Anda di halaman 1dari 53

BAB I

BIOMETALLURGICAL PROCESS INTRODUCTION

 Biometallurgical Process
 Biometallurgical Process adalah proses metalurgi dengan
memanfaatkan ekskresi asam atau senyawa organic lain dari
aktivitas metabolism mikroorganisme untuk melarutkan mineral
atau logam berharga ataupun untuk mengoksidasi senyawa tertentu
pada mineral bijih.
 Biometallurgical Process kedepan adalah opsi proses ataupun
biooksidasi bijih yang bersih dan ramah lingkungan.
 Proses bioleching pertama kali ditemukan pada tahun 1556 pada
pertambangan Rio Tinto, Spanyol. Diketahui air asam tambang
dapat digunakan untuk melarutkan bijih tembaga. Air asam
tambang tersebut memiliki kandungan ion Fe3 yang tinggi akibat
aktivitas metabolism bakteri oksidator besi di sekitar tambang.
 Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, bioleching
dapat digunakan untuk mengekstraksi logam tembaga, emas, nikel,
kobalt, seng, arsen, molybdenum, timbal, mangan, platina, dan
uranium. Dalam skala industry, bioleaching telah digunakan untuk
melindi bijih tembaga, emas, seng, dan uranium.
 Berbeda dengan proses pelindian konvensional yang membutuhkan
konsumsi asam organic dalam jumlah besar sehingga diperlukan
acid plant dilokasi pabrik pelindian.
 Metode bioleaching memiliki beberapa keunggulan diantaranya
konsumsi energi yang rendah, investasi biaya modal rendah dan
limbah relative ramah lingkungan.

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
 Biomining
 Proses pengolahan kandungan mineral yang berkaitan dengan
penggunaan bakteri, jamur, ataupun tanaman.
 Pada tahun 1958 Kennecoth Mining Company mematenkan
penggunaan Thiobacillus Ferrooxidans untuk ekstraksi tembaga.
 Mikroorganisme dalam Proses Bioleaching
 Terdapat dua jenis mikroorganisme yang berperan dalam proses
bioleaching yaitu bakteri dan jamur.
 Untuk jenis bakteri family utama yang dipakai dalam proses
hidrometalurgi adalah bakteri chemolitropic, contohnya
Thiobacillus Ferooxidans (T. Ferrooxidans). Dan yang kedua
adalah mikroorganisme heterotropik yang terdiri dari bakteri
heterotropik, jamur, dan khamir, contohnya Bacillus
Mucilaginosus, Aspergillus Niger, Pecillium Sp dan spesies yang
berhubungan erat dengannya.
 Bakteri
 Bakteri adalah kelompok mikroorganisme bersel satu yang
diklasifikasikan pada tingkat domain. Bersama dengan domain
Archaea bakteri digolongkan sebagai prokariotik.
 Sel bakteri memiliki bentuk tertentu, misalnya menyerupai bola,
batang, atau spiral, yang biasanya beberapa micrometer.
 Bakteri dapat hidup di tanah, air, mata air panas yang asam, limbah
radioaktif, hingga kerak bumi.
 Asal-Usul dan Evolusi

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
Gambar 1.1
Evolusi Bakteri
 Nenek moyang bakteri masa kini adalah mikroorganisme
uniseluler yang merupakan bentuk kehidupan pertama di Bumi
sekitar 4 miliar tahun yang lalu. Selama sekitar 3 miliar tahun,
mayoritas organisme berukuran mikroskopis, yang didominasi oleh
bakteri dan arkea Walaupun fosil bakteri ditemukan, misalnya
dalam bentuk stromatolit, morfologinya yang tidak terlalu khas
mengakibatkan mereka tak bisa digunakan untuk mengetahui
riwayat evolusi bakteri atau waktu munculnya spesies bakteri
tertentu. Meskipun demikian, urutan gen dapat digunakan untuk
merekonstruksi filogeni bakteri, yang menunjukkan bahwa
bakterilah yang pertama kali membentuk cabang dan keluar dari
garis keturunan arkea/eukariota. Nenek moyang bersama paling
terkini dari bakteri dan arkea mungkin adalah hipertermofil yang
hidup sekitar 2,5 hingga 3,2 miliar tahun yang lalu Bentuk
kehidupan paling awal di darat mungkin berupa bakteri yang hidup
sekitar 3,22 miliar tahun yang lalu
 Jenis Bakteri
 Klasifikasi bakteri biooksidasi dan bioleaching dapat dilakukan
berdasarkan sumber energinya dan lingkungan hidupnya.

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
 Bakteri berdasarkan sumber energinya menjadi bakteri
kemolithotrof, heterotroph, dan mixotroph.
 Bakteri berdasarkan lingkungan hidupnya, bakteri dikelompokkan
menjadi bakteri mesofill, dan termofill.
 Bakteri Kemolitotroph
 Bakteri kemolithotroph hanya dapat memperoleh energi dari
senyawa anorganik.
 Senyawa karbon organic cenderung bersifat toksik terhadap
kelompok bakteri ini.
 Acidithiobacillus Ferrooxidans, At. Thiooxidans, dan
Leptospirillus Ferrooxidans merupakan bakteri dari kelompok
kemolithotroph yang telah dimanfaatkan secara komersil dalam
proses biooksidasi maupun bioleaching.
 Spesies bakteri tersebut termasuk ke dalam jenis asidofilik, yaitu
bakteri yang mampu tumbuh pada pH kurang dari dua.
 Kelompok bakteri ini tidak mampu tumbuh dan beraktivitas
dengan baik pada pH yang relative lebih tinggi dan kandungan
senyawa organic yang tinggi.
 Bakteri Heterotrof
 Bakteri heterotroph adalah bakteri yang menggunakan senyawa
organic sebagai sumber energinya.
 Beberapa spesies dari kelompok heterotroph telah ditemukan dan
diisolasi dari lingkungan tambang.
 Portier melaporkan bahwa beberapa jenis bakteri heterotroph dan
fungi mampu mendegradasi material carbonaceous.
 Selain itu, bakteri heterotroph dari family Pseudomonas dilaporkan
mampu mempasivasi material carboneous yang menyebabkan
preg-robbing di dalam bijih emas.
 Bakteri Mixotrof
 Mixotrof adalah organisme yang dapat menggunakan campuran
sumber energi dan karbon yang berbeda, alih-alih memiliki mode
trofik tunggal pada rangkaian dari autotrofi lengkap di satu ujung

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
ke heterotrofi di ujung lainnya. Diperkirakan bahwa mixotroph
terdiri lebih dari setengah dari semua plankton mikroskopik.
 Bakteri kelompok mixotroph dapat dijumpai pada bakteri
paracoccus pantotrophus. Paracoccus pantotrophus adalah bakteri
yang dapat hidup secara kemoorganoheterotrof, dimana berbagai
macam senyawa organic dapat dimetabolisme. Bisa dijumpai
dalam proses oksidasi belerang dari hydrogen sulfide, unsur
belerang, ataupun tiosulfat.
 Bakteri Mesofil dan Bakteri Termofil
 Bakteri mesofil adalah bakteri yang hidup di daerah suhu antara
15-55 C
 Bakteri Termofil adalah bakteri yang dapat hidup di daerah suhu
tinggi antara 40-75 C.
 Bakteri hipertermofil adalah bakteri yang dapat hidup di daerah
suhu 65-114 C.

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
 Morfologi Bakteri

Gambar 1.2
Morfologi Bakteri
 Bakteri memiliki berbagai macam bentuk dan ukuran. Sel bakteri
besarnya sekitar sepersepuluh sel eukariota dan biasanya berukuran
0,5 hingga 5 mikrometer. Namun, beberapa spesies bisa dilihat
dengan mata telanjang, misalnya Thiomargarita namibiensis yang
panjangnya mencapai setengah milimeter dan Epulopiscium
fishelsoni yang mencapai 0,7 mm Contoh bakteri terkecil adalah
anggota genus Mycoplasma yang berukuran 0,3 mikrometer,
kurang lebih sama dengan ukuran virus terbesar. Beberapa bakteri
bahkan mungkin lebih kecil, tetapi jenis-jenis bakteri ultramikro ini
belum dipahami dengan baik
 Sebagian besar spesies bakteri berbentuk bulat (disebut kokus; dari
bahasa Yunani kókkos yang artinya butir atau biji) atau berbentuk

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
batang (disebut basilus, dari bahasa Latin baculus yang artinya
tongkat). Beberapa jenis bakteri berbentuk seperti batang yang
agak melengkung atau berbentuk koma (disebut vibrio); bakteri-
bakteri lainnya bisa berbentuk spiral (disebut spirillum) atau
melingkar rapat (disebut spiroket). Bentuk yang tidak umum juga
telah dijumpai, misalnya bakteri berbentuk bintang. Berbagai
macam bentuk ini ditentukan oleh dinding sel bakteri
dan sitoskeleton, yang berperan penting karena dapat memengaruhi
kemampuan bakteri dalam memperoleh nutrisi, menempel pada
permukaan, berenang dalam cairan, dan melarikan diri dari
predator.
 Struktur Sel Bakteri

Gambar 1.3
Struktur Sel Bakteri
 Sel bakteri dikelilingi oleh membran sel, yang terutama terbuat
dari fosfolipid. Membran ini membungkus isi sel dan menjadi
pembatas bagi nutrien, protein, dan komponen-komponen penting
lainnya di sitoplasma agar mereka tetap berada di dalam sel. Tidak
seperti eukariota, sel bakteri biasanya tidak memiliki struktur besar
yang terbungkus membran di dalam sitoplasma mereka,
seperti nukleus, mitokondria, kloroplas, dan organel-organel
lainnya. Meskipun demikian, sejumlah bakteri mempunyai organel
yang berikatan dengan protein, contohnya karboksisom, yang

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
menciptakan kompartemen untuk memisahkan aspek-aspek
metabolisme bakteri. Selain itu, bakteri
memiliki sitoskeleton multikomponen untuk mengatur lokalisasi
protein dan asam nukleat di dalam sel, serta untuk mengelola
proses pembelahan sel.
 Metabolisme Bakteri
Tabel 1.1 Tipe Nutrisi dalam Metabolisme Bakteri

Tipe Nutrisi Sumber Sumber Karbon Contoh


Energi
Fototrof Cahaya Senyawa Organik Sianobakteri, Bakteri Belerang
Matahari (fotoheterotrof) Hijau, Chloroflexi, dan Bakteri
atau fiksasi karbon Ungu
(fotoautotrof)

Litotrof Senyawa Senyawa Organik Thermodesulfobacteriaceae,


Anorganik (litoheterotrof) Hydrogenophilaceae, dan
atau fiksasi karbon Nitrospiraceae.
(litoautotrof)

Organotrof Senyawa Senyawa Organik Bacillus, Clostridium, dan


Organik (kemoheterotrof) Enterobacteriaceae.
atau fiksasi karbon
(kemoautotrof)

 Media Kultur
 Mikroorganisme tertentu memerlukan jenis media dengan
komposisi tertentu.

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
 Komposisi nutrisi yang esensial dibutuhkan suatu mikroorganisme
agar dapat melakukan metabolism secara optimal, sehingga
perannya dalam biohidrometalurgi menjadi baik.
 Nutrisi dasar yang harus ada pada setiap medium meliputi air,
sumber energi, sumber vitamin, nitrogen, mineral dan jika
memungkinkan kandungan vitamin dan juga kelarutan oksigen
yang cukup jika organisme yang ditumbuhkan adalah aerobic.
 Komponen-komponen tersebut diperlukan untuk pertumbuhan sel,
pembentukan metabolit, dam menyediakan energi yang cukup
untuk biosintesa dan pemeliharaan sel.
 Secara umum nutrisi yang diperlukan oleh mikroorganisme
diklasifikasikan nenjadi dua bagian berdasarkan kauntitas
kebutuhannya :
 Makronutrisi: nutrisi yang diperlukan dalam konsentrasi
lebih besar dari 10-4 M. Contohnya adalah C, N, S, P, Mg,
dan K
 Mikronutrisi: nutrisi yang diperlukan dalam konsentrasi
kurang dari 10-4 M. Contohnya seperti Mo, Zn, Cu, Mn, Fe,
Ca, Na, vitamin, hormone pertumbuhan dan metabolic
precursor. Dalam beberapa kasus, keberadaan mikronutrien
yang berlebih akan memberikan efek negative berupa racun
bagi mikroorganisme yang tumbuh.
 Kriteria Pemilihan Media untuk Tumbuh Mikroorganisme
 Menghasilkan perolehan/yield biomassa atau produk berupa enzim
atau asam organic yang optimum per gram substrat yang
digunakan.
 Menghasilkan konsentrasi biomassa atau produk berupa enzim atau
asam organic yang optimum.
 Proses pembentukan produk dapat berlangsung cepat.
 Menghasilkan perolehan/yield yang minimum untuk produk yang
tidak diinginkan.
 Murah, memiliki kualitas yang cukup dan tersedia melimpah.

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
 Mudah dalam penanganan selama proses, terutama untuk
pengadukan, aerasi, ekstraksi, purifikasi, dan penanganan limbah.

 Nutrisi Mikroba
 Carbon
 Fotosintesis mikroba (mendapat energi dari cahaya) dan
kemoautotrofik mikroba (mendapat energi dari oksidasi
senyawa anorganik) menggunakan CO2 sebagai sumber
carbon utama.
 Karena CO2 adalah “highly oxidized” dan harus direduksi
yang memerlukan banyak energi sehingga mikroba tidak
mengambil CO2 dari udara tetapi dari lingkungan cair
(liquid) di sekitar mikroba tersebut.
 Heterotrofik mikroba mendapatkan sumber karbon dari senyawa
organic dari lingkungan dan mendapatkan energi dari oksidasi
senyawa anorganik.
 Hasilnya adalah banyak karbon yang akan dikeluarkan dari
sel dalam bentuk CO2 dan produk buangan/limbah organic.
 Makronutrisi (mineral)
 Mg dan K : untuk mengaktivasikan enzim dan untuk
membantu stabilisasi ribosom, membrane sel, nuclead acid.
 Ca : untuk stabilisasi dinding sel, dan untuk stabilisasi
spora bakteri terhadap panas.
 Fe : sebagai “electron carrier” dalam reaksi oksidasi-
reduksi
 Na : tidak diperlukan oleh semua mikroba dan akhir-akhir
ini ditemukan bahwa fungsi Na ini adalah untuk
memproteksi bakteri agar dapat survive hidup dalam
lingkungan ekstrim seperti misalnya dalam lingkungan
yang mengandung banyak senyawa toksik seperti heavy
metal, petroleum, dan senyawa toksik lainnya.

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
 Mikronutrisi (mineral)
 Co : untuk pembentukan vitamin B-12
 Zn : berperan secara structural dalam enzim tertentu
 Mo : dilibatkan dalam assimilatory nitrate reduction
 Cu : berperan dalam reaksi oksidasi-reduksi tertentu
 Mn : kadang-kadang sebagai pengganti Mg
 Fase Pertumbuhan Bakteri

Gambar 1.4
Fase Pertumbuhan Bakteri
 Fase Lag
 Fase lag adalah waktu yang dibutuhkan mikroba untuk
tumbuh beradaptasi di dalam medium baru.
 Adapatasi mikroba dilakukan untuk mensintesis enzim-
enzim yang dibutuhkan untuk pertumbuhan lebih lanjut.
 Pada fase lag terjadi pertambahan massa dan volume sel
mikroba.
 Panjang atau pendeknya interval fase lag tergantung pada
jenis inoculum mikroba, medium yang sedikit nutrisi dan
kondisi pertumbuhan mikroba saat diinokulasikan.

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
 Ada 3 alasan mikroba kembali ke fase lag, yaitu:
Inoculum hidup yang digunakan berasal dari kultur
media yang lama.
Populasi mikroba yang diinokulasikan berasal dari
medium kaya nutrisi dipindahkan ke dalam medium
yang sedikit nutrisinya.
Populasi mikroba tidak akan memasuki fase lag jika
inoculum yang digunakan berasal dari populasi
mikroba yang mengalami pertumbuhan fase
eksponensial dan ditumbuhkan pada kondisi
medium yang sama.
 Fase Eksponensial
 Pada fase eksponensial, populasi mikrobia mengalami
pembelahan yang tinggi dan konstan dalam beberapa
generasi yang pendek.
 Waktu generasi mikrobia merupakan waktu yang
dibutuhkan sel mikrobia untuk membelah menjadi dua sel.
 Setiap sel mikrobia akan membelah 2x lipat sehingga
peningkatan jumlah populasi selalu 2n, adalah jumlah
generasi.
 Pertumbuhan jumlah sel dalam populasi disebut sebagai
pertumbuhan mikrobia.
 Pada fase eksponensial awalnya sel mikrobia membelah
secara pelan kemudian pertumbuhannya meningkat pesat.
Secara matematis memiliki rumus:
Nt = N02n
Keterangan:
- Nt: jumlah sel setelah tumbuh selama waktu t
- T : waktu pertumbuhan selama fase eksponensial
- N0 : jumlah sel mula-mula selama fase eksponensial
- 2 : bilangan tetap
- n : jumlah generasi

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
 Rata-rata kecepatan pertumbuhan pada fase eksponensial
sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, seperti halnya
karakteristik genetic suatu mikrobia.
 Pada umumnya, prokariot lebih cepat tumbuh daripada
eukariot dan eukariot yang berukuran lebih kecil lebih cepat
tumbuh daripada yang berukuran lebih besar.
 Hal ini terjadi karena sel yang berukuran kecil memiliki
kapasitas penyerapan nutrisi dan pembuangan dan
metabolism lebih besar daripada sel yang berukuran besar.
 Kondisi tersebut mempercepat proses metabolism yang
akan mempengaruhi kecepatan pertumbuhan mikrobia.
 Pertumbuhan yang lebih cepat pada prokariot menyebabkan
waktu generasinya lebih pendek dibandingkan dengan
eukariotik.
 Fase Stasioner
 Mikroba mengalami pertumbuhan yang terbatas dan
konstan selama fase stasioner.
 Pada fase stasioner, pembelahan sel yang terjadi sangat
lambat.
 Jumlah pembelahan sel dengan sel yang mati seimbang,
sehingga jumlah relative konstan.
 Pertambahan jumlah sel yang sebanding dengan fenomena
pertumbuhan kriptik.
 Pada fase ini sel mikroba tetep aktif melakukan metabolism
energi dan proses biosintesis lainnya.
 Metabolic sekunder dihasilkan mikroba pada fase ini.
 Fase stasioner terjadi karena beberapa alasan:
Terbatasnya nutrisi esensial dalam kultru yang
mulai berkurang.
Bagi organisme aerobic, ketersediaan O2 dalam
nutrisi mulai berkurang.

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
Banyaknya sisa metabolism yang tertimbun dalam
medium kultur sehingga pertumbuhan mikroba
terhambat.

 Fase Kematian
 Fase kematian terjadi jika terjadi perubahan lingkungan
menjadi tidak menguntungkan, seperti berkurangnya nutrisi
esensial dalam medium dan meningkatnya akumulasi zat
toksik dalam medium.
 Kondisi Proses dari Segi Biohidrometalurgi
 Kondisi pH dan Potensial Reduksi-Oksidasi E
 Nilai pH dari potensial reduksi-oksidasi berkaitan dengan
kelarutan logam dalam bentuk spesi ionnya seperti
tergambar pada Diagram Pourbaix. Nilai E-pH dijaga
dalam rentang tertentu agar logam dapat stabil dalam fasa
yang diinginkan. Pada proses biohidrometalurgi, pH juga
menjadi perhatian dari segi keberlangsungan hidup dan
kinerja dari mikroorganisme yang digunakan.
 Densitas Slurry
 Dalam proses biohidrometalurgi, densitas slurry merupakan
fungsi dari kapasitas pabrik dan jumlah biomassa bakteri.
Operasi dengan densitas slurry yang lebih tinggi biasanya
dilakukan jika kandungan sulfide dalam bijih lebih rendah
dari parameter yang ditentukan. Namun, pertumbuhan dan
aktivitas bakteri pada densitas slurry yang tinggi cenderung
lebih lambat karena perpindahan massa gas oksigen dan
karbon dioksida dari fasa gas ke liquid menurun.
 Jumlah populasi bakteri di dalam reactor biooksidasi sebanding
dengan laju oksidasi/pelarutan mineral.
 Beberapa factor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri dan
untuk proses biooksidasi/bioleaching mineral meliputi mineralogi

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
bijih/konsentrat, temperature, pH, oksigen terlarut, karbon
dioksida, ketersediaan nutrisi, konsentrasi ion Fe II / Fe III, ukuran
partikel, densitas bijih dan konsentrasi senyawa toksik.

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
BAB II
GOLD

 Pengertian dan Ciri Umum Emas


 Emas adalah adalah logam mulia bersifat lunak dan mudah ditempa
yang biasanya menjadi bahan perhiasan atau harta benda berharga.
Selain itu, emas adalah instrumen investasi yang populer dan
terpercaya dari masa ke masa.

Gambar 2.1 Bijih Emas


 Ciri Ciri Emas
 Memiliki warna mengkilap,
 Tidak berubah warna,
 Mudah dibentuk,
 Bersifat non magnetis,
 Sifat fisik emas:

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
Tabel 2.1 Sifat Fisik Emas

No. Sifat Fisik Keterangan

1. Fase Solid (padat)

2. Titik leleh 1064 ℃

3. Titik didih 2970 ℃

4. Kalor peleburan 12.55 Kj/mol

5. Kalor penguapan 324 Kj/mol

6. Kapasitas Kalor (20 C) 25.418 J/mol K

7. Massa jenis pada suhu 19.3 gr/ml


kamar
8. Jari – jari atom 144 um

9. Electrical resistivity 22.14 nΏ.m

10. Sifat kemagnetan Diamagneti

11. Kekerasan 2.5 – 3 Skala Mohs

12. Warna Kuning Berkilau

13. Kekerasan Vickers 216 Mpa

14. Kekerasan Brinell 2450 Mpa

15. Nomor CAS 7440 – 57 – 5

 Sifat Kimia Emas:

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
Tabel 2.2 Sifat Kimia Emas

No. Sifat Kimia Keterangan

1. Nomor Atom 79

2. Massa Atom 197

3. Kategori Unsur Logam golongan transisi

4. Grup dan Blok Grup 11, blok D

5. Perioda 6

6. Konfigurasi Elektron [Xe] 4f145d10 6s1

7. Elektronegatif 2.54 skala Pauling

 Genesa Bijih Emas


Secara umum emas terbentuk melalui 4 tahapan sebagai berikut:
 Kristalisasi Magma
Magma mempunyai sifat selalu bergerak ke segala arah (mobile).
Salah satu pergerakannya adalah intrusi, yaitu penerobosan magma
pada lapisan batuan/kulit bumi menuju ke permukaan bumi dan
mengisi retakan-retakan atau celah-celah batuan yang ada di kulit
bumi. Dalam perjalan ini, intrusi magma akan mengalami
penurunan suhu dan tekanan yang mengakibatkan terjadinya
kristalisasi mineral-mineral silikat. Proses kristalisasi berakibat
pada terbentuknya mineral-mineral silikat dan mineral-mineral sisa
cairan magma, termasuk terbentuknya emas porfiri (kasar) yang
mengkristal akibat pembekuan magma.
 Sublimasi
Sublimasi merupakan proses pengendapan langsung mineral dari
uap atau gas. Pembentukan mineral merupakan proses kecil bila
dibandingkan dengan proses-proses lainnya. Prinsip proses tersebut
terletak pada penurunan suhu maupun tekanan. Endapan mineral
biasanya terbentuk akibat dua atau lebih gas yang bereaksi.

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
Cebakan emas sublimasi terbentuk karena terbawa oleh uap atau
gas yang bereaksi.
 Metasomatisme Kontak
Proses intrusi magma menyisakan larutan dan gas bersuhu tinggi
dan apabila bersentuhan dengan dinding batuan bercelah dapat
mengakibatkan reaksi yang menghasilkan mineral-mineral baru.
Pembentukan bijih emas pada proses ini diakibatkan oleh magma
kaya bijih bersentuhan dengan batuan samping yang reaktif
(metasomatisme kontak), sehingga terbentuk emas yang biasanya
mempunyai tekstur kasar.
 Proses Hidrotermal Emas
Aktivitas vulkanis gunung berapi yang menyebabkan air magma
mencapai permukaan bumi, kemudian terjadi kontak dengan air
meteoric yang menempati zona-zona retakan batuan beku. Retakan
tersebut dengan berjalannya waktu tertutup oleh akumulasi
endapan logam-logam yang mengandung ion-ion kompleks yang
mengandung emas, tembaga, perak dan lainnya yang kemudian
membentuk jalur emas atau urat emas.

Gambar 2.2 Proses Hidrotermal Emas

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
 Geokimia Pembentukan Emas
 Secara geokimia, partikel emas larut di dalam cairan hidrotermal
yang oksidatif kemudian mengendap ketika cairan hidrotermal
tersebut bertemu lingkungan yang reduktif. Reaksi reduksi oksidasi
yang berperan besar dalam proses pelarutan emas di alam
ditunjukkan pada reaksi sebagai berikut:
Au0 + H+ + 0.25O2 = Au+ + 0.5H2O
 Mineral sulfide dan karbon di alam dapat teroksidasi dan
menciptakan suasana yang reduktif sehingga emas dapat
terpresipitasi dari cairan hydrothermal.
 Mineral emas yang mengandung 25% sampai 55% perak disebut
Ellectrum. Ellectrum memiliki sifat optic dan struktur kristal yang
mirip dengan emas native. Proses ekstraksi emas dari electrum
relative lebih sulit dibandingkan emas native. Perak di dalam
electrum dapat bereaksi dengan ion sulfide membentuk perak
sulfide dengan ketebalan 1 sampai 2 mikrometer di permukaan
mineral. Hal ini berdampak negative dalam proses sianidasi karena
dapat menghalangi kontak antara ion CN- dengan partikel emas.
 Emas juga dapat membentuk paduan dengan tellurium yang
disebut telluride. Paduan telluride secara kimiawi sangat kompleks
dan memiliki kelarutan yang sangat rendah di dalam larutan
sianida. Emas dan telluride dapat membentuk beberapa senyawa di
antaranya sylvanite, calaverite, petzite, krennerite, montbrayite,
dan kostovite. Emas telluride tersebut merata dan umumnya
berasosiasi dengan emas dan mineral sulfide. Densitas emas
telluride antara 8000-1000 kg/m3. Warna emas telluride adalah
abu-abu sampai gelap. Berikut adalah diagram Terner yang
menunjukkan gradasi warna paduan emas, perak, dan tembaga.

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
Gambar 2.3 Paduan Au-Cu-Ag
 Karakteristik Bijih Emas
 Bijih emas free milling adalah bijih emas yang relative mudah
diolah dengan persen perolehan (%recovery, % ekstraksi > 90%)
dengan ukuran partikel bijih emas hasil grinding adalah P80 200
mesh.
 Bijih emas refractory adalah bijih emas yang ketika diolah
memberikan persen perolehan < 90% bahkan bila diolah tanpa
proses pre-treatment seringkali persen perolehannya < 50%.
 Klasifikasi Bijih Emas
 Bijih emas yang termasuk tipe non-refractory adalah bijih placer,
free milling, dan bijih oksida. Sementara bijih emas refractory
adalah bijih yang tidak dapat diolah secara efektif dengan metode
konsentrasi ataupun sianidasi konvensional bahkan yang telah
melalui tahap fine grinding.
 Penyebab sifat refractory ada tiga yaitu emas berukuran halus dan
terjebak di dalam mineral-mineral sulfide yang sifatnya non-

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
porrous, bijih mengandung komponen-komponen reaktif yang
dapat mengkonsumsi reagen pelindi dan bijih yang bersifat preg-
robbing. Bijih yang bersifat refractory meliputi bijih sulfidis,
carbonaceous, telluride atau kombinasinya. Berikut adalah Tabel
2.3 yang merupakan jenis-jenis emas dan proses terjadinya.
Tabel 2.3 Tipe Bijih Emas

No. Tipe Bijih Cara Terbentuknya


1. Placer Emas mudah diliberasi atau telah
terliberasi sebelum diproses, biasanya
ukurannya berkisar antara 50-100
mikrometer.
2. Quartz Vein- Biasanya terbentuk sebagai native gold
Iode Ores dalam quaryz vein, iodes atau
stockworks, beberapa telluride dan
kadang-kadang autrostibite dan
maldonite. Umumnya muncul sebagai
emas yang sudah terliberasi tetapi
beberapa emas yang masih terasosiasi
dengan mineral lain juga ada.
3. Oxidized Ores Emas biasanya terbentuk sebagai
butiran-butiran atau sebagai produk
aternatif dari mineral sulfide dan tingkat
terliberasinya meningkat dengan
oksidasi.
4. Silver-rich Emas umumnya terbentuk sebagai
Ores Ellectrum, meskipun kustelite mungkin
terdapat di beberapa bijih.
5. Copper Perak asli mungkin ada. Emas terjadi
Sulphide Ores sebagai partikel kasar yang telah
terliberasi dan partikel halus yang
terjebak dalam pirit dan tembaga sulfide.
6. Iron Sulphide Emas terbentuk sebagai partikel yang

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
Ores terliberasi, berikatan dan terinklusi dalam
sulfide (umumnya dalam pirit, dan jarang
dalam marcasite dan pyrrhotite), dan
sebagai emas submikroskopik dalam
mineral sulfide.
7. Arsenik Emas terbentuk sebagai partikel yang
Sulphide Pre terliberasi dan terinklusi, dan emas
submikroskopik dalam arsenopyrite dan
produk teroksidasi.
8. Antimony Emas terbentuk sebagai native gold,
Sulphide Ores dengan jumlah aurostibite kecil hingga
sedang, baik yang sudah terliberasi atau
terjebak dalam sulfide.
9. Bismuth Emas terbentuk sebagai native gold,
Sulphide Ores dengan jumlah maldonite kecil hingga
sedang. Emas submikroskopik juga dapat
hadir dalam sulfide.
10. Telluride Ores Emas terbentuk sebagai native gold dan
telluride emas, baik yang terliberasi atau
terjebak dalam sulfide. Emas
submikroskopik mungkin ada.
11. Carbonaceous Emas terbentuk sebagai partikel emas
Sulphide Ores yang berbutir halus dan emas
submikroskopik dalam sulfide, dan
sebagai emas permukaan pada
carbonaceous dan FeOx.

 Macam-macam Mineral Pembawa Emas


 Emas mikroskopik
 Emas mikroskopik adalah emas yang terlihat, terdiri dari
paduan emas, telluride emas, sulfide emas, selenide emas,
sulfoteffurida emas, dan sulfoselenides emas.

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
 Emas mikroskopik dalam bijih primer terjadi sebagai
butiran murni dengan berbagai ukuran dan bentuk dalam
fractur dan mikrofractur, atau sterikat dan terinklusi dalam
mineral lain.
 Emas Submikroskopik
 Emas yang tidak terlihat di bawah mikroskop electron optic
dan pemindaian disebut dengan emas sebmikroskopik atau
emas tidak terlihat. Ini adalah bentuk utama emas di
beberapa endapan emas epithermal dan endapan sulfide
massif. Emas yang biasanya dalam bentuk bijih ini sebagai
partikulat diskrit (berdiameter < 0.1 mikrometer) di dalam
mineral sulfide (terutama dalam pirit dan arsenopirit).
 Emas Permukaan
 Emas yang terikat permukaan adalah emas yang diserap ke
permukaan mineral lain selama mineralisasi dan oksidasi
atau pemrosesan metalurgi berikutnya. Emas permukaan
juga tidak terlihat di bawah mikroskop optic maupun
mikroskop elekctron, dan hanya dapat dideteksi dengan
Teknik analitik permukaan seperti time-of-flight laser
ionization mass spectrometry (TOF-LIMS)
 Pembawa emas permukaan utama adalah bijih oksida besi,
kuarsa, materi karbon, dan mineral tanah liat, serta serpihan
kayu.
 Berikut dalam Gambar 2.4 tersaji mineral-mineral pembawa emas.

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
Gambar 2.4 Macam-macam Mineral Pembawa Emas
 Proses Diagnostic Leach
 Diagnostic Leaching adalah prosedur laboratorium praktis yang
membantu pemahaman tentang sifat dan keberadaan emas dalam
sampel bijih atau jenis produk tanaman apapun. Diagnostic Leach
dilakukan untuk mengetahui distribusi dari Au, Ag, dan Cu.
Dengan mengetahui distribusinya maka bisa membantu dalam
menentukan maksimum recovery yang dapat dicapai untuk masing-
masing tipe leaching tertentu.
 Dalam proses diagnostic leach harus memperhatikan ukuran
partikel dari bijih yang diuji, hal ini berhubungan dengan derajat
liberasi suatu mineral. Dengan derajat liberasinya yang besar maka
memungkinkan suatu reagen langsung berinteraksi dengan mineral
yang diuji. Dengan demikian proses diagnostic leach ini dapat
berjalan dengan lebih baik. Adapun reagen yang digunakan dalam
proses diagnostic leach tersaji dalam Gambar 2.5 sebagai berikut.

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
Gambar 2.5 Reagen Diagnostic Leach
 Selain ukuran bijih, persen solid juga ikut mempengaruhi proses
diagnostic leach. Persen solid merupakan perbandingan antara
berat padatan dengan berat total. Makin besar persen solid, berarti
makin banyak jumlah padatan, sehingga kesempatan untuk
bereaksi antara sampel dengan reagen yang digunakan. Hal ini
berkaitan dengan mobilitas (gerakan) atom atau ion yang terbatas.
Selain itu, persen solid yang tinggi dapat meningkatkan viscosity
dari slurry, yang menyebabkan turunnya nilai DO (Dissolve
Oxygen) dan kinetika reaksi pelindian, sehingga laju reaksi
berkurang. Sedangkan untuk persen solid yang rendah, berarti
jumlah padatan lebih kecil sehingga berpengaruh terhadap
kapasitas pabrik meskipun Au dan Ag terlarut lebih banyak.
Adapun contoh penggunaan reagen dalam proses diagnostic leach
dapat dilihat pada Gambar 2.6 sebagai berikut.

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
Gambar 2.6 Penggunaan Reagen dalam Proses Diagnostic Leach
 Macam-macam Bijih Emas
 Bijih Tellurida
 Sifat refractory bijih emas telluride disebabkan emas
berikatan dengan tellurium membentuk mineral Calaverite,
Krennerite, Petzite, dan Montbrayite. Emas menjadi sulit
larut karena terbentuknya lapis film H2TeO3 saat sianidasi
yang mempasivasi permukaan mineral. Oleh karena itu,
bijih emas telluride memerlukan tahap oksidasi sebelum
tahap oksidasi.
 Bijih Carbonaceous
 Bijih Carbonaceous mengandung material carbonaceous
yang meliputi karbon organic dan karbon elemental.
Karbon organic dapat berupa senyawa hidrokarbon, humic
acid, dan senyawa organic lainnya. Sifat refractory bijih
carbonaceous dapat disebabkan oleh 2 faktor sebagai
berikut:
Bijih bersifat preg-robbing yaitu bijih mengadsorpsi
ion kompleks aurocyanide segera setelah ion
kompleks aurocyanide terbentuk.

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
Partikel emas terselimuti material carbonaceous.
Cara untuk mengatasinya adalah melakukan pre-
treatment oksidatif. Oksidasi dapat mendegradasi
atau mempasivasi material carbonaceous yang ada
di bijih.
 Bijih Sulfida
 Bijih sulfide adalah kelompok bijih emas refractory yang
paling banyak dijumpai. Sifat refractory bijih disebabkan
oleh partikel emas yang terselimuti oleh mineral sulfide
yang non-porrous atau mineral-mineral sulfide tertentu
dalam bijih mengkonsumsi reagen pelindi (sianida dan
oksigen) saat sianidasi.
 Mineral sulfide yang umumnya berasosiasi dengan emas
adalah pirit, arsenopirit, marcasite, dan pihotite.
Pirit adalah mineral sulfide yang paling umum
berasosiasi dengan emas. Pirit memiliki rumus FeS 2,
dan potensial reduksi yang tinggi sehingga pada
lingkungan yang sedikit eksidatif seperti pada
proses sianidasi, mineral pirit tidak larut dan
partikel emas halus di dalam pirit tidak dapat
terliberasi. Namun, bila partikel emas tidak
terinklusi di dalam mineral pirit, sifat pirit yang
tidak reaktif justru menguntungkan karena tidak
meningkatkan konsumsi reagen pelindi
Arsenopirit juga merupakan host mineral emas
yang umum setelah pirit. Rumus kimia arsenopirit
adalah FeAsS. Sama halnya dengan pirit, partikel
emas dapat terjebak di dalam arsenopirit sehingga
tidak dapat diekstraksi saat sianidasi. Selain itu,
arsenic juga menimbulkan masalah lingkungan
karena beracun.

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
Marcasite memiliki rumus kimia yang sama dengan
pirit yaitu FeS, namun struktur kristalnya
Orthorombik. Marcasite lebih reaktif dan lebih
mudah dioksidasi dibandingkan pirit. Hal ini
menyebabkan konsumsi sianida dan oksigen saat
sianidasi tinggi.
Pirhotite memiliki rumus kimia Fe(1-x)S. Nilai X
bervariasi antara 0 sampai 0.5. Pirhotite adalah
mineral besi sulfide yang paling reaktif dan mudah
dioksidasi. Inklusi emas di dalam pirhotite lebih
mudah diliberasi. Namun, sifat pirhotite
meningkatkan konsumsi sianida dan oksigen.
 Proses Ekstraksi Emas
Berikut adalah diagram alir proses ekstraksi emas yang dapat dilihat pada
Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Diagram Alir Proses Ekstraksi Emas

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
 Pre-treatment Bijih Emas Refractrory
 Pre-treatment bertujuan untuk mengoksidasi mineral sulfide dan
carbonaceous matter agar persen ekstraksi emas saat sianidasi
dapat meningkat. Metode ini dilakukan apabila direct cyanidation
memberikan persen recovery yang rendah sehingga secara ekonomi
tidak menguntungkan karena bijih bersifat refractory. Bijih
dioksidasi sebagian atau seluruhnya agar emas yang terinklusi di
dalam mineral sulfide dapat terliberasi dan/atau permukaan mineral
sulfide terpasivasi.
 Bijih carbonaceous juga dioksidasi untuk mendegradasi mineral
carbonaceous atau dipasivasi permukaannya agar sifat preg-
robbing bijih hilang. Secara umum, metode pre-treatment dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu, pre-treatment dengan jalur
pirometalurgi dan pre-treatment dengan jalur hidrometalurgi.
 Drying (Pengeringan)
Drying bertujuan menghilangkan kandungan air (air
permukaan) atau kelembaban secara mekanis
dengan cara penguapan menggunakan udara panas
ataupun dengan pembakaran bahan bakar pada
tekanan atmosfer sehingga kandungan air dapat
menguap pada temperatur normal. Oleh karena itu,
selain panas yang dibutuhkan untuk membawa
substansi untuk pengeringan suhu, panas penguapan
harus diberikan pada suhu tersebut. Pemanasan
dilakukan pada temperatur di atas temperatur didih
air (100̊ - 200̊ C).
Drying dilakukan dengan menggunakan beberapa
peralatan seperti:
o Rotary Dryer.
o Fix Bed Furnace.
o Fluidaized Bed Furnace.

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
 Roasting (Pemanggangan)
Roasting adalah metode pre-treatment yang telah
digunakan bertahun-tahun untuk mengolah bijih
emas refractory. Roasting mineral-mineral sulfide
dilakukan pada kondisi lingkungan oksidatif yang
terkendali. Besi sulfide teroksidasi menjadi kalsin
besi oksida yang porous dan material karbon dalam
carboneous ores akan terdekomposisi menjadi gas
CO dan CO2. Temperatur roasting umumnya
bervariasi antara 450̊ C sampai 750̊ C tergantung
jenis mineral sulfidanya. Suplai oksigen juga harus
mencukupi.
Seacara umum roasting diartikan sebagai proses
pemanasan di bawah titik leburnya dengan
keberadaan oksigen. Misalnya oksidasi (konversi)
logam sulfide untuk menghasilkan logam oksida
(sebagian atau keseluruhan) agar dapat direduksi
dengan karbon atau dilarutkan dalam larutan asam
pada tekanan atmosfer (proses hidrometalurgi).
Reaksi :
2ZnS + 3O2 = 3ZnO + 2SO2
2FeS2 + 5O2 = Fe2O3 + 4SO2
Adapun tujuan dari roasting adalah sebagai berikut:
o Mengeluarkan sulfur, arsen, antimon dan
persenyawaannya.
o Mengubah mineral sulfide menjadi oksida
dan sulfur.
o Membentuk material menjadi porous.
Reaksi lain yang mungkin terjadi adalah
pembentukan SO2, SO3, metal sulfat, kompleks
oksida misalnya ZnFe2O4. Roasting dilakukan pada

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
temperature di bawah titik leleh (< 900̊ - 1000̊ C)
dan keadaan ketersediaan oksigen. Tipikal bijih
yang di roasting adalah bijih sulfide (Cu, Zn, Sb).
Pengendalian proses roasting sangat kompleks.
Material carbonaceous di dalam bijih harus
dioksidasi seluruhnya saat roasting. Proses oksidasi
bijih carbonaceous juga lebih tinggi dari bijih
sulfide. Namun, pada temperatur tinggi, porositas
produk kalsin akan menurun akibat rekritalisasi
hematite.
 Calcination (Kalsinasi)
Kalsinasi adalah proses yang dilakukan untuk
dekomposisi/dekomposisi sebagian suatu senyawa
yang terdapat dalam bijih pada temperatur di bawah
titik leleh dengan ketersediaan oksigen yang
terbatas.
Tujuan proses kalsinasi adalah:
o Menghilangkan air yang terikat secara
kimia.
o Dekomposisi bijih karbonat menjadi gas
CO2.
o Dekomposisi bijih sulfida menjadi gas SO2.
Contoh proses kalsinasi:
o Dekomposisi hydrate seperti ferric
hydrocsida menjadi ferric oxide dan uap air.
2Fe(OH)3 = Fe2O3 + 3H2O (g)
o Dekomposisi kalsium karbonat menjadi
kalsium oksida dan karbon dioksida
CaCO3 = CaO + CO2 (g)
o Dekomposisi besi karbonat menjadi besi
oksida
FeCO3 = FeO + CO2

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
Proses kalsinasi lebih endotermik daripada proses
drying. Temperatur yang digunakan untuk proses
kalsinasi tergantung pada komposisi senyawa yang
ingin di dekomposisi. Istilah “kalsin” biasanya
digunakan untuk menjelaskan produk yang
dihasilkan melalui proses dekomposisi magnesium
dan kalsium karbonat, hydrate dan hydroxide.
Tetapi, kalsin juga digunakan untuk konsentrat
tembaga sulphate, konsentrat zinc sulphate, dan
lainnya yang sudah melalui proses roasting.
Contohnya adalah pada proses calcination batu
kapur. Tahapannya adalah sebagai berikut:
o Batu kapur ditambang dengan metode
tambang terbuka.
o Dihancurkan hingga ukuran yang
ditentukan.
o Proses kalsinasi dilakukan menggunakan
shaft furnace/tungku tegak.
 Klorinasi
Gas klorin yang larut dalam larutan aqueous
merupakan oksidator kuat. Gas klorin mudah larut
di dalam air membentuk asam klorida dari asam
hipoklorida.
Cl2(aq) + H2O = HCl + HOCl
Klorinasi banyak diaplikasikan untuk deaktivasi
material carbonaceous. Klorin modifikasi
permukaan karbon organic dengan membentuk
lapisan chlorohydrocarbon atau membentuk
karbonil yang tersusun dari gugus karboksilat (-
COOH). Hal ini menyebabkan terjadinya pasivasi
permukaan carbonaceous matters yang dapat

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
mengadsorpsi emas. Selain itu, oksidasi mineral
sulfide juga terjadi saat klorinasi.
Reaksi oksidasi pirit pada proses klorinasi
ditunjukkan sebagai berikut:
2FeS2 + 15HOCl + 7H2O = 2Fe(OH)3 + 23H+ +
4SO42- + 15Cl-
Konsumsi gas klorin selama proses mencapai lebih
dari 50 kg Cl2/ton. Metode klorinasi tidak ekonomis
untuk mengolah bijih yang mengandung lebih dari
0.5% sulfide karena kebutuhan gas klorin yang
tinggi.
 Asam Nitrat
Asam nitrat digunakan sebagai oksidator pada
pengolahan bijih atau konsentrat sulfide refractory
yang mineral penyusunnya adalah pirit dan
arsenopirit.
Metode ini tidak popular di industry emas karena
asam nitrat bersifat korosif dan dilaporkan 3%
sampai 54% emas larut saat oksidasi dengan asam
nitrat sebelum dilakukan proses sianidasi.
 Pre-Aerasi (Low Pressure Oxygen)
Metode ini dapat diterapkan secara mudah dan
murah sebelum tahap sianidasi. Prinsip pre-aerasi
adalah oksigen terlarut mampu mengoksidasi
beberapa jenis mineral sulfida. Oksigen terlarut bisa
diperoleh dengan menginjeksikan udara atau
oksigen murni ke dalam slurry.
Pre-Aerasi dapat mempasivasi permukaan mineral
sulfide yang reaktif seperti pirhotite dan marcasite
sehingga mengurangi konsumsi reagen pelindi saat
sianidasi. Aplikasi metode ini hanya terbatas untuk
bijih sulfide yang reaktif dan yang tidak

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
memerlukan oksidasi seluruhnya untuk meliberasi
emas.
 Pre-treatment dengan High Pressure Oxygen
Pada tekanan dan temperatur yang tinggi, mineral
sulfide dapat terdekomposisi dengan cepat.
Oksidator yang digunakan adalah oksigen. Proses
ini dapat terjadi di lingkungan asam maupun basa.
Umumnya, high pressure oxidation pada suasana
asam. High pressure oxidation pada suasana bassa
diaplikasikan apabila bijih refractrory mengandung
karbonat tinggi dan sulfide rendah.
Prinsip reaksi high pressure oxidation adalah
mineral sulfide dan arsenic dioksidasi menjadi sulfat
dan arsenat pada temperatur 180 ̊ C sampai 225 ̊ C
dan pH kurang dari 2.
Proses oksidasi dilakukan pada temperatur di atas
160 ̊ C untuk mencegah pembentukan hydronium
jarosite dan sulfur elemental. Hal ini karena kedua
produk tersebut dapat menurunkan efisiensi proses
oksidasi dan meningkatkan konsumsi reagen pelindi
dengan cara menyelimuti permukaan mineral
sulfide dan menutup permukaan emas yang telah
terliberasi.
 Biooksidasi
 Proses oksidasi secara biologi merupakan metode terbaru dan
alternative yang dikembangkan untuk mengolah bijih emas
refractrory. Dalam metode ini digunakan bakteri yang
mendapatkan sumber energinya dari proses oksidasi mineral
sulfide. Dengan proses biooksidasi ini emas yang terinklusi
terliberasi dan dapat dilindi saat proses sianidasi. Selain itu, proses
metabolism bakteri juga dapat menghilangkan sifat preg-robbing

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
bijih dengan cara mendegradasi atau melakukan pasivasi pada
permukaan material carbonaceous.
 Metode ini cocok untuk bijih emas sulfide maupun carbonaceous.
Prinsip bioksidasi sama dengan bioleaching. Istilah biooksidasi
digunakan bila logam yang larut akibat aktivasi bakteri adalah
logam pengotor seperti besi (Fe) dan Arsenik (As). Dibandingkan
dengan metode pre-treatment lainnya seperti pemanggangan dan
high pressure oxidation, metode biooksidasi ini lebih murah,
efisien dan ramah lingkungan. Metode ini telah diterapkan pada
beberapa pabrik pengolahan emas dalam skala komersial.
 Mekanisme biooksidasi dibagi menjadi dua model menurut
Silverman dan Lundgrend (1959), yaitu mekanisme langsung
(direct mechanism) dan mekanisme tidak langsung (indirect
mechanism).
 Direct Mechanism
Mekanisme langsung melibatkan kontak
fisik/interaksi secara langsung antara sel bakteri
dengan permukaan mineral sulfide.
Pada direct mechanism, bakteri melekat pada
permukaan mineral sulfide dan mengkatalis reaksi
oksidasi mineral menjadi metal sulfat yang larut.
 Indirect Mechanism
Mekanisme tidak langsung melibatkan siklus ion
ferric (Fe3+) dan ferrous (Fe3+). Fe3+ merupakan
oksidator yang dapat mengoksidasi metal sulfide
dan akan tereduksi menjadi Fe3+. Fe3+ kemudian
dioksidasi kembali oleh bakteri menjadi Fe3+.
Indirect Mechanism berlangsung melalui oksidasi
ion Fe2+ menjadi Fe3+ dan oksidasi sulfur elemental
menjadi asam sulfat.
 Mekanisme Biooksidasi Material Carbonaceous

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
 Material carbonaceous dalam bijih emas dapat menyebabkan bijih
bersifat preg-robbing dan menurunkan nilai recovery emas.
Material carbonaceous terdiri dari karbon organic senyawa
hidrokarbon, humic acid, dan senyawa organic lainnya dan karbon
anorganik atau karbon elemental. Beberapa jenis bakteri dan fungi
mampu mempasivasi atau mendekomposisi material carbonaceous.
 Pasivasi terjadi akibat perubahan sifat fisika-kimia permukaan
material carbonaceous. Perubahan ini dikarenakan permuakaan
material carbonaceous diselimuti atau dilapisi oleh enzim
metabolic seperti Extracellular Polymeric Substances (EPS) yang
dihasilkan oleh bakteri.
 Mekanisme pasivasi terjadi melalui du acara yaitu karena adanya
gaya elektrostatik yang tolak-menolak antara senyawa organic
yang dihasilkan bakteri dengan ion kompleks emas dan dengan
adsorpsi yang kompetitif antara senyawa organic yang dihasilkan
bakteri dengan material carbonaceous yang ada di dalam bijih.
 Material carbonaceous juga dapat didekomposisi oleh
mikroorganisme seperti fungi dengan cara mensintesis dan
mensekresi enzim yang dapat mendegradasi senyawa karbon
seperti enzim pendegradasi lignin dan enzim pendegradasi rantai
aromatic.
 Fungi dan bakteri juga mensekresi senyawa nitrogen basa seperti
polipeptida dan poliamina yang dapat mendekomposisi material
carbonaceous. Beberapa mikroorganisme juga dapat menghasilkan
khelat, senyawa yang terdiri dari ion logam dan molekul organic
dan membentuk struktur menyerupai cincin, yang dapat memecah
ikatan dalam struktur material carbonaceous sehingga sifat preg-
robbing nya menurun.

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
BAB III
PERKEMBANGAN PROSES BIOOKSIDASI

 Macam-macam Metode Biooksidasi


 Saat ini terdapat tiga jenis proses biooksidasi yang dibedakan
berdasarkan Teknik prosesnya yaitu biooksidasi di dalam
Continous Stirrer Tank Reactor (CSTR), reactor heap untuk bijih
emas refraktori kadar rendah dan biooksidasi dengan Teknik
coating.
 Proses BIOXTM
 Proses BIOXTM dkembangkan oleh Gencor Proses Research di
Johannesburg, Afrika Selatan pada akhir tahun 1970an. Proses ini
dikembangkan untuk mengolah konsentrat emas refraktori hasil
flotasi di dalam Continous Stirer Tank Reactor (CSTR).
 Konsentrat dikentalkan hingga 50% solid untuk meminimalkan
reagen flotasi masuk ke dalam reactor BIOXTM.
 Kandungan S-Sulfida di dalam konsentrat minimal 6% untuk
memastikan aktivitas bakteri yang memadai selama tahap
biooksidasi.
 Konsentrat diencerkan hingga 20% solid sebelum diumpankan k
reactor BIOXTM.
 Dalam kasus bijih dengan kadar sulfide S-rendah, dimungkinkan
untuk mengoperasikan reactor pada % solid yang lebih tinggi.
 Dalam proses BIOXTM, sejumlah reagen kimia ditambahkan
sebagai nutrisi pertumbuhan bakteri.
 Kultur campuran bakteri mesofilik yang digunakan dalam proses
BIOXTN dapat beroperasi pada suhu mulai dari 30 ̊ C hingga 45 ̊ C.
 Suhu ini memungkinkan tingkat oksidasi sulfide maksimum
dicapai sambil meminimalkan persyaratan pendinginan.

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
 Proses BIOXTM telah digunakan secara komersial di beberapa
perusahaan pengolahan emas diantaranya Fairview (Afrika
Selatan), Sao Bento (Brazil), Harbour Lights (Australia), Wiluna
(Australia), Sansu (Ghana), Tamboraque (Peru), Fosterville
(Australia, dan Susdal (Kazakhstan). Berikut adalah Tabel 3.1 yang
merupakan data pertambangan yang menggunakan proses BIOXTM.
Tabel 3.1 A Summary Of The BIOX Operations, Currently and
Previously in Operation, At The Date Of Publication

No Mine Country Concentrat Reacto Date of


. e r Size Commissionin
Treatment (m3) g
Capacity (t
day-1)
1. Fairview South 62 340* 1986
Africa
2. Sao Bento Brazil 150 550 1990
3. Harbour Australia 60 160 1991
Lights
4. Wiluna Australia 158 480 1993
5. Sansu Ghana 960 900 1994
6. Tamboraqu Peru 60 262 1998
e
7. Fosterville Australia 211 900 2005
8. Suzdal Kazakhsta 196 650 2005
n

 Oksidasi mineral sulfide adalah eksotermik proses dan reakto harus


didinginkan terus menerus dengan sirkulasi dingin air melalui
serangkaian koil pendingin yang dipasang di dalam reactor.
 Proses biooksidasi dilakukan pada 20% solid, rentang pH 1.2-1.8
dan waktu tinggal slurry antara 4-6 hari tergantung dari laju
oksdasinya, jumlah S-Sulfida dan komposisi konsentrat.

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
 Konsentrat proses BIOXTM berukuran P80-75 mikrometer.
 Bila distribusi ukuran partikel lebih besar, laju oksidasi sulfide
akan rendah karena semakin kecilnya luas permukaan mineral yang
dapat kontak dengan bakteri.
 Penggerusan hingga ukuran halus (<20 mikrometer) dilakukan
untuk meningkatkan laju oksidasi sulfide namun hal ini dapat
menaikkan slurry dan luas area untuk settling.
 Proses BIOXTM terdiri dari 3 tahapan utama yaitu primary
oxidation stage, secondary oxidation stage, and inter-stage
solution removel yang memiliki parameter sebagai berikut:
 Primary Oxydation Stage
Standard BIOXTM mesophile
Target -65-75% Sox
Know technology
Robust microorganism
Well know and defined design and operating
parameters
 Secondary Oxydation Stage
Thermophile Stage
Target Complate S-Oxydation
Lower utility requirement
More complex process design
Materials of contruction – NB
 Inter-Stage Solution Removal
Determined by process conditions
Management of dissolved iron and sulphate levels
 Reagen kimia yang ditambahkan adalah garam kalium, nitrogen
dan fospor dengn komposisi 0.3 kg kalium /ion-konsentrat, 1.7 kg
nitrogen/ton-konsentrat, dan 0.9 kg fospor/ton-konsentrat.
 Minimal kandungan karbonat dalam konsentrat adalah 2% untuk
memastikan tersedianya CO2 yang cukup untuk pertumbuhan
bakteri. Bila kadar tidak mencukupi mineral karbonat atau

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
limestone ditambahkan sebagai sumber karbon anorganik dalam
bentuk CO2.
 Asam sulfat ditambahkan sebagai pengontrol pH slurry agar selalu
pada rentang pH 1.2 – 1.8.
 Produk BIOXTM mengandung ion terlarut dengan konsentrasi tinggi
dan harus dicuci dalam sirkuit CCD tiga tahap sebelum dilakukan
pencucian sianida.
 Produk BIOXTM yang telah dicuci biasanya mengandung kurang dari
1 gr/L besi total dalam larutan dengan pH 1-3.
 Penghilangan besi diperlukan sebelum pelindian dengan sianida
untuk meningkatkan recovery emas dan pengurangan konsumsi
sianida.
 Overflow CCD dinetralkan dalam proses dua tahap hingga pH 7-8
untuk menghasilkan endapan stabil yang mengandung semua besi
dan arsenic yang stabil dan aman untuk pembuangan di tailing dam.
 Process Requirements
 Temperatur
30 ̊ C – 45 ̊ C
40 ̊ C – 42 ̊ C to decrease cooling requirement
Reaction heat in the range of 35 MJ/Kg S-2
 pH Kontrol
pH range 1.1-1.6 using lime, limestone and/or
sulphuric acid
pH < 1 : activity loss and foaming
pH > 2 : activity loss and metal salt precipitation
Specifi concentrate carbonate levels mustbe
targeted
 Oxygen Supply
Oxygen demand in the range of 1.8-2.6 kg O2/kg S-2
Dissolved Oxygen >2 ppm
Aeration rate calculations

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
 Diagram alir proses BIOXTM yang dapat dilihat pada Gambar 3.1
sebagai berikut

Gambar 3.1 Diagram Alir Prose BIOXTM


 Proses BIOPROTM
 Proses ini dikembangkan oleh Newmont Mining Corporation untuk
mengolah cadangan bijih emas sulfide di Tambang Gold Quarry,
Nevada, Amerika Serikat.
 Pengembangan proses BIOPRO dimulai pada tahun 1988 dan
berhasil diaplikasikan pada akhir tahun 1999.
 Berbeda dengan BIOXTM yang dilakukan di dalam reactor CSTR
dan untuk konsentrat, BIOPROTM dilakukan di dalam reactor heap
untuk bijih emas refractory berkadar rendah (1.0 – 2.4 gr/ton). Hal
ini dilakukan untuk mengatasi tingginya biaya kapital reactor
CSTR.
 Berikut adalah diagram alir proses BIOPROTM yang dapat dilihat
pada gambar 3.2.

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
Gambar 3.2 Diagram Alir Prses BIOPROTM
 Proses Biooksidasi BIOPROTM berlangsung lebih lama, yaitu 165
hari, dibandingkan BIOXTM yang hanya 4-6 hari.
 Nilai pH selama proses dijaga kurang dari dua dengan cara
penambahan asam sulfat pekat untuk mendekomposisi CaCO 3 di
dalam bijih yang merupakan mineral pengkonsumsi asam.
Penambahan asam sukfat pekat adalah sekitar 2 kg per ton bijih per
persen CaCO3.
 Bijih emas refractrory yang diolah memiliki karakterisitik sifat
preg-robbing yang rendah, kandungan S-sulfida lebih dari 0.2%
dan kandungan CaCO3 maksimal 4.2%.
 Bijih diremukkan dengan crusher untuk mendapatkan ukuran bijih
80 % kurang dari 19 mikrometer.
 Selanjutnya, bakteri diinokulasi ke dalam bijih sebelum ditumpuk
di dalam reactor heap. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan laju
biooksidasi yang lebih seragam dibandingkan jika inokulasi hanya
dilakukan di permukaan reactor heap saja.

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
 The BIOX culture
 Charecteristics Of bioleaching oerganism
Acidophilic -pH optimal 0.8-2.5 (BIOX process
optimum pH 1.1-1.5)
Chemolithic – obtain energy from inorganic
electron donor.
Autotrophic – fix CO2 directly
Responsible for regenerating leach agents (Fe3+
and H+)
 Mixed Population Of:
Acidiplasma Cupricumulans
Acidithiobacillus Caldus
Ferroplasma Acidiphilum
Leptospirillum Ferriphilum
 Rod shaped : 0.3 - 0.6 mikrometer x 1.0 – 3.5
mikrometer
 Concentration : 108 cells per mL
 Present attached to sulphides and free floating in
solution
 Non-pathogenic-does not phse a risk to humans or
animals

 Proses GEOCOAT
 Teknologi GEOCOAT memiliki beberapa kelebihan dibandingkan
proses pra-olahan bijih emas refractory seperti
pemanggangan(roasting), pressure oxidation, and biooksidation
dalam reactor tangka yaitu biaya kapital dan operasional yang
relative lebih rendah namun menghasilkan nilai recovery yang
tinggi dan pengoperasian proses tidak rumit.

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
 Biaya kapital dapat ditekan karena penggunaan material konstruksi
yang murah sedangkan biaya operasional dapat diturunkan karena
konsumsi energi yang relative rendah.
 Konsentrate emas sulfide yang halus direkatkan di permukaan
suatu material yang disebut dengan support rock. Material ini dapat
berupa batuan pengotor yang tidak mengandung mineral berharga
atau yang mengandung mineral berharga yang telah diremukkan.
 Proses pelapisan ini dilakukan sebelum material ditumpuk di dalam
reactor heap agar lapisan coating yang diperoleh tipis dan seragam.
Ketebalan lapisan konsentrat adalah kurang dari 0.5 mm dengan
tipikal rasio massa konsentrat terhadap support rock adalah 1:7
sampai 1:10.

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
BAB IV
ANALISIS MINERALOGRAFI

 Pengertian Mineralografi
Mineralogi adalah salah satu cabang ilmu geologi yang mempelajari
mengenai mineral, baik dalam bentuk individu maupun dalam bentuk
kesatuan, antara lain mempelajari tentang sifat-sifat fisik, sifat-sifat kimia,
cara terdapatnya, cara terjadinya dan kegunaannya.
 Macam-macam Metode yang Digunakan
 Fire Assay
Fire assay adalah suatu cara atau metode kuantitatif dalam kimia
analitik untuk menentukan kadar logam mulia seperti emas, perak,
dan golongan platina dalam suatu batuan atau produk metalurgis
yang ditentukan melalui ekstraksi dengan
cara peleburan (fusi, fusion) dan menggunakan pereaksi
kimia kering (flux). Hasil akhir metode ini dilakukan dengan cara
penimbangan logamnya atau dengan alat instrumentasi
seperti spektroskopi absorpsi atom (atomic absorption
spectroscopy, AAS).
 Diagnostic Leach
Diagbostic leach adalah prosedur laboratorium praktis yang
membantu pemahaman tentang sifat dan keberadaan emas di dalam
sampel bijih atau jenis produk tanaman apa pun. Teknik ini
digunakan untuk mengukur efisiensi ekstraksi yang dapat dicapai
oleh berbagai unit operasi di pabrik yang ada. Juga informasi yang
diperoleh dari leach diagnostik menunjukkan perubahan apa dalam
parameter proses yang diperlukan atau apakah proses harus
dimodifikasi untuk reagen tertentu ketika terjadi anomali dalam
konsumsi reagen dalam operasi.

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
 AAS
Spektrofotometri Serapan atom (AAS) adalah suatu metode
analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid yang
berdasarkan pada penyerapan (absorpsi) radiasi oleh atom-atom
bebas unsur tersebut. Metode AAS berprinsip pada absorpsi cahaya
oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang
gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Misalkan
Natrium menyerap pada 589 nm, uranium pada 358,5 nm
sedangkan kalium pada 766,5 nm. Cahaya pada gelombang ini
mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu
atom. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak
energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya
ke tingkat eksitasi. Tingkat-tingkat eksitasinya pun
bermacammacam. Misalnya unsur Na dengan nomor atom 11
mempunyai konfigurasi elektron 1s2 2s2 2p6 3s1 , tingkat dasar
untuk elektron valensi 3S, artinya tidak memiliki kelebihan energi.
Elektron ini dapat tereksitasi ketingkat 3p dengan energi 2,2 eV
ataupun ketingkat 4p dengan energi 3,6 eV, masing-masing sesuai
dengan panjang gelombang sebesar 589nm dan 330 nm. Kita dapat
memilih diantara panjang gelombang ini yang menghasilkan garis
spektrum yang tajam dan dengan intensitas maksimum, yang
dikenal dengan garis resonansi. Garis-garis lain yang bukan garis
resonansi dapat berupa spektrum yang berasosiasi dengan tingkat
energi molekul, biasanya berupa pita-pita lebar.
 XRD (X-Ray Diffraction)
X-Ray Diffraction (XRD) adalah teknik analisis cepat non
destruktif yang terutama digunakan untuk identifikasi fase bahan
kristal dan dapat memberikan informasi tentang dimensi unit sel.
Bahan yang dianalisis adalah dapat berupa bahan padat (terutama
yang mempunyai struktur kristal) berbentuk powder atau tepung.
 XRF (X-Ray Flourescence)

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
X-Ray Fluorescence adalah pralatan yang memanfaatkan radiasi
sinar-X untuk menganalisa komposisi unsur dari suatu material
Komponen yang terdapat di XRF adalah:
1. Sumber arus: berupa baterai DC sebagai sumber energi
2. Filamet: bagian yang terus-menerus dipanaskan oleh lilitan
yang tersambung dengan baterai, dari sinilah awan-awan
electron terbentuk
3. Focussing cup: bagian yang berfungsi sebagai pengumpul
electron
4. Target: bagian yang berfungsi sebagai tempat tumbukan
electron yang dihasilkan filament, bahan yang terbuat dari
logam tahan pansa yaitu wolfram (W) atau Molibdenum (Mo)
dan karena menarik electron maka target disebut sebagai
anoda
5. Window/Filter: penyaring sinar X-Karakteristik dan sinar-X
Bremstrahlung
Terdapat 2 jenis sinar-X yaitu:
1. Sinar-X karakteristik: sinar-X yang terbentuk dari hasil
eksitasi/desakan radiasi yang mengenai susunan elctron di
orbital-nya sehingga electron ada yang pindah ke orbital kulit
luar dan melepas energi dan energi itulah yang dinamakan
sinar-X karakteristik karena identic esuai atom penyusunnya
masing-masing. Sifat sinar-X ini adalah Panjang gelompang
diskrit (putus-putus)
2. Sinar-X Bremtrahlung: sinar-X yang terbentuk karena radiasi
beta yang menembus mendekati inti atom karena muatan sama
maka radiasi dibelokkan sehingga menghsilkan energi yaitu
sinar-X. sifat sinar-X Bremstrahlung adalah kontinyu.

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
BAB V
NERACA MASSA

 Neraca Massa
 Berikut adalah diagram alir dari contoh proses metalurgi.

 Berikut adalah penjelasan dari alur proses yang terjadi.

No. Keterangan Proses


1. Material diumpankan ke SAG Mill untuk dilakukan proses
reduksi ukuran

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
2. Produk hasil SAG Mill dimasukkan ke dalam SAG Mill
Dish Screen, sehiingga menghasilkan produk overflow dan
underflow
3. Produk overflow dari SAG Mill Dish Screen di masukkan
ke dalam pebble crusher, untuk dilakukan reduksi ukuran
4. Semua produk dari pebble crusher kembali dimasukkan
ke dalam SAG Mill dish screen
5. Produk underflow dari SAG Mill dish screen dimasukkkan
ke dalam SAG Mill dish hopper (hopper penampungan
produk SAG Mill)
6. Produk yang ada di SAG Mill dish hopper dimasukkan ke
dalam Secondary Ball Mill Hopper, untuk dilakukan
reduksi ukuran
7. Produk dari Secondary Ball Mill Hopper di umpankan ke
dalam Secondary Cyclone dan menghasilkan produk
underflow dan produk overflow
8. Produk overflow akan di umpankan ke dalam secondary
ball mill
9. Sedangkan produk underflow akan di umpankaan ke
dalam tertiary BM Hopper
10. Produk dari secondary ball Mill akan di umpankan ke
dalam secondary ball milll hopper untuk kembali
dilakukan reduksi ukuran hingga meningkatkan hasil
underflow
11. Produk hasil Tertary BM Hopper di umpankan ke
Tertiary Cyclone, dan menghasilkan produk overflow dan
underflow
12. Produk overflow akan di umpankan ke dalam Tertiary
Ball Mill
13. Sedangkan produk underflow akan di umpankan ke dalam
CIL feed thickener, untuk dilakukan adsorpsi
14. Produk dari proses di Tertiary Ball Mill di umpanakan ke

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
dalam Tertiary BM Hopper
15. Produk hasil proses CIL Feed Thickener akan di
umpankan ke dalam CIL tank 1-10
16. Produk hasil CIL di umpankan ke dalam Detoxiification
tank
17. Produk hasil Detoxification tank akan di umpankan ke
dalam tailing storage facility dan menghasilkan produk
solution yang akan dialirkan menuju Decant (18) dan
Taka Pond Treatment (19)
18. Produk dari TSF akan di umpankan ke dalam Decant
untuk dilakukan proses daur ulang
19. Produk dari TSF akan di umpankan ke dalam Toka Pond
Treatment untuk dilakukan beberapa proses netralisasi
20. Produk dari proses Toka Pond Treatment di tampung ke
dalam RAW water
21. Dilakukan pengumpanan cairan dari Pangisan Pond ke
dalam Raw water
22. Beberapa tampungan yang ada di Raw Water di umpankan
ke dalam Camp
23. Sedangkan sebagain yang lin di umpankan ke dalam
Decant
24. Semua produk yang ada di dalam Decant di umpankan ke
dalam Process Water Tank
25. Dilakukan pengumpanan cairan dari CIL Feed Thickener
ke dalam Decant Water Tank
26. Dilakukan pengumpanan cairan dari proses Water Tank ke
dalam Tertiary BM Hopper
27. Dilakukan pengumpanan cairan dari Proses Water Tank
ke dalam SAG Mill
28. Dilakukan pengumpanan cairan dari Proses Water Tank
ke dalam Tertiary BM Hopper
29. Dilakukan pengumpanan cairan dari Process Water Tank

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi
ke dalam Secondary BM Hopper
30. Cairan yang sudah sesuai dengan baku mutu lingkungan
di buang ke sungai

116200007-Dedi Pangestu-Biometalurgi

Anda mungkin juga menyukai