Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Bekerja suatu tugas yang dilalui dalam perkembangan pada manusia usia
dewasa, ini didasari pada setiap manusia mempunyai kebutuhan hidup yang
berbeda, untuk memenuhi kebutuhan hidup tersebut salah satunya ialah dengan
bekerja. Orang yang memasuki usia dewasa akan berfikir untuk bekerja. Seiring
dengan itu, pada masa tersebut seseorang yang dihadapkan pada tahap mencari
pasangan hidup(berkeluarga). Oleh karena itu orang yang sudah memasuki usia
dewasa akan bekerja dan menikah. Namun ada juga yang sudah cukup usia(dewasa)
tetapi belum menikah. Lajang menurut pengertian umum menurut Stein (dalam
Rezka.D,2004) pengertian lajang yaitu orang yang cukup usia tetapi belum atau
tidak menikah. Menurut Santrock (dalam Rezka.D,2004) peningkatan orang lajang
disebabkan oleh sikap wanita dan pria yang ingin mengembangakan karir sebelum
menikah.
Bekerja dan menikah memiliki tanggung jawab yang berbeda hal ini
terkadang tidak saling mendukung satu sama lainnya, waktu yang dimiliki dalam
satu hari harus dilakukan untuk dua peran tersebut. Hal ini menimbulkan stress.
Berbeda halnya dengan orang yang belum menikah, orang yang belum menikah
tampak lebih statis dalam bekerja.
Dalam dunia kerja, individu (karyawan) baik yang menikah maupun yang
belum menikah tidak bisa melepaskan diri dari stressor, baik dari diri sendiri,
organisasi maupun lingkungan. Dan ketika stress dialami oleh seseorang individu,
1

gejala gejalanya dapat muncul ke permukaan sebagai akibat fisiologis, psikologis,


dan perilaku. Robbins dan Judge (2007).
Manusia dalam suatu organisasi selalu berinteraksi dengan lingkungan
perusahaan. Lingkungan kerja yang menantang dan kompleks, serta makin cepatnya
perubahan yang terjadi menuntut individu untuk bisa menyesuaikan diri dengan
dunia kerjanya. Pekerjaan yang berat serta tuntutan kerja yang tinggi dari
perusahaan menyebabkan individu sering mengalami kecemasan, kejenuhan dan
juga mengakibatkan stres.
Stres juga sebagai suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang
dalam mencapai suatu kesempatan. dimana untuk mencapai kesempatan tersebut
terdapat batasan atau penghalang Dan apabila pengertian stres dikaitkan dengan
penelitian ini maka stres itu sendiri adalah suatu kondisi yang mempengaruhi
keadaan fisik atau Psikis seseorang karena adanya tekanan dari dalam ataupun dari
luar diri seseorang yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka, Robbins dan
Judge (2007).
Handoko (2012) mengatakan stress adalah suatu kondisi ketegangan yang
mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stress yang terlalu
besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya.
Pada hakikatnya

bekerja dipandang dari berbagai perspektif seperti bekerja

merupakan bentuk ibadah cara manusia mengaktualisasikan dirinya, bentuk nyata


dari nilai-nilai dan sebagian keyakinan yang dianutnya.
Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa manusia bekerja untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, maka dalam mencari kerja pada suatu perusahaan, seseoarang
yang sudah dewasa harus tahu pekerjaan apa yang ada di perusahaan itu dan kira

kira sesuai dengan keahliannya atau minatnya agar dapat bekerja dengan baik dan
senang hati. Dan setiap perusahaan tentu mempunyai tujuan, baik itu yang
berhubungan langsung dengan karyawan, maupun tujuan utama perusahaan itu
sendiri agar tetap eksis. Tujuan, visi dan misi perusahaan tersebut merupakan alasan
atau kesepakatan atau komitmen dalam perusahaan atau organisasi tersebut dibuat.
Luthans (2007) mengemukakan bahwa komitmen organisasi mengacu pada
loyalitas pegawai pada organisasi dan ditentukan oleh sejumlah variabel yang
meliputi, orang, organisasi, dan non organisasi. Komitmen secara umum
mempunyai tiga komponen: (afektif) pendekatan emosi, berkelanjutan (biaya
meninggalkan organisasi) dan normatif (kewajiban untuk bertahan). Komitmen
pada organisasi atau perusahaan ditandai dengan adanya loyalitas dan identifikasi
diri terhadap organisasi. Komitmen pada organisasi atau perusahaan tidak hanya
menyangkut pada kesetiaan karyawan tetapi juga melibatkan hubungan komunikasi
yang harmonis. Karyawan harus memiliki kemauan sendiri untuk memberikan
segala sesuatu yang ada pada dirinya guna membantu merealisasikan tujuan dan
kelangsungan organisasi atau perusahaan.
Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan di Balitbang (Badan
Penelitian dan Pengembangan) Provinsi Riau, ada beberapa fenomena fenomena,
sebagai berikut:
1) Karyawan kesulitan berkonsentrasi. Hal ini dapat dilihat dari pekerjaan yang
tidak selesai tepat waktu sesuai proporsi waktu pekerjaan yang diberikan
2) Sebagian karwayan sensitif dan mudah terpancing emosinya, hal ini
disebabkan oleh tekanan pekerjaan yang banyak

3) Beberapa karyawan terlihat depresi, hal ini disebabkan banyaknya pekerjaan


yang harus diselesaikan dalam waktu singkat
4) Sebagian karyawan merokok terus menerus, hal ini disebabkan oleh tugas
yang diberikan memerlukan ketelitian yang ekstra
5) Beberapa karyawan sering merasa bosan di kantor, hal ini dapat dilihat dari
karyawan yang suka keluar masuk ruangan kantor dan mengindikasikan
stress kerja yang karyawan alami.
6) Banyak karyawan yang bangga menjadi pegawai pada perusahaan dan
berkomitmen untuk menghabiskan sisa karirnya di perusahaan
7) Tingginya jumlah karyawan yang keluar dari perusahaan.
8) Beberapa pegawai merasa mempunyai ikatan yang kuat terhadap perusahaan
Fenomena-fenomena tersebut tidak terdapat pada seluruh karyawan
perusahaan. Sebagian besar karyawan yang menunjukkan fenomena tersebut adalah
karyawan yang sudah menikah, dan sebagian kecil oleh karyawan yang belum
menikah.
Oleh sebab itu, penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul
Perbedaan Stres Kerja dan Komitmen Kerja pada Karyawan yang Sudah
Menikah dengan Karyawan Yang Belum Menikah
B. Identitas dan perumusan masalah
Berdasarkan pada latar belakang penelitian, pertanyaan penelitian yang akan
dijawab dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Apakah ada perbedaan stres pada karyawan yang sudah menikah dengan
karyawan yang belum menikah pada perusahaan

b. Apakah ada perbedaan komitmen kerja pada karyawan yang sudah menikah
dengan karyawan yang belum menikah pada perusahaan...
c. Apakah ada perbedaan antara stres kerja dan komitmen kerja pada karyawan
suatu perusahaan.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang

di atas tujuan peneliti ini adalah untuk

mengetahui hubungan perbedaan antara stres kerja dan komitmen kerja pada
karyawan yang sudah menikah dengan karyawan yang belum menikah pada suatu
perusahaan.
D. Manfaat Penelitian
Segi teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
ilmu pengetahuan pada umumnya dan pengembangan bagi ilmu psikologi pada
khususnya guna mengetahui pengaruh stres kerja dan komitmen kerja pada
karyawan yang sudah menikah dengan karyawan yang belum menikah pada suatu
perusahaan.
Segi praktis, apabila penelitian tentang perbedaan stres dan komitmen kerja
pada karyawan yang sudah menikah dengan karyawan yang belum menikah pada
suatu perusahaa ini terbukti, maka dengan ini diharapkan dapat memberikan
informasi, solusi, dan cara-cara menangani terhadap stres dan komitmen kerja yang
dimiliki. Misalnya dengan memberikan pelatihan dalam bidang-bidang pemberian
informasi beserta cara-cara menghadapi stres dan komitmen kerja yang dihadapi
oleh karyawan yang belum menikah dengan karywan yang sudah menikah.

BAB II
LANDASAN TEORI

A.

Stres Kerja

1.

Pengertian stres kerja


Wijono (2010) mendefinisikan bahwa stres kerja sebagai suatu keadaan yang

timbul dalam interaksi diantara manusia dan pekerjaan, secara umum stres di
definisikan sebagai rangsangan eksternal yang mengganggu fungsi mental, fisik dan
kimiawi dalam tubuh seseorang. Robins (2008), stres adalah suatu kondisi dinamis
dimana seorang individu dihadapkan pada peluang ,tuntutan atau sumber daya yang
terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu dan yang hasilnya dipandang
tidak pasti dan penting.
Munandar (2004) stres adalah serangkaian perubahan biokimia dalam
sejumlah orgaisme yang beradaptasi terhadap berbagai macam tuntutan lingkungan.
Menurut Wijono (2010) mengatakan bahwa stres kerja menggacau pada semua
karekteristik pekerjaan yang mungkin memberi ancaman pada individu tersebut.dua
jenis stres kerja yang mungkin mengancam individu ,yaitu baik berupa tuntutan
dimana individu mungkin tidak berusaha mencapai kebutuhannya atau persediaan
yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan individu tersebut.
Menurut Wijono (2010) seorang individu mengalami gejala stres kerja positif
seandainya mendapat

kesempatan untuk naik jabatan atau menerima ganjaran

(reward). tetapi sebaliknya ,jika dia merasa dihambat oleh berbagai sebab diluar
kontrol dalam mencapai tujuannya,maka dia akan mengalami gejala stres yang
negatif. Wijono (2010) mendefinisikan bahwa stres kerja merupakan faktor-faktor
6

lingkungan kerja yang negatif seperti konflik peran, kekaburan peran dan beban
kerja berlebihan dalam pekerjaan.
Muchlas (2005) stres kerja adalah respon yang adaptif oleh perbedaan
individual, atau proses - proses psikologis yang merupakan sebuah konsekuensi dari
tindakan atau situasi eksternal atau pristiwa yang menempatkan seseorang pada
tuntutan psikologis atau fisik. Kavagans (dalam Wijono, 2010) mengatakan stres
kerja juga merupakan suatu ketidakseimbangan persepsi individu tersebut terhadap
kemampuannya untuk melakukan tindakan. Jadi dapat disimpulkan bahwa stres
kerja merupakan ancaman bagi individu pada dunia pekerjaan yang disebabkan oleh
faktor - faktor tertentu, yang dapat mengganggu fungsi fisik dan mental dalam
tubuh.
Berdsarkan pernyataan diatas, maka dapat disimpulkan stress kerja adalah
suatu kondisi yang muncul akibat interaksi antara individu dengan pekerjaan
mereka, berkonfrontasi dengan suatu peluang dan terdapat ketidaksesuaian antara
kendala dan tuntutan yang dikaitkan dengan tinjauan kerja akibat perubahan
perubahan yang tidak jelas terjadi di tempat kerja.

2.

Aspek-aspek Stres Kerja


Menurut Wijono (2010) mengatakan ada beberapa gejala stres dapat dilihat

dari berbagai faktor yang menunjukan adanya: 1) perubahan fisik secara fisiologis,
2) psikologis dan 3) sikap. Perubahan fisiologis ditandai dengan adanya gejalagejala seperti merasa letih atau lelah, kehabisan tenaga, pusing dan gangguan
pencernaan, sedangkan perubahan psikologis ditandai dengan adanya kecemasan
yang berlarut-larut, sulit tidur, nafas tersengal-sengal, dan berikutnya perubahan

sikap seperti keras kepala, mudah marah dan tidak puas apa yang dicapai dan
sebagainya.
Luthans (2007) mengklasifikasikan tiga aspek stress kerja, yaitu:
1) Aspek Fisik
Stres

dapat

menyebabkan

perubahan

metabolism

sehingga

dapat

mempengaruhi keadaan fisiologis individu. Umumnya gejala fisik yang


tampak dapat berupa sakit pada dahi, migrant, sakit pada punggung, tekanan
di leher dan tenggorokan, susah menelan, kram otot, susah tidur, kehilangan
gairah seksual, kaki dan tangan dingin, lelah, tekanan darah tinggi, denyut
nadi cepat, kehilangan selera makan, gangguan pencernaan dan gangguan
pernapasan.
2) Aspek Psikis
Stres yang berkaitan dengan pekerjaan yang dapat menimbulkan
ketidakpuasan pada pekerjaan. Hal ini adalah efek psikologis yang paling
jelas dan paling sederhana. Namun stress muncul pada keadaan [sikis
lainnya berupa mudah lupa, pikiran kacau, susah konsentrasi, cemas,
berpikiran obsesif, sukar mengambil keputusan, percaya pada hal hal yang
tidak rasional, sering mengalami mimpi buruk, berbicara sendiri. Termasuk
juga gejala emosional seperti mudah marah, perasaan jengkel, mudah
merasa terganggu, gelisah, cemas, panic, ketakutan, sedih, depresi,
kebutuhan yang tinggi untuk bergantung pada orang lain, perasaan butuh
pertolongan, putus asa, pesimis, tidak berharga, kesepian, menyalahkan diri
sendiri dan frustasi.

3) Aspek Perilaku
Gejala stress dikaitkan dengan perilaku, dalam kehidupan pribadi, seperti:
tidak dapat berhubungan akrab dengan orang lain, tidak asertif, tidak berani
mengambil resiko, menarik diri, tidak punya control hidup, membuat tujuan
tujuan yang tidak realitis, harga diri rendah, tidak termotivasi, sering
membuat kekacauan, mudah bertengkar, merasa terasing, tidak dapat
mengekspresikan perasaan yang sebenarnya. Di dalam kehidupan pekerjaan
seperti: tidak merespon tantangan, kehilangan kreatifitas, performa rendah,
sering absen, aspirasi rendah, motivasi rendah, tidak ada inisiatf, komunikasi
buruk, krisis orientasi, terlalu banyak bekerja, terlalu mengontrol dan tidak
dapat bekerja sama dengan orang lain.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa Aspek-aspek
budaya organisasi yaitu: 1) Aspek fisik. 2) Aspek psikis, 3) Aspek sikap atau
perilaku.

3.

Faktor-faktor Stres Kerja


Biasanya muncul stres yang dialami oleh karyawan disebabkan dari sumber-

sumber stres, Robbins dan Judge (2007) sumber-sumber potensial pemicu stres
yang biasanya muncul antara lain:
a. Faktor faktor Lingkungan:
1) Adanya perubahan siklus bisnis yang menciptakan ketidak pastian
ekonomi.
2) Adanyak ketidakpastian politik
3) Adanya perubahan teknologi

10

b. Faktor faktor Organisasi:


1) Tuntutan tugas, meliputi: desain pekerjaan seseorang, meliputi desain
pekerjaan individual (otonomi, keragaman tugas, tingkat otomatisasi).
2) Tuntutan peran, berkaitan dengan tekanan yang diberikan kepada
seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkannya dalam
organisasi.
3) Tuntutan antar pribadi: adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain.
Tidak adanya dukungan dari kolega dan hubungan antarpribadi yang buruk
dapat menyebabkan stress, terutama di antara para karyawan yang
memiliki kebutuhan sosial tinggi.
c. Faktor faktor pribadi.
1) Adanya masalah keluarga
2) Masalah ekonomi pribadi
3) Kepribadian dan karakter yang melekat pada karyawan
Menurut Wijono (2010) mengemukakan bahwa konsep stres kerja dapat
ditinjau dari beberapa sudut yaitu pertama, stres kerja merupakan hasil dari keadaan
tempat kerja, contoh, keadaan tempat bising, dan ventilasi udara yang kurang baik,
kedua, stres kerja merupakan hasil dari dua faktor organisasi yaitu keterlibatan
dalam tugas dan dukungan organisasi, ketiga, stres terjadi karena faktor workload
juga faktor kemampuan melakukan tugas, keempat, akibat dari waktu kerja yang
berlebihan, kelima adalah faktor tanggung jawab kerja terakhir tantangan yang
muncul dari tugas. Kesimpulan stres kerja merupakan hasil yang disebabkan oleh
faktor-faktor diatas.

11

Menurut Hardjana (dalam Hayat 2008) sumber-sumber stres yaitu :


a. Faktor internal (internal saurces), adalah faktor yang terjadi dalam diri
orang yang terkena stres tersebut.
b. Faktor eksternal (external sources) adalah faktor-faktor yang ada pada
keluarga, lingkungan, baik lingkungan kerja, maupun lingkungan keliling
tempat tinggal.
Menurut Munandar (dalam Hayat, 2008) faktor pekerjaan

yang dapat

menimbulkan stres dapat dikelompokan kedalam lima katagori besar yaitu :


1.Faktor-faktor instrinsik
a) fisik meliputi: bising, vibrasi, hygene.
b) tugas meliputi : kerja shif atau kerja malam, beban kerja, penghayatan
dari resiko dan bahaya.
2.peran dan organisasi
3.pengembangan karir
4.hubungan dalam pekerjaan
5.struktur dan iklim organisasi
Handoko (2012) menyatakan kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan
stres disebut stressor, biasanya karyawan mengalami stres karena kombinasi
stressor. Ada dua kategori penyebab stres yaitu on the job and off the job (dalam
pekerjaan dan luar pekerjaan).
Mengenai on the job (dalam pekerjaan) atau disebabkan oleh masalah didalam
perusahaan yaitu :
1. Beban kerja yang berlebihan
2. Tekanan atau desakan waktu

12

3. Kualitas suvervisi yang jelek


4. Iklim politis yang tidak aman.
5. Umpan balik terhadap pelaksanaan kerja yang tidak sesuai.
6. Wewenang yang tidak mencukupi untuk melakukan tanggung jawab
7. Kemenduaan peranan
8. Frustasi
9. Konflik antar pribadi dan antar kelompok:
a. Perbedaan antara nilai perusahaan dan karyawan.
b. Berbagai bentuk perubahan.
Penyebab stres kerja off the job (diluar pekerjaan) antara lain :
1. Kekuatiran finansial
2. Masalah bersangkutan dengan anak
3. Masalah fisik
4. Masalah perkawinan (perceraian)
5. Perubahan yang terjadi ditempat tinggal.
6. Masalah pribadi lain seperti kematian sanak keluarga.
Dari semua pendapat diatas diambil kesimpulan faktor faktor yang
mepengaruhi stress : 1) faktor lingkungan , 2) faktor organisasi , 3) pribadi.

B. Komitmen Kerja
1.

Pengertian Komitmen Kerja.


Komitmen kerja Menurut Alwi (dalam Yanti 2011) mengartikan komitmen

sebagai sikap karyawan untuk tetap berada dalam organisasi dan terlibat dalam
upaya-upaya mencapai misi nilai-nilai dan tujuan perusahaan. lebih lanjut

13

komitmen adalah bentuk loyalitas yang lebih konkret yang dapat dilihat dari sejauh
mana karyawan mencurahkan perhatian, gagasan dan tanggung jawabnya dalam
upaya mencapai tujuan perusahaan.
Menurut L.Mathis dan John H.Jackson (dalam Sopiah 2008), komitmen
organisasi adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan
organisasional,serta berkeinginan untuk tinggal bersama atau meninggalkan
perusahaan pada akhirnya tercermin dalam ketidakhadiran dan angka perputaran
karyawan.

