Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma
benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan
hewan. 4
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit Didalam melakukan
pemeriksaan terhadap orang yang menderita luka akibat kekerasan, pada hakekatnya
dokter diwajibkan untuk dapat memberikan kejelasan dari permasalahan jenis luka yang
terjadi, jenis kekerasan yang menyebabkan luka, dan kualifikasi luka.1,4
II.2. Etiologi 5
1. Luka karena kekerasan mekanik (benda tajam, tumpul, dan senjata api).
2. Luka karena kekerasan fisik (arus listrik, petir, suhu).
3. Luka karena kekerasan kimiawi (asam, basa, logam berat)
II.3. Klasifikasi Jenis Luka Berdasarkan Jenis Benda5,6,7
1. Jenis luka akibat kekerasan benda tumpul (blunt force injury).5,6
Benda tumpul bila mengenai tubuh dapat menyebabkan luka yaitu luka lecet, memar dan
luka robek atau luka robek atau luka terbuka. Dan bila kekerasan benda tumpul tersebut
sedemikian hebatnya dapat pula menyebabkan patah tulang.
a. Luka lecet (abrasion):
Luka lecet adalah luka yang superficial, kerusakan tubuh terbatas hanya pada lapisan kulit
yang paling luar/kulit ari. Walaupun kerusakan yang ditimbulkan minimal sekali, luka lecet
mempunyai arti penting di dalam Ilmu Kedokteran Kehakiman, oleh karena dari luka
tersebut dapat memberikan banyak hal, misalnya:
1) Petunjuk kemungkinan adanya kerusakan yang hebat pada alat-alat dalam tubuh, seperti
hancurnya jaringan hati, ginjal, atau limpa, yang dari pemeriksaan luar hanya tampak
adanya luka lecet di daerah yang sesuai dengan alat-alat dalam tersebut.
2) Petunjuk perihal jenis dan bentuk permukaan dari benda tumpul yang menyebabkan
luka, seperti :
a. Luka lecet tekan pada kasus penjeratan atau penggantungan, akan tampak sebagai
suatu luka lecet yang berwarna merah-coklat, perabaan seperti perkamen, lebarnya dapat
sesuai dengan alat penjerat dan memberikan gambaran/cetakan yang sesuai dengan
bentuk permukaan dari alat penjerat, seperti jalianan tambang atau jalinan ikat pinggang.
Luka lecet tekan dalam kasus penjeratan sering juga dinamakan jejas jerat, khususnya
bila alat penjerat masih tetap berada pada leher korban.
b. Di dalam kasus kecelakaan lalu lintas dimana tubuh korban terlindas oleh ban
kendaraan, maka luka lecet tekan yang terdapat pada tubuh korban seringkali merupakan
cetakan dari ban kendaraan tersebut, khususnya bila ban masih dalam keadaan yang
cukup baik, dimana kembang dari ban tersebut masih tampak jelas, misalnya berbentuk
zig-zag yang sejajar. Dengan demikian di dalam kasus tabrak lari, informasi dari sifat-sifat
luka yang terdapat pada tubuh korban sangat bermanfaat di dalam penyidikan.
c. Dalam kasus penembakan, yaitu bila moncong senjata menempel pada tubuh korban,
akan memberikan gambaran kelainan yang khas yaitu dengan adanya jejas laras, yang
tidak lain merupakan luka lecet tekan. Bentuk dari jejas laras tersebut dapat memberikan
informasi perkiraan dari bentuk moncong senjata yang dipakai untuk menewaskan korban.
d. Di dalam kasus penjeratan dengan tangan (manual strangulation), atau yang lebih
dikenal dengan istilah pencekikan, maka kuku jari pembunuh dapat menimbulkan luka lecet
yang berbentuk garis lengkung atau bulan sabit; dimana dari arah serta lokasi luka tersebut
dapat diperkirakan apakah pencekikan tersebut dilakukan dengan tangan kanan, tangan kiri
atau keduanya. Di dalam penafsiran perlu hati-hati khususnya bila pada leher korban selain
didapatkan luka lecet seperti tadi dijumpai pula alat penjerat; dalam kasus seperti ini
pemeriksaan arah lengkungan serta ada tidaknya kuku-kuku yang panjang pada jari-jari
korban dapat memberikan kejelasan apakah kasus yang dihadapi itu merupakan kasus
bunuh diri atau kasus pembunuhan, setelah dicekik kemudian digantung.
e. Dalam kasus kecelakaan lalu-lintas dimana tubuh korban bersentuhan dengan radiator,
maka dapat ditemukan luka lecet tekan yang merupakan cetakan dari bentuk radiator
penabrak.
3) Petunjuk dari arah kekerasan, yang dapat diketahui dari tempat dimana kulit ari yang
terkelupas banyak terkumpul pada tepi luka; bila pengumpulan tersebut terdapat di sebelah
kanan maka arah kekerasan yang mengenai tubuh korban adalah dari arah kiri ke kanan.
Di dalam kasus-kasus pembunuhan dimana tubuh korban diseret maka akan dijumpai
pengumpulan kulit ari yang terlepas yang mendekati ke arah tangan, bila tangan korban
dipegang; dan akan mendekati ke arah kaki bila kaki korban yang dipegang sewaktu korban
diseret.
maka akan tampak memar yang memanjang dan sejajar yang membatasi darah yang tidak
menunjukkan kelainan; darah antara kedua memar yang sejajar dapat menggambarkan
ukuran lebar dari alat pengukur yang mengenai tubuh korban.
Pada kematian yang disebabkan oleh benda tajam, walaupun tetap harus dipikirkan
kemungkinan karena suatu kecelakaan; tetapi pada umumnya karena suatu peristiwa
pembunuhan atau peristiwa bunuh diri.
a. Luka iris / luka sayat (incised wound)
Adalah luka karena alat yang tepinya tajam dan timbulnya luka oleh karena alat ditekan
pada kulit dengan kekuatan relatif ringan kemudian digeserkan sepanjang kulit.
besarnya tahanan (keadaan kulit kering atau basah), lamanya kontak serta luasnya daerha
terkena kontak.
Bentuk luka pada daerah kontak (tempat masuknya arus) berupa kerusakan lapisan kulti
dengan tepi agak menonjol dan disekitarnya terdapat daerah pucat dikelilingi daerah
hiperemis. Sering ditemukan adanya metalisasi.
Pada tempat keluarnya arus dari tubuh juga sering ditemukannya luka. Bahkan kadangkadang bagian dari baju atau sepatu yang dilalui oleh arus listrik ketika meninggalkan tubuh
juga ikut terbakar. Tegangan arus kurang dari 65 voltase biasanya tidak membahayakan,
tetapi tegangan antara 65-1000 volt dapat mematikan. Sedangkan kuat arus (ampere) yang
dapat mematikan adalah 100 mA.
Kematian tersebut terjadi akibat fibrilasi ventrikel, kelumpuhan otot pernapasan atau pusat
pernapasan. Sedang faktor yang sering memperngaruhi kefatalan adalah kesadaran
seseorang akan adanya arus listrik pada benda yang dipegangnya. Bagi orang-orang tidak
menyadari adanya arus listrik pada benda yang dipegangnya biasanya pengaruhnya lebih
berat dibanding orang-orang yang pekerjaannya setiap hari berhubungan dengan listrik.
6. Luka akibat petir
Petir terjadi karena adanya loncatan arus listrik di awan yang tegangannya dapat mencapai
10 mega Volt dengan kuat arus sekitar 100.000 A ke tanah. Luka-luka karena sambaran
petir pada hakekatnya merupakan luka-luka gabungan akibat listrik, panas dan ledakan
udara. Luka akibat panas berupa luka bakar dan luka akibat ledakan udara berupa lukaluka yang mirip dengan akibat persentuhan dengan benda tumpul.
Dapat terjadi kematian akibat efek arus listrik yang melumpuhkan susunan syaraf pusat,
menyebabkan fibrilasi ventrikel. Kematian juga dapat terjadi karena efek ledakan atau efek
dari gas panas yang ditimbulkannya. Pada korban mati sering ditemukan adanya
arborescent mark (percabangan pembuluh darah terlihat seperti percabangan pohon),
metalisasi benda-benda dari logam yang dipakai, magnetisasi benda-benda dari logam
yang dipakai. Pakaian korban terbakar atau robek-robek.9
7. Jenis luka akibat zat kimia korosif
Zat-zat kimia korosif dapat menimbulkan luka-luka apabila mengenai tubuh manusia.
Ciri-ciri lukanya amat tergantung dari golongan zat kimia tersebut, yaitu :
(a) Golongan Asam.
Termasuk zat kimia korosif dari golongan asam antara lain :
Asam mineral, antara lain : H2SO4, HCl dan NO3.
Asam organik, antara lain : asam oksalat, asam formiat dan asam asetat.
Garam mineral, antara lain : AgNO3 dan Zinc Chlorida.
Halogen, antara lain : F, Cl, Ba dan J.
Cara kerja zat kimia korosif dari golongan ini sehingga mengakibatkan luka, ialah:
Mengekstraksi air dari jaringan.
Mengkoagulasi protein menjadi albuminat.
Mengubah hemoglobin menjadi acid hematin.
Ciri-ciri dari luka yang terjadi akibat zat-zat asam korosif tersebut di atas ialah:
Terlihat kering.
Berwarna coklat kehitaman, kecuali yang disebabkan oleh nitric acid berwarna kuning
kehijauan.
Perabaan keras dan kasar.
(b) Golongan Basa.
Zat-zat kimia korosif yang termasuk golongan basa antara lain :
KOH
NaOH
NH4OH
Cara kerja dari zat-zat tersebut sehingga menimbulkan luka ialah:
Mengadakan ikatan dengan protoplasma sehingga membentuk alkaline albumin dan
sabun.
Mengubah hemoglobin menjadi alkaline hematin.
Ciri-ciri luka yang terjadi sebagai akibat persentuhan dengan zat-zat ini :
Terlihat basah dan edematus
Berwarna merah kecoklatan
Perabaan lunak dan licin.
II.4. Petunjuk Deskripsi Luka dan Lokasi 3
Dalam mendeskripsikan luka terbuka harus mencakup jumlah, lokasi, bentuk, ukuran, dan
sifat luka. Sedangkan untuk luka tertutup, sifat luka tidak perlu dicantumkan dalam
pendeskripsian luka. Untuk penulisan deskripsi luka jumlah, lokasi, bentuk, ukuran tidak
harus urut tetapi penulisan harus selalu ditulis diakhir kalimat.
Deskripsi luka meliputi :
1. Jumlah luka.
2. Lokasi luka, meliputi:
a. Lokasi berdasarkan regio anatomiknya.
b. Lokasi berdasarkan garis koordinat atau berdasarkan bagian-bagian tertentu dari tubuh.
Menentukan lokasi berdasarkan garis koordinat dilakukan untuk luka pada regio yang luas
seperti di dada, perut, penggung. Koordinat tubuh dibagi dengan menggunakan garis
khayal yang membagi tubuh menjadi dua yaitu kanan dan kiri, garis khayal mendatar yang
melewati puting susu, garis khayal mendatar yang melewati pusat, dan garis khayal
mendatar yang melewati ujung tumit. Pada kasus luka tembak harus selalu diukur jarak
luka dari garis khayal mendatar yang melewati kedua ujung tumit untuk kepentingan
rekonstruksi. Untuk luka di bagian punggung dapat dideskripsikan lokasinya berdasarkan
garis khayal yang menghubungkan ujung bawah tulang belikat kanan dan kiri.
Lokasinya: Di perut kanan atas, ujung pertama sepuluh sentimeter sebelah kanan garis
tengah tubuh dan lima sentimeter di atas garis mendatar yang melewati pusat sedang ujung
kedua lima belas sentimeter dari garis tengah tubuh dan empat sentimeter di atas garis
mendatar yang melewati pusat.
Bentuknya: Sebelum dirapatkan terbuka dan ketika ditautkan rapat serta membentuk garis
lurus (atau sedikit lengkung) yang arahnya miring.
Ukurannya: Sebelum ditautkan panjang lima sentimeter, lebar dua sentimeter dan
dalamnya satu sentimeter. Ketika dirapatkan panjang luka menjadi lima koma tiga
sentimeter.
Sifatnya: Garis batas luka bentuknya teratur, tepi rata dan kedua sudutnya runcing. Tebing
luka rata dan terdiri atas jaringan kulit, jaringan ikat, lemak serta otot. Jembatan jaringan
tidak ada. Dasar luka terdiri atas jaringan otot. Daerah di sekitar garis batas luka tidak
didapati memar
Kenaikan kadar enzime yang terjadi beberapa jam sesudah trauma sebagai akibat dari
mekanisme pertahanan jaringan.
2. Organ dalam masih berfungsi saat terjadi trauma
Jika organ dalam (jantung atau paru) masih dalam keadaan berfuungsi ketika terjadi trauma
maka tanda-tandanya antara lain :
a. Perdarahan hebat (profuse bleeding)
Trauma yang terjadi pada orang hidup akan menimbulkan perdarahan yang banyak sebab
jantung masih bekerja terus-menerus memompa darah lewat luka.Berbeda dengan trauma
yang terjadi sesudah mati sebab keluarnya darah secara pasif karena pengaruh gravitasi
sehingga jumlah lukanya tidak banyak.
Perdarahan pada luka intravital dibagi 2, yaitu :
Perdarahan internal :
Mudah dibuktikan karena darah tertampung dirongga badan (rongga perut, rongga panggul,
rongga dada, rongga kepala dan kantong perikardium) sehingga dapat diukur pada waktu
otopsi.
Perdarahan eksternal :
Darah yang tumpah di tempat kejadian, yang hanya dapat disimpulkan jika pada waktu
otopsi ditemukan tanda-tanda anemis (muka dan organ-organ dalam pucat) disertai tandatanda limpa melisut, jantung dan nadi utama tidak berisi darah.
b. Emboli udara.
Terdiri atas emboli udara venosa (pulmoner) dan emboli udara arterial (sistemik). Emboli
udara venosa terjadi jika lumen dari vena yang terpotong tidak mengalami kolap karena
terfiksir dengan baik, seperti misalnya vena jugularis eksterna atau subclavia. Udara akan
masuk ketika tekanan di jantung kanan negatif. Gelembung udara yang terkumpul di
jantung kanan dapat terus menuju ke daerah paru-paru sehingga dapat mengganggu
fungsinya.
Emboli arterial dapat terjadi sebagai kelanjutan dari emboli udara venosa pada penderita
foramen ovale persisten atau sebagai akibat dari tindakan pneumotorak artifisial atau
karena luka-luka yang menembus paru-paru. kematian dapat terjadi akibat gelembung
udara masuk pembuluh darah koroner atau otak.
c. Emboli lemak.
Emboli lemak dapat terjadi pada trauma tumpul yang mengenai jaringan berlemak atau
trauma yang mengakibatkan patah tulang panjang. Akibatnya jaringan jaringan lemak akan
mengalami pencairan dan kemudian masuk kedalam pembuluh darah vena yang pecah
menuju atrium kanan, ventrikel kanan dan dapat terus menuju daerah paru-paru.
d. Pneumotorak
Jika dinding dada menderita luka tembus atau paru-paru menderita luka, sementara paruparu itu sendiri tetap berfungsi maka luka berfungsi sebagai ventil. Akibatnya, udara luar
atau udara paru-paru akan masuk ke rongga pleura setiap inspirasi.
Semakin lama udara yang masuk ke rongga pleura semakin banyak yang pada akhirnya
akan menghalangi pengembangan paru-paru sehingga pada akhirnya paru-paru menjadi
kolap.
e. Emfisema kulit krepitasi
Jika trauma pada dada mengakibatkan tulang iga patah dan menusuk pau-paru maka pada
setiap ekspirasi udara, paru-paru dapat masuk ke jaringan ikat di bawah kulit. Pada palpasi
akan terasa ada krepitasi disekitar daerah trauma. Keadaan seperti ini tidak mungkin terjadi
jika trauma terjadi sesudah orang meninggal.
b) Umur Luka 5,9,10
Untuk mengetahui kapan kapan terjadi kekerasan, perlu diketahui umur luka. Tidak ada
satupun metode yang digunakan untuk menilai dengan tepat kapan suatu kekerasan (baik
pada korban hidup atau mati) dilakukan mengingat adanya faktor individual, penyulit
(misalnya infeksi, kelainan darah, atau penyakit defisiensi).
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk memperkirakannya, yaitu dengan
melakukan :
1. Pemeriksaan Makroskopik.
Pemeriksaan dengan mata telanjang atas luka dapat memperkirakan berapa umur luka
tersebut. Pada korban hidup, perkiran dihitung dari saat trauma sampai saat diperiksa dan
pada korban mati, mulai dari saat trauma sampai saat kematiannya.
Pada kekerasan dengan benda tumpul, umur luka dapat diperkirakan dengan mengamati
perubahan-perubahan yang terjadi. Mula-mula akan terlihat pembengkakan akibat
ekstravasai dan inflamasi, berwarna merah kebiruan. Sesudah 4 sampai 5 hari warna
tersebut berubah menjadi kuning kehijauan dan sesudah lebih dari seminggu menjadi
kekuningan. Pada luka robek atau terbuka dapat diperkirakan umurnya dengan mengamati
perubahan-perubahannya. Dalam selang waktu 12 jam sesudah trauma akan terjadi
pembengkakan pada tepi luka. Selanjutnya kondisi luka akan didominasi oleh tanda-tanda
inflamasi dan disusul tanda penyembuhan.
2. Pemeriksaan mikroskopik
Perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopik pada korban mati. Selain berari guna bagi
penentuan intravitalitas luka, juga dapat menentukan umur luka secara lebih teliti dengan
mengamati perubahan-perubahan histologiknya.
Menurut Walcher, Robertson dan hodge, infiltrasi perivaskular dari lekosit polimorfnuklear
dapat dilihat dengan jelas pada kasus dengan periode-periode survival sekitar 4 jam atau
lebih. Dilatasi kapiler dan marginasi sel lekosit mungkin dapat lebih dini lagi, bahkan
beberapa menit sesudah trauma.
Pada trauma dengan iinflamasi aseptik, proses eksudasi akan mencapai puncaknya dalam
waktu 48 jam.
Epitelisasi baru terjadi hati ketiga, sedang sel-sel fibroblas mulai menunjukkan perubahan
reaktif sekitar 15 jam sesudah trauma. Tingkat proliferasi tersebut serta pembentukan
kapiler-kapiler baru sangat variatif, biasanya jaringan granulasi lengkap dengan
vaskularisasinya akan terbentuk sesudah 3 hari. Serabut kolagen yang baru juga mulai
terbentuk 4 atau 5 hari sesudah trauma.
Pada luka-luka kecil, kemungkinan jaringan parut tampak pada akhir minggu pertama.
Biasanya sekitar 12 hari sesudah trauma, aktivitas sel-sel epitel dan jaringan di bawahnya
4. Pemeriksaan biokemik
Meskipun pemeriksaan histokemik telah banyak menolong, tetapi reaksi trauma yang
ditunjukkan masih memerlukan waktu yang relatif panjang, yaitu beberapa jam sesudah
trauma. Padahal yang sering terjadi, korban mati beberapa saat sesudah trauma sehingga
belum dapat dilihat reaksinya dengan metode tersebut. Oleh sebab itu perlu dilakukan
pemeriksaan biokemik.
Histamin dan serotinin merupakan zat vasoaktif yang bertanggung jawab terhadap
terjadinya inflamasi akut, terutama pada stadium awal trauma. Penerapannya bagi
kepentingan forensik telah diplubikasikan pertama kali pada tahun 1965 oleh Vazekas dan
Viragos-Kis. Mereka melaporkan adanya kenaikan histamin bebas pada jejas jerat
antemortem pada kasus gantung. Oleh peneliti lain kenaikan histamin terjadi 20-30 menit
sesudah trauma, sedang serotonin naik setelah 10 menit.
II.6. Akibat Trauma 9,11,12
1. Aspek Medik
Berdasarkan prinsip inersia (principle of inertia) dari Galileo Galilei, setiap benda akan tetap
pada bentuk dan ukurannya sampai ada kekuatan luar yang mampu merubahnya.
Selanjutnya Isaac Newton dengan 3 buah hukumnya berhasil menemukan metode yang
dapat dipakai untuk mengukur dan menghitung energi.
Dengan dasar-dasar tadi maka dapat diterangkan bagaimana suatu energi potensial dalam
bentuk kekerasan berubah menjadi energi kinetik yang mampu menimbulkan luka, yaitu
kerusakan jaringan yang dapat disertai atau tidak disertai oleh diskontinuitas permukaan
kulit.
Konsekuensi dari luka yang ditimbulkan oleh trauma dapat berupa :
1. Kelainan fisik / organik.
Bentuk dari kelainan fisik atau organik ini dapat berupa :
- Hilangnya jaringan atau bagian dari tubuh.
- Hilangnya sebagian atau seluruh organ tertentu.
2. Gangguan fungsi dari organ tubuh tertentu.
Bentuk dari gangguan fungsi ini tergantung dari organ atau bagian tubuh yang terkena
trauma. Contoh dari gangguan fungsi antara lain lumpuh, buta, tuli atau terganggunya
fungsi organ-organ dalam.
3. Infeksi.
Seperti diketahui bahwa kulit atau membrana mukosa merupakan barier terhadap infeksi.
Bila kulit atau membrana tersebut rusak maka kuman akan masuk lewat pintu ini. Bahkan
kuman dapat masuk lewat daerah memar atau bahkan iritasi akibat benda yang
terkontaminasi oleh kuman. Jenis kuman dapat berupa streptococcus, staphylococcus,
Eschericia coli, Proteus vulgaris, Clostridium tetani serta kuman yang menyebabkan gas
gangren.
4. Penyakit.
Trauma sering dianggap sebagai precipitating factor terjadinya penyakit jantung walaupun
hubungan kausalnya sulit diterangkan dan masih dalam kontroversi.
5. Kelainan psikik.
Trauma, meskipun tidak menimbulkan kerusakan otak, kemungkinan dapat menjadi
precipitating factor bagi terjadinya kelainan mental yang spektrumnya amat luas; yaitu
dapat berupa compensational neurosis, anxiety neurosis, dementia praecox primer
(schizophrenia), manic depressive atau psikosis. Kepribadian serta potensi individu untuk
terjadinya reaksi mental yang abnormal merupakan faktor utama timbulnya gangguan
mental tersebut; meliputi jenis, derajat serta lamanya gangguan. Oleh sebab itu pada setiap
gangguan mental post-trauma perlu dikaji elemen-elemen dasarnya yang terdiri atas latar
belakang mental dan emosi serta nilai relatif bagi yang bersangkutan atas jaringan atau
organ yang terkena trauma. Secara umum dapat diterima bahwa hubungan antara
kerusakan jaringan tubuh atau organ dengan psikosis post trauma didasrkan atas :
- Keadaan mental benar-benar sehat sebelum trauma.
- Trauma telah merusak susunan syaraf pusat.
- Trauma, tanpa mempersoalkan lokasinya, mengancam kehidupan seseorang.
- Trauma menimbulkan kerusakan pada bagian yang struktur atau fungsinya dapat
mempengaruhi emosi organ genital, payudara, mata, tangan atau wajah.
- Korban cemas akan lamanya waktu penderitaan.
- Psikosis terjadi dalam tenggang waktu yang masuk akal.
- Korban dihantui oleh kejadian (kejahatan atau kecelakaan) yang menimpanya.
III.1 Kesimpulan
Luka pada Ilmu Kedokteran Forensik merupakan salah satu bagian terpenting. Luka bisa
terjadi pada korban hidup maupun korban mati. Luka bisa terjadi akibat kekerasan mekanik,
kekerasan fisik, & kekerasan kimiawi. Luka dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis benda,
yaitu akibat kekerasan benda tumpul, akibat benda tajam, akibat tembakan senjata api,
akibat benda yang muda pecah, akibat suhu/temperatur, akibat trauma listrik, akibat petir,
dan akibat zat kimia korosif.
Selain itu luka bisa diketahui waktu terjadinya kekerasan, apakah luka terjadi antemortem
atau postmortem. Terkadang dari luka kita bisa mengetahui umur luka. Walaupun belum
ada satupun metode yang digunakan untuk menilai dengan tepat kapan suatu kekerasan
dilakukan mengingat adanya berbagai macam faktor yang mempengaruhinya; seperti faktor
infeksi, kelainan darah, atau penyakit defisiensi.
Dari deskripsi luka kita sebagai dokter juga dapat membantu pihak hukum untuk
menentukan kualifikasi luka sesuai dengan KUHP Bab XX pasal 351 dan 352 serta Bab IX
pasal 90. Yang pada tindak pidana untuk menentukan hukuman yang diberikan kepada
pelaku kekerasan dengan melihat deskripsi luka yang kita buat. Oleh karena itu diharapkan
kita sebagai calon dokter yang nantinya sebagai dokter di masyarakat umum akan banyak
menemukan kasus kekerasan yang menyebabkan luka baik pada korban hidup maupun
korban mati, bisa mendeskripsikan luka sebaik-baiknya dalam Visum et Repertum.
III.2 Saran
1. Sebaiknya seorang dokter atau calon dokter mampu mendiskripsikan luka sehingga
mampu membuat Visum et Repertum yang baik dan benar.
2. Sebaiknya seorang dokter atau calon dokter tidak hanya mempelajari ilmu kedokteran
tetapi juga mengetahui hukum kesehatan.
KEKERASAN SEKSUAL
menunjukkan kekerasan seksual terjadi disemua ranah yaitu personal, publik dan
negara
seperti ditunjukkan pada grafik 2. Jumlah paling tinggi terjadi di ranah personal,
yaitu
dari total kekerasan seksual. Di ranah personal artinya kekerasan seksual dilakukan
oleh
oleh orang yang memiliki hubungan darah (ayah, kakak, adik, paman, kakek),
kekerabatan,
perkawinan (suami) maupun relasi intim (pacaran) dengan korban. Banyaknya
jumlah kasus
di tingkat personal bisa jadi terkait dengan kehadiran payung hukum, yaitu UU. No.
23
tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), yang
telah
disosialisasikan secara meluas ke masyarakat, bertambahnya lembaga-lembaga
yang dapat
diakses oleh perempuan korban, serta meningkatnya kepercayaan korban pada
proses
keadilan dan pemulihan yang dapat ia peroleh dengan melaporkan kasusnya itu.
Pada saat
bersamaan, informasi ini mematahkan mitos bahwa rumah adalah tempat yang
aman bagi
perempuan dan bahwa perempuan akan terlindungi bila selalu bersama dengan
anggota
keluarganya yang laki-laki.
Jumlah kedua adalah kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi di ranah publik,
yaitu
22.284 kasus. Di ranah publik berarti kasus dimana korban dan pelaku tidak
memiliki
hubungan kekerabatan, darah ataupun perkawinan. Bisa jadi pelakunya adalah
majikan,
tetangga, guru, teman sekerja, tokoh masyarakat, ataupun orang yang tidak
dikenal.
Nasional
1. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 285, 286
287, 290, 291
2. UU No.23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(PKDRT) Pasal 8(b), 47, 48
3. UU No 21 tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
pasal 1 (3,7)
4. UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 1(15), 17(2), 59 dan 66
(1,2), 69, 78 dan 88
3. Penyiksaan seksual adalah perbuatan yang secara khusus menyerang organ dan
seksualitas perempuan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan
rasa
sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani, rohani maupun seksual, pada
seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan darinya, atau dari orang
ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah atau diduga telah
dilakukan olehnya ataupun oleh orang ketiga, untuk mengancam atau memaksanya
atau orang ketiga, dan untuk suatu alasan yang didasarkan pada diskriminasi atas
alasan apapun, apabila rasa sakit dan penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas
hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan pejabat publik.
7
4. Eksploitasi Seksual merujuk pada aksi atau percoban penyalahgunaan kekuatan
yang berbeda atau kepercayaan, untuk tujuan seksual termasuk tapi tidak terbatas
pada memperoleh keuntungan dalam bentuk uang, sosial maupun politik dari
5
Disadur dari definisi dalam Undang Undang No. 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Orang
6
Komnas Perempuan, Perempuan dalam Jeratan Impunitas: Pelanggaran dan
Penanganan, Dokumentasi Pelanggaran HAM
Perempuan Selama Konflik Bersenjata di Poso 1998-2005, Komnas Perempuan,
2009, hal. 132 dan rumusan yang
dikembangkan Rifka Annisa Womens Crisis Centre dalam Lusia Palulungan, Bagai
Mengurai Benang Kusut: Bercermin
Pada Kasus Rieke Dyah Pitaloka, Sulitnya Pembuktian Pelecehan Seksual, Tatap:
Berita Seputar Pelayanan, Komnas
Perempuan,2010, hal. 9
7
Merujuk pada definisi penyiksaan sebagaimana tercantum dalam UU No 5 Tahun
1998 tentang Ratifikasi Konvensi
Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak
Manusiawi, dan Merendahkan
Martabat Manusia, Pasal 1.
15eksploitasi seksual terhadap orang lain.
8
Termasuk di dalamnya adalah tindakan
mengiming-imingi perkawinan untuk memperoleh layanan seksual dari perempuan,
yang kerap disebut oleh lembaga pengada layanan bagi perempuan korban
kekerasan sebagai kasus ingkar janji. Iming-iming ini menggunakan cara pikir
dalam masyarakat yang mengaitkan posisi perempuan dengan status
perkawinannya
sehingga perempuan merasa tidak memiliki daya tawar, kecuali dengan mengikuti
kehendak pelaku, agar ia dinikahi.
5. Perbudakan Seksual adalah sebuah tindakan penggunaan sebagian atau segenap
kekuasaan yang melekat pada hak kepemilikan terhadap seseorang, termasuk
akses seksual melalui pemerkosaan atau bentuk-bentuk lain kekerasan seksual.
Perbudakan seksual juga mencakup situasi-situasi dimana perempuan dewasa dan
anak-anak dipaksa untuk menikah, memberikan pelayanan rumah tangga atau
bentuk kerja paksa yang pada akhirnya melibatkan kegiatan seksual paksa
termasuk
perkosaan oleh penyekapnya
9
6. Intimidasi/serangan bernuansa seksual, termasuk ancaman/percobaan
perkosaan adalah tindakan yang menyerang seksualitas untuk menimbulkan rasa
takut atau penderitaan psikis pada perempuan. Serangan dan intimidasi seksual
disampaikan secara langsung maupun tidak langsung melalui surat, sms, email, dan
lain-lain
10
7. Kontrol seksual, termasuk pemaksaan busana dan kriminalisasi perempuan
lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama mencakup berbagai
tindak kekerasan secara langsung maupun tidak langsung, dan tidak hanya melalui
kontak fisik, yang dilakukan untuk mengancam atau memaksakan perempuan
mengenakan busana tertentu atau dinyatakan melanggar hukum karena cara ia
berbusana atau berelasi sosial dengan lawan jenisnya. Termasuk di dalamnya
adalah
kekerasan yang timbul akibat aturan tentang pornografi yang melandaskan diri
lebih pada persoalan moralitas daripada kekerasan seksual.
8. Pemaksaan Aborsi adalah pengguguran kandungan yang dilakukan karena