Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Sendi adalah semua persambungan tulang baik yang memungkinkan tulangtulang tersebut dapat bergerak satu sama lain, maupun tidak dapat bergerak satu
sama lain. Pada sendi sinovial dilapisi oleh suatu kartilago yang terbagi atas dua
bagian yaitu kondrosit dan matriks ekstraseluler. Matriks ekstraseluler yang
mengandung banyak kolagen tipe II, IX, dan XI serta proteoglikan (terutama
agregat). Agregat adalah hubungan antara terminal sentral protein dengan asam
hialuronat membentuk agregat yang dapat menghisap air. Sesudah kekuatan
kompresi hilang maka air akan kembali pada matriks dan kartilago kembali seperti
semula. Jaringan kolagen merupakan molekul protein yang kuat. Kolagen ini
berfungsi sebagai kerangka dan mencegah pengembangan berlebihan dari agregat
proteoglikan (1).
Tulang rawan

sendi

hanya

mempunyai

sedikit

kemampuan

untuk

penyembuhan. Fungsi utama tulang rawan sendi yaitu disamping memungkinkan


gesekan pada gerakan, juga menyerap beban energi dengan mengubah bentuk dan
dengan efektif menyebarkan beban tersebut pada suatu daerah yang luas (1).
B. DEFINISI
Osteoartritis (OA) merupakan suatu penyakit degeneratif pada persendian yang
disebabkan oleh beberapa macam faktor. Penyakit ini mempunyai karakteristik
berupa terjadinya kerusakan pada kartilago (tulang rawan sendi). Kartilago
merupakan suatu jaringan keras bersifat licin yang melingkupi sekitar bagian akhir
tulang keras di dalam persendian. Jaringan ini berfungsi sebagai penghalus gerakan
antar tulang dan sebagai peredam (shock absorber) pada saat persendian melakukan
aktivitas atau gerakan (2).
C. ETIOLOGI
Etiologi osteoartritis

belum

diketahui

secara

pasti,

namun

faktor

biomekanik dan biokimia sepertinya merupakan faktor terpenting dalam proses


terjadinya osteoartritis. Faktor biomekanik yaitu kegagalan mekanisme protektif,
antara lain kapsul sendi, ligamen, otot-otot persendian, serabut aferen, dan tulangtulang. Kerusakan sendi terjadi multifaktorial, yaitu akibat terganggunya faktorfaktor protektif tersebut. Osteoartritis juga bisa terjadi akibat komplikasi dari

penyakit lain seperti gout, rheumatoid arthritis, dan sebagainya (1).


D. KLASIFIKASI
Menurut penyebabnya osteoarthritis dikategorikan menjadi (3):
1. Osteoartritis primer adalah degeneratif artikular sendi yang terjadi pada
sendi tanpa adanya abnormalitas lain pada tubuh. Penyakit ini sering
menyerang sendi penahan beban tubuh (weight bearing joint) atau tekanan
yang normal pada sendi dan kerusakan akibat proses penuaan. Paling
sering terjadi pada sendi lutut dan sendi panggul, tapi ini juga ditemukan
pada sendi lumbal, sendi jari tangan, dan jari pada kaki.
2. Osteoarthritis sekunder, paling sering terjadi pada trauma akibat suatu
pekerjaan, atau dapat pula terjadi pada kongenital dan adanya penyakit
sistemik. Osteoartritis sekunder biasanya terjadi pada umur yang lebih
awal daripada osteoartritis primer.
E. EPIDEMIOLOGI
P

enyakit ini memiliki prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada orang

tua. Prevalensinya meningkat seiring bertambahnya usia. Di Amerika Serikat,


prevalensi osteoartritis pada populasi dengan usia di atas 65 tahun mencapai 80%
dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2020 (1,4). OA terjadi pada 13,9%
orang dewasa berusia lebih dari 25 tahun dan 33,6% dari mereka yang berusia
lebih dari 65 tahun. Prevalensi sendi yang terkena OA menurut temuan radiologis
adalah pada tangan 7,3%, kaki 2,3%, lutut 0,9%, dan panggul 1,5%. Prevalensi
OA menurut gejala yang ditemui yaitu pada tangan 8%, kaki 2%, lutut 12,1%
pada orang dewasa berusia lebih dari 60 tahun dan 16% pada orang dewasa
berusi 45-60 tahun, dan panggul 4,4% (4).
Angka kematian yang diakibatkan osteoartritis adalah sekitar 0,2 hingga 0,3
kematian per 100.000 (1979-1988). Angka kematian akibat OA sekitar 6% dari
semua kematian akibat artritis. Hampir 500 kematian per tahun disebabkan OA
dan angka tersebut meningkat selama 10 tahun terakhir (4,5).
F.

FAKTOR RISIKO
Faktor risiko pada osteoartritis meliputi hal-hal sebagai berikut (1):
1. Peningkatan usia. Osteoartritis biasanya terjadi pada usia lanjut, jarang
dijumpai pada orang yang berusia di bawah 40 tahun.

2. Obesitas. Membawa beban lebih berat akan membuat sendi sambungan


tulang bekerja lebih berat, diduga member andil terjadinya osteoarthritis.
3. Jenis kelamin wanita. Masih belum banyak diketahui mengapa prevalensi
OA pada perempuan usia lanjut lebih banyak daripada laki-laki usia lanjut.
Resiko ini dikaitkan dengan berkurangnya hormon pada perempuan pasca
4.
5.
6.
7.

menopause.
Trauma.
Infeksi sendi.
Trauma okupasional.
Faktor genetik. Beberapa kasus orang lahir dengan kelainan sendi tulang
akan lebih besar kemungkinan mengalami osteoarthritis.

8.
9.
10.

Riwayat peradangan sendi.


Gangguan neuromuskular.
Gangguan metabolik.

G. MANIFESTASI KLINIS
Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang
dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan Berikut
adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA:
1. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya
bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat.
Beberapa gerakan dan tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri
yang melebihi gerakan lain. Perubahan ini dapat ditemukan meski OA
masih tergolong dini (secara radiologis). Umumnya bertambah berat
dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya bias digoyangkan
dan menjadi kontraktur. Hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah
gerakan) maupun eksentris (salah satu arah gerakan saja) (6).
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago
pada sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat
diasumsikan bahwa nyeri yang timbul pada OA berasal dari luar kartilago
(6).
Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber

dari nyeri yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi (sinovitis),
efusi sendi, dan edema sumsum tulang.
Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika
osteofit tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar tulang
hingga ke kartilago dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang Hal
ini menimbulkan nyeri (6).
Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat
sendi. Sumber nyeri yang umum di lutut adalah akibat dari anserine
bursitis dan sindrom iliotibial band (7).
2. Hambatan gerak sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan

dengan pertambahan rasa nyeri (6).


3. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeretak yang timbul pada sendi yang sakit.
Gejala ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya
berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien
atau dokter yang memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit,
krepitasi dapat terdengar hingga jarak tertentu (6).
4. Pembesaran sendi (deformitas)
Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar (6).
5. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada
sendi yang biasanya tidak banyak (<100 cc) atau karena adanya osteofit,
sehingga bentuk permukaan sendi berubah (6).
6. Tanda-tanda peradangan
Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan
gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan) dapat dijumpai
pada OA karena adanya sinovitis. Biasanya tanda-tanda ini tidak menonjol
dan timbul pada perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering
dijumpai pada OA lutut (6).
7. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan
merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih

pada pasien lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri
karena menjadi tumpuan berat badan terutama pada OA lutut (6).
H. PATOFISIOLOGI
Perkembangan osteoartritis terbagi atas tiga fase, yaitu (1):
1. Fase 1: terjadi penguraian proteolitik pada matriks kartilago. Metabolisme
kondrosit menjadi terpengaruh dan meningkatkan produksi enzim seperti
metalloproteinase yang kemudian hancur dalam matriks kartilago.
Kondrosit

juga

memproduksi

penghambat

protease

yang

akan

memengaruhi proteolitik. Kondisi ini memberikan manifestasi pada


penipisan kartilago.
2. Fase 2: pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago,
disertai adanya pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam
cairan sinovial.
3. Fase 3: proses penguraian dari produk kartilago yang menginduksi respon
inflamasi pada sinovial. Produksi makrofag synovial seperti interleukin 1
(IL-1), tumor necrosis factor-alpha (TNF), dan metalloproteinase
menjadi meningkat. Kondisi ini memberikan manifestasi balik pada
kartilago dan secara langsung memberikan dampak adanya destruksi pada
kartilago. Molekul-molekul pro-inflamasi lainnya seperti nitric oxide (NO)
juga ikut terlibat. Kondisi ini memberikan manifestasi perubahan arsitektur
sendi, dan memberikan dampak terhadap pertumbuhan tulang akibat
stabilitas sendi. Perubahan arsitektur sendi dan stress inflamasi
memberikan pengaruh pada permukaan artikular menjadikan kondisi
gangguan yang progresif.

I.
DIAGNOSIS
Diagnosis osteoarthritis lutut berdasrkan klinis, klinis dan radiologis, serta
klinis dan laboratoris (8):
1. Klinis
Nyeri sendi lutut dan 3 dari kriteria di bawah ini:
a) Umur >50 tahun
b) Kaku sendi <30 menit
c) Krepitus
d) Nyeri tekan tepi tulang
e) Pembesaran tulang sendi lutut
f) Tidak teraba hangat pada sendi
Catatan: Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.
2. Klinis dan radiologis
Nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini:
a)

Umur >50 tahun

b)

Kaku sendi <30 menit

c)

Krepitus disertai osteofit


Catatan: Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.
3. Klinis dan laboratoris
Nyeri sendi ditambah adanya 5 dari kriteria di bawah ini:

a)

Usia >50 tahun

b)

Kaku sendi <30 menit

c)

Krepitus

d)

Nyeri tekan tepi tulang

e)

Pembesaran tulang

f)

Tidak teraba hangat pada sendi terkena

g)

Led<40 mm/jam

h)

Rf <1:40

i)

Analisis cairan sinovium sesuai osteoartritis


Catatan: Sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%.
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologi
Diagnosis OA

selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan

dengan gambaran radiologis, yaitu menyempitnya celah antar sendi,


terbentuknya osteofit, terbentuknya kista, dan sklerosis subchondral (8).

Gambar 2.3. Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis lutut.

Sumber: LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment


of Osteoarthritis. American Family Physician. 64 (2): 279-286
Keterangan:
a. Gambar atas kiri: pandangan anteroposterior menunjukkan menyempitnya
celah sendi (tanda panah)
b. Gambar bawah kiri: pandangan lateral menunjukkan sklerosis yang
ditandai terbentuknya osteofit (tanda panah)
c. Gambar atas kanan: menyempitnya celah sendi (tanda panah putih)
menyebabkan destruksi pada kartilago dan sunkhondral (tanda panah
terbuka)
d. Gambar bawah kanan: ditemukan kista subkhondral (tanda panah)

Gambar 2.4 Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada jari kaki.


Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis
:Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.

Keterangan:

gambaran

menyempitnya celah

radiologis

anteroposterior

kaki

menunjukkan

sendi metatarsophalangeal pertama, sklerosis, dan

pembentukan osteofit (panah) (8).

Gambar 2.5. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada lutut.


Sumber: Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of
Arthritis: Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3):
737-747.

Keterangan: Gambaran radiologis anteroposterior lutut menunjukkan


penyempitan ruang sendi, sklerosis, dan pembentukan osteofit (panah)
(8).

Gambar 2.6. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada pinggul.

Sumber: Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of


Arthritis: Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3):
737-747.
Keterangan: Kedua gambar di atas menunjukkan penyempitan ruang
superolateral sendi, sklerosis, kista subkondral, dan pembentukan
osteofit (panah) (8).
2. Pemeriksaan laboratorium dan MRI
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak
banyak berguna. Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas-batas
normal. Pemeriksaan imunologi masih dalam batas-batas normal.
Pada OA yang disertai peradangan sendi dapat dijumpai
peningkatan ringan sel peradangan (<8000 /m) dan peningkatan
nilai protein (8).
Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah
MRI yaitu untuk mengetahui derajatn patologisnya, namun
pemeriksaan ini jarang dilakukan sebagai penunjang diagnostik
dalam osteoarthritis, karena sebagian besar gambaran penyakit
ini sudah bisa dinilai berdasarkan pemeriksaan sinar-x (8).
K. PENATALAKSANAAN
1. Nonfarmakologis
a) Modifikasi pola hidup
b) Edukasi
c) Istirahat teratur yang bertujuan mengurangi penggunaan beban
pada sendi

d) Modifikasi aktivitas
e) Menurunkan berat badan
f) Rehabilitasi medik/fisioterapi
1) Latihan statis dan memperkuat otot-otot
2) Fisioterapi,

yang

berguna

untuk

mengurangi

nyeri,

menguatkan otot, dan menambah luas pergerakan sendi


g) Penggunaan alat bantu.
2. Farmakologis
a) Sistemik
1) Analgetik
(a) Non narkotik: parasetamol
(b) Opioid (kodein, tramadol)
2) Antiinflamasi nonsteroid (nsaids)
(a) Oral
(b) Injeksi
(c) Suppositoria
3) Chondroprotective
Yang dimaksud dengan chondoprotectie agent adalah
obat-obatan yang dapat menjaga dan merangsang perbaikan
(repair) tulag rawan sendi pada pasien OA, sebagian peneliti
menggolongkan obat-obatan tersebut dalam Slow Acting Anti
Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau Disease Modifying Anti
Osteoarthritis Drugs (DMAODs). Sampai saat ini yang
termasuk dalam kelompok obat ini adalah: tetrasiklin, asam
hialuronat, kondrotin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin-C,
superoxide desmutase dan sebagainya.
(a) Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai efek menghambat
kerja enzim MMP. Salah satu contohnya doxycycline.
Sayangnya obat ini baru dipakai oleh hewan belum
dipakai pada manusia.
(b) Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim
yang berperan dalam degradasi tulang rawan, antara lain:

hialuronidase, protease, elastase dan cathepsin B1 in vitro


dan juga merangsang sintesis proteoglikan dan asam
hialuronat pada kultur tulang rawan sendi.
(c) Kondroitin sulfat, merupakan komponen penting pada
jaringan kelompok vertebra, dan terutama terdapat pada
matriks ekstraseluler sekeliling sel. Menurut penelitian
Ronca dkk (1998), efektivitas kondroitin sulfat pada
pasien OA mungkin melalui 3 mekanisme utama, yaitu:
antiinflamasi, efek metabolik terhadap sintesis hialuronat
dan proteoglikan, dan antidegeneratif melalui hambatan
enzim proteolitik dan menghambat oksigen reaktif.
(d) Vitamin C, dalam penelitian ternyata dapat menghambat
aktivitas enzim lisozim dan bermanfaat dalam terapi OA.
(e) Superoxide Dismutase, dapat diumpai pada setiap sel
mamalia

dan

mempunyai

kemampuan

untuk

menghilangkan superoxide dan hydroxyl radicals. Secara


in vitro, radikal superoxide mampu merusak asam
hialuronat, kolagen dan proteoglikan sedang hydrogen
peroxyde dapat merusak kondroitin secara langsung.
Dalam percobaan klinis dilaporkan bahwa pemberian
superoxide dismutase dapat mengurangi keluhan-keluhan
pada pasien OA.
b) Topikal
1) Krim rubefacients dan capsaicin.
Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara
kerja pada umumnya bersifat counter irritant.
2) Krim NSAIDs
Selain zat berkhasiat yang terkandung didalamnya, perlu
diperhatikan campuran yang dipergunakan untuk penetrasi
kulit. Salah satu yang dapat digunakan adalah gel piroxicam,
dan sodium diclofenac.
c) Injeksi intraartikular/intralesi

Injeksi intraartikular ataupun periartikular bukan merupakan


pilihan utama dalam penanganan osteoartritis. Diperlukan kehatihatian dan selektifitas dalam penggunaan modalitas terapi ini,
mengingat efek merugikan baik yang bersifat lokal maupun
sistemik. Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra artikular
yakni

penanganan

simtomatik

dengan

steroid,

dan

viskosuplementasi dengan hyaluronan untuk modifikasi perjalanan


penyakit. Dengan pertimbangan ini yang sebaiknya melakukan
tindakan, adalah dokter yang telah melalui pendidikan tambahan
dalam bidang reumatologi.
1) Steroid: (triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone)
Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang
mengalami nyeri dan inflamasi yang kurang responsif terhadap
pemberian NSAIDs, tak dapat mentolerir NSAIDs atau ada
komorbiditas

yang

merupakan

kontraindikasi

terhadap

pemberian NSAIDs. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat


dan benar untuk menghindari penyulit yang timbul. Sebagian
besar literatur tidak menganjurkan dilakukan penyuntikan lebih
dari sekali dalam kurun 3 bulan atau setahun 3 kali terutama
untuk sendi besar penyangga tubuh. Dosis untuk sendi besar
seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk sendi-sendi
kecil biasanya digunakan dosis 10 mg.
2) Hyaluronan: high molecular weight dan low molecular weight
Di Indonesia terdapat 3 sediaan injeksi Hyaluronan.
Penyuntikan intra artikular biasanya untuk sendi lutut (paling
sering), sendi bahu dan koksa. Diberikan berturut-turut 5
sampai 6 kali dengan interval satu minggu masing-masing 2
sampai 2,5 ml Hyaluronan. Teknik penyuntikan harus aseptik,
tepat dan benar. Kalau tidak dapat timbul berbagai penyulit
seperti artritis septik, nekrosis jaringan dan abses steril. Perlu
diperhatikan

faktor

alergi

terhadap

unsur/bahan

dasar

hyaluronan misalnya harus dicari riwayat alergi terhadap telur.

Ada 3 sediaan di Indonesia diantaranya adalah Hyalgan, dan


Osflex.
d) Pembedahan
Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoartritis:
1) Partial replacement/unicompartemental.
2) High tibial osteotmy: orang muda.
3) Patella & condyle resurfacing.
4) Minimally constrained total replacement: stabilitas sendi
dilakukan sebagian oleh ligament asli dan sebagian oelh sendi
buatan.
5) Cinstrained joint: fixed hinges: dipakai bila ada tulang hilang
& severe instability.

Anda mungkin juga menyukai