2 . Dobutamin
Dobutamin memiliki efek inotropik terutama -adrenergik dan efek kronotropik
yang relatif kecil . Tidak seperti dopamin, dobutamin tidak menyebabkan
pelepasan norepinefrin endogen. Hal ini mengakibatkan peningkatan denyut
jantung dan resistensi pembuluh darah perifer yang minimal dibanding agen
inotropik isoproterenol pada dosis yang sama. Dobutamin tepat digunakan untuk
pasien dengan tekanan darah yang memadai namun curah jantung menurun.
Onsetnya berkisar 1-2 menit, meskipun efek puncak mungkin belum tercapai
hingga 10 menit setelah pemberian. Waktu paruhnya adalah 2 menit. Obat ini
termetilasi diekskresikan dalam urin. Dobutamin cenderung kehilangan efek
hemodinamiknya setelah pemberian jangka panjang, mungkin karena regulasi
reseptor yang melemah. Namun, dobutamin merupakan pilihan yang lebih baik
untuk infus jangka panjang dibanding dopamin, karena dopamin menghabiskan
cadangan norepinefrin miokard. Dosis berkisar 5-15 ug/kg/menit. Peningkatan
urin output juga bisa dicapai setelah pemberian dobutamin karena peningkatan
perfusi ginjal dari curah jantung yang besar. Drip dimulai pada dosis 2-5
ug/kg/menit dan dititrasi hingga tercapai efek yang diinginkan. Efek optimal
biasanya dicapai pada dosis 10-15 ug/kg/menit .
Dopexamine adalah agen inotropik baru yang dikembangkan namun belum
disetujui di Amerika Serikat. Agen ini memiliki efek -adrenergik dan
dopaminergik yang kuat tapi tidak memiliki efek a-adrenergik, bekerja baik
sebagai inotrop maupun vasodilator. Untuk saat ini, tampaknya agen ini mungkin
sangat berguna untuk pengobatan gagal jantung kongestif, suatu penelitian pada
pasien sepsis melaporkan peningkatan indeks jantung dan denyut jantung tanpa
peningkatan rerata tekanan arteri (MAP). Secara signifikan dopexamine juga
tampaknya meningkatkan aliran darah splanknikus. Penelitian terhadap hewan
menunjukkan bahwa dopexamine meningkatkan aliran plasma ginjal dan laju
filtrasi glomerulus lebih baik dibanding dobutamin . Rekomendasi obat ini
menunggu studi lebih lanjut dan perizinan .
3 . Isoproterenol
Isoproterenol adalah - adrenergik agonis nonselektif yang merupakan inotrop
positif dan kronotrop. Aliran balik vena (venous return) ke jantung meningkat
karena penurunan compliance vena. Resistensi pembuluh darah paru dan sistemik
yang menurun akan menurunkan tekanan darah. Isoproterenol meningkatkan
aliran darah baik jantung maupun ginjal. Durasi kerja singkat (waktu paruh 2
menit), dengan metabolisme utama jalur catechol-O-methyltransferase di hati.
Agen ini kadang berguna pada pasien yang gagal merespon dopamin atau
dobutamin dan biasanya digunakan pada fase preterminal dekompensasi jantung.
Untuk peningkatan tekanan darah dan curah jantung rutin, dopamin atau
dobutamin merupakan pilihan yang lebih baik. Pengobatan dengan isoproterenol
dimulai dengan drip intravena pada dosis 0,01 ug/kg/menit dan ditingkatkan untuk
menghasilkan efek yang diinginkan .
4 . Agen alfa-adrenergik
dan
stroke
volume.
Norepinefrin
menyebabkan
vasokonstriksi
5 . Vasopresin
Vasopresin
(hormon
menyebabkan
antidiuretik)
vasokonstriksi
otot
normalnya
polos
dilepaskan
pembuluh
darah,
hipotalamus,
selain
efek
terus
memanfaatkan
protein
struktural
sebagai
prekursor
energi.
koloid
sebenarnya
memperburuk
fungsi
pernafasan
dengan
tromboksan
telah ditemukan
Konsiderasi Umum
Syok anafilaktik dan reaksi anafilaktoid terjadi karena pelepasan mediator
inflamasi secara tiba-tiba dari sel mast dan basofil. Setelah paparan stimulus,
gejala awal dapat muncul dalam beberapa detik hingga menit atau mungkin
tertunda selama 1 jam. Reaksi ini merangsang membrane-bound IgE,
menyebabkan sel-sel mast dan basofil melepaskan histamin dan plateletactivating factor ke dalam sirkulasi. Mediator ini menyebabkan vasodilatasi,
diaforesis. Pasien mungkin mengeluh sakit perut atau kembung, kram dan mual
yang kemudian berkembang menjadi emesis, diare dan kadang-kadang
hematemesis dan hematoschezia. Tanda-tanda lainnya termasuk sinkop, kejang,
injeksi
konjungtiva,
lakrimasi,
rhinorrhea
dan
hidung
tersumbat
B. Temuan Laboratorium
Peningkatan hematokrit sering ditemukan sebagai akibat dari hemokonsentrasi
permeabilitas pembuluh darah. Kadar sel mast tryptase biasanya meningkat.
DIAGNOSIS DIFERENSIAL
Beberapa gangguan yang umum terlihat di ICU mungkin bingung dengan syok
anafilaksis dan reaksi anafilaktoid: iskemia miokard dan infark, aritmia jantung,
syok hipovolemik, syok septik, emboli paru, aspirasi menyusui, bronkitis, PPOK
eksaserbasi akut, gangguan kejang, hipoglikemia dan penyakit serebrovaskular.
Hubungan dengan pemberian obat, darah dan cairan infus baru harus
menunjukkan kemungkinan anafilaksis .
MANAJEMEN
A. Airway
Langkah pertama adalah untuk memastikan jalan napas aman. Jika pasien
diintubasi sebelum reaksi, kita harus berhati-hati bahwa tube endotrakeal atau
nasotrakeal tidak menjadi copot selama resusitasi. Jika pasien tidak diintubas,
kontrol napas darurat dengan bagging dan masker atau intubasi mungkin akan
diperlukan. Jauh lebih baik untuk mengintubasi pasien sebelum edema laring
terjadi, karena intubasi setelah hal tersebut terjadi akan sangat sulit. Beberapa
dokter merekomendasikan penggunaan inhalasi epinefrin rasemat (0,3 ml dalam 3
ml saline melalui nebulizer) jika terjadi gangguan nafas karena edema. Maka jauh
lebih aman untuk mengintubasi pasien. .
B. Circulation Support
Kebanyakan pasien yang mengalami syok anafilaktik atau reaksi anafilaktoid di
ICU sudah memiliki akses intravena. Namun ukuran kateter ini mungkin kecil dan
tidak dapat memfasilitasi loading cairan dalam volume besar selama periode
waktu yang singkat. Infus perifer berukuran besar wajib untuk cairan dan
pemberian obat. Jangan mencoba akses vena sentral pada pasien hipotensi yang
hipovolemik. Penggunaan pembuluh vena besar yang kolaps untuk pemasangan
kateter sentral meningkatkan risiko komplikasi yang mengancam jiwa .
1 . Terapi Epinefrin
Medikamentosa harus dimulai dengan epinefrine (1:1000) 0,3-0,5 ml subkutan.
Dosis epinefrin dapat diulang setiap 5-10 menit sesuai kebutuhan. Jika pasien
tidak merespon dosis atau jika laringospasme berat atau kolaps kardiovaskular
frank terjadi, 5-10 mL epinefrin (1:10.000) dapat diberikan secara intravena. Jika
akses intravena tidak tersedia, baik 0,5 mL dari pengenceran 1:1000 dapat
diberikan intramuskuler atau 10 ml dari pengenceran 1:10.000 dapat dimasukkan
ke dalam tabung endotrakeal. Ketika epinefrin diberikan intravena, takikardia
berat, iskemia miokard, vasospasme dan hipertensi bisa terjadi. Epinefrin
mengurangi
sintesis
mediator
dengan
meningkatkan
konsentrasi
cAMP
intraselular. Selain itu, melawan banyak efek buruk dari mediator anafilaksis.
2 . Antagonis Histamin
Antagonis histamin harus diberikan secepat mungkin. Difenhidramine (1 mg/kg
intravena) dan ranitidine (50 mg intravena selama 5 menit) adalah obat pilihan.
Cimetidine harus digunakan dengan sangat hati-hati karena pemberian intravena
secara cepat dapat menyebabkan hipotensi atau asistole.
3 . Pressor
Jika hipotensi berlanjut setelah pemberian epinephrine berulang dan antagonis
histamin, resusitasi cairan agresif diperlukan. Jika gagal, dopamin dapat dimulai
pada dosis awal 5 ug/kg/menit dan dosis ditingkatkan hingga mencapai 20
ug/kg/menit. Efek plateau terjadi bila melebihi dosis ini, yang mengindikasikan
agen pressor kedua perlu digunakan jika respon yang memadai belum tercapai.
Karena vasodilatasi ekstrim, norepinefrin harus dimulai pada kisaran 3-4 ug/menit
dan dititrasi sampai tekanan arteri rata-rata antara 60 dan 80 mm Hg tercapai.
Pasien harus disapih dari pressors secepat mungkin.
C. Tindakan Lain
Observasi kontinyu di unit perawatan intensif diindikasikan . Sebuah kateter arteri
harus dimasukkan untuk memantau tekanan dan membantu mengamankan sampel
gas darah untuk manajemen ventilator. Pada pasien yang tetap stabil atau yang
membutuhkan drip pressor lanjutan, kateter arteri pulmonalis harus dipasang.
Anafilaksis bifasik dapat terjadi pada hingga 25 % pasien. Reaksi yang
mengancam jiwa muncul kembali setelah selang asimtomatik hingga 8 jam setelah
resusitasi. Hidrokortison 100-250 mg intravena setiap 6 jam, dapat membantu
mencegah manifestasi akhir dari anafilaksis bifasik. Steroid mungkin memiliki
peran dalam pengobatan segera anafilaksis akut. Pasien yang menerima betablocker pada saat reaksi anafilaksis mungkin resisten terhadap efek yang
diberikan epinefrin. Atropin dan glukagon mungkin tambahan yang berguna untuk
memperbaiki manifestasi jantung dalam kasus anafilaksis tersebut.
PROGNOSA
Kondisi kesehatan pasien secara keseluruhan, penundaan antara paparan antigen
dan terjadinya anafilaksis, dan tingkat keparahan gejala semua mempengaruhi
kondisi akhir pasien.
SYOK NEUROGENIK
Kepentingan Diagnosis:
Didahului oleh trauma atau anestesi spinal
Hipotensi dengan takikardia
Kehangatan kutaneus dan flushing di daerah denervasi
pooling vena
.
Konsiderasi Umum
Syok neurogenik diakibatkan oleh hilangnya tonus vasomotor perifer sebagai
akibat dari cedera tulang belakang, anestesi regional atau pemberian agen
pemblok otonom. Darah terakumulasi di perifer, venous return dan cardiac output
turun. Jika level saraf yang terkena berada di bawah pertengahan dada, sistem
adrenergik yang berada di atasnya diaktifkan sehingga terjadi peningkatan denyut
jantung dan kontraktilitas. Jika jaras simpatis jantung terkena, maka akan terjadi
bradikardia. Tekanan darah dapat turun hingga ke tingkat yang sangat rendah.
Semua pasien yang mengalami trauma tulang belakang harus dianggap mengalami
syok hipovolemik sampai terbukti sebaliknya.
GAMBARAN KLINIS
A. Gejala dan Tanda
Pasien mungkin waspada dan responsif jika tidak terdapat cedera kepala.