Menurut

Griffin

(2005),

komitmen

organisasi

(organisational

commitment) adalah sikap yang mencerminkan sejauh mana seseorang individu


mengenal dan terikat pada organisasinya. Seseorang individu yang memiliki
komitmen tinggi kemungkinan akan melihat dirinya sebagai anggota sejati
organisasi.
Menurut Luthans (2007) komitmen kerja adalah sikap loyal anggota
organisasi atau pekerja bawahan dan merupakan proses yang berlangsung secara
terus menerus mereka menunjukkan kepedulian dan kelangsungan sukses
organisasi.
Porter dan Smith (dalam Fikri, 2005) mendefinisikan komitmen kerja sebagai
suatu peristiwa dimana individu sangat tertarik pada tujuan, nilai-nilai dan sasaran
dari perusahaan tempat ia bekerja, komitmen lebih dari sekedar keanggotaan karena
komitmen meliputi sikap menyenangkan pihak perusahaan dan kesediaan untuk
meningkatkan tingkat upaya tinggi bagi kapentingan organisasi demi memperlancar
suatu tujuan.

14

Porter dan Smith (dalam Fikri, 2005) mendefinisikan komitmen pada


organisasi yang memungkinkan seseorang individu yang mempunyai komitmen
yang tinggi untuk:
a. Keinginan kuat untuk menjadi anggota organisasi atau perusahaan yang
bersangkutan.
b. Kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi.
c. Kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap nila-nilai tujuan
organisasi.
Munandar (2004), komitmen organisasi adalah sifat hubungan seorang
individu dengan organisasi dengan memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Menerima nilai-nilai dan tujuan organisasi
b. Mempunyai keinginan berbuat untuk organisasinya
c. Mempunyai keinginan yang kuat untuk tetap bersama dengan organisasin
Dari pendapat diatas dapat diambil kesimpulan Komitmen kerja adalah
sebagai suatau peristiwa dimana individu sangat tertarik pada tujuan, nilai-nilai dan
sasaran dari perusahaan tempat ia bekerja,komitmen lebih dari sekedar keanggotaan
karena komitmen meliputi sikap menyenangkan pihak perusahaan dan kesediaan
untuk meningkatkan tingkat upaya tinggi bagi kepentingan organisasi demi
memperlancar suatu tujuan.

2.

Faktor- Faktor Komitmen Kerja


Banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang

mendukung dan memperkuat komitmen kerja dari karyawan dalam mencapai tujuan
organisasi diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh stress Sopiah (2008)

15

menggolongkan faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada


organisasi yaitu :
a. Karakteristik personal
seperti usia ,jenis kelamin, masa kerja, tingkat pendidikan, kepribadian,
status keluarga/perkawinan, dan lain -lain.
b. Karakteristik pekerjaan
Misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik peran dalam
pekerjaan, tingkat kesulitan dalam pekerjaan, dan lain - lain.
c. Karakteristik struktural
misalnya besar/kecilnya organisasi, bentuk organisasi seperti sentralisasi
atau desentralisasi, kehadiran serikat pekerja dan tingkat pengendalian yang
dilakukan organisasi terhadap karyawan.
d. Pengalaman kerja
Pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh pada terhadap tingkat
komitmen karyawan pada organisasi, Karyawan yang baru beberapa tahun
bekerja dan karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja dalam organisasi
tentu memiliki tingkat komitmen yang berlainan.
Greenberg (2003) menyebutkan bahwa ada empat faktor yang berpengaruh
terhadap komitmen kerja.faktor-faktor tersebut :
a.

berkaitan dengan aspek pekerjaan


semakin tinggi tingkat tanggung jawab dan kemandirian dalam
melaksanakan tugas, semakin sedikit pengulangan dan semakin menarik
pekerjaan yang diberikan individu, maka komitmen yang dimiliki
individu terhadap perusahaan akan semakin tinggi pula., sedangkan
kemungkinan untuk dipromosikan semakin rendah dan semakin tinggi
tingkat ketegangan dalam menjalankan tugas dan makin ambigu tugas
yang dihadapi maka karyawan akan meningkatkan tingkat komitmen
yang rendah.

16

b.

kesempatan kerja
karyawan akan dengan sangat mudah melakukan turn over bila
kesempatan kerja yang ditawarkan perusahaan lain semakin besar dan
semakin besar kehendak untuk mencari beberapa alternatif-alternatif, hal

c.

ini akan berakibat pada rendahnya tingkat komitmen karyawan.


karakteristik pribadi
karyawan yang berumur tua dengan kedudukan tetap atau senioritas dan
puas dengan hasil yang telah dicapai cendrung memiliki komitmen kerja

d.

yang lebih tinggi dari pada yang lain.


beberapa aspek yang berhubungan dengan kondisi kerja
semakin puas seseorang dengan atasannya, keadilan dalam penilaian
kinerja (performance appraisal) dan merasa bahwa pihak perusahaan
memperhatikan kesejahteraannya, maka semakin tinggi komitmen
kerjanya.

Komitmen pegawai pada organisasi tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui
proses yang cukup panjang dan bertahap. Steers (dalam Sopiah, 2008) menyatakan
tiga faktor yang mempengaruhi komitmen seorang karyawan antara lain :
a. Ciri pribadi pekerja termasuk masa jabatannya dalam organisasi, dan variasi
kebutuhan dan keinginan yang berbeda dari tiap karyawan
b.

Ciri pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan


rekan sekerja.

c. Pengalaman kerja, seperti keterandalan organisasi di masa lampau dan cara


pekerja-pekerja lain mengutarakan dan membicarakan perasaannya tentang
organisasi.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut di atas tentang faktor-faktor
komitmen maka dapat disimpulkan bahwa komitmen kerja dipengaruhi oleh

17

karakteristik pribadi, kondisi kerja yang ada diperusahaan tersebut, pengalaman


kerja dan struktur yang ada diperusahaan tersebut.

3.

Dimensi Komitmen Kerja


Dimensi komitmen menurut Meyer dan Allen (1997) merumuskan tiga

komponen yang mempengaruhi komitmen organisasi sehingga karyawan memilih


tetap atau meninggalkan organisasi berdasarkan norma yang dimilikinya.
Komponen-komponen tersebut adalah:
a. Affective commitment (Komitmen yang berpengaruh)
Affective commitment adalah seseorang menjadi anggota organisasi karena
ia menginginkan (want to), ini meliputi keadaan emosional dari karyawan
untuk menggabungkan diri, menyesuaikan diri dan berbaur langsung dalam
organisasi.
b. Continuance commitment (Komitmen berkelanjutan)
Continuance commitment adalah komitmen yang didasarkan pada
penghargaan yang diharapkan karyawan untuk dapat tetap berada dalam
organisasi. Dengan kata lain seseorang menjadi anggota organisasi sebab ia
merasa membutuhkan (need to).
c. Normative commitment (Komitmen normatif)
Normative commitment adalah seseorang menjadi anggota organisasi sebab
ia merasa harus melakukan sesuatu (ought to), ini meliputi perasaan
karyawan terhadap kewajiban untuk tetap tinggal dalam organisasi.
Meyer dan Allen berpendapat bahwa setiap komponen memiliki dasar yang
berbeda. Karyawan dengan komponen afektif tinggi, masih bergabung dengan
organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Sementara itu

18

karyawan dengan komponen continuance tinggi, tetap bergabung dengan organisasi


tersebut karena mereka membutuhkan organisasi. Karyawan yang memiliki
komponen normatif yang tinggi, tetap menjadi anggota organisasi karena mereka
harus melakukannya.
Setiap karyawan memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda berdasarkan
komitmen organisasi yang dimilikinya. Karyawan yang memiliki komitmen
organisasi dengan dasar afektif memiliki tingkah laku berbeda dengan karyawan
yang berdasarkan continuance. Karyawan yang ingin menjadi anggota akan
memiliki keinginan untuk menggunakan usaha yang sesuai dengan tujuan
organisasi. Sebaliknya, mereka yang terpaksa sebagai anggota akan menghindari
kerugian finansial dan kerugian lain, mungkin hanya melakukan usaha yang tidak
maksimal. Sementara itu, komponen normatif yang berkembang sebagai hasil dari
pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang
dimiliki karyawan. Komponen normatif yang menimbulkan perasaan kewajiban
pada pegawai untuk memberi balasan atas apa yang telah diterimanya dari
organisasi.
Menurut Harriette (1995) ada tiga macam bentuk komitmen, yaitu:
a. Continuance commitment
Merupakan dedikasi dari karyawan suatu perusahaan demi kelangsungan
hidup suatu organisasi. Jika anggota telah berkorban untuk terlibat atau
tetap menjadi karyawan dari suatu perusahaan, mereka akan lebih
mencintai perusahaan tersebut.
b. Cohesion commitment

19

Suatu keterkaitan terhadap hubungan sosial dalam suatu perusahaan,


sebagai hasil dari teknik-teknik ataupun upacara yang dilakukan demi
tercapainya kesatuan. Misalnya diadakannya orientasi bagi karyawan baru.
c. Control commitment
Keterkaitan para karyawan terhadap norma atau aturan suatu perusahaan
yang membentuk perilaku kearah yang dikehendaki.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut diatas tentang dimensi komitmen
kerja maka dapat disimpulkan secara umum bahwa komitmen itu dapat dibagi
menjadi tiga bagian yaitu affective commitment, normative commitment,
continuance commitment. Ketiga macam komitmen tersebut berhubungan erat satu
dengan yang lainnya. Organisasi sering menggunakan ketiga pendekatan tersebut
untuk mengembangkan komitmen kerja pada karyawan.

C. Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian adalah :
1) Terdapat perbedaan stres kerja pada karyawan yang sudah menikah dengan
karyawan yang belum menikah.
2) Terdapat perbedaan komitmen kerja pada karyawan yang sudah menikah
dengan karyawan yang belum menikah.

20

Melalui kedua hipotesis tersebut diperoleh simpulan bahwa terdapat


perbedaan yang signifikan mengenai tingkat stress kerja dan komitmen kerja
karyawan yang sudah menikah dengan karyawan yang belum menikah.

D. Kerangka Berpikir
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa tuntutan kehidupan kayawan
yang sudah menikah dengan yang belum menikah tidak sama. Karyawan yang
sudah menikah harus menghidupi atau membiayai kebutuhan hidup keluarganya,
sedangkan yang belum menikah kebanyakan hanya untuk memenuhi kebutuhan
pribadinya saja. Makin beratnya tuntutan hidup karyawan, maka akan menimbulkan
tekan secara psikologis untuk lebih keras dalam bekerja. Kondisi ini lambat laun
menimbulkan stress bagi karyawan. Tingkat stress yang diderita tergantung besaran
tekanan pekerjaan yang harus dikerjakan.
Biasanya muncul stres yang dialami oleh karyawan disebabkan dari sumbersumber stres, Robbins dan Judge (2007) sumber-sumber potensial pemicu stres
yang biasanya muncul antara lain 1)Faktor faktor Lingkungan: seperti Adanya
perubahan siklus bisnis yang menciptakan ketidak pastian ekonomi.Adanyak
ketidakpastian politikAdanya perubahan teknologi. Sedangkan Faktor faktor
Organisasi: yaitu Tuntutan tugas, meliputi: desain pekerjaan seseorang, meliputi
desain

pekerjaan

individual

(otonomi,

keragaman

tugas,

tingkat

otomatisasi).Tuntutan peran, berkaitan dengan tekanan yang diberikan kepada


seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkannya dalam
organisasi.Tuntutan antar pribadi: adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan
lain. Tidak adanya dukungan dari kolega dan hubungan antarpribadi yang buruk

21

dapat menyebabkan stress, terutama di antara para karyawan yang memiliki


kebutuhan sosial tinggi.
Beehr dan Newman (dalam Luthans, 2007) mengklasifikasikan tiga aspek
stress kerja, yaitu: 1) Umumnya gejala fisik /Aspek Fisik yang tampak dapat berupa
sakit pada dahi, migrant, sakit pada punggung, tekanan di leher dan tenggorokan,
susah menelan, kram otot, susah tidur, kehilangan gairah seksual, kaki dan tangan
dingin, lelah, tekanan darah tinggi, denyut nadi cepat, kehilangan selera makan,
gangguan pencernaan dan gangguan pernapasan, 2) stress juga muncul pada
keadaan gejala / Aspek Psikis lainnya berupa mudah lupa, pikiran kacau, susah
konsentrasi, cemas, berpikiran obsesif, sukar mengambil keputusan, percaya pada
hal hal yang tidak rasional, sering mengalami mimpi buruk, berbicara sendiri.
Termasuk juga gejala emosional seperti mudah marah, perasaan jengkel, mudah
merasa terganggu, gelisah, cemas, panic, ketakutan, sedih, depresi, kebutuhan yang
tinggi untuk bergantung pada orang lain, perasaan butuh pertolongan, putus asa,
pesimis, tidak berharga, kesepian, menyalahkan diri sendiri dan frustasi. 3)Gejala
stress dikaitkan dengan Aspek Perilaku, dalam kehidupan pribadi, seperti: tidak
dapat berhubungan akrab dengan orang lain, tidak asertif, tidak berani mengambil
resiko, menarik diri, tidak punya control hidup, membuat tujuan tujan yang tidak
realities, harga diri rendah, tidak termotivasi, sering membuat kekacauan, mudah
bertengkar, merasa terasing, tidak dapat mengekspresikan perasaan yang
sebenarnya. Sedangkan dalam kehidupan pekerjaan seperti: tidak merespon
tantangan, kehilangan kreatifitas, performa rendah, sering absen, aspirasi rendah,
motivasi rendah, tidak ada inisiatf, komunikasi buruk, krisis orientasi, terlalu
banyak bekerja, terlalu mengontrol dan tidak dapat bekerja sama dengan orang lain.

22

Karyawan yang sudah menikah cenderung memiliki komitmen kerja yang


lebih tinggi daripada karyawan yang belum menikah. Sebab selain tuntutan
kebutuhan, dipengaruhi juga oleh susahnya mencari pekerjaan. Sementara mereka
harus memenuhi kebutuhan hidup dan keluarga mereka. Lain halnya dengan
karyawan yang belum menikah, mereka tidak terpengaruh dengan pemecatan akibat
melanggar komitmen kerja. Terlebih jika mereka menemukan pekerjaan baru yang
lain atau pekerjaan dengan tingkat stress yang lebih rendah. Sebab, karyawan yang
belum menikah yang memiliki komitmen kerja lebih rendah daripada karyawan
yang sudah menikah umumnya hanya bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup
pribadinya saja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat stress dan komitmen
kerja karyawan yang sudah menikah dan belum menikah terdapat perbedaan.
Dimensi komitmen menurut Meyer dan Allen (1997) merumuskan tiga
komponen yang mempengaruhi komitmen organisasi sehingga karyawan memilih
tetap atau meninggalkan organisasi berdasarkan norma yang dimilikinya.
Komponen-komponen tersebut adalah: 1)Affective commitment (Komitmen yang
berpengaruh) 2)Continuance commitment (Komitmen berkelanjutan) 3)Normative
commitment (Komitmen normatif).
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain penelitian
Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian komparatif yaitu penelitian
yang bersifat membandingkan. Penelitian inidilakukan untuk membandingkan
persamaan dan perbedaan dua atau lebih fakta-fakta dan sifat-sifat objek yang di
teliti berdasarkan kerangka pemikiran tertentu. Pada penelitian ini variabelnya

23

masih mandiri tetapi untuk sampel yang lebih dari satu atau dalam waktu yang
berbeda. Menurut Riduwan (2010) penelitian komparatif adalah sejenis penelitian
deskriptif yang ingin mencari jawaban secara mendasar tentang sebab-akibat,
dengan menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu
fenomena tertentu.
Jadi peneitian komparatif adalah jenis penelitian yang digunakan untuk
membandingkan antara dua kelompok yaitu kelompok yang menikah dan belum
menikah dari dua variabel tertentu yaitu stress dan komitmen. Dengan demikian
penelitian ini membandingkan perbedaan 1) perbedaan stress antara kelompok yang
menikah dan kelompok yang belum menikah, 2) perbedaan komitmen antara
kelompok yang menikah dan kelompok yang belum menikah.

B. Definisi Operasional
Dalam penelitian ini, definisi operasional dari variabel yang diteliti adalah
sebagai berikut :

1.

Stres kerja

23

Stress kerja adalah suatu kondisi yang muncul akibat interaksi antara
individu dengan pekerjaan mereka, berkonfrontasi dengan suatu peluang dan
terdapat ketidaksesuaian antara kendala dan tuntutan yang dikaitkan dengan
tinjauan kerja akibat perubahan perubahan yang tidak jelas terjadi di tempat kerja.

24

Stres kerja diukur dengan menggunakan skala dari aspek aspek

yang

disusun oleh Beehr dan Newman (dalam Luthans, 2007) mengklasifikasikan tiga
aspek stress kerja, yaitu: 1) Aspek Fisik, 2) Aspek Psikis, 3) Aspek Perilaku
2.

Komitmen kerja
Komitmen kerja adalah sebagai sesuatu peristiwa dimana individu sangat

tertarik pada tujuan, nilai-nilai dan sasaran dari perusahaan tempat ia


bekerja,komitmen lebih dari sekedar keanggotaan karena komitmen meliputi sikap
menyenangkan pihak perusahaan dan kesediaan untuk meningkatkan tingkat upaya
tinggi bagi kepentingan organisasi demi memperlancar suatu tujuan.
Komitmen kerja diukur dengan menggunakan skala yang disusun oleh Meyer
dan Allen (1997), adapun dimensi dari komitmen kerja adalah: 1) Affective
commitment (Komitmen

yang berpengaruh), 2) Continuance commitment

(Komitmen berkelanjutan), 3) Normative commitment (Komitmen normatif).

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel


1.

Populasi penelitian
Menurut Sugiyono (2011) populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya.
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh karyawan
dan karyawati Kantor Pemerinthan Propinsi Riau, Badan Penelitian Dan
Pengembangan (BPP) yang karyawannya berjumlah 132 orang, ditambah

25

dengan karyawan / karyawati KPU Propinsi Riau yang berjumlah 68


orang, jadi jumlah populasi menjadi 200 orang.
2.

Sampel
Menurut Sugiyono (2011) sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik sampling yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sampling kuota. Sugiyono (2011)
mengatakan sampling kuota adalah teknik untuk menentukan sampel dari
populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang
diinginkan. Jumlah atau kuota yang diinginkan untuk penelitian ini adalah
62 sampel yaitu 31 orang yang sudah menikah dan 31 orang yang belum
menikah.
Adapun teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Purposive Random sampling, yaitu semua subjek
yang mempunyai ciri dan karakteristik yang telah ditentukan memiliki
kesempatan untuk menjadi sampel penelitian. Ciri dan karakteristik yang
dimaksud pada penelitian ini adalah:
1) Tercatat sebagai pegawai BPP maupun KPU Provinsi Riau.
2) Pendidikan terakhir : a) Tamatan Akademi atau D3, b) Tamatan
Perguruan Tinggi atau S1, c) Tamatan Perguruan Tinggi S2.
Penelitian dilakukan di dua tempat yaitu di kantor BPP Provinsi Riau
dan KPU Provinsi Riau yang berada di kecamatan Pekanbaru Kota, kedua
kantor tersebut bersebelahan gedungnya. Kegiatan penelitian diawali
dengan kegiatan penyusunan proposal dan selanjutnya pengumpulan data.

26

D. Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala psikologi yang
fungsinya mengungkap atribut atribut yang dijadikan variable dalam penelitian
ini.. Alasan digunakannya skala psikologi dalam pengumpulan data pada penelitian
ini, karena skala memiliki karakteristik sebagai berikut Azwar, (2003 ). Untuk
memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini menggunakan kuesioner
dengan skala likert.
Dalam metode skala likert terdapat aitem-aitem berupa pernyataan-pernyataan
yang bersifat favourable, yaitu pernyataan-pernyataan yang bersifat mendukung,
dan pernyataan-pernyataan unfavourable, yaitu pernyataan-pernyataan yang bersifat
tidak mendukung. Responden diminta untuk menyatakan kesetujuan dan
ketidaksetujuannya terhadap isi pernyataan dalam empat kemungkinan jawaban
yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju
(STS).
Nilai atau skor yang diberikan untuk pernyataan favourable adalah sebagai
berikut: Sangat Setuju (SS)= 4, Setuju (S) = 3, Tidak Setuju (TS) = 2, dan Sangat
Tidak Setuju (STS) = 1. Nilai atau skor yang diberikan untuk pernyataan
unfavourable yaitu: Sangat Setuju (SS) = 1, Setuju (S) = 2, Tidak Setuju (TS) = 3,
dan Sangat Tidak Setuju (STS) = 4.
Semakin tinggi skor yang diperoleh untuk kuesioner gejala stres berarti
semakin tinggi tingkat stres pada pegawai yang sudah menikah dan pegawai yang
belum menikah tersebut, semakin rendah skor yang diperoleh berarti semakin
rendah juga gejala stres pada pegawai yang sudah menikah dan pegawai yang
belum menikah tersebut. Semakin tinggi skor untuk kuesioner komitmen pegawai

27

yang sudah menikah dan pegawai yang belum menikah berarti semakin tinggi
komitmen pegawai yang sudah menikah dan pegawai yang belum menikah tersebut,
dan semakin rendah hasil kuesioner komitmen kerja pegawai yang sudah menikah
dan pegawai yang belum menikah berarti semakin rendah komitmen kerja pegawai
yang sudah menikah dan pegawai yang belum menikah tersebut.
Skala yang diungkapkan dalam penelitian ini adalah skala yang mencakup
varibel yang akan diteliti yaitu skala stress kerja dan komitmen kerja.
1.

Skala Stress Kerja


Skala stres kerja mengacu pada aspek-aspek fisiologis, psikologis, behavior

problem, sikap. Skala ini terdiri dari beberapa pernyataan sesuai, ynag disusun oleh
Beehr dan Newman (dalam Luthans, 2007) mengklasifikasikan tiga aspek stress
kerja, yaitu: a) Aspek Fisik, b) Aspek Psikis, c) Aspek Perilaku, dapat dilihat pada
table sebagai berikut:

No

Tabel 3.2
Blue Print Skala Stres Kerja Sebelum Uji Coba (Try Out)
Item
Dimensi
Indikator
Favorable

Jumlah

28

Aspek
Fisik

Aspek
Psikis

1.
2.
3.

Sering pusing
Sering sakit disekitar punggung
Sering sakit di leher dan
tenggorokan
4. Sulit menelan makanan pada
waktu makan
5. Sering Kram Otot
6. Susah tidur
7. Sering kehilangan gairah seksual
8. Kaki dan tangan sering dingin
9. Mudah lelah
10. Tekanan darah sering tinggi

9,10
11,12
13,14
15,16
17,18
19,20

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

21,22,
23,24
25,26,
27,28
,29,30
,31,32
,33,34

Mudah lupa
Pikiran Sering Kacau
Susah Konsentrasi
Sering Cemas
Berpikiran obsesif
Susah mengambil keputusan
Sering percaya kepada hal-hal yg
tidak rasional
8. Sering mengalami mimpi buruk
9. Sering berbicara sendiri
10. Sering marah,jengkel, gelisah,
panik, takut, sedih, depresi, putus
asa, pesimis, tidak berharga,
kesepian,
menyalahkan
diri
sendiri dan prustasi
Aspek
1. Tidak merespon tantangan
Perilaku 2. Kehilangan kreativitas
3. Performa rendah
4. Sering Absen
5. Kurang motivasi
6. Kurang inisiatif
7. Komunikasi buruk
8. Krisis orientasi
9. Terlalu mengontrol
10. Kurang bisa bekerjasama dengan
orang lain
TOTAL
Skala ini terdapat

1,2,
3,4
5,6

20

7,8

22

,35,36
,37,38
,39,40,41,42

43,44
,45,46
,47,48
,49,50
,51,52
,53,54
,55,56
,57,58
,59,60
,61,62

20

62

62

empat tingkatan jawaban, dimana setiap jawaban

mempunyai skor yang berbeda-beda yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju
(TS), sangat tidak setuju (STS). Penilaian favorable untuk jawaban sangat setuju

29

(SS) mendapat skor empat, setuju (S) mendapat skor tiga,

tidak setuju (TS)

mendapat skor dua, sangat tidak setuju (STS) mendapat skor satu. Penrnyataan
unfavorable untuk jawaban sangat tidak setuju (STS) mendapat skor empat, tidak
setuju (TS) mendapat skor tiga, setuju (S) mendapat skor dua, sangat setuju (SS)
mendapat skor satu.
2.

Skala Komitmen
Komitmen kerja dapat diukur dengan menggunakan skala yang disusun oleh

Meyer dan Allen (1990), adapun dimensi dari komitmen kerja adalah: a) Affective
commitment (Komitmen yang berpengaruh), b) Continuance commitment
(Komitmen berkelanjutan), c) Normative commitment (Komitmen normatif), dapat
dilihat pada table sebagai berikut:

Tabel 3.3
Blue Print Skala Komitmen Kerja Sebelum Uji Coba (Try Out).
No

Dimensi

Indikator

Item

Jumlah

30

Affective
Commitmen
t

Continuanc
e
Commitmen
t

Normative
Commitmen
t

TOTAL

Favorable Unfavorable
Seseorang
menjadi 4,6,16,
1,12,14
anggota
organisasi, 22,26
20,30
karena
ia
menginginkan (want
to),
ini
meliputi
keadaan
emosional
dari karyawan
untuk menggabungkan
diri,
menyesuaikan
diri
dan
berbaur
langsung
dalam
organisasi.
Komitmen
yang 9,17,19,
8,11,13
didasarkan
pada 25,29
24,27
penghargaan
yang
diharapkan karyawan
untuk dapat tetap
berada
dalam
organisasi.
Dengan
kata lain seseorang
menjadi
anggota
organisasi sebab ia
merasa membutuhkan
(need to).
Seseorang
menjadi 2,3,15,
5,7,10,
anggota
organisasi 18,21
23,28
sebab ia merasa harus
melakukan
sesuatu
(ought to), ini meliputi
perasaan
karyawan
terhadap
kewajiban
untuk tetap tinggal
dalam organisasi.
15
15

Skala ini terdapat

10

10

10

30

empat tingkatan jawaban, dimana setiap jawaban

mempunyai skor yang berbeda-beda yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju
(TS), sangat tidak setuju (STS). Penilaian favorable untuk jawaban sangat setuju
(SS) mendapat skor empat, setuju (S) mendapat skor tiga,

tidak setuju (TS)

mendapat skor dua, sangat tidak setuju (STS) mendapat skor satu. Penrnyataan
unfavorable untuk jawaban sangat tidak setuju (STS) mendapat skor empat, tidak

31

setuju (TS) mendapat skor tiga, setuju (S) mendapat skor dua, sangat setuju (SS)
mendapat skor satu.
E. Validitas dan Reliabilitas
Validitas maupun reliabilitas alat ukur harus ditentukan terlebih dahulu
sebelum alat itu digunakan dalam satu penelitian.hal ini disebabkan agar pengukur
yang dilakukan dapat memperoleh hasil yang baik dan daat dipercaya Hadi (2004).
1. Validitas
Azwar (2003) mengatakan bahwa validitas berasal dari kata validity
yang arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam
melakukan fungsi ukurannya, validitas pada dasarnya menunjukan kepada
derajad fungsi mengukurnya suatu tes. Menurut Azwar (2003), suatu alat ukur
akan dikatakan valid, ketika alat ukur tersebut mampu mengukur atribut yang
seharusnya diukur. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi
apabila tes tersebut menjalankan fungsi ukurannya atau memberikan hasil
ukur yang tepat dan akurat sesuai dengan maksud pengukurannya.
Pengelolahan data selanjutnya menggunakan SPSS Versi 17.0 for windows.
2. Reliabilitas
Menurut Azwar (2003) reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu
pengukuran dapat dipercaya guna mengetahui koefisien uji reliabilitas,
dilakukan untuk mengetahui sejauh mana alat ukur mempunyai konsistensi
relatif tetap jika dilakukan pengukuran ulang terhadap subyek yang sama.
Semakin tinggi koefisien korelasi berarti menunjukan reliabilitas makin baik.

32

Pada penelitian ini, reliabilitas dihitung dengan menggunakan rumus


koefisien reliabilitas alpha (a), koefisien reabilitas alpha diperoleh

lewat

penyajian suatu bentuk skala yang dikenakan hanya sekali saja pada
sekelompok responden Azwar (2003). Reliabilitas dalam aplikasi dinyatakan
oleh koefisien reabilitas yang angkanya beradal dalam rentang 0 sampai 1,00.
Koefisien reliabilitas yang mendekati 1,0 maka semakin tinggi reliabilitasnya,
sebaliknya koefisien reliabilitas yang mendekati 0, maka semakin rendah
tingkat reliabilitasnya (Azwar 2003).

F. Teknik Analisa Data


Menganilis data dalam penelitian ini, penulis menggunakan analisis statistik
berupa:
1. Sesuai dengan masalah yang dikemukakan, maka untuk menelaah atau
menentukan tingkat ketepatan permasalahan dalam penelitian ini digunakan
analisa perbedaan tingkat stress kerja dan komitmen kerja pada karyawan
yang menikah dan yang belum menikah, maka penulis menggunakan
program SPSS for Windows Ver. 17.
2. Untuk Uji secara Parsial (Uji t) yaitu:
Untuk menguji hipotesis penelitian ini dilakukan dengan Uji signifikansi
dengan ketentuan apabila t signifikan < (alpa) 0,05 H 0 ditolak Ha diteriima
dengan kata lain ada pengaruh variabel terhadap variabel dependent, dan
sebaliknya apabila t signifikan > (alpa) 0,05 H 0 diterima Ha ditolak dengan
kata lain tidak ada pengaruh variabel terhadap variabel dependent Santoso,

33

( 2003). Untuk variable stress kerja, skor stress kerja karyawan yang sudah
menikah dengan skor stress kerja karyawan yang belum menikah. Demikian
juga variable komitmen kerja karyawan yang sudah menikah dentan
karyawan yang belum menikah

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.

Prosedur Penelitian
1.

Proses Perizinan
Sebelum penelitian dilakukan terlebih dahulu peneliti mengurus prosedur

izin penelitian, persiapan-persiapan yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut:


hal yang dilakukan dimulai dengan meminta surat izin fakultas Psikologi
Universitas Islam Riau bertanggal 02 April 2014 dengan E-UIR/05-F.Psi/2014 dan
E-UIR/05-F.Psi/2014 yang dialamatkan kepada badan Kesbangpol dan Linmas
Provinsi Riau dan dilanjuti ke Balitbang Provinsi Riau.
Tanggal 02 April 2014 surat diserahkan kepada kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan (BPP) dan kepada KPU Provinsi Riau di Pekanbaru, dan tanggal 10
April 2014 diperoleh izin penelitian dari kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan (BPP) dan KPU Provinsi Riau dan pada tanggal 12 April 2014
diperoleh izin penelitian dari kepala Balitbang Provinsi Riau.
2.

Persiapan dan Pelaksanaan Uji Coba


Suatu alat ukur sebelum dipakai harus dilakukan uji coba terlebih dahulu,

untuk mengetahui ketepatan dan kecermatannya dalam melakukan fungsi ukurnya.


Tahapan

persiapan

ujicoba

merupakan

proses

pengembangan

instrument

komunikasi interpersonal, motivasi berafiliasi, dan intensi prososial, antara lain


pendefinisian alat ukur, memilih model skala yang akan digunakan, dan membuat
pernyataan/ pertanyaan. Dalam pendefinisian alat ukur, merumuskan tujuan dibuat
alat ukur, apa saja yang akan diukur, dasar konseptual teoritis yang digunakan, dan
34

35

subjek yang akan dikenai instrumen. Selanjutnya dalam membuat butir


pernyataan/pertanyaan, seorang penulis pengembang instrument akan membuat
kisi-kisi instrumen terlebih dahulu yang dikembangkan berdasarkan pada teori yang
diacunya. Persiapan pengujian instrument penelitian meliputi yang mempersiapkan
instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala alat stres kerja dan
skala komitmen kerja yang nantinya akan dibagikan pada pegawai / sampel ujicoba.
Persiapan penelitian juga meliputi yang mempersiapkan izin melakukan penelitian
dari Universitas yang diteruskan kepada Kepala Balitbang Provinsi Riau dan Ketua
KPU Provinsi Riau.
3.

Hasil Ujicoba
Suatu alat ukur sebelum dipakai harus dilakukan uji coba terlebih dahulu,

untuk mengetahui ketepatan dan kecermatannya dalam melakukan fungsi ukurnya,


hal ini dikenal dengan validitas. Suatu alat ukur dapat dikatakan memiliki validitas
yang tinggi, bila alat ukur tersebut mampu menjalankan fungsi ukurnya atau
memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud yang dilakukan. Tinggi
rendahnya validitas dinyatakan dengan angka yangdisebut koefisien validitas
Azwar, (2003).
a.

Skala Stres Kerja


Hasil uji validitas variabel stres kerja, dari 62 aitem pernyataan, 55 aitem

memiliki r

hitung

> dari r

tabel

pernyataan yang memiliki r

0,254 dan dinyatakan (valid), dan terdapat 7 aitem


hitung

< dari r

tabel

dan dinyatakan (drop). Dengan

demikian dari 62 aitem pernyataan, 55 aitem valid dan 7 aitem drop.

36

Berdasarkan hasil uji validitas untuk variabel stres kerja dapat disimpulkan
aitem pernyataan yang tidak valid (drop), yaitu aitem pernyataan nomor 19, 28, 34,
37,41 60, 61 dengan demikian aitem pernyataan yang digunakan untuk penelitian
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.1
Blue Print Skala Stres Kerja Untuk Penelitian (Setelah Try Out)
No
1
2
3

b.

Aspek

Sebaran Item
1,2,3,4,5, 6,7,8,9,10,
11,12,13,14,15,16,17,18, 20
21,22,23,24,25,26,27,29,30,31,32,
33,35,36,38,39,40,42
43,44,45,46,47,48,49,50,51,52,53,
54,55,56,57,58,59,62
Jumlah

Gejala Fisik
Aspek Psikis
Aspek prilaku

Jumlah
19
18
18
55

Skala Komitmen Kerja


Hasil uji validitas variabel komitmen kerja, dari 30 aitem pernyataan, 27

aitem memiliki r hitung > dari r tabel 0,254 dan dinyatakan (valid), dan terdapat 3 aitem
pernyataan yang memiliki r

hitung

< dari r

tabel

dan dinyatakan (drop). Dengan

demikian dari 30 aitem pernyataan, 27 aitem valid dan 3 aitem drop.


Berdasarkan hasil uji validitas, aitem pernyataan yang tidak valid (drop),
yaitu aitem pernyataan nomor 3, 17, 26 dengan demikian aitem pernyataan yang
digunakan untuk penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.2
Blue Print Skala Komitmen Kerja Untuk Penelitian (Setelah Try Out)
No
Aspek
1 Affective Commitment
2 Continuance Commitment
3 Normative Commitment
Jumlah

Sebaran Item

Total

4,6,16,22,1,12,14,20,30
9,19,25,2,18,11,13,24,27
2,15,18,21,5,7,10,23,28

9
9
9
27

37

B.

Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 15 April 2014 dengan
jumlah sampel 62 orang pegawai Balitbang Provinsi Riau yang terdiri dari 31 orang
pegawai yang sudah menikah dan 31 orang pegawai yang belum menikah. Saat
penyebaran skala peneliti dibantu oleh kepala Balitbang Provinsi Riau dalam
mengumpulkan dan mendata sampel yang akan diteliti, dengan menjelaskan
terlebih dahulu apa yang hendak diteliti dan bagaimana kriteria yang menjadi
sampel.
Penelitian dilaksanakan ketika jam istirahat berlangsung kemudian
membagikan skala kepada sampel yang sebelumnya telah diberi pengarahan
mengenai tata cara pengisian skala. Setiap subjek memperoleh satu booklet skala
yang berisi dua skala yaitu, skala stress kerja sebanyak 55 item dan skala komitmen
kerja yang berjumlah 27 item.
1.

Demografi Responden Berdasarkan Usia


Tabel 4.3
Demografi Responden berdasarkan Usia
Usia
20-30
31-40
41-50
50 Keatas

Belum Menikah
F
%
27
20.30
2
1.50
1
0.75
1
0.75
31
23.31

Sudah Menikah
F
%
16
12.03
43
32.33
39
29.32
4
3.01
102
76.69

Responden dikelompokkan berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 4.3,


diketahui bahwa mayoritas responden yang berusia 31 tahun 40 tahun yaitu
sebanyak 33.83%. Kemudian responden yang berusia 20 tahun 30 tahun sebanyak

38

32.33%. Kemudian responden yang berusia 41 tahun 50 tahun sebanyak 30.08%.


Sedangkan mereka yang berumur 40 tahun keatas 3.76%.
Pendidikan dalam penelitian ini adalah jenjang pendidikan yang ditempuh
oleh responden. Dari hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini:
Tabel 4.4
Demografi Responden berdasarkan Pendidikan Terakhir
Belum Menikah
F
%
D3
6
4.51
S1
24
18.05
S2
1
0.75
Jumlah
31
23.31
Sumber : Data yang diolah (2014)
Tingkat Pendidikan

Sudah Menikah
F
%
10
7.52
83
62.41
9
6.77
102
76.69

Jumlah

16
107
10
133

12.03
80.45
7.52
100

Berdasarkan tingkat pendidikan, dapat diketahui bahwa mayoritas


responden adalah berpendidikan S1 (strata 1) sebanyak 80.45%. Kemudian mereka
yang berpendidikan D3 (diploma 3) sebanyak 12.03%, dan S2 (strata 2) sebanyak
7.52%
Responden dikelompokkan berdasarkan lamanya bertugas dapat dilihat
pada tabel 4.5. Diketahui bahwa responden yang bertugas di bawah 1 tahun
sebanyak 5.26%. Responden yang bertugas lebih dari 1- 5 tahun ada sebanyak
50.38%. Responden yang bertugas lebih dari 6-10 tahun ada sebanyak 38.35%. Dan
responden yang bertugas di atas 10 tahun 6.02%.

Tabel 4.5 Demografi Responden berdasarkan Lamanya Bertugas Responden


Belum Menikah
Sudah Menikah
Masa Kerja
Jumlah
%
(Tahun)
F
F
%
%
7
<1
2
1.50
5
3.76
5.26

39

15
27
6 10
1
di atas 10 tahun
1
Jumlah
31
Sumber : Data yang diolah (2014)
C.

20.30
0.75
0.75
23.31

40
50
7
102

30.08
37.59
5.26
76.69

67
51
8
133

50.38
38.35
6.02
100.00

Deskripsi Data Penelitian


Data penelitian ini menyangkut perbedaan antara stres kerja dan komitmen
kerja pada pegawai yang sudah menikah dengan pegawai yang belum menikah.
Untuk memperoleh gambaran mengenai karakteristik sampel dilakukan melalui
deskripsi data skor dari subyek penelitian untuk masing-masing variabel.
Tabel 4.6
Deskripsi Statistik Penentuan Batas Kategori Skor

stresnikah
stresTnikah
komitnikah
komitTnikah

Min
55
55
27
27

Skor Hipotetik
Max Mean
220
137.5
220
137.5
108
67.5
108
67.5

SD
27.5
27.5
13.5
13.5

Skor Empirik
Min Max Mean
174 210 194.09
177 220 189.58
82 108 97.58
81 100 91.71

SD
8.21
11.804
5.854
4.948

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap stresnikah (sudah menikah)


menghasilkan Skor empirik pegawai Balitbang Provinsi Riau dan KPU Provinsi
Riau, diperoleh skor terendah yang dicapai responden adalah 174 dan skor tertinggi
adalah 210. Perhitungan terhadap distribusi skor stress menikah menghasilkan: (1)
skor rata-rata = 194.09; (2) simpangan baku = 8.21. Sedangkan pengukuran
terhadap stresTnikah (belum menikah) menghasilkan skor empirik terendah yang
dicapai responden adalah 177 dan skor tertinggi adalah 220. Perhitungan terhadap
distribusi skor stresTnikah(stres yang tidak menikah) menghasilkan: (1) skor ratarata = 189.58; (2) simpangan baku = 11.804.

40

Dan berdasarkan hasil perhitungan terhadap komitnikah (komitmen yang


sudah menikah) menghasilkan skor empirik pegawai Balitbang Provinsi Riau dan
KPU Provinsi Riau, diperoleh skor terendah yang dicapai responden adalah 82 dan
skor tertinggi adalah 108. Perhitungan terhadap distribusi skor komitnikah
(komitmen yang sudah menikah) menghasilkan: (1) skor rata-rata = 97.58; (2)
simpangan baku = 5.854. Sedangkan pengukuran terhadap komitmenTnikah
(komitmen yang belum menikah) menghasilkan skor empirik terendah yang dicapai
responden adalah 81 dan skor tertinggi adalah 100. Perhitungan terhadap distribusi
skor komitTnikah(komitmen yang belum menikah) menghasilkan: (1) skor rata-rata
= 91.71; (2) simpangan baku = 4.948.
Dan berdasarkan distribusi frekuensi data stres kerja yang menikah dan belum
menikah dan komitmen kerja yang menikah dan belum menikah pada deskripsi skor
sebagai berikut: 1) untuk stres yang sudah menikah yang berjumlah 102 orang,
dengan skor adalah sebagai berikut: a) skor sangat tinggi sebanyak 6 orang, b) skor
tinggi sebanyak 26 orang, c) skor sedang sebanyak 44 orang, d) skor rendah
sebanyak 17 orang, e) skor sangat rendah sebanyak 9 orang, 2) untuk stres yang
beelum menikah yang berjumlah 31 orang, dengan skor sebagai berikut: a) skor
sangat tinggi sebanyak 2 orang, b) skor tinggi sebanyak 8 orang, c) skor sedang
sebanyak 12 orang, d) skor rendah sebanyak 6 orang, e) skor sangat rendah
sebanyak 3 orang. Dan untuk distribusi frekuensi data komitmen kerja yang
menikah dan belum menikah pada deskripsi skor sebagai berikut: 1) untuk
komitmen kerja yang sudah menikah yang berjumlah 102 orang, dengan skor adalah
sebagai berikut: a) skor sangat tinggi sebanyak 6 orang, b) skor tinggi sebanyak 28
orang, c) skor sedang sebanyak 41 orang, d) skor rendah sebanyak 20 orang, e) skor

41

sangat rendah sebanyak 7 orang, 2) untuk komitmen kerja yang belum menikah
yang berjumlah 31 orang, dengan skor sebagai berikut: a) skor sangat tinggi
sebanyak 1 orang, b) skor tinggi sebanyak 9 orang, c) skor sedang sebanyak 12
orang, d) skor rendah sebanyak 6 orang, e) skor sangat rendah sebanyak 3 orang.
Untuk lebih jelasnya penyebaran distribusi frekuensi data stres kerja yang
sudah menikah dan belum menikah dan komitmen kerja yang menikah dan belum
menikah pegawai dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.7
Deskripsi Kategori Skor
Stress sudah menikah

sangat tinggi
tinggi
sedang
rendah
sangat rendah

206.41
198.20
189.99
181.78
174.00
jumlah

Stress belum menikah

sangat tinggi
tinggi
sedang
rendah
sangat rendah

205.03
194.73
184.43
174.13
171.00
jumlah

Komitmen sudah menikah

sangat tinggi
tinggi
sedang
rendah
sangat rendah

106.36
100.51
94.65
88.80
82.00
jumlah

Komitmen belum menikah

sangat tinggi
tinggi
sedang
rendah
sangat rendah

D.

99.13
94.18
89.24
84.29
81.00
jumlah

Pengujian Persyaratan Analisis

Skor
<X<
<X<
<X<
<X<
<X<

210.00
206.41
198.20
189.99
181.78

f
6
26
44
17
9
102

%
5.88
25.49
43.14
16.67
8.82
100

Skor
<X<
<X<
<X<
<X<
<X<

220.00
205.03
194.73
184.43
174.13

f
1
1
7
15
7
31

%
3.23
3.23
22.58
48.39
22.58
100

Skor
<X<
<X<
<X<
<X<
<X<

108.00
106.36
100.51
94.65
88.80

f
6
28
41
20
7
102

%
5.88
27.45
40.20
19.61
6.86
100

Skor
<X<
<X<
<X<
<X<
<X<

100.00
99.13
94.18
89.24
84.29

f
1
9
12
6
3
31

%
3.23
29.03
38.71
19.35
9.68
100

42

Analisis data untuk menguji hipotesis penelitian dilakukan dengan


menggunakan analisis statistik parametrik, yaitu analisis regresi. Sebelum
melakukan uji statistika parametrik terlebih dahulu peneliti melakukan uji
persyaratan analisis yaitu uji normalitas, uji linearitas dan uji multikolinieritas.
Pengujian normalitas data variabel terikat terhadap variabel bebas
dilaksanakan dengan Uji Kolmogorov-Smirnov. Dari hasil perhitungan uji
normalitas dapat diketahui bahwa Asymp. Sig. (2-tailed) ternyata lebih besar dari
taraf signifikansi =0,05 yaitu variabel stres kerja belum menikah sebesar 0.855,
stres kerja sudah menikah sebesar 0.549, sedangkan variabel komitmen kerja:
komitmen belum menikah sebesar 0.929, komitmen sudah menikah sebesar 0.781.
Untuk lebih jelasnya pada tabel berikut:

Tabel 4.8
Hasil Uji Normalitas
One-Sample KolmogorovSmirnov Test

stresTnikah

stresnikah

komitTnikah

komitnikah

Kolmogorov-Smirnov Z

.607

.797

.544

.657

Asymp. Sig. (2-tailed)

.862

.549

.929

.781

Hasil pengujian normalitas diatas menunjukkan bahwa pada taraf signifikansi


0,05 data penelitian berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Sehingga
memenuhi persyaratan pengujian regresi dan korelasi.

E.

Pengujian Hipotesis

43

1.

Perbedaan stres pada pegawai yang sudah menikah dengan pegawai


yang belum menikah
Untuk mengetahui perbedaan tingkat stres yang berasal dari pegawai yang

sudah menikah dan pegawai yang belum menikah digunakan rumus t test.
Interpretasi t dengan prosedur sebagai berikut:
a. Merumuskan Hipotesis Alternatif (Ha); Ada terdapat perbedaan Mean
yang signifikan antara tingkat stres yang berasal dari pegawai yang
sudah menikah dan pegawai yang belum menikah
b. Merumuskan Hipotesis Nihil (Ho); Tidak ada (tidak terdapat) perbedaan
mean antara tingkat stres yang berasal dari pegawai yang sudah menikah
dan pegawai yang belum menikah.
Setelah data diketahui normal, maka dapat diambil keputusan untuk
melakukan uji-t, dimana uji hipotesis komparatif ini berguna untuk mengetahui
apakah data berbeda signifikan atau tidak. Nilai yang di lihat pada uji-t adalah nilai
t hitung kemudian dibandingkan dengan t tabel = 1.984
Untuk menguji kebenaran kedua hipotesis dengan membedakan besarnya t
hasil perhitungan (To) dan t yang tercantum pada tabel dengan rumus df atau
db=(N1+N1)-2, df atau db= (N1+N2)-2= (102+31)-2= 131
Berdasarkan perhitungan hasil uji perbedaan rata-rata antara data tingkat
stres yang berasal dari pegawai yang sudah menikah dan pegawai yang belum
menikah dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel. 4.9.

44

Perbedaan stres pada pegawai yang sudah menikah dengan pegawai yang
belum menikah
Perbedaan

Mean

Std. Deviation

stress menikah

102

194.09

8.210

stress tidak menikah

31

189.58

10.298

T hit

T tab

-3.061

1.984

Karena to (t hitung) -3.061 < tt (t tabel) -1.984 pada taraf kepercayaan 5%


maka dengan demikian H0 ditolak dan Ha (hipotesa alternatif) di terima, berarti
terdapat perbedaan antara tingkat stres yang berasal dari pegawai yang sudah
menikah dan tingkat stres yang berasal dari pegawai yang belum menikah. Bila
ditinjau dari rata-rata data hasil observasi yang diperoleh terlihat bahwa tingkat
stres yang berasal dari pegawai yang sudah menikah rendah dari pegawai yang
belum menikah. Dengan demikan tingkat stres dari pegawai yang sudah menikah
lebih rendah dari pegawai yang belum menikah.
2.

Perbedaan komitmen kerja pada pegawai yang sudah menikah dengan


pegawai yang belum menikah
Setelah data diketahui normal, maka dapat diambil keputusan untuk

melakukan uji-t, dimana uji hipotesis komparatif ini berguna untuk mengetahui
apakah data berbeda signifikan atau tidak. Interpretasi t untuk mengetahui
perbedaan komitmen kerja yang berasal dari pegawai yang sudah menikah dan
pegawai yang belum menikah digunakan rumus t test dengan prosedur sebagai
berikut:

45

a. Merumuskan Hipotesis Alternatif (Ha); Ada terdapat perbedaan Mean


yang signifikan antara komitmen kerja yang berasal dari pegawai yang
sudah menikah dan pegawai yang belum menikah
b. Merumuskan Hipotesis Nihil (Ho); Tidak ada (tidak terdapat) perbedaan
mean antara komitmen kerja yang berasal dari pegawai yang sudah
menikah dan pegawai yang belum menikah.
Nilai yang di lihat pada uji-t adalah nilai t hitung kemudian dibandingkan
dengan t tabel = 1.984
Untuk menguji kebenaran kedua hipotesis dengan membedakan besarnya t
hasil perhitungan (To) dan t yang tercantum pada tabel dengan rumus df atau
db=(N1+N1)-2, df atau db= (N1+N2)-2= (102+31)-2= 131
Setelah data diketahui normal, maka dapat diambil keputusan untuk
melakukan uji-t, dimana uji hipotesis komparatif ini berguna untuk mengetahui
apakah data berbeda signifikan atau tidak. Berikut adalah hasil uji-t data:
Tabel 4.10
Perbedaan komitmen kerja pada pegawai yang sudah menikah dengan
pegawai yang belum menikah
status

komit menikah

102

97.58

5.854

31

91.71

4.948

komit tidak menikah

Mean

Std. Deviation

T hit

T tab

5.057

1.984

Karena to (t hitung) 5.057 > tt (t tabel) 1.984 pada taraf kepercayaan 5% maka
dengan demikian H0 ditolak dan Ha (hipotesa alternatif) di terima, berarti terdapat
perbedaan antara komitmen kerja yang berasal dari pegawai yang sudah menikah
dan komitmen kerja yang berasal dari pegawai yang belum menikah. Bila ditinjau

46

dari rata-rata data hasil observasi yang diperoleh terlihat bahwa komitmen kerja
yang berasal dari pegawai yang sudah menikah lebih tinggi dari pegawai yang
belum menikah. Dengan demikan komitmen kerja dari pegawai yang sudah
menikah lebih tinggi dari pegawai yang belum menikah.
F.

Pembahasan
Berdasarkan dari hasil penelitian yang kita bahas sebelumnya, terlihat dimana
ada perbedaan tingkat stres pegawai antara yang sudah menikah dengan yang belum
menikah.
Adanya tuntutan kehidupan kayawan yang sudah menikah dengan yang
belum menikah tidaklah sama. Pegawai yang sudah menikah harus menghidupi atau
membiayai kebutuhan hidup keluarganya, sedangkan yang belum menikah
kebanyakan hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadinya saja. Makin beratnya
tuntutan hidup pegawai, maka akan menimbulkan tekan secara psikologis untuk
lebih keras dalam bekerja. Kondisi ini lambat laun menimbulkan stress bagi
pegawai. Tingkat stress yang diderita tergantung besaran tekanan pekerjaan yang
harus dikerjakan.
Robbins dan Judge (2008) sumber-sumber potensial pemicu stres yang
biasanya muncul antara lain 1) Faktor faktor Lingkungan; yaitu a) Adanya
perubahan siklus bisnis yang menciptakan ketidakpastian ekonomi, seperti jumlah
gaji yang tidak tetap, tingkat kebutuhan ekonomi yang tidak stabil. b) Adanya
ketidakpastian politik, seperti terjadinya kesenjangan ekonomi yang memicu stress.
c) Adanya perubahan teknologi sehingga menyebabkan peningkatan kebutuhan
untuk mengikuti tren teknologi yang semakin canggih. Sedangkan 2) Faktor

47

faktor Organisasi; yaitu a) Tuntutan tugas, meliputi: desain pekerjaan seseorang,


meliputi desain pekerjaan individual (otonomi, keragaman tugas, tingkat
otomatisasi), b) Faktor tuntutan peran seperti hal-hal yang berkaitan dengan tekanan
yang diberikan kepada seseorang ditempatnya bekerja, c) Tuntutan antar pribadi
seperti tekanan yang diciptakan oleh pegawai lain. Tidak adanya dukungan dari
kolega dan hubungan antarpribadi yang buruk dapat menyebabkan stress, terutama
di antara para pegawai yang memiliki kebutuhan sosial tinggi. Dan 3) Faktor
faktor pribadi. Yaitu, adanya masalah keluarga seperti konflik dan perselisihan yang
terjadi dalam keluarga, masalah ekonomi pribadi seperti kesenjangan perbedaan
pendapatan antara suami dan istri, dan lain-lain.
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan orang yang sudah menikah
memiliki tingkat stress yang lebih tinggi, dengan nilai (mean = 194,09) daripada
yang belum menikah dengan nilai (mean = 189,58), karena karyawan yang sudah
menikah lebih potensial mengalami stres seperti mengalami konflik dan
perselisihan yang terjadi di ruang lingkup pekerjaan hingga permasalahan yang
muncul dalam keluarga ditinjau dari aspek ekonomi, lingkungan, dan lain
sebagainya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat stres karyawan
yang sudah menikah lebih tinggi daripada tingkat stres karyawan yang belum
menikah.
Sedangkan untuk komitmen kerja, pegawai yang sudah menikah cenderung
memiliki komitmen kerja yang lebih tinggi daripada pegawai yang belum menikah.
Sebab selain tuntutan kebutuhan, dipengaruhi juga oleh susahnya mencari
pekerjaan. Sementara mereka harus memenuhi kebutuhan hidup dan keluarga
mereka. Lain halnya dengan pegawai yang belum menikah, mereka tidak

48

terpengaruh dengan pemecatan akibat melanggar komitmen kerja. Terlebih jika


mereka menemukan pekerjaan baru yang lain atau pekerjaan dengan tingkat stress
yang lebih rendah.
Pegawai yang belum menikah yang memiliki komitmen kerja lebih rendah
daripada pegawai yang sudah menikah umumnya hanya bekerja untuk memenuhi
kebutuhan hidup pribadinya saja. Sehingga terdapat perbedaan tingkat stress dan
komitmen kerja karyawan yang sudah menikah dan yang belum menikah
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
Hal ini didukung oleh hasil penelitian Mikha Silviana (2012) tentang stres
kerja ditinjau dari status pernikahan pada karyawan PT Dan Liris Solo dengan hasil
menunjukkan bahwa karyawan yang sudah menikah memiliki tingkat stres kerja
lebih tinggi dibandingkan karyawan yang belum menikah. Penelitian Ilma Martono
dalam Sakina (2009) menyebutkan bahwa karyawan yang sudah menikah memiliki
komitmen organisasi yang lebih tinggi secara bermakna daripada karyawan yang
belum menikah.

49

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian diperoleh simpulan bahwa ada terdapat perbedaan antara
stres kerja dan komitmen kerja pada karyawan yang menikah dan yang tidak
menikah .
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan penelitian seperti yang
dipaparkan sebelumnya, maka pada bagian ini perlu diberikan saran kepada pihakpihak yang terkait dengan penelitian ini.
1.

Kepada subjek penelitian


Karyawan diharapkan mampu mempertahankan dan meningkatkan
komitmen organisasinya serta menjadi pendorong bagi karyawan lain yang
memiliki komitmen organisasi yang berada dalam kategori sedang.
Diharapkan dengan komiten yang tinggi sebaiknya karyawati terus
menginternalisasi nilai-nilai organisasi yang ada, terinspirasi dengan visi dan
misi perusahaan dalam bekerja, bekerja dengan optimal dan mencurahkan
dedikasi bagi keberhasilan organisasi maupun keluarga.

52

50

2.

Kepada instansi
Disarankan untuk terus bisa menciptakan suasana yang nyaman dan
memfasilitasi berbagai dialog terbuka ataupun konseling guna mengurangi
stress karyawan sehingga kinerja karyawan dapat lebih maksimal.

51

DAFTAR PUSTAKA
Allen, N. J. & J. P. Meyer.1997.Commitment in The Workplace Theory Rearch and
Application. Sage Publications, California.
Allen, N.J. & Meyer, J.P. (1990). The measurement and antecedents of affective,
continuance and normative commitment to the organization. Journal of
Occupational Psychology, 63: 1-18.
Azwar,Saifuddin, 2003,Reliabilitas dan Validitas, Yogyakarta ,Pustaka Pelajar
Fikri. 2005. hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional pada pemimpin
pria dan wanita dan budaya organisasi terhadap komitmen kerja
karyawan
PT.Arara
Abadi
parawang
pekanbaru.Tesis.
yogyakarta:program pasca sarjana universitas gajah mada.
Greenberg, Jerald and Robert A. Baron, 2003. Behavior in Organizations:
Understanding and Managing The Human Side of Work 8th Edition. New
Delhi: Prentice-Hall of India.
Hadi,Sutrisno 2004.Metodologi Research [jilid I]. Yogyakarta. Andi Offset
Hani,T.Handoko 2012. Manajemen & Sumberdaya Manusia. BPFE-Yogyakarta.
Hardjana, A.M.1994. Stres Tanpa Distres (Seni Mengelola Stres). Kanisius.
Harriette,S.M.1995. organational commitment. prentice hall.
Hayat,R. (2008). hubungan antara kondisi kerja dengan stres kerja pada pegawai
puskesmas harapan raya pekanbaru.skripsi. fakultas psikologi universitas
islam negri sultan syarif kasim. tidak diterbitkan.
John M, ivancevich,Robert konopaske,Michael T.mattson.Perilaku dan manajemen
organisasi,edisi ketujuh, jilid 1.
Luthans,F. (2007).perilaku organisasi, yogyakarta: andi offset
Muchlas, M. (2005). Perilaku Organisasi. Yogyakarta:UGM Press.
Munandar, S,A. (2001). Psikologi Industri Dan Organisasi. Jakarta : UI Press.
Pace,W,&Faules,F. (2001). komunikasi organisasi strategi meningkatkan kinerja
perusahaan.Bandung : P T Remaja Roesdarkarya.
Riduwan,(2001). Skala Pengukuran Variabel variable Penelitian, Penerbit
Alfabeta, Bandung.

52

Robins, P,S.(2008). Perilaku Organisasi. indonesia : PT Macanan Jaya Cemerlang.


Santoso,Singgih.2010. Statistik Parametrik konsep dan aplikasi dengan SPSS,
Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Sopiah.2008. Perilaku Organisasional, Yogyakarta: Andi Offset,
Sudjono,Anas.2004. Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo
Persada,
Wijono,S.(2010). Psikologi Industri dan Organisasi. Kencana Prenada Media
Group. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai