Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Pemicu
Seorang perempuan berusia 30 tahun, datang dengan keluhan benjolan pada
payudara kiri di daerah medial atas sejak sekitar 2 bulan lalu. Benjolan saat ini berukuran
kurang lebih sekitar 3 cm. Tidak ada kelainan pada daerah kulit payudara di sekitar
benjolan. Saat ini pasien sedang hamil 4 bulan, anak pertama. Tidak ada keluhan sesak
napas, batuk darah, atau sakit tulang lainnya. Tidak ada penurunan berat badan yang
berarti. Pasien meminta pengobatan apapun akan diterima pasien, asalkan aman untuk
pasien dan bayi.
o Pemerikasaan status generalis: dalam batas normal.
o Status lokalis payudara kiri: masa ukuran 3 cm, konsistensi cukup keras,
permukaan tidak rata, batas tidak jelas.
o Status obstetrikus: G1P0A0 H16 minggu.
o Riwayat keluarga: nenek dari ibu menderita kanker payudara dan sudah
meninggal.
o Riwayat lainnya: cukup sering olahraga, menstruasi umur 11 tahun, makanan
sehari-harinya vegetarian.
1.2. Kata Kunci
1. Perempuan 30 tahun
2. Benjolan pada payudara kiri medial atas dengan ukuran 3 cm
3. G1P0A0 H16 minggu
4. Nenek mengalami kanker payudara
1.3. Rumusan Masalah
Perempuan 30 tahun hamil 4 bulan dengan keluhan terdapat terdapat benjolan di
bagian payudara kiri medial atas sejak 2 bulan yang lalu dengan ukuran 3 cm,
konsistensi cukup keras, permukaan tidak rata dan batas tidak jelas.

1.4. Analisi Masalah


Perempuan 30 tahun

Anamnesis:
o Rajin
berolahraga
o Vegetarian

Keluhan utama:
benjolan,
o Uk, 3cm
o Lokasi, payudara kiri
medial atas
o Konsistensi cukup
keras
o Permukaan tidak
rata
o Batas tidak jelas

Riwayat keluarga
Nenek Ca Mammae

Menarche usia
11 tahun

Mutasi gen BRCA-1


& BRCA-2

Riwayat kehamilan
G1P0A0 H16
minggu

Perubahan
Hormonal

Aspek Familial
Karsinogen

Suspect: Ca Mammae
DD: FAM, Fibrokistik
Mammae, tumor
phyloides

Pemeriksaan Penunjang
Histopatologi

Stadium

Diagnosis

Tatalaksana

Pronosis

1.5. Hipotesis
Perempuan 30 tahun suspect Ca Mammae dan dibutuhkan pemeriksaan
histopatologi.
1.6. Pertanyaan Diskusi

1. Bagaimana cara membedakan tumor jinak dan ganas?


2. Jelaskan sifat-sifat sel ganas!

3. Jelaskan bagaimana menentukan stadium pada kasus keganasan!


4. Jelaskan mengenai imunosuiverlance pada kasus keganasan!
5. Jelaskan mengenai Ca Mammae!
a) Definisi
b) Epidemiologi
c) Etiologi
d) Stadium dan klasifikasi
e) Pathogenesis
f) Manifestasi klinis
g) Diagnosis
h) Tatalaksana
i) Komplikasi
j) Prognosis
k) Faktor resiko
l) Pencegahan
6. Jelaskan mengenai:
a) FAM
b) Fibrokistik mammae
c) Tumor phyloides
7. Jelaskan mengenai pengaruh genetic terhadap Ca Mammae!
8. Jelaskan mengenai hubungan kehamilan terhadap Ca Mammae!
9. Jelaskan mengenai hubungan usia menarche terhadap Ca Mammae!
10. Apakah pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakkan
diagnosis pada kasus? Jelaskan!
11. Jelaskan bagaimana tatalaksana pada kasus sehingga aman bagi ibu dan
janin!
12. Jelaskan bagaimana prognosis pada kasus!
13. Jelaskan mengenai pemeriksaan histopatologi!
14. Jelaskan hubungan antara gaya hidup pasien dengan kejadiaan Ca
Mammae!

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Tumor
Jenis Jenis tumor berdasarkan sifatnya diklasifikasikan menjadi: 1
1. Jinak
2. Ganas
2.1.1. Tumor Jinak dan Tumor Ganas
Ciri-ciri yang membedakan tumor jinak dan ganas adalah sebagai
berikut.1
1. Invasif
Tumor ganas tumbuhnya infiltratif yaitu tumbuh bercabang
masuk kedalam jaringan sehat sekitarnya, menyerupai jari kepiting
(kanker). Karena tumor ganas biasanya sukar digerakkan dari dasarnya.
Tumor jinak tumbuhnya ekspansif yaitu mendesak jaringan sehat
sekitarnya sehingga jaringan sehat jaringan sehat yang terdesak
membentuk simpai / kapsul dari tumor. Karena tidak ada pertumbuhan
infiltratif sehingga tumor jinak mudah digerakkan dari dasarnya. 1
2. Residif
Tumor ganas sering tumbuh kembali residif karena setelah
diangkat atau diberi pengobatan dengan penyinaran. Hal ini disebabkan
adanya sel tumor yang tertinggal, kemudian tumbuh dan membesar.
Tumor jinak yang berkapsul bila diangkat mudah dikeluarkan seluruhnya
sehingga tidak ada jaringan tumor tertinggal dan tidak menimbulkan
kekambuhan.2
3. Metastase
Walaupun tidak semua, tumor ganas sanggup bermetastase
ketempat lain melalui peredaran darah, cairan getah bening. Sedangkan
tumor jinak tidak menyebar.3
4. Pertumbuhan
Tumor ganas tumbuhnya cepat, maka tumornya ccepat
membesar dan mikroskopik ditemukan mitosis normal (bipolar) maupun
abnormal (atipik). Pada tumor ganas terjadi pembelahan multiple pada
saat bersamaan sehingga dari sebuah sel dapat menjadi tiga atau empat
anak sel. Tumor jinak tumbuhnya lambat, sehingga tumor tidak cepat
membesar dan pemeriksaan mikroskopik tidak ditemkan gambaran
mitosis abnormal.1
Tabel 2.1. Karakteristik Tumor Jinak dan Tumor Ganas 4

Karateristik Tumor Jinak dan Ganas


Sifat
Jinak
ganas
Kecepatan tumbuh
Lambat
relatif cepat
Aktifitas mitosis
Rendah
tinggi
Kemiripan dengan jaringan
Baik
bermacam-macam,biasanya
Normal
buruk
Bentuk inti
sering normal
biasanya
hiperkromatik,ireguler,inti

Invansi
Metastasis
Pembatasan
Nekrosis
Ulserasi
Arah pertumbuhan pada
kulit/permukaan mukosa

tidak
tidak pernah
batas
tegas/berkapsul
jarang
jarang
sering eksofitik

banyak,dan pleomorfik
ya
sering
batas tidak tegas/ireguler
sering
sering pada kulit/permukaan
mukosa
sering endofitik

2.1.2. Sifat-sifat Tumor Ganas1


1. Menghasilkan sendiri sinyal pertumbuhan
Berikut merupakan strategi yang digunakan sel kanker untuk
memperoleh
self-sufficiency dalam
sinyal pertumbuhan
yang
dikelompokkan berdasarkan perannya dalam jenjang transduksi sinyal
dan pengendalian siklus sel.1
a) Factor pertumbuhan. Banyak sel kanker memperoleh
kemampuan untuk tumbuh sendiri karena mampu menyintesis
factor pertumbuhan yang sama kepada mana sel tersebut
responsive. Contoh factor pertumbuhan tersebut adalah PDGF
dan TGF .
b) Reseptor faktor pertumbuhan. Contoh ekspresi berlebihan
reseptor pada sel kanker adalah ERBB1.
c) Protein transduksi sinyal. Telah diketahui bahwa protein sejenis
G protein, yaitu protein RAS berperan dalam transduksi sinyal.
Protein RAS akan mengaktifkan MAP kinase, sehingga sinyal
pertumbuhan dapat disampaikan ke nukelus.
d) Factor transkripsi nucleus. Dapat terjadi otonomi pertumbuhan
akibat mutasi yang mengenai gen yang mengendalikan transkripsi
DNA. Sejumlah onkoprotein, termasuk produk onkogen MYC,
MYB, JUN, FOS, REL dapat ditemukan dalam inti sel. Dari gen
ini, gen MYC paling sering terlibat pada tumor manusia.
2. Insensitivitas terhadap sinyal yang menghambat pertumbuhan.
Gangguan terhadap gen penekan tumor yang menjadi rem bagi
proliferasi sel akan menyebabkan sel refrakter terhadap inhibisi
pertumbuhan dan mirip dengan efek mendorong pertumbuhan onkogen.
Contoh gen yang terkait adalah gen RB dan TP 53.1
3. Menghindar dari apoptosis
Sel kanker dapat mengacaukan apoptosis di banyak tempat.
Contohnya pada karsinoma hepatoseluler yang mengalami penurunan
kadar CD95 menyebabkan tumor ini kurang rentan terhadap apoptosis
oleh Fasl. Kadar CD95 diatur oleh TP53, dan hilangnya TP53 mungkin
berperan menyebabkan penurunan CD 95. Beberapa tumor
memperlihatkan peningkatan FLIP, suatu protein yang mengikat kompleks
pemicu kematian dan mencegah pengaktifan kaspase 8.1
4. Kemampuan replikasi tanpa batas
Pada sel normal kemampuan replikasi hanya sekitar 60-70 kali.
Namun, pada sel kanker akan diaktifkan telomerase yang akan

mempertahankan panjang telomere sehingga sel memiliki kemampuan


replikasi tanpa batas.1
5. Terjadinya angiogenesis berkelanjutan
Neovaskularisasi diperlukan oleh sel ganas untuk penyaluran
nutrient dan oksigen. Pada sel tumor terdapat factor angiogenik terkait
tumor yaitu VEGF dan basic fibroblast growth factor yang akan memicu
terjadinya vaskularisasi berkelnjutan pada tumor.1
6. Kemampuan melakukan invasi dan metastasis
Sel ganas memiliki kemampuan untuk menginvasi matriks
ekstrasel yang kemudian akan masuk ke dalam pembuluh darah dan
mengikuti aliran darah untuk mencapai organ sasaran. Ketika berada
dalam aliran daran, sel tumor membentuk gumpalan dan melekat ke
leukosit dan trombosit untuk mendapat perlindungan dari serangan sel
efektor antitumor pejamu.1

Gambar 2.1. Sifat-sifat Tumor Ganas1


2.1.3. Sistem Staging pada Neoplasma
Mengetahui stadium tumor sangat penting artinya untuk menentukan
tindakan apa yang akan diberikan dan juga prognosis penyakit. Beberapa cara
menentukan stadium dari tumor, antara lain berdasarkan: 5
1. Letak topografi tumor beserta ekstensi dan metastasenya dalam organ
2. Sistem TNM
3. Pentahapan menurut AJCC ( American Joint Committee on Cancer )
4. Berdasarkan kesepakatan para ahli ( konvensi )

Stadium tumor berdasarkan letak topografi tumor beserta ekstensi dan


metastasenya dalam organ5
1. Stadium lokal: pertumbuhannya masih terbatas pada organ semula
tempatnya tumbuh.
2. Karsinoma in situ: pertumbuhannya masih terbatas intraepitelial,
intraduktal, intra lobuler. Istilah ini hanya dikenal pada tumor ganas
epitelial.
3. Infiltrasi lokal atau invasif: tumor padat telah tumbuh melewati jaringan
epitel, duktus, atau lobulus, tetapi masih dalam organ yang bersangkutan
(pengertian patologi: telah melewati stratum papilare atau membran
basalis) atau telah menginfiltrasi jaringan sekitarnya (pengertian klinis :
sudah ada perlekatan dengan organ sekitarnya).
4. Stadium metastase regional: tumor padat telah metastase ke kelenjar
limfe yang berdekatan (kelenjar limfe regional).
5. Stadium metastase jauh: tumor padat telah metastase pasa organ yang
letaknya jauh dari tumor primer.
Secara klinis kadang kadang dipakai dua istilah diatas sekaligus untuk
menyebut stadium tumor padat yaitu Stadium lokoregional, oleh karena pada
kenyataannya sering ditemukan stadium lokal dan regional secara bersamaan
pada waktu dilakukan pemeriksaan klinis.
Stadium tumor berdasarkan sistem TNM (stadium TNM)5
Sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang sarjana Perancis
Piere de Noix, kemudian dipergunakan dan disempunakan oleh UICC (Union
Internationale Contre le Cancere), dan sejak 1958 sistem ini dipergunakan
secara luas di berbagai belahan dunia.
Sistem TNM ini berdasarkan 3 kategori, yaitu: T (Tumor primer), N (Nodul
regional, metastase ke kelenjar limfe regional), dan M (Metastase jauh). Masing
masing kategori tersebut dibagi lagi menjadi subkategori untuk melukiskan
keadaan masingmasing kategori dengan cara memberi indeks angka dan huruf
di belakang T, N, dan M, yaitu :
1. T = Tumor Primer
a) Tx = Syarat minimal menentukan indeks T tidak terpenuhi.
b) Tis = Tumor in situ
c) T0 = Tidak ditemukan adanya tumor primer
d) T1 = Tumor dengan f maksimal < 2 cm
e) T2 = Tumor dengan f maksimal 2 5 cm
f) T3 = Tumor dengan f maksimal > 5 cm
g) T4 = Tumor invasi keluar organ.
2. N = Nodul, metastase ke kelenjar regional.
a) N0 = Nodul regional negative
b) N1 = Nodul regional positif, mobile ( belum ada perlekatan )
c) N2 = Nodul regional positif, sudah ada perlekatan
d) N3 = Nodul jukstregional atau bilateral.
3. M = Metastase organ jauh
a) M0 = Tidak ada metastase organ jauh
b) M1 = Ada metastase organ jauh
c) M2 = Syarat minimal menentukan indeks M tidak terpenuhi.
Stadium tumor berdasarkan pentahapan menurut AJCC (American Joint
Committee on Cancer)5
Setelah sistem TNM diperkenalkan dan dipakai secara luas pada tahun
1958, kelompok para ahli yang menangani kanker di USA, pada tahun 1959 juga
mengemukakan suatu skema pentahapan kanker yang merupan penjabaran
lebih lanjut dari sistem TNM. Kelompok para ahli tersebut semula bernama : The

American Joint Committee for Cancer Staging and End Results Reporting
( disingkat AJC ). AJC tersebut kemudian berubah nama pada tahun 1980
menjadi American Joint Committee on Cancer ( disingkat AJCC ). Tujuan
pembuatan staging kanker tersebut adalah agar lebih praktis dan lebih mudah
pemakaiannya di klinik. Buku manual stadium kanker ( Manual for Staging of
Cancer ) edisi satu hasil kerja AJCC dipublikasikan pertama kali pada tahun 1977
dan diperbarui setiap beberapa tahun sehingga pada tahun 2002 sudah
dikeluarkan edisi 6 sampai saat ini dipakai secara luas.
Staging menurut AJCC ini pertama harus menentukan T, N, M dari tumor
padat tersebut sesuai ketentuan yang ada, dan selanjutnya dikelompokkan
dalam stadium tertentu yang dinyatakan dalam angka romawi ( I IV ) dan angka
arab ( khusus untuk stadium 0 ). Lebih mudahnya, sebagai contoh dapat dilihat
staging kanker payudara menurut AJCC pada table berikut.
Tabel 2.2. Sistem Staging Neoplasma menurut AJCC5

Pentahapan Karsinoma Payudara Menurut AJCC Edisi 6 Tahun 2002


Stadium
Stadium 0
Stadium I
Stadium II A
Stadium II B

Stadium III A

Stadium III B
Stadium III C
Stadium IV

Deskripsi TNM
Tis
T1
T0
T1
T2
T2
T3
T0
T1
T3
T3
T4
T4
T4
Sembarang T
Sembarang T

N0
N0
N1
N1
N0
N1
N0
N2
N2
N1
N2
N0
N1
N2
N3
Sembarang N

M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M1

Stadium Tumor Berdasarkan kesepakatan para ahli (Konvensi) 5


Beberapa jenis tumor padat stagingnya didasarkan pada kesepakatan
para ahli di bidangnya masingmasing . Beberapa contohnya antara lain:
1. Stadium Dukes, untuk karsinoma kolorektal,
2. Stadium Ann Arbor, untuk limfoma maligna,
3. Stadium FIGO, untuk karsinoma serviks dan tumor ginekologi,
4. Stadium Jewett, untuk karsinoma bladder (kantung kencing),
5. American staging for prostate cancer, untuk kanker prostat,
6. Staging melanoma maligna menurut Clark, dan Breslow, dan lain-lain.
2.1.4. Imunosurveilance

Immune surveillance merupakan peran sistem imun dalam mengenal


dan menghancurkan sel-sel abnormal sebelum berkembang menjadi tumor atau
membunuhnya kalau tumor sudah bertumbuh.Oleh karena itu maka sel-sel
efektor seperti CTL dan sel NK harus mampu mengenal antigen tumor dan
menyebabkan kematian sel-sel tumor.6,7
Sel NK merupakan komponen utama dari immune surveillance, yang
dapat bekerja sebagai sel efektor dari imunitas natural maupun
spesifik.Mekanisme efektor sel NK mirip dengan sel T-sitotoksik (CD 8). Yang
membedakan adalah sel NK melakukan sitotoksisitas terhadap sel tumor tanpa
melalui ekspresi antigen tumor bersama molekul MHC kelas I. Kapasitas
tumorisidal dari sel NK akan ditingkatkan oleh berbagai sitokin, diantaranya IFN,
TNF, IL-2, dan IL-12.6
Sel NK dapat berperan baik dalam respons imun nonspesifik maupun
spesifik terhadap tumor dan dapat diaktivasi langsung melalui pengenalan
antigen tumor atau sebagai akibat aktivitas sitokin yang diproduksi oleh limfosit T
spesifik tumor.Sel NK dapat membunuh sel terinfeksi virus dan sel-sel tumor
tertentu, khususnya tumor hemopoetik, in vitro. Sel NK tidak dapat melisiskan
sel yang mengekspresikan MHC, tetapi sebaliknya sel tumor yang tidak
mengekspresikan MHC, yang biasanya terhindar dari lisis oleh CTL, justru
merupakan sasaran yang baik untuk dilisiskan oleh sel NK. 8
Makrofag juga berperan dalam pertahanan melawan sel tumor baik
dalam mengolah dan mempresentasikan antigen tumor kepada sel T helper,
maupun bertindak langsung sebagai efektor dengan melisiskan sel
tumor.Makrofag yang berperan dalam mekanisme tersebut adalah makrofag aktif
yaitu makrofag yang telah diaktivasi oleh Macrofag Activating Factors (MAF),
suatu sitokin yang dihasilkan limfosit T yang distimulasi antigen.Makrofag yang
tidak aktif telah dibuktikan tidak memiliki kemampuan melisis sel tumor.7,8
Makrofag aktif juga mensekresi sitokin antara lainInterleukine 12 (IL-12)
dan Tumor Necrosis Factor (TNF). IL-12 berperan memacu proliferasi dan
aktivasi sel T CD4+, sel T CD8+ serta sel NK. TNF mampu melisiskan sel tumor
melalui : 1) TNF berikatan dengan reseptor permukaan dari sel tumor dan secara
langsung melisis sel tumor, 2) TNF dapat menyebabkan nekrosis dari sel tumor
dengan cara memobilisasi berbagai respon imun tubuh. 6
2.2. Ca Mammae
2.2.1. Definisi
Kanker payudara merupakan keganasan pada jaringan payudara yang
dapat berasal dari duktus maupun lobulusnya.9
2.2.2.

Epidemiologi
Kanker payudara adalah salah satu kanker paling umum di Amerika
Serikat lebih dari 160,000 wanita mengalami kanker ini setiap tahun, dan 40.000
perempuan meninggal setiap tahun karena keganasan ini. Kira-kira 1 dari 9
wanita di Amerika Serikat akan menderita kanker payudara, walaupun 1% kasus
terjadi pada pria. Risiko meningkat dengan usia, dan meningkat pesat saat
menopouse. risiko besar. Terjadi pada wanita usia 60 tahun ke atas, dan
memiliki kesempatan 3-4% menderita kanker payudara selama 1 dekade
kehidupan mereka.10

2.2.3.

Etiologi dan Faktor Resiko

Seperti kanker lainnya, penyebab dari kanker payudara belum diketahui.


Namun terdapat beberapa faktor resiko yang dalam memicu terjadinya Ca
Mammae. Faktor-faktor resiko tersebut dibagi kedalam 2 kelompok, yaitu
pengaruh yang sudah dipastikan dan pengaruh yang belum dipastikan. 11
Tabel 2.3. Faktor Resiko Ca Mammae11

Faktor
Pengaruh yang sudah
dipastikan
Faktor geografik
Usia
Keluarga dekat mengidap kanker
payudara
Usia menarche <12 tahun
Usia menopause >55 tahun
Kehamilan hidup pertama dari
usia 25-29 tahun
Kehamilan hidup pertama dari
usia 30 tahun
Kehamilan hidup pertama dari
usia >35 tahun
Nulipara
Penyakit proliferatif
Penyakit proliferatif dengan
hiperplasia tipikal
Karsinoma lobularis in situ
Pengaruh yang belum
dipastikan
Estrogen eksogen
Kontrasepsi oral
Kegemukan
Diet tinggi lemak
Konsumsi alkohol
Merokok

Resiko relatif
Bervariasi di tempat yang
berbeda
setelah 30 tahun
1.2 3.0
1.3
1.5 2.0
1.5
1.9
2.0 3.0
3.0
1.9
4.4
6.9 12.0

10

a) Usia
Risiko utama kanker payudara adalah bertambahnya usia. Berdasarkan
penelitian American Cancer Society tahun 2006 diketahui usia lebih dari 40 tahun
mempunyai risiko yang lebih besar untuk mendapatkan kanker payudara yakni 1
per 68 penduduk dan risiko ini akan bertambah seiring dengan pertambahan usia
yakni menjadi 1 per 37 penduduk usia 50 tahun, 1 per 26 penduduk usia 60
tahun dan 1 per 24 penduduk usia 70 tahun. Kanker payudara juga ditemukan
pada usia <40 tahun namun jumlahnya lebih sedikit yakni 1 per 1.985 penduduk
usia 20 tahun dan 1 per 225 penduduk usia 30 tahun.22 Data American Cancer
Society (2007) melaporkan 70% perempuan didiagnosa menderita kanker
payudara di atas usia 55.12
b) Jenis Kelamin
Kanker payudara lebih banyak ditemukan pada wanita. Pada pria juga
dapat terjadi kanker payudara, namun frekuensinya jarang hanya kira-kira 1%
dari kanker payudara pada wanita.11
c) Riwayat Reproduksi
Riwayat reproduksi dihubungkan dengan banyak paritas, umur
melahirkan anak pertama dan riwayat menyusui anak. Wanita yang tidak
mempunyai anak atau yang melahirkan anak pertama di usia lebih dari 30 tahun
berisiko 2-4 kali lebih tinggi daripada wanita yang melahirkan pertama di bawah
usia 30 tahun. Wanita yang tidak menyusui anaknya mempunyai risiko kanker
payudara 2 kali lebih besar. Kehamilan dan menyusui mengurangi risiko wanita
untuk terpapar dengan hormon estrogen terus. Pada wanita menyusui, kelenjar
payudara dapat berfungsi secara normal dalam proses laktasi dan menstimulir
sekresi hormon progesteron yang bersifat melindungi wanita dari kanker
payudara.11,12
d) Riwayat Kanker Individu
Penderita yang pernah mengalami infeksi atau operasi tumor jinak
payudara berisiko 3-9 kali lebih besar untuk menderita kanker payudara.
Penderita tumor jinak payudara seperti kelainan fibrokistik berisiko 11 kali dan
penderita yang mengalami operasi tumor ovarium mempunyai risiko 3-4 kali lebih
besar.12
e) Riwayat Kanker Keluarga
Secara genetik, sel-sel pada tubuh individu dengan riwayat keluarga
menderita kanker sudah memiliki sifat sebagai embrio terjadinya sel kanker.
Menurut sutjipto (2000) yang dikutip oleh Elisabet T, kemungkinan terkena kanker

11

payudara lebih besar 2 hingga 4 kali pada wanita yang ibu dan saudara
perempuannya mengidap penyakit kanker payudara.12
f)

Menstruasi cepat dan Menopause lambat


Wanita yang mengalami menstruasi pertama (menarche) pada usia
kurang dari 12 tahun berisiko 1,7 hingga 3,4 kali lebih tinggi daripada wanita
dengan menstruasi yang datang pada usia normal atau lebih dari 12 tahun dan
wanita yang mengalami masa menopausenya terlambat lebih dari 55 tahun
berisiko 2,5 hingga 5 kali lebih tinggi. Wanita yang menstruasi pertama di usia
kurang dari 12 tahun dan wanita yang mengalami masa menopause terlambat
akan mengalami siklus menstruasi lebih lama sepanjang hidupnya yang
mengakibatkan keterpaparan lebih lama dengan hormon estrogen. 12

g) Pajanan Radiasi
Wanita yang terpapar penyinaran (radiasi) dengan dosis tinggi di dinding
dada berisiko 2 hingga 3 kali lebih tinggi.12
h) Obesitas dan Konsumsi makanan lemak tinggi
Wanita yang mengalami kelebihan berta badan (obesitas) dan individu
dengan konsumsi tinggi lemak berisiko 2 kali lebih tinggi dari yang tidak obesitas
dan yang tidak sering mengkonsumsi makanan tinggi lemak. Risiko ini terjadi
karena jumlah lemak yang berlebihan dapat meningkatkan kadar estrogen dalam
darah sehingga akan memicu pertumbuhan sel-sel kanker.11,12
2.2.4.

Patofisiologi

Terdapat tiga faktor yang tampaknya penting yaitu perubahan genetik,


pengaruh hormon, dan faktor lingkungan.9
1. Perubahan Genetik. Seperti pada sebagian besar kanker lainnya, mutasi
yang mempengaruhi protoonkogen dan gen penekan tumor di epitel
payudara ikut serta dalam proses transformasi onkogenik. Di antara berbagai
mutasi tersebut, yang paling banyak dipelajari adalah ekspresi berlebihan
protoonkogen ERBB2 (HER2/NEU), yang diketahui mengalami amplifikasi
pada hampir 30 % kanker payudara. Gen ini adalah anggota dari famili
reseptor faktor pertumbuhan epidermis, dan ekspresi berlebihannya
berkaitan dengan prognosis yang buruk. Secara analog, amplifikasi gen RAS
dan MYC juga dilaporkan terjadi pada sebagian kanker payudara manusia.
Mutasi gen penekan tumor RB1 dan TP53 juga ditemukan. Dalam
transformasi berangkai sel epitel normal menjadi sel kanker, kemungkinan
besar terjadi banyak mutas didapat.
2. Pengaruh Hormon. Kelebihan estrogen endogen, atau yang lebih tepat,
ketidakseimbangan hormon, jelas berperan penting. Banyak faktor risiko
yang telah disebutkan usia subur yang lama, nuliparitas, dan usia lanjut
saat memiliki anak pertama mengisyaratkan peningkatan pajanan ke kadar
estrogen yang tinggi saat daur haid. Tumor ovarium fungsional yang
mengeluarkan estrogen dilaporkan berkaitan dengan kanker payudara pada
perempuan pasca menopause. Estrogen merangsang pembentukan faktor
pertumbuhan oleh sel epitel payudara normal dan oleh sel kanker.
Dihipotesiskan bahwa reseptor estrogen dan progesteron yang secara
normal terdapat di epitel payudara, mungkin berinteraksi dengan promotor

12

pertumbuhan, seperti transforming growth factor (berkaitan dengan faktor


pertumbuhan epitel), platelet-derived growth-factor, dan faktor pertumbuhan
fibroblas yang dikeluarkan oleh sel kanker payudara, untuk menciptakan
suatu mekanisme autokrin perkembangan tumor.
3. Faktor Lingkungan. Pengaruh lingkungan diisyaratkan oleh insidensi kanker
payudara yang berbeda-beda dalam kelompok yang secara genetis
homogen dan perbedaan geografik dalam prevalensi, seperti telah
dibicarakan. Faktor lingkugan lain yang penting adalah iradiasi dan estrogenestrogen.
Sekitar 5 hingga 10 % kanker payudara berkaitan dengan mutasi
herediter spesifik. Perempuan lebih besar kemungkinannya membawa gen
kerentanan kanker payudara jika mereka mengidap kanker payudara sebelum
menopause, mengidap kanker payudara bilateral, mengidap kanker terkait lain
(misal, kanker ovarium), memiliki riwayat keluarga yang signifikan (yaitu banyak
anggota keluarga terjangkit sebelum menopause), atau berasal dari kelompok
etnik tertentu. Sekitar separuh perempuan dengan kanker payudara herediter
memperlihatkan mutasi di gen BRCA1 (pada kromosom 17q21.3) dan sepertiga
lainnya mengalami mutasi di BRCA2 (di kromosom 13q12-13). Gen ini berukuran
besar dan kompleks serta tidak memperlihatkan homologi yang erat di antara
keduanya, juga dengan gen lain yang diketahui. Meskipun peran pasti karsino
genesis dan spesifisitas relatifnya terhadap kanker payudara masih diteliti, kedua
gen ini diperkirakan berperan penting dalam perbaikan DNA. Keduanya bekerja
sebagai gen penekan tumor, karena kanker muncul jika kedua alel inaktif atau
cacat pertama disebabkan oleh mutasi sel germinativum dan kedua oleh mutasi
somatik berikutnya. Tersedia uji genetik, tetapi uji ini diperumit oleh terdeteksinya
ratusan mutasi yang berlainan, dan hanya sebagian yang berkaitan dengan
kerentanan terhadap kanker. Derajat penetrasi, usia saat onset kanker, dan
keterkaitan dengan kerentanan terhadap kanker tipe lain dapat berbeda-beda
sesuai jenis mutasi. Namun, sebagian besar pembawa sifat akan terjangkit
kanker payudara pada usia 70 tahun, dibandingkan dengan hanya 7% dari
perempuan yang tidak memiliki mutasi. Peran gen ini pada kanker payudara
sporadik non herediter belum jelas karena pada tumor ini jarang ditemukan
mutasi. Pada kanker sporadik, mungkin yang berperan adalah mekanisme lain,
seperti metilasi regio regulatorik yang menyebabkan inaktivasi gen. penyakit
genetik yang lebih jarang yang berkaitan dengan kanker payudara adalah
sindrom Li-Fraumeni (disebabkan oleh mutasi sel germinativum di TP53;
penyakit Cowden (disebabkan oleh mutasi sel germinativum di PTEN; dan
pembawa gen ataksia-telangaiektasia.12
2.2.5.

Stadium dan Klasifikasi


Kanker payudara sedikit lebih sering mengenai payudara kiri daripada
kanan. Pada sekitar 4 % pasien ditemukan tumor bilateral atau tumor sekuensial
di payudara yang sama. Lokasi tumor di dalam payudara adalah sebagai
berikut:13
1. Kuadran luar atas
50%
2. Bagian sentral
20%
3. Kuadran luar bawah
10%
4. Kuadran dalam atas
10%
5. Kuadran dalam bawah 10%

13

Kanker payudara dibagi menjadi kanker yang belum menembus


membran basal (noninvasif) dan kanker yang sudah (invasif). Bentuk utama
karsinoma payudara dapat diklasifikasikan sebagai berikut :1 3
A. Noninvasif
1. Karsinoma duktus in situ (DCIS; karsinoma intraduktus)
Ductal carcinoma in situ, juga disebut intraductal cancer, merujuk
pada sel kanker yang telah terbentuk dalam saluran dan belum
menyebar. Saluran menjadi tersumbat dan membesar seiring
bertambahnya sel kanker di dalamnya. Kalsium cenderung
terkumpul dalam saluran yang tersumbat dan terlihat dalam
mamografi sebagai kalsifikasi terkluster atau tak beraturan
(clustered or irregular calcifications) atau disebut kalsifikasi mikro
(microcalcifications) pada hasil mammogram seorang wanita
tanpa gejala kanker.14

Gambar 2.2. Ductus Carsinoma In Situ15


2. Karsinoma lobulus in situ (LCIS)
Bermula dari kelenjar yang memproduksi air susu, tetapi tidak
berkembang melewati dinding lobulus. Mengacu pada National
Cancer Institute, Amerika Serikat, seorang wanita dengan LCIS
memiliki peluang 25% munculnya kanker invasive (lobular atau
lebih umum sebagai infiltrating ductal carcinoma) sepanjang
hidupnya.14

14

Gambar 2.3. Lobular Carsinoma In Situ15


B. Invasif (infiltratif)
1. Karsinoma duktus invasive
Dari tumor-tumor ini, karsinoma duktus invasif merupakan jenis
tersering. Karena biasanya memiliki banyak stroma, karsinoma
ini juga disebut sebagai Scirrhous carcinoma. Karsinoma duktus
invasif adalah istilah yang digunakan untuk semua karsinoma
yang tidak dapat disubklsifikasikan ke dalam salah satu tipe
khusus yang dijelaskan di bawah dan tidak menunjukkan bahwa
tumor ini secara spesifik berasal dari sistem duktur. Karsinoma
tanpa tipe khusus atau tidak dirinci lebih lanjut sinonim untuk
karsinoma duktus. Sebagian besar (70% hingga 80%) kanker
masuk ke dalam kategori ini. Kanker tipe ini biasanya berkaitan
dengan DCIS, tetapi kadang-kadang ditemukan LCIS. Sebagian
besar karsinoma duktur menimbulkan respons desmoplastik,
yang menggantikan lemak payudara normal (menghasilkan
densitas pada mamografi) dan membentuk massa yang teraba
keras.13,14

15

2.

3.

4.

5.

6.

Gambar 2.4. Karsinoma Duktus Invasif13


Karsinoma lobulus invasive
invasif terdiri atas sel yang secara morfologis identik dengan sel
pada LCIS. Pada dua pertiga kasus ditemukan LCIS di sekitar
tumor. Sel-sel secara sendiri-sendiri menginvasi stroma dan
kering tersusun membentuk rangkaian. Kadang-kadang sel
tersebut mengelilingi asinus atau duktur yang tampak normal
atau karsinomatosa, menciptakan apa yang disebut sebagai
mata sapi (bulls eye).14
Karsinoma medularis
Medullary carcinoma adalah tipe khusus dari kanker payudara,
berkisar 4% dari seluruh kanker payudara yang invasif dan
merupakan kanker payudara herediter yang berhubungan
dengan BRCA-1. Peningkatan ukuran yang cepat dapat terjadi
sekunder terhadap nekrosis dan perdarahan. 20% kasus
ditemukan bilateral. Karakterisitik mikroskopik dari medullary
carcinoma berupa (1) infiltrat limforetikular yang padat terutama
terdiri dari sel limfosit dan plasma; (2) inti pleomorfik besar yang
berdiferensiasi buruk dan mitosis aktif; (3) pola pertumbuhan
seperti rantai, dengan minimal atau tidak ada diferensiasi duktus
atau alveolar.14
Karsinoma koloid (karsinoma musinosa)
Mucinous carcinoma (colloid carcinoma), merupakan tipe khusus
lain dari kanker payudara, sekitar 2% dari semua kanker
payudara yang invasif, biasanya muncul sebagai massa tumor
yang besar dan ditemukan pada wanita yang lebih tua. Karena
komponen musinnya, sel-sel kanker ini dapat tidak terlihat pada
pemeriksaan mikroskopik.14
Karsinoma tubulus
Tubular carcinoma merupakan tipe khusus lain dari kanker
payudara sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif.
Biasanya ditemukan pada wanita perimenopause dan pada
periode awal menopause. Long-term survival mendekati 100%. 14
Tipe lain

16

Penentuan Stadium Kanker Payudara. Faktor prognostik terpenting


untuk kanker payudara adalah ukuran tumor primer, metastasis ke kelenjar getah
bening, dan adanya lesi di tempat jauh. Faktor prognostik lokal yang buruk
adalah invasi ke dinding dada, ulserasi kulit, dan gambaran klinis karsinoma
peradangan. Gambaran ini digunakan untuk mengklasifikasikan perempuan ke
dalam kelompok prognostik demi kepentingan pengobatan, konseling, dan uji
klinis. Sistem penentuan stadium yang tersering digunakan telah dirancang oleh
American Joint Committee on Cancer Staging dan International Union Against
Cancer, seperti terlihat berikut ini. Harapan hidup 5 tahun untuk perempuan
berkisar dari 92% untuk penyakit stadium 0 hingga 13% untuk penyakit stadium
IV.13
Tabel 2.4. American Joint Committee on Cancer Staging of Breast Carcinoma13
Stadium 0
Stadium I
Stadium IIA

Stadium IIB

Stadium IIIA

Stadium IIIB

Stadium IV

DCIS (termasuk penyakit Paget pada puting payudara) dan LCIS


Karsinoma invasif dengan ukuran 2 cm atau kurang serta kelenjar getah
bening negatif.
Karsinoma invasif dengan ukuran 2 cm atau kurang disertai metastasis
kelenjar(-kelenjar) getah bening atau karsinoma invasif lebih dari 2 cm,
tetapi kurang dari 5 cm dengan kelenjar getah bening negatif.
Karsinoma invasif berukuran garis tengah lebih dari 2 cm, tetapi kurang
dari 5 cm dengan kelenjar (-kelenjar) getah bening positif atau karsinoma
invasif berukuran lebih dari 5 cm tanpa ketelibatan kelenjar getah bening.
Karsinoma invasif ukuran berapa pun dengan kelenjar getah bening
terfiksasi (yaitu invasi ekstranodus yang meluas di antara kelenjar getah
bening atau menginvasi ke dalam struktur lain) atau karsinoma berukuran
garis tengah lebih dari 5 cm dengan metastasis kelenjar getah bening
nonfiksasi.
Karsinoma inflamasi, karsinoma yang menginvasi dinding dada,
karsinoma yang menginvasi kulit, karsinoma dengan nodus kulit satelit,
atau setiap karsinoma dengan metastasis ke kelenjar (-kelenjar) getah
bening mamaria interna ipsilateral
Metastasis ke tempat jauh

2.2.6. Manifestasi Klinis


1. Massa tumor
Sebagian besar bermanifestasi sebagai massa mammae yang
tidak nyeri. Sering kali ditemukan secara tidak sengaja. Lokasi bias di
kuadran mana saja dengan konsistensi agak keras, batas tidak tegas,
permukaan tidak licin, mobilitas kurang.14
2. Perubahan kulit
a) Tanda lesung :ketika tumor mengenai ligament glandula
mammae, ligament memendek hingga kulit setempat menjadi
cekung disebut tanda cekung.14
b) Perubahan kulit jeruk (peaudorange) :ketika vasa limfatik
subkutis tersumbat sel kanker, hambatan drainase limfe

17

menyebabkan udem kulit, folikel rambut tenggelam ke bawah


tampak sebagai tanda kulit jeruk.14
c) Nodul satelit kulit :ketika sel kanker di dalam vasa limfatik
subkutis masing masing membentuk nodul metastasis, disekitar
lesi primer dapat muncul banyak nodul tersebar, secara klinis
disebut tanda satelit.14
d) Invasi, ulserasi kulit : ketika tumor menginvasi kulit, terlihat
tanda berwarna kemerahan atau gelap. Lokasi dapat berubah
menjadi iskemik, ulserasi membentuk bunga terbalik.14
e) Perubahani nflamatorik :tampil sebagai keseluruhan kulit
mammae berwarna merah bengkak, mirip peradangan, dapat
disebut juga tanda peradangan. Tipe ini sering pada kanker
mammae waktu hamil atau laktasi.14
3. Perubahan papilla mammae
a) Retraksi,distorsi papilla mammae : umumnyaakibat tumor
menginvasi jaringan sub papilar.14
b) Secret papilar :sering karna karsinoma dalam duktus besar atau
tumor mengenai duktus besar.14
c) Perubahan eksematoid :merupakan manifestasi spesifik (paget)
klinis tampak aerola, papilla mammae tererosi, berkusta, secret,
deskuamasi sangat mirip eksim.14
4. Perubahan kelenjar limfe regional
Pembesaran kelenjar limfe biasadisebut sebagai karsinoma
mammae tipe tersembunyi.14
2.2.7. Diagnosis
A. Anamnesis
Gejala yang yang paling sering meliputi:16
1. Penderita merasakan adanya perubahan pada payudara atau pada
puting susunya
a. Benjolan atau penebalan dalam atau sekitar payudara atau di daerah
ketiak
b. Puting susu terasa mengeras
2. Penderita melihat perubahan pada payudara atau pada puting susunya
a. Perubahan ukuran maupun bentuk dari payudara
b. Puting susu tertarik ke dalam payudara
c. Kulit payudara, areola, atau puting bersisik, merah, atau bengkak.
Kulit mungkin berkerut-kerut seperti kulit jeruk.
3. Keluarnya sekret atau cairan dari puting susu
Pada awal kanker payudara biasanya penderita tidak merasakan nyeri.
Jika sel kanker telah menyebar, biasanya sel kanker dapat ditemukan di kelenjar
limfe yang berada di sekitar payudara. Sel kanker juga dapat menyebar ke
berbagai bagian tubuh lain, paling sering ke tulang, hati, paru-paru, dan otak. 16
Pada 33% kasus kanker payudara, penderita menemukan benjolan pada
payudaranya. Tanda dan gejala lain dari kanker payudara yang jarang ditemukan

18

meliputi pembesaran atau asimetrisnya payudara, perubahan pada puting susu


dapat berupa retraksi atau keluar sekret, ulserasi atau eritema kulit payudara,
massa di ketiak, ketidaknyamanan muskuloskeletal. 50% wanita dengan kanker
payudara tidak memiliki gejala apapun. Nyeri pada payudara biasanya
berhubungan dengan kelainan yang bersifat jinak.16
B. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi. Inspkesi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara,
apakah terdapat edema (peau dorange), retraksi kulit atau puting susu,
dan eritema.16

Gambar 2.5. Inspkesi Pada Pemeriksaan Payudara 16


2.

Palpasi. Dilakukan palpasi pada payudara apakah terdapat massa,


termasuk palpasi kelenjar limfe di aksila, supraklavikula, dan parasternal.
Setiap massa yang teraba atau suatu lymphadenopathy, harus dinilai
lokasinya, ukurannya, konsistensinya, bentuk, mobilitas atau fiksasinya. 16

Gambar 2.6. Palpasi pada Pemeriksaan Payudara 16

C. Pemeriksaan Menunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium

19

Pada penyakit yang terlokalisasi tidak didapatkan kelainan hasil


pemeriksaan laboratorium. Kenaikan kadar alkali fosfatase serum dapat
menujukkan adanya metastasis pada hepar. Pada keganasan yang lanjut
dapat terjadi hiperkalemia. Pemeriksaan laboratorium lain meliputi: 17
a) Kadar CEA (Carcino Embryonic Antigen)
b) MCA (Mucinoid-like Carcino Antigen)
c) CA 15-3 (Carbohydrat Antigen), Antigen dari globulus lemak susu
d) BRCA1 pada kromosom 17q dan BRCA2 dari kromosom 13.
e) Gen AM (ataxia-telangiectasia): ditemukan gen ini pada pasien bisa
sebagai predisposisi timbulnya Ca mammae
2. Radiologi17,18
a) X-foto thorax. Dapat membantu mengetahui adanya keganasan dan
mendeteksi adanya metastase ke paru-paru
b) Mammografi. Dapat membantu menegakkan diagnosis apakah lesi
tersebut ganas atau tidak. Dengan mammografi dapat melihat massa
yang kecil sekalipun yang secara palpasi tidak teraba, jadi sangat
baik untuk diagnosis dini dan screening. Adanya proses keganasan
akan memberikan tanda-tanda primer dan sekunder. Tanda primer
berupa fibrosis reaktif, comet sign, adanya perbedaan yang nyata
ukuran klinik dan rontgenologis dan adanya mikrokalsifikasi. Tanda
sekunder berupa retraksi, penebalan kulit, bertambahnya
vascularisasi, perubahan posisi papilla dan areola, adanya bridge of
tumor, keadaan daerah tunika dan jaringan fibroglanduler tidak
teratur, infiltrasi jaringan lunak belakang mammae dan adanya
metastasis ke kelenjar.
c) USG (Ultrasonografi). Dengan USG selain dapat membedakan
tumor padat atau kistik, juga dapat membantu untuk membedakan
suatu tumor jinak atau ganas. Ca mammae yang klasik pada USG
akan tampak gambaran suatu lesi padat, batas ireguler, tekstur tidak
homogen. Posterior dari tumor ganas mammae terdapat suatu
Shadowing. Selain itu USG juga dapat membantu staging tumor
ganas mammae dengan mencari dan mendeteksi penyebaran lokal
(infiltrasi) atau metastasis ke tempat lain, antara lain ke KGB regional
atau ke organ lainnya (misalnya hepar).
3. Pemeriksaan Histopatologi16,17
a) Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB). FNAB dilanjutkan dengan
FNAC (Fine Needle Aspiration Cytology) merupakan teknik
pmeriksaan sitologi dimana bahan pemeriksaan diperoleh dari hasil
punksi jarum terhadap lesi dengan maupun tanpa guiding USG.
FNAB sekarang lebih banyak digunakan dibandingkan dengan
cutting needle biopsy karena cara ini lebih tidak nyeri, kurang
traumatic, tidak menimbulkan hematoma dan lebih cepat
menghasilkan diagnosis. Cara pemeriksaan ini memiliki sensitivitas
dan spesifisitas yang tinggi, namun tidak dapat memastikan tidak
adanya keganasan. Hasil negatif pada pemeriksaan ini dapat berarti
bahwa jarum biopsi tidak mengenai daerah keganasan sehingga
biopsy eksisi tetap diperlukan untuk konfirmasi hasil negative
tersebut.

20

b) Large-needle (core-needle) biopsy mengambil bagian sentral atau


inti jaringan dengan jarum yang besar. Alat biopsi genggam menbuat
large-core needle biopsy dari massa yang dapat dipalpasi menjadi
mudah dilakukan di klinik dan cost-effective dengan anestesi lokal.
c) Open biopsy dengan lokal anestesi sebagai prosedur awal sebelum
memutuskan tindakan defintif merupakan cara diagnosis yang paling
dapat dipercaya. FNAB atau core-needle biopsy, ketika hasilnya
positif, memberikan hasil yang cepat dengan biaya dan resiko yang
rendah, tetapi ketika hasilnya negatif maka harus dilanjutkan dengan
open biopsy. Open biopsy dapat berupa biopsy insisional atau biopsi
eksisional. Pada biopsi insisional mengambil sebagian massa
payudara yang dicurigai, dilakukan bila tidak tersedianya coreneedle biopsy atau massa tersebut hanya menunjukkan gambaran
DCIS saja atau klinis curiga suatu inflammatory carcinoma tetapi
tidak tersedia core-needle biopsy. Pada biopsi eksisional, seluruh
massa payudara diambil.
2.2.8.

Tatalaksana

I, II, III awal (stadium operable) sifat pengobatan adalah kuratif.


Pengobatan pada stadium I, II dan IIIa adalah operasi primer, terapi lainnya
bersifat adjuvant. Untuk stadium I dan II pengobatannya adalah radikal
mastectomy atau modified radikal mastectomy dengan atau tanpa radiasi dan
sitostatika adjuvant.13,18,19

Gambar 2.7. Macam-macam operasi carcinoma mammae 19


Stadium IIIa terapinya adalah simple mastectomy dengan radiasi dan
sitostatika adjuvant. Stadium IIIb dan IV sifat pengobatannya adalah paliatif, yaitu
terutama untuk mengurangi penderitaan dan memperbaiki kualitas hidup. Untuk
stadium IIIb atau yang dinamakan locally advanced pengobatan utama adalah
radiasi dan dapat diikuti oleh modalitas lain yaitu hormonal terapi dan sitostatika.
Stadium IV pengobatan primer adalah yang bersifat sistemik yaitu hormonal dan
keemoterapi.18,19
2.2.9.

Komplikasi
Kamplikasi yang terjadi pada Ca Mammae dapat dikelompokkan menjadi
dua yaitu, 1) komplikasi akibat
karsinoma dan 2) komplikasi akibat
pengobatan.1,2
1. Komplikasi akibat karsinoma
a) Sindrom kakeksia
b) Sindrom paraneoplasia
c) Organ failure akibat metastatis

21

d) Gangguan psikologi
e) Stress dan depresi
2. Komplikasi akibat pengobatan
a) Mual muntah
b) Rambut rontok
c) Hiperpigmentasi
2.2.10. Prognosis
5-year survival rate untuk stadium I yaitu 94%, untuk stadium IIa yaitu
85%, untuk stadium IIb yaitu 70%, sedangkan untuk stadium IIIa yaitu 52%,
stadium IIIb yaitu 48% dan untuk stadium IV yaitu 18%. 12
2.2.11. Pencegahan
Strategi pencegahan pada prinsipnya dikelompokkan dalam tiga
kelompok besar, yaitu pencegahan pada lingkungan, pada penjamu dan
milestone. Hampir setiap epidemiolog sepakat bahwa pencegahan yang paling
efektif bagi kejadian penyakit tidak menular adalah promosi kesehatan dan
deteksi dini. Begitu pula pada ca mammae, yang dilakukan antara lain
berupa:12,13
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer pada ca mammae merupakan salah satu
bentuk promosi kesehatan karena dilakukan pada orang yang sehat
melalui gaya upaya menghindarkan diri dari keterpapatan pada berbagai
faktor resiko dan melaksanakan pola hidup sehat.
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan pada individu yang memiliki
faktor resiko untuk terkena ca mammae. Setiap wanita yang normal dan
memiliki status haid normal merupakan populasi at risk dari ca mammae.
Pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan deteksi dini.
Beberapa metode deteksi dini terus mengalami perkembangan. Skrining
melalui mammografi diklaim memiliki akurasi 90% dari semua penderita
ca mammae, tetapi keterpaparan terus-menerus pada mammografi pada
wanita yang sehat merupakan salah satu faktor resiko terjadinya ca
mammae.
3. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier biasanya diarahkan pada individu yang telah
positif menderita ca mammae. Penanganan yang tepat penderita ca
mammae sesuai dengan stadiumnya akan dapat mengurangi kecatatan
dan memperpanjang harapan hidup penderita. Pencegahan tersier ini
penting untuk mengingkatkan kualitas hidup penderita serta mencegah
komplikasi penyakit dan meneruskan pengobatan. Tindakan pengobatan
dapat berupa operasi walaupun tidak berpengaruh banyak terhadap
ketahanan hidup penderita. Bila kanker telah jauh bermetastasis,
dilakukan tindakan kemoterapi dengan sitostatika. Pada stadium tertentu,
pengobatan diberikan hanya berupa simptomatik dan dianjurkan untuk
mencari pengobatan alternatif.
Pencegahan dapat diberikan obat kemoprofilaksis yaitu tamoxifen.
Pemberian tamoxifen dalam upaya pencegahan kanker payudara masih
kontroversi. Sebuah studi yang dilakukan di Amerika menunjukkan bahwa
terdapat penurunan angka kejadian kanker payudara dengan pemberian
tamoxifen, tetapi penelitian di Inggris dan Italia menunjukkan hasil yang kurang
memuaskan. Hal ini mungkin disebabkan karena kelompok wanita pada studi

22

berbeda. Disamping penggunaan tamoxifen sebagai kemoterapi, penggunaan


derivat asam retinoit yaitu fenretinide juga menunjukkan hasil yang memuaskan
sebagai kemoprofilaksis. Hal ini ditunjukkan dengan berkurangnya faktor resiko
kejadian kanker payudara baik kontralateral dan atau ipsilateral pada wanita
menopause. Agen lain seperti raloxifene juga menunjukkan hasil yang baik
sebagai kemoprofilaksis.12
2.3. Fibroadenoma Mammae
Fibroadenoma merupakan tumor jinak pada payudara yang paling umum
ditemukan. Fibroadenoma terbentuk dari sel sel epitel dan jaringan ikat, dimana
komponen epitelnya menunjukkan tanda tanda aberasi yang sama dengan komponen
epitel normal. Etiologi penyakit ini belum diketahui secara pasti. Namun diperkirakan
berkaitan dengan aktivitas estrogen. Fibroadenoma pertama kali terbentuk setelah
aktivitas ovarium dimulai dan terjadi terutama pada remaja muda. 1,20-24
Fibroadenoma umumnya terjadi pada wanita muda, terutama dengan usia di
bawah 30 tahun dan relatif jarang ditemukan pada payudara wanita postmenopause.
Tumor ini dapat tumbuh di seluruh bagian payudara, namun tersering pada quadran atas
lateral. Penyakit ini bersifat asimptomatik atau hanya menunjukkan gejala ringan berupa
benjolan pada payudara yang dapat digerakkan, sehingga pada beberapa kasus,
penyakit ini terdeteksi secara tidak sengaja pada saat pemeriksaan fisik. Penanganan
fibroadenoma adalah melalui pembedahan pengangkatan tumor. Fibroadenoma harus
diekstirpasi karena tumor jinak ini akan terus membesar.1,21,23,24
Di Amerika Serikat, fibroadenoma merupakan lesi payudara yang paling umum,
yang terjadi pada wanita dengan usia di bawah 40 tahun. Fibroadenoma dapat terjadi
pada wanita segala usia, selama masa reproduksi aktif dan mengecil setelah
menopause. Fibroadenoma jarang terjadi pada wanita postmenopause. Prevalensi
fibroadenoma pada wanita usia di atas 40 tahun kira-kira hanya 8 10 %. Sekitar 10 15
% kasus fibroadenoma merupakan multipel. Pada wanita berkulit gelap, fibroadenoma
lebih sering terjadi di usia lebih muda dibandingkan wanita berkulit putih. 22,24
Fibroadenoma merupakan hasil biopsi yang paling sering ditemukan di Jamaica,
yaitu sekitar 39,4% dari seluruh biopsi yang dilakukan, yang diikuti oleh penyakit
fibrokistik, sekitar 19, 3 %.25
Penyebab pasti fibroadenoma tidak diketahui. Namun, terdapat beberapa faktor
yang dikaitkan dengan penyakit ini, antara lain peningkatan mutlak aktivitas estrogen,
yang diperkirakan berperan dalam pembentukannya. Selain itu, diperkirakan terdapat
prekursor embrional yang dormant di kelenjar mammaria yang dapat memicu
pembentukan fibroadenoma yang akan berkembang mengikuti aktivitas ovarium. 1,23
Pada sebagian besar penderita tidak menunjukkan gejala dan terdeteksi setelah
dilakukan pemeriksaan fisik. Pertumbuhan fibroadenoma relatif lambat dan hanya
menunjukkan sedikit perubahan ukuran dan tekstur dalam beberapa bulan.
Fibroadenoma memiliki gejala berupa benjolan dengan permukaan yang licin dan merah.
Biasanya fibroadenoma tidak nyeri, tetapi kadang dirasakan nyeri bila ditekan. 21,23
Secara klinik, fibroadenoma biasanya bermanifestasi sebagai massa soliter,
diskret, dan mudah digerakkan, selama tidak terbentuk jaringan fibroblast di sekitar
jaringan payudara, dengan diameter kira-kira 1 3 cm, tetapi ukurannya dapat
bertambah sehingga membentuk nodul dan lobus. Fibroadenoma dapat ditemukan di
seluruh bagian payudara, tetapi lokasi tersering adalah pada quadran lateral atas
payudara. Tidak terlihat perubahan kontur payudara. Penarikan kulit dan axillary
adenopathy yang signifikan pun tidak ditemukan.1,21,24
Secara makroskopis, semua tumor teraba padat dengan warna cokelat putih
pada irisan, dengan bercak bercak kuning merah muda yang mencerminkan daerah

23

kelenjar. Secara histologis, tumor terdiri atas jaringan ikat dan kelenjar dengan berbagai
proporsi dan variasi. Tampak storma fibroblastik longgar yang mengandung rongga mirip
duktus berlapis sel epitel dengan ukuran dan bentuk yang beragam. Rongga yang mirip
duktus atau kelenjar ini dilapisi oleh satu atau lebih lapisan sel yang reguler dengan
membran basal jelas dan utuh. Meskipun di sebagian lesi duktus terbuka, bulat hingga
oval dan cukup teratur (fibroadenoma perikanalikularis), sebagian lainnya tertekan oleh
proliferasi ekstensif stroma sehingga pada potongan melintang rongga tersebut tampak
sebagi celah atau struktur ireguler mirip bintang (fibroadenoma intrakanalikularis). 1,24
Pada pemeriksaan mamografi, fibroadenoma digambarkan sebagai massa
berbentuk bulat atau oval dengan batas yang halus dan berukuran sekitas 4 100 mm.
Fibrodenoma biasanya memiliki densitas yang sama dengan jaringan kelenjar sekitarnya,
tetapi, pada fibroadenoma yang besar, dapat menunjukkan densitas yang lebih tinggi.
Kadang-kadang, tumor terdiri atas gambaran kalisifikasi yang kasar, yang diduga sebagai
infraksi atau involusi. Gambaran kalsifikasi pada fibroadenoma biasanya di tepi atau di
tengah berbentuk bulat, oval atau berlobus lobus. Pada wanita postmenopause,
komponen fibroglandular dari fibroadenoma akan berkurang dan hanya meninggalkan
gambaran kalsifikasi dengan sedikit atau tanpa komponen jaringan ikat. 20,24,25
Ultrasonografi (USG)
Dalam pemeriksaan USG, fibroadenoma terlihat rata, berbatas tegas, berbentuk
bulat, oval atau berupa nodul dan lebarnya lebih besar dibandingkan dengan diameter
anteroposteriornya. Internal echogenicnya homogen dan ditemukan gambaran dari
isoechoic sampai hypoechoic. Gambaran echogenic kapsul yang tipis, merupakan
gambaran khas dari fibroadenoma dan mengindikasikan lesi tersebut jinak.
Fibroadenoma tidak memiliki kapsul, gambaran kapsul yang terlihat pada pemeriksaan
USG merupakan pseudocapsule yang disebabkan oleh penekanan dari jaringan di
sekitarnya.20,24

Gambar 2.8. Gambaran USG Fibroadenoma. Tampak massa hipoechoic yang


rata, batas tegas pada sebagian lobus merupakan khas dari fibroadenoma 20
Dalam pemeriksaan MRI, fibroadenoma tampak sebagi massa bulat atau oval
yang rata dan dibandingkan dengan menggunakan kontras gadolinium-based.
Fibroadenoma digambarkan sebagai lesi yang hypointense atau isointense, jika

24

dibandingkan dengan jaringan sekitarnya dalam gambaran T1-weighted dan hypointense


and hyperintense dalam gambaran T2-weighted.20
Operasi eksisi merupakan satu-satunya pengobatan untuk fibroadenoma.
Operasi dilakukan sejak dini, hal ini bertujuan untuk memelihara fungsi payudara dan
untuk menghindari bekas luka. Pemilihan tipe insisi dilakukan berdasarkan ukuran dan
lokasi dari lesi di payudara. terdapat 3 tipe insisi yang biasa digunakan, yaitu 21:
1. Radial Incision, yaitu dengan menggunakan sinar.
2. Circumareolar Incision
3. Curve/Semicircular Incision
Tipe insisi yang paling sering digunakan adalag tipe radial. Tipe circumareolar,
hanya meninggalkan sedikit bekas luka dan deformitas, tetapi hanya memberikan
pembukaan yang terbatas. Tipe ini digunakan hanya untuk fibroadenoma yang tunggal
dan kecil dan lokasinya sekitar 2 cm di sekitar batas areola. Semicircular incision
biasanya digunakan untuk mengangkat tumor yang besar dan berada di daerah lateral
payudara.26
Prognosis dari penyakit ini baik, walaupun penderita mempunyai resiko yang
tinggi untuk menderita kanker payudara. bagian yang tidak diangkat harus diperiksa
secara teratur.26,27
2.4. Fibrokistik Mammae
Ada sejumlah perubahan jaringan payudara yang berhubungan dengan penyakit
fibrokistik. Yang termasuk didalamnya adalah pembentukan kista, proliferasi duktus
epitalia, papilomatosis difusa, dan adenosis duktus dengan pembentukan jaringan
fibrosa. Secara klinis, perubahan-perubahan ini dapat menimbulkan nodula yang teraba,
massa, dan keluarnya cairan dari puting. Penyakit fibrokistik payudara terjadi pada masa
dewasa; penyebab kemungkinan besar berhubungan dengan kelebihan estrogen dan
defisiensi progesteron selama fase luteal siklus menstruasi. Sekitar 50% perempuan
mengalami penyakit fibrokistik payudara. Keadaan ini biasanya terjadi bilateral. 28,29
Penyakit fibrokistik merupakan kelainan payudara yang paling sering ditemukan
pada wanita dan biasanya didapatkan pada wanita pada usia dekade 34. Penyakit
fibrokistik lebih tepat di sebut kelainan fibrokistik. Pasien biasanya datang dengan
keluhan pembesaran multipel dan sering kali payudara disertai rasa nyeri pada payudara
bilateral terutama menjelang menstruasi. Ukuran dapat berubah yaitu menjelang
menstruasi terasa lebih besar dan penuh dan rasa sakit bertambah, bila setelah
menstruasi maka sakit hilang/ berkurang dan tumor pun mengecil. 28,29,30
Etiologi pasti keadaan ini tidak diketahui, meskipun jelas ada hubungannya
dengan kadar hormon, mengingat bahwa keadaan ini mereda setelah menopause dan
terkait dengan siklus menstruasi. Penyakit ini merupakan proses kumulatif yang sebagian
disebabkan oleh perubahan hormonal bulanan. Hormon terkait yang paling penting
adalah estrogen, progesteron dan prolaktin. Hormon ini berkaitan langsung dengan
jaringan payudara karena menyebabkan pertumbuhan dan multiplikasi sel. Sejumlah
hormon lain, seperti TSH, insulin, growth hormon dan faktor pertumbuhan seperti TGFbeta bekerja langsung dan tidak langsung untuk memperkuat dan mengatur pertumbuhan
sel. Fluktuasi hormon yang berlangsung berulang kali selama bertahun-tahun
menyebabkan terbentuknya kista kecil dan atau pembentukan daerah padat atau jaringan
fibrotik.29
Sekitar 30% perempuan dengan penyakit fibrokistik yang terbukti dengan biopsi,
mengalami hiperplasia proliferatif; hal ini penting karena jenis perubahan ini berkaitan
dengan peningkatan resiko berkembangnya karsinoma di masa yang akan datang.
Untuk pasien dengan hiperplasia epitelial sederhana (sekitar 25% dari semua kasus
penyakit fibrokistik) resiko berkembangnya karsinoma selanjutnya adalah dua kali lebih

25

besar. Pada kasus lain, terdapat beberapa abnormalitas dalam sitologi sel dan
arsitekturnya, namun tidak semua gambaran karsinoma in situ menggunakan istilah
atipikal hirperplasia. Pada perempuan dengan atipikal hiperplasia (sekitar 5% dari kasus),
resiko berkembangnya karsinoma selanjutnya adalah lima kali lebih besar.30

Gambar 2.9. Fibrokistik Mammae


2.5. Tumor Phyloides
Tumor phyllodes adalah neoplasma fibroepitelial yang jarang ditemukan.
Insidensnya hanya sekitar 0,3-0,9% dari seluruh tumor payudara, sedangkan frekuensi
lesi maligna bervariasi sekitar 5-30%. Tumor phyllodes dikemukakan pertama kali oleh
Johannes Muller dengan nama cystosarcoma phyllodes pada tahun 1838, untuk
menunjukkan tumor yang makroskopik menyerupai daging dengan gambaran leaf like
pada potongan melintang; juga disebut giant fibroadenoma, cellular intracanalicular
fibroadenoma dan beberapa nama lain. Penyebutan sarcoma dianggap kurang tepat,
karena phyllodes tidak selalu bersifat ganas. Saat ini penamaan yang dipakai adalah
menurut WHO (1982) yaitu tumor phyllodes. Etiologi tumor phyllodes masih belum jelas
apakah dari fibroadenoma yang sudah ada sebelumnya atau de novo. 31-33
Sebagian besar tumor phyllodes berupa massa berbentuk bulat sampai oval,
multinodular, tanpa kapsul yang jelas. Ukuran bervariasi dari 1-40 cm. Sebagian besar
tumor berwarna abu-abu-putih dan menonjol dari jaringan payudara sekitar. Pada tumor
berukuran besar dapat terjadi nekrosis dengan perdarahan. Sebagian besar tumor tipe
benign dapat menyerupai fibroadenoma.34
Banyak peneliti menemukan tumor berukuran kurang dari 5 cm, oleh karena itu
diagnosis tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan ukuran. Celah-celah yang
memanjang (leaf-like appearance) pada penampang merupakan tanda khas tumor
phyllodes, kadang-kadang tampak daerah nekrotik, perdarahan, dan degenerasi kistik. 35
Tumor phyllodes memiliki gambaran histopatologi yang luas, dari gambaran
menyerupai fibroadenoma hingga bentuk sarcoma. Seperti fi broadenoma, gambaran
phyllodes berupa campuran stroma dan epitel.34
Norris dan Taylor mengemukakan bahwa kriteria histopatologi yang berguna
untuk memprediksi risiko menjadi ganas meliputi pertumbuhan stroma berlebihan,
nuclear pleiomorphism, kecepatan mitosis tinggi, dan mengalami infiltrasi. Penelitian lain
juga menunjukkan tingkat nekrosis yang tinggi dan peningkatan vaskularisasi pada tumor.

26

Tumor dipastikan maligna jika komponen stroma didominasi sarkoma. Sekitar 10-40%
tumor jenis ini memiliki risiko rekurensi lokal dan menyebar secara sistemik. 31,34
Beberapa penelitian menemukan adanya mutasi tumor suppresor gen p53 pada
tumor phyllodes. Stromal immunoreactivity p53 terbukti meningkat pada tumor phyllodes
ganas sehingga dapat digunakan untuk membedakannya dari fi broadenoma. Sawyer EJ
dkk mendapatkan bahwa overekspresi c-myc dapat memicu proliferasi stroma pada
tumor phyllodes, sedangkan overekspresi c-kit menyebabkan pertumbuhan dan
perkembangan tumor.35
Tumor phyllodes merupakan jenis tumor payudara yang jarang, insidensnya 0,30,5% dari total tumor payudara. Penelitian pada 8.567 pasien tumor payudara pada tahun
1969 sampai 1993 hanya menemukan 31 kasus tumor Phyllodes (0,37%). Secara
keseluruhan 2,1 kasus per satu juta wanita, sangat jarang pada laki-laki. Sebagian besar
kasus tumor Phyllodes terjadi pada dekade ke-4, jarang pada remaja, dapat terjadi pada
semua umur. Tumor biasanya jinak namun dapat terjadi rekurensi lokal dan terkadang
dapat menyebar secara sistemik; jarang bilateral (baik sinkronous atau metakronous).
Faktor risikonya belum jelas, mutasi p53 meningkatkan risiko tumor phyllodes. 33-35
Manifestasi klinis tumor phyllodes umumnya unilateral, tunggal, tidak nyeri,
dengan benjolan yang dapat teraba. Tumor tiba-tiba muncul dan terus membesar, atau
berupa benjolan yang awalnya menetap lalu bertambah besar dalam beberapa bulan
terakhir. Pada pemeriksaan fisik payudara, tumor phyllodes berupa benjolan lunak dan
bulat, mirip fibroadenoma, namun berukuran besar (>2-3 cm). 33,34
Tumor dapat terlihat jelas jika cepat membesar. Pembesaran cepat tidak selalu
mengindikasikan sifat ganas. Terlihat mengilat dengan permukaan kulit seperti teregang
disertai pelebaran vena permukaan kulit. Pada kasus-kasus yang tidak tertangani baik,
dapat terjadi luka borok kulit akibat iskemi jaringan. Walaupun perubahan kulit seperti
layaknya pada tumor payudara selalu menunjukkan tanda-tanda keganasan (lesi T4),
namun tidak pada tumor phyllodes; borok pada kulit dapat terjadi pada jenis lesi jinak,
borderline ataupun ganas. Retraksi puting tidak umum terjadi. Ulserasi mengindikasikan
nekrosis jaringan akibat penekanan tumor yang besar.33,34
Metastasis dapat ditemukan bersamaan atau hingga 12 tahun kemudian.
Metastasis dapat menyebar secara hematogen, ke paru-paru (66%), tulang (28%), otak
(9%) dan lebih jarang ke hati dan jantung. Dapat disertai pembesaran limfonodi regional,
walaupun tanpa sel tumor.31
Tidak banyak literatur yang melaporkan metastasis limfonodi. Treves hanya
melaporkan 1 kasus metastasis ke limfonodi aksila dari 33 kasus; dari 94 pasien yang
diteliti Norris dan Taylor, 16 pasien mengalami pembesaran limfonodi, namun hanya 1
kasus yang terbukti secara histologi mengalami metastasis. Reinfus menemukan 11
kasus pembesaran limfonodi dari 55 kasus, namun hanya 1 kasus yang menunjukkan
metastasis. Minkowitz juga melaporkan satu kasus dengan metastasis kelenjar aksila. 31,33
Mamografi abnormal dijumpai pada 75% kasus, sering menyerupai gambaran
fibroadenoma. Ultrasonografi menunjukkan massa homogen solid disertai internal echo
dan berdinding tipis.36
Penatalaksanaan tumor phyllodes masih diperdebatkan dan tidak sama pada
semua kasus. Terapi utama adalah pembedahan komplet dengan batas adekuat. Banyak
peneliti menganjurkan batas eksisi 1 cm sebagai reseksi yang baik. Rekurensi berkaitan
dengan margin eksisi dan tidak berkaitan dengan grade dan ukuran tumor. Eksisi luas
pada tumor kecil atau mastektomi simpel umumnya menunjukkan hasil memuaskan.
Eksisi otot-otot pektoral perlu dipertimbangkan jika telah terjadi infiltrasi. 34
Masektomi dengan rekonstruksi payudara dapat menjadi pilihan pada tumor
berukuran besar. Tumor phyllodes, sama halnya dengan sarkoma jaringan lunak, jarang
menyebabkan metastasis ke kelenjar getah bening (KGB). Sebagian besar penelitian

27

menunjukkan bahwa diseksi KGB aksila tidak rutin dilakukan, mengingat jarangnya infi
ltrasi ke KGB aksila. Norris dan Taylor menganjurkan mastektomi dengan diseksi KGB
aksila bagian bawah jika terdapat pembesaran KGB, tumor ukuran >4 cm, biopsi
menunjukkan jenis tumor agresif (infiltrasi kapsul, kecepatan mitosis tinggi, dan derajat
selular atipikal tinggi). Jika terindikasi ada keterlibatan KGB secara klinis atau pada
pemeriksaan imaging, dapat dilakukan biopsi jarum dengan panduan USG. Jika hasilnya
negatif, dapat dipertimbangkan biopsi sentinel limfonodi. 31,34
Peran radioterapi dan kemoterapi adjuvan masih kontroversial, namun
penggunaan radioterapi dan kemoterapi pada sarkoma mengindikasikan bahwa
keduanya dapat digunakan pada tumor phyllodes. Radioterapi adjuvan dapat bermanfaat
pada tipe maligna. Kemoterapi golongan antrasiklin, ifosfamid, sisplatin, dan etoposid
jarang digunakan. Belum banyak penelitian mengenai penggunaan terapi hormonal,
seperti tamoksifen. Sensitivitas hormonal pada tumor phyllodes juga belum teridentifi kasi
dengan baik. Secara garis besar, terapi sistemik tumor phyllodes tidak berbeda dengan
terapi pada sarkoma.31,34,36,37
2.6. Pemeriksaan Histopatologi
a. Karsinoma In situ

Gambar 2.10. Karsinoma in situ intra duktal1

28

Gambar 2.11. Karsinoma Non komedo, Karsinoma insitu intra duktal kribriformis 1

Gambar 2.12. Karsinoma Non komedo, Karsinoma insitu intra duktal papilaris 1

Gambar 2.13. Karsinoma In situ Lobularis1

29

b. Karsinoma Invasif

Gambar 2.14. Karsinoma duktal invasif1

Gambar 2.15. Karsinoma invasif lobular dan Karsinoma Medularis 1

Gambar 2.16. Karsinoma Musin (Koloid) dan Karsinoma Tubular1

30

2.7. Pembahasan Kasus Pemicu


2.7.1.

Hubungan Genetik pada Ca Mammae


Beberapa perubahan gen-gen tertentu akan meningkatkan risiko
terjadinya kanker payudara, antara lain BRCA1, BRCA2, dan beberapa gen
lainnya. BRCA1 dan BRCA2 termasuk tumor supresor gen. Secara umum, gen
BRCA-1 berhubungan dengan, diferensiasi buruk, dan tidak mempunyai reseptor
hormon. Sedangkan BRCA-2 berhubungan dengan karsinoma invasif duktal
yang lebih berdiferensiasi baik dan mengekspresikan reseptor hormon.Wanita
yang memiliki gen BRCA1 dan BRCA2 akan mempunyai risiko kanker payudara
40-85%. Wanita dengan gen BRCA1 yang abnormal cenderung untuk
berkembang menjadi kanker payudara pada usia yang lebih dini. 37
2.7.2.

Hubungan Kehamilan dan Usia Menarche pada Ca Mammae


Meningkatnya paparan estrogen berhubungan dengan peningkatan risiko
untuk berkembangnya kanker payudara, sedangkan berkurangnya paparan
justru memberikan efek protektif. Beberapa faktor yang meningkatkan jumlah
siklus menstruasi seperti menarche dini (sebelum usia 12 tahun), nuliparitas, dan
menopause yang terlambat (di atas 55 tahun) berhubungan juga dengan
peningkatan risiko kanker. Diferensiasi akhir dari epitel payudara yang terjadi
pada akhir kehamilan akan memberi efek protektif, sehingga semakin tua umur
seorang wanita melahirkan anak pertamanya, risiko kanker meningkat. Wanita
yang mendapatkan menopausal hormone therapy memakai estrogen, atau
mengkonsumsi estrogen ditambah progestin setelah menopause juga
meningkatkan risiko kanker.37
2.7.3.

Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian Ca Mammae


Gaya hidup yang buruk berupa pola makan yang buruk dapat
meningkatkan insidensi Ca mammae. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
wanita yang sering minum alkohol mempunyai risiko kanker payudara yang lebih
besar. Karena alkohol akan meningkatkan kadar estriol serum. Sering
mengkonsumsi banyak makan berlemak dalam jangka panjang juga akan
meningkatkan kadar estrogen serum, sehingga akan meningkatkan risiko
kanker.37
2.7.4.

Pemeriksaan Penunjang pada Ca Mammae yang Aman bagi Ibu


Hamil
Deteksi Ca mammae pada ibu hamil dengan pemeriksaan penunjang
memiliki 2 perbedaan signifikan dengan deteksi Ca mammae pada wanita yang
tidak hamil. Penggunaan biopsi jarum halus (FNAB) dan mammografi. Ketika
seorang wanita hamil memiliki suatu benjolan yang dapat diraba, dapat dilakukan
pemeriksaan biopsi jarum halus pada kunjungan pertama dimana sama pada
wanita yang tidak hamil. Teknik ini efektif untuk membedakan kista atau
galaktokel dari lesi padat. Jika ditemukan massa solid, biopsi jarum halus dapat
menimbulkan hasil false-positive. Hal ini dikarenakan sel atipik akibat hormon
pada saat hamil.38
USG adalah pemeriksaan yang aman dan akurat untuk membedakan
lesi kistik dengan lesi padat. Mammografi sering digunakan secara luas untuk
mengevaluasi suatu massa di payudara yang mencurigakan. Namun,
mammografi memiliki resiko kecil untuk menimbulkan paparan radiasi pada fetus,
dan dosis agar tidak terjadi radiasi adalah kurang dari 0,50 mrem. 38

31

Mammografi selama kehamilan tidak mudah dibaca dan sekitar 25%


dapat menyebabkan false-negative karena meningkatnya kandungan cair pada
jaringan payudara dan kehilangan jaringan lemak.38
Biopsi payudara pada ibu hamil tidak menimbulkan resiko anestesi yang
signifikan terhadap fetus maupun ibu hamil. Pada penelitian Byrd dkk dari 134
biopsi payudara pada ibu hamil hanya terdapat 1 kasus keguguran. Sehingga
jelas bahwa biopsi payudara pada ibu hamil aman dan memberikan diagnosis
definitif pada suatu malignansi pada payudara.38
2.7.5.

Tatalaksana Ca Mammae yang Aman bagi Ibu Hamil


Selama trimester pertama, modifi ed radical mastectomy merupakan
terapi pilihan. Operasi breast conserving (BCS) seperti lumpektomi dengan terapi
radiasi dihindari karena pajanan radiasi dosis tinggi pada janin. Risiko radiasi
paling tinggi pada trimester pertama dan dapat menimbulkan organogenesis,
atau malformasi kongenital terutama mikrosefali. Risiko radiasi tidak berkurang
walaupun fetus dilindungi dengan pelindung radiasi. Pilihan mengakhiri
kehamilan jika radiasi sangat diperlukan, namun tidak ada bukti peningkatan
survival dengan mengakhiri kehamilan. BCS dapat menjadi pilihan terapi setelah
trimester ketiga sebab radioterapi dapat diberikan setelah bayi lahir. Dalam
kehamilan, jika pada operasi ditemukan metastasis pada KGB aksila dianjurkan
kemoterapi.39
Kemoterapi selama kehamilan trimester pertama memiliki risiko
teratogenik. Antimetabolit seperti metotreksat menyebabkan abortus pada
trimester pertama. Alkylating agent dan antimetabolit dosis rendah dapat
menimbulkan malformasi. Tidak ada risiko abnormalitas morfologi yang signifi
kan setelah trimester pertama. Paparan kemoterapi pada trimester ketiga hanya
menyebabkan peningkatan insidens perlambatan pertumbuhan intrauterin dan
persalinan prematur. Efek jangka lama pada neonatus tidak diketahui. Perlu
diwaspadai abnormalitas neurologi, disfungsi gonad, dan malignansi pasca
kelahiran. Keputusan pemberian kemoterapi harus dijelaskan dengan seksama
kepada pasien.39
Terapi Berdasarkan Stadium
1. Stadium Dini (Stadium I dan II)
Pembedahan dianjurkan sebagai terapi pilihan utama kanker payudara
pada kehamilan. Radiasi tidak diberikan karena sangat berpotensi mengganggu
perkembangan janin. Terapi radiasi diberikan setelah melahirkan. Kemoterapi
dapat diberikan setelah trimester pertama, hal ini tidak menimbulkan risiko tinggi
malformasi janin, tetapi mungkin menyebabkan kelahiran prematur dan berat
badan lahir rendah. Penelitian terapi hormonal saja atau kombinasi dengan
kemoterapi pada kanker payudara selama kehamilan sangat terbatas.
Radioterapi bila diperlukan, harus ditangguhkan sampai setelah bayi lahir, karena
mengganggu perkembangan janin selama kehamilan.39
2. Stadium Lanjut (Stadium III dan IV)
Radioterapi pada trimeter pertama harus dihindari. Kemoterapi dapat
diberikan setelah trimester pertama. Mengingat ibu mungkin memiliki harapan
hidup terbatas (5-year survival rate pasien kanker payudara pada kehamilan
stadium II dan IV adalah 10%), dan kemungkinan besar kerusakan janin akan
terjadi selama terapi pada trimester pertama, kelanjutan kehamilan harus
didiskusikan, tetapi terapi aborsi tidak memperbaiki prognosis. 39

32

2.7.6. Prognosis
Prognosis dipengaruhi oleh beberapa variabel40:
1. Ukuran karsinoma primer : pasien dengan ukuran karsinoma invasif < 1
cm, prognosis lebih baik.
2. Keterlibatan KGB dan jumlah KGB yang terkena metastatis: jika tidak
ada KGB yang terkena, angka harapan hidup selama 5 tahun mendekati
90% dan menurun setiap KGB yang terkena.
3. Derajat karsinoma: karsinoma berdiferensiasi baik prognosis lebih baik
dibandingkan karsinoma berdiferensiasi sedang lebih baik daripada
karsinoma berdiferensiasi buruk.
4. Tipe histologik karsinoma: tipe khusus karsinoma payudara prognosisnya
lebih baik daripada karsinoma tanpa tipe khusus.
5. Invasi limfovaskular: adanya tumor di dalam rongga vaskular di sekitar
tumor primer faktor prognostiknya buruk.
6.
Ada tidaknya reseptor estrogen dan progesteron: adanya reseptor
hormon menyebabkan prognosis sedikit membaik jika dihubungkan
dengan respon terhadap terapi antiestrogen
7. Laju proliferasi kanker: laju proliferasi yang tinggi berkaitan dengan
prognosis yang lebih buruk
8. Aneuploidi: karsinoma dengan kandungan DNA abnormal (aneuploidi)
memiliki prognosis sedikit lebih buruk dibandingkan karsinoma dengan
kandungan DNA serupa sel normal.
9. Ekspresi berlebihan ERBB2: ekspresi berlebihan berkaitan dengan
prognosis yang buruk, dihubungkan dengan respon terhadap antibodi
monoklonal terhadap gen ini.

33

BAB III
PENUTUP

1.1. Kesimpulan
Hipotesis diterima tanpa perubahan:
Perempuan 30 tahun suspect Ca Mammae dan dibutuhkan pemeriksaan
histopatologi.

34

DAFTAR PUSTAKA

1. Kumar V,Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi. Volume 2. Edisi 7. Jakarta:
EGC. 2007.
2. Tjarta A. Neoplasma. Dalam : Kumpulan kuliah patologi, editor Himawan S.
Jakarta : Bagian Patologi Anatomi FKUI. 1979. Hal.77-94.
3. Chandrasoma P, Taylor CR. Neoplasia. Dalam : Concise Pathology Ed. 3.
Singapore : Lange Medical Book, McGraw Hill. 2001. pp.260-92.
4. Brown E.Neoplasia. Dalam : Basic concepts in pathology. International Ed.
Singapore : Mc Graw Hill Co. 1998.pp.362-404.
5. Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IVJilid II. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2006.
6. Herberman RB, Santoni A. Regulation of Natural Killer Cell Activity. In : Mihich E,
eds. Biological Respond in Cancer Progress Toward Potential Application Vol 2,
New York : Plenum Press, 2004: 121-37.
7.
Stites DP, Terr AI, Parslow TG. Medical Immunology 9th ed . International Edition
London : Apleton and Lange A Simon Co ; 2002 : 65-9,147,631-7.
8.
Disaia PJ, Creasman WT, Tumor Immunology, Host Defense Mechanism and
Biologic Therapy. In : Clinical Gynecology Oncology, Ed IV, Philadelphia L:
Mosby, 1997: 534-75.
9. Greenall M.J, Wood W.C. 2000. Cancer of the Breast. In: Morris J.P, Wood W.C,
ed. Oxford Textbook of Surgery. Second edition. Oxford University Press. p 107.
10. Moningkey, ShirleyI. Epidemiologi Kanker Payudara. Medika. Jakarta: 2010.
11. Henry M.M, Thompson J.N. 2007. Breast Disease. Clinical Surgery. Second
edition. Elsevier. p 453
12. Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y. 2006. Diagnostic Procedures. In: Schroder G, ed.
Atlas of Breast Surgery. Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. p 19-21
13. Schnitt S.J, Connolly J.L. 2000. Staging of Breast Cancer. In: Harris J.R, Lippman
M.E, Morrow M, Osborne K, ed. Disease of the Breast. Second edition.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p 34.
14. De jong, Syamsuhadi. Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. 2005.
15. Kumpulan Naskah Ilmiah Muktamar Nasional VI Perhimpunan Ahli Bedah
Onkologi Indonesia. Semarang. 2003.
16. Tjindarbumi, 2000. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penaggulangannya,
Dalam: Deteksi Dini Kanker. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
17. Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y. 2006. Surgery for Breast Carcinoma. In: Schroder
G, ed. Atlas of Breast Surgery. Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 67, 8182
18. Kirby I.B. 2006. The Breast. In: Brunicardi F.C et all, ed. Schwartzs Principles of
Surgery. Eight edition. New York: McGraw-Hill Books Company.
19. Cohen S.M, Aft R.L, and Eberlein T.J. 2002. Breast Surgery. In: Doherty G.M et
all, ed. The Washington Manual of Surgery. Third edition. Philadelphia: Lippincott
Williams and Wilkins. p 40.
20. Kuijper A, Mommers ECM, Van der Wall E, Van Diest Paul J. Histopathology of
Fibroadenoma of The Breast. Available from : http://ajcp.ascpjournals.org/.

35

21. Farrow Joseph H. Fibroadenoma


http://caonline.amcancersoc.org/.

of

The

Breast.

Available

22. Roubidoux
MA.
Breast,
Fibroadenoma.
Available
http://emedicine.medscape.com/. Update on July 26, 2009.

from

from

23. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h. 388-93.
24. Zieve
D,
Wechter
DG.
Fibroadenoma-Breast.
Available
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/. Update on December 17, 2009.

from

25. Shirley SE, Mitchell DIG, Soares DP, James M, Escoffery CT, Rhodrn AM, Wolff
C, Choy L, Wilks RJ. Clinicopathologic Features of Breast Disease in Jamaica :
Findings of the Jamaican Breast Disease Study. 2000 2002. Available from :
http://lib.bioinfo.pl/ .
26. Fleischer AC, Cullinan JA. Ultrasonography in Obsetrics and Gynaecology;
Obsetric Radiology. In : Grainger Ronald G., Allison David. Grainger & Allisons
Diagnostic Radiology : A Textbokk of Medical Imaging. Third Edition. New York:
Churchill Livingstone; 1997. p. 2003-11.
27. Gravelle IH. Mammography. In : Sutton David. A Textbook of Radiology and
Imaging. Volume 2. Great Britain London: Churchill Livingstone; 1993. p. 1364-6.
28. Bland KI, Verenidis MP, Edwar M. Copeland EM. Breast. In: Schwartzs Principle
of Surgery. 7th ed. New York. Mc Graw Hill International. 1999 : 533-99.2.
29. Pisi Lukito dkk. Kelainan Fibrokistik Dalam: Sjamsuhidajat, Wim de Jong
penyuntingBuku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. EGC. 1997: 512-55.3.
30. Iglehart JD. The Breast. In : Sabistons Textbook of Surgery. 14th ed.
Philadelphia. WBSaunders. 1991: 510-50.
31. Agrawal PP, Mohanta PK, Singh K, Bahadur AK. Cystosarcoma phyllodes with
lymph node metastasis. Community Oncology. 2006;3:44-6.
32. Akin M, Irkorucu O, Koksal H, Gonul II, Gultekin S, Kurukahvecioglu O, et al.
Phyllodes tumor of the breast: A case series. Bratisl Lek Listy. 2010;111:271-4.
33. Flynn LW, Borgen PI. Phyllodes tumor: About this rare cancer. Community
Oncology. 2006;3:46-8.
34. Calhoun KE, et al. Phyllodes tumors. In: Harris JR, Lippman ME, Morrow M,
Osborne CK, editors. Diseases of the breast. 4th ed. Lipincott Williams & Wilkins;
2009. p. 781-92.
35. Juanita, Sungowati NK. Malignant phyllodes tumour of the breast. Indon J Med
Sci. 2008;1:101-4.
36. Bal A, Gunggor B, Polat AK, Simsek T. Recurrent phyllodes tumor of the breast
with malignant transformation during pregnancy. J Breast Health. 2012;8:45-7.
37. Tjindarbumi. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penanggulangannya, Dalam:
Deteksi Dini Kanker. Jakarta: FKUI; 2000.
38. Virender S, Sunita BS, Subhash S. Carcinoma Breast in Pregnancy and
Lactation. Indian Journal of Surgery. 2004; 66(4): 209-15.
39. Azamris. Laporan Kasus: Kanker Payudara dalam Kehamilan. Sumatera Barat:
Bagian Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/ RS. Dr. M. Djamil,
2013.

36

40. Azamris. Laporan Kasus: Kanker Payudara dalam Kehamilan. Sumatera Barat:
Bagian Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/ RS. Dr. M. Djamil,
2013.

37

Anda mungkin juga menyukai