Anda di halaman 1dari 6

BAB III

PEMBAHASAN
Pada tanggal 7 22 Juni 2014 kami melakukan pemetaan di daerah
Kelurahan Sadang, Kecamatan Gunungpati, Semarang dan sekitarnya. Tujuan dari
pemetaan ini untuk mengetahui....
3.1 Geomorfologi
a. Satuan Bentuk Lahan Vulkanik
Satuan bentuk lahan vulkanik merupakan satuan kontur pada daerah
vulkanik yang pada kenampakan di peta topografinya memiliki kontur
yang rapat. Pada daerah ini disebut sebagai bentuk lahan vulkanik karena
pada daerah ini ditemukan gejala vulkanik berupa intrusi andesitik.
Pada peta daerah pemetaan, bentuk lahan ini berada di sekitar
Bendosari atau berada di Barat peta, dengan persentase 5% dari
keseluruhan peta. Jika dilihat dari deliniasi kontur bentuk lahan vulkanik,
berdasarkan perhitungan morfometrinya didapatkan persen rata-rata
kelerengan sebesar 15,304% yang menurut tabel klasifikasi relief Van
Zuidam merupakan daerah yang berupa bukit bergelombang

(Van

Zuidam, 1983).
Tabel 4.1 Klasifikasi Relief Van Zuidam (1983)

Klasifikasi Relief
Datar/hampir datar
Bergelombang landai
Bergelombang miring
Berbukit bergelombang
Berbukit terjal
Pegunungan sangat terjal
Pegunungan sangat curam

Persen lereng (%)


0-2
3-7
8-13
14-20
21-55
56-140
>140

Beda tinggi (m)


<50
5-50
25-75
50-200
200-500
500-1000
>1000

Proses geomorfik yang terjadi pada bentuk lahan ini berupa gaya
endogen. Gaya endogen merupakan gaya yang berasal dari dalam bumi.

Gaya endogennya berupa gaya tektonik, karena pada bentuk lahan ini
memiliki kontur yang rapat yang mungkin disebabkan oleh gaya tektonik.
Potensi positif pada daerah ini dapat digunakan sebagai daerah
tambang. Tata guna lahannya berupa pemukiman.
b. Satuan Bentuk Lahan Struktural
Satuan bentuk lahan struktural merupakan satuan kontur pada daerah
struktural yang pada kenampakan di peta topografinya memiliki kontur
yang sedang - renggang. Biasanya pada daerah ini dapat ditemukannya
gejala struktural.
Pada peta daerah pemetaan, bentuk lahan ini berada di Manyaran
Permai, Ngelosari, Bendosari, Desel, Kalialang Baru, Deliksari, dan
Trangkil atau berada di Barat Laut hingga Timur peta dan sedikit di Utara
peta, dengan persentase 60% dari keseluruhan peta. Jika dilihat dari
deliniasi kontur bentuk lahan struktural, berdasarkan perhitungan
morfometrinya didapatkan persen rata-rata kelerengan sebesar 14,598%
dengan titik tertinggi 150 meter dan terendah 50 meter yang memiliki
selisih sebesar 100 meter, menurut tabel klasifikasi relief Van Zuidam
merupakan daerah yang berupa bukit bergelombang (Van Zuidam, 1983).
Tabel 4.2 Klasifikasi Relief Van Zuidam (1983)

Klasifikasi Relief
Datar/hampir datar
Bergelombang landai
Bergelombang miring
Berbukit bergelombang
Berbukit terjal
Pegunungan sangat terjal
Pegunungan sangat curam

Persen lereng (%)


0-2
3-7
8-13
14-20
21-55
56-140
>140

Beda tinggi (m)


<50
5-50
25-75
50-200
200-500
500-1000
>1000

Pada daerah ini memiliki stadia sungai pada tingkat dewasa. Hal itu
disebabkan karena sudah terdapatnya channel bar pada daerah tersebut,
yang merupakan salah satu dari indikasi sungai stadia dewasa. Kemudian
terlihat juga adanya kelokan-kelokan sungai yang cukup banyak namun
tidak sampai untuk membentuk sebuah meander.
Proses geomorfik yang terjadi pada bentuk lahan ini berupa gaya
endogen dan gaya eksogen. Gaya endogen merupakan gaya yang berasal

dari dalam bumi, sedangkan gaya eksogen merupakan gaya yang berasal
dari luar bumi. Gaya endogennya berupa gaya tektonik, karena pada
bentuk lahan ini ditemukan beberapa struktur geologi yang dapat hadir
akibat adanya gaya tektonik yang bekerja dengan intensif. Kemudian gaya
eksogennya berupa pelapukan, proses ini menyebabkan topografi yang
sebelumnya terjal menjadi lebih landai seperti kenampakan saat ini.
Potensi negatifnya adalah terjadinya longsor karena daerah ini
banyak tebing yang berada di dekat pemukiman. Tata guna lahannya
berupa pemukiman dan lahan pertanian.
c. Satuan Bentuk Lahan Fluvial
Satuan bentuk lahan fluvial merupakan daerah-daerah terdekat
dengan jarak perkiraan satu kontur yang dilalui oleh sungai. Biasanya pada
satuan bentuk lahan ini adalah daerah dataran banjir atau daerah yang
rawan terjadinya banjir.
Pada daerah pemetaan, bentuk lahan ini berada di sepanjang Kali
Alang dan Kali Gribik atau melintang di tengah peta dari arah Utara ke
Selatan dengan persentase 10% dari keseluruhan peta. Jika dilihat dari
deliniasi

kontur

bentuk

lahan

fluvial,

berdasarkan

perhitungan

morfometrinya didapatkan persen rata-rata kelerengan sebesar 9,807%


yang menurut tabel klasifikasi relief Van Zuidam merupakan daerah yang
berupa bukit bergelombang miring (Van Zuidam, 1983). Slope yang rendah
ini menandakan bahwa daerah ini sudah berada cukup jauh dari hulu
sungainya.
Tabel 4.3 Klasifikasi Relief Van Zuidam (1983)

Klasifikasi Relief
Datar/hampir datar
Bergelombang landai
Bergelombang miring
Berbukit bergelombang
Berbukit terjal
Pegunungan sangat terjal
Pegunungan sangat curam

Persen lereng (%)


0-2
3-7
8-13
14-20
21-55
56-140
>140

Beda tinggi (m)


<50
5-50
25-75
50-200
200-500
500-1000
>1000

Pola pengaliran yang teramati dari daerah pemetaan ini adalah pola
pengaliran dendritik karena bentuknya yang menyerupai akar pohon.
Kemudian cabang dan anak sungainya tidak memiliki arah yang beraturan.
Pada umumnya pola pengaliran ini berkembang pada daerah yang
memiliki litologi dengan tingkat resistensi yang seragam atau pada daerah
yang terdapat struktur lipatan. Litologi pada pola pengaliran ini biasanya
berupa lapisan sedimen mendatar, batuan beku massif, dan metamorf
kompleks.
Proses fluviatil yang umumnya terjadi adalah erosi, transportasi, dan
sedimentasi.

Air

sungai

yang

mengerosi

tepi

sungainya

dan

mentransportasi material-material kikisannya sehingga berpindah ke


bagian sungai yang menuju ke hilir hingga pada batas dimana air tidak
mampu lagi melakukan transportasi terhadap material-material yang
dibawanya tersebut maka akan tertinggal pada tempat itu dan terjadi
sedimentasi atau pengendapan, sehingga akan membentuk kenampakan
baru pada sungai tersebut. Jenis fluviatil yang dihasilkan pada sungai ini
adalah channel bar dan point bar.
Jika diamati dari bentuk pola pengaliran dan jenis fluviatilnya,
sungai ini masuk dalam tahap stadia dewasa. Pada kenampakan peta
topografi, sungai ini terdapat kelokan-kelokan yang cukup banyak namun
belum sampai untuk membentuk meander, salah satu ciri-ciri dari stadia
dewasa. Kemudian hasil dari proses fluviatilnya yang berupa channel bar
dan point bar. Pada stadia ini umumnya mulai terjadinya erosi lateral yang
intensif, namun erosi vertikal yang mulai berkurang. Dengan begitu, akan
lebih mudahnya sungai melebar tetapi tidak semakin dalam.
Proses geomorfik yang terjadi pada bentuk lahan ini berupa gaya
endogen dan gaya eksogen. Gaya endogen merupakan gaya yang berasal
dari dalam bumi, sedangkan gaya eksogen merupakan gaya yang berasal
dari luar bumi. Gaya endogennya berupa gaya tektonik, karena pada
bentuk lahan ini ditemukan beberapa struktur geologi yang dapat hadir
akibat adanya gaya tektonik yang bekerja dengan intensif. Kemudian gaya
eksogennya berupa pelapukan dan erosi, merupakan proses yang umum

terjadi pada sungai sebagai penyebab perubahan morfologi sungai dan


terjadinya proses sedimentasi.
Potensi positif pada daerah ini dapat digunakan sebagai daerah
tambang. Kemudian potensi negatifnya adalah terjadinya banjir karena
daerah ini dilalui oleh sungai.
d. Satuan Bentuk Lahan Denudasional
Satuan

bentuk

lahan

denudasional

daerah

yang

memiliki

kenampakan pada peta topografi dengan kontur yang sangat renggang.


Pada umumnya pada satuan bentuk lahan ini akan didominasi oleh pola
jalan dan pemukiman.
Pada daerah pemetaan, bentuk lahan ini berada di Kalialang,
Gisiksari, dan Gribiksari atau berada di Barat Laut hingga Timur Laut
dengan persentase 25% dari keseluruhan peta. Jika dilihat dari deliniasi
kontur

bentuk

lahan

denudasional,

berdasarkan

perhitungan

morfometrinya didapatkan persen rata-rata kelerengan sebesar 5,091%


dengan titik tertinggi 50 meter dan terendah 10 meter yang memiliki
selisih sebesar 40 meter, menurut tabel klasifikasi relief Van Zuidam
merupakan daerah yang berupa bukit bergelombang landai (Van Zuidam,
1983).
Tabel 4.4 Klasifikasi Relief Van Zuidam (1983)

Klasifikasi Relief
Datar/hampir datar
Bergelombang landai
Bergelombang miring
Berbukit bergelombang
Berbukit terjal
Pegunungan sangat terjal
Pegunungan sangat curam

Persen lereng (%)


0-2
3-7
8-13
14-20
21-55
56-140
>140

Beda tinggi (m)


<50
5-50
25-75
50-200
200-500
500-1000
>1000

Pada daerah ini memiliki stadia sungai pada tingkat dewasa. Hal itu
disebabkan karena sudah terdapatnya channel bar pada daerah tersebut,
yang merupakan salah satu dari indikasi sungai stadia dewasa. Kemudian
terlihat juga adanya kelokan-kelokan sungai yang cukup banyak namun
tidak sampai untuk membentuk sebuah meander.

Faktor yang menyebabkan terbentuknya bentuk lahan denudasional


adalah berupa tenaga eksogen yang berasal dari pelapukan dan tenaga
destruktif manusia. Hal tersebut dikarenakan manusia yang terus
membangun daerah tersebut untuk kebutuhan hidupnya namun hal itu
menjadi salah satu penyebab degradasi terjadi pada daerah ini. Salah satu
buktinya adalah ditemukannya banyak pola jalan dan pemukiman pada
daerah ini. Selain itu pola jalan banyak ditemukan di daerah ini karena
litologi pada daerah ini yang memiliki tingkat resistensi yang rendah
sehingga mudah sekali untuk terjadi pelapukan dan menjadi datar.
Tata guna lahan di daerah ini adalah berupa pemukiman dan lahan
pertanian.

Anda mungkin juga menyukai