Anda di halaman 1dari 6

DEFINISI

LNH adalah kelompok keganasan


primer limfosit yang dapat berasal dari
limfosit B, limfosit T, dan kadang (amat
jarang) berasal dari sel natural killer
(NK) yang berada dalam sistem limfe;
yang sangat heterogen, baik tipe
histologist, gejala, perjalanan klinis,
respon terhadap pengobatan, maupun
prognosis.

Limfoma Non Hodgkin (LNH)

PENATALAKSANAAN

ASUHAN
KEPERAWATAN

ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Etiologi sebagian LNH tidak diketahui
namun terdapat beberapa faktor risiko
terjadinya LNH, antara lain:
a. Immunodefisiensi
b. Agen infeksius
c. Paparan lingkungan dan pekerjaan
d. Diet dan paparan lainnya

KLASIFIKASI
1. LNH agresif
2. LNH indolen

MANIFESTASI KLINIS
Gejala umum penderita LNH
adalah:
1. Pembesaran kelenjar getah
bening (KGB) tanpa adanya
rasa sakit
2. Demam
3. Keringat malam
4. Rasa lelah yang dirasakan terus
menerus
5. Gangguan pencernaan dan
nyeri perut
6. Hilangnya nafsu makan
7. Nyeri tulang
8. Limfadenopati

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis LNH ditegakkan dari hasil
pemeriksaan histology biopsy eksisi
KGB atau jaringan ekstranodal.
1. Pemeriksaan laboratorium: HB,
leukosit, LED, hapusan darah, faal
hepar, faal ginjal, LDH
2. Pemeriksaan ideal: limfografi, foto
organ yang diserang, bone-scan,
CT-scan, biopsy sumsumtulang,
biopsy hepar, USG, endoskopi
3. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
gejala klinik dan pemeriksaan
histopatologi

PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Derajat
keganasan
rendah
(DKR)/indolen:
Pada prinsipnya simptomatik
a. Kemoterapi: obat tunggal atau
ganda (peroral), jika dianggap
perlu:
COP
(Cyclophosphamide,
Oncovin, dan Prednisone)
b. Radioterapi: LNH sangat
radiosensitive
c. Radioterapi
ini
dapat
dilakukan untuk lokal dan
paliatif
d. Radioterapi: Low Dose TOI +
Involved Field Radiotheraphy
saja
2. Derajat keganasan menengah
(DKM)/agresif limfoma
a. Stadium
I:
kemoterapi
(CHOP/CHVMP/BU)
+
radioterapi
b. CHOP (Cyclophosphamide,
Hydroxydouhomycin,
Oncovin, dan Prednisone)
c. Stadium II-IV: kemoterapi
parenteral
kombinasi,
radioterapi berperan untuk
tujuan paliasi
3. Derajat keganasan tinggi (DKT)
a. Selalu diberikan pengobatan
seperti
Leukemia
Limfoblastik Akut (LLA)
b. Reevaluasi hasil pengobatan

Web of Caution
Mutasi gen pada salah satu sel dari sekelompok sel limfosit
Menyerang sel limfosit yang
ada di kelenjar getah bening

Benjolan KGB (nodal) atau di


luar KGB (ekstranodal)

Proliferasi abnormal tumor

Penekanan atau penyumbatan


organ yang diserang

Menyebar ke dalam darah

Menyebar ke sumsum tulang,


saluran pencernaan, dan kulit
Berkurangnya nafsu makan

Nyeri perut dan pembengkakan


tungkai

Anemia dan trombositopenia

Ruam kulit dan gejala


neurologis

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN LIMFOMA NON HODGKIN (LNH)


PENGKAJIAN
Gejala pada limfoma secara fisikdapat timbul benjolan yang kenyal, tidak
terasa nyeri, mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha).
Pembesaran tadi dapat dimulai dengan gejala penurunan berat badan,
demam, keringat malam. Hal ini dapat dicurigai sebagai limfoma. Namun
tidak semua benjolan yang terjadi di sistem limfatik merupakan limfoma.
Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar limfa dengan sejenis
virus atau mungkin tuberkulosis limfa.
Pada pengkajian data yang dapat ditemukan pada pasien limfoma antara
lain:
1. Data subyektif
a. Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38o
b. Sering keringat malam
c. Cepat merasa lelah
d. Badan lemah
e. Nafsu makan berkurang
f. Intake makanan dan minuman menuru, mual, muntah
2. Data obyektif
a. Timbul benjolan yang kenyal, mudah digerakkan pada leher, ketiak
atau pangkal paha
b. Wajah pucat

Diagnosa Keperawatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Risiko infeksi
Hipertermia
Nyeri
Gangguan perfusi jaringan
Risiko gangguan integritas kulit
Intoleransi aktivitas
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
8. Kekurangan volume cairan
9. Mual
10. Kelelahan
11. Ansietas
12. Defisit pengetahuan

NOC dan NIC


Ketidakefektifan pola nafas berhubungan
u dengan hiperventilasi

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas


berhubungan dengan hipersekresi mukus

Gangguan pertukaran gas berhubungan


dengan perubahan membran alveoli

NOC:
Respiratory Status: Airway Patency
Respiratory Status: Ventilation
Vital Signs
Kriteria hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 2x60 menit pasien akan:
1. Melaporkan kenyamanan dalam bernafas
(pasien tidak merasa sesak)
2. Mendemonstrasikan kemampuan untuk
melakukan pursed-lip breathing
3. Tanda-tanda vital dalam rentang normal

NOC:
Respiratory status: Airway Patency
Respiratory Status: Gas Exchange
Respiratory Status: Ventilation
Kriteria hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 2x60 menit pasien akan:
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan
tidak ada suara nafas tambahan
2. Menjelaskan cara yang dapat dilakukan
untuk mengeluarkan secret
3. Menunjukkan patensi jalan nafas

NOC:
Respiratory Status: Gas Exchange
Kriteria hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 2x60 menit pasien akan:
1. Tidak terdapat suara nafas tambahan pada
lapang paru dan pasien bebas dari tandatanda distress pernafasan
2. Menunjukkan ventilasi dan oksigenasi
yang adekuat

Intervensi
Airway Management
1. Monitor status respirasi (kecepatan,
kedalaman, dan kemudahan pasien dalam
bernafas).
2. Kaji faktor yang menyebabkan dispnea
apakah fisiologis atau psikologis.
3. Baringkan pasien dalam posisi yang
nyaman, dalam posisi duduk dengan
meninggikan kepala 60-90o.
4. Catat adanya penggunaan otot-otot bantu
nafas.
5. Auskultasi suara nafas, catat penurunan
dan hilangnya suara nafas.
6. Ajarkan dan dukung pasien untuk
menggunakan
teknik
pursed-lip
breathing.

Intervensi:
Airway Management
Airway Suctioning
Cough Enhancement
1. Auskultasi suara nafas setiap 1 sampai 4
jam sekali.
2. Monitor status respirasi (kecepatan,
kedalaman, dan kemudahan pasien dalam
bernafas).
3. Monitor gas darah atau saturasi oksigen
jika memungkinkan.
4. Berikan oksigen jika diperlukan.
5. Ajarkan kepada pasien cara melakukan
batuk efektif dan jelaskan mengenai
manfaat batuk efektif.
6. Ajarkan teknik ekspirasi huff cough
pada pasien PPOK.
7. Kolaborasi pemberian bronkodilator atau
steroid inhalasi jika diperlukan.
8. Lakukan postural drainage dan fisioterapi
dada jika diperlukan.

Intervensi
Airway Management
1. Monitor status respirasi (kecepatan,
kedalaman, dan kemudahan pasien dalam
bernafas) serta penggunaan otot-otot
nafas tambahan.
2. Auskultasi suara nafas setiap 1 sampai 2
jam sekali.
3. Monitor saturasi oksigen menggunakan
pulse oximetry dan catat hasil analisa gas
jika memungkinkan.
4. Observasi adanya sianosis pada kulit,
khususnya catat perubahan warna pada
lidah dan membrane mukosa.
5. Posisikan pasien semi fowler dengan
meninggikan
kepala
45o
jika
memungkinkan.
6. Ajarkan kepada pasien cara melakukan
teknik nafas dalam dan pengontrolan
batuk.

DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK): Pedoman
Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.
2. Rini IS. Hubungan antara efikasi diri dengan kualitas hidup pasien penyakit paru obstruktif kronis
dalam konteks asuhan keperawatan di RS Paru Batu dan RSU DR. Saiful Anwar Malang Jawa Timur:
Tesis, 2011. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
3. Blackwell W. 2014. Nursing diagnoses: Definitions and classification 2015-2017.
4. Ackley BJ & Ladwig GB. 2011. Nursing diagnosis handbook ninth edition: an evidence-based guide to
planning care. Mosby Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai