Anda di halaman 1dari 11

Kode DNA Penguak Pelaku

Kriminal

17 Desember 2009

Oleh:
Ahmad Helmi
05530012
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mengidentifikasi korban bencana alam menggunakan analisis DNA merupakan
metode biasa dalam dunia forensik. Namun, mengidentifikasi pelaku kejahatan
dengan analisis DNA merupakan metode baru yang dikembangkan ilmuwan
Indonesia.
Tidak ada maling yang mau mengaku maling. Adagium itu berlaku umum bagi
pelaku kejahatan, baik level kelas teri maupun terorganisasi. Contohnya, pada
kasus Bom Bali 1 (2002) dan Bom Bali 2 (2005), tidak ada satu pun kelompok
yang berani mengaku sebagai pelaku dan bertanggung jawab.
Sehingga, jangankan menelusuri jejak pelaku, mencari petunjuk di tempat
kejadian perkara (TKP) juga tidak mudah. Apalagi seperti Bom Bali 2, bagian
tubuh pelaku pengeboman hacur lebur bersama korban di TKP.
Kalaupun tercecer barang bukti, hanya berupa fragmen-fragmen kecil jaringan
tubuh manusia yang berserakan. Pun, jaringan tubuh yang dapat dijadikan
barang bukti itu sangat sedikit jumlahnya, sebab kondisinya sudah rusak berat.
Dalam kasus semacam itu, identifikasi forensik konvensional tidak memberikan
hasil maksimal.
Namun, bukan berarti mustahil menemukan pelaku kejahatan tersebut.
Menurut Herawati Sudoyo PhD, Ketua Tim Unit Identifikasi DNA Forensik
Lembaga Biologi Molekul Eijkman, untuk menyelusuri pelaku kejahatan
terorisme dapat menggunakan metode DNA forensik.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakan diatas, maka kami dapat
merumuskan masalah yaitu:
Bagaimana caranya mengidentifikasi pelaku kejahatan
dengan analisis DNA?.
Metode apa yang cocok untuk kasus kejahatan seperti
kasus bom Bali 1 dan bom Bali 2?.

 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
Untuk mengetahui bagaimana caranya mengidentifikasi
pelaku kejahatan dengan analisis DNA?.
Untuk mengetahui metode yang cocok untuk kasus
kejahatan seperti kasus bom Bali 1 dan bom Bali 2?.
PEMBAHASAN
Metode untuk menyelusuri pelaku kejahatan
terorisme dapat menggunakan metode DNA forensik
tersebut bernama Disaster Perpetrator Identification
(DPI) yang dikembangkan Lembaga Biologi Molekul
Eijkman.
Metode DPI, kata Hera, merupakan istilah baru
dalam dunia forensik yang diperkenalkan secara global
melalui publikasi ilmiah dalam jurnal Forensic Science
International Genetics pada 2008. Metode itu
merupakan metomorfosis metode Disaster Victim
Identification (DVI) yang direkomendasikan komisi DNA
International Society for Forensic Genetics (ISFG) untuk
mengidentifikasi korban bencana massal.
Dasar-dasar DPI, tambah Herawati, berawal dari
kegagalan forensik konvensional dalam olah TKP ledakan
bom bunuh diri di Kedutaan Besar Australia di Jakarta pada 9
September 2004. Pasalnya, tubuh pelaku hancur bersama
mobil boks yang digunakan untuk membawa bahan peledak.
DNA Forensik
Untungnya, masih tersisa fragmen-fragmen kecil jaringan
manusia di TKP, sehingga dengan metode analisis DNA
forensik, peluang membongkar identitas pelaku kembali
terbuka.
Pemilihan sampel
pemilihan sampel didasari asumsi sumber dan jenis
bahan ledak, termasuk posisi terdekat dari titik kejadian.
Misalnya, pada kasus pengeboman di Kedutaan Besar
Australia, menggunakan bom jenis TNT seberat 200
kilogram. Kemudian, berakibat jaringan tubuh pelaku
terburai hingga jarak 10 meter dari titik ledak (mobil
boks). Sampel juga diambil dari darah yang berada di
sekitar pedal rem dan roda depan mobil boks.
Pemilihan sampel juga berdasarkan waktu kejadian,
idealnya kurang dari 32 jam pascaledakan bom (pukul
10.30 WIB). Sayangnya, kegiatan menghimpun sampel
terus dilakukan sampai sepekan pascaperistiwa.
Kemudian, 121 sampel jaringan yang dikumpulkan
(seperti darah, rambut, dan serpihan tulang) disimpan
dan diisolasi Lembaga Biologi Molekul Eijkman di tempat
bersuhu 4-20 derajat celsius, baru kemudian dianalisis.
Relasi Keluarga
Prinsip identifikasi pelaku juga menggunakan
pendekatan faktor keturunan. Karena itu,
dibutuhkan referensi kerabat terdekat tersangka
kejahatan, misalnya pihak terdekat seperti
bapak atau ibu si tersangka.
Untuk kasus semacam ini, peran intelijen
kepolisian yang menelusurinya. Penyelidikan
dilakukan dengan mengonfirmasi keluaga-
keluarga yang dicurigai, misalnya dengan cara
memastikan apakah jumlah anggota keluarga si
tersangka lengkap saat atau pasca kejadian.
Identifikasi dengan Analisis DNA
Secara sinergis, mengidentifikasi pelaku
dapat menggunakan analisis DNA inti atau DNA
mitokondria. DNA inti berasal dari setengah
kromosom pihak bapak dan ibu pelaku yang
memiliki dua kopi saja. Sedangkan DNA
mitokondria (mtDNA) diturunkan hanya dari
pihak ibu yang memiliki kopi lebih dari 1.000-
10.000.
Analisis DNA mitokondria merupakan
metode yang paling mungkin untuk mengungkap
pelaku bom bunuh diri. Sebab, jaringan yang
sangat kecil pun dapat dianalisis karena jumlah
kopiannya sangat banyak.
Metode DPI
Secara ringkas metode DPI, diawali dengan
memprediksi sampel jaringan tubuh manusia
yang diduga kuat sebagai pelaku. Lalu,
menganalisis mtDNA pada urutan rantai
(polymorphisms) HV1. Dilanjutkan mengurutkan
asam basa pelaku untuk dibandingkan dengan
referensi dari pihak ibu. Analisis dilanjutkan
dengan menggunakan STR autosomal untuk
menarik kesimpulan dari analisis mtDNA.
kesimpulan
Cara mengidentifikasi pelaku kejahatan
dengan analisis DNA adalah dengan
analisis DNA mitokondria
Sedangka nutuk metode yang cocok
untuk kasus kejahatan seperti kasus bom
Bali 1 dan bom Bali 2 adalah dengan
metode DPI (Disaster Perpetrator
Identification )

Anda mungkin juga menyukai