TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus
2.1.1 Definisi
The Joint National Community on Preventation, Detection evaluation and treatment of
High Blood Preassure dari Amerika Serikat dan badan dunia WHO dengan International Society
of Hypertension membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah seseorang tekanan
sistoliknya 140 mmHg atau lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau lebih atau sedang
memakai obat anti hipertensi.
Pada anak-anak, definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah lebih dari 95 persentil
dilihat dari umur, jenis kelamin, dan tinggi badan yang diukur sekurang-kurangnya tiga kali pada
pengukuran yang terpisah. The sixth Report of The joint national Committee on Prevention,
detection, Evaluation and Treatment of High Blood Presure (JNC VII) mengklasifikasikan
tekanan darah untuk orang dewasa menjadi enam kelompok yang terlihat seperti pada tabel 1
dibawah.
Tabel I. Klasifikasi tekanan darah untuk orang dewasa yang berusia 18 tahun
atau lebih.
TDD (mmHg)
Darah
Normal
Pre hipertensi
Stage 1 Hipertensi
Stage 2 Hipertensi
< 80
80 89
90 99
> 100
< 120
120 139
140 159
> 160
2.1.2 Epidemiologi
Hipertensi adalah masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi yang tidak terkontrol dapat
memicu timbulnya penyakit degeneratif, seperti gagal jantung congestive, gagal ginjal, dan
penyakit vaskuler. Hipertensi disebut silent killer karena sifatnya asimptomatik dan setelah
beberapa tahun menimbulkan stroke yang fatal atau penyakit jantung. Meskipun tidak
dapatdiobati, pencegahan dan penatalaksanaan dapat menurunkan kejadian hipertensi dan
1
penyakit yang menyertainya. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, diketahui
hampir seperempat (24,5%) penduduk Indonesia usia di atas 10 tahun mengkonsumsi makanan
asin setiap hari, satu kali atau lebih. Sementara prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai
31,7% dari populasi pada usia 18 tahun ke atas. Dari jumlah itu, 60% penderita hipertensi
berakhir pada stroke.
Sedangkan sisanya pada jantung, gagal ginjal, dan kebutaan. Pada orang dewasa, peningkatan
tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg menyebabkan peningkatan 60% risiko kematian akibat
penyakit kardiovaskuler.
Berdasarkan American Heart Association (AHA, 2001), terjadi peningkatan rata-rata
kematian akibat hipertensi sebesar 21% dari tahun 1989 sampai tahun 1999. Secara keseluruhan
kematian akibat hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%. Data Riskesdas menyebutkan
hipertensi sebagai penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, jumlahnya
mencapai 6,8% dari proporsi penyebab kematian pada semua umur di Indonesia.
Hipertensi perlu diwaspadai karena merupakan bahaya diam-diam. Tidak ada gejala atau
tanda khas untuk peringatan dini bagi penderita hipertensi. Selain itu, banyak orang merasa sehat
dan energik walaupun memiliki hipertensi. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2007, sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis.
2.1.3 Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: hipertensi
esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder atau hipertensi renal.
1) Hipertensi esensial
Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga
hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti
genetik, lingkungan, hiperaktifitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam
ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan resiko
seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia. Hipertensi primer biasanya timbul pada usia
30 50 tahun.
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5 % kasus. Penyebab spesifik
diketahui,
seperti
penggunaan
estrogen,
penyakit
ginjal,
hipertensi
vaskular
renal,
Secara umum, faktor risiko terjadinya hipertensi yang teridentifikasi antara lain :
a. Keturunan
Dari hasil penelitian diungkapkan bahwa jika seseorang mempunyai orang tua
atau salah satunya menderita hipertensi maka orang tersebut mempunyai risiko lebih
besar untuk terkena hipertensi daripada orang yang kedua orang tuanya normal (tidak
menderita hipertensi). Adanya riwayat keluarga terhadap hipertensi dan penyakit jantung
secara signifikan akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi pada perempuan
dibawah 65
b. Usia
Beberapa penelitian yang dilakukan, ternyata terbukti bahwa semakin tinggi usia
seseorang maka semakin tinggi tekanan darahnya.. Hal ini disebabkan elastisitas dindinG
pembuluh darah semakin menurun dengan bertambahnya usia. Sebagian besar hipertensi
terjadi pada usia lebih dari 65 tahun. Sebelum usia 55 tahun tekanan darah pada laki
laki lebih tinggi daripada perempuan. Setelah usia 65 tekanan darah pada perempuan
lebih tinggi daripada laki-laki. Dengan demikian, risiko hipertensi bertambah dengan
semakin bertambahnya usia.
c. Jenis kelamin
Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting dalam regulasi tekanan darah.
