dapatkan atau karena seorang wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu kepada apa
yang ditujunya. (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa semua amalan apakah itu amalan baik maupun buruk, maka pasti
diiringi dengan niat. Jika seseorang berniat melakukan amalan yang hukum asalnya mubah
dengan niat yang baik, maka dia diberi pahala dengan niatnya tersebut. Jika ia berniat dengan
maksud yang buruk, maka ia akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan.
Tempat Niat
Tempat niat adalah di dalam hati, dan An Nawawi berkata,Tidak ada khilaf dalam hal ini. Ibnu
Taimiyyah mengatakan,Niat tidaklah dilafadzkan. . Dan jelas bagi kita bahwa niat adalah
amalan hati dan bukan amalan dzahir. Adapun melafadzkan niat, maka tidak dicontohkan oleh
Nabi shalallahu alaihi wa sallam , tidak pula para sahabat beliau, dan tidak terdapat hadits dari
Nabi shalallahu alaihi wa sallam yang menjelaskan bahwa jika beliau hendak shalat atau
berwudhu beliau mengucapkan, Nawaitu an ushalli(aku berniat untuk sholat) atau
Nawaitu an atawadhdha(Aku berniat untuk wudhu) atau Nawaitu an aghtasil(Aku
berniat untuk mandi) dan sebagainya.
Beribadah dengan Niat Mendapatkan Perkara Dunia
Perlu diketahui bahwasanya amalan ibadah ada dua macam:
1. Amalan yang wajib diniatkan untuk Allah dan tidak boleh terbetik dalam hati pelakunya
untuk mendapatkan balasan berupa perkara dunia sama sekali. Mayoritas amalan ibadah
adalah demikian, semisal: shalat, zakat, dzikir, dan sebagainya.
2. Amalan ibadah yang Allah subhanahu wa taala menyebutkan balasannya di dunia
dengan tujuan untuk memotivasi. Misalnya adalah sabda Nabi shalallahualaihi wa
sallam,Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka
hendaklah bersilaturahim. (Muttafaqun alaih)
Barangsiapa yang menginginkan balasan dunia dalam keadaan meyakini bahwa itulah motivasi
dari Allah, maka diperbolehkan. Karena tidaklah Allah memotivasi dengan balasan dunia,
kecuali Allah mengijinkan hal tersebut menjadi hal yang dicari dan dituntut. Oleh karena itu
barangsiapa bersilaturahim dengan mengharap wajah Allah dan juga menginginkan balasan di
dunia dengan banyaknya rizki serta dipanjangkan umurnya, maka hukumnya boleh.
Jika telah jelas bahwa orang yang demikian tidak dihukumi sebagai musyrik, lalu yang menjadi
pertanyaan adalah apakah sama orang yang bersilaturahim dengan niat mendapat balasan dunia
disamping ia meniatkannya karena Allah dibandingkan orang yang hanya meniatkannya untuk
Allah dan tidak menginginkan balasan dunia? Jawabannya adalah tidak sama. Pahalanya akan
berbeda. Barangsiapa yang niatnya ikhlas karena Allah maka pahalanya akan bertambah besar
sebanding dengan menguatnya keikhlasan. (Syarah Al Arbain An Nawawiyyah fil Ahadits Ash
Shahihah an Nabawiyyah Majmuatul Ulama- hal.34-35)
Ketika Niat Ikhlas Tercampur Riya
dan pelakunya diberi pahala. (Al Aqd Ats Tsamiin fi Syarhi Mandzumah Asy Syaikh Ibnu
Utsaimin fi Ushuulil Fiqhi wa Qawaaidihi hal.214-215) [Rizki Amipon Dasa]