TRAUMA PELVIS
Definisi
Trauma buli-buli sering disebabkan rudapaksa dari luar dan sering di dapatkan bersama
fraktur pelvis. Fraktur tulang panggul dapat menimbulkan kontusio/ruptur kandung kemih. Pada
kontusio buli-buli hanya terjadi memar pada buli-buli dengan hematuria tanpa ekstravasasi urin.
Trauma kandung kemih terbanyak karena kecelakaan lalu lintas yang disebabkan
fragmen patah tulang pelvis (90%) yang mencederai buli-buli. Trauma tumpul menyebabkan
rupture buli-buli terutama bila vesica urinaria penuh atau terdapat kelainan patologik seperti
tuberculosis, tumor, atau obstruksi sehingga trauma kecil sudah menyebabkan rupture.
Ruptur buli-buli dapat juga terjadi secara spontan, hal ini biasanya terjadi jika
sebelumnya terdapat kelainan pada dinding vesica urinaria. Fraktur tulang pelvis terjadi robekan
pars membranasea karena prostat dengan uretra prostatika tertarik ke kranial bersama fragmen
fraktur, sedangkan uretra membranasea terikat diafragma urogenital.
Bila buli-buli yang penuh dengan urine mengalami trauma, maka akan terjadi
peningkatan tekanan intravesikel yang dapat menyebabkan contosio buli-buli / buli-buli pecah.
Keadaan ini dapat menyebabkan ruptura intraperitoneal.
Ruptur kandung kemih intraperitoneal dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsang
peritonium termasuk defans muskuler dan sindrom ileus paralitik
Etiologi
Klasifikasi
o
a.
-
b.
c.
Menurut Young-Burgess
a. Kompresi Anterior-Posterior (APC)
Disebabkan oleh tubrukan anterior terhadap pelvis, sering mendorong ke arah
diastase simfisis pubis. Ada cedera open book yang menganggu ligamentum
sacroiliaca anterior seperti halnya ligamentum sacrospinale ipsilateral dan
ligamentum sacrotuberale
b. Kompresi Lateral (LC)
Terjadi akibat dari benturan lateral pada pelvis yang memutar pelvis pada sisi
benturan ke arah midline. Ligamentum sacrotuberale dan ligamentum
sacrospinale, serta pembuluh darah iliaca interna, memendek dan tidak terkena
gaya tarik. Sering terjadi disrupsi pembuluh darah besar.
c. Shear Vertikal (SV)
Terjadi pemindahan vertikal hemipelvis yang dibarengi dengan cedera vaskuler
lokal yang parah.
d. Mekanisme Kombinasi (CM)
Meliputi faktor pelvis berkekuatan tinggi yang ditimbulkan oleh kombinasi dua
vektor tekanan terpisah
Kompresi anteroposterior
Hal ini biasanya akibat tabrakan antara seorang pejalan kaki dengan kendaraan.
Ramus pubis mengalami fraktur, tulang inominata terbelah dan mengalami rotasi
eksterna disertai robekan simfisis. Keadaan ini disebut sebagai open book injury.
Kompresi lateral
Kompresi dari samping akan menyebabkan cincin mengalami keretakan. Hal ini
terjadi apabila ada trauma samping karena kecalakaan lalu lintas atau jatuh dari
ketinggian. Pada keadaan ini ramus pubis bagian depan pada kedua sisinya
mengalami fraktur dan bagian belakang terdapat strain dari sendi sakroiliaka atau
fraktur ilium atau dapat pula fraktur ramus pubis pada sisi yang sama.
Trauma vertikal
Tulang inominata pada satu sisi mengalami pergerakan secara vertikal disertai fraktur
ramus pubis dan disrupsi sendi sakroiliaka pada sisi yang sama. Hal ini terjadi
apabila seseorang jatuh dari ketinggian pada satu tungkai
Trauma kombinasi
Pada trauma yang lebih hebat dapat terjadi kombinasi kelainan diatas
Manifestasi klinis
Diagnosis
1. Diagnosis ditentukan berdasarkan tanda dan gejala klinik serta hematuria. Pada
fotopelvis atau foto polos abdomen terlihat fraktur tulang pelvis.