Sejumlah fakta menyatakan hormon sex mempengaruhi sistem rennin angiotensin. Secara
umum tekanan darah pada laki laki lebih tinggi daripada perempuan. Pada perempuan
risiko hipertensi akan meningkat setelah masa menopause yang mununjukkan adanya
pengaruh hormon.
d. Merokok
Merokok dapat meningkatkan beban kerja jantung dan menaikkan tekanan darah.
Menurut penelitian, diungkapkan bahwa merokok dapat meningkatkan tekanan darah.
Nikotin yang terdapat dalam rokok sangat membahayakan kesehatan, karena nikotin
dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah dan dapat
menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh darah. Nikotin bersifat toksik terhadap
jaringan saraf yang menyebabkan peningkatan tekanan darah baik sistolik maupun
diastolik, denyut jantung bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian
O2 bertambah, aliran darah pada koroner meningkat dan vasokontriksi pada pembuluh
darah perifer.
e. Obesitas
Kelebihan lemak tubuh, khususnya lemak abdominal erat kaitannya dengan
hipertensi. Tingginya peningkatan tekanan darah tergantung pada besarnya penambahan
berat badan.
penambahan berat badan tingkat sedang. Tetapi tidak semua obesitas dapat terkena
hipertensi. Tergantung pada masing masing individu. Peningkatan tekanan darah di atas
nilai optimal yaitu > 120 / 80 mmHg akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit
kardiovaskuler. Penurunan berat badan efektif untuk menurunkan hipertensi, Penurunan
berat badan sekitar 5 kg dapat menurunkan tekanan darah secara signifikan.
f. Stress
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalaui saraf simpatis yang
dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stres berlangsung lama
dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap. Pada binatang percobaan
dibuktikan bahwa pajanan terhadap stress menyebabkan binatang tersebut menjadi
hipertensi.
g. Aktifitas Fisik
Orang dengan tekanan darah yang tinggi dan kurang aktifitas, besar kemungkinan
aktifitas fisik efektif menurunkan tekanan darah. Aktifitas fisik membantu dengan
mengontrol berat badan. Aerobik yang cukup seperti 30 45 menit berjalan cepat setiap
hari membantu menurunkan tekanan darah secara langsung. Olahraga secara teratur dapat
menurunkan tekanan darah pada semua kelompok, baik hipertensi maupun normotensi.
h. Asupan
4
Asupan Natrium
Natrium adalah kation utama dalam cairan extraseluler konsentrasi serum normal
adalah 136 sampai 145 mEg / L, Natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan
dalam kompartemen tersebut dan keseimbangan asam basa tubuh serta berperan
dalam transfusi saraf dan kontraksi otot. Perpindahan air diantara cairan ekstraseluler
dan intraseluler ditentukan oleh kekuatan osmotik. Osmosis adalah perpindahan air
menembus membran semipermiabel ke arah yang mempunyai konsentrasi partikel tak
berdifusinya lebih
tinggi.
Natrium klorida pada cairan ekstraseluler dan kalium dengan zat zat organik
pada cairan intraseluler, adalah zat zat terlarut yang tidak dapat menembus dan
sangat berperan dalam menentukan konsentrasi air pada kedua sisi membran. Hampir
seluruh natrium yang dikonsumsi (3-7 gram sehari) diabsorpsi terutama di usus halus.
Mekanisme penngaturan keseimbangan volume pertama tama tergantung pada
perubahan volume sirkulasi efektif. Volume sirkulasi efektif adalah bagian dari
volume cairan ekstraseluler pada ruang vaskular yang melakukan perfusi aktif pada
jaringan.
Pada orang sehat volume cairan ekstraseluler umumnya berubah ubah sesuai
dengan sirkulasi efektifnya dan berbanding secara proporsional dengan natrium tubuh
total. Natrium diabsorpsi secara aktif setelah itu dibawa oleh aliran darah ke ginjal,
disini natrium disaring dan dikembalikan ke aliran darah dalam jumlah yang cukup
untuk mempertahankan taraf natrium dalam darah.
Kelebihan Na yang jumlahnya mencapai 90 99% dari yang dikonsumsi,
dikeluarkan melalui urin. Pengeluaran urin ini diatur oleh
hormone
aldosteron
Aldosteron
tinggi
bila konsumsi tinggi dan rendah bila konsumsi rendah. Garam dapat memperburuk
hipertensi pada orang secara genetik sensitif terhadap natrium, misalnya seperti:
orang Afrika-Amerika, lansia, dan orang hipertensi atau diabetes.
Asosiasi jantung Amerika menganjurkan setiap orang untuk membatasi asupan
garam tidak lebih dari 6 gram per hari. Pada populasi dengan asupan natrium lebih
dari 6 gram per hari, tekanan darahnya meningkat lebih cepat dengan meningkatnya
5
usia, serta kejadian hipertensi lebih sering ditemukan. Hubungan antara retriksi garam
dan pencegahan hipertensi masih belum jelas. Namun berdasarkan
studi
epidemiologi diketahui terjadi kenaikan tekanan darah ketika asupan garam ditambah.
Asupan Kalium
Kalium merupakan ion utama dalam cairan intraseluler, cara kerja kalium adalah
asupan tinggi kalium tekanan darah dan prevalensi hipertensi lebih rendah
Asupan Magnesium
Magnesium merupakan inhibitor yang kuat terhadap kontraksi vaskuler otot halus
dan diduga berperan sebagai vasodilator dalam regulasi tekanan darah. The Joint
national Committee on Prevention, detection, Evaluation and Treatment of High
Blood Pressure (JNC) melaporkan bahwa terdapat hubungan timbal balik antara
magnesium dan tekanan darah. Sebagian besar penelitian klinis menyebutkan,
suplementasi magnesium tidak
dimungkinkan karena adanya efek pengganggu dari obat anti hipertensi. Meskipun
demikian, suplementasi magnesium direkomendasikan untuk mencegah kejadian
hipertensi.
6
Kalsium
Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara diet kalsium dengan prevalensi hipertensi. Hubungan diet kalsiun dengan
hipertensi tampak pada perempuan ras Afrika Amerika. Peningkatan konsumsi per
hari (untuk total asupan kalsium 1500 mg per hari) tidak memberikan pengaruh
terhadap tekanan darah pada laki-laki. Dengan demikian, peran suplementasi kalsium
untuk mencegah hipertensi tidak terbukti. Namun, JNC VI merekomendasikan
peningkatan asupan kalium, magnesium dan kalsium untuk pencegahan dan
pengelolaan hipertensi.
beda. Kadang-kadang hipertensi esensial berjalan tanpa gejala, dan baru timbul gejala setelah
terjadi komplikasi pada organ target seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung. Perjalanan
penyakit hipertensi sangat berlahan. Penderita hipertensi mungkin tidak menunjukkan gejala
selama bertahun tahun. Masa laten ini menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi
kerusakan organ yang bermakna. Terdapat gejala biasanya hanya bersifat spesifik, misalnya sakit
kepala atau pusing. Gejala lain yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah marah, telinga
berdengung, rasa berat di tungkuk, sukar tidur, dan mata berkunang-kunang. Apabila hipertensi
tidak diketahui dan dirawat dapat mengakibatkan kematian karena payah jantung, infark
miokardium, stroke atau gagal ginjal. Namun deteksi dini dan parawatan hipertensi dapat
menurunkan jumlah morbiditas dan mortalitas.
2.1.7 Penatalaksanaan hipertensi
a. Penatalaksanaan farmakologis
a. Diuretic. Obat golongan ini bekerja dengan mengeluarkan cairan tubuh melalui
urin. Dengan begitu kerja jantung menjadi lebih ringan. Contoh diuretic adalah
hidroklortiazid (HCT) dan furosemide.
b. Penghambat enzim pengubah angiotensin (ACE). Obat golongan ini akan
melebarkan pembuluh darah sehingga kerja jantung lebih mudah dan effisien.
Contohnya adalah captopril, dan lisinopril.
c. Antagonis reseptor angiotensin II. Bekerja dengan cara yang sama dengan
penghambat ACE. Contohnya, losartan dan irbesartan.
d. Beta bloker. Bekerja dengan cara mengurangi detak jantung sehingga tekanan
darah menjadi turun. Contohnya propanolol.
e. Antagonis kalsium. Bekerja dengan cara mengurangi daya pompa jantung dengan
menghambat kontraksi jantung. Contohnya nifedipin.
Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2003, diabetes melitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes
9
berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh,
terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah.
2.2.2
Klasifikasi
Klasifikasi Etiologi Diabetes Melitus (ADA 2003)
a. Diabetes Melitus Tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut) :
Proses imunologik
Idiopatik
b. Diabetes Melitus Tipe 2 (bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang predominan sekresi insulin bersama resistensi
insulin).
c. Diabetes Melitus Tipe Lain
DNA mitokondria
Pankreatitis
Trauma/pankreatektomi
Neoplasma
10
Cystik fibrosis
Hemochromatosis
Endokrinopati
Akromegali
Sindrom Cushing
Feokromositoma
Hipertiroidisme
2.2.3
Etiologi
Etiologi dari DM dapat tejadi karena berbagai aspek seperti disebabkan oleh munculnya
fenomena autoimunitas, yang disebabkan oleh adanya mutasi akibat insersi virus variola,
coxsackie B4, rubela ataupun paparan zat kimia yang bersifat sitotoksik nitrofenilurea atau
11
sianida dari singkong basi, hal ini yang terjadi pada DM type I. Pada DM type II terjadi kelainan
genetik pada kromosom 7, 12 & 20 yang menyebabkan insufisiensi enzim glukokinase dan
penurunan ekspresi gen hepatocyt nuclear factor 1 alpha dan 4 alpha yang dapat menghambat
sintesa proinsulin.
2.2.4 Patofisiologi
a. Diabetes Mellitus tipe I ( IDDM )
DM tipe I ( IDDM ) atau DM bergantung insulin, biasanya disebabkan oleh
munculnya fenomena autoimunitas, dimana telah terjadi molecular mimicry dari selsel beta pankreas (langerhans) yang disebabkan oleh adanya mutasi akibat insersi
virus variola, coxsackie B4, rubella ataupun paparan zat kimiawi yang bersifat
sitotoksik nitrofenilurea, atau sianida dari singkong basi. Mutasi yang tejadi pada
genom sel beta langerhans di pankreas akan menyebabkan terjadinya kelainan
ekspresi protein yang disandi oleh gen-gen yang terletak di kromosom 6 baik lengan
panjang maupun di sentromer. Pada lengan p atau panjang terdapat gen-gen yang
menyandi HLA A, B8 dan B18 serta Cw3 sedangkan pada sentromer disandi HLA
DR3 dan DR4. Pada IDDM terjadi defisiensi insulin yang berat, sehingga penderita
memerlukan terapi insulin untuk menghindari terjadinya ketoasidosis.
b. Diabetes Mellitus tipe II ( NIDDM )
Pada DM tipe II ( NIDDM ) atau DM tidak bergantung insulin, paling sedikit ada
dua kondisi patologis. Pertama, adanya penurunan kemampuan insulin untuk
berfungsi pada jaringan perifer untuk menstimulasi metabolisme glukosa dan
menghambat pengeluaran glukosa dari hati, suatu keadaan yang dinamakan resistensi
insulin. Obesitas menyebabkan resistensi insulin dan obesitas merupakan faktor
resiko utama terjadinya NIDDM. Kedua, ketidak mampuan kelenjar endokrin
dipankreas untuk mengkompensasi secara penuh penanganan resistensi insulin ini
(defisiensi insulin relatif ).
Pada DM tipe II didapat kelainan kromosomal 7, 12, 20, dimana kelainan
kromosomal 7 mengakibatkan terjadinya insufisiensi enzim glukokinase sehingga
terjadi hambatan pada proses stimulasi sel beta langerhans di pankreas. Kelainan
12
DM tipe 2
Nama Lama
DM Juvenil
DM dewasa
Umur (th)
Keadaan
Klinik
Berat
Ringan
saat diagnosis
2.2.5
Kadar Insulin
Berat Badan
Biasanya kurus
Pengobatan
Gejala Klinis
a. Gejala khas:
Poliuri
13
Diet,olahraga,tablet,Insulin
Polidipsi
Polifagi
2.2.6
Kesemutan
Keputihan
Penglihatan kabur
Cepat lelah
Diagnosis
a. Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring berguna untuk menyaring pasien DM, TGT (toleransi
glukosa terganggu), dan GDPT (glukosa darah puasa terganggu), sehingga kemudian
dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Peran aktif para pengelola kesehatan
sangat diperlukan agar deteksi DM dapat ditegakkan sedini mungkin dan pencegahan
sekunder dapat segera diterapkan. Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada
kelompok dengan salah satu faktor risiko untuk DM, yaitu:
Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM
(mg/dl)
Bukan DM
Kadar glukosa darah
<
Belum pasti DM
110 110
DM
199 200
sewaktu(mg/dl)
Plasma vena
< 90
90 199
darah kapiler
15
200
<
110 110
125 126
puasa(mg/dl)
Plasma vena
darah kapiler
2.2.7
< 90
90 109
110
ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosis DM harus
diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis
DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan
bahan darah plasma vena.
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa
poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur
dan impotensia pada pasien pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas,
pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.
Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan
diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang
baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis klinis DM.
Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapatkan sekali lagi angka abnormal, baik kadar
glukosa darah puasa > 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl pada hari yang lain,
atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca
pembebanan > 200 mg/dl.
Cara Pelaksanaan TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral) :
(tiga) hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat cukup). Kegiatan
jasmani seperti yang biasa dilakukan
Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum air putih
diperbolehkan
Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok
Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain, kecuali
untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti
ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat.
** Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik. Untuk penelitian
epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria diagnostik kadar
glukosa darah puasa. Untuk DM Gestasional juga dianjurkan kriteria diagnostik
yang sama.
2.2.8
Tata Laksana
Ada empat cara pengelolaan DM :
a. Edukasi
b. Perencanaan makan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu :
Karbohidrat sebanyak
60 70 %
Protein sebanyak
10 15 %
17
Lemak sebanyak
20 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan
kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori dipakai
rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga didapatkan:
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori basal
yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian ditambah
untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja berat). Koreksi status gizi
(gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress akut sesuai
dengan kebutuhan.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam
beberapa porsi yaitu :
20%
30%
25%
c. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30
menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta.
18
Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olehraga
sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging.
d. Intervensi farmakologis
a) Obat Hipoglikemik
Sulfonilurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :
dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.
Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan
orangtua karena resiko hipoglikema yang berkepanjangan, demikian juga
gibenklamid. Glukuidon juga dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi
hati atau ginjal.
Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin. Sebagai obat
tunggal dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih
(imt 27-30) dapat juga dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea
Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dan
dinaikkan perlahan lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Bila
sulfonylurea atau metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapi tidak
tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi
sulfonylurea dan insulin.
2.2.9
Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang termasuk
kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita, tetapi berpotensi untuk
menderita DM. Tentu saja untuk pencegahan primer ini harus dikenal faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap timbulnya DM dan upaya yang perlu dilakukan untuk
menghilangkan faktor-faktor tersebut.
Penyuluhan sangat penting perannya dalam upaya pencegahan primer.
Masyarakat luas melalui lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial lainnya harus
diikutsertakan. Demikian pula pemerintah melalui semua jajaran terkait seperti
Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan perlu memasukkan
upaya pencegahan primer DM dalam program penyuluhan dan pendidikan kesehatan.
Sejak masa prasekolah hendaknya telah ditanamkan pengertian tentang pentingnya
kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang sehat, menjaga badan agar tidak
terlalu gemuk, dan risiko merokok bagi kesehatan .
b. Pencegahan Sekunder
20
2.2.10 Komplikasi
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi komplikasi akut dan menahun.
a. Komplikasi akut :
ketoasidosis diabetik
hipoglikemia
b. Komplikasi menahun
Retinopati diabetik
Nefropati diabetik
Neuropati Diabetik
Rentan infeksi, seperti misalnya tuberkulosis paru, ginggivitis, dan infeksi saluran
kemih
darah
puasa 80 109
Sedang
Buruk
110 139
>140
(mg/dl)
22
Glukosa
darah
160 199
>200
(mg/dl)
Hb A1c (%)
4 - 5,9
68
>8
< 200
200 239
>240
130 159
>160
Dengan PJK
< 100
100 129
>130
> 45
35 45
< 35
200 249
>250
>200
Kolesterol
LDL
tanpa PJK
< 150
150 199
BMI = IMT
18,5 - 22,9
23 25
>
25
atau
< 18,5
wanita
Pria
20 - 24,9
25 27
< 140/90
140 160
> 160/95
/ 90 95
BAB III
23