Anda di halaman 1dari 14

Etiologi Syok Anafilaksis

Banyak material yang dapat menyebabkan terjadinya syok anafilaksis, yaitu :


1. Protein heterolog dalam bentuk hormon seperti : Insulin, vasopressin, paratohormone
2. Enzim : Tripsin, kimotripsin, penisilinase, streptokinase
3. Bahan-bahan tumbuhan :Alang-alang, rumput, pohon
4. Bahan-bahan bukan tumbuhan : Kutu, bulu anjing dan kucing, dan hewan uji coba laboratorium
5. Makanan : Susu, telur, ikan laut, kacang,padi-padian, biji-bijian, gelatin pada kapsul
6. Antiserum : Antilimsofitik Gamma Globulin
7. Protein yang berhubungan dengan pekerjaan : Bahan latex karet
8. Racun serangga : Sengatan lebah penyengat, lebah madu,semut api
9. Polisakarida seperti dextram dan thiomerosal pada bahan pengawet
10. Golongan protamin dan antibiotika : Golongan Penisilin, amfotericin B, nitrofurantoin, golongan
kuinolon
11. Anastesi lokal : Prokain, lidokain
12. Relaksan otot : Suxamethonium, gallamine, pancuronium
13. Vitamin : Thiamin, asam folat
14. Agen untuk diagnostik : Sodium dehidrokolat, sulfobromophthalein
15. Bahan kimia yang berhubungan dengan pekerjaan : Etilen oksida
Dengan melihat ada begitu banyak alergen yang dapat menyebabkan atau mencetuskan syok
anafilaksis, maka dari itu, khusus untuk pemberian terapi (obat-obatan) sebaiknya dilakukan

skin test terlebih dahulu untuk mencegah terjadinya syok anafilaksis tersebut. Teknik
pelaksanaan skin test, antara lain :
a. Fiksasi daerah follar antebrachi
b. Suntikkan 0,02 ml intra-kutan, obat yang akan digunakan dalam pengobatan nantinya
c. Lalu buat lingkaran dengan diameter 2 cm mengelilingi daerah suntikan
d. Tunggu 15 menit untuk melihat apakah terjadi pembesaran melebihi daerah lingkaran yang
dibuat (dianggap dapat mengkibatkan anafilaksis bila lingkaran kemerahan akibat suntikan
mencapai 1 inci = 2,54 cm)
Patogenesis
Berbagai manifestasi klinis yang timbul dalam reaksi yang muncul dalam reaksi anafilaktik
pada umumnya disebabkan oleh pelepasan mediator oleh mastosit/ basofil baik yang timbul
segera (yang timbul dalam beberapa menit) maupun yang timbul belakangan ( sesudah beberapa
jam).
Dari berbagai perangsang yang dapat menyebabkan pelepasan mediatornya, mekanismenya
dapat melalui reaksi yang dimediasi IgE (IgE mediated anaphylaxis). Pada pajanan alergen,
alergen ditangkap oleh APC (Antigen Presenting Cell) seperti makrofag, sel dendritik, sel
langerhans, atau yang lain. Kemudian antigen tersebut dipersembahkan bersama beberapa sitokin
ke sel T-Helper melalui MHC kelas II. Sel T-Helper kemudian aktif dan mengeluarkan sitokin
yang merangsang sel B melakukan memori, proliferasi dan peralihan menjadi sel plasma yg
kemudian menghasilkan antibodi termasuki IgE lalu melekat pada permukaan basofil, mastosit
dan sel B sendiri. Apabila di kemudian hari terjadi pajanan ulang dengan alergen yang sama
maka alergen itu akan ditangkap oleh IgE terutama yang melekat pada mastosit/basofil, ikatan
alergen dengan IgE spesifiknya ini akan merangsang mastosit/basofil mengeluarkan mediator,

baik yang segera maupun yang lambat. Mediator tersebut menyebabkan dilatasi venula,
peningkatan permeabilitas kapiler, bronkospasme, kontraksi otot polos dan dilatasi arteriol
sehingga timbul manifestasi klinik reaksi anafilaktik berupa urtikaria, angioedema, edema laring,
asma, mual/muntah, kram usus, dan renjatan yang bisa menyebabkan kematian tiba-tiba. Reaksi
inilah yang sebenarnya disebut reaksi anafilaktik.
Gambaran klinik
Gambaran klinis anafilaksis sangat bervariasi baik cepat dan lamanya reaksi maupun luas
dan beratnya reaksi. Reaksi dapat mulai dalam beberapa detik atau menit sesudah terpajan
alergen dan gejala ringan dapat menetap sampai 24 jam meskipun diobati. Gejala dapat dimulai
dengan gejala prodormal baru menjadi berat, tetapi kadang-kadang langsung berat. Gejala dapat
terjadi segera setelah terpapar dengan antigen, yang dapat terjadi pada satu atau lebih organ
target, antara lain kardiovaskuler, respirasi, gastrointestinal, kulit, mata, susunan saaraf pusat dan
sistem saluran kencing. Keluhan yang sering dijumpai pada fase permulaan ialah rasa takut,
perih dalam mulut, gatal pada mata dan kulit, panas dan kesemutan pada tungkai, sesak, serak,
mual, pusing, lemas dan sakit perut.
Gejala yang timbul pada organ ialah :
-

Kardiovaskuler
Dapat terjadi sentral maupun perifer. Gangguan pada sirkulasi perifer dapat dilihat dari
pucat dan ekstremitas dingin. Selain itu kurangnya pengisian vena perifer lebih bermakna
dibandingkan penurunan tekanan darah. Dapat pula terjadi tekanan darah rendah, vena perifer
kolaps, CVP rendah, palpitasi, takikardi, hipotensi, aritmia, penurunan volume efektif plasma,
nadi cepat dan halus sampai tidak teraba, renjatan, pingsan, pada EKG dapat ditemukan aritmia,
T mendatar atau terbalik, irama nodal, fibrilasi ventrikel sampai asistol.

Respirasi
Dapat terjadi pernapasan cepat dan dangkal, rhinitis, bersin, gatal dihidung, batuk , sesak,
mengi, stridor, suara serak, gawat napas, takipnea sampai apnea, kongesti hidung, edema dan
hiperemi mukosa, obstuksi jalan napas, bronkospasme, hipersekresi mukus, wheezing dispnea,
dan kegagalan pernafasan.

Gastrointestinal
Kram perut karena kontraksi dan spasme otot polos intestinal. Mual, muntah, sakit perut, diare.

Kulit : Pruritus, urtikaria, angioedema, eritema.

Mata : Gatal , lakrimasi, merah, bengkak.

Susunan saraf pusat : Disorientasi, halusinasi, rasa logam, kejang, koma.

Sistem saluran kencing : Produksi urin berkurang.


Kematian dapat disebabkan oleh gagal napas, aritmia ventrikel atau renjatan yang irreversible.
Selain beberapa gangguan pada beberapa sistem organ, Manifestasi klinik syok Anafilaksis
masih dibagi dalam derajat berat ringannya, yaitu sebagai berikut :

a.

Ringan
1. Kesemutan perifer, sensasi hangat, rasa sesak dimulut dan tenggorok.
2. Kongesti hidung, pembengkakan periorbital, pruritus, bersin-bersin, mata berair.
3. Awitan gejala-gejala dimulai dalam 2 jam pertama setelah pemajanan.

b.

Sedang
1. Dapat mencakup semua gejala-gejala ringan ditambah bronkospasme dan edema
jalan nafas atau laring dengan dispnea, batuk dan mengi.

2. Wajah kemerahan, hangat, ansietas dan gatal-gatal.


3. Awitan gejala-gejala sama dengan reaksi ringan.
c.

Parah
1. Awitan yang sangat mendadak dengan tanda-tanda dan gejala-gejala yang sama
seperti yang telah disebutkan diatas disertai kemajuan yang pesat kearah
bronkospame, edema laring, dispnea berat dan sianosis.
2. Disfagia, keram pada abdomen, muntah, diare dan kejang-kejang.
3. Henti jantung dan koma jarang terjadi.
Secara sederhana gajala & tanda syok anafilaktik tertera pada tabel dibawah ini :
Tanda dan gejala
Tekanan darah
Tekanan nadi
Denyut nadi
Isi nadi
Vasokonstriksi perifer
Suhu kulit
Warna
Tekanan vena sentral
Diuresis
EKG
Foto paru
Diagnosis Banding

Keterangan
Turun sampai sangat turun
Turun sampai sangat turun
Meningkat sampai sangat meningkat
Normal atau kecil
Meningkat
Dingin
Normal atau pucat
Normal atau rendah
Tidak ada
Normal
Normal

Beberapa keadaan dapat menyerupai reaksi anafilaktik, seperti :


1.

Reaksi vasovagal
Reaksi vasovagal sering dijumpai setelah pasien mandapat suntikan. Pasien tampak pingsan,
pucat dan berkeringat. Tetapi dibandingkan dengan reaksi anafilaktik, pada reaksi vasovagal

nadinya lambat dan tidak terjadi sianosis. Meskipun tekanan darahnya turun tetapi masih mudah
diukur dan biasanya tidak terlalu rendah seperti anafilaktik.
2.

Infark miokard akut


Pada infark miokard akut gejala yang menonjol adalah nyeri dada, dengan atau tanpa penjalaran.
Gejala tersebut sering diikuti rasa sesak tetapi tidak tampak tanda-tanda obstruksi saluran napas.
Sedangkan pada anafilaktik tidak ada nyeri dada.

3.

Reaksi hipoglikemik
Reaksi hipoglikemik disebabkan oleh pemakaian obat antidiabetes atau sebab lain. Pasien
tampak lemah, pucat, berkeringat, sampai tidak sadar. Tekanan darah kadang-kadang menurun
tetapi tidak dijumpai tanda-tanda obstruksi saluran napas. Sedangkan pada reaksi anafilaktik
ditemui obstruksi saluran napas.
4.

Reaksi histeris
Pada reaksi histeris tidak dijumpai adanya tanda-tanda gagal napas, hipotensi, atau sianosis.
Pasien kadang-kadang pingsan meskipun hanya sementara. Sedangkan tanda-tanda diatas
dijumpai pada reaksi anafilaksis.

5.

Carsinoid syndrome
Pada syndrom ini dijumpai gejala-gejala seperti muka kemerahan, nyeri kepala, diare, serangan
sesak napas seperti asma.

6.

Chinese restaurant syndrome


Dapat dijumpai beberapa keadaan seperti mual, pusing, dan muntah pada beberapa menit setelah
mengkonsumsi MSG lebih dari 1gr, bila penggunaan lebih dari 5gr bisa menyebabkan asma.

Namun tekanan darah, kecepatan denyut nadi, dan pernapasan tidak berbeda nyata dengan
mereka yang diberi makanan tanpa MSG.
7.

Asma bronchial
Gejala-gejalanya dapat berupa sesak napas, batuk berdahak, dan suara napas yang berbunyi ngikngik. Dan biasanya timbul karena faktor pencetus seperti debu, aktivitas fisik, dan makanan, dan
lebih sering terjadi pada pagi hari.

8.

Rhinitis alergika
Penyakit ini menyebabkan gejala seperti pilek, bersin, buntu hidung, gatal hidung yang hilangtimbul, mata berair yang disebabkan karena faktor pencetus, mis. debu, terutama di udara
dingin.dan hampir semua kasus asma diawali dengan RA.
Terapi Syok Anafilaksis
1. Penderita langsung dibaringkan.
2. Pemberian oksigen dimana dapat dipertimbangkan intubasi endotrakheal.
3. Diberikan larutan salin (cairan IVFD Ringer Laktat atau NaCl 0,9%) untuk mengisi
kekurangan cairan pada pembuluh darah yang melebar. Juga ditambahkan nutrisi dengan
Dextrosa 5%.

4. Diberikan suntikan adrenalin IM/SK 0,3 0,5 ml larutan 1:1000 bila keadaan ringan,
ulangi setiap 5 10 menit bila keadaan parah.
5. Dapat juga diberikan adrenalin secara IV yaitu 3 5 ml IV larutan 1 : 10000
6. Bisa diberikan obat alternatif seperti :
a. Aminofilin bila ada bronkospasme dengan dosis 5 6 mg/kg perinfus selama 20
menit dan dilanjutkan 0,4 0,9 mg/kg/jam.
b. Kortikosteroid/hidrokortison , IV 100-200 mg untuk mencegah relaps.
c. Antihistamin IV seperi difenhidramin 50 100 mg IM/IV, namun kurang efektif
terlebih apabila penanganan syok sudah teratasi.

Profilaksis Syok Anafilaksis


Pencegahan syok anafilaksis merupakan langkah terpenting dalam setiap pemberian obat,
tetapi ternyata tidaklah mudah untuk dilaksanakan. Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan,
antara lain :
1. Pemberian obat harus benar benar atas indikasi yang kuat dan tepat.
2. Individu yang mempunyai riwayat penyakit asma dan orang yang mempunyai riwayat alergi
terhadap banyak obat, mempunyai resiko lebih tinggi terhadap kemungkinan terjadinya syok
anafilaksis.

3. Penting menyadari bahwa tes kulit negatif, pada umumnya penderita dapat mentoleransi
pemberian obat obat tersebut, tetapi tidak berarti pasti penderita tidak akan mengalami reaksi
anafilaksis. Orang dengan tes kulit negatif dan mempunyai riwayat alergi positif mempunyai
kemungkinan reaksi sebesar 1-3% dibandingkan dengan kemungkinan terjadinya reaksi 60%,
bila tes kulit positif.
4. Yang paling utama adalah harus selalu tersedia obat penawar untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya reaksi anfilaksis atau anafilaktoid serta adanya alat alat bantu resusitasi kegawatan.

Daftar pustaka :
http ://www.blogdokter.net/2010/06/20/memagami-tanda-dan-gejala-syok-anafilaktik
http ://darryltanod.blogspot.com/2009/02/anaphylactic-shock-syok-anafilaktik.html

Patofisiologi
Coomb dan Gell (1963) mengelompokkan anafilaksis dalam hipersensitivitas tipe I (Immediate
type reaction). Reaksi hipersensitivitas tipe I diklasifikasikan menjadi reaksi atopi dan non-atopi.
Kelainan atopi biasanya menyerang kulit atau traktus respiratorius contohnya pada rhinitis alergi,
dermatitis atopi, dan asma alergi. Kelainan hipersensitivitas non-atopi contohnya urtikaria,
angioedema, dan anafilaksis. Ketika reaksi yang terjadi ringan, maka hanya akan menyerang
kulit (urtikaria) atau jaringan subkutan (angioedema), namun ketika reaksi yang terjadi berat
maka akan berakibat menyeluruh (generalisata) dan bersifat life-threatening medical emergency
(anafilaksis). Mekanisme anafilaksis melalui 2 fase, yaitu fase sensitisasi dan aktivasi. Fase
sensitisasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh
reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil.
Sedangkan fase aktivasi merupakan waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen
yang sama sampai timbulnya gejala.
Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan ditangkap oleh
Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana ia
akan mensekresikan sitokin (IL4, IL13) yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel

Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi Ig E spesifik untuk antigen tersebut kemudian
terikat pada reseptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.
Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi pada
paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang
sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan
mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain
dari granula yang di sebut dengan istilah preformed mediators.

Gambar 1 : Patofisiologi Reaksi Anafilaksis

Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel yang akan
menghasilkan leukotrien (LT) dan prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah
degranulasi yang disebut newly formed mediators. Fase Efektor adalah waktu terjadinya respon
yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan
aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi,
meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mucus, dan
vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin menyebabkan
kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek bronkospasme dan meningkatkan
permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik
eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin leukotrien yang dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi.
Vasodilatasi pembuluh darah yang terjadi mendadak menyebabkan terjadinya fenomena
maldistribusi dari volume dan aliran darah. Hal ini menyebabkan penurunan aliran darah balik
sehingga curah jantung menurun yang diikuti dengan penurunan tekanan darah. Kemudian
terjadi penurunan tekanan perfusi yang berlanjut pada hipoksia ataupun anoksia jaringan yang
berimplikasi pada keaadan syok yang membahayakan penderita. Hipotensi dan syok dapat
terjadi sebagai akibat dari kehilangan volume intravaskular, vasodilatasi, dan disfungsi miokard.

Peningkatan permeabilitas vaskuler dapat menyebabkan pergeseran 50 % volume vaskuler ke


ruang extravaskuler dalam 10 menit.
Gambar 2 : Patofisiologi Reaksi Anafilaksis
4 Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis anafilaksis sangat bervariasi. Secara klinik terdapat 3 tipe dari reaksi
anafilaktik, yaitu reaksi cepat yang terjadi beberapa menit sampai 1 jam setelah terpapar dengan
alergen; reaksi moderat terjadi antara 1 sampai 24 jam setelah terpapar dengan alergen; serta
reaksi lambat terjadi lebih dari 24 jam setelah terpapar dengan alergen.

Gejala dapat dimulai dengan gejala prodormal baru menjadi berat, tetapi kadangkadang langsung berat. Berdasarkan derajat keluhan, anafilaksis juga dibagi dalam
derajat ringan, sedang, dan berat. Derajat ringan sering dengan keluhan kesemutan
perifer, sensasi hangat, rasa sesak di mulut dan tenggorok. Dapat juga terjadi
kongesti hidung, pembengkakan periorbital, pruritus, bersin- bersin, dan mata
berair. Awitan gejala-gejala dimulai dalam 2 jam pertama setelah pemajanan. Derajat

sedang dapat mencakup semua gejala-gejala ringan ditambah bronkospasme dan edema jalan
nafas atau laring dengan dispnea, batuk dan mengi. Wajah kemerahan, hangat, ansietas, dan
gatal-gatal juga sering terjadi. Awitan gejala-gejala sama dengan reaksi ringan. Derajat berat
mempunyai awitan yang sangat mendadak dengan tanda-tanda dan gejala-gejala yang sama
seperti yang telah disebutkan diatas disertai kemajuan yang pesat kearah bronkospame, edema
laring, dispnea berat, dan sianosis. Bisa diiringi gejala disfagia, keram pada abdomen, muntah,
diare, dan kejang-kejang. Henti jantung dan koma jarang terjadi. Kematian dapat disebabkan
oleh gagal napas, aritmia ventrikel atau renjatan yang irreversible.
Gejala dapat terjadi segera setelah terpapar dengan antigen dan dapat terjadi pada
satu atau lebih organ target, antara lain kardiovaskuler, respirasi, gastrointestinal,
kulit, mata, susunan saraf pusat dan sistem saluran kencing, dan sistem yang lain.
Keluhan yang sering dijumpai pada fase permulaan ialah rasa takut, perih dalam
mulut, gatal pada mata dan kulit, panas dan kesemutan pada tungkai, sesak, serak,
mual, pusing, lemas dan sakit perut.

Pada mata terdapat hiperemi konjungtiva, edema, sekret mata yang berlebihan. Pada rhinitis
alergi dapat dijumpai allergic shiners, yaitu daerah di bawah palpebra inferior yang menjadi
gelap dan bengkak. Pada kulit terdapat eritema, edema, gatal, urtikaria, kulit terasa hangat atau
dingin, lembab/basah, dan diaphoresis.
Pada sistem respirasi terjadi hiperventilasi, aliran darah paru menurun, penurunan saturasi
oksigen, peningkatan tekanan pulmonal, gagal nafas, dan penurunan volume tidal. Obstruksi
saluran napas yang komplit adalah penyebab kematian paling sering pada anafilaksis. Bunyi
napas mengi terjadi apabila saluran napas bawah terganggu karena bronkospasme atau edema
mukosa.
Keadaan bingung dan gelisah diikuti pula oleh penurunan kesadaran sampai terjadi
koma merupakan gangguan pada susunan saraf pusat. Pada sistem kardiovaskular

terjadi hipotensi, takikardia, pucat, keringat dingin, tanda-tanda iskemia otot


jantung (angina), kebocoran endotel yang menyebabkan terjadinya edema, disertai
pula dengan aritmia. Sementara pada ginjal, terjadi hipoperfusi ginjal yang
mengakibatkan penurunan pengeluaran urine (oligouri atau anuri) akibat
penurunan GFR, yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya gagal ginjal akut.
Hipoperfusi pada sistem hepatobilier mengakibatkan terjadinya nekrosis sel sentral,
peningkatan kadar enzim hati, dan koagulopati. Gejala yang timbul pada sistem
gastrointestinal merupakan akibat dari edema intestinal akut dan spasme otot
polos, berupa nyeri abdomen, mual-muntah atau diare.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium jarang diperlukan untuk membantu menentukan diagnosis pada reaksi
anafilaktik karena reaksi anafilaksis umumnya didiagnosis secara klinis, namun jika diperlukan
penegasan diagnosis terutama pada sindrom yang berulang atau untuk mengeliminasi kelainan
lainnya, maka pemeriksaan penunjang ini menjadi salah satu indikasi. Hitung eosinofil darah
tepi dapat normal atau meningkat, demikian halnya dengan IgE total sering kali menunjukkan
nilai normal. Pemeriksaan lain yang lebih bermakna yaitu IgE spesifik dengan RAST
(radioimmunosorbent test) atau ELISA (Enzym Linked Immunosorbent Assay test ), namun
memerlukan biaya yang mahal.
Pemeriksaan secara invivo dengan uji kulit untuk mencari alergen penyebab yaitu
denganuji cukit (prick test), uji gores (scratch test), dan uji intrakutan atau
intradermal yang tunggal atau berseri (skin end-point titration/ SET). Pemeriksaan
lainnya antara lain analisa gas darah, elektrolit, dan gula darah, tes fungsi hati, tes fungsi

ginjal, feses lengkap, elektrokardiografi, rontgen thorak, dan lain-lain.


Diagnosis
Pada pasien dengan reaksi anafilaksis biasanya dijumpai keluhan 2 organ atau lebih setelah
terpapar dengan alergen tertentu. Untuk membantu menegakkan diagnosis maka American Academy
of Allergy, Asthma and Immunology telah membuat suatu kriteria. Kriteria pertama adalah onset
akut dari suatu penyakit (beberapa menit hingga beberapajam) dengan terlibatnya
kulit, jaringan mukosa atau kedua-duanya (misalnya bintik-bintik kemerahan pada
seluruh tubuh, pruritus, kemerahan, pembengkakan bibir, lidah, uvula), dan salah
satu dari respiratory compromise (misalnya sesak nafas, bronkospasme, stridor, wheezing
, penurunan PEF, hipoksemia) dan penurunan tekanan darah atau gejala yang
berkaitan dengan disfungsi organ sasaran (misalnya hipotonia, sinkop,
inkontinensia).
Kriteria kedua, dua atau lebih gejala berikut yang terjadi secara mendadak setelah
terpapar alergen yang spesifik pada pasien tersebut (beberapa menit hingga
beberapa jam), yaitu keterlibatan jaringan mukosa kulit (misalnya bintik- bintik

kemerahan pada seluruh tubuh, pruritus, kemerahan, pembengkakan bibir-lidahuvula); Respiratory compromise (misalnya sesak nafas, bronkospasme, stridor,
wheezing, penurunan PEF, hipoksemia); penurunan tekanan darah atau gejala yang
berkaitan (misalnya hipotonia, sinkop, inkontinensia); dan gejala gastrointestinal
yang persisten (misalnya nyeri abdominal, kram, muntah).

Kriteria ketiga yaitu terjadi penurunan tekanan darah setelah terpapar pada alergen yang
diketahui beberapa menit hingga beberapa jam (syok anafilaktik). Pada bayi dan anak-anak,
tekanan darah sistolik yang rendah (spesifik umur) atau penurunan darah sistolik lebih dari 30%.
Sementara pada orang dewasa, tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg atau penurunan
darah sistolik lebih dari 30% dari tekanan darah awal.
Sedangkan kriteria dari Syok Anafilaksis sebagai berikut :
1.Secara tiba-tiba onsetnya dan progresfi yang cepat dari gejala
-Pasien terlihat baik atau tidak baik
-Kebanyakan reaksi terjadi dalam beberapa menit, jarang reaksi terjadi lebih lambat dari onset
-Onset reaksi anfilaksis tergantung tipe trigger. Trigger intravena akan lebih cepat onsetnya
daripada sengatan, dan cenderung disebabkan lebih cepat onsetnya dari trigger ingesti oral.
-Pasien biasanya cemas dan dapat mengalami sense of impending
.
2. Life-threatening Airway and/or Breathing and/or Circulation Problems
Pasien dapat mengalami masalah A atau B atau C atau kombinasinya.
Airway Problem:
-Pembengkakan jalan nafas seperti tenggorokan dan lidah membengkak (faring/laring edem).
Pasien sulit bernafas dan menelan dan merasa tenggorokan tertutup.
-Suara Hoarse
-Stridor, tingginya suara inspirasi karena saluran nafas atas yang mengalami obstruksi.
Breathing Problems :
-Nafas pendek, pengingkatan frekuensi nafas
-Wheezing
-pasien menjadi lelah
-Kebingungan karena hipoksia
Sianosis (muncul biru), ini biasanya pada late sign
-Respiratory arrest
Circulation Problems:
-Tanda syok, pucat, berkeringat.
-Peningkatan frekuensi nadi (takikardi)
-Tekanan darah rendah (hipotensi), merasa ingin jatuh (dizziness), kolaps.
-Penurunan tingkat kesadaran atau kehilangan kesadaran
-Anafilaksi dapat menyebabkan iskemik myokardial dan ECG berubah walaupun individu
dengan normal arteri kononer.
-Cardiac arrest

Perubahan Kulit dan/atau Mukosa Sering muncul gambaran pertama dan muncul lebih dari 80%
dari reaksi anafilaksis.
-Dapat berlangsung halus atau secara dramatis.
-Mungkin hanya perubahan kulit, hanya perubahan mukosa, atau keduanya
-Mungkin eritema setengahnya atau secara general, rash merah.
-Mungkin urtikaria yang muncul dimana saja pada tubuh, berwarna pucar, merah muda, atau
merah dan mungkin menunjukan seperti sengatan.

Tatalaksana Umum
Perfusi dan oksigenisasiUntuk perfusi jaringan agar kebutuhan metabolit dan zat asam jaringan dapat
terpenuhidiperlukan tekanan darah sekurang-kurangnya 70-80 mmHg. Tekanan darah ini dapat
dicapaidengan memperhatikan prinsip resusitasi ABC. Jalan nafas harus bebas, bila perlu
dilakukanintubasi. Pernafasan harus bebas, bila perlu dilakukan intubasi. Pernafasan harus
terjamin, bila pelu dilakukan ventilasi buatan dan pemberian oksigen 100 %. Pada pasien syok
yangmenggunakan ventilasi mekanis, kebutuhan oksigennya dapat dipenuhi sebesar
20-25 %.Sementara itu defisit volume peredaran darah pada syok hipovolemk senjatiatau relatif
(septik & anafilaktik) dapat diatasi dengan pemberian cairan intravena dan mempertahankan
fungsi jantung.
Tindakan umum terdiri dari pemberian dari oksigen 100 % untuk oksigenisasi jaringandan sel.
Cairan intravena seperti plasma atau pengganti plasma atau pengganti plasma bergunauntuk
meningkatkan tekanan osmotik intravaskuler. Selain itu, harus dipertimbangkan
juga pemberian obat inotropik untuk merangsang kontraksi miokard dan
vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilayasi perifer, kecuali jika ada syok kardiogenik.

Anda mungkin juga menyukai