2. Pemeriksaan sistogram, dapat memberikan keterangan ada tidaknya ruptur
kandung kemih dan lokasi ruptur apakah intra/ekstraperitoneal. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan memasukkan medium kontras ke kandung kemih sebanyak 300-400 ml
kemudian dibuat foto antero-posterior. Kandung kemih lalu dikosongkan dan dibilas dan
dibuat foto sekali lagi. Bila tidak dijumpai ekstravasasi, diagnosisnya adalah kontusio bulibuli. Pada ruptur ekstraperitoneal, gambaran ekstravasasi terlihat seperti nyala
api pada daerah p e r i v e s i k e l , s e d a n g k a n p a d a r u p t u r i n t r a p e r i t o n e a l
t e r l i h a t k o n t r a s m a s u k k e d a l a m rongga abdomen.
3. Pada ruptur kecil sistokopi dapat membantu diagnosis.
4 . T es b u l i - b u l i : d i l a k u k a n d e n g a n c a r a b u l i - b u l i d i k o s o n g k a n t e r l e b i h
d a h u l u d e n g a n kateter, lalu dimasukkan 300 ml larutan garam faal, kateter
kemudian diklem sebentar lalu dibuka kembali. Bila selisihnya cukup besar
kemungkinan terjadi ruptur buli-buli.
Anamnesis:
a. Keadaan dan waktu trauma
b. Miksi terakhir
c. Waktu dan jumlah makan dan minum yang terakhir
d. Bila penderita wanita apakah sedang hamil atau menstruasi
e. Trauma lainnya seperti trauma pada kepala
Pemeriksaan klinik:
-
a. Keadaan umum
Denyut nadi, tekanan darah dan respirasi
Lakukan survei kemungkinan trauma lainnya
b. Lokal
- Pemeriksaan nyeri:
Tekanan dari samping cincin panggul
Tarikan pada cincin panggul
- Inspeksi perineum untuk mengetahui adanya perdarahan, pembengkakan dan
deformitas
- Tentukan derajat ketidakstabilan cincin panggul dengan palpasi pada ramus dan
simfisis pubis
- Pemeriksaan colok dubur
Berdasarkan klasifikasi Tile:
Fraktur Tipe A: pasien tidak mengalami syok berat tetapi merasa nyeri bila berusaha
berjalan. Terdapat nyeri tekan lokal tetapi jarang terdapat kerusakan pada visera pelvis.
Fraktur Tipe B dan C: pasien mengalami syok berat, sangat nyeri dan tidak dapat berdiri,
serta juga tidak dapat kencing. Kadang kadang terdapat darah di meatus eksternus.
Nyeri tekan dapat bersifat lokal tetapi sering meluas, dan jika menggerakkan satu atau
kedua ala ossis ilium akan sangat nyeri.
a.
c. Fraktur Tipe C: sangat berbahaya dan sulit diterapi. Dapat dilakukan reduksi dengan
traksi kerangka yang dikombinasikan fiksator luar dan perlu istirahat ditempat tidur
sekurang kurangnya 10 minggu. Kalau reduksi belum tercapai, maka dilakukan
reduksi secara terbuka dan mengikatnya dengan satu atau lebih plat kompresi
dinamis.
Komplikasi
a. Komplikasi segera
- Trombosis vena ilio femoral
Sering ditemukan dan sangat berbahaya. Berikan antikoagulan secara rutin untuk
profilaktik.
-
Robekan uretra
Terjadi karena adanya disrupsi simfisis pubis pada daerah uretra pars
membranosa.
Nekrosis avaskuler
Dapat terjadi pada kaput femur beberapa waktu setelah trauma.
Skoliosis kompensator
TRAUMA URETRA
Definisi
Trauma urethra biasanya terjadi pada pria dan jarang terjadi pada wanita. Sering ada hubungan
dengan fraktur pelvis dan straddle injury. Urethra pria terdapat dua bagian yaitu :
a) Anterior, terdiri dari : urethra pars granularis, pars pendularis, dan pars bulbosa
b) Posterior, terdiri dari : pars membranacea dan pars prostatika
Etiologi
Trauma uretra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar.
Cedera iatrogenic akibat instrumentasi pada uretra.
Trauma tumpul yang menimbulkan fraktur tulang pelvis yang menyebabkan ruptur uretra
pars membranasea.
Trauma tumpul pada selangkangan/straddle injury dapat menyebabkan ruptur uretra pars
bulbosa
Pemasangan kateter yang kurang hati-hati dapat menimbulkan robekan uretra
karena false route/salah jalan.
1. Etiologi trauma urethra posterior
a. Urethra pars membranacea adalah bagian urethra yang melewati diafragma
urogenitalis (diafragma U.G) dan merupakan bagian yang paling mudah terkena
trauma, bila terjadi fraktur pelvis
b. Diafragma U.G yang mengandung otot otot yang berfungsi sebagai sphincter
urethra melekat / menempel pada daerah os pubis bagian bawah
c. Bila terjadi trauma tumpul yang menyebabkan fraktur daerah tersebut, maka
urethra pars membranacea akan terputus pada daerah apex prostat dan pada
daerah prostat membranaeous junction
2. Etiologi trauma urethra anterior
Straddle injury dan iatrogenik, seperti instrumentasi atau tindakan endoskopik
Klasifikasi
1) Trauma uretra posterior, yang terletak proksimal diafragma urogenital.
2) Trauma uretra anterior, yang terletak distal diafragma urogenital.
Derajat cedera urtera dibagi dalam 3 jenis :
Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami stretching (peregangan). Pada
foto uretrogram tidak menunjukkan adanya ekstravasasi, dan urethra hanya
tampak memanjang.
Uretra posterior terputus pada perbatasan prostate-membranasea, sedangkan
diafragma urogenital masih utuh. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi
kontras yang masih terbatas di atas diafragma urogenitalis.
Uretra posterior, diafragma genitalis, uretra pars bulbosa sebelah proksimal ikut
rusak. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi kontras meluas hingga
dibawah diafragma urogenital sampai ke perineum.
Patofisiologi
Cedera dapat menyebabkan memar dinding dengan atau tanpa robekan mukosa
baik parsial atau total. Rupture uretra hampir selalu disertai fraktur tulang pelvis.
Akibat fraktur tulang pelvis terjadi robekan pars membranasea karena prostat
dengan uretra prostatica tertarik ke cranial bersama fragmen fraktur, sedangkan
uretra membranosa terikat di diafragma urogenital. Rupture uretra posterior dapat
terjadi total atau inkomplit. Pada rupture total, uretra terpisah seluruhnya dan
ligamentum puboprostatikum robek sehingga buli-buli dan prostat terlepas ke
cranial.
Uretra anterior terbungkus di dalam corpus spongiosum penis. Korpus
spongiosum bersama dengan corpora cavernosa penis dibungkus oleh fasia buck
dan fasia colles. Jika terjadi rupture uretra beserta corpus spongiosum, darah dan
urine keluar dari uretra tetapi masih terbatas pada fasia buck dan secara klinis
terlihat hematoma yang terbatas pada penis. Namun, jika fasia buck ikut robek,
ekstravasasi urin dan darah hanya dibatasi oleh fasia colles, sehingga dapat
menjalar hingga skrotum atau ke dinding abdomen. Robekan ini memberikan
gambaran seperti kupu-kupu sehingga disebut butterfly hematoma.
Patofisiologi trauma urethra posterior
a. Trauma urethra posterior biasanya disebabkan oleh karena trauma tumpul dan
fraktur pelvis
b. Urethra biasanya terkena pada bagian proksimal dari diafragma U.G dan terjadi
perubahan posisi prostat ke arah superior (prostat terapung=floating prostat)
dengan terbentuknya hematoma periprostat dan perivesical
Patofisiologi trauma urethra anterior
a. Kontusio
Tidak terdapat robekan, hanya terjadi memar
Hematoma perineal biasanya menghilang tanpa komplikasi
b. Laserasi
Straddle injury yang berat dapat menyebabkan robeknya urethra dan terjadi
ekstravasasi urine yang bisa meluas ke skrotum, sepanjang penis dan ke dinding
abdomen yang bila tidak ditangani dengan baik bisa menyebabkan infeksi dan
sepsis
Manifestasi klinis
Manifestasi klinis trauma urethra posterior
a. Pasien mengeluh tidak bisa kencing dan sakit pada perut bagian bawah
b. Darah menetes dari urethra adalah gejala yang paling penting dari ruptur urethra.
Gejala ini merupakan indikasi untuk dilakukan urethrogram retrogade.
Kateterisasi merupakan kontraindikasi karena dapat menyebabkan infeksi
periprostatika dan perivesika hematoma serta dapat menyebabkan laserasi yang
partial menjadi total
c. Tanda tanda fraktur pelvis dan nyeri suprapubik dapat dijumpai pada
pemeriksaan fisik
d. Pada pemeriksaan colok dubur, bisa didapatkan prostat mengapung (floating
prostat) pada ruptura total dari urethra pars membranacea oleh karena
terputusnya ligamen puboprostatika
Manifestasi klinis trauma urethra anterior
a. Riwayat jatuh dari tempat yang tinggi dan terkena darah perineum atau
riwayat instrumentasi disertai adanya darah menetes dari urethra yang
merupakan gejala penting
Koma diensefalik
1. Lesi infratentorial
Pada umunya berbentuk proses desak ruang (PDR) atau space occupying process (SOP),
misalnya gangguan peredaran darah otak (GPDO / stroke) dalam bentuk perdarahan,
neoplasma, abses, edema otak, dan hidrosefalus obstrukstif. PDR mengakibatkan
peningkatan TIK dan terjadi penekanan formatio retikularis dimesensefalon dan
diensefalon (herniasi otak).
2. Herniasi sentral
Disebabkan peningkatan TIK secara menyeluruh. Terjadi herniasi otak melalui tentorium
serebelli secara simetris. Penyebab tersering: perdarahna talamus, edema otak akut, dan
hidrosefalus obstruktif akut.
3. Herniasi unkus
Merupakan herniasi lobus temporalis bagian mesensial terutama unkus. Herniasi
disebabkan oleh kompresi rostrokaudal progresif melalui emapat tahap yaitu:
a. Penekanan terhadap diensefalon dan nukleus hipotalamus
b. Penekanan mesensefalon sehinga mengakibatkan N.III ispilateral akan terjepit
diantara arteri serebri posterior dan arteri serebelli superior sehingga terjadi
oftalmoplegi ipsilateral.
c. Pons akan tertekan dilanjutkan dengan penekanan terhadap medula oblongata
d. Tahap agonia
Faktor penyebab: GPDO, neoplasma, abses dan edema otak.
o
o
o
o
o
o
Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi :
o Hife ma traumatik, me rupakan perdarahan pada bilik mata depan ya ng
d i s e b a b k a n pecahnya pembuluh darah iris dan badan siliar akibat trauma pada
segmen anterior bola mata.
o Hifema akibat tindakan medis, misalnya kesalahan prosedur operasi mata.
o Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan siliar, sehingga pembuluh darah
pecah.
o Hifema akibat kelainan sel darah merah/pembuluh darah, akibat neoplasma
Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi 2 :
o Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke-2
o Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.
Hifema dibagi menjadi beberapa grade menurut Sheppard berdasarkan tampilan klinisnya :
Grade I: Darah mengisi kurang dari sepertiga COA.
Grade II: Darah mengisi sepertiga hingga setengah COA.
Grade III: Darah mengisi hampir total COA.
Grade IV: Darah memenuhi seluruh COA.
Manifestasi klinis
Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair. Penglihatan
pasien akan sangat menurun. Terdapat tumpukan darah yang terlihat dengan mata telanjang bila
jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bagian
bawah bilik mata depan dan hifema dapat memenuhi seluruh ruangan bilik mata depan. Selain itu
dapat terjadi peningkatan tekanan intraokular, merupakan keadaan yang harus diwaspadai karena
dapat menyebabkan glaukoma sekunder.
Diagnosis
1. Pemeriksaan ketajaman penglihatan: menggunakan kartu mata snellen.
V i s u s d a p a t menurun akibat kerusakan kornea, aquos humor, iris dan retina.
2. Lapangan pandang: penurunan dapat disebabkan oleh patologi vaskuler
o k u l e r a t a u glaukoma
3. Pengukuran tonometri: Untuk mengetahui tekanan intra okuler.
4. Slit lamp biomicroscopy: Untuk menentukan kedalaman COA dan iridocorneal
contact, aquous flare dan sinekia posterior.
5. Pemeriksaan oftalmoskop: Untuk mengetahui struktur internal okuler.
Penatalaksanaan
Konservatif
Istirahat baring penuh dengan elevasi kepala 30 o . pada dewasa tutup kedua mata,
pada anak cukup satu mata agar tidak gelisah. Pada anak-anak yang gelisah
dapat diberikan o b a t p e n e n a n g . B i a s a n y a h i f e m a a k a n d i s e r a p k e m b a l i
d a n h i l a n g s e m p u r n a d a l a m beberapa hari tergantung pada banyaknya darah.
Untuk mengurangi nyeri, dapat diberikan parasetamol. Tidak disarankan
pemberian jenis a s p i r i n k a r e n a s a l a h s a t u e f e k a s p i r a n a k a n
m e n y e b a b k a n p e r d a r a h a n k e m b a l i p a d a hifema yang disebabkan trauma. Obatobatan untuk mengurangi tekanan intraokular dan kortikosteroid dapat diberikan.
Diet ma kanan cair atau lunak agar tidak ban yak me ngun ya h dan
d e f e k a s i m u d a h d a n sedikt.
Tunggu 24 jam.
- Bila tekanan intraokular menurun atau normal, pengobatan diteruskan.
- Bila tekanan intraokular tetap tinggi lakukan parasentesis.
Paresentesis sebaiknya dilakukan di spesialis mata.
Indikasinya :
Terdapat glaucoma sekunder akibat hifema.
Hifema yang penuh dan berwarna hitam.
Bila setelah 5 hari tidak ada tanda-tanda hifema akan berkurang.
Lama sakit
<5 hari
5-10 hari
>10 hari
Komplikasi
Komplikasi tersering adalah peningkatan tekanan intraokuler (> 35 mmHg selama 7 hari atau 50
mmHg selama 5 hari) oleh karena terjadinya perdarahan sekunder yang cenderung lebih berat
dibandingkan dengan yang pertama. Istirahat sangat penting untuk mencegah terjadinya perdarahan
kedua ini. Peningkatan tekanan biasanya memberi respon terhadap terapi medis namun kadang
membutuhkan intervensi bedah. Bila hifema telah membaik, mata harus diperiksa untuk mencari
komplikasi lain akibat trauma tumpul.
KEBUTAAN DALAM KASUS KEGAWATDARURATAN
Kriteria buta menurut WHO dan UNICEF: buta adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak dapat
menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan penglihatannya sebagai hal yang esensial
sebagaimana orang sehat. WHO menganjurkan agar kriteria kebutaan untuk negara
yang sedang berkembang ialah tajam penglihatan 3/60 atau lebih rendah
y a n g t i d a k d a p a t dikoreksi.
Etiologi
Penyebab kebutan yang utama di negara yang sedang berkembang adalah
katarak. Selain itu juga trakoma, lepra, onkoserkariasi dan xeroptalmia. Di negaranegara yang sudah berkembang kebutaan berhubungan dengan proses penuaan.
Diagnosis
- Pemeriksaan visus dan lapangan pandang
- Kategori gangguan penglihatan
Penglihatan
Kebutaan
Kebutaan
Kebutaan
3/10
20/70
6/60
1/10
20/200
3/60 (menghitung jari jarak 3 m)
1/20
20/400
1/60 (menghitung jari jarak 1 m)
1/50
5/300
Tidak ada persepsi cahaya
Pencegahan :
o Mencegah
penyakit-penyakit
infeksi
misalnya
trakoma,
lepra
onkoserkariasis sertaxeroftalmia yang merupakan penyakit non-infeksi.
o Meningkatkan asupan vitamin A untuk mencegah xeroftalmia.
o Mencegah terjadin ya katarak.
o Penyakit-penyakit herediter dapat dicegah melalui konsultasi genetik.
o K e r j a s a m a p e m e r i n t a h d g n o r g a n i s a s i d a l a m m e m b a n t u orang buta.
dan