Asma Bronkial PDF
Asma Bronkial PDF
LANDASAN TEORI
II.1.
Tinjauan Pustaka
hipersensitivitas
tipe
lambat.
Masing-masing
sel
radang
10
11
12
dengan gejala khas pada asma yaitu batuk, sesak dan wheezing dan disertai
hipereaktivitas saluran respiratorik terhadap berbagai rangsangan. Batuk
sangat mungkin disebabkan oleh stimulasi saraf sensoris pada saluran
respiratorik oleh mediator inflamasi dan terutama pada anak, batuk
berulang bisa jadi merupakan satu-satunya gejala asma yang ditemukan.
(Sundaru, 2006).
II.1.4. Epidemiologi Asma
Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita
mempunyai gejala pada umur 1 tahun, sedangkan 80-90% anak yang
menderita asma gejala pertamanya muncul sebelum umur 4-5 tahun.
Sebagian besar anak yang terkena kadang-kadang hanya mendapat
serangan ringan sampai sedang, yang relatif mudah ditangani. Sebagian
kecil mengalami asma berat yang berlarut-larut, biasanya lebih banyak
yang terus menerus dari pada yang musiman. Hal tersebut yang
menjadikannya tidak mampu dan mengganggu kehadirannya di sekolah,
aktivitas bermain, dan fungsi dari hari ke hari (Sundaru, 2006).
Di Australia prevalensi asma usia 8-11 tahun pada tahun 1982
sebesar 12,9% meningkat menjadi 29,7% pada tahun 1992. Penelitian di
Indonesia memberikan hasil yang bervariasi antara 3%-8%, penelitian di
Manado, Palembang, Ujung Pandang, dan Yogyakarta memberikan angka
berturut-turut 7,99%; 8,08%; 17% dan 4,8%. Penelitian epidemiologi asma
juga dilakukan pada siswa SLTP di beberapa tempat di Indonesia, antara
lain: Palembang, dimana prevalensi asma sebesar 7,4%; Jakarta prevalensi
asma sebesar 5,7% dan Bandung prevalensi asma sebesar 6,7%. Belum
dapat disimpulkan kecenderungan perubahan prevalensi berdasarkan
bertambahnya usia karena sedikitnya penelitian dengan sasaran siswa
SLTP, namun tampak terjadinya penurunan (outgrow) prevalensi asma
sebanding dengan bertambahnya usia terutama setelah usia sepuluh tahun.
Hal ini yang menyebabkan prevalensi asma pada orang dewasa lebih
rendah jika dibandingkan dengan angka kejadian asma pada anak
(Manfaati, 2004).
13
Tahun
Jumlah
Sampel
Umur
(Tahun)
Prevalensi
(%)
Djajanto (Jakarta)
Rosmayudi
(Bandung)
Dahlan (Jakarta)
Arifin (Palembang)
Rosalina (Bandung)
Yunus F (Jakarta)
Kartasasmita CB
(Bandung)
Rahajoe NN (Jakarta)
1991
1993
1200
4865
6 12
6 12
16,4
6,6
1996
1996
1997
2001
2002
1296
3118
2234
2678
2836
1296
6 12
13 15
13 15
13 14
67
13 14
13 14
17,4
5,7
2,6
11,5
3,0
5,2
6,7
2002
14
Faktor
endokrin
menyebabkan
asma
lebih
buruk
dalam
faktor
resiko
yang
berhubungan
dengan
terjadinya
atau
Asap Rokok
Asap rokok dapat menyebabkan asma, baik pada perokok itu
15
16
Secara umum, tipe perokok dibagi menjadi dua, yaitu (Aula, 2010):
a. Perokok aktif (active smoker)
Seseorang yang benar-benar memiliki kebiasaan merokok.
Merokok sudah menjadi bagian hidupnya, sehingga tidak enak bila sehari
saja tidak merokok. Merokok dapat menaikkan risiko berkembangnya
asma walaupun sedikit bukti-bukti bahwa merokok aktif merupakan faktor
risiko berkembangnya asma secara umum ataupun karena pekerjaan pada
pekerja yang terpapar dengan beberapa sensitisasi di tempat bekerja
(Danusaputro, 2000).
b. Perokok pasif (passive smoker)
Seseorang yang tidak memiliki kebiasaan merokok, namun
terpaksa harus mengisap asap rokok yang dihembuskan oleh orang lain
yang kebetulan didekatnya. Anak-anak secara bermakna terpapar asap
rokok. Sisi aliran asap yang terbakar lebih panas dan lebih toksik dari pada
asap yang dihirup perokok, terutama dalam mengiritasi mukosa jalan
nafas. Paparan asap tembakau pasif berakibat lebih berbahaya gejala
penyakit saluran nafas bawah (batuk, lendir dan mengi) dan naiknya risiko
asma dan serangan asma (Danusaputro, 2000).
17
B.
Alergi tungau lebih sering terjadi di kota dan Negara berkembang. Hal ini
terjadi
karena
rumah
modern
dan
penggunaan
teknik
insulasi
Jenis Kelamin
Jumlah kejadian asma pada anak laki-laki lebih banyak
18
Binatang Peliharaan
Binatang peliharaan yang berbulu seperti anjing, kucing, hamster,
Jenis Makanan
Alergi makanan seringkali tidak terdiagnosis sebagai salah satu
19
biologis
(virus,
bakteri,
jamur),
formadehyde,
volatile
organic
Perubahan Cuaca
Kondisi cuaca seperti temperatur dingin, tingginya kelembaban
20
21
sekitar 50% jika kedua orang tua asmatisk. Asma tidak selalu ada pada
kembar monozigot, tingkat stabilitas bronkokontriksi pada olahraga ada
pada kembar identik, tetapi tidak pada kembar dizigot (Sundaru, 2006)
Orang tua asma kemungkinan 8-16 kali menurunkan asma dibandingkan
dengan orang tua yang tidak asma, terlebih lagi bila anak alergi terhadap
tungau debu rumah (Ramaiah, 2006).
Anamnesis
Didapatkan keluhan episodik berupa batuk kronik berulang, mengi,
sesak atau berat di dada. Adanya penyakit alergi yang lain pada pasien
ataupun keluarganya seperti rhinitis alergika, dermatis atopik, dll. Selain
itu perlu diketahui faktor pencetus serangan dapat memicu timbulnya
serangan.
Faktor-faktor pencetus pada asma yaitu :
Polusi udara
22
Pemeriksaan Fisik
Penemuan tanda pada pemeriksaan fisik pasien asma tergantung
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan uji fungsi paru sebelum dan sesudah pemberian
Pneumothorax
B.
C.
Atelektasis
D.
Gagal napas
E.
Bronkhitis
F.
Fraktur iga
23
Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang
disebabkan karena reaksi alergi penderita terhadap alergen dan
tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat.
B.
Asma intrinsik
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu
yang berasal dari alergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi
dan kodisi lingkungan yang buruk seperti kelembaban, suhu, polusi
udara dan aktivitas olahraga yang berlebihan.
Pembagian derajat asma dibuat oleh Phelan dkk (dikutip dari
B.
C.
Asma persisten
Terjadi pada sekitar 5% dari populasi. Ditandai dengan seringnya
terjadinya serangan, mengi timbul saat aktivitas ringan, sangat
dibutuhkan agonis -2 pada interval gejala. Gejala timbul lebih dari
3x/minggu. Terapi profilaksis sangat dibutuhkan.
24
Parameter klinis
Asma episodik
Asma episodik
Asma persisten
jarang
sering
(asma berat)
faal paru
(asma ringan)
(asma sedang)
1.
Frekuensi serangan
Sering
2.
Lamanya serangan
Beberapa hari
Seminggu atau
Tidak ada
Lebih
Remisi
3.
Intensitas serangan
Ringan
Lebih berat
Berat
4.
