PENDAHULUAN
1.1. Pemicu
Seorang perempuan berusia 30 tahun, datang dengan keluhan benjolan pada
payudara kiri di daerah medial atas sejak sekitar 2 bulan lalu. Benjolan saat ini berukuran
kurang lebih sekitar 3 cm. Tidak ada kelainan pada daerah kulit payudara di sekitar
benjolan. Saat ini pasien sedang hamil 4 bulan, anak pertama. Tidak ada keluhan sesak
napas, batuk darah, atau sakit tulang lainnya. Tidak ada penurunan berat badan yang
berarti. Pasien meminta pengobatan apapun akan diterima pasien, asalkan aman untuk
pasien dan bayi.
o Pemerikasaan status generalis: dalam batas normal.
o Status lokalis payudara kiri: masa ukuran 3 cm, konsistensi cukup keras,
permukaan tidak rata, batas tidak jelas.
o Status obstetrikus: G1P0A0 H16 minggu.
o Riwayat keluarga: nenek dari ibu menderita kanker payudara dan sudah
meninggal.
o Riwayat lainnya: cukup sering olahraga, menstruasi umur 11 tahun, makanan
sehari-harinya vegetarian.
1.2. Kata Kunci
1. Perempuan 30 tahun
2. Benjolan pada payudara kiri medial atas dengan ukuran 3 cm
3. G1P0A0 H16 minggu
4. Nenek mengalami kanker payudara
1.3. Rumusan Masalah
Perempuan 30 tahun hamil 4 bulan dengan keluhan terdapat terdapat benjolan di
bagian payudara kiri medial atas sejak 2 bulan yang lalu dengan ukuran 3 cm,
konsistensi cukup keras, permukaan tidak rata dan batas tidak jelas.
Anamnesis:
o Rajin
berolahraga
o Vegetarian
Keluhan utama:
benjolan,
o Uk, 3cm
o Lokasi, payudara kiri
medial atas
o Konsistensi cukup
keras
o Permukaan tidak
rata
o Batas tidak jelas
Riwayat keluarga
Nenek Ca Mammae
Menarche usia
11 tahun
Riwayat kehamilan
G1P0A0 H16
minggu
Perubahan
Hormonal
Aspek Familial
Karsinogen
Suspect: Ca Mammae
DD: FAM, Fibrokistik
Mammae, tumor
phyloides
Pemeriksaan Penunjang
Histopatologi
Stadium
Diagnosis
Tatalaksana
Pronosis
1.5. Hipotesis
Perempuan 30 tahun suspect Ca Mammae dan dibutuhkan pemeriksaan
histopatologi.
1.6. Pertanyaan Diskusi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Tumor
Jenis Jenis tumor berdasarkan sifatnya diklasifikasikan menjadi: 1
1. Jinak
2. Ganas
2.1.1. Tumor Jinak dan Tumor Ganas
Ciri-ciri yang membedakan tumor jinak dan ganas adalah sebagai
berikut.1
1. Invasif
Tumor ganas tumbuhnya infiltratif yaitu tumbuh bercabang
masuk kedalam jaringan sehat sekitarnya, menyerupai jari kepiting
(kanker). Karena tumor ganas biasanya sukar digerakkan dari dasarnya.
Tumor jinak tumbuhnya ekspansif yaitu mendesak jaringan sehat
sekitarnya sehingga jaringan sehat jaringan sehat yang terdesak
membentuk simpai / kapsul dari tumor. Karena tidak ada pertumbuhan
infiltratif sehingga tumor jinak mudah digerakkan dari dasarnya. 1
2. Residif
Tumor ganas sering tumbuh kembali residif karena setelah
diangkat atau diberi pengobatan dengan penyinaran. Hal ini disebabkan
adanya sel tumor yang tertinggal, kemudian tumbuh dan membesar.
Tumor jinak yang berkapsul bila diangkat mudah dikeluarkan seluruhnya
sehingga tidak ada jaringan tumor tertinggal dan tidak menimbulkan
kekambuhan.2
3. Metastase
Walaupun tidak semua, tumor ganas sanggup bermetastase
ketempat lain melalui peredaran darah, cairan getah bening. Sedangkan
tumor jinak tidak menyebar.3
4. Pertumbuhan
Tumor ganas tumbuhnya cepat, maka tumornya ccepat
membesar dan mikroskopik ditemukan mitosis normal (bipolar) maupun
abnormal (atipik). Pada tumor ganas terjadi pembelahan multiple pada
saat bersamaan sehingga dari sebuah sel dapat menjadi tiga atau empat
anak sel. Tumor jinak tumbuhnya lambat, sehingga tumor tidak cepat
membesar dan pemeriksaan mikroskopik tidak ditemkan gambaran
mitosis abnormal.1
Tabel 2.1. Karakteristik Tumor Jinak dan Tumor Ganas 4
Invansi
Metastasis
Pembatasan
Nekrosis
Ulserasi
Arah pertumbuhan pada
kulit/permukaan mukosa
tidak
tidak pernah
batas
tegas/berkapsul
jarang
jarang
sering eksofitik
banyak,dan pleomorfik
ya
sering
batas tidak tegas/ireguler
sering
sering pada kulit/permukaan
mukosa
sering endofitik
American Joint Committee for Cancer Staging and End Results Reporting
( disingkat AJC ). AJC tersebut kemudian berubah nama pada tahun 1980
menjadi American Joint Committee on Cancer ( disingkat AJCC ). Tujuan
pembuatan staging kanker tersebut adalah agar lebih praktis dan lebih mudah
pemakaiannya di klinik. Buku manual stadium kanker ( Manual for Staging of
Cancer ) edisi satu hasil kerja AJCC dipublikasikan pertama kali pada tahun 1977
dan diperbarui setiap beberapa tahun sehingga pada tahun 2002 sudah
dikeluarkan edisi 6 sampai saat ini dipakai secara luas.
Staging menurut AJCC ini pertama harus menentukan T, N, M dari tumor
padat tersebut sesuai ketentuan yang ada, dan selanjutnya dikelompokkan
dalam stadium tertentu yang dinyatakan dalam angka romawi ( I IV ) dan angka
arab ( khusus untuk stadium 0 ). Lebih mudahnya, sebagai contoh dapat dilihat
staging kanker payudara menurut AJCC pada table berikut.
Tabel 2.2. Sistem Staging Neoplasma menurut AJCC5
Stadium III A
Stadium III B
Stadium III C
Stadium IV
Deskripsi TNM
Tis
T1
T0
T1
T2
T2
T3
T0
T1
T3
T3
T4
T4
T4
Sembarang T
Sembarang T
N0
N0
N1
N1
N0
N1
N0
N2
N2
N1
N2
N0
N1
N2
N3
Sembarang N
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M1
Epidemiologi
Kanker payudara adalah salah satu kanker paling umum di Amerika
Serikat lebih dari 160,000 wanita mengalami kanker ini setiap tahun, dan 40.000
perempuan meninggal setiap tahun karena keganasan ini. Kira-kira 1 dari 9
wanita di Amerika Serikat akan menderita kanker payudara, walaupun 1% kasus
terjadi pada pria. Risiko meningkat dengan usia, dan meningkat pesat saat
menopouse. risiko besar. Terjadi pada wanita usia 60 tahun ke atas, dan
memiliki kesempatan 3-4% menderita kanker payudara selama 1 dekade
kehidupan mereka.10
2.2.3.
Faktor
Pengaruh yang sudah
dipastikan
Faktor geografik
Usia
Keluarga dekat mengidap kanker
payudara
Usia menarche <12 tahun
Usia menopause >55 tahun
Kehamilan hidup pertama dari
usia 25-29 tahun
Kehamilan hidup pertama dari
usia 30 tahun
Kehamilan hidup pertama dari
usia >35 tahun
Nulipara
Penyakit proliferatif
Penyakit proliferatif dengan
hiperplasia tipikal
Karsinoma lobularis in situ
Pengaruh yang belum
dipastikan
Estrogen eksogen
Kontrasepsi oral
Kegemukan
Diet tinggi lemak
Konsumsi alkohol
Merokok
Resiko relatif
Bervariasi di tempat yang
berbeda
setelah 30 tahun
1.2 3.0
1.3
1.5 2.0
1.5
1.9
2.0 3.0
3.0
1.9
4.4
6.9 12.0
10
a) Usia
Risiko utama kanker payudara adalah bertambahnya usia. Berdasarkan
penelitian American Cancer Society tahun 2006 diketahui usia lebih dari 40 tahun
mempunyai risiko yang lebih besar untuk mendapatkan kanker payudara yakni 1
per 68 penduduk dan risiko ini akan bertambah seiring dengan pertambahan usia
yakni menjadi 1 per 37 penduduk usia 50 tahun, 1 per 26 penduduk usia 60
tahun dan 1 per 24 penduduk usia 70 tahun. Kanker payudara juga ditemukan
pada usia <40 tahun namun jumlahnya lebih sedikit yakni 1 per 1.985 penduduk
usia 20 tahun dan 1 per 225 penduduk usia 30 tahun.22 Data American Cancer
Society (2007) melaporkan 70% perempuan didiagnosa menderita kanker
payudara di atas usia 55.12
b) Jenis Kelamin
Kanker payudara lebih banyak ditemukan pada wanita. Pada pria juga
dapat terjadi kanker payudara, namun frekuensinya jarang hanya kira-kira 1%
dari kanker payudara pada wanita.11
c) Riwayat Reproduksi
Riwayat reproduksi dihubungkan dengan banyak paritas, umur
melahirkan anak pertama dan riwayat menyusui anak. Wanita yang tidak
mempunyai anak atau yang melahirkan anak pertama di usia lebih dari 30 tahun
berisiko 2-4 kali lebih tinggi daripada wanita yang melahirkan pertama di bawah
usia 30 tahun. Wanita yang tidak menyusui anaknya mempunyai risiko kanker
payudara 2 kali lebih besar. Kehamilan dan menyusui mengurangi risiko wanita
untuk terpapar dengan hormon estrogen terus. Pada wanita menyusui, kelenjar
payudara dapat berfungsi secara normal dalam proses laktasi dan menstimulir
sekresi hormon progesteron yang bersifat melindungi wanita dari kanker
payudara.11,12
d) Riwayat Kanker Individu
Penderita yang pernah mengalami infeksi atau operasi tumor jinak
payudara berisiko 3-9 kali lebih besar untuk menderita kanker payudara.
Penderita tumor jinak payudara seperti kelainan fibrokistik berisiko 11 kali dan
penderita yang mengalami operasi tumor ovarium mempunyai risiko 3-4 kali lebih
besar.12
e) Riwayat Kanker Keluarga
Secara genetik, sel-sel pada tubuh individu dengan riwayat keluarga
menderita kanker sudah memiliki sifat sebagai embrio terjadinya sel kanker.
Menurut sutjipto (2000) yang dikutip oleh Elisabet T, kemungkinan terkena kanker
11
payudara lebih besar 2 hingga 4 kali pada wanita yang ibu dan saudara
perempuannya mengidap penyakit kanker payudara.12
f)
g) Pajanan Radiasi
Wanita yang terpapar penyinaran (radiasi) dengan dosis tinggi di dinding
dada berisiko 2 hingga 3 kali lebih tinggi.12
h) Obesitas dan Konsumsi makanan lemak tinggi
Wanita yang mengalami kelebihan berta badan (obesitas) dan individu
dengan konsumsi tinggi lemak berisiko 2 kali lebih tinggi dari yang tidak obesitas
dan yang tidak sering mengkonsumsi makanan tinggi lemak. Risiko ini terjadi
karena jumlah lemak yang berlebihan dapat meningkatkan kadar estrogen dalam
darah sehingga akan memicu pertumbuhan sel-sel kanker.11,12
2.2.4.
Patofisiologi
12
13
14
15
2.
3.
4.
5.
6.
16
Stadium IIB
Stadium IIIA
Stadium IIIB
Stadium IV
17
18
C. Pemeriksaan Menunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
19
20
Tatalaksana
Komplikasi
Kamplikasi yang terjadi pada Ca Mammae dapat dikelompokkan menjadi
dua yaitu, 1) komplikasi akibat
karsinoma dan 2) komplikasi akibat
pengobatan.1,2
1. Komplikasi akibat karsinoma
a) Sindrom kakeksia
b) Sindrom paraneoplasia
c) Organ failure akibat metastatis
21
d) Gangguan psikologi
e) Stress dan depresi
2. Komplikasi akibat pengobatan
a) Mual muntah
b) Rambut rontok
c) Hiperpigmentasi
2.2.10. Prognosis
5-year survival rate untuk stadium I yaitu 94%, untuk stadium IIa yaitu
85%, untuk stadium IIb yaitu 70%, sedangkan untuk stadium IIIa yaitu 52%,
stadium IIIb yaitu 48% dan untuk stadium IV yaitu 18%. 12
2.2.11. Pencegahan
Strategi pencegahan pada prinsipnya dikelompokkan dalam tiga
kelompok besar, yaitu pencegahan pada lingkungan, pada penjamu dan
milestone. Hampir setiap epidemiolog sepakat bahwa pencegahan yang paling
efektif bagi kejadian penyakit tidak menular adalah promosi kesehatan dan
deteksi dini. Begitu pula pada ca mammae, yang dilakukan antara lain
berupa:12,13
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer pada ca mammae merupakan salah satu
bentuk promosi kesehatan karena dilakukan pada orang yang sehat
melalui gaya upaya menghindarkan diri dari keterpapatan pada berbagai
faktor resiko dan melaksanakan pola hidup sehat.
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan pada individu yang memiliki
faktor resiko untuk terkena ca mammae. Setiap wanita yang normal dan
memiliki status haid normal merupakan populasi at risk dari ca mammae.
Pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan deteksi dini.
Beberapa metode deteksi dini terus mengalami perkembangan. Skrining
melalui mammografi diklaim memiliki akurasi 90% dari semua penderita
ca mammae, tetapi keterpaparan terus-menerus pada mammografi pada
wanita yang sehat merupakan salah satu faktor resiko terjadinya ca
mammae.
3. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier biasanya diarahkan pada individu yang telah
positif menderita ca mammae. Penanganan yang tepat penderita ca
mammae sesuai dengan stadiumnya akan dapat mengurangi kecatatan
dan memperpanjang harapan hidup penderita. Pencegahan tersier ini
penting untuk mengingkatkan kualitas hidup penderita serta mencegah
komplikasi penyakit dan meneruskan pengobatan. Tindakan pengobatan
dapat berupa operasi walaupun tidak berpengaruh banyak terhadap
ketahanan hidup penderita. Bila kanker telah jauh bermetastasis,
dilakukan tindakan kemoterapi dengan sitostatika. Pada stadium tertentu,
pengobatan diberikan hanya berupa simptomatik dan dianjurkan untuk
mencari pengobatan alternatif.
Pencegahan dapat diberikan obat kemoprofilaksis yaitu tamoxifen.
Pemberian tamoxifen dalam upaya pencegahan kanker payudara masih
kontroversi. Sebuah studi yang dilakukan di Amerika menunjukkan bahwa
terdapat penurunan angka kejadian kanker payudara dengan pemberian
tamoxifen, tetapi penelitian di Inggris dan Italia menunjukkan hasil yang kurang
memuaskan. Hal ini mungkin disebabkan karena kelompok wanita pada studi
22
23
kelenjar. Secara histologis, tumor terdiri atas jaringan ikat dan kelenjar dengan berbagai
proporsi dan variasi. Tampak storma fibroblastik longgar yang mengandung rongga mirip
duktus berlapis sel epitel dengan ukuran dan bentuk yang beragam. Rongga yang mirip
duktus atau kelenjar ini dilapisi oleh satu atau lebih lapisan sel yang reguler dengan
membran basal jelas dan utuh. Meskipun di sebagian lesi duktus terbuka, bulat hingga
oval dan cukup teratur (fibroadenoma perikanalikularis), sebagian lainnya tertekan oleh
proliferasi ekstensif stroma sehingga pada potongan melintang rongga tersebut tampak
sebagi celah atau struktur ireguler mirip bintang (fibroadenoma intrakanalikularis). 1,24
Pada pemeriksaan mamografi, fibroadenoma digambarkan sebagai massa
berbentuk bulat atau oval dengan batas yang halus dan berukuran sekitas 4 100 mm.
Fibrodenoma biasanya memiliki densitas yang sama dengan jaringan kelenjar sekitarnya,
tetapi, pada fibroadenoma yang besar, dapat menunjukkan densitas yang lebih tinggi.
Kadang-kadang, tumor terdiri atas gambaran kalisifikasi yang kasar, yang diduga sebagai
infraksi atau involusi. Gambaran kalsifikasi pada fibroadenoma biasanya di tepi atau di
tengah berbentuk bulat, oval atau berlobus lobus. Pada wanita postmenopause,
komponen fibroglandular dari fibroadenoma akan berkurang dan hanya meninggalkan
gambaran kalsifikasi dengan sedikit atau tanpa komponen jaringan ikat. 20,24,25
Ultrasonografi (USG)
Dalam pemeriksaan USG, fibroadenoma terlihat rata, berbatas tegas, berbentuk
bulat, oval atau berupa nodul dan lebarnya lebih besar dibandingkan dengan diameter
anteroposteriornya. Internal echogenicnya homogen dan ditemukan gambaran dari
isoechoic sampai hypoechoic. Gambaran echogenic kapsul yang tipis, merupakan
gambaran khas dari fibroadenoma dan mengindikasikan lesi tersebut jinak.
Fibroadenoma tidak memiliki kapsul, gambaran kapsul yang terlihat pada pemeriksaan
USG merupakan pseudocapsule yang disebabkan oleh penekanan dari jaringan di
sekitarnya.20,24
24
25
besar. Pada kasus lain, terdapat beberapa abnormalitas dalam sitologi sel dan
arsitekturnya, namun tidak semua gambaran karsinoma in situ menggunakan istilah
atipikal hirperplasia. Pada perempuan dengan atipikal hiperplasia (sekitar 5% dari kasus),
resiko berkembangnya karsinoma selanjutnya adalah lima kali lebih besar.30
26
Tumor dipastikan maligna jika komponen stroma didominasi sarkoma. Sekitar 10-40%
tumor jenis ini memiliki risiko rekurensi lokal dan menyebar secara sistemik. 31,34
Beberapa penelitian menemukan adanya mutasi tumor suppresor gen p53 pada
tumor phyllodes. Stromal immunoreactivity p53 terbukti meningkat pada tumor phyllodes
ganas sehingga dapat digunakan untuk membedakannya dari fi broadenoma. Sawyer EJ
dkk mendapatkan bahwa overekspresi c-myc dapat memicu proliferasi stroma pada
tumor phyllodes, sedangkan overekspresi c-kit menyebabkan pertumbuhan dan
perkembangan tumor.35
Tumor phyllodes merupakan jenis tumor payudara yang jarang, insidensnya 0,30,5% dari total tumor payudara. Penelitian pada 8.567 pasien tumor payudara pada tahun
1969 sampai 1993 hanya menemukan 31 kasus tumor Phyllodes (0,37%). Secara
keseluruhan 2,1 kasus per satu juta wanita, sangat jarang pada laki-laki. Sebagian besar
kasus tumor Phyllodes terjadi pada dekade ke-4, jarang pada remaja, dapat terjadi pada
semua umur. Tumor biasanya jinak namun dapat terjadi rekurensi lokal dan terkadang
dapat menyebar secara sistemik; jarang bilateral (baik sinkronous atau metakronous).
Faktor risikonya belum jelas, mutasi p53 meningkatkan risiko tumor phyllodes. 33-35
Manifestasi klinis tumor phyllodes umumnya unilateral, tunggal, tidak nyeri,
dengan benjolan yang dapat teraba. Tumor tiba-tiba muncul dan terus membesar, atau
berupa benjolan yang awalnya menetap lalu bertambah besar dalam beberapa bulan
terakhir. Pada pemeriksaan fisik payudara, tumor phyllodes berupa benjolan lunak dan
bulat, mirip fibroadenoma, namun berukuran besar (>2-3 cm). 33,34
Tumor dapat terlihat jelas jika cepat membesar. Pembesaran cepat tidak selalu
mengindikasikan sifat ganas. Terlihat mengilat dengan permukaan kulit seperti teregang
disertai pelebaran vena permukaan kulit. Pada kasus-kasus yang tidak tertangani baik,
dapat terjadi luka borok kulit akibat iskemi jaringan. Walaupun perubahan kulit seperti
layaknya pada tumor payudara selalu menunjukkan tanda-tanda keganasan (lesi T4),
namun tidak pada tumor phyllodes; borok pada kulit dapat terjadi pada jenis lesi jinak,
borderline ataupun ganas. Retraksi puting tidak umum terjadi. Ulserasi mengindikasikan
nekrosis jaringan akibat penekanan tumor yang besar.33,34
Metastasis dapat ditemukan bersamaan atau hingga 12 tahun kemudian.
Metastasis dapat menyebar secara hematogen, ke paru-paru (66%), tulang (28%), otak
(9%) dan lebih jarang ke hati dan jantung. Dapat disertai pembesaran limfonodi regional,
walaupun tanpa sel tumor.31
Tidak banyak literatur yang melaporkan metastasis limfonodi. Treves hanya
melaporkan 1 kasus metastasis ke limfonodi aksila dari 33 kasus; dari 94 pasien yang
diteliti Norris dan Taylor, 16 pasien mengalami pembesaran limfonodi, namun hanya 1
kasus yang terbukti secara histologi mengalami metastasis. Reinfus menemukan 11
kasus pembesaran limfonodi dari 55 kasus, namun hanya 1 kasus yang menunjukkan
metastasis. Minkowitz juga melaporkan satu kasus dengan metastasis kelenjar aksila. 31,33
Mamografi abnormal dijumpai pada 75% kasus, sering menyerupai gambaran
fibroadenoma. Ultrasonografi menunjukkan massa homogen solid disertai internal echo
dan berdinding tipis.36
Penatalaksanaan tumor phyllodes masih diperdebatkan dan tidak sama pada
semua kasus. Terapi utama adalah pembedahan komplet dengan batas adekuat. Banyak
peneliti menganjurkan batas eksisi 1 cm sebagai reseksi yang baik. Rekurensi berkaitan
dengan margin eksisi dan tidak berkaitan dengan grade dan ukuran tumor. Eksisi luas
pada tumor kecil atau mastektomi simpel umumnya menunjukkan hasil memuaskan.
Eksisi otot-otot pektoral perlu dipertimbangkan jika telah terjadi infiltrasi. 34
Masektomi dengan rekonstruksi payudara dapat menjadi pilihan pada tumor
berukuran besar. Tumor phyllodes, sama halnya dengan sarkoma jaringan lunak, jarang
menyebabkan metastasis ke kelenjar getah bening (KGB). Sebagian besar penelitian
27
menunjukkan bahwa diseksi KGB aksila tidak rutin dilakukan, mengingat jarangnya infi
ltrasi ke KGB aksila. Norris dan Taylor menganjurkan mastektomi dengan diseksi KGB
aksila bagian bawah jika terdapat pembesaran KGB, tumor ukuran >4 cm, biopsi
menunjukkan jenis tumor agresif (infiltrasi kapsul, kecepatan mitosis tinggi, dan derajat
selular atipikal tinggi). Jika terindikasi ada keterlibatan KGB secara klinis atau pada
pemeriksaan imaging, dapat dilakukan biopsi jarum dengan panduan USG. Jika hasilnya
negatif, dapat dipertimbangkan biopsi sentinel limfonodi. 31,34
Peran radioterapi dan kemoterapi adjuvan masih kontroversial, namun
penggunaan radioterapi dan kemoterapi pada sarkoma mengindikasikan bahwa
keduanya dapat digunakan pada tumor phyllodes. Radioterapi adjuvan dapat bermanfaat
pada tipe maligna. Kemoterapi golongan antrasiklin, ifosfamid, sisplatin, dan etoposid
jarang digunakan. Belum banyak penelitian mengenai penggunaan terapi hormonal,
seperti tamoksifen. Sensitivitas hormonal pada tumor phyllodes juga belum teridentifi kasi
dengan baik. Secara garis besar, terapi sistemik tumor phyllodes tidak berbeda dengan
terapi pada sarkoma.31,34,36,37
2.6. Pemeriksaan Histopatologi
a. Karsinoma In situ
28
Gambar 2.11. Karsinoma Non komedo, Karsinoma insitu intra duktal kribriformis 1
Gambar 2.12. Karsinoma Non komedo, Karsinoma insitu intra duktal papilaris 1
29
b. Karsinoma Invasif
30
31
32
2.7.6. Prognosis
Prognosis dipengaruhi oleh beberapa variabel40:
1. Ukuran karsinoma primer : pasien dengan ukuran karsinoma invasif < 1
cm, prognosis lebih baik.
2. Keterlibatan KGB dan jumlah KGB yang terkena metastatis: jika tidak
ada KGB yang terkena, angka harapan hidup selama 5 tahun mendekati
90% dan menurun setiap KGB yang terkena.
3. Derajat karsinoma: karsinoma berdiferensiasi baik prognosis lebih baik
dibandingkan karsinoma berdiferensiasi sedang lebih baik daripada
karsinoma berdiferensiasi buruk.
4. Tipe histologik karsinoma: tipe khusus karsinoma payudara prognosisnya
lebih baik daripada karsinoma tanpa tipe khusus.
5. Invasi limfovaskular: adanya tumor di dalam rongga vaskular di sekitar
tumor primer faktor prognostiknya buruk.
6.
Ada tidaknya reseptor estrogen dan progesteron: adanya reseptor
hormon menyebabkan prognosis sedikit membaik jika dihubungkan
dengan respon terhadap terapi antiestrogen
7. Laju proliferasi kanker: laju proliferasi yang tinggi berkaitan dengan
prognosis yang lebih buruk
8. Aneuploidi: karsinoma dengan kandungan DNA abnormal (aneuploidi)
memiliki prognosis sedikit lebih buruk dibandingkan karsinoma dengan
kandungan DNA serupa sel normal.
9. Ekspresi berlebihan ERBB2: ekspresi berlebihan berkaitan dengan
prognosis yang buruk, dihubungkan dengan respon terhadap antibodi
monoklonal terhadap gen ini.
33
BAB III
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
Hipotesis diterima tanpa perubahan:
Perempuan 30 tahun suspect Ca Mammae dan dibutuhkan pemeriksaan
histopatologi.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Kumar V,Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi. Volume 2. Edisi 7. Jakarta:
EGC. 2007.
2. Tjarta A. Neoplasma. Dalam : Kumpulan kuliah patologi, editor Himawan S.
Jakarta : Bagian Patologi Anatomi FKUI. 1979. Hal.77-94.
3. Chandrasoma P, Taylor CR. Neoplasia. Dalam : Concise Pathology Ed. 3.
Singapore : Lange Medical Book, McGraw Hill. 2001. pp.260-92.
4. Brown E.Neoplasia. Dalam : Basic concepts in pathology. International Ed.
Singapore : Mc Graw Hill Co. 1998.pp.362-404.
5. Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IVJilid II. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2006.
6. Herberman RB, Santoni A. Regulation of Natural Killer Cell Activity. In : Mihich E,
eds. Biological Respond in Cancer Progress Toward Potential Application Vol 2,
New York : Plenum Press, 2004: 121-37.
7.
Stites DP, Terr AI, Parslow TG. Medical Immunology 9th ed . International Edition
London : Apleton and Lange A Simon Co ; 2002 : 65-9,147,631-7.
8.
Disaia PJ, Creasman WT, Tumor Immunology, Host Defense Mechanism and
Biologic Therapy. In : Clinical Gynecology Oncology, Ed IV, Philadelphia L:
Mosby, 1997: 534-75.
9. Greenall M.J, Wood W.C. 2000. Cancer of the Breast. In: Morris J.P, Wood W.C,
ed. Oxford Textbook of Surgery. Second edition. Oxford University Press. p 107.
10. Moningkey, ShirleyI. Epidemiologi Kanker Payudara. Medika. Jakarta: 2010.
11. Henry M.M, Thompson J.N. 2007. Breast Disease. Clinical Surgery. Second
edition. Elsevier. p 453
12. Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y. 2006. Diagnostic Procedures. In: Schroder G, ed.
Atlas of Breast Surgery. Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. p 19-21
13. Schnitt S.J, Connolly J.L. 2000. Staging of Breast Cancer. In: Harris J.R, Lippman
M.E, Morrow M, Osborne K, ed. Disease of the Breast. Second edition.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p 34.
14. De jong, Syamsuhadi. Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. 2005.
15. Kumpulan Naskah Ilmiah Muktamar Nasional VI Perhimpunan Ahli Bedah
Onkologi Indonesia. Semarang. 2003.
16. Tjindarbumi, 2000. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penaggulangannya,
Dalam: Deteksi Dini Kanker. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
17. Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y. 2006. Surgery for Breast Carcinoma. In: Schroder
G, ed. Atlas of Breast Surgery. Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 67, 8182
18. Kirby I.B. 2006. The Breast. In: Brunicardi F.C et all, ed. Schwartzs Principles of
Surgery. Eight edition. New York: McGraw-Hill Books Company.
19. Cohen S.M, Aft R.L, and Eberlein T.J. 2002. Breast Surgery. In: Doherty G.M et
all, ed. The Washington Manual of Surgery. Third edition. Philadelphia: Lippincott
Williams and Wilkins. p 40.
20. Kuijper A, Mommers ECM, Van der Wall E, Van Diest Paul J. Histopathology of
Fibroadenoma of The Breast. Available from : http://ajcp.ascpjournals.org/.
35
of
The
Breast.
Available
22. Roubidoux
MA.
Breast,
Fibroadenoma.
Available
http://emedicine.medscape.com/. Update on July 26, 2009.
from
from
23. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h. 388-93.
24. Zieve
D,
Wechter
DG.
Fibroadenoma-Breast.
Available
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/. Update on December 17, 2009.
from
25. Shirley SE, Mitchell DIG, Soares DP, James M, Escoffery CT, Rhodrn AM, Wolff
C, Choy L, Wilks RJ. Clinicopathologic Features of Breast Disease in Jamaica :
Findings of the Jamaican Breast Disease Study. 2000 2002. Available from :
http://lib.bioinfo.pl/ .
26. Fleischer AC, Cullinan JA. Ultrasonography in Obsetrics and Gynaecology;
Obsetric Radiology. In : Grainger Ronald G., Allison David. Grainger & Allisons
Diagnostic Radiology : A Textbokk of Medical Imaging. Third Edition. New York:
Churchill Livingstone; 1997. p. 2003-11.
27. Gravelle IH. Mammography. In : Sutton David. A Textbook of Radiology and
Imaging. Volume 2. Great Britain London: Churchill Livingstone; 1993. p. 1364-6.
28. Bland KI, Verenidis MP, Edwar M. Copeland EM. Breast. In: Schwartzs Principle
of Surgery. 7th ed. New York. Mc Graw Hill International. 1999 : 533-99.2.
29. Pisi Lukito dkk. Kelainan Fibrokistik Dalam: Sjamsuhidajat, Wim de Jong
penyuntingBuku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. EGC. 1997: 512-55.3.
30. Iglehart JD. The Breast. In : Sabistons Textbook of Surgery. 14th ed.
Philadelphia. WBSaunders. 1991: 510-50.
31. Agrawal PP, Mohanta PK, Singh K, Bahadur AK. Cystosarcoma phyllodes with
lymph node metastasis. Community Oncology. 2006;3:44-6.
32. Akin M, Irkorucu O, Koksal H, Gonul II, Gultekin S, Kurukahvecioglu O, et al.
Phyllodes tumor of the breast: A case series. Bratisl Lek Listy. 2010;111:271-4.
33. Flynn LW, Borgen PI. Phyllodes tumor: About this rare cancer. Community
Oncology. 2006;3:46-8.
34. Calhoun KE, et al. Phyllodes tumors. In: Harris JR, Lippman ME, Morrow M,
Osborne CK, editors. Diseases of the breast. 4th ed. Lipincott Williams & Wilkins;
2009. p. 781-92.
35. Juanita, Sungowati NK. Malignant phyllodes tumour of the breast. Indon J Med
Sci. 2008;1:101-4.
36. Bal A, Gunggor B, Polat AK, Simsek T. Recurrent phyllodes tumor of the breast
with malignant transformation during pregnancy. J Breast Health. 2012;8:45-7.
37. Tjindarbumi. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penanggulangannya, Dalam:
Deteksi Dini Kanker. Jakarta: FKUI; 2000.
38. Virender S, Sunita BS, Subhash S. Carcinoma Breast in Pregnancy and
Lactation. Indian Journal of Surgery. 2004; 66(4): 209-15.
39. Azamris. Laporan Kasus: Kanker Payudara dalam Kehamilan. Sumatera Barat:
Bagian Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/ RS. Dr. M. Djamil,
2013.
36
40. Azamris. Laporan Kasus: Kanker Payudara dalam Kehamilan. Sumatera Barat:
Bagian Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/ RS. Dr. M. Djamil,
2013.
37