Anda di halaman 1dari 4

Struktur dan Perkembangan Hewan

Masa embriogenesis merupakan fase yang kompleks. Fase pranatal terdiri


dari 3 tahap, yaitu tahap implantasi (implantation stage), tahap embrio (embryonic
stage), dan tahap fetus (fetal stage). Pada masa pertumbuhan dan perkembangan
embrio sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah faktor
lingkungan. Faktor ini mencakup biologis, kimia, dan fisik. TORCH dan PMS
(penyakit menular seksual) termasuk ke dalam faktor biologi yang akan
mempengaruhi perkembangan embrio.
1. TORCH
TORCH (Toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus (CMV) dan Herpes
simplex virus merupakan jenis infeksi yang dapat menimbulkan berbagai
masalah kesuburan (fertilitas) baik pada wanita maupun pria sehingga
menyebabkan sulit terjadinya kehamilan. Bahkan bagi wanita hamil, infeksi
TORCH dapat ditularkan oleh induk kepada janinnya dan bisa menyebabkan
cacat bawaan. Kecacatan janin yang disebabkan oleh TORCH dapat berupa
kelainan pada saraf, mata, kelainan pada otak, paru-paru, mata, telinga,
terganggunya fungsi motorik, dan hidrosepalus.
a. Toksoplasmosis
Toxoplasmosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh parasit (protozoan
parasite Toxoplasma gondii). Maternal primer yang terinfeksi tokoplasma pada
pada saat kehamilan dapat menularkan parasit melalui placenta, hal inilah yang
dapat menyebabkan kecacatan pada janin berupa gangguan penglihatan atau
keguguran spontan, meski prosentasenya kecil. Bayi yang telah terinfeksi oleh
toksoplasma kemungkinan akan mengalami gangguan pada fungsi saraf, sehingga
terjadi keterlambatan perkembangan psikomotor berupa gangguan kecerdasan
ataupun keterlambatan perkembangan untuk bicara, serta kejang-kejang dan
kekakuan yang dapat menimbulkan keterlambatan motorik. Toxoplasmosis dapat
dideteksi dengan beberapa cara, yaitu melalu USG yang akan memperlihatkan
adanya cairan berlebih pada perut, serta pengapuran pada otak dan pelebaran

saluran otak. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa
Anti-Toxoplasma IgG, IgM dan IgA, serta Aviditas Anti-Toxoplasma IgG.
b. Rubella
Rubella atau yang dikenal sebagai campak Jerman. Resiko terjadinya
penularan pada janin berusia >12 minggu adalah 90%, jika usia kehamilan
berkisar antara 15-30 minggu, maka risiko janin terinfeksi rubella sekitar 20%,
dan pada saat usia kehamilan mencapai > 36 minggu, maka resiko penularan
menjadi 100%. Bedasarkan data National Health Service (UK) pada tahun 2013,
maternal yang terinfeksi rubella pada tri-semester pertama, 90% kecacatan yang
terjadi berupa kebutaan, tuli, kelainan jantung, keterbelakangan mental, bahkan
keguguran. Penyakit rubella dapat deteksi dengan beberapa cara, diantaranya
dengan melakukan pemeriksaan Anti-Rubella IgG dana IgM. Pemeriksaan Antirubella IgG dan IgM sangat disarankan untuk diagnosis infeksi akut pada saat usia
kehamilan < 12 minggu (tri-semester pertama), hal ini bertujuan untuk
mengurangi resiko terjadinya infeksi rubella bawaan.
c. Cytomegalovirus (CMV)
CMV merupakan parasit yang hidup di dalam sel atau intrasel yang
memanfaatkan sel inang untuk melakukan replikasi. Infeksi CMV itu sendiri
dapat menjadi pemicu munculnya berbagai macam penyakit, diantaranya penyakit
autoimun, penyakit inflamasi seperti radang ginjal-saluran kemih, hati, saluran
cerna, paru, mata, dan infertilitas. Selain itu bayi yang terlahir dari ibu yang
terkena CMV juga akan mengalami gangguan saraf berat, seperti keterlambatan
perkembangan mental. Pada bayi yang baru lahir dan terinfeksi CMV, biasanya
akan menunjukkan gejala berupa IUGR, ikterus (kuning), hepatosplenomegali
(pembesaran liver dan limpa), perdarahan bawah kulit, dan Pneumonia..
Penularan CMV terhadap janin terjadi melalui transmisi intrauterus, hal ini karena
virus beredar di dalam sirkulasi (viremia) ibu lalu masuk ke dalam placenta dan
menuju fetus. Untuk mendeteksi CMV pada janin yang masih berada dalam
kandungan, dapat melakukan pemeriksaan berupa amniosintesa.

d. Herpes Simplex (HSV)


Terdapat 2 jenis HSV, yaitu herpes simplex 1 (HSV-1) dan herpes simplex
virus 2 (HSV-2). Virus ini ditularkan melalui serabut syaraf sensorik dan menuju
ganglion pada sistem syaraf otonom. Ibu yang terinfeksi HSV-2 pada saat
kehamilan, biasanya akan melahirkan bayi dengan lepuh pada kulit, selain itu bayi
akan mengalami kerusakan pada susunan saraf pusat, perlambatan mental, bahkan
kematian. Infeksi HSV pada bayi yang baru lahir dapat berakibat fatal, oleh
karena itu sebaiknya dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa Anti-HSV II
IgG dan Igm untuk mendeteksi secara dini terjadinya infeksi oleh HSV II dan
mencegah bahaya lebih lanjut apabila bayi telah terinfeksi virus tersebut.
2. TERATOGENIK
Teratogenik merupakan penyebab perubahan struktur sel, jaringan ataupun
organ pada saat fase organogenesis, sehingga dapat menyebabkan kecacatan pada
janin. Cacat yang terjadi dapat berupa kelainan bentuk suatu organ, maupun
kurangnya kemampuan dalam berfikir. Salah satu jenis teratogenik adalah
captropil (obat hipertensi). Captropil merupakan inhibitor enzim yang berperan
dalam mengontrol tekanan darah, akan tetapi obat ini memiliki dampak negatif
bagi perkembangan janin. Obat tersebut dapat menyebabkan penurunan aliran
darah dan oksigen ke janin, selain itu obat ini juga menyebaban malformasi pada
bayi berupa bibir sumbing, anggota badan tidak lengkap, polydactyly (jari ganda),
hipospadia (kelainan alat vital), spina bifida (kelainan tulang belakang), kelainan
pada jantung dan keterlambatan fungsi paru-paru.
Contoh lain teratogen adalah amphetamine yang dapat mengakibatkan
defek pada jantung, clept pada bibir, ketidak normalan pada mata dan
peningkatkan fetus yang diabsorpsi. Meperidin, alpharodin, pentotal, dan
prometazine dapat menyebabkan penurunan pada stimuli visual bayi. Alkohol
dapat menyebabkan kecacatan serta penurunan daya fikir pada bayi. Anasthetik
perinhalasi dapat menyebabkan hydrocephalus. Merkuri dapat menyebabkan bayi
mengalami kecacatan organ dan keterbelakangan mental. Selain itu radiasi

pengion pada dosis rendah juga berdampak negatif pada janis, karena dapat
membunuh sel emrbrionik sehingga perkembangan janin menjadi tidak sempurna.
3. PMS (Penyakit Menular Seksual)
Penyakit menular seksual (PMS) juga dapat menjadi penyebab terjadinya
cacat bawaan. Contoh dari PMS yang dapat menimbulkan kecacatan adalah
gonorrhea dan sifilis. Gonorrhea merupakan penyakit yang disebabkan oleh
bakteri Neisseria gonorrhoeae. Penyakit ini dapat menyebabkan kerusakan kornea
pada janin. Apabila penyakit tersebut tidak segera ditangani, maka dapat
menimbulkan radang otak dan menyebabkan kematian. Penyakit sifilis atau raja
singa merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum.
Penularan sifilis oleh meternal terhadap janin ialah melalui placenta. Apabila
janin terserang penyakit sifilis pada usia kurang dari lima bulan, maka akan
berpeluang mengalami abortus. PMS lainnya yang dapat menyebabkan gangguan
pada perkembangan janin adalah vaginitis, klamidia, candidiasis, chancroid, dan
granula inguinale.

Anda mungkin juga menyukai