Anda di halaman 1dari 7

Definisi

Menurut Kamus Oxford 2002, abortus didefinisikan sebagai berakhirnya kehamilan


dengan cara apapun sebelum janin viabel. Umur kehamilan juga digunakan untuk membatasi
dan mengklasifikasikan abortus untuk tujuan statistik dan hukum. Abortus adalah berakhirnya
suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22
minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan (Sarwono, 2006).
Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan yaitu berat badan kurang dari 500 gram atau usia kehamilan kurang dari (ACOG
memberi batasan 20 minggu,1 FIGO memberi batasan 22 minggu,2 Hanretty memberikan
batasan 24 minggu,3 WHO memberi batasan 28 minggu4).
Abortus spontan apabila abortus terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk
mengosongkan uterus. Abortus biasanya disertai oleh perdarahan ke dalam desidua basalis
dan nekrosis di jaringan dekat tempat perdarahan. Secara klinis, klasifikasi abortus spontan
dapat dengan berbagai cara. Pembagian yang paling sering digunakan adalah abortus iminen,
insipien, inkomplit, missed abortus, abortus septik dan abortus berulang (Speroff dan Fritz,
2005).
Abortus inkomplit adalah abortus yang ditandai dengan perdarahan akibat terlepasnya
sebagian atau seluruh bagian plasenta dari uterus, disertai membukanya kanalis servikalis.
Jaringan fetus dan plasenta dapat tertinggal seluruhnya di dalam uterus atau dapat juga
tampak sebagian di kanalis servikalis. Sebelum umur kehamilan 10 minggu, fetus dan
plasenta biasanya keluar bersamaan. Namun pada umur kehamilan yang lebih tua,
pengeluaran fetus dan plasenta pada umumnya terpisah (Cunningham dkk, 2010).
.
1. DeCherney AH, Nathan L, & Goodwin TM. Spontaneous Abortion. Robertson A (editor).
In: Current Diagnosis and Treatment in Obstetric and Gynecology. New York: McGraw-Hill,
2003.
2. Hadijanto B. Perdarahan pada Kehamilan Muda. Saifuddin AB, Rachimhadhi T,
Wiknjosastro GH (editor), In: Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo, 2010.
3. Hanretty KP. Vaginal Bleeding in Pregnancy. Smith H (editor), In: Obstetrics Illustrated,
6th Edition. London: Churchill-Livingstone, 2003.
4. World Health Organization. Managing incomplete abortion. WHO, 2008
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. 2010. Williams
Obstetrics. Twenty third edition. The McGraw-Hill Companies.
Patofisiologi

Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian
embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua yang menyebabakn nekrosis
jaringan. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut
menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali adanya proses abortus. Karena hasil
konsepsi tersebut terlepas dapat menjadi benda asing dalam uterus yang menyebabkan uterus
kontraksi dan mengeluarkan isinya.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih
terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto,
meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di kanalis
servikalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi. Pada
kehamilan 8-14 minggu biasanya diawali dengan pecahnya selaput ketuban dan diikuti
dengan pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri.
Jenis ini sering menimbulkan perdarahan pervaginam banyak. Pada kehamilan minggu ke
14-22, janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat
kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menimbulkan
gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam banyak. Perdarahan
pervaginam umumnya lebih sedikit namun rasa sakit lebih menonjol.
Pada abortus hasil konsepsi yang dikeluarkan terdapat dalam berbagai bentuk yaitu
kantong amnion kosong, di dalam kantung amnion terdapat benda kecil yang bentuknya
masih belum jelas (blighted ovum), atau janin telah mati lama. Plasentasi tidak adekuat
sehingga sel tropoblas gagal masuk ke dalam arteri spiralis. Akibatnya, terjadi peredaran
darah prematur dari ibu ke anak.27,51,70
27. Cunningham. Recurrent Miscarriage: Abortion. Mark E (editor), In: Williams Obstetrics
23rd Edition. New York: McGraw-Hil Companies, Inc. 2010
51. Brenner, B., 2004. Haemostatic changes in pregnancy. Thromb. Res. 114, 409 414
70. Toth B, Jeschke U, Rogenhofer N, Scholz C, Wufel W, Thaler CJ, et al. Recurrent
miscarriage: current concepts in diagnosis and treatment. Journal of Reproductive
Immunology 2010; 12(6): 1-8
Abortus Inkomplit Sebagai Keadaan Stres Oksidatif
Plasenta janin tidak memfasilitasi suplai oksigen kepada fetus selama periode
organogenesis, melainkan membatasinya. Sehingga fase awal dari perkembangan fetus terjadi
dalam lingkungan rendah oksigen. Sebagian besar oksigen yang digunakan dalam oksidasi
molekul organik dalam diet akan diubah menjadi air melalui kerja enzim dalam proses respirasi.
Sekitar 1-5% dari oksigen yang digunakan tidak melalui proses ini dan diubah menjadi radikal

bebas oksigen yang sangat reaktif (OFRs) dan spesies oksigen reaktif lainnya (ROS) dengan
kecepatan yang dipengaruhi kadar oksigen yang tersedia. Ketika produksi OFRs melebihi
perlindungan seluler yang alami, kerusakan terhadap protein, lipid dan DNA dapat terjadi
(Jauniaux dkk, 2006).
Salah satu kunci sukses kehamilan adalah terjadinya pertukaran feto-maternal yang
adekuat. Perbandingan antara gambaran morfologi dengan data fisiologis menunjukkan bahwa
struktur kantong gestasi pada trimester pertama di desain untuk membatasi pemaparan fetus
terhadap oksigen yang sangat vital bagi pertumbuhan fetus (Adrian dkk, 2000).

Plasentasi terjadi akibat infiltrasi difus pada endometrium dan sepertiga miometrium
oleh sel trofoblas ekstravilli. Plasenta manusia digolongkan sebagai tipe hemokorial dengan
trofoblas fetus direndam oleh darah ibu. Sebelumnya diperkirakan sirkulasi plasenta
intervillous dibentuk setelah 1 minggu implantasi. Namun teori ini di bantah oleh Hustin dan
Schaaps, yang menunjukkan bahwa sirkulasi intraplasenta ibu terbatas sebelum usia
kehamilan 12 minggu. Data tersebut menunjukkan bahwa selama trimester pertama, rongga
intervilli plasenta yang sedang berkembang dipisahkan dari sirkulasi uterus oleh sel-sel
trofoblas yang menutupi arteri uteroplasental (arteri spiralis). Pada akhir trimester pertama
sel-sel trofoblas ini hilang dan mengakibatkan darah ibu mengalir secara bebas ke ruang
intervilli. Sel-sel embrio dan plasenta sangat sensitif terhadap stres oksidatif karena berada
dalam tahap pembelahan sel yang cepat sehingga meningkatkan risiko pemaparan OFRs pada
DNA sel. Sel-sel sinsitiotrofoblas pada plasenta terutama sangat sensitif tidak hanya karena
merupakan lapisan sel terluar dari hasil konseptus sehingga terpapar lingkungan dengan
konsentrasi oksigen yang sangat tinggi, namun karena ternyata sel-sel tersebut memiliki
kadar enzim anti- oksidan yang sangat rendah pada awal kehamilan. Sehingga dapat
dihubungkan antara kehamilan dengan gangguan metabolisme maternal seperti diabetes
mellitus yang diasosiasikan dengan peningkatan produksi OFRs, dengan peningkatan insiden
abortus, vaskulopati dan kelainan struktural pada fetus, yang menunjukkan bahwa hasil
konseptus mamalia dapat mengalami kerusakan yang irreversibel akibat stres oksidatif. Jadi
suplai makan untuk embrio selama trimester satu melalui kelenjar endometrium yang
langsung sekresi pada ruang intervili plasenta. Pada akhir trimester pertama, sumbatan
trofoblastik pada arteri spiralis dibuka secara bertahap, sehingga meningkatkan aliran darah
maternal kedalam ruang intervillier secara bertahap pula. Selama fase transisi pada umur
kehamilan 10-14 minggu, dua pertiga dari plasenta primitif yang sudah terbentuk akan
menghilang, kavitas eksokoelomik hilang akibat pertumbuhan kantong amnion dan aliran
darah maternal meningkat secara bertahap pada seluruh bagian plasenta. Perubahan tersebut

memungkinkan darah maternal untuk mendekati jaringan fetus sehingga terjadi pertukaran
nutrien dan gas antara sirkulasi maternal dan fetus (Jauniaux dkk, 2000).

Berdasarkan evaluasi sirkulasi plasenta pada berbagai masa kehamilan dengan


menggunakan Doppler, tidak ditemukan sinyal nonpulsatile yang menunjukkan aliran darah
maternal intraplasenta dalam rongga intervilli hingga umur kehamilan 10 minggu. Salah satu
implikasi dari teori baru tersebut adalah bahwa kadar oksigen dalam plasenta janin stadium awal
sangat rendah dan meningkat ketika mendapatkan aliran darah dari ibu. Sebaliknya, pada
kehamilan muda dengan komplikasi, terlihat hipervaskularisasi pada plasenta jauh sebelum akhir
trimester pertama dengan pemetaan color flow. Pada kehamilan dengan komplikasi, invasi
endometrium oleh trofoblas ekstravilli sangat tebatas dibandingkan dalam keadaan normal.
Pembatasan (plugging) dengan arteri spiralis tidak sempurna dan dapat menjadi faktor
predisposisi pada onset awal sirkulasi maternal. Jaringan plasenta memiliki enzim antioksidan
dalam konsentrasi rendah dan aktifitas rendah selama trimester pertama sehingga menjadi sangat
rentan terhadap kerusakan yang dimediasi oksidatif. Ditemukan peningkatan tajam dari ekspresi
marker stres oksidatif pada trofoblas pada umur kehamilan 8 hingga 9 minggu yang berhubungan
dengan onset sirkulasi pada kehamilan normal dan berspekulasi bahwa stres oksidatif yang
berlebih pada plasenta dalam umur kehamilan muda mungkin merupakan faktor yang berperan
dalam patogenesis aborsi.
Peranan Katalase Pada Abortus Inkomplit
Katalase sebagai salah satu antioksidan endogen merupakan senyawa yang hemotetramer
dengan Fe sebagai kofaktor disandi oleh gen kromosom 11; mutasi pada gen ini dapat
menyebabkan akatalasemia. Katalase termasuk dalam golongan enzim hidroperoksidase karena

dapat mengkatalisis substrat hidrogen peroksida atau peroksida organik. Enzim ini dapat ditemui
dalam darah, sumsum tulang, membran mukosa, ginjal dan hati (Kumar dkk, 2008).
Apapun faktor yang terlibat dalam perlindungan katalase terhadap interaksi maternoplasenta, tujuan utama adalah untuk mengoptimalkan implantasi, plasentasi dan diikuti dengan
transformasi progresif dari arteri spiralis maternal yang vasoreaktif menjadi arteri utero-plasenta
yang flasid dan distensi yang dibutuhkan untuk mensuplai fetus yang sedang berkembang dan
plasentanya dengan jumlah darah maternal yang akan meningkat seiring dengan bertambahnya
umur kehamilan (Poston dkk, 2006).
Onset dari aliran darah maternal ke plasenta diduga merupakan fenomena yang progresif,
dimana komunikasi antara arteri uteroplasenta dan rongga intervilli berawal dari beberapa
pembuluh darah kecil dari akhir bulan kedua kehamilan. Dugaan ini didukung oleh temuan
angiografi in vivo yang menunjukkan hanya beberapa lokasi terbuka pada rongga intervilli yang
bisa diidentifikasi pada umur kehamilan 6,5 minggu, sedangkan pada umur kehamilan 12 minggu
lebih banyak ditemukan. Studi anatomi menunjukkan migrasi trofoblas dan perubahan morfologi
pada arteri uteroplasenta lebih luas terjadi pada bagian sentral dari plasenta (Eric dkk, 2003).
Metabolisme aerobik sangat berhubungan dengan pembentukan spesies oksigen reaktif
dan kecepatan pembentukannya sebanding dengan kadar oksigen. Kadar katalase dalam serum
dipengaruhi oleh banyak faktor. Kadar Katalase pada wanita hamil normal dikatakan lebih rendah
dari pada wanita 24 jam postpartum pada penelitian di rumah sakit Tama Nagayama Jepang
(Kodliwadmath , 2007).

Adrian, L., Eric, J., Joanne, H., Yi-Ping, Bao., Jeremy, S., Graham, J. 2000. Onset of Maternal
Arterial Blood Flow and Placental Oxidative Stress, A Possible Factor in human Early Pregnancy
Faillure. American Journal of Pathology, Vol.157, No.6, 2111-2122.
Eric, J., Joanne, H., Natalie, G., Graham, J. 2003. Trophoblastic Oxidative Stress in Relation to
Temporal and Regional Differences in Maternal Placental Bood Flow in Normal and Abnormal
Early Pregnancies. The American Journal of Pathology, Vol.162, No.1, pp.115125.
Jauniaux, E., Poston, L., Burton, G.J. 2006. Placental-Related Diseases of Pregnancy :
Involvement of Oxidative Stress and Implications in Human Evolution. Human Reproduction
Update 12(6):747-55.
Jauniaux, E., Watson, A.L., Hempstock, J., Bao, Y.P., Skepper, J.N., Burton, G.J. 2000. Onset of
Maternal Arterial Blood Flow and Placental Oxidative Stress- A Possible Factor in Human Early
Pregnancy Failure. The American Journal Of Pathology, 157:2111-2122.
Kodliwadmath, M.V., Sheela, M., Patil, S.B. 2007. Study Of Oxydative Stress And Enzymatic
Antioxidant In Normal Pregnancy.The Indian Journal Of Clinical Biochemistry, 22(1) 135-137
Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N., Aster, J.C., Hauth, J,C. 2008. Robbins and Cotran Pathologic
Basic of Disease. Eight edition. Cellular Adaptations,Cell Injury, and Cell Death, 1:16-18
Poston, L., Eric, J., Graham, J. 2006. Placental-Related Diseases of Pregnancy: Involvement of
Oxidative Stress and Implications in Human Evolution. Human Reproduction Update, vol.12,
No.6, pp.747-755.

Pencegahan
Pada serviks inkompeten, dilakukan operasi untuk mengecilkan ostium uteri pada kehamilan
12 minggu atau lebih sedikit. Dasar operasinya adalah memperkuat jaringan serviks yang
lemah dengan melingkari daerah ostium uteri internum dengan benang sutera atau dakron
yang tebal. Jika berhasil maka kehamilan dapat dilanjutkan sampai hampir cukup bulan dan
benang dipotong pada usia kehamilan 38 minggu. Operasi tersebut dapat dilakukan menurut
cara Shirodkar atau cara Mac Donald.104
104.Tien JC & Tan TYT. Non-surgical Interventions for Threatened and Recurrent
Miscarriages. Singapore Med J 2007; 48(12): 1074-1081

Anda mungkin juga menyukai