Anda di halaman 1dari 31

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Kulit
Kulit merupakan pembungkus elastis yang dapat melindungi tubuh dari pengaruh
lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya,
yaitu 1,5% dari berat tubuh dan luasnya 1,5-1,75 m2, rata-rata tebal kulit 1-2 mm.
Paling tebal (16 mm) terdapat ditelapak tangan dan kaki, sedangkan paling tipis
(1,5 mm) terdapat di penis (Harahap, 2000).
Berikut akan dijelaskan pembagian kulit secara histopatologik (Djuanda, 2007) :
1. Epidermis (lapisan tanduk), terdiri dari 5 lapis :
a. Stratum korneum, merupakan lapisan paling luar yang terdiri dari kumpulan
sel-sel yang telah mati dan terus menerus diganti oleh sel yang baru. Lapisan ini
menebal di telapak tangan dan kaki sedangkan menipis di kelopak mata.
b. Stratum lusidum, terdapat dibawah lapisan stratum korneum yang terdiri
dari protein dan lemak, berwarna transparan dan tampak jelas di telapak
kaki dan tangan.
c. Stratum granulosum, terdiri dari sel-sel yang memipih dengan sitoplasma
berwarna gelap karena keratohialin.adanya granula ini menunjukan bahwa sel-sel
mulai mati.
d. Stratum spinosum, terdiri dari sel-sel polygonal yang makin ke atas makin
pipih. Diantara stratum spinosum terdapat jembatan antar sel dan sel Langerhans.
e. Stratum basal, terdiri dari satu lapis sel silindris dengan sumbu panjang
17

tegak lurus dan selalu membelah diri. Lapisan ini merupakan impermeable
membrane terhadap bahan kumia yang larut dalam air. Lapisan ini mengandung
sel-sel malanosit. Pada orang normal, perjalanan sel dari stratum basal sampai ke
stratum korneum lamanya 4056 hari.
2. Dermis
Lapisan dermis terdapat dibawah epidermis, yang membuat kulit lebih tebal dan
elastis karena terdiri dari kumpulan jaringan fibrosa dan elastis. Lapisan ini terdiri
dari 2 lapis, yaitu :
a. Stratum papilare yang menonjol masuk ke dalam lapisan bawah epidermis,
mangandung kapiler dan ujung-ujung syaraf sensori.
b. Stratum retilukare yang berhubungan dengan subkutis, mengandung kelenjar
keringat dan sebasea. Kelenjar sebasea seluruhnya bermuara di folikel rambut.
3. Subkutis
Terdiri dari jaringan longgar dan mengandung banyak kelenjar keringat dan selsel lemak.

B. Dermatitis Kontak
Dermatitis yang terjadi pada pekerja adalah dermatitis kontak akibat kerja.
Dermatitis kontak akibat kerja didefinisikan sebagai penyakit kulit dimana
pajanan di tempat kerja merupakan faktor penyebab yang utama serta faktor
kontributor. Selain itu menurut American Medical Association, dermatitis

18

seringkali cukup digambarkan sebagai peradangan kulit, timbul sebagai turunan


untuk eksim, kontak (infeksi dan alergi) (HSE UK, 2004).
Menurut Djuanda dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan
atau substansi yang menempel pada kulit (Djuanda, 2007). Menurut Firdaus
dermatitis kontak adalah respon dari kulit dalam bentuk peradangan yang dapat
bersifat akut maupun kronik, karena paparan dari bahan iritan eksternal yang
mengenai kulit (Firdaus, 2002).
Menurut Michael dermatitis kontak merupakan suatu respon inflamasi dari kulit
terhadap antigen atau iritan yang bisa menyebabkan ketidaknyamanan dan rasa
malu dan merupakan kelainan kulit yang paling sering pada para pekerja
(Michael, 2005). Menurut Hayakawa dermatitis kontak merupakan inflamasi nonalergi pada kulit yang diakibatkan senyawa yang kontak dengan kulit tersebut
(Hayakawa, 2000). Menurut Hudyono dermatitis kontak adalah kelainan kulit
yang disebabkan oleh bahan yang mengenai kulit, baik melalui mekanisme
imunologik (melalui reaksi alergi), maupun non-imunologik (dermatitis kontak
iritan) (Hudyono, 2002).
Salah satu penyebab dari dermatitis kontak akibat kerja yaitu bahan kimia
yang kontak dengan kulit saat melakukan pekerjaan. Bahan kimia (kontaktan)
untuk dapat menyebabkan dermatitis kontak akibat kerja, pertama harus mengenai
kulit kemudian melewati lapisan permukaan kulit dan kemudian menimbulkan
reaksi yang memudahkan lapisan bawahnya terkena. Lapisan permukaan kulit ini
ketebalannya menyerupai kertas tissue, mempunyai ketahanan luar biasa untuk
dapat ditembus sehingga disebut lapisan barrier. Lapisan barrier menahan air dan
19

mengandung air kurang dari 10 % untuk dapat berfungsi secara baik. Celah
diantara lapisan barrier ada kelenjar minyak dan akar rambut yang terbuka dan
merupakan tempat yang mudah ditembus (HSE UK, 2004).
Jenis Dermatitis Kontak
Terdapat dua jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis
kontak alergik. Perbedaan prinsip antar keduanya adalah dermatitis kontak iritan
terjadi karena adanya penurunan kemampuan kulit dalam melakukan regenerasi
sehingga mudah teriritasi oleh bahan-bahan tertentu. Penurunan kemampuan ini
dipengaruhi oleh selaput tanduk dan kandungan air pada sel tanduk tersebut.
Sementara pada dermatitis kontak alergi, paparan bahan kimia menimbulkan
rangsangan tertentu pada imunitas tubuh. Rangsangan ini akan menyebabkan
reaksi hipersensitivitas dan peradangan kulit disini hanya terjadi pada seseorang
yang mempunyai sifat hipersensitif (mudah terkena alergi). Kedua bentuk
dermatitis ini sulit dibedakan satu sama lain, sehingga memerlukan pemeriksaan
medis yang spesifik untuk membedakan keduanya.
1. Dermatitis Kontak Iritan
Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi inflamasi lokal pada kulit yang bersifat
non imunologik, ditandai dengan adanya eritema (kemeraham), edema (bengkak)
ringan dan pecah-pecah setelah terjadi pajanan bahan kontaktan dari luar. Bahan
kontaktan ini dapat berupa bahan fisika atau kimia yang dapat menimbulkan
reaksi secara langsung pada kulit (Firdaus, 2002). Dermatitis kontak iritan
merupakan respon non spesifik kulit terhadap kerusakan kimia langsung yang
melepaskan mediator-mediator inflamasi yang sebagian besar berasal dari sel
epidermis (Michael, 2005).
20

Penyebab munculnya Dermatitis kontak iritan adalah bahan yang bersifat iritan,
misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu,
bahan abrasif, enzim, minyak, larutan garam konsentrat, plastik berat molekul
rendah atau bahan kimia higroskopik. Kelainan kulit yang terjadi selain
ditentukan oleh molekul, daya larut dan konsentrasi bahan tersebut, dan lama
kontak. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan (Djuanda, 2007).
Faktor individu juga ikut berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya usia
(anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi), ras (kulit hitam
lebih tahan daripada kulit putih), jenis kelamin (insidensi dermatitis kontak iritan
lebih banyak pada wanita), penyakit kulit yang sedang atau dialami (ambang
rangsang terhadap bahan iritan menutun) misalnya dermatitis atopic (Djuanda,
2007).
2. Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis Kontak Alergi merupakan salah satu tipe penyakit kulit akibat
sensitivitas yang tinggi terhadap suatu zat kimia. Zat kimia dalam kadar rendah
yang biasanya tidak menyebabkan iritasi kulit, akan menimbulkan kerusakan pada
kulit akibat sensitivitas. Gejala dari dermatitis kontak alergi antara lain ruam kulit,
bengkak, gatal-gatal dan melepuh. Gejala tersebut biasanya akan lenyap begitu
kontak dengan zat kimia penyebab dihentikan, tetapi akan muncul lagi ketika kulit
kembali terpapar (Widyastuti, 2006)
Penyebab terjadinya Dermatitis Kontak Alergika diantaranya kosmetik (cat kuku,
penghapus cat kuku, deodoran, pelembab, losyen sehabis bercukur, parfum, tabir
21

surya, senyawa kimia (nikel), tanaman (racun ivy (tanaman merambat), racun
pohon, sejenis rumput liar, primros), obat-obat yang terkandung dalam krim kulit
dan zat kimia yang digunakan dalam pengolahan pakaian.

Patogenesis Dermatitis Kontak Iritan


Pada dermatitis kontak iritan, kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel melalui
kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin,
menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit.
Kebanyakan bahan iritan merusak membran lemak (lipid membrane) keratinosit,
tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria
atau komponen inti.
Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat
(AA), diasilgliserida (DAG), faktor aktivasi platelet, dan inositida (IP3). AA
dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT). PG dan LT menginduksi
vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga mempermudah
transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemotraktan
kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mast melepaskan
histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskuler
(Beltrani et al., 2006; Djuanda, 2003).
DAG dan second messenger lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein,
misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte macrophage-colony stimulating
factor (GM-CSF). IL-1 mengaktifkan sel T-helper mengeluarkan IL-2 dan
mengekspresi reseptor IL-2 yang menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi
sel tersebut. Keratinosit juga mengakibatkan molekul permukaan HLA-DR dan

22

adesi intrasel (ICAM-1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan
TNF-, suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan
granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan sitokin (Beltrani
et al., 2006)
Ketika terjadi kerusakan sel maka akan timbul gejala peradangan klasik di tempat
terjadinya kontak berupa eritema, endema, panas, nyeri bila iritan kuat. Bila iritan
lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai
dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan
desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel
dibawahnya oleh iritan.
Gambaran Klinis Dermatitis Kontak Iritan
Penderita umumnya mengeluh gatal, kelainan bergantung pada keparahan
dermatitis. Dermatitis kontak iritan umumnya mempunyai ruam kulit yang lebih
bersifat monomorf dan berbatas lebih tegas.

23

1. Fase Akut
Pada dermatitis kontak iritan akut, satu kali kontak yang pendek dengan suatu
bahan kimiawi kadang-kadang sudah cukup untuk mencetuskan reaksi iritan.
Keadaan ini biasanya disebabkan oleh zat alkali atau asam ataupun oleh detergen.
Jika lemah maka reaksinya akan menghilang secara spontan dalam waktu singkat.
Luka bakar kimia merupakan reaksi iritan yang terutama terjadi ketika bekerja
dengan zat-zat kimia yang bersifat iritan dalam konsentrasi yang cukup tinggi.
Derajat kelainan kulit yang timbul bervariasi ada yang ringan ada pula yang berat.
Pada yang ringan mungkin hanya berupa eritema (kemerahan) dan edema
(bengkak), sedangkan pada yang berat selain eritema (kemeraham) dan edema
(bengkak) yang lebih hebat disertai pula vesikel atau bula (tonjolan berisi cairan)
yang bila pecah akan terjadi erosi dan eksudasi (cairan). Lesi cederung menyebar
dan batasnya kurang jelas. Dalam fase ini keluhan subyektif berupa gatal
(Djuanda, 2007).
Kontak yang berulang-ulang dengan zat iritan sepanjang hari akan menimbulkan
fissura pada kulit (chapping reaction), yaitu berupa kekeringan dan kemerahan
pada kulit, akan menghilang dalam beberapa hari setelah pengobatan dengan suatu
pelembab. Rasa gatal dapat pula menyertai keadaan ini, tetapi yang lebih sering
dikeluhkan pasien adalah rasa nyeri pada bagian yang mengalami fissura.
Meskipun efek kumulatif diperlukan untuk menimbulkan reaksi iritan, namun
hilnganya dapat terjadi spontan kalau penyebabnya ditiadakan (Fregret, 1998)

24

2. Fase Kronis
Pada dermatitis kontak iritan kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah
yang berulang-ulang, dan mungkin bisa terjadi oleh karena kerjasama berbagai
macam faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan
dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu. Kelainan
baru nyata setelah berhari-hari, berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa
bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor
paling penting (Djuanda, 2003).

Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal dan
terjadi likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung maka
dapat menimbulkan retak kulit yang disebut fisura. Adakalanya kelainan hanya
berupa kulit kering dan skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita.
Setelah kelainan dirasakan mengganggu, baru mendapat perhatian (Djuanda,
2003).
Selain berdasarkan fase respon peradangannya, gambaran klinis dermatitis

25

kontak dapat juga dilihat menurut prediksi regionalnya. Hal ini akan memudahkan
untuk mencari bahan penyebabnya (Trihapsoro, 2003).
1. Dermatitis pada tangan
Kejadian dermatitis kontak baik iritan paling sering terdapat pada bagian tangan.
Demikian pula dermatitis kontak akibat kerja paling banyak ditemukan di tangan.
Hal tersebut dikarenakan tangan merupakan bagian tubuh yang paling sering
digunakan untuk melakukan kegiatan, sehingga sering berkontak langsung dengan
bahan kimia.
2. Dermatitis pada wajah
Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan bahan kosmetik, obat
topikal, alergen yang ada di udara, nikel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau
sekitarnya mungkin disebabkan oleh lipstik, pasta gigi dan getah buah-buahan.
Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkanoleh cat kuku, perona mata dan obat
mata.
3. Dermatitis pada lengan
Lengan juga merupakan tempat yang cukup sering dijumpai terkena dermatitis
karena barang-barang seperti jam tangan (mengandung bahan nikel), debu semen,
dan tanaman tertentu secara langsung mengenai lengan. Selain itu di axilla juga
bisa terkena karena penggunaan deodoran. Pada pekerja, walaupun lengan bukan
bagian tubuh yang sering berkontak dengan bahan kimia, tetapi tidak mentup
kemungkinan untuk terciprat bahan kimia saat melakukan pekerjaan.
4. Dermatitis pada kaki
Dermatitis pada kaki biasanya terjadi pada paha dan tungkai bawah. Dermatitis
pada bagian ini disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di saku, kaos kaki

26

nilon, obat topikal (anestesi lokal, neomisin, etilendiamin), semen,sandal dan


sepatu. Pada pekerja kemungkinan terjadinya dermatitis pada kaki akibat
tumpahan ataupun cipratan bahan kimia saat melakukan pekerjaan.
5. Dermatitis pada badan
Terjadi karena tekstil, zat warna, kancing logam, detergen, bahan pelembut dan
pewangi pakaian.
6. Dermatitis pada leher
Sering disebabkan kalung dari nikel, parfum, alergen di udara, dan zat pewarna
pakaian.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Dermatitis Kontak


Menurut Djuanda (2007) faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
dermatitis diantaranya molekul, daya larut dan konsentrasi bahan dan faktor lain
yaitu lama kontak. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan. Faktor
individu juga ikut berpengaruh pada Dermatitis Kontak, misalnya usia (anak
dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi), ras (kulit hitam lebih
tahan daripada kulit putih), jenis kelamin (insidensi Dermatitis Kontak Iritan lebih
banyak pada wanita), penyakit kulit yang sedang atau dialami (ambang rangsang
terhadap bahan iritan menurun).
Menurut Gilles L, Evan R, Farmer dan Atoniette F (1990) faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap timbulnya penyakit kulit akibat kerja atara lain ras,
keringat, terdapat penyakit kulit lain, personal hygiene dan tindakan mengunakan
APD.

27

Menurut Rietschel (1985), faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis,


terdiri dari Direct Influence dan Indirect Influenece. Faktor Direct Influence, yaitu
berupa toxic agent. Sedangkan yang termasuk Indirect Influenece adalah usia dan
gender, kebiasaan (hobby), kebersihan dan riwayat penyakit.
Menurut Cohen E David (1999), faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
dermatitis adalah Direct Causes, yaitu berupa bahan kimia dan Indirect Causes
yang meliputi penyakit yang telah ada sebelumnya, usia, lingkungan, dan
personal hygiene.
Menurut Freedberg, dkk (2003) kelainan kulit akibat dermatitis ditentukan oleh
ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, serta suhu bahan iritan tersebut, selain itu
juga dipengaruhi oleh faktor lain yaitu lama kontak, kekerapan (terus-menerus
atau berselang), suhu dan kelembaban lingkungan. Berdasarkan beberapa sumber
yang menjelaskan tentang faktor penyebab dermatitis diatas, maka dapat
disimpulkan faktor-faktor yang dominan menyebabkan terjadinya dermatitis, yaitu
faktor langsung (bahan kimia (ukuran molekul, daya larut, konsentrasi) dan lama
kontak) dan faktor tidak langsung (suhu, kelembaban, masa kerja, usia, jenis
kelamin, ras, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan
penggunaan APD).
1. Faktor Langsung
a. Bahan Kimia (ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi)
Bahan kimia merupakan penyebab utama dari penyakit kulit dan gangguan
pekerjaan. Kontak dengan bahan kimia merupakan penyebab terbesar dermatitis
kontak akibat kerja (Cohen, 1999). Bahan kimia untuk dapat menyebabkan
28

kelainan pada kulit ditentukan dari ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi.
Melalui kontak yang cukup lama dan konsentrasi yang memadai, bahan kimia
dapat menyebabkan kelainan kulit berupa dermatitis kontak iritan atau dermatitis
kontak alergi.
Seorang pekerja dapat terkena bahan kimia berbahaya melalui kontak langsung
dengan permukaan yang terkontaminasi, pengendapan aerosol, dan perendaman,
atau percikan. Besarnya bahaya tergantung oleh besaran kontak bahan kimia yang
terjadi, sehingga mengakibatkan tingginya resiko yang menentukan besarnya
pengaruh pada kesehatan manusia. Hal inilah yang disebut exposurerespons
relationship. Paparan ditentukan oleh banyak faktor termasuk lama kontak
(durasi), frekuensi kontak, konsentrasi bahan dan lain-lain (Agius R, 2006).

Agen kimia dibagi menjadi dua jenis, yaitu primer dan sensitizers iritasi.
1. Iritan Primer
Kebanyakan dermatitis kerja disebabkan oleh kontak dengan iritan primer. Iritan
primer ini mengubah kimia kulit dan menghancurkan perlindungan kulit sehingga
kulit menjadi rusak, dan dermatitis kontak iritan primer dapat terjadi. Iritasi
primer menyebabkan reaksi kulit langsung pada kulit saat pemaparan pertama.
2. Sensitizers
Sensitizers tidak dapat menyebabkan reaksi kulit langsung, tetapi pemaparan
berulang bisa menyebabkan reaksi alergi. Bahan kimia yang menyebabkan
sensitisasi kulit jauh lebih sedikit dari pada yang menyebabkan iritasi primer.

29

Contohnya logan dan garam-garamnya (kromium,kobalt dan lain-lain), bahanbahan kimia karet, obat-obatan dan antibiotik, kosmetik dan lain-lain.
Bahaya bahan kimia adalah korosif (iritan) dan racun. Bahan kimia dapat
menyebabkan langsung jaringan kulit iritasi sampai cedera atau korosi pada
permukaan logam, namun yang sering terjadi adalah cedera korosi yang merusak
jaringan lunak baik kulit maupun mata. Iritasi kulit merupakan derajat cedera
korosif dengan derajat ringan.
Bahan kimia korosif cairan basa dapat merusak jaringan lunak lebih kuat daripada
asam anorganik. Bahan ini merusak lebih dalam pada jaringan lunak kulit dengan
menimbulkan proses perlemakan dalam hitungan minggu, rasa nyeri yang hebat
dan melemahkan lapisan endermis sehingga kulit menjadi lebih rentan terhadap
bahan kimia lain. Namun pada saat permulaan terpapar justru tidak timbul rasa
sakit.

Bahan cair asam berbeda cara kerjanya dengan basa, yang mana asam
menimbulkan luka bakar luas dengan efek panas dan proses perusakan jaringan
lunak. Asam bereaksi sangat cepat dengan lapisan pelindung. Cairan korosif
memerlukan pH yang sangat rendah atau sangat tinggi untuk menyebabkan cedera
korosi. Sedangkan pelarut organik dapat menyebabkan iritasi berat pada kulit dan
membran mukosa dengan merusak jaringan lunak yang menyebabkan jalan masuk
untuk terjadinya infeksi sekunder.
Selain menyebabkan iritasi, kontak dengan bahan kimia dapat menyebabkan
reaksi alergi pada kulit yang merugikan dengan sensitisasi sistem kekebalan tubuh
30

yang dihasilkan dari kontak bahan kimia atau struktur bahan kimia yang serupa
sebelumnya. Satu kejadian sensitisasi dapat menyebabkan reaksi alergi walaupun
kontak bahan kimia dengan dosis sangat rendah. Reaksi alergi dapat terjadi tipe
lambat maupun sedang. Contoh bahan yang dapat menyebabkan reaksi alergi
yaitu fromaldehid, kromium, nikel, fenoliat.
b. Lama Kontak
Lama kontak merupakan jangka waktu pekerja berkontak dengan bahan kimia
dalam hitungan jam/hari. Lama kontak antar pekerja berbeda-beda, sesuai dengan
proses pekerjaannya. Lama kontak mempengaruhi kejadian dermatitis kontak
akibat kerja. Lama kontak dengan bahan kimia akan meningkatkan terjadinya
dermatitis kontak akibat kerja. Semakin lama kontak dengan bahan kimia, maka
peradangan atau iritasi kulit dapat terjadi sehingga menimbulkan kelainan kulit
(Fatma, 2007).
Menurut Hudyono (2002), kontak kulit dengan bahan kimia yang bersifat iritan
atau alergen secara terus menerus dengan durasi yang lama, akan menyebabkan
kerentanan pada pekerja mulai dari tahap ringan sampai tahap berat.
Pekerja yang berkontak dengan bahan kimia menyebabkan kerusakan sel kulit
lapisan luar, semakin lama berkontak maka semakin merusak sel kulit lapisan
yang lebih dalam dan memudahkan untuk terjadinya penyakit dermatitis.
Pengendalian risiko, yaitu dengan cara membatasi jumlah dan lama kontak yang
terjadi perlu dilakukan. Misalnya seperti upaya pengendalian lama kontak dengan
bahan kimia dengan menggunakan terminologi yang bervariasi seperti
Occupational Exposure Limits (OELs) atau Threshold Limit Values (TLVs) yang
31

dapat diterapkan bagi pekerja yang melakukan kontak dengan bahan kimia selama
rata-rata 8 jam per hari (Agius R, 2006).

2. Faktor Tidak Langsung


a. Suhu dan Kelembaban
Bila bahaya di lingkungan kerja tidak di antisipasi dengan baik akan terjadi beban
tambahan bagi pekerja. Lingkungan kerja terdapat beberapa potensial bahaya
yang perlu diperhatikan seperti kelembaban udara dan suhu udara. Kelembaban
udara dan suhu udara yang tidak stabil dapat mempengaruhi terjadinya dermatitis
kontak. Kelembaban rendah menyebabkan pengeringan pada epidermis.
Semua bahan penyebab dermatitis kontak iritan seperti basa kuat dan asam kuat,
sabun, detergen dan bahan kimia organik lainnya jika diperberat dengan turunnya
kelembaban dan naiknya suhu lingkungan kerja dapat mempermudah terjadinya
dermatitis kontak iritan bila berkontak dengan kulit. Bila kelembaban udara turun
dan suhu lingkungan naik dapat menyebabkan kekeringan pada kulit sehingga
memudahkan bahan kimia untuk mengiritasi kulit dan kulit menjadi lebih mudah
terkena dermatitis.
Berdasarkan pada rekomendasi NIOSH (1999) tentang kriteria untuk nyaman,
suhu udara di dalam ruangan yang dapat diterima adalah berkisar antara 20-24 oC
untuk musim dingin dan 23-28 oC untuk musim panas dengan kelembaban 35-65
oC. Sebagai bahan pertimbangan, dimana Indonesia merupakan daerah tropis
yang mempunyai suhu yang lebih panas dan kelembaban yang lebih tinggi
rekomendasi NIOSH (1999) perlu dikoreksi apabila diterapkan di daerah tropis.

32

Maka berdasarkan penelitian untuk ruangan ber-AC dianjurkan suhu antara 24-26
oC atau perbedaan antara suhu di dalam dan diluar ruangan tidak lebih dari 5 oC
(NIOSH, 1999).
b. Masa Kerja
Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang telah terpajan
dengan bahan kimia. Masa kerja merupakan jangka waktu pekerja mulai terpajan
dengan bahan kimia sampai waktu penelitian. Menurut Handoko (1992) lama
bekerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu bekerja di suatu
tempat, sedangkan menurut Tim penyusun KBBI (1992) lama bekerja adalah lama
waktu untuk melakukan suatu kegiatan atau lama waktu seseorang sudah bekerja.
Masa kerja mempengaruhi kejadian dermatitis kontak akibat kerja. Semakin lama
masa kerja seseorang, semakin sering pekerja terpajan dan berkontak dengan
bahan kimia. Lamanya pajanan dan kontak dengan bahan kimia akan
meningkatkan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja. Sumamur (1996)
menyatakan bahwa semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak
dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut.
Pekerja yang lebih lama terpajan dan berkontak dengan bahan kimia
menyebabkan kerusakan sel kulit bagian luar, semakin lama terpajan maka
semakin merusak sel kulit hingga bagian dalam dan memudahkan untuk
terjadinya penyakit dermatitis (Fatma, 2007).

33

c. Usia
Usia merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari individu. Selain
itu usia juga merupakan salah satu faktor yang dapat memperparah terjadinya
dermatitis kontak. Pada beberapa literatur menyatakan bahwa kulit manusia
mengalami degenerasi seiring bertambahnya usia. Sehingga kulit kehilangan
lapisan lemak diatasnya dan menjadi lebih kering. Kekeringan pada kulit ini
memudahkan bahan kimia untuk menginfeksi kulit, sehingga kulit menjadi lebih
mudah terkena dermatitis (Cohen, 1999).
Kondisi kulit mengalami proses penuaan mulai dari usia 40 tahun. Pada usia
tersebut, sel kulit lebih sulit menjaga kelembapannya karena menipisnya lapisan
basal. Produksi sebum menurun tajam, hingga banyak sel mati yang menumpuk
karena pergantian sel menurun (HSE, 2000).
Pada dunia industri usia pekerja yang lebih tua menjadi lebih rentan terhadap
bahan iritan. Seringkali pada usia lanjut terjadi kegagalan dalam pengobatan
dermatitis kontak, sehingga timbul dermatitis kronik (Cronin, 1980). Dapat
dikatakan bahwa dermatitis kontak akan lebih mudah menyerang pada pekerja
dengan usia yang lebih tua.
Menurut Djuanda (2007) anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah
teriritasi. Namun pada beberapa penelitian terdahulu pekerja dengan usia yang
lebih muda justru lebih banyak yang terkena dermatitis kontak. Pekerja yang lebih
muda biasanya ditempatkan pada area yang langsung berhubungan dengan bahan

34

kimia dibandingkan pekerja yang tua. Pekerja muda juga memiliki kecenderungan
untuk tidak menghargai keselamatan dan kebersihan, sehingga berpotensi terkena
kontak dengan bahan kimia. Selain itu pekerja yang lebih tua biasanya lebih
banyak memilki pengalaman. Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi kulit
mereka (HSE, 2000).
Menurut NIOSH (2006) dari sisi usia, umur 15-24 tahun merupakan usia dengan
insiden penyakit kulit akibat kerja tertinggi. Hal tersebut disebabkan pengalaman
yang masih sedikit dan kurangnya pemahaman mengenai kegunaan alat pelindung
diri. Sedangkan menurut Erliana (2008) dalam konteks determinan kejadian
dermatitis kontak berdasarkan usia dapat menyerang semua kelompok usia,
artinya usia bukan merupakan faktor resiko utama terhadap paparan bahan-bahan
penyebab dermatitis kontak, sedangkan dari perbandingan penelitian cenderung
didominasi oleh usia pekerja dalam suatu perusahaan bukan dari aspek makin
lama usia hidupnya menyebabkan resiko terhadap terjadinya dermatitis kontak.

d. Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan
dilihat dari segi nilai dan tingkah laku (Websters New World Dictionary). Dalam
hal penyakit kulit perempuan dikatakan lebih berisiko mendapat penyakit kulit
dibandingkan dengan pria. Berdasarkan Aesthetic Surgery Journal terdapat
perbedaan antara kulit pria dengan wanita, perbedaan tersebut terlihat dari jumlah
folikel rambut, kelenjar sebaceous atau kelenjar keringat dan hormon. Kulit pria
mempunyai hormon yang dominan yaitu androgen yang dapat menyebabkan kulit

35

pria lebih banyak berkeringat dan ditumbuhi lebih banyak bulu, sedangkan kulit
wanita lebih tipis daripada kulit pria sehingga lebih rentan terhadap kerusakan
kulit. Kulit pria juga memiliki kelenjar aprokin yang tugasnya meminyaki bulu
tubuh dan rambut, kelenjar ini bekerja aktif saat remaja, sedangkan pada wanita
seiring bertambahnya usia, kulit akan semakin kering.
Dibandingkan dengan pria, kulit wanita memproduksi lebih sedikit minyak untuk
melindungi dan menjaga kelembapan kulit, selain itu juga kulit wanita lebih tipis
daripada kulit pria sehingga lebih rentan untuk menderita penyakit dermatitis.
e. Ras
Faktor individu yang meliputi jenis kelamin, ras dan keturunan merupakan
pendukung terjadinya dermatitis kerja (HSE, 2000). Ras Manusia adalah
karakteristik luar yang diturunkan secara genetik dan membedakan satu kelompok
dari kelompok lainnya. Bila dikaitkan dengan penyakit dermatitis, ras merupakan
salah satu faktor yang ikut berperan untuk terjadinya dermatitis (Djuanda, 2007).
Ras dalam hubungannya dengan dermatitis terlihat dari warna kulit. Setiap
individu mempunyai warna kulit yang berbeda berdasarkan ras-nya masingmasing. Menurut Djuanda kulit putih lebih rentan terkena dermatitis dibandingkan
dengan kulit hitam. Orang berkulit hitam lebih tahan terhadap lingkungan industri
karena kulitnya kaya akan melanin. Melanin merupakan pigmen kulit yang
berfungsi sebagai proteksi atau perlindungan kulit (Djuanda, 2007).
Sel pembentukan pigmen (melanosit), terletak di lapisan basal dan sel ini berasal
dari rigi saraf. Perbandingan jumlah sel basal dengan melanosit adalah 10 : 1.

36

Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen (melanosomes)


menentukan warna kulit ras maupun individu. Melanosit turut berperan dalam
melindungi kulit dari pengaruh sinar matahari maupun gangguan fisis, mekanis
dan kimiawi seperti zat kimia (Djuanda, 2007).
f. Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya
Dalam melakukan diagnosis dermatitis kontak dapat dilakukan dengan berbagai
cara diantaranya adalah dengan melihat sejarah dermatologi termasuk riwayat
keluarga, aspek pekerjaan atau tempat kerja, sejarah alergi (misalnya alergi
terhadap obat-obatan tertentu), dan riwayat penyakit sebelumnya (Putra, 2008).
Pekerja yang sebelumnya atau sedang menderita penyakit kulit akibat kerja lebih
mudah mendapat dermatitis akibat kerja, karena fungsi perlindungan dari kulit
sudah berkurang akibat dari penyakit kulit yang diderita sebelumnya. Fungsi
perlindungan yang dapat menurun antara lain hilangnya lapisan-lapisan kulit,
rusaknya saluran kelenjar keringat dan kelenjar minyak serta perubahan pH kulit
(Djuanda, 2007).
Umumnya pekerja di Indonesia telah bekerja pada lebih dari satu tempat kerja.
Hal ini memungkinkan ada pekerja yang telah menderita penyakit dermatitis pada
pekerjaan sebelumnya dan terbawa ke tempat kerja yang baru. Para pekerja yang
pernah menderita dermatitis merupakan kandidat utama terkena dermatitis. Hal ini
karena kulit pekerja tersebut sensitif terhadap bahan kimia. Jika terjadi inflamasi
terhadap bahan kimia, maka kulit akan lebih mudah teriritasi sehingga akan lebih
mudah terkena dermatitis (Cohen, 1999).

37

g. Personel Hygiene
Kebersihan Perorangan adalah konsep dasar dari pembersihan, kerapihan dan
perawatan badan kita. Sangatlah penting untuk pekerja menjadi sehat dan selamat
ditempat kerja. Kebersihan perorangan pekerja dapat mencegah penyebaran
kuman dan penyakit, mengurangi paparan pada bahan kimia dan kontaminasi, dan
melakukan pencegahan alergi kulit, kondisi kulit dan sensitifitas terhadap bahan
kimia.
Kebersihan perorangan yang dapat mencegah terjadinya dermatitis kontak antara
lain:
1. Mencuci tangan
Personal hygiene dapat digambarkan melalui kebiasaan mencuci tangan, karena
tangan adalah anggota tubuh yang paling sering kontak dengan bahan kimia.
Kebiasaan mencuci tangan yang buruk justru dapat memperparah kondisi kulit
yang rusak. Kebersihan pribadi merupakan salah satu usaha pencegahan dari
penyakit kulit tapi hal ini juga tergantung fasilitas kebersihan yang memadai,
kualitas dari pembersih tangan dan kesadaran dari pekerja untuk memanfaatkan
segala fasilitas yang ada (Cohen, 1999).
Mencuci tangan bukan hanya sekedar megunakan sabun dan membilasnya dengan
air, tetapi mencuci tangan memiliki prosedur juga agar tangan kita benar-benar
dikatakan bersih. Kesalahan dalam mencuci tangan ternyata dapat menjadi salah
satu penyebab dermatitis, misalnya kurang bersih dalam mencuci tangan dan
kesalahan dalam pemilihan jenis sabun yang dapat menyebabkan masih
38

terdapatnya sisa-sisa bahan kimia yang menempel pada permukaan kulit, dan
kebiasaan tidak mengeringkan tangan setelah selesai mencuci tangan yang dapat
menyebabkan tangan menjadi lembab. Oleh karena itu World Health Organization
(2005) merekomendasikan cara mencuci tangan yang baik, yaitu minimal
menggunakan air dan sabun. Mencuci tangan yang baik dan benar dapat
mencegah terjadinya dermatitis kontak karena dapat menghilangkan zat-zat kimia
yang menempel pada kulit ketika selesai melakukan pekerjaan yang berkontak
dengan zat.
2. Mencuci Pakaian
Kebersihan pakaian kerja juga perlu diperhatikan. Sisa bahan kimia yang
menempel di baju dapat menginfeksi tubuh bila dilakukan pemakaian berulang
kali. Baju kerja yang telah terkena bahan kimia akan menjadi masalah baru bila
dicuci di rumah. Karena apabila pencucian baju dicampur dengan baju anggota
keluarga lainnya maka keluarga pekerja juga akan terkena dermatitis. Sebaiknya
baju pekerja dicuci setelah satu kali pakai atau minimal dicuci sebelum dipakai
kembali (Hipp, 1985).
Personal Hygiene merupakan salah satu faktor penyebab dermatitis, hal ini dapat
terlihat dalam penelitian sebelumnya, yaitu:
1. Berdasarkan penelitian Metty Carina pada pekerja pengangkut sampah kota
Palembang tahun 2008, menunjukkan bahwa ada hubungan hygiene pribadi
dengan kejadian dermatitis pada pekerja pengangkut sampah.

39

2. Penelitian Lestari, Fatma pada pekerja di PT IPPI terdapat 29 orang yang


memiliki personal hygiene kurang mengalami dermatitis, dan 10 orang yang
mengalami dermatitis kontak walaupun memiliki personal hygiene yang baik.
h. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindung Diri (APD) adalah peralatan keselamatan yang harus
digunakan oleh pekerja apabila berada pada suatu tempat kerja yang berbahaya.
Semua tempat yang dipergunakan untuk menyimpan, memproses dan membuang
bahan kimia dapat dikategorikan sebagai tempat kerja yang berbahaya.
Perusahaan wajib menyediakan APD sesuai dengan potensi bahaya yang ada
(Cahyono AB, 2004).
Penggunaan APD salah satu cara untuk mencegah terjadinya dermatitis kontak,
karena dengan mengunakan APD dapat terhindar dari cipratan bahan kimia dan
menghindari kontak langsung dengan bahan kimia. Berikut merupakan jenis alat
pelindung diri yang perlu digunakan pada pekerjaan yang berhubungan dengan
bahan kimia, yaitu:
1. Alat Pelindung Pernafasan
Merupakan alat yang berfungsi untuk melindungi pernafasan terhadap gas, uap,
debu, atau udara yang terkontaminasi di tempat kerja yang bersifat racun, korosi
maupun rangsangan. Alat pelindung pernafasan dapat berupa masker yang
berguna mengurangi debu atau partikel-partikel yang lebih besar yang masuk
kedalam pernafasan.
2. Alat Pelindung Tangan

40

Alat ini berguna untuk melindungi tangan dari bahan-bahan kimia, benda-benda
tajam, benda panas atau dingin dan kontak arus listrik. Alat pelindung ini dapat
terbuat dari karet, kulit, dan kain katun. Sarung tangan untuk kontak dengan
bahan kimia terbuat dari vinyl dan neoprene dan bentuknya menutupi lengan.
3. Alat Pelindung Kaki
Alat ini berguna untuk melindungi kaki dari benda-benda tajam, larutan kimia,
benda panas dan kontak listrik.
4. Pakaian Pelindung
Alat ini berguna untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh dari percikan api,
panas, dingin, cairan kimia dan oli, Bahan dapat terbuat dari kain drill, kulit,
plastik, asbes atau kain yang dilapisi aluminium.
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting untuk melindungi tubuh
dari bahaya pekerjaan yang dapat mengakibatkan penyakit atau kecelakaan kerja.
Agar terhindar dari cipratan bahan kimia dan menghindari kontak langsung
dengan bahan kimia perlu menggunakan APD seperti pakaian pelindung, sarung
tangan, masker dan safety shoes. Penggunaan APD salah satu cara untuk
mencegah terjadinya dermatitis kontak.
Diagnosis Klinis Dermatitis
Diagnosis dapat ditentukan berdasarkan anamnesis yang jelas, cermat dan teliti,
dan bentuk gejala klinis yang terjadi. Secara garis besar terdapat tiga metode
diagnosa yang dilakukan dalam mengidentifikasi jenis dermatitis kontak. Metode
tersebut yaitu dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan klinis dan juga
pemeriksaan penunjang (Firdaus, 2002).

41

Dermatitis kontak iritan didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan


gambaran klinis. Pada anamesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan
penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah
diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri, obyek personal meliputi
pertanyaan tentang pakaian baru, sepatu lama, kosmetika, kaca mata dan jam
tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin riwayat
psikologik.
Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, endema dan papula disusul
dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang
membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas
dan dapat meluas ke daerah sekitarnya.
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan uji tempel biasa dan uji tempel
dengan pra-perlakuan (pre-treatment). Uji tempel biasa digunakan untuk allergen
dengan BM rendah yang dapat menembus stratum korneum yang utuh, sedangkan
uji tempel pra-perlakuan digunakan untuk alergen dengan BM yang besar seperti
protein dan gluprotein yang dapat menembus stratum korneum kulit jika barier
kulit tidak utuh lagi.
Pengobatan
Upaya pengobatan dermatitis kontak iritan yang terpenting adalah menghindari
pajanan bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis atau kimiawi serta
menyingkirkan faktor yang memperberat. Bila dapat dilakukan dengan sempurna
dan tanpa komplikasi, maka tidak perlu pengobatan topikal dan cukup dengan
pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering (Djuanda, 2003).
42

Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid


topikal. Pemakaian alat perlindungan yang adekuat diperlukan bagi mereka yang
bekerja dengan bahan iritan sebagai upaya pencegahan (Djuanda, 2003; Kampf,
2007).

Komplikasi
Adapun komplikasi DKI adalah sebagai berikut:
1. DKI meningkatkan risiko sensitisasi pengobatan topikal
2. lesi kulit bisa mengalami infeksi sekunder, khususnya oleh Stafilokokus aureus
3. neurodermatitis sekunder (liken simpleks kronis) bisa terjadi terutapa pada
pekerja yang terpapar iritan di tempat kerjanya atau dengan stres psikologik
4. hiperpigmentasi atau hipopigmentasi post inflamasi pada area terkena DKI
5. jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif atau ekskoriasi.

Prognosis
Prognosis baik pada individu non atopi dimana DKI didiagnosis dan diobati
dengan baik. Individu dengan dermatitis atopi rentan terhadap DKI (Hogan,
2009). Bila bahan iritan tidak dapat disingkirkan sempurna, prognosisnya kurang
baik, dimana kondisi ini sering terjadi pada DKI kronis yang penyebabnya
multifaktor (Djuanda, 2003).

C. Pestisida
1. Defenisi

43

Secara umum pestisida didefenisikan sebagai senyawa kimia yang digunakan


untuk membunuh hama, termasuk serangga, hewan pengerat, jamur dan tanaman
yang tidak diinginkan (gulma). Pestisida digunakan dalam kesehatan masyarakat
untuk membunuh vektor penyak it, seperti nyamuk, dan dalam pertanian, untuk
membunuh hama yang merusak tanaman.
2. Jenis dan Penggunaan
a. Jenis Pestisida
Pestisida dapat digolongkan menurut penggunaannya dan disubklasifikasi
menurut jenis bentuk kimianya. Dari bentuk komponen bahan aktifnya maka
pestisida dapat dipelajari efek toksiknya terhadap manusia maupun makhluk
hidup lainnya dalam lingkungan yang bersangkutan.
i.

Berdasarkan jasad sasaran


Insektisida, racun serangga (insekta)
Fungisida, racun cendawan / jamur
Herbisida, racun gulma / tumbuhan pengganggu
Akarisida, racun tungau dan caplak (Acarina)
Rodentisida, racun binatang pengerat (tikus dsb.)
Nematisida, racun nematoda, dst.

ii.

Berdasarkan asal dan sifat kimia


Sintetik
Anorganik :
garam-garam beracun seperti arsenat, tembaga sulfat dan garam

merkuri.
Organik :
- Organoklorin : DDT, BHC, Chlordane, Endrin dll.
Heterosiklik : Kepone, mirex dll.
- Organofosfat : malathion, biothion dll.
Karbamat
: Furadan, Sevin dll.
Dinitrofenol : Dinex dll.
Thiosianat
: lethane dll.
- Sulfonat, sulfida, sulfon.
44

Lain-lain

: methylbromida dll.

Alami :
Nikotinoida
Piretroida
Rotenoida dll

Tabel 3. Klasifikasi Pestisida


Klasifikasi
1. Insektisida

Bentuk Kimia
a. Botani

- Nikotine
- Pyrethrine
- Rotenon

b. Carbamat

- Carbaryl
- Carbofuran
- Methiocorb

c. Organophosphat

- Thiocarb
- Dichlorovos
- Dimethoat

d. Organochlorin

2. Herbisida

Bahan Aktif

Palathion
Malathion
Diazinon
Chlorpyrifos
DDT
Lindane
Dieldrin
Eldrin
Endosulfan
gammaHCH

a. Aset anilid

- Atachlor

b. Amida

- Propachlor

c. Diazinone

- Bentazaone

d. Carbamate

- Chlorprophan
- Asulam

e. Triazine

- Athrazin
- Metribuzine

f. Triazinone

- Metamitron

45

3.Fungisida

a. Inorganik

b. Benzimidazole

- Thiabendazole

c. Hydrocarbon-phenolik

- Tar oil

Bordeaux mixture
Copper oxychlorid
Mercurous chloride
Sulfur

b. Penggunaan Pestisida
Menurut Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1973, Pestisida adalah semua zat kimia
dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:

Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang

merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian;


Memberantas rerumputan;
Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan;
Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian

tanaman tidak termasuk pupuk;


Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan

dan ternak;
Memberantas atau mencegah hama-hama air;
Memberantas atau mencegah binatang binatang dan jasad-jasad renik

dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan;


Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan
penggunaan pada tanaman, tanah atau air.

Pestisida

telah secara luas digunakan untuk tujuan memberantas hama dan

penyakit tanaman dalam bidang pertanian. Pestisida juga digunakan dirumah


tangga untuk memberantas nyamuk, kepinding, kecoa dan berbagai serangga
penganggu lainnya. Dilain pihak pestisida ini secara nyata banyak menimbulkan
keracunan pada orang. Kematian yang disebabkan oleh keracunan pestisida

46

banyak dilaporkan baik karena kecelakaan waktu menggunakannya, maupun


karena disalah gunakan (unttuk bunuh diri). Dewasa ini bermacam-macam jenis
pestisida telah diproduksi dengan usaha mengurangi efek samping yang dapat
menyebabkan berkurangnya daya toksisitas pada manusia, tetapi sangat toksik
pada serangga.
Diantara jenis atau pengelompokan pestisida tersebut diatas, jenis insektisida
banyak digunakan dinegara berkembang, sedangkan herbisida banyak digunakan
dinegara yang sudah maju. Dalam beberapa data Negara-negara yang banyak
menggunakan pestisida adalah sebagai berikut :

Amerika Serikat 45%

Eropa Barat 25%

Jepang 12%

Negara berkembang lainnya 18%

Dari data tersebut terlihat bahwa negara berkembang seperti Indonesia,


penggunaan pestisida masih tergolong rendah. Bila dihubungkan dengan
pelestarian lingkungan maka penggunaan pestisida perlu diwaspadai karena akan
membahayakan kesehatan bagi manusia ataupun makhluk hidup lainnya.

47

Anda mungkin juga menyukai