Anda di halaman 1dari 11

Hordeolum

Felix Winata / E10 / 102012156

Bab I
0

Pendahuluan
Kelopak mata adalah bagian mata yang sangat penting. Kelopak mata melindungi kornea dan
berfungsi dalam pendisribusian dan eliminasi air mata. Penutupan kelopak mata berguna
untuk menyalurkan air mata ke seluruh permukaan mata dan memompa air mata melalui
punctum lakrimalis.
Kelainan yang didapat pada kelopak mata bermacam-macam, mulai dari yang jinak sampai
keganasan, proses inflamasi, infeksi mau pun masalah struktur seperti hordeolum, ektropion,
entropion dan blepharoptosis. Kebanyakan dari kelainan kelopak mata tidak mengancam jiwa
atau pun mengancam penglihatan.
Hordeolum adalah salah satu penyakit yang cukup sering terjadi pada kelopak mata.
Hordeolum merupakan infeksi atau peradangan pada kelenjar di tepi kelopak mata bagian
atas maupun bawah yang disebabkan oleh bakteri. Hordeolum dapat timbul pada 1 kelenjar
kelopak mata atau lebih. Kelenjar kelopak mata tersebut meliputi kelenjar Meibom, kelenjar
Zeis, dan Moll. Bila kelenjar Meibom yang terkena disebut hordeolum internum, sedangkan
bila kelenjar Zeiss atau Moll yang terkena maka disebut hordeolum eksternum.

Bab II
1

Pembahasan
2.1 Anamnesis
Anamnesis yang perlu ditanyakan adalah:
-

Identitas pasien.
Keluhan utama : pada skenario, pasien datang dengan keluhan kelopak atas mata
kanan bengkak ,nyeri dan merah
Riwayat penyakit sekarang :
o Waktu dan lamanya keluhan berlangsung.
o Rasa nyeri.
o Sifat dan beratnya serangan (masih dapat ditahan atau tidak).
o Lokasi dan penyebarannya (dapat menyebutkan tempat sakit atau menyebar).
o Keluhan-keluhan yang menyertai serangan
o Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali.
o Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala sisa
o Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang
telah diminum oleh pasien; juga tindakan medik lain yang berhubungan
dengan penyakit yang saat ini diderita.
o Riwayat penyakit dahulu : bertujuan untuk mengetahui kemungkinankemungkinan adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan
penyakit sekarang. Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita

seperti infeksi saluran pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain.


Riwayat kesehatan keluarga.
Riwayat penyakit menahun keluarga.

2.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan mata yang perlu dilakukan antara lain:

Ketajaman visus
Menggunakan kartu Snellen
Ketajaman penglihatan diungkapkan dalam suatu rasio seperti 20/20. Angka
pertama adalah jarak baca pasien terhadap kartu Snellen. Angka kedua adalah jarak
terbacanya kartu Snellen oleh mata normal. Pemeriksaan dilakukan dengan pasien
berdiri sejauh 6 meter dari kartu tersebut. Pasien diminta untuk menutup satu matanya
dengan telapak tangan dan membaca hingga baris terkecil yang mungkin dilihat.
Menilai pasien dengan penglihatan buruk
Pasien dengan penglihatan buruk sekali dan tidak dapat membaca satu huruf pun
pada kartu Snellen, harus diuji dengan kemampuan membaca jari-jari tangan.
Pengukuran tajam penglihatan yang amat kasar ini dilakukan dengan menunjukan
jari-jari didepan mata pasien, sedangkan mata sebelah ditutup. Pasien ditanyakan
2

jumlah jari yang terlihat, jika pasien tetap belum dapat melihat, maka penting untuk
dinilai apakah masih ada persepsi terhadap cahaya. Hal ini dilakukan dengan menutup
satu mata dan menyoroti mata sebelah. Pemeriksa menanyakan apakah pasien dapat
melihat sorotan cahaya yang nyala atau dimatikan. NLP (no light perception) adalah
istilah yang dipakai bila seseorang tidak dapat menangkap cahaya.

Pemeriksaan segmen anterior


Palpebra: dilihat apakah ada edema, warna kemerahan, lesi, arah bulu mata, dan
kemampuan palpebra untuk menutup sempurna
Aparatus lakrimalis: dilihat apakah ada pembengkakan pada daerah kelenjar
lakrimalis dan sakus lakrimalis
Konjungtiva dan sklera: dilihat warnanya dan vaskularisasinya, cari setiap nodulus
atau pembengkakan. Pada konjungtiva tarsus superior dicari kelainan seperti
folikel, membran, papil, pseudomembran, sikatriks, dan simblefaron. Pada
konjungtiva tarsus inferior dicari kelainan seperti folikel, papil, sikatriks,
hordeolum, kalazion. Pada konjungtiva bulbi dilihat ada tidaknya sekret. Bila ada
amati warna sekret, kejernihan, dan volume sekret.
Kornea, lensa, dan pupil: dengan cahaya yang dipancarkan dari temporal dilihat
apakah ada kekeruhan (opasitas) pada lensa melalui pupil, apakah ada bayangan
berbentuk bulan sabit pada sisi medial, kemudian dilihat ukuran, bentuk dan
kesimetrisan dari pupil.

Gerakan bola mata, dengan mengikuti gerakan jari pemeriksa yang membentuk huruf
H di udara, lihat apakah ada nistagmus, lid lag, dan tanyakan apakah ada rasa nyeri
saat pergerakan.

Pemeriksaan segmen posterior


Funduskopi dengan oftalmoskop dilakukan untuk melihat papil saraf optik, retina
dan macula lutea. Untuk papil, dinilai batas papil, warna papil, ekskavasi, dan CD
ratio. Untuk retina, dinilai pembuluh arteri dan vena, kemudian melihat adanya
eksudat, perdarahan, atau sikatrik. Pada macula lutea, dilihat refleks cahaya pada
macula.1

2.3 Pemeriksaan Penunjang


Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik namun dapat pula dilakukan pemeriksaan
laboratorium maupun histologi dari bahan purulen hasil drainase atau insisi pada hordeolum
3

yang tidak membaik dalam 48 jam untuk mengetahui penyebabnya, yaitu dengan pewarnaan
Gram untuk mengidentifikasi organisme bakteri atau pulasan Giemsa untuk menetapkan jenis
dan morfologi sel. Biasa akan ditemukan Staphylococcus aureus. Secara histologis akan
tampak gambaran abses, dengan ditemukannya PMN dan debris nekrosis. Namun
pemeriksaan diatas jarang sekali dilakukan.1
2.4

Working Diagnosis

Hordeolum
Hordeolum merupakan infeksi atau peradangan pada kelenjar di tepi kelopak mata bagian
atas maupun bawah yang disebabkan oleh bakteri. Hordeolum dapat timbul pada 1 kelenjar
kelopak mata atau lebih. Kelenjar kelopak mata tersebut meliputi kelenjar Meibom, kelenjar
Zeis, dan Moll.
Berdasarkan tempatnya, hordeolum terbagi menjadi 2 jenis, yaitu: hordeolum interna terjadi
peradangan pada kelenjar Meibom. Pada hordeolum interna ini benjolan mengarah ke
konjungtiva (selaput kelopak mata bagian dalam). Hordeolum eksterna terjadi peradangan
pada kelenjar Zies dan kelenjar Moll. Benjolan ini Nampak dari luar pada kulit kelopak mata
(palpebra).2,3

Gambar 1. Hordeolum internum

Gambar 2. Hordeolum externum


4

2.5 Differential Diagnosis


Kalazion
Kalazion merupakan suatu peradangan granulomatosa kronik yang steril dan idiopatik pada
kelenjar Meibom yang tersumbat. Kalazion memberikan gejala benjolan pada kelopak mata,
tidak hiperemi, dan tidak ada nyeri tekan, serta adanya pseudoptosis. Hal yang membedakan
antara kalazion dan hordeolum adalah pada hordeolum terdapat hiperemi palpebra dan nyeri
tekan. Pemeriksaan laboratorium jarang diminta, namun hasil histologis menunjukkan
proliferasi endotel asinus dan respons radang granulomatosa yang melibatkan sel-sel kelenjar
jenis Langhans. Pengobatan biasa dilakukan eksisi dan penyuntikan steroid intralesi pada lesi
kalazion yang kecil.1,3

Gambar 3. Kalazion
2.6 Etiologi
Kebanyakan hordeolum disebabkan infeksi stafilokok, biasanya Staphylococcus aureus.
Dapat dicetuskan oleh :

Stress

Nutrisi yang jelek

Penggunaan pisau cukur yang sama untuk mencukur rambut disekitar mata dan kumis
atau tempat lain

Infeksi ini mudah menyebar, sehingga diperlukan pencegahan terutama mengenai kebersihan
individual. Yaitu dengan tidak menyentuh mata yang terinfeksi, pemakaian kosmetik
bersama-sama, pemakaian handuk dan washcloth bersama-sama.2-4

2.7 Epidemiologi
Data epidemiologi internasional menyebutkan bahwa hordeolum merupakan jenis penyakit
infeksi kelopak mata yang paling sering ditemukan pada praktek kedokteran. Insidensi tidak
bergantung pada ras dan jenis kelamin. Hordeolum dapat mengenai semua usia, tapi lebih
sering pada orang dewasa, kemungkinan karena kombinasi dari beberapa faktor seperti
tingginya level androgen dan peningkatan insidensi meibomitis dan rosacea pada dewasa.
2.8 Patofisiologi
Hordeolum disebabkan oleh adanya infeksi dari bakteri Staphylococcus aureus yang akan
menyebabkan inflamasi pada kelenjar kelopak mata. Hordeolum externum timbul dari
blokade dan infeksi dari kelenjar Zeiss atau Moll. Hordeolum internum timbul dari infeksi
pada kelenjar Meibom yang terletak di dalam tarsus. Obstruksi dari kelenjar-kelenjar ini
memberikan reaksi pada tarsus dan jaringan sekitarnya. Kedua tipe hordeolum dapat timbul
dari komplikasi blefaritis. Apabila infeksi pada kelenjar Meibom mengalami infeksi sekunder
dan inflamasi supuratif dapat menyebabkan komplikasi konjungtiva.1,3

Gambar 4. Potongan sagital palpebra


2.10 Gejala Klinik
Gejala utama pada hordeolum yaitu nyeri, bengkak, dan merah. Intensitas nyeri menandakan
hebatnya pembengkakan palpebral. Gejala dan tanda yang lain pada

hordeolum yaitu:

eritema, terasa panas dan tidak nyaman, sakit bila ditekan serta ada rasa yang mengganjal.
Biasanya disertai dengan adanya konjungtivitis yang menahun, kemunduran keadaan umum,
acne vulgaris. Ada 2 stadium pada hordeolum, yaitu: stadium infiltrat yang ditandai dengan

kelopak mata bengkak, kemerahan, nyeri tekan dan keluar sedikit kotoran. Stadium supuratif
yang ditandai dengan adanya benjolan yang berisi pus (core). 5,6
2.11 Komplikasi
Komplikasi dapat timbul apabila hordeolum tidak mendapat pengobatan yang adekuat
sehingga dapat menimbulkan komplikasi seperti selulitis palpebral yang merupakan radang
jaringan ikat longgar palpebral di depan septum orbita, serta abses palpebral.3
2.12 Penatalaksanaan
Pada umumnya hordeolum dapat sembuh dengan sendiri dalam waktu 5-7 hari. Penatalaksaan
pada hordeolum dilakukan dengan terapi medikamentosa pada stadium infiltrate dan
pembedahan untuk fase supuratif atau tidak sembuh dengan menggunakan terapi
medikamentosa.2
Non-medikamentosa
Pembedahan dilakukan apabila dengan terapi medikamentosa tidak berespon dengan baik
dalam 48 jam dan hordeolum tersebut sudah masuk dalam stadium supuratif, maka prosedur
pembedahan diperlukan untuk membuat drainase pada hordeolum. Pada insisi hordeolum
terlebih dahulu diberikan anestesi topikal dengan pantokain tetes mata. Dilakukan anestesi
filtrasi dengan prokain atau lidokain di daerah hordeolum. Hordeolum internum dibuat insisi
pada daerah fluktuasi pus, tegak lurus (vertikal) pada margo palpebral untuk menghindari
terpotongnya kelenjar meibom dan pada hordeolum eksternum dibuat insisi sejajar
(horizontal) dengan margo palpebra untuk mengurangi luka parut.
Medika mentosa
Untuk terapi medikamentosa dapat dilakukan dengan memberikan kompres hangat 4-6 kali
sehari selama 15 menit tiap kalinya untuk membantu drainase, kemudian bersihkan kelopak
mata dengan air bersih atau pun dengan sabun atau sampo yang tidak menimbulkan iritasi,
seperti sabun bayi. menghindari menekan atau menusuk hordeolum, hal ini dapat
menimbulkan infeksi yang lebih serius. Menghindari pemakaian makeup pada mata, karena
kemungkinan hal itu menjadi penyebab infeksi, menghindari memakai lensa kontak karena
dapat menyebarkan infeksi ke kornea.
Terapi dengan menggunakan antibiotika topikal diindikasikan bila dengan kompres hangat
selama 24 jam tidak ada perbaikan, dan bila proses peradangan menyebar ke sekitar daerah
7

hordeolum. Bacitracin atau tobramicin salep mata diberikan setiap 4 jam selama 7-10 hari.
Dapat juga diberikan eritromicin salep mata untuk kasus hordeolum eksterna dan hordeolum
interna ringan. Antibiotik sistemik diberikan bila terdapat tanda-tanda bakterimia atau
terdapat tanda pembesaran kelenjar limfe di preauricular, pada kasus hordeolum internum
dengan kasus yang sedang sampai berat. Dapat diberikan cephalexin atau dicloxacilin 500 mg
per oral 4 kali sehari selama 7 hari. Bila alergi penisilin atau cephalosporin dapat diberikan
clindamycin 300 mg oral 4 kali sehari selama 7 hari atau klaritromycin 500 mg 2 kali sehari
selama 7 hari. Analgetika seperti asam mefenamat atau paracetamol dapat juga diberikan.1,3,6
2.14 Prognosis
Walaupun hordeolum tidak berbahaya dan komplikasinya sangat jarang, tetapi hordeolum
sangat mudah kambuh. Hordeolum biasanya sembuh sendiri atau pecah dalam beberapa hari
sampai minggu. Dengan pengobatan yang baik hordeolum cenderung sembuh dengan cepat
dan tanpa komplikasi. Prognosis baik apabila hordeolum tidak ditekan atau ditusuk karena
infeksi dapat menyebar ke jaringan sekitar. 2,4

Bab III
Kesimpulan
Hordeolum biasanya menyerang pada dewasa muda, namun dapat juga terjadi pada semua
umur, terutama orang-orang dengan kesehatan yang kurang baik. Mudah timbul pada
individu yang menderita blefaritis dan konjungtivitis menahun.
Hordeolum disebabkan oleh adanya infeksi dari bakteri Streptococcus dan Staphylococcus,
terutama Staphylococcus aureus yang akan menyebabkan inflamasi pada kelenjar kelopak
mata. Hordeolum externum timbul dari blokade dan infeksi dari kelenjar Zeiss atau Moll.
Hordeolum internum timbul dari infeksi pada kelenjar Meibom yang terletak di dalam tarsus.
Obstruksi dari kelenjar-kelenjar ini memberikan reaksi pada tarsus dan jaringan sekitarnya.
Gejala utama pada hordeolum yaitu nyeri, bengkak, dan merah. Intensitas nyeri menandakan
hebatnya pembengkakan palpebral. Gejala dan tanda yang lain pada

hordeolum yaitu:

eritema, terasa panas dan tidak nyaman, sakit bila ditekan serta ada rasa yang mengganjal.
Diagnosis hordeolum ditegakkan berdasarkan gejala dan klinis yang mucul pada pasien dan
pemeriksaan mata yang sederhana. Pemeriksaan penunjang tidak diperlukan dalam
mendiagnosis hordeolum. Diagnosis banding dari hordeolum, yaitu: kalazion, abses
palpebral, tumor palpebral dan selulitis preseptal.
Penatalaksanaan yang dilakukan pada hordeolum yaitu: pada stadium infiltrate dilakukan
kompres hangat, diberikan salep mata antibiotika (seperti: polimiksin, kloramfenikol, dan
gentamisisn), diberikan oral antibiotika (seperti: amoksisilin, cephalosporin, dan eritromisin),
dan analgetika (seperti asam mefenamat, paracetamol). Stadium supuratif dilakukan insisi
jika sudah ada fluktuasi atau sudah 2 minggu tidak membaik.
Prognosis baik apabila hordeolum tidak ditekan atau ditusuk karena infeksi dapat menyebar
ke jaringan sekitar.

DAFTAR PUSTAKA
1
2

Riordan P, Whitcher J. Oftalmologi umum. Edisi 17. Jakarta: EGC; 2009. h. 79-82.
Ilyas S, Yulianti S. Ilmu penyakit mata. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2006.

h.35-6, 109-48.
Supartondo, Setiyohadi B. Anamnesis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI; 2009. h. 25-6.


Bickley, Lynn S. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. Edisi 8. Jakarta:

EGC; 2009. h. 147-57.


Garcia-Ferrer F, Schwab I, Shetlar D. Conjunctiva. In: Riordan-Eva P, Whitcher JP
(editors). Vaughan & Asburrys General Opthalmology. 16 th edition. McGraw-Hill
Companies. USA: 2004. P. 108-12.

Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. Nelson textbook of pediatrics. 18th edition. USA: Elsevier
Saunders; 2007. p. 1115-6, 1458-9.

10

Anda mungkin juga menyukai