Anda di halaman 1dari 12

STASE KEPERAWATAN MATERNITAS

LAPORAN PENDAHULUAN
PRESENTASI BOKONG (PRESBO)
DI RUANG VK RSUD BANYUMAS

DISUSUN OLEH
TRI ENJI STEFIANI
G4D014066

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI NERS
PURWOKERTO
2015

1. Pengertian
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri
(Prawirohardjo, 2008).
2. Klasifikasi letak sungsang
a. Presentasi bokong murni (frank breech) Yaitu letak sungsang dimana kedua
kaki terangkat ke atas sehingga ujung kaki setinggi bahu atau kepala janin.
b. Presentasi bokong kaki sempurna (complete breech) Yaitu letak sungsang
dimana kedua kaki dan tangan menyilang sempurna dan di samping bokong
dapat diraba kedua kaki.
c. Presentasi bokong kaki tidak sempurna (incomplete breech) Yaitu letak
sungsang dimana hanya satu kaki di samping bokong, sedangkan kaki yang
lain terangkat ke atas. (Kasdu, 2005)
3. Etiologi
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap
ruangan didalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah
air ketuban relative lebih banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak
dengan leluasa. Dengan demikian janin dapat menempatkan diri dalam presentasi
kepala, letak sungsang, ataupun letak lintang. Pada kehamilan triwulan terakhir
janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air ketuban relative berkurang. Karena
bokong dengan kedua tungkai yang terlipat lebih besar daripada kepala, maka
bokong dipaksa menempati ruang yang lebih luas di fundus uteri, sedangkan
kepala berada dalam ruangan yang lebih kecil di segmen bawah uterus. Dengan
demikian dapat dimengerti mengapa pada kehamilan belum cukup bulan,
frekuensi letak sungsang lebih tinggi, sedangkan pada kehamilan cukup bulan,
janin sebagian besar ditemukan dalam presentasi kepala. Faktor-faktor lain yang
memegang peranan dalam terjadinya letak sungsang diantaranya adalah
multiparitas, hamil kembar, hidramnion, hidrosefalus, plasenta previa, dan
panggul sempit. Kadang-kadang letak sungsang disebabkan karena kelainan
uterus dan kelainan bentuk uterus. Plasenta yang terletak di daerah kornu fundus

uteri dapat pula menyebabkan letak sungsang karena plasenta mengurangi luas
ruangan di daerah fundus (Prawirohardjo, 2008).
4. Patofisiologi
Penjelasan dari patofisiologi tersebut diatas adalah letak janin dalam uterus
bergantung pada proses adaptasi janin terhadap ruangan dalam uterus. Pada
kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah air ketuban relatif lebih
banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak dengan leluasa. Dengan
demikian janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala, letak sungsang
atau letak lintang. Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat
dan jumlah air ketuban relatif berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai
terlipat lebih besar daripada kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati
ruang yang lebih luas di fundus uteri, sedangkan kepala berada ruangan yang
lebih kecil di segmen bawah uterus. Dengan demikian dapat dimengerti mengapa
pada kehamilan belum cukup bulan, frekuensi letak sungsang lebih tinggi,
sedangkan pada kehamilan cukup bulan, janin sebagian besar ditemukan dalam
presentasi kepala. Sayangnya, beberapa fetus tidak seperti itu. Sebagian dari
mereka berada dalam posisi sungsang. (Imadeharyoga, 2008: 3)
5. Komplikasi persalinan letak sungsang
a. Komplikasi pada ibu
1) Perdarahan
2) Robekan jalan lahir
3) Infeksi
b. Komplikasi pada bayi
1) Asfiksia bayi, dapat disebabkan oleh:
a) Kemacetan persalinan kepala (aspirasi air ketuban-lendir)
b) Perdarahan atau edema jaringan otak
c) Kerusakan medula oblongata
d) Kerusakan persendian tulang leher
e) kematian bayi karena asfiksia berat.
2) Trauma persalinan
a) Dislokasi-fraktur persendian, tulang ekstremitas
b) Kerusakan alat vital : limpa, hati, paru-paru atau jantung
c) Dislokasi fraktur persendian tulang leher : fraktur tulang dasar
kepala ; fraktur tulang kepala ; kerusakan pada mata, hidung atau
telinga ; kerusakan pada jaringan otak.

3) Infeksi, dapat terjadi karena:


a) Persalinan berlangsung lama
b) Ketuban pecah pada pembukaan kecil
c) Manipulasi dengan pemeriksaan dalam
6. Konsep dasar asuhan keperawatan
a. Pengkajian
1) Aktivitas atau istirahat
Insomnia mungkin teramati.
2) Sirkulasi
Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.
3) Integritas ego
Peka rangsang, takut/menangis (post partum blues sering terlihat kira-kira
3 hari setelah melahirkan).
4) Eliminasi
Diuresis diantara hari ke 2 dan ke 5.
5) Makan dan cairan
Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan kira-kira hari ke 3
6) Nyeri/ketidak nyaman
Nyeri tekan payudara/pembesaran dapat terjadi diantara hari ke 3 sampai
ke 5 pascapartum.
7) Seksualitas
Uterus 1 cm di atas umbilikus pada 12 jam saat kelahiran, menurun kirakira 1 lebar jari setiap harinya.

Lochea rubra berlanjut sampai hari ke

2-3, berlanjut menjadi lochea serosa dengan aliran tergantung pada posisi
(misal rekumben versus ambulasi berdiri) dan aktivitas (misal menyusui).

8) Payudara
produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada susu matur, biasanya
pada hari ke 3; mungkin lebih dini, tergantung kapan menyusui dimulai
(Dongoes, 2001)
7.

Diagnosa dan intervensi keperawatan


a. Nyeri (akut) b.d trauma mekanik, edema atau pembesaran jaringan atau
distensi, efek-efek hormonal.

1) Tentukan adanya, lokasi dan ketidaknyamanan. Tinjau ulang persalinan


dan catatan kelahiran. Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan khusus dan
intervensi yang tepat.
2) Inpeksi perbaikan perineum dan episiotemi. Perahatikan edema, ekimosis,
nyeri tekan local, eksudat purulen, atau kehilangan perlekatan jahitan.
Dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan pareneal dan
terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi lanjut
3) Beri kompres pada perineum, selama 24 jam pertama setelah melahirkan.
Memberi anesthesia lokal dan mengurangi edema.
4) Beri kompres panas lembab selama 20 menit, 3-4 x sehari, setelah 24 jam
pertama. Meningkatkan sirkulasi pada perineum, menurunkan edema dan
meningkatkan penyembuhan.
5) Anjurkan duduk dengan otot gluteal di kontraksi di atas perbaikan
episiotomi. Penggunaan pengencangan gluteal saat duduk menurunkan
stres.
6) Infeksi hemoroid pada perenium. Anjurkan penggunaan kompres es
selama 20 menit setiap 4 jam,. Penggunaan kompres witch hazel , dan
menaikana pelvis pada bantal. Membantu untuk mengurangi hemoroid
dan

varises

vulva

dengan

meningkatkan

vosokonstriksi

local;

menurunkan ketidaknyamanan dan gataal, memungkinkan kembalinya


usus pada fungsi normal.
7) Kaji nyeri tekan uterus; tentukan adanya dan frekuensi/intensitas
afterpain. Perhatikan factor-faktor pemberat. Selama 12 jam pertama
pasca partum kontraksi uterus kuat. Ini berlanjut selama 2-3 hari
selanjutnya, meskipun frekuensi dan intensitasnya berkurang. Factorfaktor yang memperberat afterpain meliputi multipara, overdistensi
uterus, menyusui, dan pemberian preparat ergot dan oksitosin.
8) Anjurkan klien berbaring tengkurap dengan bantal di bawah abdomen dan
ia melakukan teknik visualisasi atau aktivitas pengalihan. Meningkatkan
kenyamanan, meningkatkan rasa control, dan kembali memfokuskan
perhatian.

9) Infeksi payudara dan jaringan putting. Pada 24 jam pasca partum,


payudara harus lunak dan tidak perih, dan putting harus bebas dari pecahpecah.
10) Anjurkan penggunaan bra penyongkong. Mengangkat payudara kedalam.
11) Beri informasi mengenai peningkatan frekuensi temuan dan
mengeluarkan susu secara manual. Tindakan ini dapat membantu klien
menyusui aliran susu.
12) Berikan kompres es pada area aksila payudara Meningkatkan kompres es
mencegah laktasi.
13) Mengkaji klien kepenuhan kandung kemih. Kembalinya fungsi kandung
kemih normal memerlukan waktu 4-7 hari.
14) Evaluasi terhadap sakit kepala, khususnya pada anesthesia subarknoid.
Kebocoran cairan corebrospinal (CSS) melalui dura kedalaman ruang
ekstra dural menurunkan volume yang di turunkan untuk mendukung
jaringan otak.
15) Berkaitan analgesik 30-60 menit sebelum menyusui. Memberikan
kenyamanan, khususnya selama laktasit (Dongoes, 2002)
b. Resiko infeksi b.d trauma jaringan dan atau kerusakan kulit, penurunan Hb,
prosedur invasif dan atau peningkatan pemajanan lingkungan, ruptur keluban
lama, mal nutrisi
1) Kaji catatan parental dan intrapartal, perhatikan frekuensi pemeriksaan
vagina dan komplikasi seperti ketuban pecah dini (KPD), persalinan
lama,

laserasi,

mengidentifikasi

hemoragi,

dan

faktor-faktor

tertahannya
psiko

yang

plasenta.
dapat

Membantu
mengganggu

penyembuhan dan atau kemunduran pertumbuhan epitel jaringan


endometrium dan memberi kecenderungan klien terkena infeksi..
2) Pantau suhu dan nadi dengan rutin sesuai indikasi; catat tanda-tanda
menggigil, anoreksi, atau malaise. Peningkatan suhu sampai 1010 F
(38,80 C) dalm 24 jam pertama sangat menandakan infeksi; peningkatan
sampai 100,40 F (38,80 C) pada 2 hari dari 10 hari pertama pascapartum
adalah bermakna.
3) Kaji kontraksitilitas uterus; perhatikan perubahan involusional atau
adanya nyeri tekan uterus ekstrem. Fundus yang pada awalnya 2 cm di

bawah umblikus, meningkat 1-2 cm/ hari. Kegagalan miometrium untuk


involusi pada kecepatan ini, atau terjadinya nyeri tekan ekstrem,
menandakan kemungkinan tertahannya jaringan plaenta atau infeksi.
4) Infeksi sisi perbaikan episiotemi setiap 8 jam. Perhatikan nyeri tekan
berlebihan, kemerahan, eksudat purulen, edema, sekatan pada garis sutura
(kehilangan perlekatan), atau adanya laserasi. Diagnosis dini dari infeksi
lokal dapat mencegah penyebaran pada jaringan. uterus.
5) Perhatikan frekuensi atau jumlah berkemih. Statis uninarius meningkat
resiko terhadap infeksi.
6) Kaji tanda-tanda infeksi saluran kemih (ISK) atau sistitis. Gejala ISK
dapat pada tampak hari ke 2-3 pasca partum karena naiknya infeksi.
7) Frekuensi, golongan atau di suria. Traktus dari utera ke kandung kemih
dan kemungkinan ke ginjal.
8) Anjurkan perawatan perineal dengan menggunakan botol atau rendam
duduk 3-4 x sehari atau setelah berkemih dan defekasi. Anjurkan klien
mandi setiap hari dan ganti pembalut perineal sedikitnya setiap 4 jam,
dari depan kebelakang. Pembersihan sering dari depan kebelakang
membantu mencegah kontaminasi rectal memasuki vagina atau uretra.
Mandi rendam duduk etaupun rendam merangsang sirkulasi perineal an
meningkatkan pemulihan.
9) Anjurkan dan gunakan teknik mencuci tangan cermat dan pembuangan
pembalut yang kotor, pembalut perineal dan linen terkontaminasi dengan
tepat. Diskusikan dengan klien pentingnya kontinuitas tindakan ini
setelah pulang. Membantu mencegah atau menghalangi penyebaran
infeksi.
10) kaji setatus nutrisi klien. Perhatikan tampilan rambut, kuku, kulit, dan
sebagainya. Catat berat badan kehamilan dan penambahan berat badan
prenatal. Klien yang berat badanya 20% di bawah berat badan normal,
lebih rentan pada infeksi pascapartum dan mungkin mempuyai kebutuhan
diet khusus terhadap protein, zat besi, dan kalori.
11) Berikan informasi tentang makanan pilihan tinggi protein, vitamin c dan
zat besi. Anjurkan klien untuk meningkatkan masukan cairan sampai
2000 ml/hari. Protein membantu meningkatkan proses penyembuhan dan

regenerasi jaringan baru dan mengatasi kehilangan bati paa waktu


melahirkan. Zat besi perlu untuk sintesus hemoglobin. Vitamin C
memfasilitasi basosrbsibesi dan perlu untuk sintesis dinding sel.
Peningkatan cairan membantu mencegah stasis urin dan masalah-masalah
ginjal (Dongoes, 2002)
c. Perubahan eliminasi urine b.d efek-efek hormonal, trauma mekanis, edema
jaringan, efek-efek anesthesia.
1) Kaji masukan cairan dan urine terakhir. Catat masukan cairan intrapartal
dan haluaran urin dan lamanya persalinan. Pada periode pasca partal
awal, kira-kira 4 kg cairan hilang melalui urin dan kehilangan tidak kasat
mata, termasuk diaforesis. Persalinan yang lama dan penggantian cairan
yang tidak efektif dapat mengakibatkan dehidrasi dan menurunkan
haluaran urin.
2) Palpasi kandung kemih. Pantau tinggi fundus dan lokasi, serta jumlah
aliran lochea. Aliran plasma ginjal, meningkatkan 25 -50 % selama
periode prenatal, tetap tinggi pada minggu pertama pascapartum,
mengakibatkan peningkatan pengisian kandung kemih. Distensi kandung
kemih, yang dapat dikaji dengan derajat perubahan posisi uterus
menyebabkan peningkatan relaksasi uterus dan aliran lochea.
3) Perhatikan adanya edema atau episiotomi, dan jenis anestesia yang
digunakan. Trauma kandung kemih atau edema dapat mengganggu
edema, dapat mengganggu berkemih; anestesia dapat mengganggu
sensasi penuh pada kantung kemih.
4) Tes urine terhadap albumin dan aseton. Bedakan antara proteinuria karena
HKK dan yang karena proses normal. Proses katalitik di hubungkan
dengan involusi uterus dapat mengakibatkan proteinuria (+1) pada 2 hari
pertama pascapartum. Aseton dapat menandakan dehidrasi yang
dihubungkan dengan persalinan lama dan atau kelahiran.
5) Anjurkan berkemih dalam 6-8 jam pascapartum, dan setiap 4 jam
setelahnya. Bila kondisi memugkinkan, biarkan klien berjalan ke kamar
mandi. Alirkan air hangat di atas perineum, alirkan air kran, dan

tambahkan cairan yang mengandung pepermin ke dalam bedpan, atau


biarkan klien duduk pada waktu rendam duduk atau gunakan shower air
hangat, sesuai indikasi. Variasi intervensi keperawatan mungkin
perluUntuk merangsang dan memudahkan bekemih.
6) Intruksikan klien untuk melakukan latihan kegel setiap hari setelah efek
anastesia berkurang. Latihan kegel 100 x/ hari meningkatkan sirkulasi
perineum, membantu menyembuhkan dan memulihkan tonus otot
pubokoksigeal, dan mencegah atau menurunkan inkontins stress\
7) Anjurkan minum 6-8 gelas cairan/ hari. Membantu mencegah statis atau
dehidrasi dan mengganti cairan yang hilang waktu melahirkan.
8) Kaji tanda-tanda ISK. Masuknya bakteri dapat memberi kecenderungan
klien terkena ISK.
9) Katerisasi. Untuk mengurangi distensi kandung kemih.
10) Pantau hasil tes laboratorium. Klien yang telah mengalami HKK
gangguan ginjal dapat menetap (Dongoes, 2002)
d. Kekurangan volume cairan b.d penurunan masukan atau pergantian tidak
adekuat, kehilangan cairan belebihan.
1) Catat cairan pada waktu kelahiran; tinjau ulang riwayat intrapartal.
Potensial hemoragi atau Kehilangan darah berlebihan pada waktu
kelahiran yang berlanjut pada periode pasca partum dapat berakibat dari
persalinan yang utama, stimulasi oksitosin, tertahannya jaringan, uterus
overdistensi, atau anestesia umum.
2) Evaluasi lokasi dan kontraktilitas fundus uterus, jumlah lokhia vagina,
dan kondisi perineum setelah 2 jam pada 8 jam pertama, bila tepat,
kemudian setiap 8 jam selama sisa waktu di rumah sakit. Catat pemberian
obat-obatan, seperti MgSO4, yang akan menyebabkan relaksasi uterus.
Diagnosa yang berbeda mungkin di perlukan untuk menentukan
penyebab kekurangan cairan dan protocol asuhan. Uterus yang relaks atau
menonjol dengan peningkatan aliran lokhia dapat diakibatkan dari
kelelahan miometrium atau tertahannya jaringan plasenta. Segera setelah
kelahiran, fundus harus keras dan terlokasisi pada umbilikus, dan

kemudian involusi kira-kira satu buku jari per hari. Dengan perlahan
masase fundus bila uterus menonjol.
3) Perhatikan adanya rasa haus; berikan cairan sesuai teleransi. Merangsang
kontraksi uterus dapat mengontorl pendaharahan. Rasa haus mungkin
merupakan cara hemoestatis dari penggantian cairan melalui peningkatan
dan relaksasi fundus.
4) Evaluasi status kandung kemih; tingkatkan ppengosongan bila kandungan
kemih penuih. Kandung kemih penuh mengganggu kontraktilitas uterus
dan menyebabkan perubahan posisi dan relaksasi fundus.
5) Pantau suhu. Peningkatan suhu memperberat dehidrasi; bila suhu 100,40
F (38oC) pada 24 jam pertama setelah kelahiran dan terulang selama 2
hari, ini mungkin menandakan infeksi.
6) Pantau nadi. Taki kardi dapat terjadi, memaksimalkan sirkulasi cairan,
pada kejadian dehidrasi atau hemoragi.
7) Kaji tekanan darah (TD) sesuai indikasi. Peningkatan tekanan darah
mungkin karena efek-efek otot vasopresor oksitosis atau terjadinya HKK
yang baru atau sebelumnya. Penurunan TD mungkin tanda lanjut dari
kehilangan cairan berlebihan, khususnya bila disertrai dengan tanda-tanda
lain atau gejala-gejala syok.
8) Evaluasi masukan cairan dan haluaran urin selama diberikan infus I.V.,
atau sampai pola berkemih normal terjadi. Membantu analisa
keseimbangan cairan dan derahat kekurangan.
9) Evaluasi kadar Hb atau Ht. pada catatan pranatal, bandingkand engan
kadar pascanatal. Hb atau Ht kembali normal dalam 3 hari. Hb tidak
boleh turun dari 2 g/100 ml kecuali kehilangan darah berlebihan.
Peningkatan kadar Ht kembli normal pada hari ketiga sampai ketujuh
pascapartum.
10) Pantau pengisian payudara dan suplai ASI bila menyusui. Klien dihedrsi
tidak mampu menghasilkan ASI adekuat.
11) Ganti cairan yang hilang dengan infus IV. Yang mengandung elektrolit.
Membantu menciptakan volume darah sirkulasi dan menggnatikan
kehilangan karena kelahiran dan diaforesis.

12) Berikan produk ergot seperti ergonovine maleate (Methergine) secara


parenateral atau oral, atau berikan preparat oksitosin sinresis I.M./I.V.
(Syntocinon, Pitocin). Kaji TD sebelum pemberian preparet ergot; tanda
obat-obatan dan beri tahu dokter bila TD meningkat. Produk ini bekerja
secara lansung pada miometrium untuk meningkatkan kontraksi. Ergot
adalah vasokontriktor, dapat menyebabkab hipertensi dan harus ditunda
bila TD 140/90 mm Hg atau lebih tinggi.
13) Lakukan kecepatan cairan IV. Seperti larutan Ringer laktat dengan
oksitosin 10 sampai 20 unit. Oksitosin (Pitocin) mungkin diperlukan
untuk menstimulasi miometrium bila perdarahan berlebihan menetap dan
uterus gagal untuk kontraksi. Pendarahan menetap pada adanya fundus
kuat dapat menandakan laserasi dan kebutuhan terhadap penyelidikan
lanjut. (Dongoes, 2002).

Daftar Pustaka
Arif, Mansjoer. (2002). Kapita selekta kedokteran Jilid 1 Edisi 3. Media Aesculapius.
Jakarta.
Bobak. (2004). Buku ajar keperawatan maternitas. Jakarta: EGC.
Cunningham, Gary. (2005). Obstetri williams. Jakarta: EGC.
Heardman. (2011). Diagnosa keperawatan. Jakarta. EGC.
Johnson, Meridian Maas, & Sue Moorhead. (2000). Nursing outcame clasification.
Mosby. Philadelphia.
Manuaba, Ida Bagus Gede. (2007). Pengantar kuliah obstetri. Jakarta: EGC.
McCloskey & Gloria M Bulechek. (1996). Nursing intervention clasification. Mosby.
USA.
Prawirohardjo, Sarwono. (2006). Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Roestam, M. (2002). Obstetri ginekologi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Saifuddin, Abdul Bari. (2006). Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal
dan neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Winkjosastro, Hanifa. (2005). Ilmu kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai