperatur.

Proses biofilter tercelup merupakan kombinasi sistem biakan

melekat dan lumpur aktif. Pada proses ini, efluen masuk ke wet well

kemudian dicampur dengan biological solid yang dikembalikan dari

pengendapan kedua dan biomassa yang direcycle. Proses biofilter

tercelup mempunyai headloss kecil karena waktu tinggalnya

sebentar. Jika dilakukan aerasi pada kolam aerasi, total headloss

akan lebih rendah (Benefield, Larry, 1980). Biofilter pada dasarnya

merupakan bagian dari trickling filter. Biofilter dioperasikan pada

cara yang hampir sama dengan high rate trickling filter (Peavy,

1985).
Dalam proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilter

tercelup aerobik, sistem suplai udara dapat dilakukan dengan

berbagai cara, tetapi yang sering digunakan adalah seperti yang

tertera pada Gambar 2.25. Beberapa cara yang sering digunakan

antara lain aerasi samping, aerasi tengah/pusat, aerasi merata seluruh

permukaan, aerasi eksternal, aerasi dengan air lift pump, dan aerasi

dengan sistem mekanik. Masing-masing cara mempunyai

keuntungan dan kekurangan. Sistem aerasi juga tergantung dari jenis

media maupun efisiensi yang diharapkan. Penyerapan oksigen dapat

terjadi disebabkan terutama karena aliran sirkulasi atau aliran putar

kecuali pada sistem aerasi merata seluruh permukaan media.


Gambar 2.25 Beberapa metoda aerasi untuk proses pengolahan air

limbah dengan sistem biofilter tercelup

Sumber : Said, 2002

Dalam proses biofilter dengan sistem aerasi merata, lapisan

mikroorganisme yang melekat pada permukaan media mudah

terlepas, sehingga seringkali proses menjadi tidak stabil. Tetapi di

dalam sistem aerasi melalui aliran putar, kemampuan penyerapan

oksigen hampir sama dengan sistem aerasi dengan menggunakan

difuser, oleh karena itu untuk penambahan jumlah beban yang besar

sulit dilakukan. Berdasarkan hal tersebut diatas belakangan ini


penggunaan sistem aerasi merata banyak dilakukan karena

mempunyai kemampuan penyerapan oksigen yang besar. Jika

kemampuan penyerapan oksigen besar maka dapat digunakan untuk

mengolah air limbah dengan beban organik (organic loading) yang

besar pula. Oleh karena itu diperlukan juga media biofilter yang

dapat melekatkan mikroorganisme dalam jumlah yang besar.

Biasanya untuk media biofilter dari bahan anorganik, semakin kecil

diameter luas permukaannya semakin besar, sehingga jumlah

mikroorganisme yang dapat dibiakkan juga menjadi besar pula. Jika

sistem aliran dilakukan dari atas ke bawah (down flow) maka sedikit

banyak terjadi efek filtrasi sehingga terjadi proses penumpukan

lumpur organik pada bagian atas media yang dapat mengakibatkan

penyumbatan. Oleh karena itu perlu proses pencucian secukupnya.

Jika terjadi penyumbatan maka dapat terjadi aliran singkat (Short

pass) dan juga terjadi penurunan jumlah aliran sehingga kapasitas

pengolahan dapat menurun secara drastis (Said, 2002).

2.5.1 Proses Pengolahan Air Limbah dengan Proses Biofilter

Tercelup
Saat ini salah satu proses pengolahan air limbah yang banyak

digunakan adalah proses biologis dengan biakan melekat. Proses

yang sering digunakan yakni proses biofilter baik proses secara

anaerob maupun proses secara aerob. Proses biofilter adalah reaktor

biologis dengan unggun tetap (fixed bed film) dimana

mikroorganisme tumbuh dan berkembang menempel pada

permukaan media yang kaku misalnya plastik atau batu. Influen air

limbah dimasukkan ke dalam reaktor yang di dalamnya diisi dengan

media penyangga/media biofilter dimana mikroorganisme akan

tumbuh menempel pada permukaan media. Dengan adanya lapisan

mikroorganisme yang tumbuh menempel pada permukaan media

tersebut maka polutan organik yang ada didalam air limbah akan

diuraikan menjadi produk respirasi yakni CO2 dan H2O.

Dalam aplikasinya, efektifitas proses biofilter sangat

dipengaruhi oleh jenis serta bentuk media yang digunakan. Penting

sekali untuk diketahui bahwa media biofilter berfungsi untuk

menyediakan area permukaan tempat bakteri atau mikroorganisme

berkoloni. Dalam hal ini bakteri mempunyai peranan yang penting di

dalam sistem biofilter. Agar supaya bakteri bekerja secara efektif,

desain biofilter serta media penyangga selain harus mampu


menyediakan distribusi nutrient dan oksigen, tetapi juga harus

mampu menghilangkan produksi buangan baik yang terlarut maupun

yang tersuspensi. Pada umumnya biofilter menggunakan bakteri

aerobik namun dapat pula didesain dan dioperasikan untuk bakteri

anaerobik (Said, 2002).

Proses pengolahannya adalah sebagai berikut air limbah

ditampung pada bak stabilisasi. Fungsi bak stabilisasi ini agar aliran

air limbah lebih konstan sehingga headloss yang dihasilkan lebih

kecil. Dari bak stabilisasi, air limbah dialirkan ke bak kontaktor

aerob. Di dalam bak kontaktor aerob ini diisi dengan media dari

bahan plastik tipe bioball, sambil diaerasi atau dihembus dengan

udara sehingga mikroorganisme yang ada akan menguraikan zat

organik yang ada dalam air limbah serta tumbuh dan menempel pada

permukaan media. Dengan demikian air limbah akan kontak dengan

mikroorganisme yang tersuspensi dalam air maupun yang menempel

pada permukaan media yang mana hal tersebut dapat meningkatkan

efisiensi penguraian zat organik, deterjent serta mempercepat proses

nitrifikasi, sehingga efisiensi penghilangan ammonia menjadi lebih

besar. Proses ini sering di namakan aerasi kontak (Contact Aeration).

Dengan proses aerob tersebut dapat menurunkan zat organik (BOD,


COD), ammonia, deterjen, padatan tersuspensi (SS), phospat dan

lainnya. Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di

dalam bak ini lumpur yang mengandung massa mikroorganisme

diendapkan dan dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan

pompa sirkulasi lumpur. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif,

lumpur yang berasal dari reaktor biofilter lebih mudah mengendap

karena ukurannya lebih besar dan lebih berat. Bak sedimentasi dapat

berbentuk segi empat atau lingkaran. Pada bak ini aliran air limbah

sangat tenang untuk memberi kesempatan lumpur biomassa untuk

mengendap. Kriteria yang diperlukan untuk menentukan ukuran bak

sedimentasi adalah beban permukaan, kedalaman bak, dan waktu

tinggal. Kriteria bak pengendapan akhir dapat dilihat pada Tabel

2.12.

Parameter desain biofilter aerob

Waktu tinggal total rata-rata : 6 8 jam (Idaman Said, 2002)

MLSS : 2000 5000 (Benefield&Larry, 1980)

F/M rasio : 0,087 0,392 kg BOD/kg MLSS. Hari

(Benefield&Larry, 1980)

Kedalaman efektif : 2 m (Idaman Said, 2002)


Isi media : 40% volume reaktor (Idaman Said, 2002)

Tinggi ruang bebas : 0,5 m

Tinggi bed media pembiakan mikroba : 1,2 m

Beban BOD per satuan permukaan media (L ) = 5 30 gram


A

BOD/m .hari
2

Hubungan inlet BOD dan beban BOD per satuan permukaan media

pada biofilter aerob untuk mendapatkan efisiensi penghilangan BOD

90%.

Gambar 2.1 Pembentukan Biofilm


Sumber: Anderson, 2009
Contamination Colonisation
Biofi lm development Contamination Colonisation
Biofi lm development
Infl ammatory host response

Spreading systemic infection


Infl ammatory host response
Spreading systemic infection Contamination Colonisation
Biofi lm development
Infl ammatory host response
Spreading systemic infection Contamination Colonisation
Biofi lm development
Infl ammatory host response
Spreading systemic infection

Anda mungkin juga menyukai