Diantara serangan
Tanpa gejala
Ada gejala
Gejala siang
Malam
5.
6.
Tidak
Sering
terganggu
terganggu
Normal
Mungkin
Tidak pernah
Terganggu
Normal
luar serangan
7.
Obat pengendali
Tidak perlu
(anti inflamasi)
8.
Perlu
Sangat terganggu
steroid
PEF/PEVI>80
PEF/PEVI 60-
PEV/FEVI<60%
Serangan
80%
& Variabilitas
20-30%
9.
Variabilitas
Variabilitas
Variabilitas 50%
20-30%
25
Serangan singkat
2.
3.
4.
26
II.1.10.Penatalaksanaan Asma
Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda
(reliever) dan obat pengendali (controller). Kelompok pertama adalah obat
pereda atau pelega atau obat serangan. Obat pelega (reliever) asma ini
digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma jika sedang timbul.
Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada gejala lagi maka obat ini
tidak digunakan lagi. Kelompok kedua adalah obat pengendali, sering
disebut sebagai obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini digunakan
untuk mengatasi masalah dasar asma yaitu inflamasi respitorik kronik
(Taufik, 2009).
Obat asma dapat diberikan lewat beberapa cara seperti oral,
inhalasi atau injeksi. Keuntungan utama obat inhalasi adalah menghasilkan
efek langsung ke saluran nafas, yang menghasilkan konsentrasi lokal
tinggi dengan resiko sistemik yang kurang (Taufik, 2009).
Tabel 3. Penggolongan obat asma
Controller
Reliever
Kortikosteroid
inhalasi,
sistemik )
( SABA )
Leucotriene modifeier
Long
acting
-2
Kortikosteroid sistemik
agonist
( LABA )
Chromolin
Antikolinergik
Ipratropium
Sodium
cromoglycate
dan
:
bromide,
oxitropium
Teofilin
Nedocromil Sodiem
Teofilin lepas lambat
Anti IgE
Antikolinergik : Tiotropium
Sumber:
http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/09/penatalaksanaan-asmamasa-kini_files-of-drsmed.pdf.
27
28
Menentukan
adanya
komplikasi
(pneumonia,
atelektase,
29
PENGOBATAN
Pengobatan berikut ini biasanya diberikan bersamaan untuk dapat
secepat mungkin mengatasi serangan asma (Taufik, 2009).
a.
b.
c.
d.
Bronkodilator
tambahan:
antikolinergik
(Ipratropium
Kombinasi
Bromida)
agonis
dengan
memberikan
efek
30
Pemberian secara oral sama efektifnya dengan intra vena dan lebih
disukai karena lebih gampang dan lebih murah. Kortikosteroid
baru memberikan efek minimal setelah 4 jam. Kortikosteroid
diberikan bila:
Pasien kelelahan.
PCO2 meningkat.
31
II.2.
Kerangka Teori
Lingkungan :
Perubahan Cuaca
Asap Rokok
Binatang Peliharaann
Status
Riwayat Penyakit
Keluarga
Asma
Bronkial
(Genetik)
Alergi :
Makanan
Tungau Debu
II.3.
Kerangka Konsep
Variabel Independent
Riwayat Penyakit
Keluarga
Variabel Dependent
Jenis Kelamin
Asap Rokok
Tungau Debu
Asma Bronkial
Perubahan Cuaca
Jenis Makanan
Binatang
Peliharaan
Perabotan Rumah
Tangga
Variabel yang diteliti
32
II.4.
Hipotesis
H1 :
H2 :
II.5
Keterbatasan Penelitian
Sedikitnya ketersediaan data baik dari literatur maupun internet
menjadi penghambat pengumpulan informasi serta data penelitian
sebelumnya yang dapat dijadikan acuan oleh peneliti. Selain itu
kemampuan peneliti masih terbatas dalam hal pendanaan, waktu dan
tenaga sehingga variabel yang digunakan hanya riwayat penyakit keluarga
dan asap rokok saja.