Anda di halaman 1dari 37

Case Report Session

LUKA BAKAR

oleh:
Hildya Kusmi

10103120

Moniqha Adhayuni

1010313033

Dwiyana Roselin

1110312011

Vita Febrina

1110313011

Preseptor:
dr. Jon Efendi SpB, SpBA

BAGIAN ILMU BEDAH RSUP M JAMIL PADANG


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSTAS ANDALAS
PADANG
201

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
Luka bakar adalah luka karena kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, listrik, bahan kimia,
dan radiasi. Luka yang disebabkan oleh panas api atau cairan yang dapat membakar
merupakan jenis yang lazim kita jumpai dari luka bakar yang parah. Luka bakar
merupakan jenis trauma dengan angka morbiditas dan mortalitas tinggi yang
memerlukan suatu penatalaksanaan sebaik-baiknya sejak fase awal hingga fase lanjut.
Luka bakar dapat terjadi pada setiap orang muda maupun orang tua dan baik laki-laki
maupun perempuan. Luka bakar dapat bervariasi dari cedera ringan yang dapat
dengan mudah dikelola di klinik rawat jalan, untuk luka yang luas dapat
mengakibatkan kegagalan sistem organ dan perawatan yang berkepanjangan di rumah
sakit.
Luka bakar, yang telah mencapai proporsi epidemi dalam beberapa tahun
terakhir, dianggap sebagai masalah kesehatan yang lebih serius daripada epidemi
polio. Dalam beberapa tahun terakhir profesi medis telah mulai mengenal dan
memahami masalah yang terkait dengan luka bakar. Pada 1950-an terdapat kurang
dari 10 rumah sakit di Amerika Serikat yang khusus luka bakar. Sejak saat itu, telah
ada kemajuan yang signifikan dalam memahami masalah luka bakar dan kini ada
sekitar 200 pusat perawatan khusus luka bakar di Amerika Serikat.
2.1 Anatomi dan fisiologi kulit
2.1.1 Anatomi kulit
Kulit adalah organ yang terletak paling luar. Luas kulit orang dewasa 2 m2
dengan berat kira-kira 16% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan
vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks,
elastis dan sensitive, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan juga
bergantung pada lokasi tubuh.2

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu
lapisan epidermis atau kutikel, lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Tidak ada garis
tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan adanya
jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak. 2

Gambar 1. Lapisan-lapisan kulit.2


1. Lapisan Epidermis
Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum, stratum
granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale. Stratum korneum adalah lapisan
kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapisan sel-sel gepeng yang mati, tidak
berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk). Stratum
lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel
gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut
eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki. 3
Stratum granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma
berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas
keratohialin. Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk
poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya
jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak ditengah-tengah. Sel-sel
ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Di antara sel-sel stratum

spinosun terdapat jembatan-jembatan antar sel yang terdiri atas protoplasma dan
tonofibril atau keratin. Pelekatan antar jembatan-jembatan ini membentuk penebalan
bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula
sel Langerhans. Sel-sel stratum spinosum mengandung banyak glikogen. 3
Stratum germinativum terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersusun
vertical pada perbatasan dermo-epidermal berbasis seperti pagar (palisade). Lapisan
ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini mrngalami
mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu sel-sel
yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar,
dihubungkan satu dengan lain oleh jembatang antar sel, dan sel pembentuk melanin
atau clear cell yang merupakan sel-sel berwarna muda, dengan sitoplasma basofilik
dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen (melanosomes). 3
2. Lapisan Dermis
Lapisan yang terletak di bawah lapisan epidermis adalah lapisan dermis yang
jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastis dan fibrosa
padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi
menjadi 2 bagian yakni pars papilare yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi
ujung serabut saraf dan pembuluh darah, dan pars retikulare yaitu bagian bawahnya
yang menonjol kea rah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang
misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin.
Dasar lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat,
di bagian ini terdapat pula fibroblast, membentuk ikatan yang mengandung
hidrksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda bersifat lentur dengan bertambah umur
menjadi kurang larut sehingga makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda. Serabut
elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih
elastis. 3
3. Lapisan Subkutis

Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan ikat
longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar,
dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini
membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang
fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adipose, berfungsi sebagai cadangan
makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah
bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokasinya. Di
abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak mata dan penis sangat
sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan. 3
Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di bagian
atas dermis (pleksus superficial) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda).
Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus
yang di subkutis dan di pars retikulare juga mengadakan anastomosis, di bagian ini
pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan dengan pembuluh darah
teedapat saluran getah bening.3
4. Jaringan penyambung (jaringan ikat) bawah kulit (hipodermis)
Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah dan limfe,
saraf-saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit. Cabang-cabang dari
pembuluh-pembuluh dan saraf-saraf menuju lapisan kulit jangat. Jaringan ikat bawah
kulit berfungsi sebagai bantalan atau penyangga benturan bagi organ-organ tubuh
bagian dalam, membentuk kontur tubuh dan sebagai cadangan makanan. Ketebalan
dan kedalaman jaringan lemak bervariasi sepanjang kontur tubuh, paling tebal di
daerah pantat dan paling tipis terdapat di kelopak mata.
Jika usia menjadi tua, kinerja liposit dalam jaringan ikat bawah kulit juga
menurun. Bagian tubuh yang sebelumnya berisi banyak lemak, lemaknya berkurang
sehingga kulit akan mengendur serta makin kehilangan kontur. 3
2.1.2 Fungsi Kulit
Kulit mempunyai berbagai fungsi yaitu sebagai berikut :
1. Pelindung atau proteksi

Epidermis terutama lapisan tanduk berguna untuk menutupi jaringanjaringan


tubuh di sebelah dalam dan melindungi tubuh dari pengaruh pengaruh luar seperti
luka dan serangan kuman. Lapisan paling luar dari kulit ari diselubungi dengan
lapisan tipis lemak, yang menjadikan kulit tahan air. Kulit dapat menahan suhu tubuh,
menahan luka-luka kecil, mencegah zat kimia dan bakteri masuk ke dalam tubuh serta
menghalau rangsang-rangsang fisik seperti sinar ultraviolet dari matahari.
2. Penerima rangsang
Kulit sangat peka terhadap berbagai rangsang sensorik yang berhubungan
dengan sakit, suhu panas atau dingin, tekanan, rabaan, dan getaran. Kulit sebagai alat
perasa dirasakan melalui ujung-ujung saraf sensasi.
3. Pengatur panas atau thermoregulasi
Kulit mengatur suhu tubuh melalui dilatasi dan konstruksi pembuluh kapiler
serta melalui respirasi yang keduanya dipengaruhi saraf otonom. Tubuh yang sehat
memiliki suhu tetap kira-kira 98,6 derajat Farenheit atau sekitar 36,5 0C. Ketika terjadi
perubahan pada suhu luar, darah dan kelenjar keringat kulit mengadakan penyesuaian
seperlunya dalam fungsinya masing-masing. Pengatur panas adalah salah satu fungsi
kulit sebagai organ antara tubuh dan lingkungan. Panas akan hilang dengan
penguapan keringat.
4. Pengeluaran (ekskresi)
Kulit mengeluarkan zat-zat tertentu yaitu keringat dari kelenjar-kelenjar
keringat yang dikeluarkan melalui pori-pori keringat dengan membawa garam,
yodium dan zat kimia lainnya. Air yang dikeluarkan melalui kulit tidak saja
disalurkan melalui keringat tetapi juga melalui penguapan air transepidermis sebagai
pembentukan keringat yang tidak disadari.
5. Penyimpanan.
Kulit dapat menyimpan lemak di dalam kelenjar lemak.
6. Penyerapan terbatas
Kulit dapat menyerap zat-zat tertentu, terutama zat-zat yang larut dalam lemak
dapat diserap ke dalam kulit. Hormon yang terdapat pada krim muka dapat masuk
melalui kulit dan mempengaruhi lapisan kulit pada tingkatan yang sangat tipis.

Penyerapan terjadi melalui muara kandung rambut dan masuk ke dalam saluran
kelenjar palit, merembes melalui dinding pembuluh darah ke dalam peredaran darah
kemudian ke berbagai organ tubuh lainnya.
7. Penunjang penampilan
Fungsi yang terkait dengan kecantikan yaitu keadaan kulit yang tampak halus,
putih dan bersih akan dapat menunjang penampilanFungsi lain dari kulit yaitu kulit
dapat mengekspresikan emosi seseorang seperti kulit memerah, pucat maupun
konstraksi otot penegak rambut.
2.2 Luka Bakar
2.2.1 Definisi
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti
api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi. Luka ini dapat menyebabkan
kerusakkan jaringan. Cedera lain yang termasuk luka bakar adalah sambaran petir,
sengatan listrik, sinar X dan bahan korosif.
Kerusakan kulit yang terjadi tergantung pada tinggi suhu dan lama kontak.
Suhu minimal untuk dapat menghasilkan luka bakar adalah sekitar 44 C. Suhu 65C
dengan kontak selama 2 detik sudah cukup menghasilkan luka bakar. Kontak kulit
dengan uap air panas selama 2 detik mengakibatkan suhu kulit pada kedalaman 1 mm
dapat mencapai suhu 47C, air panas yang mempunyai suhu 60C yang kontak
dengan kulit dalam waktu 10 detik akan menyebabkan partial thickness skin loss dan
diatas 70C akan menyebabkan full thickness skin loss. Pelebaran kapiler dibawah
kulit mulai terjadi pada saat suhu mencapai 35 C selama 120 detik, vesikel terjadi
pada suhu 53 C 57 C selama kontak 30 120 detik.
2.2.2 Epidemiologi
Menurut The National Institutes of General Medical Sciences, sekitar 1,1 juta
luka-luka bakar yang membutuhkan perawatan medis setiap tahun di Amerika
Serikat. Di antara mereka terluka, sekitar 50.000 memerlukan rawat inap dan sekitar
4.500 meninggal setiap tahun dari luka bakar. Ketahanan hidup setelah cedera luka

bakar telah meningkat pesat selama abad kedua puluh. Perbaikan resusitasi,
pengenalan agen antimikroba topikal dan, yang lebih penting, praktek eksisi dini luka
bakar memberikan kontribusi terhadap hasil yang lebih baik. Namun, cedera tetap
mengancam jiwa.4
Di Amerika Serikat, sekitar 2,4 juta luka bakar dilaporkan per tahun. Sekitar
650.000 dari cedera ditangani oleh pusat-pusat perawatan luka bakar, 75.000 dirawat
di rumah sakit. Dari mereka yang dirawat di rumah sakit, 20.000 yang mengalami
luka bakar besar telah melibatkan paling sedikit 25% dari total permukaan tubuh
mereka. Antara 8.000 dan 12.000 pasien dengan luka bakar meninggal, dan sekitar
satu juta akan mempertahankan cacat substansial atau permanen yang dihasilkan dari
luka bakar mereka.5
Insiden puncak luka bakar pada orang dewasa muda terdapat pada umur 20-29
tahun. Diikuti oleh anak umur 9 tahun atau lebih mudah, luka bakar jarang terjadi
pada umur 80 tahun ke atas. 6
Sekitar 80% luka bakar dapat terjadi di rumah. Pada anak umur 3-14 tahun,
penyebab luka bakar paling sering karena nyala api yang membakar baju. Pada orang
dewasa, luka bakar paling sering disebabkan oleh kecelakaan industri ataupun
kebakaran yang terjadi di rumah akibat rokok. 6
2.2.3 Etiologi
Sumber dari luka bakar harus ditentukan terlebih dahulu sebelum dilakukan
evaluasi dan penanganan. Luka bakar dapat dibedakan atas : 4,6
1. Luka bakar karena suhu, seperti api, radiasi matahari, atau panas dari api itu
sendiri, uap panas, cairan panas, dan benda-benda panas, serta terpapar oleh
suhu rendah yang sangat ekstrim.

Kedalaman luka bakar karena suhu

berkaitan dengan temperatur cairan, lamanya paparan dengan cairan, dan


viskositas cairan (biasanya ada kontak lama dengan cairan lebih kental).
2. Luka bakar karena bahan kimia, seperti berbagai macam zat asam, basa, dan
bahan tajam lainnya. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya
jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka
bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan zat-zat pembersih

yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat
kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer.
3. Luka bakar karena listrik, baik Alternatif Current (AC) maupun Direct
Current (DC). Luka bakar listrik disebabkan oleh panas yang digerakan dari
energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka
dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang
elektrik itu sampai mengenai tubuh.
4. Luka bakar inhalasi, seperti keracunan karbon monoksida, panas atau smoke
inhalation injuries.
5. Luka bakar akibar radiasi, yang bersumber dari bahan-bahan nuklir, termasuk
sinar ultraviolet. Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber
radioaktif. Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi
ion pada industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada
dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu
lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.
2.2.4 Klasifikasi
Berdasarkan American Burn Association's, Luka bakar diklasifikasikan
berdasarkan kedalaman, luas permukaan, dan derajat berat ringannya luka bakar.
A.

a.

Berdasarkan kedalamannya1,2,4,11
Luka bakar derajat I (superficial burns)
Luka bakar derajat ini terbatas hanya sampai lapisan epidermis. Gejalanya

berupa kemerahan pada kulit akibat vasodilatasi dari dermis, nyeri, hangat pada
perabaan dan pengisian kapilernya cepat. Pada derajat ini, fungsi kulit masih utuh.
Contoh dari luka bakar derajat 1 adalah bila kulit terpapar oleh sinar matahari terlalu
lama atau tersiram air panas. Proses penyembuhan terjadi sekitar 5-7 hari. Luka bakar
derajat ini tidak menghasilkan jaringan parut, dan pengobatannya bertujuan agar
pasien merasa nyaman dengan mengoleskan soothing salves dengan atau tanpa gel
lidah buaya.

Gambar 1. luka bakar derajat I


b.

Luka bakar derajat II ( partial thickness burns)


Luka bakar derajat ini merupakan luka bakar yang kedalamannya mencapai

batas dermis. Bila luka bakar ini mengenai sebagian permukaan dermis (superficial
partial thickness). Luka bakar derajat II superficial ini tampak eritema, nyeri, pucat
jika ditekan, dan ditandai adanya bulla berisi cairan eksudat yang keluar dari
pembuluh darah karena permeabilitas dindingnya meningkat. Luka ini mereepitelisasi
dari struktur epidermis yang tersisa pada rete ridge, folikel rambut dan keringat
dalam 7-14 hari secara spontan. Setelah penyembuhan, luka bakar ini dapat memiliki
sedikit perubahan warna kulit dalam jangka waktu yang lama.

Gambar 2. Luka bakar derajat IIA


Luka bakar derajat II yang mengenai bagian reticular dermis (deep partial
thickness) tampak lebih pucat, tetapi masih terasa nyeri jika di tusuk dengan jarum
(pin prick test). Luka bakar ini sembuh dalam 14-35 hari dengan reepitelisasi dari
folikel rambut, dan keratinosit kelenjar keringat, seringkali parut berat muncul
sebagai akibat dari hilangnya dermis.

Gambar 3. Luka bakar derajat IIB


c.

Luka bakar derajat III (full-thickness)


Kedalaman luka bakar ini mencapai seluruh dermis dan epidermis sampai ke

lemak subkutan. Luka bakar ini ditandai dengan eskar yang keras, tidak nyeri, dan
warnanya hitam, putih atau merah ceri. Tidak ada sisa epidermis ataupun dermis
sehingga luka harus sembuh dengan reepitelisasi dari tepi luka. Full thickness
memerlukan eksisi dengan skin grafting.

Gambar 4. Luka bakar derajat III


d.

Luka bakar derajat IV

Luka bakar derajat ini hingga mencapai organ di bawah kulit seperti otot, dan tulang.
Tabel 1. Kategori derajat luka bakar

Gambar 5. Luka bakar derajat IV

B.

LUAS LUKA BAKAR


Wallace membagi tubuh atas bagian nagian 9 % atau kelipatan dari 9 terkenal

dengan nama Rule of Nine atau Rule of Wallace.


Kepala dan leher

9%

Lengan

18 %

Badan Depan

18 %

Badan Belakang

18 %

Tungkai

36 %

Gambar 6. Rules of nine


Dalam

perhitungan

agar

lebih

Genitalia/perineum -

1%

mempermudah dapat dipakai luas telapak tangan

Total

100 %

penderita adalah 1 % dari luas permukaan

tubuhnya. Pada anak anak dipakai modifikasi


Rule of Nine menurut Lund and Brower, yaitu
ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1
tahun.

Gambar 7. Rules of nine sesuai umur


C.

KRITERIA BERAT RINGANNYA (American Burn Association)

1.

Luka Bakar Ringan.


-

Luka bakar derajat II <15 %

Luka bakar derajat II < 10 % pada anak anak

Luka bakar derajat III < 2 %

2.

Luka bakar sedang


-

Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa

Luka bakar II 10 20 5 pada anak anak

Luka bakar derajat III < 10 %

3.

Luka bakar berat


-

Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa

Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak anak.

Luka bakar derajat III 10 % atau lebih

Luka

bakar

mengenai

tangan,

wajah,

telinga,

mata,

kaki

dan

genitalia/perineum.
2.2.5

Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.


Patogenesis
Pada luka bakar terjadi perubahan lokal berupa nekrosis koagulatif pada epidermis,

dermis dan jaringan di bawahnya, dengan kedalaman tergantung pada temperatur bahan dan
durasi pajanan. Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan bahan penyebab dan kedalaman
luka. Bahan yang dapat menyebabkan luka bakar adalah api, sclad (cairan panas), kontak

dengan bahan padat yang panas, bahan kimia, dan listrik. Sedangkan kedalaman luka dapat
dibagi menjadi :
-

Derajat 1

: luka terbatas pada epidermis (eritema)

Derajat 2 superfisial

: luka pada epidermis hingga dermis superfisial


atau papila dermis (bullae).

Derajat 2 dalam

: luka pada epidermis hingga dermis dalam


atau reticular dermis (bullae).

Derajat 3

: luka mencapai seluruh dermis dan jaringan


subkutan di bawahnya. (warna kulit putih hingga
coklat kehitaman, tanpa bullae).

Tabel 2. Penilaian derajat luka bakar4

Gambar 8. Penampang kedalaman luka bakar4


Pada luka yang melibatkan sebagian tebal lapisan kulit (derajat 1 dan 2) bisertai rasa
nyeri, sedangkan derajat 3 biasanya rasa nyeri minimal atau tidak ada. 1 Berdasarkan

gambaran histologis, pada luka bakar terdapat tiga zona yaitu zona koagulasi, zona stasis, dan
zona hiperemia. Pada zona koagulasi terjadi nekrosis jaringan dan kerusakan yang
ireversibel. Zona stasis berada di sekitar zona koagulasi, dimana terjadi penurunan perfusi
jaringan dengan kerusakan dan kebocoran vaskuler. Pada zona hiperemia terjadi vasodilatasi
karena inflamasi, jaringannya masih viable dan proses penyembuhan berawal dari zona
ini.1,2,5

Gambar 9. Zona luka bakar Jackson dan efeknya terhadap resusitasi adekuat dan inadekuat 5
Inti dari permasalahan luka bakar adalah kerusakan endotel dan epitel akibat cedera termis
yang melepaskan mediator-mediator

proinflamasi dan berkembang menjadi Systemic

Inflammatory Response Syndrome (SIRS), kondisi ini hampir selalu berlanjut dengan Multisystem Organ Dysfunction Syndrome (MODS). MODS terjadi karena gangguan perfusi
jaringan yang berkepanjangan akibat gangguan sirkulasi mikro. Berdasarkan konsep SIRS,
paradigma penatalaksanaan luka bakar fase akut berubah, semula berorientasi pada gangguan
sirkulasi makro menjadi berubah orientasi pada proses perbaikan perfusi (srkulasi mikro)
sebagai end-point dari prosedur resusitasi.6
Pelepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya di tempat terjadinya luka bakar memiliki
efek sistemik jika luka bakar mencapai 30% luas permukaan tubuh. Perubahan-perubahan
yang terjadi sebagai efek sistemik tersebut anatara lain berupa: 5
-

Gangguan Kardiovaskular, berupa peningkatan permeabilitas vaskular yang


menyebabkan keluarnya protein dan cairan dari intravaskular ke interstitial. Terjadi
vasokonstriksi di pembuluh darah sphlancnic dan perifer. Kontraktilitas miokardium
menurun, kemungkinan disebabkan adanya TNF. Perubahan ini disertai dengan

kehilangan cairan dari luka bakar menyebabkan hipotensi sistemik dan hipoperfusi
organ
-

Gangguan sistem respirasi, mediator inflamasi menyebabkan bronkokonstriksi, dan


pada luka bakar yang berat dapat timbul respiratory distress syndrome

Gangguan metabolik, terjadi peningkatan basal metabolic rate hingga 3 kali lipat.
Hal ini, disertai dengan adanya hipoperfusi sphlancnic menyebabkan dibutuhkannya
pemberian makanan enteral secara agresif untuk menurunkan katabolisme dan
mempertahankan integritas saluran pencernaan.

Gangguan imunologis, terdapat penuruanan sistem imun yang mempengaruhi sistem


imun humoral dan seluler.

Masalah pada luka bakar berdasarkan kronologi dibagi menjadi: 6


1. Fase akut

: deteriorasi airway, breathing, circulation; berlangsung selama 0-48

jam (72 jam)


2. Fase subakut

: SIRS dan MODS, berlangsung sampai 21 hari.

3. Fase lanjut

: jaringan parut (hipertrofik, keloid, kontraktur), berlangsung sampai

8-12 bulan.
Masalah yang timbul pada luka bakar fase akut terutama berkaitan dengan gangguan jalan
napas (cedera inhalasi), gengguan mekanisme bernapas dan gangguan sirkulasi. Ketiga hal
tersebut menyebabkan gangguan perfusi jaringan yang dapat menyebabkan kematian. 6
Cedera inhalasi merupakan gangguan mukosa saluran napas akibat kontak dengan sumber
termis, toxic fumes, dan zat toksik lainnya. Dugaan kuat mengenai adanya cedera inhalasi bila
dijumpai riwayat luka bakar yang disebabkan api, terperangkap di ruang tertutup, luka bakar
pada wajah dan leher, bulu hidung terbakar, sputum dan air liur mengandung karbon. 2
Kerusakan mukosa dapat pula disebabkan oleh minyak panas, air panas, bahan kimia yang
mengenai muka, leher, dada bagian atas. Pada cedera inhalasi terjadi edema mukosa dari
orofaring dan laring hingga membran alveoli. Hal ini dapat menyebabkan obstruksi yang
ditandai dengan stridor, suara serak, sulit bernapas, gelisah. Bronkospasme dapat terjadi bila
reaksi inflamasi melibatkan otot polos bronkus.6

Tabel 3. Tanda dan Gejala cedera inhalasi7


Gangguan mekanisme bernapas pada luka bakar dapat terjadi pada pasien dengan eskar
melingkar di dada yang menyebabkan gangguan proses ekspansi rongga toraks sehingga
compliance paru berkurang.2,6
Gangguan sirkulasi pada luka bakar terjadi melalui mekanisme perubahan integritas
membran mikrovaskuler, perubahan hukum Starling, gangguan perfusi (syok seluler), dan
evaporative heat loss. Setelah cedera termis, terjadi pelepasan histamin diikuti pelepasan
histmain dan aktivasi komplemen yang menyebabkan perlekatan leukosit PMN dengan
endotel. Endotel inflamatif akan melepaskan radikal bebas yang diikuti oleh peroksidasi lipid
yang mengaktivasi asam arakidonat. Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade koagulasi dan
pelepasan sitokin (IL1, IL6, TNFa). Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi
endotel dan peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan permeabilitas kapiler ini
mengakibatkan perpindahan cairan dari intravaskuler ke ruang interstisium. 6
Gangguan perfusi merupakan penyebab hipoksemia. Kerusakan organ yang terjadi sangat
tergantung pada waktu karena tiap organ memiliki batas toleransi tertentu untuk kondisi
hipoksia. Sel-sel glia memiliki waktu 4 menit, sel-sel tubulus ginjal memiliki waktu iskemik
8 jam, sel otot polos 4 jam, otot lurik 8-10 jam.6

2.2.6

Gejala dan tanda klinis


Menurut Henderson, bahwa gejala klinis yang utama pada luka bakar yaitu lepuh yang

merupakan tanda khas luka bakar superfisial. Disini cairan tercurah dari jaringan cedera yang
lebih dalam sehingga permukaan superfisial yang terbakar (mati) akan terangkat. Lepuh atau
bullae pada luka bakar sering pecah dan meninggalkan suatu permukaan merah kasar yang

mengeluarkan cairan serous dan dapat berdarah. Luka bakar yang superfisial terasa nyeri
karena ujung saraf terpapar dan mengalami inflamasi.
Luka bakar yang dalam, gejala klinisnya pada pandangan pertama kulit mungkin
terlihat hampir normal.Kemudian setelah diperhatikan, tampak kulit tersebut mengkilap
pembuluh-pembuluh darahnya mudah dilihat, tetapi darah dalam pembuluh darah tersebut
tidak dapat diperah keluar karena sudah mengalami koagulasi. Kulit amat kaku ketika
disentuh.Bagian tersebut terasa tidak enak.Tetapi tidak nyeri, karena sebagian besar ujung
saraf sudah mati. Luka sayatan pada bagian tersebut tidak akan berdarah. Kadang-kadang
terjadi pengarangan dan karbonisasi (gosong).
Gejala-gejala klinis lain selain diatas, yaitu adanya tanda-tanda distress pernapasan
seperti serak, ngiler, ketidakmampuan menangani sekresi.Tanda-tanda cedera inhalasi seperti
pernapasan cepat dan sulit, krakles, stridor, batuk pendek.
Respon luka bakar :
1.

Respon Sistemik
Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama

awal periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang
terjadisekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik
sertahipermetabolik. Insidensi, intensitas dan durasi perubahan patofisiologik pada
luka bakar sebanding dengan luasnya luka bakar yang terlihat pada seberapa luas permukaan
tubuh yangterkena. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang berat adalah
ketidakstabilanhemodinamik akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadinya
perpindahan cairan, natrium, serta protein dari ruang intravascular kedalam ruang interstisial.
2. Respon Kardiovaskuler
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah
terlihat dengan jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume
vascular,maka curah jantung akan terus menurun dan terjadi perubahan tekanan darah,
keadaan inimerupakan awitan syok luka bakar. Sebagai respon, system saraf simpatik akan
melepaskankatekolamin yang meningkatkan resistensi perifer (vasokonstriksi) dan frekuensi
denyut nadi, selanjutnya vasokonstriksi pembuluh darah menyebabkan penurunan curah
jantung.
3. Efek pada Cairan, Elektrolit, dan Volume Darah
Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi syok
luka bakar. Disamping itu, kehilangan cairan akibat evaporasi lewat luka bakar dapat

mencapai 3-5L atau lebih selama periode 24 jam sebelum permukaan kulit yang
terbakar ditutup. Selama syok luka bakar, biasanya klien mengalami hiponatrium,
hiperkalemia, dan atauhipokalemia. Pada saat luka bakar, sebagian besar sel darah merah
dihancurkan dan sebagian yang lainnya mengalami kerusakan sehingga terjadi anemia.
Walaupun demikian, nilaihemotokrit klien dapat meninggi akibat kehilangan plasma.
4.

Respon Pulmoner
Pada klien yang mengalami luka bakar biasanya disertai dengan kerusakan pulmoner,

yang ditandai dengan cedera inhalasi, berikut adalah klasifikasinya cedera saluran napas
atas,cedera inhalasi dibawah glotis, yang mencakup keracunan karbon monoksida dan
defek restriktif. Cedera saluran napas atas terjadi akibat panas langsung atau edema,
bentuknya obstruksi-mekanis saluran atas yang menyerang faring dan laring. Cedera inhalasi
dibawah glotisterjadi akibat menghirup produk pembakaran yang tidak sempurna atau gas
berbahaya, cedera inimenyebabkan hilangnya fungsi silia, hipersekresi, edema mukosa yang
berat, dan kemungkinan bronkospasme.
Keracunan karbon monoksida akan mengakibatkan seseorang tidak mampumemenuhi
kebutuhan oksigen yang adekuat kepada jaringan, hal ini karena afinitas hemoglobin terhadap
karbon monoksida 200 kali lebih besar sdaripada afinitasnya terhadap oksigen. Sedangkan
defek restriktif terjadi kalau timbul edema dibawah luka bakar full thickness yang melingkar
pada leher dan toraks. Abnormalitas paru tidak selalu tampak dengan segera. Lebih dari
separuh korban luka bakar yang menderita gangguan paru pada mulanya tidak
memperlihatkan gejala dan tanda-tanda pulmonary. Indicator kemungkinan terjadinya
kerusakan paru mencakup hal berikut:
Riwayat yang menunjukan bahwa luka bakar terjadi dalam daerah yang tertutup.
Luka bakar pada wajah atau leher
Rambut hidung yang gososng
Suara yang menjadi parau, perubahan suara, batuk yang kering, stridor, sputum yang
penuh jelaga.
Sputum yang berdarah
Pernafasan yang berat atau takipnea ( pernafasan yang cepat) dan tanda penurunan
oksigen ( hipoksemia ) yang lain.
Eritema dan pembentukan lepuh pada mukosa oral atau faring.
5.

Respon Sistemik Lainnya


Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya volume darah, destruksi

sel-sel darah merah pada lokasi cedera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Jika
terjadi kerusakan di otot (akibat luka bakar listrik), mioglobin akan dilepaskan dari sel-sel

otot dan diekskresikan melalui ginjal, bila aliran darah yang melewati tubulus renal tidak
cukup maka hemoglobin akan menyumbatnya sehingga timbul komplikasi nekrosis akut
tubuler dan gagal ginjal.
Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar, kehilangan
integritaskulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor inflamasi yang abnormal, hal
ini membuat seseorang yang menderita luka bakar berisiko tinggi mengalami sepsis. Selain
itu, hilangnya kulit juga menyebabkan ketidakmampuan tubuh untuk mengatur suhu,
sehingga seorang yang menderita luka bakar dapat memperlihatkan suhu tubuh yang rendah
dalam beberapa jam pertama pasca-luka bakar, namun kemudian akan mengalami hipertermia
sekalipun tidak disertaiinfeksi karena hipermetabolisme menyetel kembali suhu tubuh inti.
Ada dua komplikasi gastrointestinal yang potensial yaitu: ileus paralitik (tidak
adanya peristalsis usus) dan ulkus curling, berkurangnya peristalsis dan bising usus
merupakanmanifestasi ileus paralitik yang terjadi akibat luka bakar.

KRITERIA PERAWATAN
Kriteria perawatan luka bakar menurut American Burn Association yang
digunakan untuk pasien yang harus diadministrasi dan dirawat khusus di unit luka
bakar adalah seperti berikut:
1.
Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns (luka
bakar derajat III) dengan >10 % dari TBSA pada pasien berumur kurang dari
10 tahun atau lebih dari 50 tahun.
2.
Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns (luka
bakar derajat III) dengan >20 % dari TBSA pada kelompok usia lainnya.
3.
Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns (luka
bakar derajat III) yang melibatkan wajah, tangan, kaki, alat kelamin,
perineum, atau sendi utama.
4.
Full-thickness burns (luka bakar derajat III) lebih >5 persen TBSA pada
semua kelompok usia.
5.
Luka bakar listrik, termasuk cedera petir.
6.
Luka bakar pada pasien dengan riwayat gangguan medis sebelumnya yang
bisa mempersulit manajemen, memperpanjang periode pemulihan, atau
mempengaruhi kematian.
7.
Luka bakar kimia.
8.
Trauma inhalasi

9.

10.

11.

2.2.7

Setiap luka bakar dengan trauma lain (misalnya, patah tulang) di mana luka
bakar tersebut menimbulkan risiko terbesar dari morbiditas dan mortalitas.
Luka bakar pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit tanpa unit perawatan
anak yang berkualitas maupun peralatannya.
Luka bakar pada pasien yang membutuhkan rehabilitasi khusus seperti sosial,
emosional, termasuk kasus yang melibatkan keganasan pada anak.
Penatalaksanaan

Prehospital
Hal pertama yang harus dilakukan jika menemuikan pasien luka bakar di tempat
kejadian adalah menghentikan proses kebakaran. Maksudnya adalah membebaskan pasien
dari pajanan atau sumber dengan memperhatikan keselamatan diri sendiri. Kemudian
lepaskan semua bahan yang dapat menahan panas (pakaian, perhiasan, logam), hal ini untuk
mencegah luka yang semakin dalam karena tubuh masih terpajan dengan sumber. Bahan yang
meleleh dan menempel pada kulit tidak boleh dilepaskan. 2,8 Air suhu kamar dapat disiramkan
ke atas luka dalam waktu 15 menit sejak kejadian, namun air dingin tidak boleh diberikan
untuk mencegah terjadinya hipotermia dan vasokonstriksi. 2,9

Resusitasi jalan napas


Resusitasi jalan napas bertujuan untuk mengupayakan suplai oksigen yang adekuat.
Pada luka bakar dengan kecurigaan cedera inhalasi, tindakan intubasi dikerjakan sebelum
edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi. 3,9 Sebelum dilakukan intubasi, oksigen
100% diberikan menggunakan face mask.2 Intubasi bertujuan untuk mempertahankan patensi
jalan napas, fasilitas pemeliharaan jalan napas (penghisapan sekret) dan bronchoalveolar
lavage. Krikotiroidotomi masih menjadi diperdebatkan karena dianggap terlalu agresif dan
morbiditasnya lebih besar dibandingkan intubasi.
Krikotiroidotomi dilakukan pada kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan
endotracheal tube (ETT) yaitu lebih dari 2 minggu pada luka bakar luas yang disertai cedera
inhalasi.6 Kemudian dilakukan pemberian oksigen 2-4 L/menit melalui pipa endotrakeal.
Terapi inhalasi mengupayakan suasana udara yang lebih baik di saluran napas dengan cara
uap air menurunkan suhu yang menigkat pada proses inflamasi dan mencairkan sekret yang
kental sehingga lebih mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi dengan Ringer Laktat hasilnya lebih
baik dibandingkan NaCl 0,9%.6

Dapat juga diberikan bronkodilator bila terjadi bronkokonstriksi seperti pada cedera
inhalasi yang disebabkan oleh bahan kimiawi dan listrik. 10 Pada cedera inhalasi perlu
dilakukan pemantauan gejala dan tanda distres pernapasan. Gejala dan tanda berupa sesak,
gelisah, takipnea, pernapasan dangkal, bekerjanya otot-otot bantu pernapasan, dan stridor.
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah analisa gas darah serial dan foto
toraks.10

Resusitasi cairan
Syok pada luka bakar umum terjadi dan merupakan faktor utama berkembangnya SIRS
dan MODS.6 Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah:

Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskuler


regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan

Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak diperlukan

Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk menjamin survival


seluruh sel

Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan stabilisasi


pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis. 6

Jenis cairan
Terdapat tiga jenis cairan secara umum yaitu kristaloid (isotonik), cairan hipertonik
dan koloid.
Larutan kristaloid
Larutan kristaloid terdiri dari cairan dan elektrolit. Contoh larutan kristaloid adalah
Ringer laktat dan NaCl 0,9%. Komposisi elektrolit mendekati kadarnya dalam plasma atau
memiliki osmolalitas hampir sama dengan plasma. Pada keadaan normal, cairan ini tidak
banya dipertahankan di ruang intravaskuler karena cairan ini banyak keluar ke ruang
interstisial. Pemberian 1L Ringer laktat akan meingkatkan volume intravaskuler 300 ml. 3

Larutan hipertonik
Larutan hipertonik dapat meningkatkan volume intravaskuler 2,5 kali dan
penggunaannya dapat mengurangi kebutuhan cairan kristaloid.Larutan garam hipertonik

tersedia dalam beberapa konsentrasi yaitu NaCl 1,8%, 3%, 5%, 7,5% dan 10%. Osmolalitas
cairan ini melebihi cairan intraseluler sehingga akan cairan akan berpindah dari intraseluler
ke ekstravaskuler. Larutan garam hipertonik meningkatkan volume intravaskuler melalui
mekanisme penarikan cairan dari intraseluler.6

Larutan koloid
Contoh larutan koloid adalah Hydroxy-ethyl starch (HES, Hetastarch, Hespan,
Hemacell) dan Dextran. Molekul koloid cukup besar sehingga tidak dapat melintasi membran
kapiler, oleh karena itu sebagian besar akan tetap dipertahankan di ruang intravaskuler. Pada
luka bakar dan sepsis, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga molekul akan
berpindah ke ruang interstisium. Hal ini akan memperburuk edema interstisium yang ada.
HES merupakan suatu bentuk hydroxy-substituted amilopectin sintetik, HES berbentuk
larutan 6% dan 10% dalam larutan fisiologik. T1/2 dalam plasma selama 5 hari, tidak bersifat
toksik, memiliki efek samping koagulopati namun umumnya tidak menyebabkan masalah
klinis.6 HES dapat memperbaiki permeabilitas kapiler dengan cara menutup celah interseluler
pada lapisan endotel sehingga menghentikan kebocoran cairan, elektrolit dan protein.
Penelitian terakhir mengemukakan bahwa HES memiliki efek antiinflamasi dengan
menurunkan lipid protein complex yang dihasilkan oleh endotel, hal ini diikuti oleh perbaikan
permeabilitas kapiler. Efek antiinflamasi ini diharapkan dapat mencegah terjadiinya SIRS. 6

Dasar pemilihan cairan


Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan cairan adalah efek
hemodinamik, distribusi cairan dihubungkan dengan permeabilitas kapiler, oxygen carrier,
pH buffering, efek hemostasis, modulasi respon inflamasi, faktor keamanan, eliminasi,
praktis dan efisiensi.6,8 Jenis cairan terbaik untuk resusitasi dalam berbagai kondisi klinis
masih menjadi perdebatan terus diteliti. Sebagian orang berpendapat kristaloid adalah cairan
yang paling aman digunakan untuk tujuan resusitasi awal pada kondisi klinis tertentu.
Sebagian berpendapat koloid bermanfaat untuk entitas klinik lain.
Hal ini dihubungkan dengan karakteristik masing-masing cairan yang memiliki
kelebihan dan kekurangan, sehingga sulit untuk mengambil keputusan untuk diterapkan
secara umum sebagai protokol. 6

Pada kasus luka bakar, terjadi kehilangan cairan di

kompartemen interstisial secara masif dan bermakna sehingga dalam 24 jam pertama
resusitasi dilakukan dengan pemberian cairan kristaloid. 6

Penentuan jumlah cairan


Untuk melakukan resusitasi dengan cairan kristaloid dibutuhkan tiga sampai empat kali
jumlah defisit intravaskuler. 1L cairan kristaloid akan meningkatkan volume intravaskuler
300ml. Kristaloid hanya sedikit meningkatkan cardiac outout dan memperbaiki transpor
oksigen.6

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama


Resusitasi syok menggunakan Ringer laktat atau Ringer asetat, menggunakan beberapa
jalur intravena. Pemberian cairan pada syok atau kasus luka bakar >25-30% atau dijumpai
keterlambatan >2jam. Dalam <4 jam pertama diberikan cairan kristaloid sebanyak
3[25%(70%x BBkg)] ml. 70% adalah volume total cairan tubuh, sedangkan 25% dari jumlah
minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat menimbulkan gejala klinik sindrom syok. 3
Pada resusitasi cairan tanpa adanya syok atau kasus luka bakar luas <25-30%, tanpa
atau dijumpai keterlambatan <2jam. Kebutuhan dihitung berdasarkan rumus Baxter: 4
ml/kgBB/ % luas LB.3 Metode Parkland merupakan metode resusitasi yang paling umum
digunakan pada kasus luka bakar, menggunakan cairan kristaloid. Metode ini mengacu pada
waktu iskemik sel tubulus ginjal < 8 jam sehingga lebih tepat diterapkan pada kasus luka
bakar yang tidak terlalu luas dan tanpa keterlambatan. 2,3,4
Pemberian cairan menurut formula Parkland adalah sebagai berikut:

Pada 24 jam pertama : separuh jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada bayi, anak, dan orang tua, kebutuhan cairan
adalah 4 ml. Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4ml ditambah 1%
dari kebutuhan. Bila dijumpai hipertermia, kebutuhan cairan ditambah 1% dari
kebutuhan.

Penggunaan zat vasoaktif (Dopamin atau Dobutamin) dengan dosis 3 mg/kgBB


dengan titrasi atau dilarutkan dalam 500ml Glukosa 5%, jumlah teteasan dibagi rata
dalam 24 jam.

Pemantauan untuk menilai sirkulasi sentral melalui tekanan vena sentral (minimal 612cmH2O) dan sirkulasi perifer (sirkulasi renal). Jumlah produksi urin melalui

kateter, saat resusitasi (0,5-1ml/kgBB/jam) dan hari1-2 (1-2 ml/kgBB/jam). Jika


produksi urin <0,5ml/kgBB/jam maka jumlah cairan ditingkatkan 50% dari jam
sebelumnya. Jika produksi urin >1ml/kgBB/jam maka jumlah cairan dikurangi 25%
dari jam sebelumnya.

Pemeriksaan fungsi renal (ureum, kreatinin) dan urinalisis (berat jenis dan sedimen)

Pemantauan sirkulasi splangnikus dengan menilai kualitas dan kuantitas cairan


lembung melalui pipa nasogastrik. Jika <200ml tidak ada gangguan pasase lambung,
200-400ml ada gangguan ringan, >400ml gangguan berat.10

Penatalaksanaan 24 jam kedua

Pemberian cairan yang mengandung glukosa dan dibagi rata dalam 24 jam. Jenis
cairan yang dapat diberikan adalah Glukosa 5% atau 10% 1500-2000ml. Batasi
Ringer laktat karena dapat memperberat edema interstisial.

Pemantauan sirkulasi dengan menilai tekanan vena pusat dan jumlah produksi urin
(1-2ml.kgBB/jam). Jika jumlah cairan sudah mencukupi namun produksi urin
<1-2ml/kgBB/jam, berikan vasoaktif sampai 5mg/kgBB.

Pemantauan analisa gas darah, elektrolit. 10

Penatalaksanaan setelah 48 jam

Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

Pemantauan sirkulasi dengan menilai produksi urin (3-4ml/kgBB/jam), hemoglobin


dan hematokrit.10

Cara lain adalah cara Evans :


1.
2.

Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumlah NaCl / 24 jam
Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg =jumah plasma / 24 jam (no
1 dan 2 pengganti cairan yang hilang akibat oedem. Plasma untuk mengganti
plasma yang keluar dari pembuluh dan meninggikan tekanan osmosis hingga

3.

mengurangi perembesan keluar dan menarik kembali cairan yang telah keluar)
2000 cc Dextrose 5% / 24 jam (untuk mengganti cairan yang hilang akibat
penguapan)

Separuh dari jumlah cairan 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah
cairan pada hari pertama. Dan hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari
kedua.
Perawatan luka
Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas, mekanisme bernapas
dan resusitasi cairan dilakuakan. Tindakan meliputi debridement, nekrotomi dan pencucian
luka. Tujuan perawatan luka adalah mencegah degradasi luka dan mengupayakan proses
epitelisasi.10 Untuk bullae ukuran kecil tindakannya konservatif sedangkan untuk ukuran
besar (>5cm) dipecahkan tanpa membuang lapis epidermis di atasnya. Untuk eskar yang
melingkar dan mengganggu aliran atau perfusi dilakukan eskarotomi.
Pencucian luka dilakukan dengan memandikan pasien dengan air hangat mengalir dan
sabun mandi bayi. Lalu luka dibalut dengan kasa lembab steril dengan atau tanpa krim
pelembab. Perawatan luka tertutup dengan oclusive dressing untuk mencegah penguapan
berlebihan. Penggunaan tulle berfungsi sebagai penutup luka yang memfasilitasi drainage dan
epitelisasi. Sedangkan krim antibiotik diperlukan untuk mengatasi infeksi pada luka. 10

Penggunaan antibiotik
Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai profilaksis infeksi dan
mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Penggunaan antibiotik sebagai profilaksis masih
merupakan suatu kontroversi.4 Dalam 3-5 hari pertama populasi kuman yang sering dijumpai
adalah bakteri Gram positif non-patogen. Sedangkan hari 5-10 adalah bakteri Gram negatif
patogen. Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera, luka masih dalam keadaan steril sehingga
tidak diperlukan antibiotik. Beberapa antibiotik topikal yang dapat digunakan adalah silver
sulfadiazin,

povidone-iodine

bacitracin/polymixin.2,10

10%,

gentamicin

sulfate,

mupirocin,

dan

Tabel 4. Agen penybab infeksi pada luka bakar.7

Tatalaksana nutrisi
Pemberian nutrisi enteral dini melalui pipa nasogastrik dalam 24 jam pertama
pascacedera bertujuan untuk mencegah terjadinya atrofi mukos usus. Pemberian nutrisi
enteral dilakukan dengan aman bila Gastric residual volume (GRV) <150ml/jam, yang
menandakan pasase saluran cerna baik. 6
Penentuan kebutuhan energi basal (Harris-Benedict):
Laki-laki

: 66,5 + 13,7 BB + 5TB 6,8 U

Perempuan

: 65,5 + 9,6 BB + 1,8 TB 4,7 U

Kebutuhan energi total = KEB x AF x FS


Keterangan:
AF: aktivitas fisik (peningkatan persentase terhadap keluaran energi,
tirah baring/duduk 20%, aktivitas ringan 30%, sedang 40-50%, berat
75%)
FS: faktor stress besarnya sesuai dengan luas luka bakar
Penentuan kebutuhan nutrien:
Protein : 1,5-2,15 g/kgBB/hari
Lemak : 6-8 g/kgBB/hari
Karbohidrat: 7-8 g/kgBB/hari.10

Tabel 5. Penghitungan kalori dengan rumus Harris Benedict 10

Namun ada metode penghitungan kebutuhan kalori yang lebih mudah dengan
menggunakan quick methode yaitu 25-30 kkal / kgBB/ hari. Metode ini lebih mudah dan
praktis serta menghindari jumlah kalori yang berlebihan jika menggunakan rumus Harris
-Benedict.
Metode lainnya dalah modifikasi rumus Harris-Benedict yang dilakukan oleh Long: a
Men
BMR = (66.47 13.75 weight 5.0 height = 6.76 age) x (activity factor) x (injury factor)
Women
BMR = (655.10 9.56 weight + 1.85 height = 4.68 age) x (activity factor) x (injury factor)
Activity factor
Confined to bed: 1.2
Out of bed: 1.3
Injury factor
Minor operation: 1.20
Skeletal trauma: 1.35
Major sepsis: 1.60
Severe thermal burn: 1.5

Tabel 6. Modifikasi Long terhadap Harris-Benedict 3

Eksisi dan grafting


Luka bakar derajat dua dalam dan tiga tidak dapat mengalami penyembuhan spontan
tanpa autografting. Jika dibiarkan, jaringan yang sudah mati ini akan menjadi fokus inflamasi
dan infeksi. Eksisi dini dan grafting saat ini dilakukan oleh sebagian besar ahli bedah karena
memiliki lebih banyak keuntungan dibandingkan debridement serial. 2 Setelah dilakukan
eksisi, luka harus ditutup, idealnya luka ditutup dengan kulit pasien sendiri. Pada luka bakar
seluas 20-30%, biasanya dapat dilakukan dalam satu kali operasi dengan penutupan oleh
autograft split-thickness yang diambil dari bagian tubuh pasien.

Sebagian besar ahili bedah melakukan eksisi pada minggu pertama, biasanya dalam
satu kali operasi dapat dilakukan eksisi seluas 20%. Eksisi tidak boleh melebihi kemampuan
untuk menutup luka baik dengan autograft, biologic dressing atau allograft.2

2.2.8

Komplikasi
Komplikasi pada luka bakar dibagi menjadi dua, yaitu komplikasi saat perawatan kritis

atau akut dan komplikasi yang berhubungan dengan eksisi dan grafting.1 Komplikasi yang
dapat terjadi pada masa akut adalah SIRS, sepsis dan MODS. Selain itu komplikasi pada
gastrointestinal juga dapat terjadi, yaitu atrofi mukosa, ulserasi dan perdarahan mukosa ,
motilitas usus menurun dan ileus. Pada ginjal dapat terjadi acute tubular necrosis karena
perfusi ke renal yang menurun. Skin graft loss merupakan komplikasi yang sering terjadi, hal
ini disebabkan oleh hematoma, infeksi dan robeknya graft. Pada fase lanjut suatu luka bakar,
dapat terjadi jaringan parut berupa jaringan parut hipertrofik, keloid dan kontraktur.1,2

2.2.9

Prognosis
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas permukaan badan

yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi, dan kecepatan pengobatan
medikamentosa. Luka bakar minor dapat sembuh 5-10 hari tanpa adanya jaringan parut. Luka
bakar moderat dapat sembuh dalam 10-14 hari dan mungkin menimbulkan luka parut. Luka
bakar mayor membutuhkan lebih dari 14 hari untuk sembuh dan akan membentuk jaringan
parut. Jaringan parut akan membatasi gerakan dan fungsi. Dalam beberapa kasus,
pembedahan diperlukan untuk membuang jaringan parut.

BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang pasien perempuan usia 28 tahun, datang ke IGD RSUP Dr. M.Djamil
Padang pada tanggal 05 Maret 2015.
Dengan :
PRIMARY SURVEY
-

Airway
Breathing
Circulation

: Paten
: Spontan, frekuensi nafas 24 x/ menit
: Akral hangat, frekuensi nadi 92 x/ menit, tekanan darah 110/

80 mmHg
Disability

: GCS 15

SECONDARY SURVEY
Keluhan Utama
Nyeri pada seluruh tubuh setelah terbakar api sejak 8 jam sebelum masuk RS
Riwayat Penyakit Sekarang

Nyeri pada seluruh tubuh setelah terbakar api sejak 8 jam SMRS
Luka bakar akibat terkena api pada wajah,leher, dada, perut, lengan kanan dan
kiri, tungkai kanan dan kiri, dan kelamin sejak 8 jam sebelum masuk rumah

sakit.
Awalnya pasien dan suaminya tidur menggunakan selimut yang didekatnya
dipasang obat nyamuk bakar. Tiba-tiba obat nyamuk bakar tersebut mengenai
ujung selimut yang dipakai oleh pasien, dan api terus bertambah dan

mengenai badan pasien.


Setelah kejadian tersebut pasien langsung dibawa ke RSUD Kerinci, pasien
dipasang infus. Pasien dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan infus

RL kolf ke 7.
Demam (-)
Sesak napas (-), batuk (-)
Pasien tetap sadar setelah kejadian.
Trauma di tempat lain tidak ada.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum

: Sakit sedang

Kesadaran

: CMC / GCS 15

Tekanan darah

: 110/80 mmHg

Nadi

: 24 x/menit

Nafas

: 92 x/menit

Suhu

: afebris

Status Generalis
Kepala

: Normocephal

Rambut

: Tidak ada kelainan

Mata

: Konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-)

Leher

: Tidak ada pembesaran KGB

Telinga

: Tidak ada kelainan

Hidung

: Tidak ada kelainan

Tenggorok

: Tidak ada kelainan

Gigi dan mulut

: Tidak ada kelainan

Thoraks

: Cord an Pulmo dalam batas normal

Abdomen

: Tidak ada kelainan

Ekstremitas

: Tidak ada kelainan

Status Lokalis

Regio fasialis dan coli

: Luka bakar derajat II B-III seluas 9%

Regio brachii-antebrachii (D)

: Luka bakar derajat II B-III seluas 9%

Regio brachii-antebrachii (S)

: Luka bakar derajat II B-III seluas 9%

Regio thoraks

: Luka bakar derajat II B-III seluas 9%

Regio abdomen

: Luka bakar derajat II B-III seluas 9%

Regio punggung

: Luka bakar derajat II B-III seluas 18%

Regio Femur (D)

: Luka bakar derajat II B-III seluas 18 %

Regio femur (S)

: Luka bakar derajat II B-III seluas 17%

Regio Genitalia

: Luka bakar derajat II B-III seluas 1%

Terdapat luka bakar di regio fasial, colli, brachii-antebrachii dextra dan


sinistra, thoraks, abdomen, femur dekstra dan sinistra, derajat II B seluas 99%.
Laboratorium
Hasil laboratorium pada tanggal 5 Maret 2015
-

Hb
Leukosit
Trombosit

:20,6 g/dL
:56.900/ mm3
:483.000/

mm3
Hematokrit

:64%

Diagnosis
Luka bakar derajat IIB III di regio fasial, colli, brachii-antebrachii dextra dan
sinistra, thoraks, abdomen,punggung serta femur dekstra sinistra dan genitalia, seluas
99% ec api.
Tatalaksana
-

IVFD RL
Kebutuhan cairan
8 jam I
16 jam I
Ceftriaxon 2 x 1 gr IV
Ranitidin inj 2 x 1 amp IV
Ketorolac inj 2 x 1 amp IV
Perawatan luka
Pasang Folley Cathether

= % x BB x 4 cc
= 99 x 50 kg x 4 cc
= 19800 cc = 40 kolf
= 9900 x 15 / 8 x 60 = 309 tpm
= 9900 x 15 / 16 x 60 = 155 tpm

Follow Up
10/03/15
S/ nyeri LB (+) , demam (-)
O/ KU: sedang, kesadaran: GCS 15, Nadi: 90x/menit, suhu: af
Status lokalis : Luka bakar derajat IIB III di regio fasial, colli, brachii-antebrachii
dextra dan sinistra, thoraks, abdomen,punggung serta femur dekstra sinistra dan
genitalia, seluas 99%
A/ Luka bakar derajat IIB III di regio fasial, colli, brachii-antebrachii dextra dan
sinistra, thoraks, abdomen,punggung serta femur dekstra sinistra dan genitalia, seluas
99% ec api.
P/
-

IVFD RL

Ceftriaxon 2 x 1 gr IV

Ranitidin inj 2 x 1 amp IV


Ketorolac inj 2 x 1 amp IV
Balance cairan
Diet ML

11/03/15
S/ nyeri LB (+) , demam (-)
O/ KU: sedang, kesadaran: GCS 15, Nadi: 92x/menit, suhu: af
Status lokalis : Luka bakar derajat IIB III di regio fasial, colli, brachii-antebrachii
dextra dan sinistra, thoraks, abdomen,punggung serta femur dekstra sinistra dan
genitalia, seluas 99%.
A/ Luka bakar derajat IIB III di regio fasial, colli, brachii-antebrachii dextra dan
sinistra, thoraks, abdomen,punggung serta femur dekstra sinistra dan genitalia, seluas
99% ec api.
P/
-

IVFD RL

Ceftriaxon 2 x 1 gr IV
Ranitidin inj 2 x 1 amp IV
Ketorolac inj 2 x 1 amp IV
Balance cairan
Diet ML

RESUME
Seorang pasien perempuan usia 28 tahun datang ke IGD RSUP Dr. M.Djamil
pada tanggal 5 Maret 2015 dengan keluhan utama Nyeri pada seluruh tubuh setelah

terbakar api sejak 8 jam sebelum masuk RS. Pada primary survey airway paten,
breathing spontan, nafas 24x/menit, nadi 92x/menit, tekanan darah 110/80 mmHg dan
GCS 15. Pada secondary survey didapatkan bahwa awalnya pasien dan suaminya
tidur menggunakan selimut yang didekatnya dipasang obat nyamuk bakar. Tiba-tiba
obat nyamuk bakar tersebut mengenai ujung selimut yang dipakai oleh pasien, dan
api terus bertambah dan mengenai badan pasien, demam (-), sesak napas (-), batuk
(-), pasien tetap sadar setelah kejadian.
Status lokalis terdapat luka bakar derajat IIB - III regio fasial dan colli 9%,
brachii-antebrachii dextra 9% dan sinistra 9%, thoraks 9%, abdomen 9%, punggung
18%, femur dekstra 18% femur sinistra 17% serta genitalia 1%. Pemeriksaan
Laboratorium Hb: 20,6 g/dl, Ht : 64%, Leukosit : 56900/mm 3, Trombosit :
483.000/mm3. Berdasarkan pemeriksaan fisik dan penunjang yang telah dilakukan
maka ditegakkan diagnosa Luka bakar derajat IIB III di regio fasial, colli, brachiiantebrachii dextra dan sinistra, thoraks, abdomen,punggung serta femur dekstra
sinistra dan genitalia, seluas 99% ec api.

Daftar Pustaka

1. Burns J, Phillips L. Burns. In: McCarthy J, Galiano R, Boutros S,editors.


Current Therapy in Plastic Surgery. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2006. p.
71-6.
2. Sabiston D. Buku saku ilmu bedah sabiston. EGC. 2005; Jakarta. Hlm : 27690.
3. Wolf S, Herndon D. Burns. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM,
Mattox KL,editors. Sabiston Textbook of Surgery. Philadelphia: Saunders;
2004. p. 569-92.
4. Heimbach DM. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TL, Dunn
DL, Hunter JG, Pollock RE. Schwartzs principles of surgery, 8th ed. McGrawHill; 2007.
5. Hettiaratchy S, Papini R. ABC of burns; initial management of major burn: IIassesment and resuscitation. BMJ 2004;329:101-3.
6. Hettiaratchy S, Dziewulski P. Pathophysiology and types of burns. BMJ
2004;328:14279.
7. Moenadjat Y. Resusitasi: dasar-dasar manajemen luka bakar fase akut. Jakarta:
Komite medik asosiasi luka bakar Indonesia; 2005. hal.5-20, 54-60.
8. Ansermino M, Hemsley C. ABC of burns; intensive care management and
control of infection. BMJ 2004;329:2203.
9. Managing the ABCs in the burn patient. Diunduh dari www.burnsurgery.org
diakses pada tanggal 6 Maret 2015.
10. Hettiaratchy S, Papini R. ABC of burns; initial management of major burn: Ioverview. BMJ 2004;328:15557.
11. Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
2. EGC. Jakarta. p 66-88

Anda mungkin juga menyukai