Anda di halaman 1dari 13

1

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah
Jangkrik (Gryllus testaceus) merupakan salah satu sumber kekayaan
alam di Indonesia yang dapat dibudidayakan, Di Indonesia terdapat kurang
lebih 123 jenis jangkrik, diantaranya jenis G. Testaceus dan G. mitratus
yang sekarang banyak dibudidayakan (paimin et 01., 1999).
Berdasarkan Borror et al (1979). Jangkrik termasuk dalam :
Filum
: Arthropoda
Subfilum
: Mandibulata
Kelas
: Insecta
Ordo
: Orthoptera
Famili
: Gryllidae
Genus
: Gryllus
Spesies
: Gryllus testaceus
Menurut Subyanto dan Sulthoni (1991) jangkrik dewasa umumnya
berwarna hitam, nimfa kuning pucat dengan garis-garis coklat. Antena
panjang dan halus seperti rambut, Jangkrik jantan mempunyai gambaran
cincin di sayap depan, betina mempunyai ovipositor panjang berbentuk
jarum atau silindris. Sedangkan jangkrik jantan memiliki alat genital
yang disebut clesper

yang tersembunyi di dalam abdomen dan dapat

dikeluarkan bila hendak digunakan. Femur kaki belakang jelas lebih


besar daripada femur kaki depan. Pada umumnya mempunyai dua pasang
sayap. sayap depan panjang menyempit, banyak vena, menebal seperti
kertas perkamen; sayap belakang membranous melebar dan banyak vena.
Jangkrik adalah serangga yang memiliki sistem reproduksi dioeceous,
yaitu satu individu memiliki satu jenis kelamin yaitu jantan atau betina.
Alat kelamin serangga biasanya rerletak pada ruas abdomen ke-S dan 9.
Ruas-ruas ini memiliki sejumlah kekhususan yang berkaitan dengan
kopulasi dan peletakan telur (Borror et al., 1992).
Biasanya jangkrik

ini

hidup di semak-semak dan rerumputan

pekarangan atau kebun. Jangkrik memiliki siklus hidup

nimfa

hingga

dewasanya sekitar 160 hari untnk betinanya dan pejantannya sekitar 3


bulan. Setiap induk mampu menghasilkan Iebih

dari 500 butir telur.

Binatang ini biasa mengeluarkan suara yang merdu pada malam hari,

Pada jangkrik umumnya mengalami metamorfosis yang tidak


sempurna, yaitu dalam siklus hidupnya dimulai dari telur kemudian
menjadi nimfa dan seIanjutnya menjadi imago atau dewasll. Lama siklus
hidup jangkrik bcrvariasi menurut jenisnya. Unluk semua jenis. umur
jantan Iebih pendek dibanding betinanya (Paimin et al., 1999).
Jangkrik dapat dijadikan pakan burung berkicau seperti poksay, kacer
dan hwambie yang menyebabkan burung berkicau tersebut akan rajin
mengeIuarkan suara yang merdu. Selain itu jangkrik dapat pula dijadikan
pakan ikan arwana dan terbukti dengan mengkonsumsi jangkrik
menyebabkan warna tubuh ikan arwana akan semakin cemerlang.
Dengan memperhatikan beberapa keuntungan memelihara jangkrik,
maka bukan tidak mungkin jangkrik akan sernakin diminati untuk
ditemakkan atau dibudidayakan, Untuk keberhasilan budidaya jangkrik,
perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain kotak sebagai 'sangkar',
tempat persembunyian atau alas 'sangkar', sarang untuk bertelur, pakan,
pemilihan induk, dan lain-lain. (Paimin et al., 1999).
Salah satu hal yang akan dilakukan pada penelitian iui adalah bahan
alas kandang/sangkar. Bahan alas kandang merupakan salah satu faktor
penting yang mempengaruhi lingkungan di dalam sebuah kandang. Alas
kandang adalah bahan yang diletakkan di dalam kandang untuk menyerap
kotoran (Woodnot, 1969), penyerap

urin (Collins,1967), melengkapi

bahan yang dapat dibuat sarang dan isolasi panas (Green, 1968).
Bahan alas kandang harus dapat dengan cepat tersedia, mudah disimpan
dan setelah digunakan dapat dibuang dengan cepat. Selain

itu

alas

kandang tidak merugikan hewan, yaitu tidak melukai hewan, tidak


beracun, tidak dapat dimakan dan bebas dari bakteri patogen (Mitruka et
01.,1976).
Menurut Mitruka et al. (1976), biasanya bahan alas kandang yang
cocok adalah hasil sampingan (limbah)

pertanian dan industri. Lane-

Petter dan Lane Petter (1970) dalam Lane-Petter (1976) menambahkan


lumut, sekam padi, pulp gula bit yang kering, selulose dan pangkal tongkol

jagung

sebagai

bahan

alas

kandang

Sedangkan

Green

(1968)

menambahkan potongan rami, tanah liat penyerap dan potongan kertas.


Berdasarkan latar belakang masalah dan gambaran umum yang telah
dipaparkan di atas, peneliti memandang perlu untuk meneliti tentang
PENGARUH MACAM JENIS ALAS KANDANG TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN JUMLAH TELUR JANGKRIK ( Gryllus
testaceus )
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, rumusan
masalah dari penelitian ini adalah bagaimana Pengaruh macam alas
kandang terhadap pertumbuha dan jumlah telur jangkrik ( Gryllus
testaceus) ?, agar penelitian ini menjadi terarah, maka disusun pernyataan
penelitian:
a. Apakah ada perbedaan pertumbuhan dan jumlah telurnya terhadap
macam alas kandang seperti alas daun kering, alas kertas koran, alas
pasir dan alas serbuk gergaji ?
b. Bagaimana hasil pertumbuhan dan jumlah telur pada alas daun
kering, alas kertas koran, alas pasir dan alas serbuk gergaji ?
c. Alas manakah yang paling baik terhadap pertumbuhan dan jumlah
telur jangkrik ?

3. Batasan Masalah
Beberapa hal yang dibatasi dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Penelitian ini dilakukan dengan alas kadang yang sudah ditentukan
seperti pada alas daun kering, alas kertas koran, alas pasir dan alas
serbuk gergaji.
b. Penelitian ini dilakukan dengan perbandingan jantan 2 ekor dan
betina 8 ekor di dalam satu kotak yang diisi satu alas kandang.

4. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka yang jadi tujuan
dalam penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui Pengaruh macam alas kandang terhadap
pertumbuhan jangkrik ( Gryllus testaceus ) dan jumlah telurnya.
b. Untuk mengetahui pertumbuhan dan jumlah telurnya terhadap
macam alas kandang seperti alas daun pisang kering, alas kertas
koran, alas pasir dan alas serbuk gergaji
c. Untuk mengetahui hasil pertumbuhan dan jumlah telur pada alas
daun pisang kering, alas kertas koran, alas pasir dan alas serbuk
gergaji.
d. Untuk mengetahui Alas manakah yang paling baik terhadap
pertumbuhan dan jumlah telur jangkrik.
5. Manfaat Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik
bagi peternak maupun masyarakat, manfaat tersebut antara lain:
a. Dapat di jadikan acuan dasar penerapan perternakan jangkrik sebagai
bahan pertimbangan bagi peternak untuk memilih alas yang terbaik
digunakan untuk perternakan jangkrik.
b. Dapat digunakan sebagai alternatif makanan burung untuk masyarakat
luas.
6. Hipotesis
Merupakan suatu pernyataan sementara Hipotesis penelitian dalam
karangan ilmiah disajikan bergantung pada pendekatan penelitian sehingg a
dapat diubah disesuaikan dengan temuan data dan fakta yang diperoleh dari
hasil penelitian atau kajian. ( Suherli, 2010 : 84)
Berdasarkan permasalahan diatas, maka peneliti mengajukan hipotesis
untuk penelitian ini adalah:
Ha : Tidak Terdapat Pengaruh Alas Kandang Terhadap Pertumbuhan
Jangkrik ( Gryllus testaceus ) Dan Jumlah Telur.
Ho : Terdapat Pengaruh Alas Kandang Terhadap Pertumbuhan Jangkrik
( Gryllus testaceus ) Dan Jumlah Telur
B. Tinjauan Pustaka
1. Morfologi Jangkrik

Tubuh jangkrik mempunyai rangka luar dari bahan kitin yang disebut
eksoskeleton. Jangkrik bersayap dua pasang, sepasang sayap depan dan
sepasang sayap belakang, namun ada juga jenis jangkrik yang tidak
bersayap, meskipun demikian jangkrik yang diternakkan pada umumnya
mempunyai sayap jika telah dewasa (imago). Sayap depan diistilahkan
dengan nama tegmina, yaitu sayap yang berbentuk seperti kertas perkamen
dengan venasi atau alur-alur pembuluh darah yang sangat kompleks pada
sayap. Tubuh jangkrik dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu caput
(kepala), toraks (dada), dan abdomen (perut).
Pada kepala jangkrik terdapat sepasang antena, mata majemuk, mata
oseli, labrum (bibir atas), labium (bibir bawah), mandibula (gigi), dan alat
tambahan lain yang berfungsi sebagai lidah yaitu palpus maksilaris dan
palpus labialis. Di dalam kepala jangkrik terdapat otak yang terdiri atas
otak depan, otak tengah, dan otak belakang dengan fungsi masing-masing
yang berbeda, namun semuanya berkaitan dengan sistem indera dan
hormon yang ada pada tubuh jangkrik.
Antena digunakan sebagai sensor rasa dan bau (chemoreceptor), mata
majemuk digunakan sebagai sensor cahaya (chromoreceptor) untuk
melihat bentuk dan warna, sedangkan mata tunggal digunakan untuk
membedakan intensitas cahaya.
Bagian toraks terdapat alat-alat gerak yang berupa dua pasang sayap,
tiga pasang kaki, dan terdapat pronotum yang keras, menutup bagian
dorsal hingga lateral toraks.
Sayap depan (tegmina) jangkrik jantan berbentuk gelombang, yaitu
permukaannya tidak rata dapat memproduksi suara dengan cara
menggesekkan antar sayap depan tersebut.

Kaki depan jangkrik selain berfungsi untuk telinga juga digunakan


untuk berjalan, demikian juga dengan kaki tengahnya. Kaki belakangnya
selain digunakan untuk berjalan juga berfungsi untuk melompat, baik

untuk mengawali penerbangan maupun untuk mencapai tempat lain dalam


jarak yang cukup jauh. Tipe kaki untuk melompat ini disebut dengan
istilah saltatohal
Abdomen merupakan bagian tubuh yang memuat alat pencernaan,
ekskresi, dan reproduksi. Abdomen jangkrik terdiri atas 9 ruas. Bagian
dorsal dan ventral mengalami sklerotisasi sedangkan bagian yang
menghubungkannya berupa membran. Bagian dorsal yang mengeras
disebut terga sedangkan bagian ventral yang mengeras disebut sterna dan
membran yang menghubungkan antara terga dan sterna disebut pleura
Alat penceranaan jangkrik terdiri atas usus depan untuk peng-hancuran
makanan, usus tengah untuk penyerapan sari makanan, dan usus belakang
untuk pengeluaran sisa-sisa makanan.
Alat reproduksi pada jangkrik jantan adalah aedeagus dan pada jangkrik
betina adalah ovipositor. Aedeagus pada jangkrik jantan tidak terlihat
karena berada di dalam tubuh, sedangkan ovipositor pada jangkrik betina
terlihat jelas seperti bentuk jarum yang ujungnya seperti tombak dan
berfungsi untuk meletakkan telur.
2. Pengertian kandang
Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam bisinis
peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga ternak tidak
berkeliaran dan memudahkan pemantauan serta perawatan ternak. Terdapat
banyak sekali kandang, baik berdasarkan tipe maupun bahan yang digunakan
untuk membuat kandang tersebut, sedangkan penggunaannya disesuaikan
dengan kebutuhan, secara langsung kandang mempengaruhi kualitas dan
kuantitas hasil peternakan. Kandang yang fungsional akan memnambah
pendapatan bagi peternak (anonymous. 2011)
Kandang termasuk peralatannya merupakan salah satu sarana
fundamental yang secara langsung terut serta menentukan suskses tidaknya
suatu usaha peternakan. Oleh karena itu kondisi kandang harus diperhatikan

dengan baik yang memacu pada prinsip ideal yang senantiasa memberi
perhatian pada temperatur lingkungan, kelembaban udara dan sirkulasi atau
pertukaran udara (Pattilesano dan Sangle, 2011).
C. Metodologi Penelitian
1. Defenisi Operasional
Untuk menghindari berbagai penafsiran terhadap definisi yang
digunakan dalam penelitian ini, maka diberi penjelasan dari masingmasing variabel sebagai berikut :
a. Alas kandang
Alas kandang adalah bahan yang diletakkan di dalam kandang
untuk

menyerap

kotoran (Woodnot,

1969), penyerap

urin

(Collins,1967), melengkapi bahan yang dapat dibuat sarang dan isolasi


panas (Green, 1968).
b. Jangkrik
Jangkrik adalah serangga yang memiliki sistem reproduksi
dioeceous, yaitu satu individu memiliki satu jenis kelamin yaitu
jantan atau betina. Alat kelamin serangga biasanya rerletak pada ruas
abdomen ke-S dan 9. Ruas-ruas ini memiliki sejumlah kekhususan
yang berkaitan dengan kopulasi dan peletakan telur (Borror et al.,
1992).
2. Metode Penelitian
Berdasar pada permasalahan yang diajukan, maka metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksperimen,

yaitu

prosedur

penelitian

yang

dilakukan

untuk

mengungkapkan hubungan sebab akibat dua variable atau lebih, dengan


mengendalikan pengaruh variabel lain. Metode ini dilaksanakan dengan
memberikan variabel-variabel bebas secara sengaja kepada obyek
penelitian untuk diketahui akibatnya di dalam variabel terikat. (Mustofa,
2010 : 78-79)
Untuk mencari perbandingan pertumbuhan dan jumlah telur
dengan alas daun pisang kering, alas kertas koran, alas pasir dan alas
serbuk gergaji dimasukan kedalam wadah atau kotak untuk alas daun
pisang kering diberi label P I, untuk alas kandang kertas koran label P II,

untuk alas pasir label P III dan untuk alas serbuk gergaji label P IV.
Kemudian masukan 2 ekor jantan dan 8 ekor betina pada setiap kotak.
Dan tulis perkembangannya setiap minggu sampai 6 minggu. Selain itu
dilakukan beberapa perlakuan dalam penelitian dengan sampel sama
sehingga diterapkannya Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Pada penelitian ini digunakan rancangan acak lengkap

terdiri

dari

Setiap

empat

ulangan

macam

terdiri

perlakuan dengan 3 kali ulangan.

dari 10 ekor jangkrik. Perlakuan alas kandang pada

masing-masing baskom sebagai berikut :


Perlakuan
Alas Kandang
P-I
Daun pisang kering
P-II
Kertas koran
P-III
Pasir
P-IV
Serbuk gergaji
Anakan belalang hijau yang dipakai pada penelitian ini berasal
dari telur-telur yang dihasilkan dari hasil perkawinan satu ekor belalang
hijau jantan dan 4 ekor belalang hijau

betina

yang

dipelihara

dalam satu kandang. Telur-telur tersebut kemudian ditetaskan dan


setelah menetas anakan belalang hijau dipelihara sampai nimfa IV. Pada
saat nimfa IV dilakukan pemilihan belalang hijau jantan

dan

betina

dengan perbandingan 2 ekor jantan dan 8 ekor betina pada setiap wadah
atau kotak. Jumlah wadah atau kotak yang digunakan sebanyak 12 buah.
Pertumbuhan

disini diartikan

sebagai

pertambahan panjang

dan bobot belalang hijau pada saat dewasa. Selain itu perubahan yang
diamati
telur

adalah tingkat mortalitas,

tingkah laku kawin dan jumlah

yang dihasilkan. Pengukuran panjang dan bobot belalang hijau

dilakukan setiap minggu, dimulai pada nimfa V yaitu pada usia 55


hari setelah menetas
Pengukuran
sampai

hingga

dewasa

panjang belalang hijau


ujung

abdomen

sampai
dilakukan

berumur

dari ujung kepala

menggunakan penggaris, Sedangkan

pengukuran bobot belalang hijau menggunakan timbangan


Pengukuran laju pertumbuhan belalang hijau
Brody (1945) sebagai berikut :

90 hari.

analitik.

digunakan rumus dad

A1

B1

C1

B6

B3

A2

A3

C2

C6

B2

B5

D3

A4

D1

C5

D4

B4

D6

A5

D5

C3

A6

C4

D2

Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen karena


menggunakan manipulasi data dengan adamya perlakuan dengan
rancangan acak lengkap (RAL) dan penelitian ini terdapat 4 jenis alas
kandang. Untuk rancangan nya disediakan dalam bentuk tabel berikut :

Keterangan :

10

Perlakuan
A
B
C
D

Alas Kandang
Daun pisang kering
Kertas koran
Pasir
Serbuk gergaji

1,2,3,4,5,6 = pengulangan ke -

3. Populasi dan Sampel Penelitian


a. Populasi
Populasi dari peneltian ini adalah jangkrik yang dibeli di perternakan
jangkrik di Jakarta.
b.

Sampel

Pada populasi dipilih secara acak sesuai jenis kelamin.


Adapun perhitungan minimal sampel :
(t-1) (r-1) > 15
(4-1) (r-1) > 15
3r-3 > 15
r>6
Jumlah sampel minimal 6 x 4 = 24 sampel .
4. Waktu dan tempat penelitian
Penilitian akan dilaksanakan di kp. Karang mekar rt 01 rw 08
desa ciburial kecamatan leles kabupaten garut. yang akan dilaksanakan
selama 6 minggu di bulan september 2015.
5. Alat dan Bahan
No

Alat

Bahan

Kotak / wadah / baskom plastik Jangkrik


sebanyak 12 buah

Kain kasa 12 buah

Pakan jangkrik

11

Penggaris

Daun daun pisang kering

Timbangan

Kertas koran

Pasir

Kapas

6. Teknik Pengumpulan Data


a. Tahap Pra Peneletian
1) Mencari indukan Jangkrik dengan betina 16 ekor dan jantan 8 ekor.
2) Pilih indukan yang super dengan membawa 8 ekor betina dan 2
ekor jantan.
3) Masukan kedalam kandang dan biarkan selama 55 hari.
b. Tahap Penelitian
Dimulai pada nimfa

V yaitu pada usia 55 hari setelah menetas

hingga dewasa sampai berumur 90 hari.


1)

Pertumbuhan

disini

diartikan

sebagai

pertambahan

panjang dan bobot jangkrik pada saat dewasa.


Selain itu perubahan yang diamati adalah
a) tingkat mortalitas,
b) tingkah laku kawin
c) jumlah telur yang dihasilkan.
2) Pengukuran panjang dan bobot jangkrik dilakukan setiap minggu,
pengukuran panjang jangkrik dilakukan dari ujung kepala sampai
ujung abdomen menggunakan penggaris, Sedangkan

pengukuran

bobot jangkrik menggunakan timbangan analitik.


7. Analisis Data
Uji prasyarat :
a. Uji normalitas datadengan uji chi kuadrat karena berbentuk kelompok
dan bersifat interval
b. Uji homogenitas
c. Uji hipotesis dengan uji anova ( bila data berdistribusi normal ) an uji
kruskal walls ( bila tidak berdistribusi normal )
d. Uji lanjut

12

8. Tahap tahap atau Alur Penelitian


a. Tahap-tahap Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian,

ada

beberapa

dilakukan,yaitu:
1. Tahap persiapan, meliputi:
a) Menentukan masalah penelitian
b) Studi literatur
c) Menyusun proposal penelitian
d) Seminar proposal
e) Revisi proposal dan mengurus perizinan
2. Tahap pelaksanaan, yaitu melaksanakan

tahap

penelitian

yang

dengan

menggunakan metode eksperimen.


3. Tahap analisis data dan membuat kesimpulan.

b. Alur Penelitian
Berdasarkan penelitian di atas, dapat di gambarkan alur penelitian
sebagai berikut:
Perumusan Masalah
Studi Literatur
Menyusun Proposal Penelitian
Seminar Proposal
Revisi Proposal
Penelitian
Analisis Data
Kesimpulan

13

DAFTAR PUSTAKA

Borror, D.J, D.ll. Delong & C.A. Triplehorn. 1992. Pengenalan


Pelojaran
Serangga. Edisi ke-6. Terjemahan Soetiyono Partosoedjono. UGM, Yogyakarta.
Collins, G.R 1967. Manual for Laboratory Animal Technicians. Publication
3. America Association for Laboratory Animal Science, New York.

67-

Hasegawa, Y. & H. Kuho. 1996. Jangkrik, Seri Misteri A lam. Terjemahan


S. Handoko. PT Elex Media Komputindo Gramedia, Jakarta.
Subyanto & A. Sulthoni, 1991. Kunci Determinasi Serangga.
Yogyakarta.

Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai