Anda di halaman 1dari 14

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN
Epidural hematom adalah keadaan dimana terjadi penumpukan darah di
antara duramater dan tabula interna tulang tengkorak. Umumnya disebakan karena
trauma tumpul pada kepala yang mengakibatkan fraktur linier. Lokasi yang paling
sering adalah bagian temporal atau temporoparietal (70%) dan sisanya bagian
frontal, oksipital dan fossa serebri posterior.
Sumber perdarahan yang paling lazim pada epidural hematom adalah
cabang arteri meningea media akibat fraktur yang terjadi dibagian temporal
tengkorak. Walaupun umumnya tulang tengkorak mengalami fraktur namun
didapatkan pula kasus dimana tidak terdapat fraktur, terutama pada kelompok
penderita anak-anak. Pada keadaan ini benturan yang terjadi tidak cukup kuat
untuk menyebabkan fraktur, namun cukup kuat untuk menyebabkan robeknya
pembuluh darah. Hematom epidural yang tidak disertai fraktur tulang tengkorak
akan memiliki kecendrungan lebih berat karena peningkatan tekanan intrakranial
akan lebih cepat terjadi.
EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat 2% dari kasus menyebabkan hematom epidural dan
sekitar 10% mengakibatkan koma. Secara internasional frekuensi kejadian
hematom epidural hampir sama dengan Amerika Serikat. Orang yang beresiko
mengalami EDH adalah orang tua yang memiliki masalah berjalan dan sering
jatuh, 60% penderita hematom epidural adalah orang yang berusia dibawah 20
tahun, dan jarang terjadi pada umur yang kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun.
Angka kematian meningkat pada pasien yang berusia kurang dari 5 tahun dan
lebih dari 55 tahun. Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan
perempuan dengan perbandingan 4:1.
Perdarahan ini jarang terjadi pada pasien usia di atas 60 tahun
kemungkinan karena duramater melekat kuat ke tabula interna. Hal ini pula
menerangkan bahwa kebanyakan hematom epidural terjadi di bagian temporal ,

karena pada lokasi tersebut perlekatan duramater lebih lemah dibandingkan pada
kondisi lainnya. Sedangkan pada anak dan bayi lebih sering terjadi hematom
epidural bifrontal yang berasal dari vena, beberapa literatur mangatakan hal ini
disebabkan karena pada usia tersebut tulang tengkorak lebih lentur dibandingkan
orang dewasa.
ETIOLOGI
Hematom epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja.
Hematom epidural terjadi akibat trauma kepala yang biasanya berhubungan
dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh darah. Beberapa keadaan
yang dapat menyebabkan epidural hematom adalah misalnya benturan pada
kepada akibat kecelakaan motor.
ANATOMI OTAK
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang
membungkusnya, tanpa perlindungan ini otak yang jaringannya lunak tersebut
akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali
neuron otak rusak, neuron tersebut tidak dapat diperbaiki lagi. Cedera kepala
dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang. Cedera kepala dapat
melibatkan setiap komponen yang ada, mulai dari bagian terluar (SCALP) hingga
bagian terdalam (intrakranial). Setiap komponen yang terlibat memiliki kaitan
yang erat dengan mekanisme yang terjadi.
Secara umum otak dilindungi oleh:
1. Kulit kepala (SCALP)
Kulit kepala terdiri atas 5 lapisan, 3 lapisan pertama saling melekat dan
bergerak sebagai suatu unit. Kulit kepala terdiri dari:
- Skin atau kulit, tebal, berambut dan mengandung banyak kelenjar
-

sebasea.
Connective tissue atau jaringan penyambung, merupakan jaringan lemak
fibrosa yang menghubungkan kulit dengan aponeurosis dai m.
Occipitofrontalis di bawahnya. Banyak mengandung pembuluh darah
besar terutama lima arteri utama, yaitu cabang supratroklear dan
supraorbital dari arteri oftalmik di sebelah depan, dan tiga cabang dari
carotid eksternal-temporal superfisial, aurikuler posterior, dan oksipital

disebelah posterior dan lateral. Pembuluh darah ini melekat erat dengan
septa fibrosa jaringan subkutis sehingga sukar berkontraksi atau
mengkerut. Apabila pembuluh ini robek, maka pembuluh ini sukar
mengadakan vasokonstriksidan dapat menyebabkan kehilangan darah
-

yang bermakna pada penderita laserasi kulit kepala.


Aponeurosis atau galea aponeurotika, merupakan suatu jaringan fibrosa,
padat, dapat digerakan dengan bebas yang membantu menyerap
kekuatan trauma eksternal, menghubungkan otot frontalis dan otot

oksipitalis.
Loose areoral tissue atau jaringan penunjang longgar, mengubungkan
apoeneurosis

galea

dengan

periosteum

cranium(pericranium).

Mengandung beberapa arteri kecil dan beberapa v.emmisaria yang


menghubungkan v.diploica tulang tengkorak dan sinus venosus
intracranial. Pembuluh-pembuluh ini dapat membawa infeksi dari kulir
kepala sampai jauh kedalam tengkorak, sehingga pembersihan dan
debridement kulit kepala harus dilakukan secara sekdama bila galea
-

terkoyak.
Pericranium merupakan periosteum yang menutupi permukaan tulang
tengkorak, melekat erat terutama pada saluran ini periosteum aka
langsung berhubungan dengan endosteum (yang melapisi permukaan
dalam tulang tengkorak).

1. Tulang tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari calvarium (kubah) dan basis cranii (bagian
terbawah). Pada calvaria di regio temporalis tipis, tetapi di daerah ini dilapisi oleh
otot temporalis. Basis cranii terbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian
dase otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi.
Pada orang dewasa, tulang tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak
memungkinkan terjadinya perluasan isi intrakranial. Tulang tengkorak terdapat
tiga lapis yaitu tabula eksterna, diploe, dan tabula interna. Dinding luar disebut
tabula eksterna, dan dinding dalam disebut tabula interna. Tabula interna
mengandung alur-alur yang berisi arteri meningea anterior, media dan posterior.
Rongga tengkorak dasar terbagi atas 3 fossa yaitu fossa anterior yang merupakan

tempat lobus fontalis, fossa media tempat lobus temporalis, dan fossa posterior
yang merupakan tempat bagian bawah batang otak dan cerebelum.
2. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3
lapis, antara lain :
1. Durameter adalah selaput keras yang terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang
melekat erat pada permukaan dalam kranium, karena tidak melekat pada
selaput arakhnoid dibawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang
subdural) yang terletak antara durameter dan arakhnoid yang kaya akan
pembuluh vena, sehingga saat terjadi robekan pada durameter maka akan
terjadi peradarahan yang akan menumpuk pada ruangan ini sehingga
dikenal sebagai perdarahan subdural.
2. Selaput arachnoid adalah membran fibrosa halus tipis, elastis dan tembus
pandang, terdapat ruang yang dikenal sebagai subarakhnoid yang
merupakan tempat sirkulasi cairan LCS.
3. Piameter adalah membran halus yang melekat erat pada permukaan
korteks serebri, memiliki banyak pembuluh darah halus.
PATOFISIOLOGI
Hematom epidural perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan
durameter. Peradarahan sering terjadi di daerah temporal bila cabang arteri
meningea media robek. Robekan terjadi bila fraktur tulang tengkorak di darerah
yang bersangkutan. Hematom juga dapat terjadi pada daerah frontal atau oksipital.
Arteri meningea media masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan
jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os.temporale.
Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh
hematom akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga
hematom bertambah besar. Hematom yang membesar pada daerah temporal akan
menyebabkan tekanan pada lobus temporalis otak ke arah bawah dan dalam.
Tekanan menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah
pinggiran tentorium. Keadaan ini dapat menimbulkan tanda-tanda neurologik.
Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus formasi
retikularis di medulla oblongat menyebabkan hilangnya kesadaran.

Pada tempat ini terdapat nuclei saraf okulomotorius. Tekanan pada saraf ini
mengakibatkan terjadinya dilatasi pupil dan ptosis pada kelopak mata. Tekanan
pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini maka akan
menyebabkan kelemahan respon motorik kontralateral, reflek hiperaktif, serta
tanda babinski positf.
Pada saat hematom membesar, maka seluruh isi otak akan terdorong ke arah
yang berlawanan sehingga mengakibatkan tekanan intrakranial yang besar.
Setelah itu akan timbul tanda-tanda peningkatan intrakranial tahap lanjut, antara
lain kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital serta fungsi pernapasan.
Darah akan terpompa terus keluar sehingga makin lama semakin membesar
dikarenakan perdarahan berasal dari arteri. Ketika kepala terbaring atau terbentur
mungkin penderita pingsan sebentar dan sadar kembali. Dalam waktu beberapa
jam penderita akan merasakan nyeri kepala yang progresif, kemudian berangsurangsur akan menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita
sadar disebut interval lusid.
Sumber perdarahan :
1. Arteri meningeal (lusid interval 2-3 jam )
2. Sinus durameter
3. Diploe (lubang yang mengisi kalvaria cranii) yang berisi arteri a.diploica
dan vena diploica.
Epidural hematom adalah kasus yang emergency karena progresifitasnya
cepat sebab durameter melekat erat pada sutura sehingga mendesak ke parenkim
otak dan mudah terjadi herniasi trans dan infratentorial.
MANIFESTASI KLINIK
Gejala yang muncul ialah kesadaran menurun secara progresif. Pasien
sering kali tampak memar di sekitar mata dan dibelakang telinga. Tampak cairan
yang keluar pada saluran hidung atau telinga.
Gejala yang sering tampak :
1. Penurunan kesadaran bisa sampai koma
2. Bingung
3. Penglihatan kabur

4. Susah bicara
5. Keluar cairan dari hidung atau telinga
6. Nyeri kepala yang hebat
7. Mual
8. Pusing
9. Pucat
10. Berkeringat
11. Pupil anisokor
Gangguan kesadaran yang terjadi langsung setelah cedera umumnya bukan
karena hematom epidural, tetapi karena teregangya serat-serat formatio retikularis
dalam batang otak. Saat hematom telah mencapai 50 cc baru gejala neurologis
muncul. Gejala ini muncul akibat penekanan terhadap jaringan otak. Penekanan
hematom menyebabkan pendorongan otak dan menimbulkan herniasi yang
menekan batang otak.
Setelah efek regangan pada serat formatio retikularis di batang otak pulih,
pasien umumnya akan segera sadar kembali sampai akhirnya hematom yang
terjadi cukup besar dan menyebabkan defisit neurologis, termasuk penurunan
kesadaran.
Hematom yang terjadi di daerah temporal akan menyebabkan gejala
neurologis yang cukup progresif akan menyebabkan gejala neurologis yang
progresif. Pasien akan menurun kesadarannya seperti hendak tidur terus tetapi
tidak dapat dibangunkan. Hematom yang semakin besar akan mendorong jaringan
otak ke arah insisura tentori, sehingga terjadilah herniasi jaringan otak yang dapat
menekan nervus okulomotorius pada sisi yang sama. Akibatnya akan terjadi
miosis beberapa saat yang akan menjadi midriasis, pada mata sisi ipsilateral
dengan hematom yang tidak berespon lagi terhadap cahaya dan terjadilah
anisokor. Defisit neurologi lain yang dapat dijumpai berupa hemiparesis, kejang,
muntah, dapat juga dijumpai refleks Babinsky kontralateral positif.
Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, maka dijumpai hemiparese
atau serangan epilepsi fokal. Pada perjalanannya pelebaran pupil akan mencapai
maksimal dari reaksi cahaya pada permulaan positif menjadi negatif. Hal ini
menjadi penanada sudah terjadi herniasi tentorial. Terjadi kenaikan tekanan darah
dan bradikardi. Akhirnya, kesadaran menurun sampai koma dalam, pupil

kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak


menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Perdarahann intrakranial akibat trauma kepala lebih mudah dikenal dengan
menggunakan CT-Scan dan MRI
Foto Polos Kepala
Kita tidak dapat mendiagnosa pasti epidural hematom dengan menggunakan
foto polos kepala menggunakan proyeksi antero-posterior (AP), lateral dengan sisi
yang mengalami trauma pada film untuk mencari adanya fraktur tulang yang
memotong sulcus arteri meningea media. Foto dilakukan pada cedera kepala
ringan dengan :
1. Riwayat pingsat atau amnesia
2. Timbulnya gejala neurologis seperti : diplopia, vertigo, muntah, atau sakit
3.
4.
5.
6.

kepala
Timbulnya tanda neurologis, seperti : hemiparesis
Adanya otorrhea atau rhinorrhea
Adanya kecurigaan luka tembus kepala
Adanya kecurigaan intoksikasi obat atau alkohol

Computed Tomography (CT-Scan)


CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek dan potensi cedera intrakranial
lainnya. Epidural biasanya terdapat pada satu bagian saja (single), tetapi dapat
pula terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks, paling sering terjadi
pada daerah tempoparietal. Selain itu tampak densitas yang hiperdens , berbatas
tegas, midline yang terdorong ke sisi kontralateral.
Pemeriksaan CT-Scan dilakukan pada pasien dengan indikasi :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

GCS < 15
Cedera kepala ringan dengan disertai fraktur tulang tengkorak
Adanya tanda klinis fraktur basis kranii
Kejang
Adanya tanda neurologis fokal
Sakit kepala yang menetap

Pada CT-Scan ditemukan gambaran :


1. Hiperdens elips yang bikonveks dengan batas tegas
2. Densitas yang bervariasi menunjukkan terjadinya perdarahan aktif
3. Hematoma tidak menyebrangi garis sutura kecuali jika terjadi fraktur
sutura yang diastatik
4. Dapat memisahkan sinus vena dari cranium, epidural hematoma
menunjukkan satu-satunya perdarahan intrakranial yang menunjukkan
gambaran seperti ini.
5. Adanya efek massa yang bergantung pada ukuran perdarahan dan
berhubungan dengan edema.
6. Perdarahan vena dapat memberikan gambaran yang lebih bervariasi.
7. Garis fraktur yang berkaitan dapat dilihat.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI menggambarkan massa hiperintes bikonveks yang menggeser posisi
durameter berada di antara tulang tengkorak dan durameter. MRI juga dapat
menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI salah satu jenis pemeriksaan
yang dipilih untuk menegakkan diagnosis.
DIAGNOSA BANDING
Hematom subdural
Hematoma subdural terjadi akibat pengumpulan darah diantara durameter
dan arakhnoid. Gambaran CT-Scan hematoma subdural tampak penumpukan
cairan ekstrakranial yang hiperdens berbentuk bulan sabit.
Hematoma Subarachnoid
Hematoma subarachnoid terjadi karena robeknya pembuluh darah di
dalamnya.
TATALAKSANA
Primary survery dan resusitasi
a. Airway
Bersihkan jalan napas dari benda asing, lendir, atau darah. Intubasi
endotrakhea dini harus segera dilakukan pada penderita koma.

b. Breathing
Penderita dilakukan ventilasi oksigen 100%.

Tindakan hiperventilasi

dilakukan secara hati-hati pada penderita dengan cedera otak berat yang
menunjukkan perburukan neurologis.
c. Circulation
Hipotensi biasanya tidak disebabkan oleh cedera otak itu sendiri, tetapi
terjadi bila stadium terminal dimana medulla oblongata sudah mengalami
gangguan. Hipotensi menunjukkan adanya kehilangan darah yang cukup berat.
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan setelah status kardiopuloner penderita
stabil. Pemeriksaan yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan GCS dan reflek
cahaya pupil. Jika penderita koma, respon motorik dapat dirangsang dengan
mencubit otot trapexiys atau menekan dasar kuku penderita.
Secondary Survey
Pemeriksaan neurologis (GCS dan reflek pupil) dilakukan untuk mendeteksi
gangguan neurologis. Tanda awal dari herniasi lobus temporal (unkus) dapat kita
lihat melalui adanya dilatasi pupil dan hilangnya refleks pupil terhadap cahaya.
Setelah kondisi stabil, maka hal-hal yang dapat kita lakukan sebagai berikut
:
1. Memperbaiki dan mempertahankan fungsi vital
Usahakan agar jalan napas selalu bebas, bersih dari lendir, serta dilakukan
pemasangan infus.
2. Mengurangi edema serebri
Umumnya digunakan cairan manitol 20% per infus untuk air dari ruang
intersel ke dalam ruang intravaskular dengan tujuan terjadi diuresis. Untuk
memperoleh hasil yang optimal maka dosis yang diberikan harus cukup dan
dalam waktu singkat yaitu 0,25-1 gram/kgBB dalam 10-30 menit secara bolus
intravena. Cara ini digunakan pada kasus-kasus yang menunggu tindakan bedah.
3. Obat neurotropik
Beberapa obat dapat mengatasi gangguan metabolisme otak, termasuk
dalam keadaan koma, antara lain :
Piritonol

Piritinol adalah senywa mirip piridoksin (vitamin B6) yang mengaktivasi


metabolisme otak dan memperbaiki struktur serta fungsi membran sel. Pada fase
akut dosis yang diberikan 800-4000mg/hari lewat infus.
Piracetam
Piracetam

ialah

senyawa

mirip

GABA,

GABA

merupakan

neurotransmitter otak. Dosis yang diberikan 4-12 gram/hari intravena


Citicholine
Citicholine ialah koenzim pembentukan lecithin di otak. Lecithin
diperlukan untuk sintesis membran sel dan neurotransmitter di dalam otak. Dosis
yang diberikan 100-500 mg/intravena.
Terapi operatif
Operasi dilakukan bila terdapat :
a. Volume hematoma > 25 ml
b. Keadaan pasien memburuk
c. Pendorongan garis tengah > 3mm
Penanganan gawat darurat dengan :
1. Decompresi dengan trepanasi sederhana (burr hole)
2. Dilakukan kraniotomi untuk mengevakuasi hematoma.
Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah life saving dan fungsional saving.
Jika untuk keduanya operasi tersebut termasuk operasi emergency.
Indikasi untuk operasi life saving :
1. > 25 cc = desak ruang supra tentorial
2. > 10 cc = desak ruang infratentorial
3. > 5 cc = desak ruang thalamus
Indikasi evakuasi life saving ialah :
a. Penurunan klinis
b. Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan
penurunan klinis yang progresif

c. Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan
klinis yang progresif.
5.Konservatif
Tindakan konservatif dilakukan jika pembedahan tidak membawa hasil yang lebih
baik. Kriteria trauma kapitis yang hanya membutuhkan konservatif ialah :
a. Fraktur basis cranii = ditandai dengan adanya memar biru hitam pada kelopak
b.
c.
d.
e.
f.

mata
Racoon eye atau memar diatas prosesus mastoid (Battles sign)
Cairan cerebrospinalis yang menetes dari telinga atau hidung
Comotio cerebri ditandai dengan gangguan kesadaran temporer.
Fraktura depresi tulang tengkorak
Hematoma intraserebral dapat disebabkan oleh kerusakan akut atau progresif
akibat contusio.
KOMPLIKASI
Koagulopati

sering terjadi pada pasien trauma kepala. Pada anak-anak yang

mengalami trauma kepala 71% memiliki clotting test yang abnormal dan 32%
mengalami sindrom disseminated intravaskular coagulation and fibrinolysis
(DICF).
Pasien yang mengalami trauma kepala juga memiliki resiko tinggi mengalami
deep venous trombosis (DVT) dan pulmonary embolism (PE).
PROGNOSIS
Prognosis yang terjadi tergantung pada lokasinya, besarnya, kesadaran saat akan
dilakukan operasi. Jika ditangani dengan cepat prognosis hematoma epidural
biasanya baik. Angka kematian sebanyak 7-15%. Prognosisnya menjadi buruk
bila pasien mengalami koma sebelum operasi.

BAB II
PRESENTASI KASUS
I.Identitas pasien
Nama :
Rekam medis:
Jenis kelamin:
Umur :
Tanggal MRS:
II.

Anamnesa
Keluhan utama :
RPS:

III.

Pemeriksaan fisik
PRIMARY SURVEY
Air way
Breathing
Circulation
Dissability
SECODARY SURVEY
Status lokalis
Kepala :
- Telinga
- Mata
- Hidung
- Zignomaticus
- Bibir
- Lidah
Leher
-

Inspeksi
Palpasi

Toraks
-

Inspeksi
Palapasi
Perkusi
Auskultasi

Jantung

Inspeksi
Palpasi
Parkusi
Auskultasi

Abdomen
-

Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi

Vertebra
-

Inspeksi
Palpasi

Ekstrimitas
Inspeksi
Palpasi

Genitalia
-

Inspeksi
Palpasi

Pemerikasaan penunjang
Hb:
Leukosit:
Trombosit:
Hematokrit:
PT:
APTT:

Anda mungkin juga menyukai