Ekstremitas hangat di atas level yang cedera dan dingin di bawah level tersebut.
Tekanan darah mungkin sangat rendah dengan detak jantung yang sangat cepat.
Otot rangka terpengaruh setelah trauma. Hilangnya pompa otot vena perifer lebih
lanjut dapat menurunkan aliran balik vena. Tanda dan gejala cedera tulang
belakang dan syok spinal akan terjadi.
B. Temuan Laboratorium
Studi laboratorium tidak membantu dalam diagnosis karena permeabilitas kapiler
normal, kebocoran plasma tidak terjadi. Sebelum resusitasi volume, hematokrit
biasanya normal.
C. Studi Pencitraan
Radiografi dari serviks, dada dan vertebra lumbosakral penting untuk menentukan
apakah fraktur yang terjadi mungkin tidak stabil. Intensivist harus meninjau foto
rontgen sehingga manipulasi pasien tidak akan menyebabkan cedera tulang
belakang lebih lanjut. CT dan MRI mungkin berguna untuk menentukan apakah
fragmen dalam kanal vertebra dapat menyebabkan kompresi medulla spinalis.
DIAGNOSIS DIFERENSIAL
Pasien trauma dipertimbangkan untuk dirawat di unit perawatan kritis dan harus
dievaluasi bedah secara menyeluruh sebelum ditransfer. Adanya suatu keadaan
syok hipovolemik bersamaan dari lokasi perdarahan yang belum diketahui pada
perut, dada dan ekstremitas harus disingkirkan. Cedera kepala tertutup tidak
menyebabkan syok. Sebaliknya, hal tersebut dapat meningkatkan tekanan darah
namun memperlambat denyut jantung ( refleks Cushing ) .
MANAJEMEN
A. Tindakan suportif
Jalan nafas yang aman dan akses intravena yang memadai merupakan prioritas
utama. Jika ada kekhawatiran mengenai stabilitas tulang belakang leher dan
terdapat indikasi intubasi, intubasi fiberoptik atau nasotrakeal dapat dilakukan.
Eksplorasi yang cermat harus dilakukan untuk menyingkirkan adanya lokasi luka
lain pada pasien trauma. Bila syok neurogenik terjadi akibat prosedur anestesi
spinal di mana tingkat blokade terlalu tinggi , intubasi juga mungkin diperlukan
untuk menyokong otot-otot respirasi yang terganggu.
Bergantung pada tingkat cedera, beberapa pasien mungkin akan mengalami
gangguan fungsi berkemih. Sebuah kateter Foley harus dipasang untuk
dekompresi kandung kemih dan membantu memantau produksi urine .
B. Resusitasi Cairan
Volume sirkulasi darah efektif akan menurun secara drastis karena pooling vena.
Resusitasi cairan umumnya diperlukan dan biasanya dimulai dengan beberapa
liter larutan garam isotonis. Pada beberapa pasien, resusitasi cairan diperlukan
untuk meningkatkan tekanan darah .
C. Terapi Farmakologis
Jika volume cairan yang diberikan gagal untuk mengembalikan tekanan darah,
drip infus agen alpha- adrenergik diperlukan untuk memberi efek vasokonstriksi
langsung. Baik fenilefrin atau norepinefrin dapat digunakan. Obat ini dimulai
pada dosis rendah dan ditingkatkan perlahan-lahan sampai pada dosis yang cukup
untuk mengembalikan tekanan darah rata-rata berkisar pada nilai 60-80 mm Hg.
Penyapihan biasanya dapat dicapai dengan waktu yang cukup cepat, sehingga
kateterisasi arteri vena pulmonalis atau vena sentral tidak sering diperlukan .
D. Pembedahan
Jika transeksi medula spinalis selesai, satu-satunya peran pembedahan adalah
stabilisasi untuk fraktur tulang belakang agar dapat mencegah cedera lebih lanjut.
Jika
diketahui
terdapat
benda
asing,
ekstraksi
benda
tersebut
dapat
SYOK KARDIAL
PENDAHULUAN
Syok kardial terjadi ketika jantung gagal memompa volume darah yang cukup
saat itu, terdapat dua kategori umum: syok kardiogenik dan syok kardiokompresif. Syok kardiogenik terjadi ketika jantung kehilangan kemampuannya
untuk berfungsi sebagai pompa . Syok kardio-kompresif disebabkan oleh
kompresi pembuluh darah besar dan ruang jantung yang mengganggu fungsi
pengisian dan pengosongan normal jantung.
Kepentingan Diagnosis
Urine output menurun
Gangguan fungsi mental
Ekstremitas dingin
Distensi vena leher
Hipotensi dengan bukti kongesti vena perifer dan paru .
Konsiderasi Umum
Syok kardiogenik paling sering terjadi baik setelah perkembangan lanjut penyakit
jantung atau setelah peristiwa akut seperti infark miokard atau pecahnya katup
jantung atau septum. Penyebab ini diringkas dalam Tabel 11-10. Jumlah absolut
dari miokardium yang terlibat mungkin adalah faktor prognosis yang paling
penting. Bila lebih dari 45 % dari miokardium ventrikel kiri yang nekrotik , syok
kardiogenik menjadi jelas secara klinis .
Bradikardia dan aritmia dapat mendasari syok kardiogenik . Denyut jantung
kurang dari 50 denyut/menit mungkin tidak memadai untuk mendukung curah
jantung. Demikian pula, aritmia secara signifikan dapat mengubah pola pengisian
jantung dan mencegah pemompaan yang memadai.
Sebuah sistem staging telah dikembangkan untuk mengklasifikasi syok
kardiogenik yang berkembang secara kronis.
A. Tahap I (Hipotensi Kompensata)
Cardiac output menurun dan hipotensi ysng dihasilkan menyebabkan mekanisme
kompensasi mampu mengembalikan tekanan darah dan aliran darah jaringan ke
tingkat normal. Refleks ini dimediasi oleh baroreseptor arteri , yang meningkatkan
resistensi pembuluh darah sistemik.
B. Efek hemodinamik
Hampir semua pasien dengan syok kardiogenik akan memerlukan kateter arteri
pulmonalis untuk monitoring dan evaluasi respon terhadap terapi. Temuan adalah
peningkatan tekanan vena sentral dan kapiler pulmonal serta indeks jantung
kurang dari sekitar 1,8 L/min/m2.
C. Temuan Laboratorium
Jika infark miokard akut pemicunya, akan terjadi peningkatan creatine kinase.
Dosis obat yang beredar di plasma harus diukur untuk menentukan apakah berada
di rentang toksik atau subterapeutik. Pemeriksaan darah kimia dan rutin
diperlukan untuk mengevaluasi K + dan HCO3-. Serum laktat dapat meningkat
jika syok sudah lama terjadi. Hematokrit dan hemoglobin harus diketahui untuk
mengevaluasi kebutuhan transfusi.
D. Studi Pencitraan
Radiografi toraks umumnya akan menunjukkan pola edema paru. Ventrikulografi
radionuklida dapat membantu dalam mengevaluasi ejeksi fraksi ventrikel.
Echokardiografi juga berguna dalam evaluasi katup dan fungsi ventrikel. Jika
dicurigai tamponade perikardial, Echokardiografi adalah pemeriksaan pilihan
untuk menetapkan diagnosis tersebut .
DIAGNOSIS DIFERENSIAL
Syok kardiogenik harus dicurigai pada pasien dengan penyakit miokard kronis
yang tiba-tiba mengalami perburukan gejala. Infark miokard akut dapat menjadi
kompleks dengan adanya kondisi penyerta seperti ruptur septum ventrikel, ruptur
otot papilaris dan disfungsi otot papiler yang dapat menyebabkan syok
kardiogenik. Perikarditis konstriktif dan pecahnya aneurisma ventrikel jantung
dapat menyebabkan syok kardio kompresif. Pecahnya aneurisma aorta abdominal
pada pasien dengan penyakit arteri koroner dapat menyebabkan kebingungan
diagnostik. Nyeri perut akibat pecahnya aneurisma dapat meniru nyeri akibat
infark miokard akut. Elektrokardiografi biasanya menunjukkann iskemia miokard.
Tidak adanya distensi vena leher adalah gejala yang penting untuk
membedakannya. Memar miokard setelah trauma tumpul dapat menyebabkan
syok kardiogenik yang berat.
MANAJEMEN
A. Tindakan Umum
Kenyamanan pasien dan pengurangan rasa cemas harus segera diberikan. Opioid
tidak hanya mengurangi rasa sakit dan memberikan sedasi, golongan ini juga
memblokir debit adrenergik dan mengurangi stres jantung. Morfin intravena harus
diberikan dimulai dengan bolus 2-4 mg. Dosis harus dititrasi untuk respon
subyektif dan efek pada tekanan darah. Karena morfin adalah vasodilator,
mungkin ia akan menurunkan pengisian ventrikel kanan dan mempengaruhi
tekanan darah pada pasien hipovolemik. Sebuah kateter arteri dan kateter flotasi
arteri pulmonalis biasanya wajib untuk mengelola pasien ini secara efektif .
Ketika syok kardiogenik terjadi akibat infark miokard akut, upaya awal harus
diarahkan untuk mengendalikan ukuran infark. Ketidakseimbangan antara
pengiriman oksigen dan peningkatan konsumsi oksigen dipicu oleh perubahan
denyut jantung, tekanan darah, dan kontraktilitas yang dapat memperbesar ukuran
infark. Jika terapi dimulai dalam waktu 3 jam setelah infark miokard, kejadian
syok kardiogenik berkisar 4 %. Namun, jika terapi tertunda, syok kardiogenik
terjadi pada sekitar hingga 13 %. Nitrogliserin intravena dan beta-blocker adalah
terapi utama dari pengobatan dini.
Nitrogliserin mengurangi preload ventrikel kanan dan afterload ventrikel kiri.
Penurunan afterload menurunkan tekanan akhir diastolik, mengurangi stres otot
dinding jantung dan konsumsi oksigen miokard. Selain itu, melebarkan pembuluh
epikardial dan dapat meningkatkan pengiriman oksigen ke daerah iskemik.
Penggunaan awal nitrogliserin baik untuk mengurangi ukuran infark dan
mengurangi kematian dini. Kemungkinan infark ventrikel kanan dan tamponade
perikardial harus disingkirkan sebelum terapi dengan nitrogliserin dimulai.
b . Nitrogliserin
Nitrogliserin merupakan turunan nitrat yang memiliki efek penurunan preload,
yang secara refleks menurunkan pengisian ventrikel kiri serta memiliki
keuntungan tambahan melebarkan pembuluh darah koroner dan merupakan obat
pilihan ketika syok kardiogenik disebabkan iskemia. Nitrogliserin juga efektif
dalam pengobatan inkompetensi katup akut. Perawatan harus dilakukan untuk
memastikan bahwa pasien tidak hipovolemik sebelum pemberian, karena
kapasitas vena yang meningkat akan menurunkan aliran balik vena dan
selanjutnya menurunkan curah jantung. Dosis awal normal adalah 10 ug/menit,
yang dapat ditingkatkan sebesar 10 ug/menit setiap 5-10 menit dengan dosis total
50-100 ug/menit. Dosis setinggi 400 ug/menit dapat ditoleransi selama beberapa
hari.
D. Modalitas Lain
Modalitas baru tersedia untuk meningkatkan fungsi jantung setelah infark
termasuk terapi trombolitik, angioplasti perkutan, memompa balon dan alat
bantuan ventrikel kiri. Bypass darurat arteri koroner grafting merupakan pilihan
bagi pasien yang tidak merespon bentuk-bentuk terapi standar.
PROGNOSIS
Syok kardiogenik fulminan memiliki tingkat kematian 90 % bila hanya terapi
farmakologis
yang
digunakan.
Penerapan
angioplasti
koroner
perkutan
transluminal, alat bantu ventrikel kiri, dan revaskularisasi bedah dini dapat
membantu meningkatkan hasil ini.
Konsiderasi Umum
Syok tekan jantung adalah keadaan low-output yang terjadi ketika jantung atau
pembuluh darah besar mengalami kompresi. Kompresi menghambat kembalinya
darah ke jantung atau mencegah pemompaan efektif jantung itu sendiri.
Tamponade perikardial disebabkan akibat adanya cairan dalam kantong
pericardial yang menyempitkan ruang jantung sehingga pengisian tidak
berlangsung dengan baik. Hal ini dapat terjadi secara akut setelah trauma tembus
dengan laserasi arteri koroner, atau mungkin progresif dengan penyakit kronis
seperti uremia dan gangguan jaringan ikat. Distensi perut dan elevasi diafragma
yang mengkompresi jantung dapat menyebabkan syok. Tekanan akhir ekspirasi
positif digunakan dengan ventilasi mekanis meningkatkan tekanan intratoraks,
yang akan mengakibatkan kolapsnya vena cava superior dan inferior sehingga
mengurangi gradien tekanan transmural serta pengisian jantung.
GAMBARAN KLINIS
A. Gejala dan Tanda
Tanda yang berhubungan dengan perfusi perifer yang buruk seperti hipotensi,
takikardia, ekstremitas dingin, oliguria, dan perubahan status mental biasanya ada.
Distensi vena leher adalah pusat diagnosis, meskipun mereka mungkin tidak ada
jika pasien hipovolemik. Hiperresonansi pada perkusi dada, tidak adanya suara
nafas pada sisi yang terkena, dan mediastinum bergeser jauh dari dada terlibat.
Displacement trakea dan distensi vena leher adalah gejala patognomonik tension
pneumothorax. Untuk pasien yang bernapas spontan, inspirasi meningkatkan
derajat distensi vena (tanda Kussmaul). Pulsus paradoksikal juga dapat terjadi
dengan pernapasan spontan dan terdiri dari penurunan tekanan sistolik lebih dari
10 mm Hg dengan inspirasi .
Tamponade perikardial jarang terjadi setelah cedera tumpul. Pasien mengaku
untuk eksaserbasi penyakit kronis sering memiliki riwayat efusi perikardial.
Ketika ventilasi mekanik digunakan, syok kardio kompresif ini terjadi karena ( 1 )
paru-paru meningkat memampatkan superior dan inferior vena cava , ( 2 ) atrium
MANAJEMEN
A. Resusitasi Cairan
Infus cairan cepat dapat segera mengkompensasi penurunan pengisian ventrikel.
Tekanan vena sentral tidak dapat digunakan untuk infus tersebut, karena tekanan
vena sentral akan selalu meningkat sebelum pemberian cairan .
B. Operatif
Dekompresi bedah dari lokasi yang terganggu dapat dilakukan. Untuk tension
pneumothora, dekompresi dari kateter intravena dengan jarum besar ke dalam
hemitoraks yang terkena dengan cepat akan melepaskan tekanan. Setelah nadi dan
tekanan darah kembali normal, kateter kecil ini bisa diganti dengan tabung yang
lebih besar dan terhubung ke perangkat WSD. Jika kompresi jantung karena
karena distensi lambung, penempatan tube nasogastrik dapat membantu. Ketika
distensi disebabkan penyebab lain, eksplorasi bedah biasanya diperlukan.
Dekompresi
perikardial
harus
dilakukan
untuk
tamponade
perikardial.
Pengurangan tekanan ventilasi dan pembesaran dari volume sirkulasi darah, jika
mungkin, biasanya kompresi yang benar yang dihasilkan dari penggunaan PEEP.