Anda di halaman 1dari 4

Hipertensi

Definisi
Hipertensi adalah suatu kondisi medis yang kronis dimana tekanan darah (TD) meningkat di atas
TD yang disepakati normal. TD terbentuk dari interaksi antara aliran darah dan tahanan
pembuluh darah perifer. Tekanan darah meningkat dan mencapai suatu puncak apabila aliran
darah deras misalnya pada wakt seperti sistol, kemudian menurun pada waktu aliran darah
berkurang seperti pada waktu diastole. Dengan demikian, didapatkan dua macam TD, yaitu TD
sistolik (normal 120 mmHg) dan TD diastolic (normal 80 mmHg). Data epidemiologi
menunjukkan bahwa peningkatan TD sistolik, dan/atau TD diastolic, atau pulse pressure
meningkatkan kejadian kardiovaskular. Semakin tinggi tekanan darah, semakin tinggi risiko
terjadinya penyakit jantung koroner (PJK), gagal jantung, strok, atau gagal ginjal. Oleh sebab itu
hipertensi harus diobati atau dikontrol.
Patobiologi
Beberapa komponen yang ikut bertanggung jawab terhadap terjadinya HT antara lain:
1. Susunan saraf otonom
Aktivitas saraf simpatis (adrenergik) meningkat menyebabkan tekanan darah meningkat.
Hal ini disebabkan karena katekolamin dalam darah meningkat, adrenalin dan
noradrenalin

yang

merupakan

katekolamin

utama

dalam

tubuh

merangsang

adrenoreseptor 1 di jantung meningkatkan CO, juga merangsang adrenoreseptor 1di


arteri, menyebabkan vasokonstriksi.
2. Otoregulasi perifer
Pada keadaan normal, tubuh memiliki volume-pressure adaptive mechanism dari ginjal
yang mempertahankan TD tetap normal. Apabila TD turun, makan ginjal akan menahan
lebih banyak garam dan air untuk meningkatkan TD, demikian pula sebaliknya. Apabila
sistem ini terganggu,maka akan terjadi lebih banyak darah mengalir dalam sirkulasi. Hal
ini akan merangsang proses otoregulasi di jaringan local menyebabkan arteriole
berkontraksi. Selanjutnya terjadi peningkatan resistensi perifer yang mengakibatkan
tekanan darah meningkat.
3. Mekanisme hormonal dan vasopressor

Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA) ikut berkontribusi pada homeostasis TD.


Sistem RAA mengatur keseimbangan Natrium, Kalium, dan cairan tubuh, juga mengatur
tonus vascular dan aktivitas simpatis. Apabila karena suatu sebab tekanan perfusi pada
ginjal menurun, atau terjadi penurunan jumlah elektrolit di tubulus ginjal, maka sel
juxtaglomerular pada arteriol ginjal akan melepas banyak renin ke dalam sirkulasi. Renin
akan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin-I (Ang-I), dan selanjutnya Ang-I
dirubah menjadi Ang-II oleh Angiotensin Converting Enzyme (ACE).
4. Pengaruh elektrolit
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa diit tinggi garam berhubungan dengan
prevalensi strok dan HT yang tinggi. Sebaliknya diit rendah garam menurunkan
prevalensi HT. Hal ini disebabkan peningkatan natrium meningkatkan volume darah dan
hormone natriuretik. Peningkatan natrium dalam sirkulasi juga meningkatkan sensitivitas
adrenoreseptor-1 terhadap katekolamin.
5. Kerusakan endotel
6. Endotel yang sehat memiliki efek anti-adhesif untuk mencegah sel darah menempel pada
dinding pembuluh darah. Berbagai substan yang dilepas oleh endotel seperti Nitric Oxide
(NO) dan endotelin-1 penting untuk mempertahankan otoregulasi lokal pembuluh darah
terhadap berbagai keadaan patologis. Kerusakan endotel selanjutnya menyebabkan
remodelin vascular dan penurunan compliance yang akhirnya meningkatkn resistensi
perifer.
Penemuan Klinis dan Diagnosis
Gejala HT biasanya tidak spesifik. Pada HT primer yang belum mengalami komplikasi, pasien
biasanya tidak bergejala atau hanya mengeluh sakit kepala dan tegang di belakang leher. Apabila
sudah terjadi kerusakan target organ, barulah timbul gejala sesuai dengan organ yang terganggu.
Sebagai contoh, ensefalopati hipertensif memberi gejala pusing-pusing, disartri, parese
ekstremitas. Hipertensi heart disease memberik gejala palpitasi, angina pectoris, atau dispnea.
Hipertensi sekunder biasanya keluhan mengarah ke penyakit penyebabnya. Sebagai contoh,
pasien dengan feokromasitoma hamper semuanya mengeluh palpitasi, sakit kepala, berkeringat,
pusing dan kadang-kadang sinkope.
Canadian Hypertension Education Program Recommendations (2005) memiliki cara sederhana
untuk menentukan penderita HT yang perlu diobati:

a. Pasien yang pada kunjungan pertama memiliki TD >180/100 mmHg, atau TD <180/100
mmHg namun sudah terjadi kerusakan target organ atau pada mereka yang digolongkan
HT emergensi atau urgensii, maka penderita tersebut diatas sudah dapat didiagnosis
sebagai HT dan langsung dilakukan pengobatan.
b. Pasien yang pada kunjungan pertama memiliki TD 140-170/90-109 mmHg, tidak ada
riwayat HT sebelumnya, maka dianjurkan diit rendah garam dan merubah pola hidup,
kemudian dilakukan pengukuran ulang. Pada kunjungan berikutnya ternyata TD
meningkat, maka penderita ini sudah dapat didiagnosis sebagai HT dan diberi
pengobatan. Apabila pada kunjungan kedua TD menurun, dilakukan follow up. Pada
kunjungan ke tiga apabila TD meningkat dari yang sebelumnya, atau memiliki TD>
140/90 mmHg, maka dapat didiagnosis sebagai HT dan diberi pengobatan.
Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi berdasarkan etiologi
Hipertensi primer (essensial)
Penyebabnya tidak dapat diidentifikasi, artinya penyebabnya merupakan interaksi yang
kompleks antara faktor genetik dan berbagai faktor lingkungan, diantaranya adalah:
-

Hiperaktif susunan saraf adrenergic


Kelainan pertumbuhan pada sistem kardiovaskular dan ginjal
Gangguan sistem RAA
Gangguan natriuresis
Gangguan pertukaran ion positif
Lain-lain

Hipertensi sekunder
Prevalensi HT sekunder adalah sekitar 5-8% dari seluruh penderita HT. Angka ini semakin
meningkat karena teknik pemeriksaan yang lebih maju sehingga penyebab HT semakin banyak
ditemukan.
-

Genetik
Penyakit parenkim ginjal
Hipertensi renovaskular
Hiperaldosteronisme primer
Sindrom Cushing

Feokromositoma
Coartasio Aorta
Kehamilan
Penggunaan esterogen
Lain-lain

Klasifikasi berdasarkan tekanan darah


The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) membagi HT menjadi 4 kategori :
Tabel . Klasifikasi HT menurut JNC VII

Normal

Tekanan darah (mmHg)


Sistolik
Diastolik
<120
<80

Pre-hipertensi

120-139

80-89

Hipertensi stage 1

140-159

90-99

Klasifikasi

Hipertensi stage 2
160
100
Cara pengukuran tekanan darah adalah hal yang paling penting karena cara yang salah akan
memberikan hasil yang keliru sehingga usaha penanganan hipertensi akan gagal. Cara
pengukuran tekanan darah memiliki prosedur tersendiri yaitu: Pasien tidak boleh baru makan
kenyang atau sedang cemas, 30 menit sebelum pengukuran tidak boleh minum kopi, teh, atau
merokok, dan tidak minum obat-obat simpatomimetik atau sejenis. Pasien sebaiknya baring
terlentang. Apabila dalam posisi duduk, lengan yang akan diukur diletakkan setinggi jantung.
Bladder cuff harus melingkari sekurang-kurangnya 80% dari lingkaran lengan atas dan menutupi
2/3 lengan atas.

Anda mungkin juga menyukai