Anda di halaman 1dari 5

Nama: Muhammad Sholich

Kelas: A-Star BPKP


Jenis Tugas: Ujian Tengah Semester
Makalah Perpajakan
Strategi Direktorat Jenderal Pajak dalam Mencapai Target Penerimaan Pajak Tahun 2015
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Hal yang melatarbelakangi penulis membuat tulisan dengan judul Strategi Direktorat
Jenderal Pajak dalam Mencapai Target Penerimaan Pajak Tahun 2015 ini adalah target
penerimaan pajak mencapai Rp 1.294,3 triliun, atau sekitar 72 persen dari target penerimaan
negara sebesar Rp 1.793,6 triliun yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara
(APBN) 2015. Hal ini berarti naik sekitar 31,82%.
Menurut Mantan Direktorat Jenderal Pajak, Darmin Nasution, Penerimaan pajak pada
2015 diprediksi akan mengalami shortfall (penurunan target penerimaan) sebesar 17,8 persen
atau sekira Rp180 triliun. Pajak hanya mencapai pertumbuhan penerimaan sebesar 10,5
persen jika dilakukan tanpa upaya lebih. Namun, jika tetap optimistis maka pertumbuhan
hanya akan mencapai 15 hingga 20 persen.
1.2 Tujuan Penulisan
Melalui tulisan ini, penulis bermaksud memberikan gambaran mengenai strategi
direktorat jenderal pajak dalam mencapai target penerimaan pajak tahun 2015.
2. Pembahasan
2.1 Strategi Optimalisasi Penerimaan Pajak
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak telah menetapkan target dan strategi pemeriksaan
pajak tahun 2015 yang merupakan bagian dari upaya mengamankan target penerimaan pajak
2015. Strategi yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak adalah pada pemeriksaan pajak.
Untuk mencapai target penerimaan pajak, pemeriksaan pajak akan difokuskan pada:
1) Wajib Pajak Badan (perusahaan) yang terindikasi menyalahgunakan fasilitas
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3),
1

Pasal 3 Ayat (1) huruf c PER-61/PJ/2009 adalah atur dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor : PER-62/PJ/2009 tanggal 05 November 2009 tentang
Pencegahan Penyalahgunaan P3B Pasal 3 huruf a, huruf b dan huruf c, tentang bentuk
penyalahgunaan yang P3B sebagai berikut:
Penyalahgunaan P3B dapat terjadi dalam hal:
a. Transaksi yang tidak mempunyai substansi ekonomi dilakukan dengan
menggunakan struktur/skema sedemikian rupa dengan maksud semata-mata untuk
memperoleh manfaat P3B;
b. Transaksi dengan struktur/skema yang format hukumnya (legal form) berbeda
dengan subtansi ekonomisnya (economic substances) sedemikian rupa dengan
maksud semata-mata untuk memperoleh manfaat P3B; atau
c. Penerima penghasilan bukan merupakan pemilik yang sebenarnya atas manfaat
ekonomis dari penghasilan (beneficial owner).
yang dimaksud dengan beneficial owner adalah penerima penghasilan yang bertindak
bukan sebagai agen dan bukan sebagai nominee dan bukan perusahaan conduit.
Nominee adalah orang atau badan yang secara hukum memiliki (legal owner) suatu
harta dan/atau penghasilan untuk kepentingan atau berdasarkan amanat pihak yang
sebenarnya menjadi pemilik harta dan/atau pihak yang sebenarnya menikmati
manfaat atas penghasilan, sedangkan perusahaan conduit adalah suatu perusahaan
yang mendapat manfaat dari P3B sehubungan dengan penghasilan yang timbul di
negara lain, sementara manfaat ekonomis dari penghasilan tersebut dinikmati oleh
orang-orang di negara lain yang tidak akan memperoleh manfaat dari P3B bila
penghasilan tersebut diterima secara langsung.
Apabila seseorang atau badan telah diketahui menyalahgunakan ketentuan P3B, tidak
diperkenankan untuk memanfaatkan ketentuan P3B lagi dan pajak penghasilan
dipungut/dipotong berdasarkan ketentuan UU PPh dan UU KUP.

2) Wajib Pajak yang melakukan transaksi transfer pricing dengan entitas di luar negeri,
Transfer pricing didefenisikan sebagai suatu harga jual khusus yang dipakai dalam
pertukaran antar divisional untuk mencatat pendapatan unit penjual (selling division)
dan unit divisi pembeli (buying divison).
Tujuan transfer pricing:
a. Memberi informasi yang relevan kepada masing-masing unit usaha untuk
menentukan imbal balik yang optimum antara biaya dan pendapatan perusahaan.
b. Menghasilkan keputusan yang selaras dengan cita-cita (meningkatkan laba unit
usaha namun juga dapat meningkatkan laba perusahaan).
c. Membantu pengukuran kinerja ekonomi dari unit usaha individual.
Metode penentuan transfer pricing yang lazim digunakan oleh pihak manajemen:
1) Harga Pasar (Market based Transfer Prices), harga transfer ditentukan
berdasarkan harga pasar.
2) Berdasarkan Biaya (Cost Based Transfer Prices), harga transfer ditentukan
berdasarkan biaya produksi yang terdiri dari biaya variabel maupun biaya tetap
ditambah margin yang ditetapkan
3) Harga Negosiasi (negotiated transfer Prices), harga transfer ditentukan
berdasarkan persetujuan dari unit pentransfer dan unit penerima transfer.
telah diatur melalui Peraturan Diektur Jendral Pajak Nomor Per-43/PJ/2010 tentang
Penerepan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib
Pajak dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa. Pengertian prinsip
kewajaran dan kelaziman usaha adalah apabila kondisi dalam transaksi yang
dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa sama atau
sebanding dengan kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang
tidak mempunyai hubungan istimewa yang menjadi pembanding, maka harga atau
laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan
istimewa harus sama dengan atau berada dalam rantang harga atau laba dalam
transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan
istimewa yang menjadi pembanding.
Metode penentuan harga transfer yang dapat diterapkan berdasarkan Per-43/PJ/2010
adalah:

1) Metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable


uncontrolled price/CUP)
2) metode harga penjualan kembali (resale price method/RPM) atau metode biayaplus (cost plus method/CPM)
3) metode pembagian laba (profit sharing method/PSM) atau metode laba bersih
transaksional (transactional net margin method/TNMM)
3) Wajib Pajak yang bergerak di bidang pertambangan batubara,
4) minyak dan gas bumi serta Wajib Pajak yang bergerak di bidang perdagangan besar.
5) Disamping itu, pemeriksaan juga akan difokuskan pada Wajib Pajak Orang Pribadi
(WP OP) yang berpenghasilan menengah dan tinggi, orang pribadi yang berpengaruh
2.2

dan orang pribadi yang bekerja pada profesi tertentu.


Pihak Pihak yang Diajak Kerja Sama
Dalam rangka mengoptimalkan hasil pemeriksaan tersebut, Ditjen Pajak menggunakan

strategi yaitu melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam bentuk pemeriksaan oleh Tim
Optimalisasi Penerimaan Negara (TOPN), joint audit dengan Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai (DJBC), melakukan pemeriksaan bersama dengan Inspektorat Jenderal Kementerian
Keuangan dan BPKP (Tim Gabungan), pemeriksaan bersama dengan Satuan Kerja Khusus
Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan BPKP, serta mengajukan
izin membuka rahasia bank terkait nasabah penyimpan kepada Otoritas Jasa Keuangan
(OJK).
Khusus untuk joint audit dengan DJBC, pemeriksaan akan menyasar wajib pajak yang
bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit dan pertambangan yang menghasilkan Devisa
Hasil Ekspor yang besar. Sedangkan untuk pemeriksaan yang dilakukan oleh TOPN dan Tim
Gabungan, pemeriksaan akan menyasar wajib pajak yang bergerak pada sector perkebunan
kelapa sawit dan/atau industry crude palm oil, industri baja, industri pengolahan, industri
rokok dan/atau tembakau serta jasa perbankan. Hingga triwulan pertama tahun 2015, Ditjen
Pajak telah menerbitkan 923 Instruksi Pemeriksaan yang terdiri atas 761 instruksi
pemeriksaan oleh Kantor Pelayanan Pajak; 37 oleh Kantor Pusat, 99 oleh TOPN, 3 intruksi
pemeriksaan melalui joint audit dengan DJBC serta 23 instruksi pemeriksaan bersama-sama
dengan SKK Migas dan BPKP.
3. Kesimpulan

Strategi yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak adalah pada pemeriksaan pajakyang
akan difokuskan pada:
1) Wajib Pajak Badan (perusahaan) yang terindikasi menyalahgunakan fasilitas
2)
3)
4)
5)

Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3),


Wajib Pajak yang melakukan transaksi transfer pricing dengan entitas di luar negeri,
Wajib Pajak yang bergerak di bidang pertambangan batubara,
minyak dan gas bumi serta Wajib Pajak yang bergerak di bidang perdagangan besar.
Disamping itu, pemeriksaan juga akan difokuskan pada Wajib Pajak Orang Pribadi
(WP OP) yang berpenghasilan menengah dan tinggi, orang pribadi yang
berpengaruh dan orang pribadi yang bekerja pada profesi tertentu.

DJP melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam bentuk pemeriksaan yaitu:
1) Tim Optimalisasi Penerimaan Negara (TOPN),
2) joint audit dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC),
3) melakukan pemeriksaan bersama dengan Inspektorat Jenderal Kementerian
Keuangan dan BPKP (Tim Gabungan),
4) pemeriksaan bersama dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu
Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan BPKP,
5) serta mengajukan izin membuka rahasia bank terkait nasabah penyimpan kepada
Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Daftar Pustaka:
1. Siaran Pers Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan: Strategi Pemeriksaan
Pajak Tahun 2015, Rabu 29 April 2015.
2. https://dahusna.wordpress.com/2009/11/18/penerapan-dan-penyalahgunaan-p3b/
3. http://www.setyoyoko.com/2013/04/transfer-pricing-dan-penggelapan-pajak.html
4. Peraturan Diektur Jendral Pajak Nomor Per-43/PJ/2010
5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-62/PJ/2009

Anda mungkin juga menyukai