Anda di halaman 1dari 26

fragilis.

Infeksi jamur sangat sering terjadi pada pasien dengan keadaan


immunocompromise seperti diabetes. Penggunaan antimikroba dalam jangka
waktu lama dan riwayat infeksi bakteri polimikroba juga merupakan faktor
predisposisi sepsis oleh jamur.
DIAGNOSIS DIFERENSIAL
Perbedaan antara syok septik dan sindrom septik adalah derajat/tingkat keparahan.
Indikator utama yang membedakan antara keduanya adalah bahwa hipotensi tidak
terdapat pada sindrom septik. Bentuk lain dari syok distributif meliputi anafilaksis
dan syok neurogenik. Riwayat pemberian obat terakhir dan trauma harus digali
untuk membantu menegakkan diagnosis.
MANAJEMEN
A. Resusitasi Cairan
Restorasi volume darah yang memadai adalah terapi pertama dan paling utama
untuk syok septik. Hilangnya volume intravaskular dapat diakibatkan oleh
kebocoran kapiler, fistula, diare atau muntah. Pasien mungkin belum menerima
asupan oral atau cairan intravena maintenance yang memadai. Cairan kristaloid
lebih disukai oleh kebanyakan dokter sebagai terapi awal untuk resusitasi cairan.
Kateter flotasi arteri pulmonalis harus dipasang untuk memandu terapi. Volume
cairan yang diberikan harus dititrasi terhadap tekanan pengisian ventrikel kiri (left
ventricular filling pressures) dan curah jantung (cardiac output). Karena depresi
miokard relatif yang menyertai sepsis, PCWP sering perlu ditingkatkan melebihi
nilai normal sebelum curah jantung dan tekanan darah yang adekuat tercapai.
Biasanya akan diperlukan PCWP dengan tekanan sebesar 10 mm Hg-15 mm Hg.
Hal ini yang menyebabkan perlunya pemberian beberapa liter larutan kristaloid
hipertonis. Kebocoran kapiler yang terus berlangsung mengindikasikan resusitasi
cairan yang agresif. Hemodilusi dapat terjadi, sehingga diperlukan transfusi darah.
Nilai optimal hemoglobin tidak diketahui. Jika curah jantung terus menurun,
peningkatan pengiriman oksigen perifer dapat dicapai dengan meningkatkan
hematokrit. Demikian pula pasien dengan hipoksemia berat dan desaturasi

hemoglobin arteri harus ditransfusi untuk meningkatkan kapasitas pembawa dan


pengiriman oksigen. .
B. Suport Pernafasan
Sebagian besar pasien dengan syok septik akan mengalami sindrom distres nafas
berat dan mungkin tidak dapat memenuhi demand kerja pernapasan. Intubasi
endotrakeal atau orotracheal semielektif dianjurkan sebelum terjadinya gagal
nafas. Setelah intubasi, ventilasi mekanis harus selalu digunakan untuk
mengurangi kerja pernapasan. Umumnya akan dibutuhkan tekanan akhir ekspirasi
positif (PEEP) dan oksigen inspirasi konsentrasi tinggi. Rasio I: E terbalik dan
ventilasi tekanan terkendali (pressure-controlled ventilation) mungkin diperlukan
jika compliance paru sangat menurun.
C. Terapi Farmakologis
Resusitasi volume intravaskular yang gagal mengembalikan tekanan darah normal
merupakan indikasi terapi farmakologis dengan agen-agen vasopressor. Regulasi
reseptor adrenergik perifer dan jantung tampaknya terganggu pada keadaan sepsis,
mengakibatksn dosis obat-obat yang dibutuhkan lebih tinggi daripada yang
diperkirakan.
1 . Dopamin
Dopamin adalah agen inotropik yang paling sering digunakan untuk menyokong
tekanan darah pada syok septik karena merupakan prekursor langsung dari
norepinefrin endogen. Efek hemodinamik dopamin berupa pelepasan norepinefrin
dari saraf simpatis dan stimulasi langsung dari reseptor dopaminergik, alfa dan
beta. Sekitar 50 % efek dopamin adalah karena pelepasan norepinefrin. Bila
dibandingkan dengan dobutamin, efek dopamin ini kurang jelas setelah cadangan
norepinefrin endogen habis. Pada dosis yang lebih rendah (2-5 ug/kg/menit ),
dopamin meningkat kontraktilitas jantung dan curah jantung tanpa meningkatkan
denyut jantung, tekanan darah, atau resistensi vaskuler sistemik. Aliran darah
ginjal dan urin output meningkat pada dosis 0,5-2 ug/kg/menit sebagai efek dari

stimulasi selektif reseptor dopaminergik. Ketika dosis mencapai 10 ug/kg/menit,


dopamin memberikan kronotropik maupun inotropik. Pada dosis lebih dari 10
ug/kg/menit, stimulasi alfa-adrenergik terjadi seiring dengan peningkatan
resistensi vaskuler sistemik. Efek metabolik administrasi dopamin antara lain
penurunan sekresi aldosteron, penghambatan pelepasan TSH dan prolaktin serta
penghambatan sekresi insulin. Karena meningkatkan cardiac output, dopamin
dapat meningkatkan aliran darah paru dengan menambah aliran ke daerah paruparu yang ventilasinya buruk .
Setelah memastikan resusitasi cairan yang adekuat, infus dopamin biasanya
dimulai dengan dosis 5 ug/kg/menit dan ditingkatkan sampai tekanan darah
meningkat. Bila digunakan dalam dosis rendah bersama norepinefrin, efek selektif
dopamin pada pembuluh darah ginjal dapat memfasilitasi produksi urin yang
memadai, sedangkan norepinefrin menyokong tekanan darah dengan efek
vasokonstriksinya.

2 . Dobutamin
Dobutamin memiliki efek inotropik terutama -adrenergik dan efek kronotropik
yang relatif kecil . Tidak seperti dopamin, dobutamin tidak menyebabkan
pelepasan norepinefrin endogen. Hal ini mengakibatkan peningkatan denyut
jantung dan resistensi pembuluh darah perifer yang minimal dibanding agen
inotropik isoproterenol pada dosis yang sama. Dobutamin tepat digunakan untuk
pasien dengan tekanan darah yang memadai namun curah jantung menurun.
Onsetnya berkisar 1-2 menit, meskipun efek puncak mungkin belum tercapai
hingga 10 menit setelah pemberian. Waktu paruhnya adalah 2 menit. Obat ini
termetilasi diekskresikan dalam urin. Dobutamin cenderung kehilangan efek
hemodinamiknya setelah pemberian jangka panjang, mungkin karena regulasi
reseptor yang melemah. Namun, dobutamin merupakan pilihan yang lebih baik
untuk infus jangka panjang dibanding dopamin, karena dopamin menghabiskan
cadangan norepinefrin miokard. Dosis berkisar 5-15 ug/kg/menit. Peningkatan
urin output juga bisa dicapai setelah pemberian dobutamin karena peningkatan

perfusi ginjal dari curah jantung yang besar. Drip dimulai pada dosis 2-5
ug/kg/menit dan dititrasi hingga tercapai efek yang diinginkan. Efek optimal
biasanya dicapai pada dosis 10-15 ug/kg/menit .
Dopexamine adalah agen inotropik baru yang dikembangkan namun belum
disetujui di Amerika Serikat. Agen ini memiliki efek -adrenergik dan
dopaminergik yang kuat tapi tidak memiliki efek a-adrenergik, bekerja baik
sebagai inotrop maupun vasodilator. Untuk saat ini, tampaknya agen ini mungkin
sangat berguna untuk pengobatan gagal jantung kongestif, suatu penelitian pada
pasien sepsis melaporkan peningkatan indeks jantung dan denyut jantung tanpa
peningkatan rerata tekanan arteri (MAP). Secara signifikan dopexamine juga
tampaknya meningkatkan aliran darah splanknikus. Penelitian terhadap hewan
menunjukkan bahwa dopexamine meningkatkan aliran plasma ginjal dan laju
filtrasi glomerulus lebih baik dibanding dobutamin . Rekomendasi obat ini
menunggu studi lebih lanjut dan perizinan .
3 . Isoproterenol
Isoproterenol adalah - adrenergik agonis nonselektif yang merupakan inotrop
positif dan kronotrop. Aliran balik vena (venous return) ke jantung meningkat
karena penurunan compliance vena. Resistensi pembuluh darah paru dan sistemik
yang menurun akan menurunkan tekanan darah. Isoproterenol meningkatkan
aliran darah baik jantung maupun ginjal. Durasi kerja singkat (waktu paruh 2
menit), dengan metabolisme utama jalur catechol-O-methyltransferase di hati.
Agen ini kadang berguna pada pasien yang gagal merespon dopamin atau
dobutamin dan biasanya digunakan pada fase preterminal dekompensasi jantung.
Untuk peningkatan tekanan darah dan curah jantung rutin, dopamin atau
dobutamin merupakan pilihan yang lebih baik. Pengobatan dengan isoproterenol
dimulai dengan drip intravena pada dosis 0,01 ug/kg/menit dan ditingkatkan untuk
menghasilkan efek yang diinginkan .
4 . Agen alfa-adrenergik

Meskipun resusitasi volume memadai dan curah jantung meningkat , tekanan


darah mungkin tetap tertekan. Fenilefrin dan norepinefrin adalah dua agen yang
umum digunakan untuk meningkatkan resistensi vaskular sistemik .
Norepinefrin adalah prekursor biosintesis epinefrin, menstimulasi aktivitas ataupun -adrenergik . Pada dosis rendah, efek utamanya adalah -adrenergik
yang akan meningkatkan kontraktilitas jantung, kecepatan konduksi, dan detak
jantung. Pada dosis yang lebih tinggi, baik efek - dan -adrenergik terjadi, yang
meliputi vasokonstriksi perifer, meningkatkan kontraktilitas jantung, kerja
jantung,

dan

stroke

volume.

Norepinefrin

menyebabkan

vasokonstriksi

splanknikus, yang dapat menyebabkan iskemia end-organ. Obat ini cepat


dibersihkan dari plasma dengan waktu paruh sekitar 2 menit. Dosis drip awal
adalah 0,05-0,1 ug/kg/menit. Dosis maksimum 1 ug/kg/menit.

5 . Vasopresin
Vasopresin

(hormon

menyebabkan

antidiuretik)

vasokonstriksi

otot

normalnya
polos

dilepaskan

pembuluh

darah,

hipotalamus,
selain

efek

antidiuretiknya pada ginjal. Pada konsentrasi plasma rendah menyebabkan


vasodilatasi pembuluh koroner, otak, dan paru. Kadar vasopressin meningkat pada
permulaan syok septik dan kemudian sangat menurun saat sepsis semakin
memburuk. Ketika diberikan pada dosis 0,01-0,04 unit/menit, kadar vasopressin
serum meningkat dan mengurangi kebutuhan untuk vasopressor lainnya. Pada
dosis ini, urin output dapat meningkat dan resistensi pembuluh darah paru
menurun. Dosis lebih dari 0,04 unit/menit dapat menyebabkan efek vasokonstriksi
yang tidak diinginkan. Pengunaan agen ini pada kondisi sepsis masih terbatas, dan
studi klinis diperlukan sebelum dapat direkomendasikan secara rutin .
6 . Vasodilator
Penurunan resistensi pembuluh darah merupakan penyebab utama hipotensi pada
syok septik, sehingga vasodilatasi farmakologis lanjut merupakan kontraindikasi.

Namun terkadang depresi miokard berat disertai dengan peningkatan resistensi


vaskuler sistemik. Keadaan preterminal ini memberikan beban lebih berat pada
ventrikel kiri dan dapat menyebabkan kolaps hemodinamik komplit. Penggunaan
vasodilator secara hati-hati seperti nitroprusside mungkin dapat dicoba.
D. Antibiotik
Identifikasi sumber sepsis sangat penting. Jika jaringan yang terinfeksi tidak
dibersihkan atau jika bakteremia tidak diobati, hasil keluarannya tidak akan
terpengaruh. Evaluasi riwayat pasien sangat penting untuk menentukan
kemungkinan sumber. Setelah kemungkinan asal teridentifikasi , terapi
antimikroba yang tepat dapat diberikan untuk untuk organisme yang biasa
ditemui. Ketika sumber kemungkinan tidak dapat diidentifikasi, terapi empirik
spektrum luas harus diberikan dengan obat yang dikenal efektif melawan
organisme gram negatif, gram positif dan anaerob. Pada pasien bedah dengan
operasi abdomen,, organisme enterik gram negatif dan anaerob menjadi perhatian
khusus. Perhatian harus diberikan kepada dosis karena perubahan fungsi ginjal
dapat mempengaruhi degradasi dan karena peningkatan volume plasma
mempengaruhi volume distribusi.
E. Perawatan Pendukung
Meskipun bukan merupakan bagian dari pengobatan syok septik, perhatian harus
diberikan untuk aspek nutrisi. Pasien-pasien ini dalam keadaan katabolik berat
dan

terus

memanfaatkan

protein

struktural

sebagai

prekursor

energi.

Hiperalimentasi sering dibutuhkan untuk memasok protein dan kalori .


F. Modalitas Lain
Kortikosteroid telah diteliti secara eksperimental dan klinis sebagai tambahan
untuk pengobatan syok septik, dengan efek menstabilkan membran lisosomal dan
dapat menurunkan respon inflamasi. Dua multisentra studi besar baru-baru ini
gagal untuk menunjukkan peningkatan kelangsungan hidup antara pasien yang
menerima steroid dibandingkan yang tidak. Selain itu, penggunaan steroid tidak

mencegah terjadinya ARDS. Satu-satunya indikasi penggunaan steroid pada syok


septik adalah bila dicurigai adanya insufisiensi adrenal.
Nalokson adalah inhibitor kompetitif opioid yang juga memblok efek endorfin
endogen. Endorfin adalah vasodilator yang mungkin bertanggung jawab dalam
menurunkan resistensi vaskuler sistemik. Nalokson dosis tinggi yang diulang
selama periode singkat telah terbukti meningkatkan kelangsungan hidup pada
beberapa studi hewan. Namun studi klinis gagal memberikan hasil yang konsisten.
Selain itu dosis naloxone yang digunakan telah sangat tinggi (0,4 mg/kg/jam).
Saat ini, nalokson tidak dapat direkomendasikan untuk penggunaan rutin dalam
pengobatan syok septik.
Induksi nitrat oksida sintase mungkin memberikan kontribusi untuk syok septik,
dan penghambatan oleh sejumlah agen, termasuk methylene blue, mungkin
berguna, tetapi hal ini membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Kontroversi & Masalah yang Belum Terselesaikan
A. Resusitasi Cairan
Pemilihan cairan untuk resusitasi awal dan lanjutan pasien sepsis secara luas
masih diperdebatkan. Pendukung penggunaan larutan garam isotonis mengklaim
bahwa disfungsi paru tidak memburuk dengan pemberian secara hati-hati. Koloid
lebih efektif meningkatkan volume plasma sirkulasi dibanding kristaloid, tetapi
memiliki harga yang lebih mahal. Ketika permeabilitas mikrovaskuler paru
meningkat,

koloid

sebenarnya

memperburuk

fungsi

pernafasan

dengan

meningkatkan gradien osmotik yang memfasilitasi translokasi cairan ke dalam


ruang interstitial alveolar dan paru.
B. Imunoterapi
Adanya keterlibatani sitokin, leukotrien dan prostaglandin yang jelas terlihat pada
patogenesis syok septik, telah dikembangkan inhibitor dari mediator-mediator ini.
Secara khusus inhibitor prostaglandin, platelet-activating factor, leukotrien dan

tromboksan

telah ditemukan

untuk mengurangi disfungsi jantung dan

meningkatkan kelangsungan hidup. Obat anti-inflamasi nonsteroid, ibuprofen,


merupakan inhibitor poten jalur siklooksigenase. Penelitian pada hewan
menunjukkan bahwa perlakuan awal dengan ibuprofen melemahkan respon
kardiovaskular terhadap IL-1 dan TNF. Bukti eksperimental juga menunjukkan
bahwa pentoxifylline dapat menghambat kerja TNF. Identifikasi lipid A dari
bakteri gram negatif memungkinkan penyusunan antibodi. Persiapan poliklonal
asli, J5, terlihat dapat meningkatkan keluaran akhir pasien dengan syok septik,
tetapi karena komponen ini didapatkan dari donor manusia, terdapat risiko tinggi
untuk penularan penyakit.

SYOK ANAFILAKTIK DAN REAKSI ANAFILAKTOID


Kepentingan Diagnosis
Cutaneous flushing, pruritus.
Distensi abdomen, nausea, vomitus, diare.
Obstruksi nafas akibat edema laryng.
Bronchospasme, bronchorrhea, edema pulmonal.
Takikardi, syncope, hipotensi.
Kolaps kardiovaskular.

Konsiderasi Umum
Syok anafilaktik dan reaksi anafilaktoid terjadi karena pelepasan mediator
inflamasi secara tiba-tiba dari sel mast dan basofil. Setelah paparan stimulus,
gejala awal dapat muncul dalam beberapa detik hingga menit atau mungkin
tertunda selama 1 jam. Reaksi ini merangsang membrane-bound IgE,
menyebabkan sel-sel mast dan basofil melepaskan histamin dan plateletactivating factor ke dalam sirkulasi. Mediator ini menyebabkan vasodilatasi,

bronkokonstriksi, pruritus, bronkorrhea, agregasi trombosit dan peningkatan


permeabilitas pembuluh darah yang dapat menyebabkan edema laring dan
berujung pada obstruksi jalan napas. Reaksi anafilaktoid terjadi ketika substansi
antigen menyebabkan pelepasan langsung zat ini tanpa mediasi oleh IgE. Ini
mungkin melibatkan sejumlah jalur termasuk reaksi mediasi komplemen, aktivasi
sel mast non-imunologis dan produksi mediator asam arakidonat. Reaksi terhadap
NSAID sangat berbahaya karena NSAID menghambat jalur siklooksigenase yang
membantu pembentukan mediator lipoksigenase jalur asam arakidonat. Beberapa
di antaranya adalah leukotrien C4, D4, E4 (substansi anafilaksis reaksi lambat)
dan LTB4. Leukotrien-leukotrien ini dan produk intermediate-nya (5-HETE dan
5-HPETE) meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan menyebabkan
bronkokonstriksi. Leukotrien B4 merupakan kemoatraktan eosinophil dan
neutrofil. Jika jalur siklooksigenase diaktifkan oleh agen inciting, produksi
prostaglandin D2 mengakibatkan bronkokonstriksi lebih lanjut. Agen paling
umum yang menyebabkan syok anafilaksis dan reaksi anafilaktoid tercantum
dalam Tabel 11-8 dan 11-9. Reaksi anafilaktoid dapat terjadi pada hingga 10 %
pasien. Ketika reaksi awal terjadi setelah infus agen radiokontras, risiko reaksi
yang sama pada eksposur ulang mencapai 35 % .
GAMBARAN KLINIS
A. Gejala dan Tanda
Gejala awal seringkali berupa keluhan pruritus dan perasaan sesuatu yang buruk
akan terjadi. Hal ini dapat berkembang menjadi tanda-tanda yang jelas selama
beberapa detik atau mungkin tertunda hingga satu jam. Gejala pernapasan
mungkin mulai dengan keluhan benjolan di tenggorokan, berkembang menjadi
dyspnea, disfonia, suara serak, dan batuk. Jika edema paru terjadi sebagai akibat
dari peningkatan permeabilitas kapiler, dyspnea dan berakhir sianosis. Temuan
kardiovaskular dimulai dengan gejala kelemahan dan pingsan yang bisa disertai
dengan palpitasi. Seiring berlangsungnya syok, takikardia muncul bersama
aritmia, gangguan konduksi, dan iskemia miokard. Gejala kutaneous termasuk
flushing dan pruritus yang berkembang menjadi urtikaria, angioedema, dan

diaforesis. Pasien mungkin mengeluh sakit perut atau kembung, kram dan mual
yang kemudian berkembang menjadi emesis, diare dan kadang-kadang
hematemesis dan hematoschezia. Tanda-tanda lainnya termasuk sinkop, kejang,
injeksi

konjungtiva,

lakrimasi,

rhinorrhea

dan

hidung

tersumbat

B. Temuan Laboratorium
Peningkatan hematokrit sering ditemukan sebagai akibat dari hemokonsentrasi
permeabilitas pembuluh darah. Kadar sel mast tryptase biasanya meningkat.
DIAGNOSIS DIFERENSIAL
Beberapa gangguan yang umum terlihat di ICU mungkin bingung dengan syok
anafilaksis dan reaksi anafilaktoid: iskemia miokard dan infark, aritmia jantung,
syok hipovolemik, syok septik, emboli paru, aspirasi menyusui, bronkitis, PPOK
eksaserbasi akut, gangguan kejang, hipoglikemia dan penyakit serebrovaskular.
Hubungan dengan pemberian obat, darah dan cairan infus baru harus
menunjukkan kemungkinan anafilaksis .
MANAJEMEN
A. Airway
Langkah pertama adalah untuk memastikan jalan napas aman. Jika pasien
diintubasi sebelum reaksi, kita harus berhati-hati bahwa tube endotrakeal atau
nasotrakeal tidak menjadi copot selama resusitasi. Jika pasien tidak diintubas,
kontrol napas darurat dengan bagging dan masker atau intubasi mungkin akan
diperlukan. Jauh lebih baik untuk mengintubasi pasien sebelum edema laring
terjadi, karena intubasi setelah hal tersebut terjadi akan sangat sulit. Beberapa
dokter merekomendasikan penggunaan inhalasi epinefrin rasemat (0,3 ml dalam 3
ml saline melalui nebulizer) jika terjadi gangguan nafas karena edema. Maka jauh
lebih aman untuk mengintubasi pasien. .

B. Circulation Support
Kebanyakan pasien yang mengalami syok anafilaktik atau reaksi anafilaktoid di
ICU sudah memiliki akses intravena. Namun ukuran kateter ini mungkin kecil dan
tidak dapat memfasilitasi loading cairan dalam volume besar selama periode
waktu yang singkat. Infus perifer berukuran besar wajib untuk cairan dan
pemberian obat. Jangan mencoba akses vena sentral pada pasien hipotensi yang
hipovolemik. Penggunaan pembuluh vena besar yang kolaps untuk pemasangan
kateter sentral meningkatkan risiko komplikasi yang mengancam jiwa .
1 . Terapi Epinefrin
Medikamentosa harus dimulai dengan epinefrine (1:1000) 0,3-0,5 ml subkutan.
Dosis epinefrin dapat diulang setiap 5-10 menit sesuai kebutuhan. Jika pasien
tidak merespon dosis atau jika laringospasme berat atau kolaps kardiovaskular
frank terjadi, 5-10 mL epinefrin (1:10.000) dapat diberikan secara intravena. Jika
akses intravena tidak tersedia, baik 0,5 mL dari pengenceran 1:1000 dapat
diberikan intramuskuler atau 10 ml dari pengenceran 1:10.000 dapat dimasukkan
ke dalam tabung endotrakeal. Ketika epinefrin diberikan intravena, takikardia
berat, iskemia miokard, vasospasme dan hipertensi bisa terjadi. Epinefrin
mengurangi

sintesis

mediator

dengan

meningkatkan

konsentrasi

cAMP

intraselular. Selain itu, melawan banyak efek buruk dari mediator anafilaksis.
2 . Antagonis Histamin
Antagonis histamin harus diberikan secepat mungkin. Difenhidramine (1 mg/kg
intravena) dan ranitidine (50 mg intravena selama 5 menit) adalah obat pilihan.
Cimetidine harus digunakan dengan sangat hati-hati karena pemberian intravena
secara cepat dapat menyebabkan hipotensi atau asistole.
3 . Pressor
Jika hipotensi berlanjut setelah pemberian epinephrine berulang dan antagonis
histamin, resusitasi cairan agresif diperlukan. Jika gagal, dopamin dapat dimulai
pada dosis awal 5 ug/kg/menit dan dosis ditingkatkan hingga mencapai 20

ug/kg/menit. Efek plateau terjadi bila melebihi dosis ini, yang mengindikasikan
agen pressor kedua perlu digunakan jika respon yang memadai belum tercapai.
Karena vasodilatasi ekstrim, norepinefrin harus dimulai pada kisaran 3-4 ug/menit
dan dititrasi sampai tekanan arteri rata-rata antara 60 dan 80 mm Hg tercapai.
Pasien harus disapih dari pressors secepat mungkin.
C. Tindakan Lain
Observasi kontinyu di unit perawatan intensif diindikasikan . Sebuah kateter arteri
harus dimasukkan untuk memantau tekanan dan membantu mengamankan sampel
gas darah untuk manajemen ventilator. Pada pasien yang tetap stabil atau yang
membutuhkan drip pressor lanjutan, kateter arteri pulmonalis harus dipasang.
Anafilaksis bifasik dapat terjadi pada hingga 25 % pasien. Reaksi yang
mengancam jiwa muncul kembali setelah selang asimtomatik hingga 8 jam setelah
resusitasi. Hidrokortison 100-250 mg intravena setiap 6 jam, dapat membantu
mencegah manifestasi akhir dari anafilaksis bifasik. Steroid mungkin memiliki
peran dalam pengobatan segera anafilaksis akut. Pasien yang menerima betablocker pada saat reaksi anafilaksis mungkin resisten terhadap efek yang
diberikan epinefrin. Atropin dan glukagon mungkin tambahan yang berguna untuk
memperbaiki manifestasi jantung dalam kasus anafilaksis tersebut.
PROGNOSA
Kondisi kesehatan pasien secara keseluruhan, penundaan antara paparan antigen
dan terjadinya anafilaksis, dan tingkat keparahan gejala semua mempengaruhi
kondisi akhir pasien.

SYOK NEUROGENIK
Kepentingan Diagnosis:
Didahului oleh trauma atau anestesi spinal
Hipotensi dengan takikardia
Kehangatan kutaneus dan flushing di daerah denervasi

pooling vena
.
Konsiderasi Umum
Syok neurogenik diakibatkan oleh hilangnya tonus vasomotor perifer sebagai
akibat dari cedera tulang belakang, anestesi regional atau pemberian agen
pemblok otonom. Darah terakumulasi di perifer, venous return dan cardiac output
turun. Jika level saraf yang terkena berada di bawah pertengahan dada, sistem
adrenergik yang berada di atasnya diaktifkan sehingga terjadi peningkatan denyut
jantung dan kontraktilitas. Jika jaras simpatis jantung terkena, maka akan terjadi
bradikardia. Tekanan darah dapat turun hingga ke tingkat yang sangat rendah.
Semua pasien yang mengalami trauma tulang belakang harus dianggap mengalami
syok hipovolemik sampai terbukti sebaliknya.
GAMBARAN KLINIS
A. Gejala dan Tanda
Pasien mungkin waspada dan responsif jika tidak terdapat cedera kepala.
Ekstremitas hangat di atas level yang cedera dan dingin di bawah level tersebut.
Tekanan darah mungkin sangat rendah dengan detak jantung yang sangat cepat.
Otot rangka terpengaruh setelah trauma. Hilangnya pompa otot vena perifer lebih
lanjut dapat menurunkan aliran balik vena. Tanda dan gejala cedera tulang
belakang dan syok spinal akan terjadi.
B. Temuan Laboratorium
Studi laboratorium tidak membantu dalam diagnosis karena permeabilitas kapiler
normal, kebocoran plasma tidak terjadi. Sebelum resusitasi volume, hematokrit
biasanya normal.
C. Studi Pencitraan
Radiografi dari serviks, dada dan vertebra lumbosakral penting untuk menentukan
apakah fraktur yang terjadi mungkin tidak stabil. Intensivist harus meninjau foto
rontgen sehingga manipulasi pasien tidak akan menyebabkan cedera tulang

belakang lebih lanjut. CT dan MRI mungkin berguna untuk menentukan apakah
fragmen dalam kanal vertebra dapat menyebabkan kompresi medulla spinalis.
DIAGNOSIS DIFERENSIAL
Pasien trauma dipertimbangkan untuk dirawat di unit perawatan kritis dan harus
dievaluasi bedah secara menyeluruh sebelum ditransfer. Adanya suatu keadaan
syok hipovolemik bersamaan dari lokasi perdarahan yang belum diketahui pada
perut, dada dan ekstremitas harus disingkirkan. Cedera kepala tertutup tidak
menyebabkan syok. Sebaliknya, hal tersebut dapat meningkatkan tekanan darah
namun memperlambat denyut jantung ( refleks Cushing ) .
MANAJEMEN
A. Tindakan suportif
Jalan nafas yang aman dan akses intravena yang memadai merupakan prioritas
utama. Jika ada kekhawatiran mengenai stabilitas tulang belakang leher dan
terdapat indikasi intubasi, intubasi fiberoptik atau nasotrakeal dapat dilakukan.
Eksplorasi yang cermat harus dilakukan untuk menyingkirkan adanya lokasi luka
lain pada pasien trauma. Bila syok neurogenik terjadi akibat prosedur anestesi
spinal di mana tingkat blokade terlalu tinggi , intubasi juga mungkin diperlukan
untuk menyokong otot-otot respirasi yang terganggu.
Bergantung pada tingkat cedera, beberapa pasien mungkin akan mengalami
gangguan fungsi berkemih. Sebuah kateter Foley harus dipasang untuk
dekompresi kandung kemih dan membantu memantau produksi urine .
B. Resusitasi Cairan
Volume sirkulasi darah efektif akan menurun secara drastis karena pooling vena.
Resusitasi cairan umumnya diperlukan dan biasanya dimulai dengan beberapa
liter larutan garam isotonis. Pada beberapa pasien, resusitasi cairan diperlukan
untuk meningkatkan tekanan darah .

C. Terapi Farmakologis
Jika volume cairan yang diberikan gagal untuk mengembalikan tekanan darah,
drip infus agen alpha- adrenergik diperlukan untuk memberi efek vasokonstriksi
langsung. Baik fenilefrin atau norepinefrin dapat digunakan. Obat ini dimulai
pada dosis rendah dan ditingkatkan perlahan-lahan sampai pada dosis yang cukup
untuk mengembalikan tekanan darah rata-rata berkisar pada nilai 60-80 mm Hg.
Penyapihan biasanya dapat dicapai dengan waktu yang cukup cepat, sehingga
kateterisasi arteri vena pulmonalis atau vena sentral tidak sering diperlukan .
D. Pembedahan
Jika transeksi medula spinalis selesai, satu-satunya peran pembedahan adalah
stabilisasi untuk fraktur tulang belakang agar dapat mencegah cedera lebih lanjut.
Jika

diketahui

terdapat

benda

asing,

ekstraksi

benda

tersebut

dapat

mengembalikan fungsi jika medulla spinalis masih intak.


E. Rehabilitasi
Setelah fase akut terlewati dan pasien telah stabil, perencanaan harus dilakukan
untuk memberikan perawatan jangka panjang. Ini merupakan bagian yang paling
sulit dari pengelolaan pasien tersebut. Diperlukan dukungan personil paramedis
yang besar untuk mencegah ulkus dekubitus, infeksi saluran kemih dan
pernapasan serta untuk memberikan dukungan nutrisi. Konsultasi awal dengan
psikiater dianjurkan untuk membantu pasien menyesuaikan diri dengan kerusakan
fungsi permanen.

SYOK KARDIAL
PENDAHULUAN
Syok kardial terjadi ketika jantung gagal memompa volume darah yang cukup
saat itu, terdapat dua kategori umum: syok kardiogenik dan syok kardiokompresif. Syok kardiogenik terjadi ketika jantung kehilangan kemampuannya
untuk berfungsi sebagai pompa . Syok kardio-kompresif disebabkan oleh

kompresi pembuluh darah besar dan ruang jantung yang mengganggu fungsi
pengisian dan pengosongan normal jantung.
Kepentingan Diagnosis
Urine output menurun
Gangguan fungsi mental
Ekstremitas dingin
Distensi vena leher
Hipotensi dengan bukti kongesti vena perifer dan paru .
Konsiderasi Umum
Syok kardiogenik paling sering terjadi baik setelah perkembangan lanjut penyakit
jantung atau setelah peristiwa akut seperti infark miokard atau pecahnya katup
jantung atau septum. Penyebab ini diringkas dalam Tabel 11-10. Jumlah absolut
dari miokardium yang terlibat mungkin adalah faktor prognosis yang paling
penting. Bila lebih dari 45 % dari miokardium ventrikel kiri yang nekrotik , syok
kardiogenik menjadi jelas secara klinis .
Bradikardia dan aritmia dapat mendasari syok kardiogenik . Denyut jantung
kurang dari 50 denyut/menit mungkin tidak memadai untuk mendukung curah
jantung. Demikian pula, aritmia secara signifikan dapat mengubah pola pengisian
jantung dan mencegah pemompaan yang memadai.
Sebuah sistem staging telah dikembangkan untuk mengklasifikasi syok
kardiogenik yang berkembang secara kronis.
A. Tahap I (Hipotensi Kompensata)
Cardiac output menurun dan hipotensi ysng dihasilkan menyebabkan mekanisme
kompensasi mampu mengembalikan tekanan darah dan aliran darah jaringan ke
tingkat normal. Refleks ini dimediasi oleh baroreseptor arteri , yang meningkatkan
resistensi pembuluh darah sistemik.

B. Tahap II (Hipotensi Dekompensata)


Curah jantung turun di bawah nilai yang memungkinkan pembuluh darah perifer
untuk mempertahankan tekanan darah dengan vasokonstriks . Tekanan darah dan
jaringan perfusi jatuh menurun.
C. Tahap III (Syok Ireversibel)
Pengurangan yang banyak aliran darah mengaktifkan mediator iskemik seperti
kaskade koagulasi. Cedera membran berkembang lebih lanjut memperburuk
kondisi iskemik. Miokard ireversibel dan kerusakan jaringan perifer terjadi .
GAMBARAN KLINIS
A. Gejala dan Tanda
Bila akut, nyeri mungkin merupakan temuan yang menonjol. Ketika syok
merupakan proses eksaserbasi akut dari penyakit lain , gejala mungkin kurang
jelas.
Pemeriksaan fisik akan mengungkapkan tanda-tanda yang konsisten dengan
mekanisme patofisiologis yang mendasari penurunan curah jantung dan
hipervolemia mutlak. Tekanan darah kurang dari 90 mm Hg. Denyut jantung
mungkin sangat tinggi dan melebihi batas aerobik maksimum (230 dikurangi usia
pasien dalam tahun). Ketika terjadi dekompensasi, biasanya terdapat bradikardia.
Vena leher distensi dan denyutan sering dapat diamati lebih dari 4 cm di atas
klavikula dengan pasien dalam posisi semierek. Perifer , ekstremitas dingin ,
mencerminkan perfusi yang tidak memadai. Pemeriksaan abdomen dapat
mengungkapkan hati yang terbendung dan teraba lunak saat dipalpasi. Rales
terdeteksi pada auskultasi paru-paru pada pasien yang memiliki ventrikel kanan
normal. Dengan kegagalan biventricular atau hipertensi paru, auskultasi paru
mungkin normal. Pemeriksaan jantung biasanya mengungkapkan bunyi jantung
ketiga , dan mungkin ada karakteristik murmur penyakit katup jantung.

B. Efek hemodinamik
Hampir semua pasien dengan syok kardiogenik akan memerlukan kateter arteri
pulmonalis untuk monitoring dan evaluasi respon terhadap terapi. Temuan adalah
peningkatan tekanan vena sentral dan kapiler pulmonal serta indeks jantung
kurang dari sekitar 1,8 L/min/m2.
C. Temuan Laboratorium
Jika infark miokard akut pemicunya, akan terjadi peningkatan creatine kinase.
Dosis obat yang beredar di plasma harus diukur untuk menentukan apakah berada
di rentang toksik atau subterapeutik. Pemeriksaan darah kimia dan rutin
diperlukan untuk mengevaluasi K + dan HCO3-. Serum laktat dapat meningkat
jika syok sudah lama terjadi. Hematokrit dan hemoglobin harus diketahui untuk
mengevaluasi kebutuhan transfusi.
D. Studi Pencitraan
Radiografi toraks umumnya akan menunjukkan pola edema paru. Ventrikulografi
radionuklida dapat membantu dalam mengevaluasi ejeksi fraksi ventrikel.
Echokardiografi juga berguna dalam evaluasi katup dan fungsi ventrikel. Jika
dicurigai tamponade perikardial, Echokardiografi adalah pemeriksaan pilihan
untuk menetapkan diagnosis tersebut .
DIAGNOSIS DIFERENSIAL
Syok kardiogenik harus dicurigai pada pasien dengan penyakit miokard kronis
yang tiba-tiba mengalami perburukan gejala. Infark miokard akut dapat menjadi
kompleks dengan adanya kondisi penyerta seperti ruptur septum ventrikel, ruptur
otot papilaris dan disfungsi otot papiler yang dapat menyebabkan syok
kardiogenik. Perikarditis konstriktif dan pecahnya aneurisma ventrikel jantung
dapat menyebabkan syok kardio kompresif. Pecahnya aneurisma aorta abdominal
pada pasien dengan penyakit arteri koroner dapat menyebabkan kebingungan
diagnostik. Nyeri perut akibat pecahnya aneurisma dapat meniru nyeri akibat
infark miokard akut. Elektrokardiografi biasanya menunjukkann iskemia miokard.

Tidak adanya distensi vena leher adalah gejala yang penting untuk
membedakannya. Memar miokard setelah trauma tumpul dapat menyebabkan
syok kardiogenik yang berat.
MANAJEMEN
A. Tindakan Umum
Kenyamanan pasien dan pengurangan rasa cemas harus segera diberikan. Opioid
tidak hanya mengurangi rasa sakit dan memberikan sedasi, golongan ini juga
memblokir debit adrenergik dan mengurangi stres jantung. Morfin intravena harus
diberikan dimulai dengan bolus 2-4 mg. Dosis harus dititrasi untuk respon
subyektif dan efek pada tekanan darah. Karena morfin adalah vasodilator,
mungkin ia akan menurunkan pengisian ventrikel kanan dan mempengaruhi
tekanan darah pada pasien hipovolemik. Sebuah kateter arteri dan kateter flotasi
arteri pulmonalis biasanya wajib untuk mengelola pasien ini secara efektif .
Ketika syok kardiogenik terjadi akibat infark miokard akut, upaya awal harus
diarahkan untuk mengendalikan ukuran infark. Ketidakseimbangan antara
pengiriman oksigen dan peningkatan konsumsi oksigen dipicu oleh perubahan
denyut jantung, tekanan darah, dan kontraktilitas yang dapat memperbesar ukuran
infark. Jika terapi dimulai dalam waktu 3 jam setelah infark miokard, kejadian
syok kardiogenik berkisar 4 %. Namun, jika terapi tertunda, syok kardiogenik
terjadi pada sekitar hingga 13 %. Nitrogliserin intravena dan beta-blocker adalah
terapi utama dari pengobatan dini.
Nitrogliserin mengurangi preload ventrikel kanan dan afterload ventrikel kiri.
Penurunan afterload menurunkan tekanan akhir diastolik, mengurangi stres otot
dinding jantung dan konsumsi oksigen miokard. Selain itu, melebarkan pembuluh
epikardial dan dapat meningkatkan pengiriman oksigen ke daerah iskemik.
Penggunaan awal nitrogliserin baik untuk mengurangi ukuran infark dan
mengurangi kematian dini. Kemungkinan infark ventrikel kanan dan tamponade
perikardial harus disingkirkan sebelum terapi dengan nitrogliserin dimulai.

Beta-blocker menurunkan kebutuhan oksigen miokard, antagonis katekol dan


memiliki aktivitas antiaritmia. Sebuah keuntungan tertentu mungkin bertambah
jika beta-blocker dikombinasikan dengan agen trombolitik. Beta-blocker baik
dimulai dalam waktu 2 jam setelah infark.
B. Resusitasi
Meskipun syok kardiogenik dapat terjadi pada pasien dengan overload cairan
tubuh, mereka mungkin berada pada keadaan hipovolemik efektif. Jika PCWP
kurang dari 10-12 mm Hg , larutan garam isotonis harus diberikan dalam upaya
untuk meningkatkan tekanan pengisian. Curah jantung harus diukur setelah setiap
perubahan 2-3 mm Hg di PCWP. Tekanan pengisian pada nilai berkisar 20 mmHg
mungkin diperlukan sebelum curah jantung meningkat.
Jika hasil laboratorium menunjukkan bahwa pasien hipoksemia, oksigen
tambahan harus disediakan. Pengiriman oksigen ke jaringan harus dimaksimalkan
dengan memastikan saturasi hemoglobin arteri lengkap. Intubasi dengan tekanan
akhir ekspirasi positif (PEEP) mungkin diperlukan jika terdapat edema paru.
Penggunaan PEEP secara cermat diperlukan karena memberikan efek yang
merugikan untuk preload ventrikel dan cardiac output.
C. Dukungan Farmakologis
Setelah status volume dioptimalkan , dukungan untuk miokardium yang disfungsi
sering diperlukan. Inotropik, vasodilator dan diuretik semua dapat digunakan.
1. Inotropik
a . Dobutamin
Dobutamin adalah obat inotropik pilihan untuk pengelolaan gagal jantung
kongestif dan syok kardiogenik, memiliki keuntungan yang signifikan atas
dopamin karena tidak menyebabkan pelepasan norepinefrin. Selain itu, tidak
memerlukan norepinefrin di terminal saraf karena efek minimum chronotropic
nya, dobutamin dapat meningkatkan kinerja ventrikel tanpa secara signifikan

meningkatkan kebutuhan oksigen miokard. Tidak ada perubahan denyut jantung


atau tekanan darah sistemik ketika dobutamin diberikan dalam dosis rata-rata 8,5
ug/kg/menit. Obat ini dapat diberikan dalam dosis sampai dengan 40 ug/kg/menit
tanpa secara signifikan meningkatkan denyut jantung.
b . Dopamin
Efek dari dopamin tergantung pada dosis yang diberikan. Pada dosis yang lebih
rendah ( <4 ug/kg/ menit ) , dopamine meningkatkan perfusi ginjal dengan
menstimulasi dopaminergik ( D1 ) reseptor di ginjal dan menyebabkan
vasodilatasi perifer melalui reseptor D2 yang menghambat pelepasan norepinefrin.
Pada dosis menengah ( 5-10 ug / kg / menit ), dopamine meningkatkan fungsi
jantung dan meningkatkan tekanan darah tanpa mengangkat konsumsi oksigen
miokard. Resistensi vaskular sistemik biasanya tidak meningkat. Pada dosis yang
lebih tinggi ( > 10 ug / kg / menit ) , dopamine meningkatkan resistensi vaskuler
sistemik dengan merangsang reseptor alpha - adrenergik dan detak jantung dengan
merangsang reseptor beta -adrenergik. Dopamin pada dosis besar akan
meningkatkan kebutuhan oksigen miokard , menimbulkan takikardia , dan dapat
mengurangi perfusi ginjal, digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan syok
kardiogenik karena dapat mempengaruhi keseimbangan perfusi dan konsumsi
oksigen miokard.
c . Digoxin
Meskipun digitalis memiliki efek inotropik sederhana , mereka mungkin tidak
begitu penting dalam pengobatan syok kardiogenik kecuali untuk pengobatan
fibrilasi atrium dengan respon ventrikel yang cepat.
d . Isoproterenol
Agen ini menyebabkan takikardia , peningkatan kontraktilitas miokard , dan
penurunan resistensi pembuluh darah perifer melalui stimulasi 1 dan reseptor
SS2 . Konsumsi oksigen miokard secara dramatis meningkat . Indikasi yang
sangat terbatas termasuk adanya bradycardia dan insufisiensi katup aorta berat .

Pemberian intravena dimulai dengan dosis 0,01 ug / kg / menit dan ditingkatkan


sampai efek yang diinginkan diperoleh .
e . Norepinefrin
Norepinefrin memiliki kedua efek, beta- dan alfa - adrenergik. Pada dosis rendah ,
hal itu menyebabkan stimulasi beta jantung dan meningkatkan tekanan darah serta
curah jantung . Pada dosis yang lebih tinggi, terutama mempengaruhi reseptor
alpha - adrenergik dan mendukung tekanan darah dengan meningkatkan resistensi
vaskular sistemik . Pada dosis yang lebih tinggi juga cenderung menghasilkan
takikardia , aritmia , dan iskemia visceral perifer. Norepinefrin harus digunakan
dengan sangat hati-hati karena pada dosis yang lebih tinggi meningkatkan
afterload ventrikel kiri dan dapat memperburuk iskemia miokard . Jika syok
kardiogenik terbukti tidak merespon dobutamin dan dopamin , norepinefrin dapat
dimulai pada dosis 1-2 ug / menit dan ditingkatkan sampai tekanan darah
meningkat . Yang dikhawatirkan adalah efek vasokonstriksi visceral dan ginjal
yang dapat menghasilkan iskemia end - organ.
2 . Vasodilator
Vasodilator digunakan untuk menurunkan afterload ventrikel kiri, yang
mengurangi konsumsi oksigen miokard. Penggunaannya dibatasi oleh efek
hipotensi yang dapat memperparah gangguan perfusi perifer.
a . Nitroprusside
Nitroprusside menurunkan afterload baik dan preload. Ketika nitroprusside
digunakan secara optimal, peningkatan ejeksi fraksi ventrikel kiri sebagian
mengimbangi penurunan resistensi vaskuler sistemik. Terapi dimulai dengan dosis
5 - 10 ug/menit dan maju secara bertahap dari 2,5-5 ug/menit setiap 10 menit
sampai peningkatan curah jantung dicatat. Dosis harus dikurangi jika tekanan
darah sistolik turun di bawah 90 mm Hg. Dosis di atas 3 ug/menit dapat
menyebabkan keracunan, terutama ketika obat ini digunakan selama lebih dari 3
hari.

b . Nitrogliserin
Nitrogliserin merupakan turunan nitrat yang memiliki efek penurunan preload,
yang secara refleks menurunkan pengisian ventrikel kiri serta memiliki
keuntungan tambahan melebarkan pembuluh darah koroner dan merupakan obat
pilihan ketika syok kardiogenik disebabkan iskemia. Nitrogliserin juga efektif
dalam pengobatan inkompetensi katup akut. Perawatan harus dilakukan untuk
memastikan bahwa pasien tidak hipovolemik sebelum pemberian, karena
kapasitas vena yang meningkat akan menurunkan aliran balik vena dan
selanjutnya menurunkan curah jantung. Dosis awal normal adalah 10 ug/menit,
yang dapat ditingkatkan sebesar 10 ug/menit setiap 5-10 menit dengan dosis total
50-100 ug/menit. Dosis setinggi 400 ug/menit dapat ditoleransi selama beberapa
hari.
D. Modalitas Lain
Modalitas baru tersedia untuk meningkatkan fungsi jantung setelah infark
termasuk terapi trombolitik, angioplasti perkutan, memompa balon dan alat
bantuan ventrikel kiri. Bypass darurat arteri koroner grafting merupakan pilihan
bagi pasien yang tidak merespon bentuk-bentuk terapi standar.
PROGNOSIS
Syok kardiogenik fulminan memiliki tingkat kematian 90 % bila hanya terapi
farmakologis

yang

digunakan.

Penerapan

angioplasti

koroner

perkutan

transluminal, alat bantu ventrikel kiri, dan revaskularisasi bedah dini dapat
membantu meningkatkan hasil ini.

SYOK KARDIO KOMPRESIF


Kepentingan Diagnosis
Hipotensi dengan takikardia
Oliguria
Perubahan status mental
Distensi vena leher

Konsiderasi Umum
Syok tekan jantung adalah keadaan low-output yang terjadi ketika jantung atau
pembuluh darah besar mengalami kompresi. Kompresi menghambat kembalinya
darah ke jantung atau mencegah pemompaan efektif jantung itu sendiri.
Tamponade perikardial disebabkan akibat adanya cairan dalam kantong
pericardial yang menyempitkan ruang jantung sehingga pengisian tidak
berlangsung dengan baik. Hal ini dapat terjadi secara akut setelah trauma tembus
dengan laserasi arteri koroner, atau mungkin progresif dengan penyakit kronis
seperti uremia dan gangguan jaringan ikat. Distensi perut dan elevasi diafragma
yang mengkompresi jantung dapat menyebabkan syok. Tekanan akhir ekspirasi
positif digunakan dengan ventilasi mekanis meningkatkan tekanan intratoraks,
yang akan mengakibatkan kolapsnya vena cava superior dan inferior sehingga
mengurangi gradien tekanan transmural serta pengisian jantung.
GAMBARAN KLINIS
A. Gejala dan Tanda
Tanda yang berhubungan dengan perfusi perifer yang buruk seperti hipotensi,
takikardia, ekstremitas dingin, oliguria, dan perubahan status mental biasanya ada.
Distensi vena leher adalah pusat diagnosis, meskipun mereka mungkin tidak ada
jika pasien hipovolemik. Hiperresonansi pada perkusi dada, tidak adanya suara
nafas pada sisi yang terkena, dan mediastinum bergeser jauh dari dada terlibat.
Displacement trakea dan distensi vena leher adalah gejala patognomonik tension
pneumothorax. Untuk pasien yang bernapas spontan, inspirasi meningkatkan
derajat distensi vena (tanda Kussmaul). Pulsus paradoksikal juga dapat terjadi
dengan pernapasan spontan dan terdiri dari penurunan tekanan sistolik lebih dari
10 mm Hg dengan inspirasi .
Tamponade perikardial jarang terjadi setelah cedera tumpul. Pasien mengaku
untuk eksaserbasi penyakit kronis sering memiliki riwayat efusi perikardial.
Ketika ventilasi mekanik digunakan, syok kardio kompresif ini terjadi karena ( 1 )
paru-paru meningkat memampatkan superior dan inferior vena cava , ( 2 ) atrium

kanan dan ventrikel yang dikompresi, dan ( 3 ) perluasan paru-paru menekan


pembuluh darah paru dan meningkatkan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kanan.
Hipotensi dan takikardi memburuk pada pasien ini. Korelasi antara kedua
mungkin tidak terlihat pada awalnya, meskipun pemeriksaan yang teliti terhadap
flowsheet pasien akan mengungkapkan perubahan hemodinamik yang sesuai
dengan ventilator manipulasi .
B. Pemantauan Hemodinamik
Tekanan vena sentral meningkat, seperti tekanan arteri pulmonalis dan baji kapiler
paru. Persamaan tekanan vena sentral, arteri paru-paru, dan tekanan baji kapiler
paru sangat sugestif untuk tamponade perikardial.
C. Studi Pencitraan
Radiografi dada posteroanterior dapat menunjukkan bayangan jantung membesar,
tapi ini tidak spesifik. Jika dicurigai tension pneumothorax, pengobatan tidak
harus ditunda sementara menunggu pemeriksaan radiologi. Jika rontgen dada
insidental tersedia, itu akan mengungkapkan hiperlusensi dari salah satu atau
kedua hemithoraks dengan perpindahan dari struktur mediastinum ke sisi
kontralateral. Transesophageal echocardiography dua dimensi sangat sensitif dan
dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis dalam situasi nonemergensi.
Pengobatan diduga dekompensasi tamponade perikardial traumatis tidak boleh
ditunda sambil menunggu studi pencitraan.
DIAGNOSIS DIFERENSIAL
Syok kardiogenik tanpa kompresi merupakan diagnosis diferensial utama yang
sulit dibedakan karena kedua jenis syok ini sama-sama memiliki output jantung
yang rendah dan tekanan vena yang tinggi. Infark miokard akut atau kerusakan
progresif pada pasien kritis menunjukkan syok kardiogenik.

MANAJEMEN
A. Resusitasi Cairan
Infus cairan cepat dapat segera mengkompensasi penurunan pengisian ventrikel.
Tekanan vena sentral tidak dapat digunakan untuk infus tersebut, karena tekanan
vena sentral akan selalu meningkat sebelum pemberian cairan .
B. Operatif
Dekompresi bedah dari lokasi yang terganggu dapat dilakukan. Untuk tension
pneumothora, dekompresi dari kateter intravena dengan jarum besar ke dalam
hemitoraks yang terkena dengan cepat akan melepaskan tekanan. Setelah nadi dan
tekanan darah kembali normal, kateter kecil ini bisa diganti dengan tabung yang
lebih besar dan terhubung ke perangkat WSD. Jika kompresi jantung karena
karena distensi lambung, penempatan tube nasogastrik dapat membantu. Ketika
distensi disebabkan penyebab lain, eksplorasi bedah biasanya diperlukan.
Dekompresi

perikardial

harus

dilakukan

untuk

tamponade

perikardial.

Pengurangan tekanan ventilasi dan pembesaran dari volume sirkulasi darah, jika
mungkin, biasanya kompresi yang benar yang dihasilkan dari penggunaan PEEP.

Anda mungkin juga menyukai