Anda di halaman 1dari 457

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR


NOMOR 5 TAHUN 2012
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI
TAHUN 20112031

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR,

Menimbang:

bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 23 ayat


(6) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi Tahun 20112031;

Mengingat:

1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang

Nomor

Tahun

1950

tentang

Pembentukan Propinsi Djawa Timur (Himpunan PeraturanPeraturan Negara Tahun 1950) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1950 tentang
Perubahan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950
(Himpunan Peraturan-Peraturan Negara Tahun 1950);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
4. Undang-Undang

Nomor

Tahun

1984

tentang

Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun


1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3274);
5. Undang-Undang

-2-

5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi


Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3419);
6. Undang-Undang
Nomor
36
Tahun
1999
tentang
Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3881);
7. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang

Nomor

19

Tahun

2004

tentang

Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1


Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi UndangUndang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4412);
8. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan
Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4152);
9. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4169);
10. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4247);
11. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas
Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 115, Tambahan
Indonesia Nomor 4327);

Lembaran

Negara

Republik

12. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber


Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4377);
13. Undang-Undang

-3-

13. Undang-Undang
Nomor
18
Tahun
2004
tentang
Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4411);
14. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5073);
15. Undang-Undang

Nomor

32

Tahun

2004

tentang

Pemerintahan
Daerah
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang

Nomor

32

Tahun

2004

tentang

Pemerintahan
Daerah
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
16. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4444);
17. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4700);
18. Undang-Undang
Perkeretaapian

Nomor
(Lembaran

23

Tahun

Negara

2007

Republik

tentang
Indonesia

Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara


Republik Indonesia Nomor 4722);
19. Undang-Undang

Nomor

24

Tahun

2007

tentang

Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik


Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
20. Undang-Undang

-4-

20. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman


Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4724);
21. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
22. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739);
23. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4746);
24. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4843);
25. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4849);
26. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4851);
27. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4866);
28. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 177, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4925);
29. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4956);
30. Undang-Undang

-5-

30. Undang-Undang

Nomor

Tahun

2009

tentang

Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);
31. Undang-Undang
Kepariwisataan

Nomor
(Lembaran

10

Tahun

Negara

2009

Republik

tentang
Indonesia

Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara


Republik Indonesia Nomor 4966);
32. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5025);
33. Undang-Undang

Nomor

30

Tahun

2009

tentang

Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia


Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5052);
34. Undang-Undang
Perlindungan

Nomor
dan

32

Tahun

Pengelolaan

2009

Lingkungan

tentang
Hidup

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor


140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
35. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan
Ekonomi Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5066);
36. Undang-Undang
Perlindungan

Nomor

Lahan

41

Pertanian

Tahun

2009

Pangan

tentang

Berkelanjutan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor


149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5068);
37. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar
Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992
Nomor

130,

Tambahan

Lembaran

Negara

Republik

Indonesia Nomor 5168);


38. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan
dan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun

2011

Nomor

7,

Tambahan

Lembaran

Negara

Republik Indonesia Nomor 5188);


39. Undang-Undang

-6-

39. Undang-Undang
Nomor
12
Tahun
2011
tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
40. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan
Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5280);
41. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang
Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3934);
42. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan
Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4242);
43. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4385);
44. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang
Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4453) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2009
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45
Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 137, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5056);
45. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan
Tol (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4489) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 44 Tahun 2009 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan
Tol (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 88, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5019);
46. Peraturan

-7-

46. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang


Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 33,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4490);
47. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532);
48. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4624);
49. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4655);
50. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
51. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang
Kegiatan Usaha Panas Bumi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 132, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4777);
52. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang
Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4779);
53. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4828);
54. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
55. Peraturan

-8-

55. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang


Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4858);
56. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air
Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4859);
57. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 tentang
Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan
Penanaman Modal di Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 88, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4861);
58. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang
Kawasan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4987);
59. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2009 tentang
Pedoman
Negara

Pengelolaan
Republik

Kawasan

Indonesia

Perkotaan

Tahun

2009

(Lembaran
Nomor

68,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor


5004);
60. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan

Perkeretaapian

(Lembaran

Negara

Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 129, Tambahan


Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5048);
61. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhanan

(Lembaran

Negara

Republik

Indonesia

Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara


Republik Indonesia Nomor 5070);
62. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata
Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5097);

63. Peraturan

-9-

63. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang


Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 16,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5098);
64. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
65. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang
Wilayah

Pertambangan

(Lembaran

Negara

Republik

Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran


Negara Republik Indonesia Nomor 5110);
66. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5111);
67. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 30, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5112);
68. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 tentang
Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman
Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5116);
69. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2010 tentang
Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 101, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5151);
70. Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2010 tentang
Mitigasi Bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5154);

71. Peraturan

- 10 -

71. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang


Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor

118,

Tambahan

Lembaran

Negara

Republik

Indonesia Nomor 5160);


72. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5185);
73. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus (Lembaran
Negara

Republik

Indonesia

Tahun

2011

Nomor

2,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor


5186);
74. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Kawasan Suaka
Alam dan Kawasan
Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5217);
75. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang
Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5230);
76. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk
Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang
Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005
tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan
untuk Kepentingan Umum;
77. Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun
Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar;

2005

tentang

78. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan


Energi Nasional;
79. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2010 tentang
Penggunaan Kawasan Hutan Lindung untuk Penambangan
Bawah Tanah;
80. Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010 tentang
Reklamasi dan Pascatambang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 138, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5172) ;
81. Peraturan

- 11 -

81. Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang


Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia 20112025;
82. Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2011
Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumber Daya Air;

tentang

83. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2012 tentang Rencana


Tata Ruang Pulau Jawa-Bali;
84. Keputusan Presiden Nomor 32
Pengelolaan Kawasan Lindung;

Tahun

1990

tentang

85. Keputusan Presiden Nomor 26


Penetapan Cekungan Air Tanah;

Tahun

2011

tentang

86. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur


Nomor 11 Tahun 1991 tentang Penetapan Kawasan
Lindung di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur
(Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur
Tahun 1991 Nomor 1 Seri C);
87. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun
2003 tentang Pengelolaan Hutan di Provinsi Jawa Timur
(Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2003 Nomor
1 Seri E);
88. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 6 Tahun
2005 tentang Penertiban dan Pengendalian Hutan Produksi
di Provinsi Jawa Timur (Lembaran Daerah Provinsi Jawa
Timur Tahun 2005 Nomor 2 Seri E);
89. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 1 Tahun
2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 20052025 (Lembaran
Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 Nomor 1 Seri E);
90. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi
Jawa Timur (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun
2011 Nomor 2 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi
Jawa Timur Nomor 2);

Dengan Persetujuan

- 12 -

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR
dan
GUBERNUR JAWA TIMUR

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG


WILAYAH PROVINSI TAHUN 20112031.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah

Pusat,

selanjutnya

disebut

Pemerintah,

adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang


kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Provinsi adalah Provinsi Jawa Timur.
3. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur.
4. Kabupaten/Kota adalah kabupaten/kota di Jawa Timur.
5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang
laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi
sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan
makhluk lain hidup melakukan kegiatan dan memelihara
kelangsungan hidupnya.
6. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
7. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata
ruang.

8. Struktur

- 13 -

8. Struktur Ruang adalah susunan sistem pusat pelayanan


dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi
sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat
yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.
9. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam
suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk
fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi
daya.
10. Wilayah

adalah

ruang

yang

merupakan

kesatuan

geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan


sistemnya

yang

ditentukan

berdasarkan

aspek

administratif dan/atau aspek fungsional.


11. Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang
yang mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat
wilayah.
12. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan
tata

ruang,

pemanfaatan

ruang,

dan

pengendalian

pemanfaatan ruang.
13. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk
menentukan

struktur

ruang

dan

pola

ruang

yang

meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.


14. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan
struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana
tata

ruang

melalui

penyusunan

dan

pelaksanaan

program beserta pembiayaannya.


15. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk
mewujudkan tertib tata ruang sesuai dengan rencana
tata ruang yang telah ditetapkan.
16. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur yang
selanjutnya disingkat RTRW Provinsi adalah rencana tata
ruang yang bersifat umum dari wilayah provinsi, yang
merupakan penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional, dan yang berisi tujuan, kebijakan, dan strategi
penataan ruang wilayah provinsi; rencana struktur ruang
wilayah provinsi; rencana pola ruang wilayah provinsi;
penetapan
pemanfaatan

kawasan
ruang

strategis
wilayah

provinsi;

provinsi;

dan

arahan
arahan

pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi.


18. Kebijakan

- 14 -

17. Kebijakan penataan ruang wilayah provinsi adalah


arahan pengembangan wilayah provinsi yang ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah Provinsi guna mencapai tujuan
penataan ruang wilayah provinsi dalam kurun waktu 20
(dua puluh) tahun.
18. Strategi penataan ruang wilayah provinsi adalah
penjabaran kebijakan penataan ruang ke dalam langkahlangkah pencapaian tindakan yang lebih nyata yang
menjadi dasar dalam penyusunan rencana struktur
ruang dan rencana pola ruang wilayah provinsi.
19. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung
dan budi daya.
20. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan
fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup
yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya
buatan.
21. Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan
dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar
kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buatan.
22. Sistem perkotaan di wilayah provinsi adalah susunan
kota dan kawasan perkotaan di dalam wilayah provinsi
yang menunjukkan keterkaitan antarkota/antarperkotaan yang membentuk hierarki pelayanan dengan
cakupan dan dominasi fungsi tertentu dalam wilayah
provinsi.
23. Wilayah Pengembangan yang selanjutnya disingkat WP
adalah suatu kesatuan wilayah yang terdiri atas satu
dan/atau beberapa kabupaten/kota yang membentuk
kesatuan struktur pelayanan secara berhierarki yang di
dalamnya terdapat pusat pertumbuhan dan wilayah
pendukung.
24. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disingkat PKN
adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk
melayani kegiatan skala internasional, kegiatan nasional,
atau kegiatan beberapa provinsi.
25. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disingkat PKW
adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk
melayani kegiatan skala provinsi atau kegiatan beberapa
kabupaten/kota.
27. Pusat

- 15 -

26. Pusat

Kegiatan

disingkat

Wilayah

PKWP

Promosi

adalah

yang

pusat

selanjutnya

kegiatan

yang

dipromosikan untuk kemudian hari dapat ditetapkan


sebagai PKW.
27. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disingkat PKL
adalah

kawasan

perkotaan

yang

berfungsi

untuk

melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau melayani


kegiatan beberapa kecamatan.
28. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disingkat
PKLP adalah pusat kegiatan yang dipromosikan untuk
kemudian hari dapat ditetapkan sebagai PKL.
29. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai
kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi
kawasan

sebagai

tempat

permukiman

perkotaan,

pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,


serta pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
30. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai
kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber
daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat

permukiman

perdesaan,

pelayanan

jasa

pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.


31. Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan yang
terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri
sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan
perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan
fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan
prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah
penduduk

secara

keseluruhan

sekurang-kurangnya

1.000.000 (satu juta) jiwa.


32. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas
satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan
sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan
sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh
adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan
satuan sistem permukiman dan sistem agribisnis.

34. Kawasan

- 16 -

33. Kawasan andalan adalah bagian dari kawasan budi daya,


baik di ruang darat maupun di ruang laut yang
pengembangannya

diarahkan

untuk

mendorong

pertumbuhan ekonomi bagi wilayah tersebut dan wilayah


sekitarnya.
34. Kawasan

pesisir

adalah

kawasan

yang

merupakan

peralihan antara ekosistem darat dan laut, ke arah darat


mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah
laut sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis
pantai.
35. Kawasan Strategis Nasional yang selanjutnya disingkat
KSN

adalah

diprioritaskan

wilayah
karena

yang

penataan

mempunyai

ruangnya

pengaruh

sangat

penting secara nasional terhadap kedaulatan negara,


pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial,
budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang
telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
36. Kawasan Strategis Provinsi yang selanjutnya disingkat
KSP

adalah

diprioritaskan

wilayah
karena

yang

penataan

mempunyai

ruangnya

pengaruh

sangat

penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial,


budaya, dan/atau lingkungan.
37. Wilayah sungai yang selanjutnya disingkat WS adalah
kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam
satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulaupulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan
2.000 km.
38. Daerah aliran sungai yang selanjutnya disingkat DAS
adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai yang
berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air
yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut
secara alamiah, yang batas di darat merupakan pemisah
topografis dan batas di laut sampai dengan daerah
perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

40. Bahan

- 17 -

39. Bahan

berbahaya

dan

beracun

yang

selanjutnya

disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain


yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik
secara

langsung

maupun

tidak

langsung,

dapat

mencemarkan, merusak lingkungan hidup, dan/atau


membahayakan

lingkungan

hidup,

kesehatan,

serta

kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.


40. Hutan

adalah

suatu

kesatuan

ekosistem

berupa

hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang


didominasi

pepohonan

dalam

persekutuan

alam

lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat


dipisahkan.
41. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk
dan/atau

ditetapkan

oleh

pemerintah

untuk

dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.


42. Mitigasi bencana adalah upaya untuk mengurangi risiko
bencana,

baik

secara

struktur

atau

fisik

melalui

pembangunan fisik alami dan/atau buatan maupun


nonstruktur

atau

nonfisik

melalui

peningkatan

kemampuan menghadapi bencana di wilayah pesisir dan


pulau-pulau kecil.
43. Imbuhan Air Tanah adalah daerah resapan air yang
mampu menambah air tanah secara alamiah pada
cekungan air tanah.
44. Cekungan Air tanah yang selanjutnya disingkat CAT
adalah

suatu

hidrogeologis,

wilayah
tempat

yang

semua

dibatasi
kejadian

oleh

batas

hidrogeologis

seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan


air tanah berlangsung.
45. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur
dan/atau

mengelompok

yang

penggunaannya

lebih

bersifat terbuka dan tempat tumbuh tanaman, baik yang


tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
46. Lahan produktif adalah lahan yang sedang digunakan
untuk kegiatan usaha manusia di bidang pertanian,
khususnya sawah.

48. Kawasan

- 18 -

47. Kawasan minapolitan adalah suatu bagian wilayah yang


mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari
sentra

produksi,

perikanan,

pengolahan,

pelayanan

pemasaran

komoditas

dan/atau

kegiatan

jasa,

pendukung lainnya.
48. Kawasan peruntukan pertambangan adalah wilayah yang
memiliki potensi sumber daya bahan tambang yang
berwujud padat, cair, atau gas berdasarkan peta/data
geologi dan merupakan tempat dilakukannya sebagian
atau seluruh tahapan kegiatan pertambangan yang
meliputi

penelitian,

penyidikan

umum,

eksplorasi,

operasi produksi/eksploitasi dan pasca tambang, baik di


wilayah daratan maupun perairan, serta tidak dibatasi
oleh penggunaan lahan, baik kawasan budidaya maupun
kawasan lindung.
49. Kawasan
ditetapkan

pertahanan
secara

negara

nasional

adalah
yang

wilayah

digunakan

yang
untuk

kepentingan pertahanan.
50. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan
dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
51. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang
selanjutnya disingkat BKPRD adalah badan bersifat adhoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang dan mempunyai fungsi membantu pelaksanaan
tugas Gubernur dalam koordinasi penataan ruang di
Provinsi Jawa Timur.
52. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.
53. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang
termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau
pemangku kepentingan nonpemerintah lain dalam
penataan ruang.
54. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat
dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang.

BAB II

- 19 -

BAB II
RUANG LINGKUP DAN FUNGSI
RTRW PROVINSI JAWA TIMUR
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup
Pasal 2
(1) Rencana

Tata

Ruang

Wilayah

Provinsi

Jawa

Timur

memuat:
a. visi, misi, tujuan, kebijakan, dan strategi penataan
ruang wilayah provinsi;
b. rencana struktur ruang wilayah provinsi;
c. rencana pola ruang wilayah provinsi;
d. penetapan kawasan strategis provinsi;
e. arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan
f. arahan

pengendalian

pemanfaatan

ruang

wilayah

provinsi.
(2) Wilayah Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
mencakup perencanaan seluruh wilayah administrasi
Provinsi Jawa Timur, yang meliputi daratan seluas kurang
lebih 4.779.975 Ha terdiri dari 38 Kabupaten/Kota,
wilayah pesisir dan laut sejauh 12 mil dari garis pantai,
ruang di dalam bumi serta wilayah udara, dengan batasbatas sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa - Pulau
Kalimantan (Provinsi Kalimantan Selatan)
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Bali - Pulau
Bali
c. Sebelah

Selatan

berbatasan

dengan

Samudera

Indonesia
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah

Bagian kedua

- 20 -

Bagian Kedua
Fungsi
Pasal 3
Fungsi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur
sebagai pedoman:
a. penyusunan

rencana

pembangunan

jangka

panjang

daerah;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah
daerah;
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang
wilayah provinsi;
d. perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan
perkembangan

antarwilayah

kabupaten/kota,

serta

keserasian antarsektor;
e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;
f. penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan
g. penataan ruang wilayah kabupaten/kota.
BAB III
VISI, MISI, TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI
PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu
Visi dan Misi Penataan Ruang
Pasal 4
Visi Penataan Ruang Provinsi adalah terwujudnya ruang
wilayah Provinsi berbasis agribisnis dan jasa komersial yang
berdaya saing global dalam pembangunan berkelanjutan.

Pasal 5

- 21 -

Pasal 5
Misi penataan ruang adalah mewujudkan:
a. keseimbangan pemerataan pembangunan antarwilayah
dan pertumbuhan ekonomi;
b. pengembangan

pusat

pertumbuhan

wilayah

dalam

meningkatkan daya saing daerah dalam kancah Asia;


c. penyediaan

sarana

dan

prasarana

wilayah

secara

berkeadilan dan berhierarki serta bernilai tambah tinggi;


d. pemantapan fungsi lindung dan kelestarian sumber daya
alam dan buatan;
e. optimasi fungsi budi daya kawasan dalam meningkatkan
kemandirian masyarakat dalam persaingan global;
f. keterpaduan program pembangunan berbasis agribisnis
dan jasa komersial yang didukung seluruh pemangku
kepentingan; dan
g. kemudahan bagi pengembangan investasi daerah serta
peningkatan kerja sama regional.

Bagian Kedua
Tujuan Penataan Ruang Wilayah Provinsi
Pasal 6

Penataan

Ruang

Wilayah

Provinsi

bertujuan

untuk

mewujudkan ruang wilayah provinsi yang berdaya saing tinggi


dan berkelanjutan melalui pengembangan sistem agropolitan
dan sistem metropolitan.

Bagian Ketiga
Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Provinsi
Pasal 7
Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah provinsi
meliputi pengembangan:
a. wilayah

- 22 -

a. wilayah;
b. struktur ruang;
c. pola ruang; dan
d. kawasan strategis.

Paragraf 1
Pengembangan Wilayah

Pasal 8

(1) Kebijakan pengembangan wilayah sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 7 huruf a meliputi:
a. pemantapan sistem perkotaan PKN sebagai kawasan
metropolitan di Jawa Timur; dan
b. peningkatan

keterkaitan

kantong-kantong

produksi

utama di Jawa Timur dengan pusat pengolahan dan


pemasaran

sebagai

inti

pengembangan

sistem

agropolitan.
(2) Strategi untuk memantapkan sistem perkotaan PKN
sebagai kawasan metropolitan di Jawa Timur sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. pengembangan

ekonomi

wilayah

berbasis

strategi

pemasaran kota;
b. pemantapan fungsi-fungsi perdagangan jasa berskala
nasional dan internasional;
c. pengembangan

infrastruktur

transportasi

dan

telekomunikasi skala internasional;


d. peningkatan

kemudahan

investasi

untuk

pembangunan infrastruktur metropolitan;


e. peningkatan aksesibilitas barang, jasa, dan informasi
antara kawasan metropolitan dan perkotaan lainnya;
dan
f. pengembangan kawasan metropolitan berbasis ekologi.
(3) Strategi

- 23 -

(3) Strategi

untuk

meningkatkan

keterkaitan

kantong-

kantong produksi utama di Jawa Timur dengan pusat


pengolahan dan pemasaran sebagai inti pengembangan
sistem agropolitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi:
a. pemantapan
unggulan

sentra-sentra
sebagai

produksi

penunjang

pertanian

agrobisnis

dan

agroindustri;
b. pengembangan

sarana

dan

prasarana

produksi

pertanian ke pusat-pusat pemasaran hingga ke pasar


internasional;
c. pemantapan suprastruktur pengembangan pertanian
yang terdiri atas lembaga tani dan lembaga keuangan;
dan
d. pengembangan

pertanian

dan

kawasan

perdesaan

berbasis eco-region.
Paragraf 2
Pengembangan Struktur Ruang
Pasal 9
Kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang wilayah
provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b
meliputi:
a. kebijakan

dan

strategi

pengembangan

sistem

pusat

pelayanan; dan
b. kebijakan dan strategi pengembangan sistem jaringan
prasarana wilayah.

Pasal 10

(1) Kebijakan

pengembangan

sistem

pusat

pelayanan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a meliputi:


a. pembentukan sistem perkotaan;
b. pengembangan sistem perdesaan; dan
c. pembentukkan

- 24 -

c. pembentukan sistem dan fungsi perwilayahan.


(2) Strategi

untuk

pembentukan

sistem

perkotaan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:


a. penetapan sistem perkotaan secara berhierarki dengan
membentuk PKN, PKW, dan PKL;
b. revitalisasi dan percepatan pembangunan kawasan
metropolitan sebagai pusat pertumbuhan utama di
Jawa

Timur

yang

didukung

oleh

pusat-pusat

pertumbuhan wilayah dan pusat-pusat pertumbuhan


lokal; dan
c. pengembangan

kawasan

perkotaan

sesuai

dengan

fungsi dan perannya.


(3) Strategi

untuk

pengembangan

sistem

perdesaan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:


a. penguatan dan memantapkan hubungan desa-kota
melalui pemantapan sistem agropolitan;
b. pengembangan

pusat-pusat

pertumbuhan

pada

kawasan perdesaan sebagai inti kawasan agropolitan;


c. pengembangan

kawasan

perdesaan

berbasis

agropolitan untuk dua atau lebih wilayah kabupaten


dilaksanakan oleh Provinsi sebagai kawasan strategis
dari sudut kepentingan ekonomi; dan
d. peningkatan

kualitas

dan

kuantitas

infrastruktur,

terutama infrastruktur jalan untuk mendukung sistem


agropolitan.
(4) Strategi

untuk

pembentukan

sistem

dan

fungsi

perwilayahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf


c meliputi:
a. pembentukan

WP

berdasarkan

potensi

dan

permasalahan;
b. pembentukan struktur pelayanan dan sistem kegiatan
pada setiap WP; dan
c. pengembangan WP sesuai dengan fungsi dan perannya.

Pasal 11

- 25 -

Pasal 11
(1) Kebijakan

pengembangan

sistem

jaringan

prasarana

wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b


meliputi

pemantapan

penyediaan

prasarana

wilayah

dengan meningkatkan kelengkapan, skala pelayanan,


pemerataan,

serta

sistem

interkonektivitas

dan

keterpaduan antarjenis prasarana dengan wilayah-wilayah


yang dilayani secara efisien pada:
a. sistem jaringan transportasi;
b. sistem jaringan energi;
c. sistem jaringan telekomunikasi dan informatika;
d. sistem jaringan sumber daya air; dan
e. sistem jaringan prasarana pengelolaan lingkungan.
(2) Strategi

pengembangan

sistem

jaringan

transportasi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:


a. pemantapan dan pengembangan jaringan transportasi
darat,

laut,

dan

udara

yang

terintegrasi

dengan

kebijakan pengembangan wilayah;


b. peningkatan integrasi intermoda dan antarmoda yang
didukung dengan sarana dan prasarana; dan
c. pengembangan

sistem

jaringan

transportasi

turut

mempertimbangkan kepentingan evakuasi bencana.


(3) Strategi

pengembangan

sistem

jaringan

energi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:


a. pengembangan diversifikasi sumber energi baru dan
terbarukan, antara lain: energi mikrohidro, energi
angin, energi surya, energi air, energi panas bumi,
energi gelombang laut, energi biogas, dan energi
biomassa;
b. pengembangan jaringan transmisi tenaga listrik di
kawasan perkotaan dan perdesaan;
c. peningkatan eksplorasi dan eksploitasi migas dengan
teknologi dan metode yang ramah lingkungan; dan
d. pembukaan peluang investasi sumber energi potensial
berupa panas bumi sebagai sumber energi baru yang
ramah lingkungan.
(4) Strategi

- 26 -

(4) Strategi pengembangan sistem jaringan telekomunikasi


dan informatika sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c meliputi:
a. pengembangan jaringan primer dengan sistem kabel
dan nirkabel; dan
b. pengembangan sistem prasarana telekomunikasi dan
informatika yang efektif dan efisien.
(5) Strategi pengembangan sistem jaringan sumber daya air
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:
a. pengembangan
meliputi

pemanfaatan

sungai,

danau,

air

rawa,

permukaan
dan

yang

sumber

air

permukaan lainnya;
b. perlindungan dan pelestarian sumber air melalui
konservasi kawasan lindung;
c. peningkatan kualitas air dan pengendalian pencemaran
air;
d. pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi;
e. pengembangan

sarana

pengendali

banjir

yang

didukung kerja sama antara pemerintah, Pemerintah


Daerah

Provinsi,

dan

Pemerintah

Daerah

Kabupaten/Kota;
f. pengendalian daya rusak air yang dilakukan pada
sungai, danau, waduk, dan/atau bendungan, rawa,
cekungan air tanah, sistem irigasi yang mencakup
pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan; dan
g. penyediaan informasi sumber daya air yang meliputi
informasi

kondisi

hidrologis,

hidrometeorologis,

hidrogeologis, kebijakan sumber daya air, prasarana


sumber daya air, teknologi sumber daya air, dan
lingkungan pada sumber daya air dan sekitarnya.
(6) Strategi

pengembangan

sistem

jaringan

prasarana

pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) huruf e meliputi:
a. pembangunan

dan

pemfasilitasan

kerja

sama

antardaerah dalam pengelolaan sampah;


b. pembangunan tempat pengolahan sampah terpadu
antarwilayah yang dikelola secara bersama;
c. pembangunan

- 27 -

c. pembangunan dan pengembangan sistem pengelolaan


limbah B3 yang melayani wilayah provinsi;
d. pengendalian

pencemaran

di

sekitar

tempat

pengolahan sampah dan limbah B3; dan


e. mengkoordinasi pengembangan sistem drainase di
kawasan perkotaan.
Paragraf 3
Pengembangan Pola Ruang
Pasal 12

Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang wilayah


provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c
meliputi:
a.

kebijakan dan strategi pengembangan kawasan lindung;

b. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budi daya;


dan
c.

kebijakan dan strategi pengembangan kawasan pesisir


dan pulau-pulau kecil.

Pasal 13

(1) Kebijakan pengembangan kawasan lindung sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 12 huruf a meliputi pemantapan,
pelestarian, dan perlindungan kawasan lindung untuk
mencapai

perlindungan

lingkungan

sumber

daya

alam/buatan dan ekosistemnya, meminimalkan risiko dan


mengurangi

kerentanan

bencana,

mengurangi

efek

pemanasan global yang berprinsip partispasi, menghargai


kearifan lokal, serta menunjang pariwisata, penelitian,
dan edukasi pada:
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan perlindungan setempat;
c. kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar
budaya;
d. kawasan rawan bencana alam;
e. kawasan

- 28 -

e. kawasan lindung geologi; dan


f. kawasan lindung lainnya.
(2) Strategi
pengembangan
kawasan
hutan
lindung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan
dengan meningkatkan upaya preservasi dan konservasi
hutan lindung untuk menjaga luas kawasan dan
meminimalkan kerusakan melalui:
a. pengembangan sistem tata batas (deliniasi) persebaran
hutan lindung di seluruh wilayah Jawa Timur sehingga
jelas batasan antara kawasan hutan lindung dan
sekitarnya untuk meminimalkan potensi perusakan
oleh masyarakat;
b. penetapan luas kawasan hutan minimal 30% dari luas
daratan dalam setiap DAS dan/atau pulau;
c. pengembangan upaya untuk mempertahankan dan
menambah luasan hutan, terutama hutan dengan
fungsi lindung;
d. pemantapan fungsi lindung dengan prinsip pengelolaan
berkelanjutan; dan
e. pengendalian
lindung.

perubahan

fungsi

kawasan

hutan

(3) Strategi pengembangan kawasan perlindungan setempat


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b melalui:
a. penetapan dan/atau penegasan
kawasan perlindungan setempat;

batas

lapangan

b. pengamanan kawasan perlindungan setempat dengan


prinsip konservasi;
c. pengendalian kegiatan yang tidak berkaitan dengan
perlindungan; dan
d. peningkatan nilai ekonomis kawasan dengan tetap
mempertahankan fungsi lindungnya.
(4) Strategi pengembangan kawasan suaka alam, pelestarian
alam, dan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c meliputi:
a. penetapan dan/atau penegasan batas lapangan
kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar
budaya;
b. pemantapan perlindungan kawasan
pelestarian alam, dan cagar budaya;

suaka

alam,

c. mempertahankan

- 29 -

c. mempertahankan

dan

keanekaragaman

hayati

peningkatan
yang

masih

kelestarian
berkembang

beserta ekosistemnya;
d. peningkatan nilai ekonomis kawasan dengan tetap
mempertahankan fungsi lindung kawasan; dan
e. peningkatan

keterpaduan

pembangunan

kawasan

konservasi dengan pembangunan wilayah, terutama


peningkatan kesejahteraan dan kepedulian masyarakat
di sekitar kawasan konservasi.
(5) Strategi

untuk

kawasan

rawan

bencana

alam

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan


dengan mengelola kawasan rawan bencana alam yang
terdiri atas kawasan rawan longsor, kawasan rawan
gelombang pasang, kawasan rawan banjir, dan kawasan
rawan bencana kebakaran hutan yang meliputi:
a. penetapan kawasan rawan bencana alam;
b. pengidentifikasian tingkat risiko wilayah pada kawasan
rawan bencana alam; dan
c. pengembangan manajemen pengelolaan pada kawasan
rawan bencana alam.
(6) Strategi

pengembangan

kawasan

lindung

geologi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilakukan


dengan mengelola kawasan lindung geologi yang terdiri
atas cagar alam geologi,

kawasan rawan bencana alam

geologi, dan kawasan imbuhan air tanah dengan cara:


a. menetapkan kawasan lindung geologi;
b. mengembangkan pengelolaan kawasan cagar alam
geologi;
c. mengidentifikasi tingkat risiko wilayah pada kawasan
rawan bencana alam geologi; dan
d. mengembangkan

manajemen

pengelolaan

pada

kawasan rawan bencana alam geologi.


(7) Strategi
pengembangan
kawasan
lindung
lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dilakukan
melalui upaya pelestarian ekosistem terumbu karang
dengan cara:
a. memantapkan perlindungan terumbu karang;
b. melarang

- 30 -

b. melarang pemakaian alat atau bahan berbahaya untuk


mencari ikan;
c. merehabilitasi terumbu karang yang telah rusak; dan
d. mengembangkan terumbu
kawasan yang potensial.

karang

pada

kawasan-

Pasal 14
(1) Kebijakan
pengembangan
kawasan
budi
daya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b dilakukan
melalui upaya pengembangan kawasan budi daya sesuai
dengan karakter dan daya dukung yang dimiliki, terutama
untuk mendukung pemantapan sistem metropolitan dan
sistem
agropolitan
dalam
rangka
peningkatan
pertumbuhan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat,
meliputi:
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan hutan rakyat;
c. kawasan peruntukan pertanian;
d. kawasan peruntukan perkebunan;
e. kawasan peruntukan peternakan;
f. kawasan peruntukan perikanan;
g. kawasan peruntukan pertambangan;
h. kawasan peruntukan industri;
i. kawasan peruntukan pariwisata;
j. kawasan peruntukan permukiman;
k. kawasan andalan; dan
l. peruntukan kawasan budi daya lainnya.
(2) Strategi pengembangan kawasan peruntukan hutan
produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilakukan dengan:
a. mengembangkan kawasan hutan produksi dengan
pemanfaatan secara lestari dan partisipatif;
b. membatasi alih fungsi hutan produksi untuk kegiatan
di luar kehutanan; dan
c. mengawasi pemanfaatan hutan produksi.
(3) Strategi

- 31 -

(3) Strategi

pengembangan

kawasan

hutan

rakyat

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan


dengan membangun dan mengembangkan kegiatan hutan
rakyat secara partisipatif.
(4) Strategi pengembangan kawasan peruntukan pertanian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan
dengan menetapkan wilayah Jawa Timur sebagai lumbung
pangan nasional yang dicapai melalui:
a. pemertahanan luasan sawah beririgasi termasuk lahan
pertanian

pangan

berkelanjutan

dengan

mengendalikan secara ketat alih fungsi sawah dan


lahan produktif;
b. peningkatan upaya pengelolaan untuk mengoptimalkan
hasil produksi pertanian;
c. pengoptimalan
tambah

pengolahan

hasil

dan

produksi

peningkatan

nilai

pertanian

melalui

terintegrasi

dengan

pengembangan agropolitan;
d. peningkatan

pemasaran

yang

kawasan agropolitan;
e. peningkatan pembinaan, penyuluhan, dan pelatihan
untuk pengembangan pertanian;
f. pengembangan

kemitraan

antarpemangku

kepentingan; dan
g. pengembangan

sarana

dan

prasarana

pendukung

kawasan agropolitan.
(5) Strategi pengembangan kawasan peruntukan perkebunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan
dengan:
a. mengembangkan komoditas unggulan perkebunan di
wilayah potensial dan prospektif; dan
b. mengoptimalkan pengolahan dan peningkatan nilai
tambah

hasil

perkebunan

melalui

pengembangan

agropolitan.
(6) Strategi pengembangan kawasan peruntukan peternakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilakukan
dengan:
a. mengembangkan

- 32 -

a. mengembangkan

komoditas

unggulan

peternakan

besar, kecil, serta unggas di wilayah potensial dan


prospektif; dan
b. mengoptimalkan pengolahan dan peningkatan nilai
tambah hasil peternakan melalui pengembangan
agropolitan.
(7) Strategi pengembangan kawasan peruntukan perikanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dilakukan
dengan:
a. meningkatkan

kualitas

dan

kuantitas

produksi

perikanan;
b. membentuk sentra pengolahan hasil perikanan untuk
mendukung
pengoptimalan
pengolahan
dan
peningkatan nilai tambah hasil perikanan melalui
pengembangan minapolitan;
c. menata wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai
dengan daya dukung yang dimiliki untuk menjamin
keberlangsungan ekosistem pada wilayah tersebut;
d. pemantapan kawasan tambak garam;
e. pemertahanan luasan dan sebaran kawasan tambak
garam; dan
f. pengoptimalan
pengembangan

produksi
serta

kerja

garam

dan

peluang

sama

produksi

garam

dengan investor.
(8) Strategi
pengembangan
kawasan
peruntukan
pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
g
dilakukan
dengan
mengembangkan
kawasan
pertambangan yang meliputi pertambangan mineral,
minyak dan gas bumi (migas) serta panas bumi secara
berkelanjutan dan dilakukan melalui:
a. pengidentifikasian potensi kandungan bahan tambang;
b. peningkatan eksplorasi dan eksploitasi potensi minyak
dan gas bumi dengan berwawasan lingkungan; dan
c. pengembangan kawasan pertambangan berdasarkan
potensi bahan galian, kondisi geologi, dan geohidrologi
dengan prinsip kelestarian lingkungan.

(9) Strategi

- 33 -

(9) Strategi pengembangan kawasan peruntukan industri


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h dilakukan
dengan mengembangkan industri berdasarkan potensi
sumber daya, jaringan infrastruktur, dan pasar melalui:
a. pengembangan kawasan peruntukan industri yang
memperhatikan keseimbangan antara pertumbuhan
wilayah, pemerataan, dan keberlanjutan;
b. pengidentifikasian potensi pengembangan industri;
c. pengembangan industri melalui penyediaan ruang dan
didukung pengembangan infrastruktur wilayah;
d. pengembangan industri berteknologi tinggi dan ramah
lingkungan di kawasan perkotaan;
e. pengembangan industri kecil, menengah, dan rumah
tangga;
f. pengembangan perindustrian berdasarkan prinsip
keterkaitan antara kegiatan hulu-hilir, klaster, dan
sentra; dan
g. pengembangan
industri.

sarana

dan

prasarana

pendukung

(10) Strategi pengembangan kawasan peruntukan pariwisata


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i dilakukan
dengan mengembangkan daya tarik wisata yang meliputi
wisata alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang
terintegrasi secara spasial dengan memperhatikan
keunggulan dan daya saing secara global melalui:
a. pengidentifikasian potensi daya tarik wisata alam,
budaya, dan hasil buatan manusia;
b. penetapan potensi daya tarik wisata unggulan;
c. pembentukan jalur
terintegrasi dengan
wilayah;

pengembangan
pengembangan

wisata yang
infrastruktur

d. pengembangan kegiatan penunjang wisata;


e. pelestarian tradisi atau kearifan masyarakat lokal; dan
f. peningkatan pembinaan, penyuluhan, dan pelatihan
kepada masyarakat dan/atau perajin lokal untuk
pengembangan pariwisata.
(11) Strategi pengembangan kawasan peruntukan permukiman
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j meliputi:
a. pengembangan

- 34 -

a. pengembangan kawasan permukiman perkotaan,


terutama pengembangan permukiman yang efisien dan
terintegrasi dengan sistem transportasi;
b. pengembangan
kawasan
permukiman
yang
mendukung pengembangan agropolitan di kawasan
perdesaan;
c. pengembangan penyediaan perumahan dengan pola
hunian berimbang;
d. pengembangan penyediaan perumahan untuk semua
lapisan masyarakat; dan
e. pengembangan kawasan perumahan yang berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan dengan dukungan
sarana dan prasarana permukiman yang memadai.
(12) Strategi pengembangan kawasan andalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf k dilakukan dengan
mengembangkan kegiatan budi daya unggulan di dalam
kawasan beserta prasarana secara sinergis dan
berkelanjutan
untuk
mendorong
pengembangan
perekonomian kawasan dan wilayah sekitarnya melalui:
a. mengakomodasi penetapan kawasan andalan di
wilayah Provinsi Jawa Timur sebagai bagian dari
pengembangan kawasan andalan nasional; dan
b. mendukung pengembangan kawasan andalan agar
terintegrasi dan operasional.
(13) Strategi pengembangan peruntukan kawasan budi daya
lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l
dilakukan dengan mengoptimalkan fungsi dan peran
kawasan pertahanan dan keamanan melalui :
a. penetapan

dan/atau

penegasan

batas

lapangan

kawasan pertahanan dan keamanan;


b. penetapan jarak bebas aman kawasan pertahanan dan
keamanan

dengan

guna

lahan

lainnya,

terutama

permukiman;
c. pengendalian pemanfaatan lahan di sekitar kawasan
pertahanan dan keamanan secara ketat;
d. mendukung penetapan kawasan strategis nasional
dengan fungsi khusus pertahanan dan keamanan;

e. mengembangkan

- 35 -

e. mengembangkan kegiatan budi daya secara selektif di


dalam dan di sekitar kawasan strategis nasional untuk
menjaga fungsi pertahanan dan keamanan negara;
f. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan
budidaya tidak terbangun di sekitar kawasan strategis
nasional sebagai zona penyangga yang memisahkan
kawasan strategis nasional dengan kawasan budidaya
tidak terbangun; dan
g. turut serta menjaga dan memelihara
pertahanan dan keamanan negara.

aset-aset

Pasal 15
(1) Kebijakan pengembangan kawasan pesisir dan pulaupulau kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf
c meliputi:
a. peningkatan konservasi ekosistem kawasan pesisir dan
pulau-pulau kecil yang menjadi fungsi perlindungan,
baik perlindungan bagi kawasan bawahannya,
kawasan perlindungan setempat, maupun cagar alam;
dan
b. pengoptimalan pengembangan kawasan pesisir dan
pulau-pulau kecil.
(2) Strategi peningkatan konservasi ekosistem kawasan
pesisir dan pulau-pulau kecil yang menjadi fungsi
perlindungan,
baik
perlindungan
bagi
kawasan
bawahannya, kawasan perlindungan setempat, maupun
cagar alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. penetapan zonasi pemanfaatan ruang kawasan pesisir
dan pulau-pulau kecil melalui penetapan batas-batas
fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan
daya dukung serta proses ekologis yang berlangsung
sebagai satu kesatuan dalam ekosistem pesisir;
b. pempertahanan dan penjagaan kelestarian ekosistem
kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil; dan
c. pembatasan
kegiatan
yang
mengakibatkan
terganggunya ekosistem di kawasan pesisir dan pulaupulau kecil.
(3) Strategi

- 36 -

(3) Strategi pengoptimalan pengembangan kawasan pesisir


dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b meliputi:
a. pengoptimalan
pulau-pulau

pemanfaatan

kecil

kawasan

sebagai

pesisir

kawasan

dan

permukiman,

pelabuhan, dan industri;


b. peningkatan kegiatan kepariwisataan dan penelitian di
kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil; dan
c. peningkatan

operasionalisasi

pengembangan

kawasan

perwujudan

andalan

laut

melalui

pengembangan produk unggulan sektor kelautan dan


perikanan.

Paragraf 4
Pengembangan Kawasan Strategis

Pasal 16

(1) Kebijakan

pengembangan

kawasan

strategis

provinsi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d meliputi:


a. pengembangan kawasan ekonomi potensial yang dapat
mempercepat perkembangan wilayah;
b. percepatan perkembangan dan kemajuan kawasan
tertinggal

untuk

mengurangi

kesenjangan

tingkat

perkembangan antarkawasan;
c. pemantapan fungsi kawasan untuk pertahanan dan
keamanan wilayah nasional di provinsi;
d. pemantapan

dan

peningkatan

fungsi

dan

peran

kawasan sosial dan budaya;


e. pemanfaatan sumber daya alam dan/atau teknologi
tinggi

secara

optimal

untuk

meningkatkan

kesejahteraan masyarakat; dan

f. pelestarian

- 37 -

f. pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung


lingkungan

hidup

untuk

mempertahankan

dan

meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan


keanekaragaman

hayati,

mempertahankan

dan

meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, serta


melestarikan keunikan bentang alam.
(2) Strategi pengembangan kawasan ekonomi potensial yang
dapat mempercepat perkembangan wilayah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan melalui upaya
peningkatan dan pemantapan fungsi dan peran kawasan
industri berteknologi tinggi, kawasan ekonomi unggulan,
kawasan

agropolitan,

kawasan

perbatasan

kawasan

koridor

antarprovinsi,

metropolitan,

dan

kawasan

perbatasan antarkabupaten/antarkota di wilayah provinsi


dengan cara:
a. mengoptimalkan

pengembangan

kawasan

melalui

peningkatan nilai ekonomis kawasan;


b. meningkatkan

komoditas

unggulan,

sarana,

dan

prasarana pendukung proses produksi;


c. meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya
manusia, baik sebagai tenaga ahli maupun tenaga
pendukung;
d. mempercepat alih teknologi yang lebih efisien dan
efektif;
e. memberikan dukungan kebijakan melalui pemberian
instrumen insentif antara lain berupa keringanan pajak
dan pembebasan pajak sementara;
f. menjalin kerja sama dengan pihak investor, terkait
pemberian kredit/modal usaha;
g. menelusuri potensi kawasan atau subsektor strategis
yang dapat dikembangkan dengan penetapan kawasan
ekonomi unggulan baru; dan
h. meningkatkan
mengoptimalkan
baik

kerja

sama

pertumbuhan

antarkabupaten/antarkota

antardaerah
daerah
di

untuk

perbatasan,

Jawa

Timur

maupun antarkawasan perbatasan provinsi.


(3) Strategi

- 38 -

(3) Strategi
kawasan
tingkat

percepatan
tertinggal

perkembangan
untuk

perkembangan

dan

mengurangi

antarkawasan

kemajuan
kesenjangan

sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:


a. penelusuran potensi kawasan atau subsektor strategis
yang dapat dikembangkan di kawasan tertinggal;
b. pemasukan subsektor strategis ke kawasan tertinggal
sebagai pemacu pertumbuhan wilayah;
c. penyediaan infrastruktur strategis sebagai pemacu
pertumbuhan wilayah;
d. peningkatan kualitas sumber daya manusia, baik
sebagai tenaga ahli maupun tenaga pendukung; dan
e. pemberian dukungan kebijakan melalui pemberian
instrumen insentif.
(4) Strategi pemantapan fungsi kawasan untuk pertahanan
dan keamanan wilayah nasional di provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan
mengakomodasi dan mendukung pengembangan kawasan
pertahanan dan keamanan dalam lingkup nasional.
(5) Strategi pemantapan dan peningkatan fungsi dan peran
kawasan sosial dan budaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d dilakukan dengan memelihara nilai
sejarah dan budaya yang tinggi serta nilai-nilai yang asli
dengan pengelolaan yang mengapreasiasi nilai tersebut
melalui:
a. pelestarian kawasan sosial dan budaya;
b. pengendalian

perkembangan

lahan

terbangun

di

sekitar kawasan;
c. peningkatan nilai ekonomis kawasan, antara lain
pemanfaatan sebagai aset wisata, penelitian, dan
pendidikan; dan
d. pembinaan masyarakat sekitar untuk ikut berperan
dalam menjaga peninggalan sejarah.

(6) Strategi

- 39 -

(6) Strategi

pemanfaatan

sumber

daya

alam

dan/atau

teknologi tinggi secara optimal untuk meningkatkan


kesejahteraan masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e meliputi:
a. pengoptimalan

pengembangan

kawasan

melalui

peningkatan nilai ekonomis kawasan, antara lain


dengan pengembangan kegiatan penunjang dan/atau
kegiatan turunan dari pemanfaatan sumber daya alam
dan/atau teknologi tinggi;
b. peningkatan keterkaitan kegiatan pemanfaatan sumber
daya alam dan/atau teknologi tinggi dengan kegiatan
penunjang dan/atau turunannya; dan
c. pencegahan dampak negatif pemanfaatan sumber daya
alam

dan/atau

teknologi

tinggi

terhadap

fungsi

lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat.


(7) Strategi pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya
dukung lingkungan hidup untuk mempertahankan dan
meningkatkan

keseimbangan

keanekaragaman
meningkatkan
melestarikan

hayati,

fungsi
keunikan

ekosistem,

melestarikan

mempertahankan

perlindungan
bentang

kawasan,

alam

dan
serta

sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf f meliputi:


a. pembatasan dan pencegahan pemanfaatan ruang yang
berpotensi mengurangi fungsi perlindungan kawasan;
b. pelarangan alih fungsi pada kawasan yang telah
ditetapkan sebagai kawasan lindung;
c.

pembatasan pengembangan sarana dan prasarana di


dalam dan di sekitar kawasan yang ditetapkan untuk
fungsi lindung yang dapat memicu perkembangan
kegiatan budi daya;

d. perehabilitasian fungsi lindung yang menurun akibat


dampak pemanfaatan ruang yang berkembang di
dalam dan di sekitar kawasan lindung;

e. pengoptimalan

- 40 -

e.

pengoptimalan

pengembangan

kawasan

dengan

peningkatan nilai ekonomis kawasan lindung melalui


pemanfaatan untuk daya tarik wisata, pendidikan,
dan penelitian berbasis lingkungan hidup, dan/atau
pemanfaatan bakau dan terumbu karang sebagai
sumber ekonomi perikanan yang berkelanjutan;
f.

peningkatan kerja sama antara Pemerintah Daerah


Provinsi dan masyarakat setempat;

g.

pengembalian

kegiatan

yang

mendorong

pengembangan fungsi lindung;


h. peningkatan

keanekaragaman

hayati

kawasan

lindung; dan
i.

pengendalian kawasan sekitar perlindungan ekosistem


dan lingkungan hidup secara ketat.

BAB IV
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH PROVINSI
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 17

(1) Rencana struktur ruang wilayah provinsi terdiri atas:


a. sistem pusat pelayanan; dan
b. sistem jaringan prasarana wilayah provinsi.
(2) Rencana struktur ruang wilayah provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) digambarkan dengan ketelitian
peta skala 1:250.000 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
peraturan daerah ini.

Bagian Kedua

- 41 -

Bagian Kedua
Rencana Sistem Pusat Pelayanan

Pasal 18

Rencana sistem pusat pelayanan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 17 ayat (1) terdiri atas rencana sistem perkotaan
disertai

dengan

penetapan

fungsi

WP-nya

dan

sistem

perdesaan.

Paragraf 1
Rencana Sistem Perkotaan
Pasal 19
(1) Sistem perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18,
meliputi:
a. PKN

: Kawasan
Perkotaan
GresikBangkalan
MojokertoSurabayaSidoarjoLamongan
(Gerbangkertosusila) dan Malang;

b. PKW

: Probolinggo,
Tuban,
Kediri,
Madiun,
Banyuwangi, Jember, Blitar, Pamekasan,
Bojonegoro, dan Pacitan;

c. PKWP : Pasuruan dan Batu;


d. PKL

: Jombang,
Ponorogo,
Ngawi,
Nganjuk,
Tulungagung, Lumajang, Sumenep, Magetan,
Situbondo,
Trenggalek,
Bondowoso,
Sampang, Kepanjen, Mejayan, Kraksaan,
Kanigoro, dan Bangil; dan

e. Kawasan perkotaan di wilayah kabupaten yang


memiliki potensi sebagai pusat kegiatan bagi beberapa
kecamatan dapat diusulkan sebagai PKLP oleh
kabupaten masing-masing kepada Pemerintah Daerah
Provinsi.
(2) Fungsi setiap pusat kegiatan dalam sistem perkotaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan skala
pelayanan perkotaan masing-masing.
(3) WP

- 42 -

(3) WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 terdiri atas 8


(delapan) WP yang meliputi:
a. WP Germakertosusila Plus dengan pusat di Kota
Surabaya meliputi: Kota Surabaya, Kabupaten Tuban,
Kabupaten
Lamongan,
Kabupaten
Bojonegoro,
Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten
Mojokerto, Kota Mojokerto, Kabupaten Jombang,
Kabupaten Pasuruan, Kota Pasuruan, Kabupaten
Bangkalan,
Kabupaten
Sampang,
Kabupaten
Pamekasan, dan Kabupaten Sumenep, dengan fungsi:
pertanian tanaman pangan, perkebunan, hortikultura,
kehutanan, perikanan, peternakan, pertambangan,
perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, pariwisata,
transportasi, dan industri;
b. WP Malang Raya dengan pusat di Kota Malang
meliputi: Kota Malang, Kota Batu, dan Kabupaten
Malang, dengan fungsi: pertanian tanaman pangan,
perkebunan, hortikultura, kehutanan, perikanan,
peternakan,
pertambangan,
perdagangan,
jasa,
pendidikan, kesehatan, pariwisata, dan industri;
c. WP Madiun dan sekitarnya dengan pusat di Kota
Madiun meliputi: Kota Madiun, Kabupaten Madiun,
Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Magetan, Kabupaten
Pacitan, dan Kabupaten Ngawi dengan fungsi:
pertanian tanaman pangan, perkebunan, hortikultura,
kehutanan, peternakan, pertambangan, pariwisata,
pendidikan, kesehatan, dan industri;
d. WP Kediri dan sekitarnya dengan pusat di Kota Kediri,
meliputi: Kota Kediri, Kabupaten Kediri, Kabupaten
Nganjuk, Kabupaten Trenggalek, dan Kabupaten
Tulungagung dengan fungsi: pertanian tanaman
pangan,
hortikultura,
perkebunan,
kehutanan,
peternakan, pertambangan, pendidikan, kesehatan,
pariwisata, perikanan, dan industri;
e. WP ProbolinggoLumajang dengan pusat di Kota
Probolinggo meliputi: Kota Probolinggo, Kabupaten
Probolinggo, dan Kabupaten Lumajang, dengan fungsi:
pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,
kehutanan, peternakan, perikanan, pertambangan,
pariwisata, pendidikan, dan kesehatan;
f. WP

- 43 -

f.

WP Blitar dengan pusat di Kota Blitar meliputi: Kota


Blitar dan Kabupaten Blitar dengan fungsi: pertanian
tanaman
pangan,
hortikultura,
perkebunan,
peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan,
pendidikan, kesehatan dan pariwisata;

g. WP Jember dan sekitarnya dengan pusat di Perkotaan


Jember meliputi: Kabupaten Jember, Kabupaten
Bondowoso dan Kabupaten Situbondo dengan fungsi
pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,
peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan,
pendidikan, kesehatan, dan pariwisata; dan
h. WP Banyuwangi dengan pusat di Perkotaan
Banyuwangi meliputi: Kabupaten Banyuwangi dengan
fungsi: pertanian tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan, peternakan, kehutanan, perikanan,
pertambangan, industri, pendidikan, kesehatan, dan
pariwisata.
Paragraf 2
Rencana Sistem Perdesaan

Pasal 20

(1) Rencana sistem perdesaan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 18 dilakukan dengan membentuk pusat pelayanan
perdesaan secara berhierarki.
(2) Pusat pelayanan perdesaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) secara berhierarki memiliki hubungan dengan:
a. pusat pelayanan wilayah kecamatan sebagai kawasan
perkotaan terdekat;
b. perkotaan sebagai pusat pelayanan sub-WP; dan
c. ibukota kabupaten masing-masing.
(3) Sistem pelayanan perdesaan dikembangkan seiring dengan
pengembangan sistem agropolitan.
(4) Keterkaitan antara sistem pelayanan perkotaan dan sistem
pelayanan perdesaan dapat berbentuk sistem agroindustri.

(5) Pengembangan

- 44 -

(5) Pengembangan sistem agropolitan dan sistem agroindustri


sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dapat
dilaksanakan oleh provinsi dan/atau kabupaten/kota.

Bagian Ketiga
Rencana Sistem Jaringan Prasarana Wilayah

Pasal 21

Rencana sistem jaringan prasarana wilayah sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b meliputi:
a. rencana sistem jaringan transportasi;
b. rencana sistem jaringan energi;
c. rencana sistem jaringan telekomunikasi dan informatika;
d. rencana sistem jaringan sumber daya air; dan
e. rencana sistem prasarana pengelolaan lingkungan.

Paragraf 1
Rencana Sistem Jaringan Transportasi
Pasal 22
(1) Rencana sistem jaringan transportasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 huruf a terdiri atas:
a. sistem jaringan transportasi darat;
b. sistem jaringan transportasi laut; dan
c. sistem jaringan transportasi udara.
(2) Rencana sistem jaringan transportasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk:
a. mengembangkan
sistem
transportasi
mengintegrasikan antarpusat pengembangan;

yang

b. mengembangkan sistem transportasi antarpulau;


c. mengembangkan sistem transportasi pendukung
perdagangan ekspor komoditi unggulan; dan
d. mengembangkan

- 45 -

d. mengembangkan sistem transportasi pembuka akses


wilayah tertinggal, terutama di wilayah selatan Jawa
Timur dan Kepulauan Madura serta pembuka akses
wilayah terisolir, terutama pulau-pulau kecil.
(3) Rencana sistem jaringan transportasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi sistem jaringan
transportasi
yang
sudah
ada
dan
yang
akan
dikembangkan.
Pasal 23
Rencana sistem jaringan transportasi darat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a meliputi:
a. jaringan jalan;
b. jaringan kereta api; dan
c. jaringan sungai, danau, dan penyeberangan.
Pasal 24
(1) Rencana jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 huruf a terdiri atas:
a. jalan; dan
b. terminal.
(2) Rencana jaringan kereta api sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 huruf b terdiri atas:
a. jaringan jalur kereta api umum;
b. stasiun;
c. dry port; dan
d. terminal barang.
(3) Rencana jaringan sungai, danau, dan penyeberangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf c berupa
pelabuhan penyeberangan.

Pasal 25

(1) Rencana jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat


(1) huruf a meliputi jalan nasional dan jalan provinsi.
(2) Rencana

- 46 -

(2) Rencana jalan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) meliputi jalan bebas hambatan, jalan nasional arteri
primer, jalan nasional kolektor primer, dan jalan strategis
nasional rencana.
(3) Rencana jalan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi jalan provinsi kolektor primer dan jalan
strategis provinsi.
Pasal 26

(1)

Jalan bebas hambatan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 25 ayat (2) yang sudah ada terdiri atas:
a.

jalan bebas hambatan antarkota, yaitu:


1) Jembatan SurabayaMadura (Jembatan Suramadu).

b.

jalan bebas hambatan dalam kota meliputi:


1) SurabayaGempol;
2) SurabayaGresik; dan
3) Simpang Susun (SS) WaruBandara Juanda.

(2)

Rencana pengembangan jalan bebas hambatan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) meliputi:
a. jalan bebas hambatan antarkota terdiri atas:
1) MantinganNgawi;
2) NgawiKertosono;
3) KertosonoMojokerto;
4) MojokertoSurabaya;
5) GempolPandaan;
6) PandaanMalang;
7) GempolPasuruan;
8) PasuruanProbolinggo;
9) ProbolinggoBanyuwangi;
10) GresikTuban;
11) DemakTuban;
12) PorongGempol; dan
13) Surabaya-Suramadu-Tanjung Bulupandan.
b. jalan

- 47 -

b.

jalan bebas hambatan dalam kota meliputi:


1) Waru (Aloha)WonokromoTanjung Perak; dan
2) Bandara JuandaTanjung Perak.

(3)

Jalan nasional arteri primer sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 25 ayat (2) meliputi:
a.

SurabayaMalang;

b.

SurabayaMojokertoJombangKertosonoNganjuk
CarubanNgawiMantingan;

c.

SurabayaLamonganWidangTubanBulu

(Batas

Jateng);
d.

SurabayaSidoarjoGempolPasuruanProbolinggo
SitubondoBanyuwangi; dan

e.

KamalBangkalanSampangPamekasanSumenep
Kalianget.

(4)

Jalan

nasional

kolektor

primer

sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) meliputi:


a.

GresikSadangTuban;

b.

BabatBojonegoroPadanganNgawi;

c.

NgawiMaospatiMadiunCaruban;

d.

MojokertoMojosariGempol;

e.

GlonggongPacitanPanggulDurenanTulungagung
BlitarKepanjenTurenLumajangWonorejoJember
GentengkulonJajagBenculukRogojampi
Banyuwangi;

(5)

f.

TulungagungKediriKertosono;

g.

MalangKepanjen;

h.

WonorejoProbolinggo;

i.

SronoMuncar; dan

j.

PlosoPacitanHadiwarno.
Jalan

strategis

nasional

rencana

sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) meliputi:


a. Jalan Merr II-C (Surabaya);
b. Jalan Lingkar Timur Sidoarjo (Sidoarjo);
c. Jalan Airlangga (Mojosari);
d. PadanganBatas Jawa Tengah (Cepu);
e. Madiun

- 48 -

e. MadiunBatas Kabupaten Ponorogo;


f.

batas Kabupaten MadiunPonorogo;

g. PonorogoDengok;
h. Jalan Diponegoro (Ponorogo);
i.

Jalan Alun-Alun Barat (Ponorogo);

j.

Jalan Gatot Subroto (Ponorogo);

k. DengokBatas Kabupaten Trenggalek;


l.

TrenggalekBatas Kabupaten Ponorogo;

m. Jalan Soekarno Hatta (Trenggalek);


n. Jalan Panglima Sudirman (Trenggalek);
o. Jalan Yos Sudarso (Trenggalek);
p. Jalan Mayjen Sungkono (Trenggalek);
q. PanggulManjunganPrigi;
r.

Durenan (Jalan Raya Tulungagung)Prigi;

s. PrigiNgrejo;
t.

NgrejoBatas

Kabupaten

Tulungagung/Kabupaten

Blitar;
u. Batas

Kabupaten

Tulungagung/Kabupaten

Blitar

Pantai Serang;
v. Pantai SerangBatas Kabupaten Malang;
w. Batas Kabupaten MalangWonogoro;
x. WonogoroSendangbiru;
y. SendangbiruTalok;
z. JaritBatas Jember;
aa. Batas JemberPuger;
bb. PugerSumberejo;
cc. SumberejoTengkinol;
dd. TengkinolGlenmore;
ee. SitubondoGarduatak;
ff. GarduatakSilapak;
gg. SilapakPaltuding;
hh. PaltudingBanyuwangi;
ii. Bangkalan

- 49 -

ii. BangkalanPelabuhan Tanjung Bumi;


jj. Krian By PassLegundi;
kk. LegundiPertigaan Bunder;
ll. PonorogoBiting;
mm. Jalan Trunojoyo (Ponorogo);
nn. Jalan Hayam Wuruk (Ponorogo);
oo. BangkalanTanjung

BulupandanKetapangSotabar

Sumenep; dan
pp. KamalKwanyarModungSampang.

Pasal 27

(1) Jalan provinsi kolektor primer sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 25 ayat (3) meliputi:
a. NganjukBojonegoroPoncoJatirogoBatas

Jawa

Tengah;
b. PoncoPakah;
c. KandanganPulorejoJombangPlosoBabat;
d. MojokertoGedekLamongan;
e. MojokertoMliripLegundiDriyorejoWonokromo;
f.

GedekPloso;

g. PadanganCepu;
h. TurenMalangPendemKandanganPareKediri;
i.

BatuPacetMojosariKrianLegundiBunder;

j.

KarangloPendem;

k. ParePulorejo;
l.

PandaanTretes;

m. PurwodadiNongkojajar;
n. PurwosariKejayanPasuruan;
o. KejayanTosari;
p. PilangSukapura;
q. LumajangKencongKasihanBalungAmbuluMangli;
r.

KasihanPuger;
s. Jember

- 50 -

s. JemberBondowosoSitubondo;
t.

GentengkulonWonoreksoRogojampi;

u. DengokTrenggalek;
v. BlitarSrengatKediriNganjuk;
w. ArjosariNawangan;
x. PacitanArjosariDengokPonorogoMadiun;
y. MaospatiMagetanCemorosewu;
z. BangkalanTanjung BumiKetapangSotobarSumenep
Lumbang;
aa. PonorogoBiting;
bb. NgantruSrengat;
cc. GemekanGondangPacetTrawas;
dd. TalokDrujuSendang Biru;
ee. GroboganPondok Dalem;
ff. BalungRambipuji;
gg. SitubondoBuduan;
hh. MaesanKalisatSempolan;
ii. GentengTemuguruhWonorekso;
jj. JajagBangorejoPasanggaran;
kk. BenculukGrajagan;
ll. GlagahagungTegaldlimo;
mm. SampangKetapang;
nn. SampangOmbenPamekasan; dan
oo. PamekasanSotabar.
(2) Rencana

pengembangan

jalan

strategis

provinsi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) meliputi:


a. LakarsantriBringkang;
b. Jalan Raya Menganti (Kota Surabaya);
c. Cemeng KalangSukodono;
d. SukodonoDungus;
e. DungusKletek;
f.

PlosoBatas Kabupaten Nganjuk;

g. Batas Kabupaten JombangKertosono;


h. Blitar

- 51 -

h. BlitarPantai Serang;
i.

Jalan Bali (Kota Blitar);

j.

Batas Kota MalangBandara Abdul Rachman Saleh;

k. Jalan Laksda Adisucipto (Kota Malang);


l.

KarangplosoGiri Purwo (Batas Kota Batu);

m. Batas Kabupaten MalangSimpang Tiga Jalan Brantas


(Kota Batu);
n. SukapuraLambang Kuning;
o. SukapuraNgadisari;
p. TempehKunir;
q. KunirKarangrejo;
r.

KarangrejoYosowilangun;

s. AsembagusJangkar;
t.

RogungTorjun;

u. SampangRogung;
v. KedungpringMantup; dan
w. SlopengLombang.

Pasal 28

(1) Terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1)


huruf b yang sudah ada terdiri atas:
a. terminal tipe A meliputi:
1) Terminal Pacitan di Kabupaten Pacitan;
2) Terminal Seloaji di Kabupaten Ponorogo;
3) Terminal Tulungagung di Kabupaten Tulungagung;
4) Terminal Tawangalun di Kabupaten Jember;
5) Terminal Sri Tanjung di Kabupaten Banyuwangi;
6) Terminal Ngawi di Kabupaten Ngawi;
7) Terminal Kambang Putih di Kabupaten Tuban;
8) Terminal Aryawiraraja di Kabupaten Sumenep;
9) Terminal Tamanan di Kota Kediri;
10) Terminal Patria di Kota Blitar;
11) Terminal

- 52 -

11) Terminal Arjosari di Kota Malang;


12) Terminal Bayuangga di Kota Probolinggo;
13) Terminal Purbaya di Kota Madiun;
14) Terminal Purabaya di Kabupaten Sidoarjo;
15) Terminal Tambak Oso Wilangun di Kota Surabaya;
16) Terminal Pandaan di Kabupaten Pasuruan;
17) Terminal Rejakwesi di Kabupaten Bojonegoro;
18) Terminal Bangkalan di Kabupaten Bangkalan; dan
19) Terminal Ceguk di Kabupaten Pamekasan.
b. terminal tipe B meliputi:
1) Terminal Trenggalek di Kabupaten Trenggalek;
2) Terminal Purwoasri di Kabupaten Kediri;
3) Terminal

Kepanjen

dan

Terminal

Dampit

di

Kabupaten Malang;
4) Terminal Minak Koncar di Kabupaten Lumajang;
5) Terminal Arjasa di Kabupaten Jember;
6) Terminal

Wiroguno

dan

Terminal

Brawijaya

di

Kabupaten Banyuwangi;
7) Terminal Bondowoso di Kabupaten Bondowoso;
8) Terminal

Situbondo

dan

Terminal

Besuki

di

Kabupaten Situbondo;
9) Terminal Larangan di Kabupaten Sidoarjo;
10) Terminal Kepuhsari di Kabupaten Jombang;
11) Terminal Anjuk Ladang dan Terminal Kertosono di
Kabupaten Nganjuk;
12) Terminal Caruban di Kabupaten Madiun;
13) Terminal Magetan di Kabupaten Magetan;
14) Terminal Padangan di Kabupaten Bojonegoro;
15) Terminal

Lamongan

dan

Terminal

Babat

di

Kabupaten Lamongan;
16) Terminal Bunder di Kabupaten Gresik;
17) Terminal Sampang di Kabupaten Sampang;
18) Terminal Landungsari dan Terminal Hamid Rusdi di
Kota Malang;
19) Terminal Untung Suropati di Kota Pasuruan;
20) Terminal

- 53 -

20) Terminal Kertajaya di Kota Mojokerto;


21) Terminal Joyoboyo di Kota Surabaya; dan
22) Terminal Batu di Kota Batu.
(2) Rencana pengembangan terminal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. terminal tipe A meliputi:
1) Terminal Situbondo di Kabupaten Situbondo;
2) Terminal Sidoarjo di Kabupaten Sidoarjo;
3) Terminal Kepuhsari di Kabupaten Jombang;
4) Terminal Rajegwesi di Kabupaten Bojonegoro;
5) Terminal Burneh di Kabupaten Bangkalan;
6) Terminal Minak Koncar di Kabupaten Lumajang;
7) Terminal Sumenep di Kabupaten Sumenep;
8) Terminal Pasuruan di Kabupaten Pasuruan;
9) Terminal Paciran di Kabupaten Lamongan;
10) Terminal Kertajaya di Kota Mojokerto;
11) Terminal Joyoboyo di Kota Surabaya;
12) Terminal Trenggalek di Kabupaten Trenggalek; dan
13) Terminal Batu di Kota Batu
b. terminal tipe B meliputi:
1) Terminal Kraksaan di Kabupaten Probolinggo;
2) Terminal Wlingi di Kabupaten Blitar;
3) Terminal Sendang Biru di Kabupaten Malang;
4) Terminal Prigi di Kabupaten Trenggalek;
5) Terminal Pare di Kabupaten Kediri; dan
6) Terminal Maospati di Kabupaten Magetan.
(3) Arahan

pengembangan

terminal

selain

sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan sesuai dengan


kebutuhan

dengan

mengikuti

peraturan

perundang-

undangan.
Pasal 29
(1) Jalur perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat (2) huruf a yang sudah ada meliputi:
a. Jalur

- 54 -

a. Jalur Utara

: Surabaya

(Pasar

Turi)Lamongan

BabatBojonegoroCepu;
b. Jalur Tengah : Surabaya

(Semut)Surabaya

(Gubeng)Surabaya

(Wonokromo)

JombangKertosonoNganjuk
MadiunSolo;
c. Jalur Timur

: Surabaya

(Semut)Surabaya

(Gubeng)Surabaya

(Wonokromo)

SidoarjoBangilPasuruan
ProbolinggoJemberBanyuwangi; dan
d. Jalur Lingkar : Surabaya

(Semut)Surabaya

(Gubeng)Surabaya

(Wonokromo)

SidoarjoBangilLawangMalang
BlitarTulungagungKediriKertosono
Surabaya.
(2) Rencana

pengembangan

jalur

kereta

api

umum

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf a


meliputi:
a. jalur TulanganGunung Gangsir sebagai relokasi jalur
kereta api akibat luapan lumpur Sidoarjo;
b. jalur kereta api ganda meliputi:
1) Jalur Utara

: Surabaya (Pasar Turi)Lamongan


BabatBojonegoroCepu;

2) Jalur Tengah : Surabaya

(Semut)Surabaya

(Gubeng)Surabaya

(Wonokromo)

JombangKertosonoNganjuk
MadiunSolo;
3) Jalur Timur

: Surabaya

(Semut)Surabaya

(Gubeng)Surabaya

(Wonokromo)

SidoarjoBangilPasuruan
ProbolinggoJemberBanyuwangi;
4) Jalur Lingkar : Surabaya

(Semut)Surabaya

(Gubeng)Surabaya

(Wonokromo)

SidoarjoBangilLawangMalang
BlitarTulungagungKediri
KertosonoSurabaya;
5)

SidoarjoTulanganTarik; dan

6)

GubengJuanda.
c. konservasi

- 55 -

c. konservasi jalur perkeretaapian mati meliputi:


1) BojonegoroJatirogo;
2) MadiunPonorogoSlahung;
3) MojokertoMojosariPorong;
4) PlosoMojokertoKrian;
5) MalangTurenDampit;
6) MalangPakisTumpang;
7) BabatJombang;
8) BabatTuban;
9) KamalBangkalanSampangPamekasanSumenep;
10) JatiProbolinggoPaiton;
11) KlakahLumajangPasirian;
12) LumajangGumukmasBalungRambipuji;
13) PanarukanSitubondoBondowosoKalisatJember;
14) RogojampiBenculuk; dan
15) PerakWonokromo (bekas jalur Trem).
d. pengembangan jalur kereta api di Pulau Madura
yang

menghubungkan

PamekasanSumenep

BangkalanKamalSampang
yang

terintegrasi

dengan

jaringan perkeretaapian di Surabaya;


e. pengembangan jalur kereta api melayang pada wilayah
Kota Surabaya dan sekitarnya;
f.

revitalisasi

perlintasan tidak sebidang

di seluruh

wilayah Jawa Timur; dan


g. pembangunan peringatan dini di seluruh perlintasan
sebidang.
(3) Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
ayat (2) huruf b yang sudah ada meliputi:
a. Stasiun Nganjuk dan Stasiun Kertosono di Kabupaten
Nganjuk;
b. Stasiun Jombang di Kabupaten Jombang;
c. Stasiun Tulungagung di Kabupaten Tulungagung;
d. Stasiun Bojonegoro di Kabupaten Bojonegoro;
e. Stasiun Lamongan di Kabupaten Lamongan;
f. Stasiun

- 56 -

f.

Stasiun Sidoarjo di Kabupaten Sidoarjo;

g. Stasiun Bangil di Kabupaten Pasuruan;


h. Stasiun Klakah di Kabupaten Lumajang;
i.

Stasiun Jember di Kabupaten Jember;

j.

Stasiun Banyuwangi Baru di Kabupaten Banyuwangi;

k. Stasiun Lawang di Kabupaten Malang;


l.

Stasiun Madiun di Kota Madiun;

m. Stasiun Kediri di Kota Kediri;


n. Stasiun Blitar di Kota Blitar;
o. Stasiun Mojokerto di Kota Mojokerto;
p. Stasiun Surabaya Pasar Turi, Stasiun Surabaya Kota,
Stasiun

Sidotopo,

Wonokromo,

Stasiun

Stasiun
Surabaya

Kalimas,
Gubeng

Stasiun
di

Kota

Surabaya;
q. Stasiun Probolinggo di Kota Probolinggo;
r.

Stasiun Pasuruan di Kota Pasuruan; dan

s. Stasiun Kota Baru dan Kota Lama di Kota Malang.


(4) Rencana pengembangan stasiun kereta api sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf b meliputi:
a. Stasiun Kamal dan Stasiun Bangkalan di Kabupaten
Bangkalan;
b. Stasiun Sampang di Kabupaten Sampang;
c. Stasiun Pamekasan di Kabupaten Pamekasan; dan
d. Stasiun Sumenep di Kabupaten Sumenep.
(5) Pengembangan stasiun kereta api juga dapat dilakukan
pada lokasi yang potensial, strategis, dan yang mempunyai
permintaan pasar yang tinggi dengan tetap mengikuti
ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.

Pasal 30

(1) Dry port sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2)


huruf c yang sudah ada yaitu Rambipuji di Kabupaten
Jember.

(2) Rencana

- 57 -

(2) Rencana pengembangan dry port sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 24 ayat (2) huruf c meliputi dry port di Kota
Malang, Kota Madiun, dan Kota Kediri.

Pasal 31

(1) Terminal barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24


ayat (2) huruf d yang sudah ada meliputi:
a. Terminal Barang Waru di Kabupaten Sidoarjo;
b. Terminal Barang Babat di Kabupaten Lamongan; dan
c. Terminal Barang Pasar Turi di Kota Surabaya.
(2) Rencana pengembangan terminal barang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf d yaitu Kalimas di
Kota Surabaya.
(3) Arahan
pengembangan
terminal
barang
selain
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan
sesuai dengan kebutuhan dengan mengikuti peraturan
perundang-undangan
Pasal 32

(1)

Pelabuhan penyeberangan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 24 ayat (3), yang sudah ada, yaitu:
a. pelabuhan
penyeberangan
antarprovinsi, meliputi:

dengan

pelayanan

1) Pelabuhan Ketapang di Kabupaten Banyuwangi;


dan
2) Pelabuhan Tanjung Perak di Kota Surabaya.
b. pelabuhan
penyeberangan
dengan
pelayanan
antarkabupaten/ kota dalam provinsi meliputi:
1) Pelabuhan Ujung di Kota Surabaya;
2) Pelabuhan Kamal di Kabupaten Bangkalan;
3) Pelabuhan Jangkar di Kabupaten Situbondo; dan
4) Pelabuhan Kalianget di Kabupaten Sumenep.
c. Pelabuhan penyeberangan dengan pelayanan dalam
wilayah kabupaten/kota, meliputi:
1) Pelabuhan

- 58 -

1) Pelabuhan Kalianget, Pelabuhan Kangean dan


Pelabuhan Sapudi di Kabupaten Sumenep; dan
2) Pelabuhan Gresik
Kabupaten Gresik.

dan

Pelabuhan

Bawean

di

(2) Rencana
pengembangan
pelabuhan
penyeberangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) terdiri
atas:
a. pelabuhan
penyeberangan
antarprovinsi, meliputi:

dengan

pelayanan

1) Pelabuhan Ketapang di Kabupaten Banyuwangi;


dan
2) Pelabuhan Paciran di Kabupaten Lamongan.
b. pelabuhan
penyeberangan
dengan
pelayanan
antarkabupaten/kota dalam provinsi meliputi:
1) Pelabuhan Ujung di Kota Surabaya;
2) Pelabuhan Kamal di Kabupaten Bangkalan;
3) Pelabuhan Bawean di Kabupaten Gresik;
4) Pelabuhan Jangkar di Kabupaten Situbondo;
5) Pelabuhan Kalianget, Pelabuhan Raas, Pelabuhan
Kangean dan Pelabuhan Sapudi di Kabupaten
Sumenep;
6) Pelabuhan Gili Ketapang di Kabupaten Probolinggo;
7) Pelabuhan Probolinggo di Kota Probolinggo; dan
8) Pelabuhan Paciran di Kabupaten Lamongan.
c. Pelabuhan penyeberangan dengan pelayanan dalam
wilayah kabupaten dikembangkan sesuai kebutuhan di
masing-masing kabupaten/kota yang bersangkutan.

Pasal 33
(1) Rencana pengembangan sistem transportasi darat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 didukung oleh
pengembangan sistem angkutan umum massal yang
terdiri atas:
a. angkutan umum perkotaan; dan
b. angkutan umum antarkota.
(2) Sistem

- 59 -

(2) Sistem angkutan umum massal sebagaimana dimaksud


pada huruf a dan huruf b diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Gubernur.

Pasal 34

Rencana sistem jaringan transportasi laut sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf b dilakukan dengan
pengembangan pelabuhan laut, terdiri atas:
a. pelabuhan utama;
b. pelabuhan pengumpul; dan
c. pelabuhan pengumpan.

Pasal 35

(1) Pelabuhan laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34


yang sudah ada terdiri atas:
a. pelabuhan utama, yaitu Pelabuhan Tanjung Perak di
Kota Surabaya;
b. pelabuhan pengumpul meliputi:
1) Pelabuhan Kamal di Kabupaten Bangkalan;
2) Pelabuhan Bawean
Kabupaten Gresik;
3) Pelabuhan
Tanjung
Banyuwangi;

dan

Pelabuhan

Wangi

di

Gresik

di

Kabupaten

4) Pelabuhan Pasuruan di Kota Pasuruan;


5) Pelabuhan Paiton di Kabupaten Probolinggo;
6) Pelabuhan Tanjung Tembaga di Kota Probolinggo;
7) Pelabuhan Kalbut di Kabupaten Situbondo; dan
8) Pelabuhan Kangean, Pelabuhan Sapudi,
Pelabuhan Sepeken di Kabupaten Sumenep.

dan

c. pelabuhan pengumpan meliputi:


1) Pengumpan Regional, yaitu:
a) Pelabuhan Boom
Banyuwangi;

Banyuwangi di Kabupaten
b) Pelabuhan

- 60 -

b) Pelabuhan Panarukan di Kabupaten Situbondo;


c) Pelabuhan Brondong di Kabupaten Lamongan;
d) Pelabuhan Branta dan Pelabuhan Pasean di
Kabupaten Pamekasan;
e) Pelabuhan Telaga Biru di Kabupaten Bangkalan;
f) Pelabuhan Kalianget di Kabupaten Sumenep;
dan
g) Pelabuhan Boom di Kabupaten Tuban.
2) Pengumpan Lokal, yaitu:
a) Pelabuhan Masa Lembo, Pelabuhan Gayam,
Pelabuhan Giliraja, dan Pelabuhan Keramaian,
dan Pelabuhan Raas di Kabupaten Sumenep;
b) Pelabuhan Gilimandangin dan Pelabuhan Tanlok
di Kabupaten Sampang;
c) Pelabuhan Jangkar dan Pelabuhan Besuki di
Kabupaten Situbondo; dan
d) Pelabuhan Sepulu di Kabupaten Bangkalan.
(2)

Rencana pengembangan pelabuhan laut sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 34 meliputi:
a. pelabuhan utama yang terdiri atas:
1) Pelabuhan Tanjung Perak di Kota Surabaya dalam
satu sistem dengan rencana pengembangan
pelabuhan di wilayah antara Teluk Lamong sampai
Kabupaten Gresik, Pelabuhan Socah di Kabupaten
Bangkalan, dan untuk jangka panjang diarahkan
ke Pelabuhan Tanjung Bulupandan di Kabupaten
Bangkalan; dan
2) Pelabuhan
Tanjung
Banyuwangi.

Wangi

di

Kabupaten

b. pelabuhan pengumpul meliputi:


1) pelabuhan Gelon di Kabupaten Pacitan;
2) Pelabuhan
Sampang;

Sampang/Taddan

di

Kabupaten

3) Pelabuhan Sendang Biru di Kabupaten Malang;


4) Pelabuhan Prigi d Kabupaten Trenggalek; dan
5) Pelabuhan Pasuruan di Kota Pasuruan.
c. pelabuhan

- 61 -

c. pelabuhan pengumpan meliputi:


1) Pelabuhan pengumpan regional berupa Pelabuhan
Tuban di Kabupaten Tuban; dan
2) Pelabuhan pengumpan lokal berupa Pelabuhan
Dungkek, Pelabuhan Pagerungan dan Pelabuhan
Nunggunung di Kabupaten Sumenep.

Pasal 36

Pengembangan pelabuhan selain yang telah disebutkan pada


pasal 35 juga dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
yang bersifat umum dan khusus dengan memperhatikan
persyaratan teknis, ekonomi, dan lingkungan.

Pasal 37
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan transportasi
udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1)
huruf c terdiri atas:
a. tatanan kebandarudaraan; dan
b. ruang udara untuk penerbangan.
(2) Rencana
pengembangan
tatanan
kebandarudaraan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. bandar udara umum; dan
b. bandar udara khusus.
(3) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, terdiri atas kelas A, kelas B, kelas C,
kelas D, kelas E, kelas F, dan kelas G.
Pasal 38
(1) Bandar udara umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
37 ayat (2) huruf a yang sudah ada meliputi:
a. bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan
primer, yaitu bandar udara Juanda di Kabupaten
Sidoarjo untuk penggunaan internasional utama,
regional, dan haji.
b. bandar

- 62 -

b. bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan


tersier, yaitu bandar udara Abdulrachman Saleh di
Kabupaten Malang.
c. bandar udara pengumpan meliputi:
1) bandar
udara
Banyuwangi;

Blimbingsari

di

Kabupaten

2) bandar udara Trunojoyo di Kabupaten Sumenep;


3) bandar udara
Jember; dan

Noto

Hadinegoro

di

Kabupaten

4) bandar udara Bawean di Kabupaten Gresik.


(2) Rencana
pengembangan
bandar
udara
umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf a
meliputi:
a. bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan
primer, yaitu:
1) bandar udara Juanda di Kabupaten Sidoarjo; dan
2) alternatif pembangunan bandar udara baru di
Kabupaten Lamongan;
b. bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan
tersier, yaitu peningkatan fungsi bandar udara
Abdulrachman Saleh di Kabupaten Malang untuk
penerbangan sipil;
c. bandar udara pengumpan meliputi:
1) pengembangan bandar
Kabupaten Sumenep;
2) pengembangan bandar
Kabupaten Banyuwangi;

udara
udara

Trunojoyo
Blimbingsari

di
di

3) pengembangan bandar udara Bawean di Kabupaten


Gresik;
4) pengembangan bandar udara Noto Hadinegoro di
Kabupaten Jember;
5) pengembangan bandar udara di Kabupaten Blitar;
dan
6) pengembangan
Bojonegoro.

bandar

udara

di

Kabupaten

(3) Bandar udara khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal


37 ayat (2) huruf b yang sudah ada meliputi:
a. bandar udara khusus militer terdiri atas:
1) Lapangan

- 63 -

1) Lapangan Udara TNI AU Iswahyudi di Kabupaten


Magetan;
2) Lapangan Udara TNI AU Pacitan di Kabupaten
Pacitan;
3) Lapangan Udara
Pasuruan; dan

TNI

AL

Raci

di

Kabupaten

4) Lapangan Udara TNI AD Melik di Kabupaten


Situbondo.
b. bandar udara khusus sipil, yaitu bandar udara khusus
di Pagerungan Kabupaten Sumenep.
(4) Arahan pengembangan bandar udara khusus selain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf b
dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dengan mengikuti
peraturan perundang-undangan.
Paragraf 2
Rencana Sistem Jaringan Energi
Pasal 39
(1) Pengembangan

sistem

jaringan

energi

sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 21 huruf b dimaksudkan untuk


menunjang penyediaan energi listrik dan pemenuhan
energi lainnya.
(2) Rencana pengembangan energi baru dan terbarukan oleh
Pemerintah Daerah Provinsi maupun Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dalam menunjang penyediaan sumber
daya energi listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. energi air untuk pembangkit listrik tenaga mikrohidro
di

Kabupaten

Kabupaten

Nganjuk,

Kabupaten

Bojonegoro,

Banyuwangi,

Kabupaten

Situbondo,

Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Jember, Kabupaten


Lumajang, Kabupaten Malang, Kabupaten Probolinggo,
Kabupaten Blitar, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten
Trenggalek, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Madiun,
Kabupaten Magetan, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten
Mojokerto, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Jombang,
Kabupaten Gresik dan Kota Batu;
b. energi

- 64 -

b. energi

angin

Trenggalek,
Blitar,

di

Kabupaten

Kabupaten

Kabupaten

Kabupaten

Kabupaten

Tulungagung,

Kabupaten

Malang,

Jember,

Kabupaten

Kabupaten

Kabupaten

Bondowoso,

Kabupaten

Sampang,

Kabupaten

Pacitan,

Banyuwangi,

Kabupaten

Bangkalan,

Kabupaten

Sumenep,

Lumajang,

Kabupaten

Pamekasan,
Tuban,

dan

kabupaten lainnya di wilayah pesisir dan kepulauan;


c. energi surya di seluruh kabupaten/kota di Jawa
Timur;
d. energi air untuk PLTA di Karangkates, Wlingi, Ledoyo,
Selorejo, Sengguruh, Tulungagung, Mendalan, Siman,
Madiun, Kesamben, dan Kalikonto;
e. energi panas bumi di Melati dan Arjosari di Kabupaten
Pacitan, Telaga NgebelWilis di Kabupaten Ponorogo
dan Kabupaten Madiun, Gunung Pandan di Kabupaten
Madiun,

Kabupaten

Nganjuk,

Gunung

Mojokerto,

Bojonegoro,

dan

Arjuno Welirang

Kabupaten

Pasuruan,

Kabupaten

di Kabupaten

dan

Kabupaten

Malang, Cangar dan Songgoriti di Kota Batu dan


Kabupaten Malang, Aeng Panas Tirtosari di Kabupaten
Sumenep,

Argopuro

di

Kabupaten

Probolinggo,

Kabupaten Situbondo, Kabupaten Bondowoso, dan


Kabupaten

Jember,

Tiris

(Gunung

Lamongan)

di

Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Lumajang,


Belawan-Ijen di Kabupaten Bondowoso, Kabupaten
Situbondo, dan Kabupaten Banyuwangi, serta Gunung
Lawu di Kabupaten Magetan;
f.

energi

gelombang

Kabupaten
Kabupaten
Lumajang,
Banyuwangi,
Bangkalan,

laut

Trenggalek,
Blitar,

di

Kabupaten

Kabupaten

Kabupaten

Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten

Pacitan,

Tulungagung,

Malang,

Kabupaten

Jember,

Kabupaten

Tuban,

Kabupaten

Sampang,

Kabupaten

Pamekasan, dan Kabupaten Sumenep;


g. energi biogas di seluruh kabupaten/kota di Jawa
Timur; dan
h. energi

- 65 -

h. energi biomassa di seluruh kabupaten/kota di Jawa


Timur.

Pasal 40

(1) Pengembangan

sistem

jaringan

energi

sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) meliputi:


a. pembangkit tenaga listrik;
b. jaringan transmisi tenaga listrik; dan
c. jaringan pipa minyak dan gas bumi.
(2) Rencana pengembangan pembangkit tenaga listrik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. Plant di Grindulu PS (4 x 250 MW);
b. IPP on Going di PLTU Paiton 3-4 (800 MW);
c. Percepatan di PLTU Tanjung Awar-Awar (2 x 350 MW);
d. PLTU Jatim Selatan (2 x 315 MW);
e. PLTU Paiton Baru (1 x 660 MW);
f.

Penanganan Krisis di Madura (2 x 100 MW); dan

g. Panas bumi di Ngebel (3 x 55 MW), dan Belawan Ijen (2


x 55 MW).
(3) Rencana

pengembangan

jaringan

transmisi

untuk

pengembangan listrik sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) huruf b dilakukan dengan cara:
a. pengembangan sistem transmisi 500 kV, melalui:
1) Program penambahan trafo IBT 500 MVA 500/150
kV di Kediri dan Paiton;
2) Pembangunan GITET baru berikut transmisi terkait
sistem JawaBali di Surabaya Selatan, Ngimbang,
KebonAgung, dan Ngoro;
3) Pembangunan transmisi 500 kV baru terkait
dengan proyek pembangkit PaitonGrati sirkit 3;
dan
4) Pembangunan transmisi 500 kV PaitonKapal,
termasuk overhead line 500 kV menyeberangi selat
Bali (JawaBali Crossing) sebagai solusi jangka
panjang pasokan listrik ke pulau Bali;
b. pengembangan

- 66 -

b. pengembangan sistem transmisi 150 kV melalui:


1) pembangunan GI Baru dan program penambahan
trafo
distribusi 150/20 kV
dalam
rangka
memenuhi
pertumbuhan
kebutuhan
listrik
mengenai kapasitas keseimbangan gardu induk,
sedangkan penambahan trafo distribusi 70/20 kV
merupakan program relokasi trafo dari Jawa Barat
ke Jawa Timur;
2) pembangunan transmisi baru 150 kV terkait dengan
proyek pembangkit PLTU percepatan, PLTU IPP,
dan PLTP IPP; dan
3) perkuatan transmisi 150 kV eksisting dilokasi
tersebar

di

sistem

Jawa

Bali

dalam

rangka

memenuhi kriteria keandalan.


(4) Pelaksanaan rencana pengembangan jaringan transmisi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
a. pengembangan jaringan transmisi, yakni:
1) pengembangan

sistem

transmisi

500

kV

di

Ngimbang-Inc. (Sbrat-Ungar), Paiton New-Paiton


Old, Surabaya Selatan-Grati, Paiton-Grati 3rd,
Grindulu

PS-Kebonagung,

Kapal

JB

Crossing-

Paiton, Grati-Kediri 1st, Kebonagung-Inc. (GratiKediri) 1st, Ngoro-Inc (Paiton-Kediri) 2nd, dan
Tanjung Pelang PLTU-Kediri;
2) pengembangan sistem transmisi 150 kV di BabatTuban, Bambe/Bringkang-Karangpilang, Buduran
II/Sedati-Inc (Bangil-Waru), CermeInc (SgmduLmgan), Grati-Gondangwetan, Jatim Selatan PLTUPacitan II, Jatim Selatan PLTU-Wonogiri, JombangJayakertas,

Kabel

Kalisari-Surabaya

Jawa

Madura-Suramadu,

Selatan,

Ketapang-Gilimanuk,

Kraksaan-Probolinggo, New Ngimbang-Babat, New


Ngimbang-Mliwang, Paciran- BrondongLamongan,
Pacitan II-Ponorogo, Padangsambian-Pesanggaran,
Paiton

New-Paiton

Kerep/Tandes

Old,
II-Inc

Perak-Ujung,

Sambi

(Waru-Gresik),

Simogunung/Gsari (Swhan-Waru), Tanjung Awarawar PLTU-Tuban, Tulungagung II-Kediri,


Wlingi II

- 67 -

Wlingi

II-Kediri,

Banyuwangi-Gilimanuk,

Banyuwangi-Ketapang,

Blimbing

II-Inc.

(PIER-

Pakis), Ponorogo II-Manisrejo, Purwosari/Sukorejo


II-Inc.

(PIER-Pakis),

Waru-Darmo

Granti,

New

Porong-Ngoro Sidoarjo/Porong I-Bangil, Ijen PLTPBanyuwangi, New Banyuwangi-Genteng, Ponorogo


II-New Tulungagung, Madura PLTU-Inc. (SpangPksan), Kalikonto PLTA-Bumi Cokro, Wilis/Ngebel
PLTP-Pacitan
Argopuro

II,

Arjuno

PLTP-Mojokerto,

PLTP-Probolinggo,

dan

Turen

Iyang
II-Inc.

(Kbagn Pakis); dan


3) pengembangan sistem transmisi 70 kV di DriyorejoMiwon.
b. pengembangan gardu induk (GI), yakni:
1) pengembangan gardu induk 500/150 kV di Kediri,
Paiton,

Surabaya

Selatan,

Grati,

Krian,

Kebonagung, dan Ngoro;


2) pengembangan

gardu

induk

150/70

kV

di

Sekarputih, dan Bangil (GIS);


3) pengembangan gardu induk 150/20 kV di
Bondowoso, Buduran, Driyorejo, Segoromadu,
Sekarputih, Sengkaling, Situbondo, Sumenep,
Tulungagung II, Wlingi II, Blimbing II, Gondang
Wetan, Ponorogo II, Purwosari/Sukorejo II,
Sidoarjo, Ujung, Kebonagung, New Porong,
Buduran
I/Sedati,
Petrokimia,
Banyuwangi,
Genteng, Kedinding, Kraksaan, Kupang, Lawang,
Manyar, Surabaya Selatan, Tuban, Wlingi I, Cerme,
Jombang, Paiton, PIER, PLTP Ijen, Simpang,
Undaan,
Rungkut,
Wonokromo,
Bangkalan,
Bojonegoro, Jember, Perak, PLTA Kesamben, PLTA
Kalikonto, Tanggul, Babat, Lamongan, Mojoagung,
Ngawi,
Balongbendo,
Bangil,
Kasih
Jatim,
Lumajang, Ngagel, Ngoro, Pamekasan, Pemaron,
Sawahan, Gunungsari/ Simogunung, Karangkates,
Karangpilang, Kediri Baru, Kertosono II, Krian,
Ngimbang, Paciran/Brondong, Padang Sambian,
PLTP Iyang Argopuro, Probolinggo, Simpang,
Sukolilo, Waru, Bringkang/Bambe, Bulukandang,
Gembong, Jayakertas

- 68 -

Gembong,
Jayakertas,
Kalisari,
Sampang,
Sedati/Buduran II, Turen II, Babadan, Baturiti,
Darmogrand, Pacitan II, dan Wlingi; dan
4) pengembangan gardu induk 70/20 di Blimbing,
Tarik, Trenggalek, Nganjuk, Turen, Dolopo, Selorejo
PLTA, Pare, Sengguruh PLTA, Magetan, Siman,
Blitar Baru, Ponorogo, Caruban, Mranggen,
Polehan, Tulungagung PLTA, dan Sukorejo.
(5) Rencana pengembangan jaringan pipa minyak dan gas
bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
meliputi:
a. BejiGunung GangsirPandaan dengan panjang 5,37
km;
b. WunutR/S Porong dengan panjang 8,7 km;
c. WunutTaman dengan panjang 28,8 km;
d. R/S PorongKota Sidoarjo dengan panjang 15,3 km;
e. CermeLegundi dengan panjang 20,67 km;
f.

Manyar - Panceng dengan panjang 30,13 km;

g. Kota Pasuruan dengan panjang 11,08 km;


h. Pandaan sepanjang 5,6 km;
i.

Jetis sepanjang 20,1 km;

j.

MojokertoJombang dengan panjang 50,09 km;

k. PancengTuban dengan panjang 70,2 km;


l.

JombangNganjuk dengan panjang 40,1 km;

m. KertosonoKediri dengan panjang 40,3 km;


n. BunderLamongan dengan panjang 30,08 km;
o. LamonganBabat dengan panjang 29,16 km;
p. PandaanPurwodadi dengan panjang 35,07 km;
q. BabatBojonegoro dengan panjang 35,16 km;
r.

PurwodadiLawang dengan panjang 15,08 km;

s. NganjukMadiun dengan panjang 50,07 km; dan


t.

Kangean - R/S Porong (Kabupaten


Kecamatan Bungah (Kabupaten Gresik);

Sidoaarjo)

u. Jaringan gas ke arah utara menjangkau Kecamatan


Bungah dan Pulau Bawean di Kabupaten Gresik;
v. jaringan gas ke arah selatan terbatas pada Kecamatan
Pandaan, Kabupaten Pasuruan;
w. jaringan

- 69 -

w. jaringan gas ke
Mojokerto;

arah barat terbatas pada Kota

x. jaringan gas ke arah timur menjangkau Kabupaten


dan Kota Probolinggo serta Leces; dan
y. jaringan pipa minyak, gas, dan bangunan lepas pantai
di Ujungpangkah, Poleng, Ojong, dan di sekitar
perairan Pulau Kangean hingga ke provinsi Jawa
Tengah dan Pulau Kalimantan.
(6) Selain rencana pengembangan jaringan pipa minyak dan
gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), terdapat
rencana pengembangan sumber dan prasarana minyak
dan gas bumi yang meliputi:
a. Kabupaten Bojonegoro;
b. Kabupaten Bangkalan;
c. Kabupaten Gresik;
d. Kabupaten Lamongan;
e. Kabupaten Pamekasan;
f.

Kabupaten Sidoarjo;

g. Kabupaten Sampang;
h. Kabupaten Sumenep;
i.

Kabupaten Tuban; dan

j.

Kabupaten/kota lain berdasarkan hasil eksplorasi.

Paragraf 3
Rencana Sistem Jaringan Telekomunikasi dan Informatika

Pasal 41

(1) Sistem
jaringan
telekomunikasi
dan
informatika
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c
merupakan perangkat komunikasi dan pertukaran
informasi yang dikembangkan untuk tujuan pengambilan
keputusan dan peningkatan kualitas pelayanan publik
ataupun privat.
(2) Sistem jaringan telekomunikasi dan informatika yang
dikembangkan meliputi:
a. jaringan

- 70 -

a. jaringan terestrial; dan


b. jaringan satelit.
(3) Rencana jaringan terestrial sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a meliputi:
a. jaringan terestrial yang menggunakan sistem kabel
yang diarahkan untuk melayani seluruh wilayah
kabupaten/kota sampai wilayah terpencil; dan
b. jaringan terestrial yang menggunakan sistem nirkabel
atau base transceiver station (BTS) diarahkan untuk
melayani seluruh wilayah kabupaten/kota.
(4) Rencana sistem jaringan satelit sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b dapat menggunakan tower ataupun
nontower yang melayani wilayah terpencil.
Paragraf 4
Rencana Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Pasal 42

Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 21 huruf d meliputi:
a. jaringan sumber daya air untuk mendukung air baku
pertanian;
b. jaringan sumber daya air untuk kebutuhan air baku
industri dan kebutuhan lain yang ditetapkan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan;
c. jaringan sumber daya air untuk kebutuhan air minum;
dan
d. pengelolaan sumber daya air untuk pengendalian daya
rusak

air

di

wilayah

provinsi

serta

mendukung

pengelolaan sumber daya air lintas provinsi.

Pasal 43

- 71 -

Pasal 43
(1) Pengembangan

jaringan

sumber

daya

air

untuk

mendukung air baku pertanian sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 42 huruf a dilakukan dengan prinsip
keberlanjutan dan kesamaan hak antarwilayah.
(2) Rencana pengembangan jaringan irigasi dalam rangka
mendukung air baku pertanian dilaksanakan dengan
memperhatikan rencana pengembangan air baku pada
wilayah sungai yang bersangkutan, yaitu:
a. di Wilayah Sungai Bengawan Solo meliputi:
1) Waduk Kedung Bendo di Kabupaten Pacitan;
2) Telaga

Ngebel

Dam,

Waduk

Bendo,

Waduk

Slahung, dan Bendungan Badegan di Kabupaten


Ponorogo;
3) Bendung Gerak Bojonegoro, Waduk Nglambangan,
Waduk Kedung Tete, Waduk Pejok, Waduk Kerjo,
Waduk Gonseng, Waduk Mundu, Waduk Belung,
dan Bendungan Belah di Kabupaten Bojonegoro;
4) Bendung Gerak Karangnongko, Waduk Kedung
Bendo, Waduk Sonde, Waduk Pakulon, Waduk
Alastuwo, dan Bendungan Genen di Kabupaten
Ngawi;
5) Waduk Kresek dan Waduk Tugu di Kabupaten
Madiun;
6) Waduk Tawun dan Waduk Ngampon di Kabupaten
Tuban;
7) Bendung Gerak Sembayat, Waduk Gondang, dan
Waduk Cawak di Kabupaten Lamongan; dan
8) Waduk Gonggang di Kabupaten Magetan;
b. di Wilayah Sungai Brantas meliputi:
1) Bendungan

Genteng

I,

Bendungan

Lesti

III,

Bendungan Kepanjen, Bendungan Lumbangsari,


Bendungan Kesamben, Bendungan Kunto II, dan
Karangkates III, IV di Kabupaten Malang;
2) Bendungan

- 72 -

2) Bendungan Tugu di Kabupaten Trenggalek;


3) Bendungan Beng dan Bendungan Kedungwarok di
Kabupaten Jombang;
4) Bendungan Ketandan, Bendungan Semantok, dan
Bendungan Kuncir di Kabupaten Nganjuk;
5) Bendungan Babadan di Kabupaten Kediri; dan
6) Bendungan Wonorejo di Kabupaten Tulungagung;
c. di Wilayah Sungai Welang Rejoso meliputi:
1) Bendung Licin di Kabupaten Pasuruan; dan
2) Waduk Suko, Waduk Kuripan, dan Embung Boto
di Kabupaten Probolinggo;
d. di Wilayah Sungai Pekalen Sampean meliputi:
1) Waduk Taman, Embung Pace, Embung Gubri,
Embung

Klabang,

Karanganyar,

Waduk

Waduk

Tegalampel,
Sukokerto,

Waduk
Waduk

Botolinggo, Embung Blimbing, dan Embung Krasak


di Kabupaten Bondowoso; dan
2) Embung Banyuputih, Embung Tunjang, Embung
Wringinanom,

dan

Embung

Nogosromo

di

Kabupaten Situbondo;
e. di Wilayah Sungai Baru Bajulmati meliputi Embung
Singolatri,

Waduk

Kedawang,

Waduk

Bajulmati,

Embung Bomo, dan Embung Sumber Mangaran di


Kabupaten Banyuwangi;
f.

di Wilayah Sungai Bondoyudo Bedadung, yaitu Waduk


Antrogan di Kabupaten Jember;

g. di Wilayah Sungai Kepulauan Madura meliputi:


1) Waduk Nipah di Kabupaten Sampang;
2) Waduk Blega di Kabupaten Bangkalan;
3) Waduk Samiran di Kabupaten Pamekasan; dan
4) Waduk Tambak Agung di Kabupaten Sumenep.
(3) Daerah Irigasi di Provinsi meliputi:
a. kewenangan pusat lintas provinsi;
b. kewenangan pusat lintas kabupaten/kota;
c. kewenangan

- 73 -

c. kewenangan pusat utuh kabupaten/kota;


d. kewenangan provinsi lintas kabupaten/kota;
e. kewenangan provinsi utuh kabupaten/kota; dan
f.

kewenangan kabupaten/kota utuh kabupaten/kota


diatur oleh kabupaten/kota masing-masing.

(4) Selain rencana pengembangan sebagaimana dimaksud


pada ayat (2), juga terdapat rencana pengembangan sistem
irigasi teknis yang meliputi:
a. DAS Kondang Merak di Kabupaten Malang;
b. DAS

Ringin

Bandulan

di

Kabupaten

Blitar

dan

Kabupaten Tulungagung; dan


c. DAS Tengah di Kabupaten Situbondo.
Pasal 44

Rencana pengembangan jaringan air baku untuk industri


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf b meliputi:
a. Jaringan Telaga Sarangan-Magetan;
b. Sumber mata air Umbulan;
c. Wilayah Sungai (WS); dan
d. Pengambilan air tanah.

Pasal 45

Rencana pengembangan jaringan air baku untuk air minum


regional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf c
meliputi:
a. Sistem Penyediaan Air Minum Regional Pantura;
b. Sistem Penyediaan Air Minum Regional Lintas Tengah;
c. Sistem Penyediaan Air Minum Regional Malang Raya; dan
d. Sistem Penyediaan Air Minum Regional Umbulan.

e. Jaringan

- 74 -

Pasal 46

Rencana pengendalian daya rusak air sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 42 huruf d meliputi:
a. pengaturan sungai dan sistem pompa banjir DAS Kali
Madiun tersebar di Kabupaten Madiun, Kota Madiun,
Kabupaten Ngawi dan Kabupaten Ponorogo;
b. pintu darurat banjir floodway PelangwotSedayu Lawas di
Kabupaten Lamongan;
c. perkuatan

tanggul

dan

Jabung

retarding

basin

di

Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten Lamongan;


d. pengaturan sungai dan sistem pengendali banjir Kali
Lamong

tersebar

di

Kabupaten

Gresik,

Kabupaten

Mojokerto dan Kota Surabaya;


e. sistem pengendali banjir Kali Kemuning di Kabupaten
Sampang;
f.

sistem pengendali banjir Kali Kedunglarangan dan sungaisungai di Wilayah Sungai Welang Rejoso di Kota Pasuruan
dan Kabupaten Pasuruan;

g. kemungkinan pembangunan sistem pengendali banjir di


wilayah lainnya sesuai dengan kebutuhan dan peraturan
perundang-undangan; dan
h. pengaturan sistem drainase baik eksisting dan rencana di
wilayah provinsi.
Pasal 47

Selain rencana pengembangan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal

43

sampai

dengan

Pasal

46,

terdapat

rencana

pengembangan WS, yaitu:


a. WS Strategis Nasional yaitu WS Brantas;

b. WS

- 75 -

b. WS Lintas Provinsi yaitu WS Bengawan Solo; dan


c. WS Lintas Kabupaten/Kota dalam provinsi yang meliputi:
1) WS WelangRejoso;
2) WS PekalenSampean;
3) WS BaruBajulmati;
4) WS BondoyudoBedadung; dan
5) WS Kepulauan Madura.

Paragraf 5
Rencana Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan

Pasal 48
(1) Rencana pengembangan sistem prasarana pengelolaan
lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf
e berupa:
a. kawasan pengelolaan sampah dan limbah terpadu
yang disebut sebagai Kawasan Daur Ulang Ramah
Lingkungan; dan
b. sistem drainase perkotaan.
(2) Rencana

pengembangan

prasarana

lingkungan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan


rencana pengelolaan prasarana yang digunakan lintas
kabupaten/kota.
(3) Rencana

pengembangan

sebagaimana

dimaksud

sistem
pada

drainase
ayat

(1)

perkotaan
huruf

diselenggarakan oleh kabupaten/kota.


(4) Rencana pengembangan prasarana yang digunakan lintas
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi:
a. tempat pemrosesan akhir (TPA) yang dilengkapi dengan
instalasi

pemanfaatan

limbah

untuk

energi

yang

dikelola bersama untuk kepentingan antarwilayah;


b. instalasi pengolahan limbah tinja; dan
c. pengelolaan limbah B3;
(5) Pengembangan

- 76 -

(5) Pengembangan sistem prasarana pengelolaan lingkungan


sebagaimana

dimaksud

dimaksudkan

untuk

pada

ayat

memenuhi

(1)

kebutuhan

huruf

sanitasi

lingkungan bagi kegiatan permukiman, produksi, jasa, dan


kegiatan sosial ekonomi lainnya.
(6) Rencana pengembangan TPA regional meliputi:
a. Kabupaten Gresik yang melayani Kota Surabaya,
Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Gresik;
b. Malang Raya yang melayani Kota Malang, Kota Batu,
dan Kabupaten Malang;
c. Mojokerto

yang

melayani

Kota

Mojokerto

dan

Kabupaten Mojokerto;
d. Madiun yang melayani Kota Madiun dan Kabupaten
Madiun;
e. Kediri yang melayani Kota Kediri dan Kabupaten
Kediri;
f.

Blitar yang melayani Kota Blitar dan Kabupaten Blitar;

g. Pasuruan

yang

melayani

Kota

Pasuruan

dan

Kota

Probolinggo

dan

Kabupaten Pasuruan; dan


h. Probolinggo

yang

melayani

Kabupaten Probolinggo.
BAB V
RENCANA POLA RUANG WILAYAH PROVINSI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 49
(1) Rencana pola ruang wilayah provinsi terdiri atas:
a. rencana kawasan lindung;
b. rencana kawasan budi daya; dan
c. rencana kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.
(2) Rencana pola ruang wilayah provinsi digambarkan dengan
ketelitian peta skala 1:250.000 sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua

- 77 -

Bagian Kedua
Rencana Kawasan Lindung
Pasal 50
Rencana kawasan lindung provinsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan perlindungan setempat;
c. kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya;
d. kawasan rawan bencana alam;
e. kawasan lindung geologi; dan
f.

kawasan lindung lainnya.


Paragraf 1
Kawasan Hutan Lindung
Pasal 51

(1) Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 50 huruf a ditetapkan dengan luas sekurangkurangnya 344.742 Ha meliputi:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Banyuwangi;
c. Kabupaten Blitar;
d. Kabupaten Bojonegoro;
e. Kabupaten Bondowoso;
f.

Kabupaten Jember;

g. Kabupaten Jombang;
h. Kabupaten Kediri;
i.

Kabupaten Lamongan;

j.

Kabupaten Lumajang;

k. Kabupaten Madiun;
l.

Kabupaten Magetan;

m. Kabupaten Malang;
n. Kabupaten Mojokerto;
o. Kabupaten Nganjuk;
p. Kabupaten

- 78 -

p. Kabupaten Ngawi;
q. Kabupaten Pacitan;
r. Kabupaten Pamekasan;
s. Kabupaten Pasuruan;
t. Kabupaten Ponorogo;
u. Kabupaten Probolinggo;
v. Kabupaten Situbondo;
w. Kabupaten Sumenep;
x. Kabupaten Trenggalek;
y. Kabupaten Tuban;
z. Kabupaten Tulungagung;
aa. Kota Batu; dan
bb. Kota Kediri.
(2) Arahan pengelolaan kawasan hutan lindung meliputi:
a. pengawasan

dan

pemantauan

untuk

pelestarian

kawasan konservasi dan kawasan hutan lindung;


b. mempertahankan luasan kawasan hutan lindung;
c. pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya;
d. pengembangan

kerja

sama

antarwilayah

dalam

pengelolaan kawasan lindung;


e. percepatan

rehabilitasi

hutan

dan

lahan

yang

termasuk kriteria kawasan lindung dengan melakukan


penanaman pohon lindung yang dapat digunakan
sebagai

perlindungan

kawasan

bawahannya

yang

dapat dimanfaatkan hasil hutan nonkayunya;


f.

pemanfaatan

jalur

wisata

alam

jelajah/pendakian

untuk menanamkan rasa memiliki terhadap alam; dan


g. pemanfaatan

kawasan

lindung

untuk

sarana

pendidikan penelitian dan pengembangan kecintaan


terhadap alam.
Paragraf 2

- 79 -

Paragraf 2
Kawasan Perlindungan Setempat
Pasal 52
(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 huruf b meliputi:
a. sempadan pantai;
b. sempadan sungai;
c. kawasan sekitar danau atau waduk;
d. kawasan sekitar mata air; dan
e. kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal.
(2) Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi:
a. wilayah pesisir kepulauan Jawa Timur;
b. sempadan pantai utara Jawa Timur;
c. sempadan pantai timur Jawa Timur; dan
d. sempadan pantai selatan Jawa Timur.
(3) Arahan pengelolaan kawasan sempadan pantai meliputi:
a. perlindungan kawasan sempadan pantai 100 meter
dari pasang tertinggi dan dilarang melakukan alih
fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas
pantai;
b. perlindungan sempadan pantai dan sebagian kawasan
pantai yang merupakan pesisir terdapat ekosistem
bakau, terumbu karang, padang lamun, dan estuaria
dari kerusakan;
c. pengaturan reorientasi pembangunan di kawasan
permukiman, baik di kawasan perdesaan maupun
perkotaan dengan menjadikan pantai dan laut sebagai
bagian dari latar depan;
d. penanaman bakau di kawasan yang potensial untuk
menambah luasan area bakau;
e. pemanfaatan kawasan sepanjang pantai di dalam
kawasan lindung disesuaikan dengan rencana tata
ruang kawasan pesisir;
f.

penyediaan
sistem
peringatan
kemungkinan terjadinya bencana;

dini

terhadap

g. pemantapan fungsi lindung di daratan untuk


menunjang kelestarian kawasan lindung pantai;
h. mengarahkan

- 80 -

h. mengarahkan lokasi bangunan di luar sempadan


pantai, kecuali bangunan yang harus ada di sempadan
pantai; dan
i.

penetapan kawasan lindung sepanjang pantai yang


memiliki nilai ekologis sebagai daya tarik wisata dan
penelitian.

(4) Sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf b terletak di sepanjang aliran sungai di Jawa Timur.
(5) Arahan pengelolaan kawasan sempadan sungai meliputi:
a. pembatasan dan pelarangan pengadaan alih fungsi
lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas sungai;
b. pembatasan dan pelarangan penggunaan lahan secara
langsung untuk bangunan sepanjang sempadan
sungai yang tidak memiliki kaitan dengan pelestarian
atau pengelolaan sungai;
c. reorientasi pembangunan dengan menjadikan sungai
sebagai bagian dari latar depan pada kawasan
permukiman perdesaan dan perkotaan; dan
d. penetapan wilayah sungai sebagai salah satu bagian
dari wisata perairan dan transportasi sesuai dengan
karakter masing-masing.
(6) Kawasan sekitar danau atau waduk sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c terletak di sekitar danau
atau waduk di Jawa Timur.
(7) Arahan pengelolaan kawasan sekitar danau atau waduk
meliputi:
a. perlindungan sekitar danau atau waduk dari kegiatan
yang
menyebabkan
alih
fungsi
lindung
dan
menyebabkan kerusakan kualitas sumber air;
b. pelestarian waduk beserta seluruh tangkapan air di
atasnya;
c. pengembangan kegiatan pariwisata dan/atau kegiatan
budi daya lainnya di sekitar lokasi danau atau waduk
diizinkan membangun selama tidak mengurangi
kualitas tata air; dan
d. pengembangan tanaman perdu, tanaman tegakan
tinggi, dan penutup tanah untuk melindungi
pencemaran dan erosi terhadap air.
(8) Kawasan sekitar mata air sebagaimana disebutkan dalam
ayat (1) huruf d terletak di seluruh kawasan sekitar mata
air di Jawa Timur.
(9) Arahan

- 81 -

(9) Arahan pengelolaan kawasan sekitar mata air meliputi:


a. penetapan perlindungan pada sekitar mata air
minimum berjari-jari 200 meter dari sumber mata air
jika di luar kawasan permukiman dan 100 meter jika
di dalam kawasan permukiman;
b. perlindungan sekitar mata air untuk kegiatan yang
menyebabkan alih fungsi lindung dan menyebabkan
kerusakan kualitas sumber air;
c. pembuatan sistem saluran bila sumber dimanfaatkan
untuk air minum atau irigasi;
d. pengembangan tanaman perdu, tanaman tegakan
tinggi, dan penutup tanah untuk melindungi
pencemaran dan erosi terhadap air;
e. pembatasan penggunaan lahan secara langsung untuk
bangunan yang tidak berhubungan dengan konservasi
mata air; dan
f.

perlindungan sekitar mata air yang terletak pada


kawasan lindung tidak dilakukan secara khusus sebab
kawasan lindung tersebut sekaligus berfungsi sebagai
pelindung terhadap lingkungan dan air.

(10) Kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi:
a. kawasan permukiman
Kabupaten Bojonegoro;

budaya

suku

Samin

di

b. kawasan permukiman budaya suku Tengger di


Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Malang, Kabupaten
Pasuruan, dan Kabupaten Lumajang;
c. kawasan permukiman budaya
Kabupaten Banyuwangi; dan

suku

Osing

di

d. kawasan permukiman budaya di Gunung Kawi.


(11) Arahan pengelolaan kawasan
kearifan lokal meliputi:

lindung

spiritual

dan

a. pelestarian kawasan lindung spiritual dan kearifan


lokal yang masih terdapat di berbagai wilayah
kabupaten/kota;
b. pembatasan dan pelarangan perubahan keaslian
kawasan dengan pemodernan ke bentuk lain; dan
c. perlindungan terhadap kawasan lindung spiritual dan
kearifan lokal ditetapkan dalam peraturan yang
terdapat pada rencana tata ruang kabupaten/kota.
Pasal 53

- 82 -

Pasal 53

Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf c meliputi:
a. suaka margasatwa;
b. cagar alam;
c. kawasan pantai berhutan bakau;
d. taman nasional;
e. taman hutan raya;
f.

taman wisata alam; dan

g. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.


Pasal 54

(1) Suaka margasatwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53


huruf a ditetapkan seluas kurang lebih 18.009 ha yang
merupakan kawasan lindung nasional meliputi:
a. Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang terletak di
Kecamatan

Krucil,

Sukorambi,

Sumber

Kabupaten

Malang,

Situbondo,

Panti,

dan

Kabupaten

Bondowoso, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten


Jember ditetapkan dengan luas sekurang-kurangnya
14.177 ha; dan
b. Suaka

Margasatwa

Kecamatan

Pulau

Sangkapura

dan

Bawean

terletak

Kecamatan

di

Tambak,

Kabupaten Gresik ditetapkan dengan luas sekurangkurangnya 3.832 ha.


(2) Arahan pengelolaan kawasan suaka margasatwa meliputi:
a. pelestarian ekosistem yang masih berkembang;
b. pemerketatan

patroli

untuk

menghindari

adanya

penebangan pohon liar serta membatasi merambahnya


kawasan budi daya ke kawasan lindung; dan
c. penerapan kerja sama antarwilayah dalam pengelolaan
kawasan

tersebut,

terutama

dalam

melakukan

pengawasan terhadap ancaman berkurangnya lahan


kawasan lindung.
Pasal 55

- 83 -

Pasal 55

(1) Cagar alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 huruf


b ditetapkan dengan luas sekurang-kurangnya 10.958 ha
terdiri atas:
a. Besowo Gadungan di Kabupaten Kediri dengan luas
sekurang-kurangnya 7 ha;
b. Cagar Alam Ceding di Kabupaten Bondowoso dengan
luas sekurang-kurangnya 2 ha;
c. Cagar Alam Sungai Kolbu Iyang Plateu di Kabupaten
Bondowoso dengan luas sekurang-kurangnya 19 ha;
d. Cagar Alam Watangan Puger I di Kabupaten Jember
dengan luas sekurang-kurangnya 2 ha;
e. Curah Manis IVIII di Kabupaten Jember dengan luas
sekurang-kurangnya 17 ha;
f.

Gunung Abang di Kabupaten Pasuruan dengan luas


sekurang-kurangnya 50 ha;

g. Gunung Picis di Kabupaten Ponorogo dengan luas


sekurang-kurangnya 28 ha;
h. Gunung Sigogor di Kabupaten Ponorogo dengan luas
sekurang-kurangnya 190,50 ha;
i.

Guwo Lowo/Nglirip di Kabupaten Tuban dengan luas


sekurang-kurangnya 3 ha;

j.

Kawah Ijen Merapi Unggup-Unggup di Kabupaten


Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi dengan luas
sekurang-kurangnya 2.468 ha;

k. Manggis Gadungan di Kabupaten Kediri dengan luas


sekurang-kurangnya 12 ha;
l.

Nusa Barong di Kabupaten Jember dengan luas


sekurang-kurangnya 6.100 ha;

m. Pancuran Ijen I dan II di Kabupaten Bondowoso


dengan luas sekurang-kurangnya 9 ha;
n. Pulau Bawean di Kabupaten Gresik dengan luas
sekurang-kurangnya 725 ha;
o. Pulau Noko dan Pulau Nusa di Kabupaten Gresik
dengan luas sekurang-kurangnya 15 ha;
p. Pulau Saobi di Kepulauan Kangean Kabupaten
Sumenep dengan luas sekurang-kurangnya 430 ha;
q. Pulau

- 84 -

q. Pulau Sempu di Kabupaten Malang dengan luas


sekurang-kurangnya 877 ha; dan
r.

Janggangan Rogojampi I/II di Kabupaten Banyuwangi


dengan luas sekurang-kurangnya lebih 7,50 ha.

(2) Arahan pengelolaan kawasan cagar alam meliputi:


a. rehabilitasi tanah rusak/kawasan kritis terutama pada
kelerengan 40%;
b. pengelolaan cagar alam;
c. peningkatan fungsi lindung cagar alam; dan
d. pengembangan
berdasarkan

kegiatan

secara

karakteristik

lebih

kawasan

spesifik
dengan

mengedepankan fungsi lindung kawasan.


Pasal 56

(1) Kawasan pantai berhutan bakau sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 53 huruf c tersebar di sepanjang pantai utara,
pantai timur, dan pantai selatan Jawa Timur serta wilayah
pesisir kepulauan.
(2) Arahan pengelolaan kawasan pantai berhutan bakau
meliputi:
a. pengelolaan kawasan pantai berhutan bakau yang
dilakukan melalui penanaman tanaman bakau dan
nipah di pantai; dan
b. pengembangan pariwisata berwawasan edukasi tanpa
mengubah rona alam di kawasan pantai berhutan
bakau.
Pasal 57

(1) Taman Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53


huruf d ditetapkan dengan luas sekurang-kurangnya
180.202 ha yang terdiri atas:
a. Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dengan luas
sekurang-kurangnya 50.276 ha;
b. Taman Nasional Baluran
kurangnya 25.000 ha;

dengan

luas

sekurangc. Taman

- 85 -

c. Taman Nasional Meru Betiri dengan luas sekurangkurangnya 58.000 ha;


d. Taman Nasional Alas Purwo dengan luas sekurangkurangnya 43.420 ha; dan
e. Taman Nasional Perairan Baluran
sekurang-kurangnya 3.506 ha.

dengan

luas

(2) Arahan pengelolaan Taman Nasional meliputi:


a. pengembalian fungsi konservasi pada kawasan taman
nasional; dan
b. pengembangan
kegiatan
secara
lebih
berdasarkan
karakteristik
kawasan
mengedepankan fungsi lindung kawasan.

spesifik
dengan

Pasal 58

(1) Taman Hutan Raya (Tahura) sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 53 huruf e yaitu Tahura R. Soeryo ditetapkan
dengan luas sekurang-kurangnya 27.868,30 ha, terletak di
Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten
Malang, Kabupaten Jombang, dan Kota Batu;
(2) Arahan pengelolaan Tahura meliputi:
a. pelestarian alam, yaitu flora, fauna, dan ekosistemnya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
b. pengelolaan tahura partisipatif dengan masyarakat
desa penyangga;
c. reboisasi

dengan

melakukan

penanaman

pohon

endemik/konservatif yang dapat digunakan sebagai


perlindungan; dan
d. pemanfaatan

jalur

wisata

alam

jelajah/pendakian

untuk menanamkan rasa memiliki terhadap alam.


Pasal 59
(1) Taman Wisata Alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal
53 huruf f ditetapkan dengan luas sekurang-kurangnya
298 ha yang terdiri atas:
a. Taman Wisata Alam Tretes di Kabupaten Pasuruan
dengan luas sekurang-kurangnya 10 ha;
b. Taman

- 86 -

b. Taman Wisata Gunung Baung di Kabupaten Pasuruan


dengan luas sekurang-kurangnya 195 ha; dan
c. Taman Wisata Alam Ijen Merapi Unggup-Unggup di
Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi
dengan luas sekurang-kurangnya 92 ha.
(2) Arahan pengelolaan Taman Wisata Alam meliputi:
a. pemerketatan/pengendalian izin mendirikan bangunan
pada lokasi yang telah ditetapkan sebagai kawasan
konservasi atau sesuai kriteria kawasan lindung;
b. pengembalian fungsi lindung pada wilayah yang telah
dibuka

dengan

reboisasi

sesuai

dengan

jenis

tumbuhan dengan tegakan yang dapat memberikan


fungsi lindung; dan
c. pengembangan kegiatan pariwisata alam.

Pasal 60

(1) Kawasan

cagar

budaya

dan

ilmu

pengetahuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 huruf g terdiri


atas:
a. lingkungan nonbangunan;
b. lingkungan bangunan non-gedung;
c. lingkungan bangunan gedung dan halamannya; dan
d. kebun raya.
(2) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan berupa
lingkungan nonbangunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. Monumen keganasan PKI di Kabupaten Madiun;
b. Monumen Trisula di Kabupaten Blitar;
c. Petilasan Gunung Kawi di Kabupaten Malang;
d. Petilasan Sri Aji Joyoboyo di Kabupaten Kediri; dan
e. Situs Purbakala Trinil di Kabupaten Ngawi.
(3) Arahan pengelolaan kawasan cagar budaya dan ilmu
pengetahuan berupa lingkungan nonbangunan meliputi:
a. pelestarian kawasan sekitar dan pemberian gambaran
berupa relief atau sejarah yang menerangkan
objek/situs tersebut;
b. pembinaan

- 87 -

b. pembinaan masyarakat sekitar dan ikut berperan


dalam menjaga peninggalan sejarah;
c. pemanfaatan kawasan tersebut sebagai obyjek wisata
sejarah; dan
d. pelestarian budaya sekitar.
(4) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan berupa
lingkungan bangunan non-gedung sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. Arca Totok Kerot di Kabupaten Kediri;
b. Candi Cungkup, Makam Gayatri, dan Candi Dadi di
Kabupaten Tulungagung;
c. Candi Jawi di Kabupaten Pasuruan;
d. Candi Jolotundo di Kabupaten Mojokerto;
e. Candi Penataran dan Candi Simping di Kabupaten
Blitar;
f.

Candi Singosari, Candi Jago, Candi Kidal, dan Candi


Badut di Kabupaten Malang;

g. Kawasan Trowulan di Kabupaten Mojokerto;


h. Kompleks Makam K.H. Hasyim Asyari, K.H. Wachid
Hasyim, Gus Dur, dan Sayyid Sulaiman di Kabupaten
Jombang;
i.

Makam Asta Tinggi di KabupatenSumenep;

j.

Makam Batoro Katong di Kabupaten Ponorogo;

k. Makam Batu Ampar di Kabupaten Pameksan;


l.

Makam Maulana Malik Ibrahim, Makam Sunan Giri


(Giri Kedaton), Makam Fatimah Binti Maimun, Makam
Kanjeng Sepuh, dan Kawasan Gunung Surowiti di
Kabupaten Gresik;

m. Makam Sunan Bonang di Kabupaten Tuban;


n. Makam Sunan Drajat di Kabupaten Lamongan;
o. Makam Syaikona Kholil dan Pesarean Aer Mata Ebu di
Kabupaten Bangkalan;
p. Recolanang di Kabupaten Mojokerto;
q. Situs

Sarchopagus

dan

Megalith

di

Kabupaten

Bondowoso; dan
r.

Makam Sunan Ampel dan Mbah Bungkul di Kota


Surabaya.
(5) Arahan

- 88 -

(5) Arahan pengelolaan kawasan cagar budaya dan ilmu


pengetahuan berupa lingkungan bangunan non-gedung
meliputi:
a. peningkatan pelestarian situs, candi, dan artefak lain
yang merupakan peninggalan sejarah;
b. pengembangan pencarian situs bersejarah, terutama di
kawasan Jolotundo, Trowulan di Kabupaten Mojokerto
serta di wilayah lainnya;
c. pendirian

museum

purbakala

sebagai

sarana

penelitian dan pendidikan bagi masyarakat; dan


d. pengembangan kawasan sebagai objek daya tarik
wisata sejarah.
(6) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan berupa
lingkungan

bangunan

gedung

dan

halamannya

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas


a. Benteng Pendem Van den Bosch di Kabupaten Ngawi;
b. pelestarian

bangunan

pabrik

gula

di

Kabupaten

Sidoarjo, Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan,


Kabupaten

Bondowoso,

Kabupaten

Kediri,

dan

Kabupaten Malang;
c. Makam Proklamator, Museum Bung Karno, Istana
Gebang, Petilasan Aryo Blitar, dan Monumen PETA
(Soeprijadi) di Kota Blitar; dan
d. bangunan bersejarah dan cagar budaya di Kota
Surabaya.
(7) Arahan pengelolaan kawasan cagar budaya dan ilmu
pengetahuan berupa lingkungan bangunan gedung dan
halamannya meliputi:
a. pelestarian bangunan kuno;
b. penjagaan keaslian bangunan;
c. pemfungsian

bangunan

tersebut

sehingga

dapat

terkontrol dan terawat kelestariannya; dan


d. pelindungan bangunan peninggalan sejarah.
(8) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan berupa
kebun raya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
yaitu Kebun Raya Purwodadi di Kabupaten Pasuruan
seluas kurang lebih 85 ha.
Pasal 61

- 89 -

Pasal 61
Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 50 huruf d meliputi:
a. kawasan rawan tanah longsor;
b. kawasan rawan gelombang pasang;
c. kawasan rawan banjir;
d. kawasan rawan bencana kebakaran hutan; dan
e. kawasan rawan angin kencang dan puting beliung.
Pasal 62

(1) Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 61 huruf a meliputi:
a. Kabupaten Banyuwangi;
b. Kabupaten Blitar;
c. Kabupaten Bojonegoro;
d. Kabupaten Bondowoso;
e. Kabupaten Jember;
f.

Kabupaten Kediri;

g. Kabupaten Lumajang;
h. Kabupaten Madiun;
i.

Kabupaten Magetan;

j.

Kabupaten Malang;

k. Kabupaten Nganjuk;
l.

Kabupaten Ngawi;

m. Kabupaten Pacitan;
n. Kabupaten Pasuruan;
o. Kabupaten Ponorogo;
p. Kabupaten Probolinggo;
q. Kabupaten Situbondo;
r.

Kabupaten Trenggalek;

s. Kabupaten Tuban;
t.

Kabupaten Tulungagung; dan

u. Kota Batu.
(2) Arahan

- 90 -

(2) Arahan pengelolaan


meliputi:

kawasan

rawan

tanah

longsor

a. penataan ruang; dan


b. rekayasa teknologi.
(3) Arahan pengelolaan kawasan rawan tanah longsor melalui
penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a meliputi:
a. pengidentifikasian lokasi rawan longsor;
b. pengarahan pembangunan pada tanah yang stabil;
c. pemanfaatan wilayah rentan longsor tinggi sebagai
ruang terbuka hijau;
d. pengendalian
pembangunan
lainnya; dan

daerah
rawan
bencana
permukiman dan fasilitas

untuk
utama

e. penghijauan
dengan
tanaman
yang
sistem
perakarannya dalam dan jarak tanamnya tepat.
(4) Arahan pengelolaan kawasan rawan tanah longsor melalui
rekayasa teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b meliputi:
a. perbaikan drainase tanah;
b. pembangunan berbagai pekerjaan struktur;
c. pembangunan terasering dengan sistem drainase yang
tepat;
d. pembuatan tanggul penahan, khusus untuk runtuhan
batu; dan
e. peningkatan dan pemeliharaan drainase, baik air
permukaan maupun air tanah.
Pasal 63
(1) Kawasan rawan gelombang pasang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 61 huruf b di kawasan pesisir sepanjang
pantai adalah kawasan yang berbatasan dengan Laut
Jawa, Selat Bali, Selat Madura, Samudera Hindia, atau
dengan kawasan kepulauan.
(2) Arahan pengelolaan kawasan rawan gelombang pasang
meliputi:
a. reklamasi pantai;
b. pembangunan pemecah ombak;
c. penataan

- 91 -

c. penataan bangunan di sekitar pantai;


d. pengembangan kawasan hutan bakau; dan
e. pembangunan tembok penahan ombak.
Pasal 64
(1) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 61 huruf c meliputi:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Banyuwangi;
c. Kabupaten Blitar;
d. Kabupaten Bojonegoro;
e. Kabupaten Bondowoso;
f.

Kabupaten Gresik;

g. Kabupaten Jember;
h. Kabupaten Jombang;
i.

Kabupaten Kediri;

j.

Kabupaten Lamongan;

k. Kabupaten Lumajang;
l.

Kabupaten Madiun

m. Kabupaten Magetan;
n. Kabupaten Malang;
o. Kabupaten Mojokerto;
p. Kabupaten Nganjuk;
q. Kabupaten Ngawi;
r. Kabupaten Pacitan;
s. Kabupaten Pasuruan;
t. Kabupaten Ponorogo;
u. Kabupaten Probolinggo;
v. Kabupaten Sampang;
w. Kabupaten Sumenep;
x. Kabupaten Sidoarjo;
y. Kabupaten Situbondo;
z. Kabupaten

- 92 -

z. Kabupaten Trenggalek;
aa. Kabupaten Tuban;
bb.Kabupaten Tulungagung;
cc. Kota Malang;
dd.Kota Pasuruan; dan
ee. Kota Surabaya.
(2) Arahan pengelolaan kawasan rawan banjir meliputi:
a. penataan ruang; dan
b. mitigasi struktural.
(3) Arahan

pengelolaan

kawasan

rawan

banjir

melalui

penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


huruf a meliputi:
a. identifikasi wilayah rawan banjir;
b. pengarahan pembangunan untuk menghindari daerah
rawan banjir yang dilanjutkan dengan kontrol
penggunaan lahan;
c. revitalisasi fungsi resapan tanah;
d. pembangunan sistem dan jalur
dilengkapi sarana dan prasarana;

evakuasi

yang

e. penyuluhan kepada masyarakat mengenai mitigasi dan


respon terhadap kejadian bencana banjir; dan
f.

peningkatan koordinasi antarpemangku kepentingan.

(4) Arahan

pengelolaan

kawasan

rawan

bencana

banjir

dengan upaya mitigasi struktural sebagaimana dimaksud


dalam ayat (2) huruf b meliputi:
a. pembangunan

tembok

penahan

dan

tanggul

di

sepanjang sungai serta tembok laut sepanjang pantai


yang rawan badai atau tsunami;
b. pengaturan kecepatan aliran dan debit air permukaan
dari

daerah

hulu

sangat

membantu

mengurangi

terjadinya bencana banjir; dan


c. pengerukan sungai dan pembuatan sudetan sungai,
baik

saluran

terbuka

maupun

tertutup

atau

terowongan.
Pasal 65

- 93 -

Pasal 65

(1) Kawasan rawan bencana kebakaran hutan di Jawa Timur


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf d meliputi:
a. kawasan di Gunung Arjuno;
b. kawasan di Gunung Kawi;
c. kawasan di Gunung Welirang;
d. kawasan di Gunung Kelud; dan
e. kawasan Tahura R. Soeryo
(2) Arahan pengelolaan kawasan rawan bencana kebakaran
hutan meliputi:
a. pelaksanaan

kampanye

dan

sosialisasi

kebijakan

pengendalian kebakaran lahan dan hutan;


b. peningkatan penegakan hukum;
c. pembentukan

pasukan

pemadaman

kebakaran,

khususnya untuk penanggulangan kebakaran secara


dini;
d. pengembangan sumber air untuk pemadaman api;
e. pembuatan

sekat

bakar,

terutama

antara

lahan,

dengan

cara

perkebunan, pertanian, dan hutan;


f.

pencegahan

pembukaan

lahan

pembakaran;
g. pencegahan

penanaman

tanaman

sejenis

untuk

daerah yang luas;


h. pengawasan pembakaran lahan untuk pembukaan
lahan secara ketat;
i.

penanaman

kembali

daerah

yang

telah

terbakar

dengan tanaman yang heterogen;


j.

partisipasi aktif dalam pemadaman awal kebakaran di


daerahnya;

k. pengembangan

teknologi

pembukaan

lahan

tanpa

membakar; dan
l.

pembentukan kesatuan persepsi dalam pengendalian


kebakaran lahan dan hutan.
Pasal 66

- 94 -

Pasal 66
(1) Kawasan rawan bencana angin kencang dan puting
beliung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf e
meliputi seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur.
(2) Arahan pengelolaan kawasan rawan
kencang dan puting beliung meliputi:

bencana

angin

a. pengembangan tanaman tahunan tegakan tinggi yang


rapat di sekitar permukiman;
b. penerapan
aturan
standar
bangunan
memperhitungkan beban angin; dan

yang

c. pengembangan struktur bangunan yang memenuhi


syarat teknis untuk mampu bertahan terhadap gaya
angin.
Pasal 67
Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
50 huruf e meliputi:
a. kawasan cagar alam geologi;
b. kawasan rawan bencana alam geologi; dan
c. kawasan imbuhan air tanah.
Pasal 68
(1) Kawasan cagar alam geologi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 67 huruf a terdiri atas:
a. kawasan keunikan bentang alam;
b. kawasan keunikan batuan dan fosil; dan
c. kawasan keunikan proses geologi.
(2) Kawasan keunikan bentang alam sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, berupa kawasan karst lindung
meliputi:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Blitar;
c. Kabupaten Lamongan;
d. Kabupaten Malang;
e. Kabupaten

- 95 -

e. Kabupaten Pacitan;
f.

Kabupaten Pamekasan;

g. Kabupaten Ponorogo;
h. Kabupaten Sampang;
i.

Kabupaten Sumenep;

j.

Kabupaten Trenggalek;

k. Kabupaten Tuban; dan


l.

Kabupaten Tulungagung.

(3) Arahan pengelolaan kawasan karst lindung meliputi:


a. penetapan lahan sebagai kawasan konservasi dan
tidak diizinkan untuk alih fungsi lahan serta mutlak
tidak boleh dieksploitasi;
b. percepatan reboisasi lahan yang rusak agar sifat
peresapannya masih tetap berfungsi; dan
c. peningkatan pengawasan dan pengendalian untuk
menjaga agar fungsi kawasan karst lindung tidak
berubah.
(4) Kawasan

keunikan

batuan

dan

fosil

sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:


a. situs

geologiarkeologi

(geoarkeologi)

Trowulan

di

Perning

di

Kabupaten Mojokerto;
b. Pantai Watu Ulo di Kabupaten Jember;
c. Kabuh di Kabupaten Jombang;
d. situs

geologiarkeologi

(geoarkeologi)

Kabupaten Mojokerto;
e. situs geologiarkeologi (geoarkeologi) Wringanom di
Kabupaten Gresik;
f.

situs

geologiarkeologi

(geoarkeologi)

Trinil

di

Kabupaten Ngawi;
g. formasi kujung Kecamatan Panceng di Kabupaten
Gresik;
h. Pantai Popoh di Kabupaten Tulungagung;
i.

Teluk Grajagan di Kabupaten Banyuwangi;

j.

Desa Trinil di Kabupaten Mojokerto, lokasi penemuan


pertama fosil manusia homo erectus;
k. Sepanjang

- 96 -

k. Sepanjang Bengawan Solo di sekitar Ngandong, lokasi


penemuan homo ngandongensis; dan
l.

Kedungbrubus di timur laut Ngawi, lokasi penemuan


fosil vertebrata.

(5) Arahan pengelolaan kawasan keunikan batuan dan fosil


meliputi:
a. penetapan kawasan sebagai kawasan konservasi dan
tidak
diizinkan
untuk
melakukan
kegiatan
pertambangan dan membangun bendungan di atasnya;
b. pembuatan
papan
nama
yang
pentingnya kawasan tersebut; dan

menunjukkan

c. pembuatan papan narasi geologi di kawasan-kawasan


tersebut dan brosur sebagai media sosialisasi ke
masyarakat dan pelajar/mahasiswa.
(6) Kawasan keunikan proses geologi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. Mud Vulcano desa Katol Barat kecamatan Geger di
Kabupaten

Bangkalan,

Gununganyar

di

Kota

Surabaya, dan Kalanganyar di Kabupaten Sidoarjo;


dan
b. Semburan Lumpur Sidoarjo di Kabupaten Sidoarjo.
(7) Arahan pengelolaan kawasan keunikan proses geologi
meliputi:
a. penetapan kawasan sebagai kawasan konservasi dan
tidak

diizinkan

untuk

melakukan

kegiatan

pertambangan dan membangun bendungan di atasnya;


b. pembuatan

papan

nama

yang

menunjukkan

pentingnya kawasan tersebut; dan


c. pembuatan papan narasi geologi di kawasan-kawasan
tersebut dan brosur sebagai media sosialisasi ke
masyarakat dan pelajar/mahasiswa.
Pasal 69
(1) Kawasan

rawan

bencana

alam

geologi

sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 67 huruf b meliputi:


a. kawasan rawan letusan gunung api;
b. kawasan rawan gempa bumi;
c. kawasan

- 97 -

c. kawasan rawan tsunami; dan


d. kawasan rawan luapan lumpur.
(2) Kawasan

rawan

letusan

gunung

api

sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:


a. kawasan sekitar Gunung Ijen;
b. kawasan sekitar Gunung Semeru;
c. kawasan sekitar Gunung Bromo;
d. kawasan sekitar Gunung Lamongan;
e. kawasan sekitar Gunung Arjuno-Welirang;
f.

kawasan sekitar Gunung Kelud; dan

g. kawasan sekitar Gunung Raung.


(3) Arahan pengelolaan kawasan rawan letusan gunung api
meliputi:
a. identifikasi daerah bahaya letusan gunung api;
b. perencanaan lokasi pemanfaatan lahan untuk aktivitas
penting jauh atau di luar dari kawasan rawan bencana
letusan gunung api;
c. penghindaran kegiatan budi daya di kawasan risiko
bencana letusan gunung api;
d. penerapan desain bangunan yang tahan terhadap
tambahan beban akibat abu gunung api;
e. pembangunan sistem dan jalur evakuasi
dilengkapi dengan sarana dan prasarana;
f.

yang

penyuluhan kepada masyarakat tentang pengenalan


risiko bermukim di kawasan sekitar gunung api,
mitigasi bencana, dan tindakan dalam menghadapi
bencana gunung api; dan

g. peningkatan kesiapan dan koordinasi segenap


pemangku kepentingan dalam mengantisipasi dan
menghadapi kejadian bencana gunung api.
(4) Kawasan rawan gempa bumi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi:
a. Kabupaten Banyuwangi;
b. Kabupaten Blitar;
c. Kabupaten Bondowoso;
d. Kabupaten Jember;
e. Kabupaten

- 98 -

e. Kabupaten Jombang;
f.

Kabupaten Kediri;

g. Kabupaten Lumajang;
h. Kabupaten Madiun;
i.

Kabupaten Magetan;

j.

Kabupaten Malang;

k. Kabupaten Mojokerto;
l.

Kabupaten Nganjuk;

m. Kabupaten Ngawi;
n. Kabupaten Pacitan;
o. Kabupaten Pasuruan;
p. Kabupaten Ponorogo;
q. Kabupaten Probolinggo;
r.

Kabupaten Situbondo;

s. Kabupaten Trenggalek; dan


t.

Kabupaten Tulungagung.

(5) Arahan pengelolaan kawasan rawan gempa bumi meliputi:


a. penataan ruang; dan
b. rekayasa teknologi.
(6) Arahan pengelolaan kawasan rawan gempa bumi melalui
penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
huruf a meliputi:
a. identifikasi lokasi dan tingkat risiko gempa bumi;
b. penempatan bangunan perumahan dan fasilitas umum
yang vital di wilayah yang aman dari gempa bumi;
c. pengarahan

struktur

bangunan

sesuai

dengan

karakteristik risiko gempa bumi;


d. pembangunan

sistem

dan

jalur

evakuasi

yang

dilengkapi sarana dan prasarana;


e. penyuluhan kepada masyarakat tentang pengenalan
upaya dalam menghadapi kejadian gempa; dan
f.

peningkatan

kesiapan

dan

koordinasi

seluruh

pemangku kepentingan dalam mengantisipasi dan


menghadapi kejadian bencana gempa bumi.
(7) Arahan

- 99 -

(7) Arahan pengelolaan kawasan rawan gempa bumi melalui


rekayasa teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
huruf b meliputi:
a. pengembangan teknik konstruksi tahan gempa; dan
b. verifikasi

kapabilitas

bangunan

dan

pekerjaan

rekayasa untuk menahan kekuatan gempa, terutama


bendungan.
(8) Kawasan rawan tsunami sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c meliputi:
a. Kabupaten Banyuwangi;
b. Kabupaten Jember;
c. Kabupaten Pacitan;
d. Kabupaten Trenggalek;
e. Kabupaten Malang (bagian selatan);
f.

Kabupaten Blitar (bagian selatan);

g. Kabupaten Lumajang; dan


h. Kabupaten Tulungagung.
(9) Arahan pengelolaan kawasan rawan tsunami meliputi:
a. melalui penataan ruang; dan
b. melalui rekayasa teknologi.
(10) Arahan pengelolaan kawasan rawan tsunami melalui
penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (9)
huruf a meliputi:
a. pembatasan pembangunan fasilitas umum di zona
rawan bencana tsunami;
b. penyediaan zona penyangga untuk mengurangi energi
tsunami; dan
c. pembangunan sistem dan jalur
dilengkapi sarana dan prasarana.

evakuasi

yang

(11) Arahan pengelolaan kawasan rawan tsunami melalui


rekayasa teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (9)
huruf b meliputi:
a. pelengkapan sistem peringatan dini;
b. pemerkuatan bangunan agar tahan terhadap tekanan
gelombang dan arus kuat;
c. pemodifikasian sistem transportasi untuk dapat
memfasilitasi evakuasi massal secara cepat; dan
d. penggunaan

- 100 -

d. penggunaan struktur penahan gelombang laut untuk


menahan atau mengurangi tekanan tsunami.
(12) Kawasan luapan lumpur sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d meliputi area terdampak dari bahaya
luapan lumpur, polusi gas beracun, dan penurunan
permukaan tanah di wilayah Kabupaten Sidoarjo.
(13) Arahan pengelolaan kawasan luapan lumpur meliputi:
a. penanganan luapan lumpur;
b. penanganan infrastruktur sekitar semburan lumpur;
c. pengamanan Kali Porong; dan
d. penanganan dampak sosial masyarakat akibat luapan
lumpur.
(14) Arahan pengelolaan kawasan luapan lumpur dengan
penanganan luapan lumpur sebagaimana dimaksud pada
ayat (13) huruf a meliputi:
a. peningkatan kapasitas tampungan kolam lumpur yang
dilaksanakan secara bertahap dan dapat berfungsi
melindungi permukiman dan infrastruktur vital; dan
b. pemanfaatan debit Kali Porong yang cukup besar di
musim hujan untuk melancarkan aliran endapan
lumpur

dengan

pengerukan

di

muara

sungai,

pengerukan dasar laut di muara, membangun dermaga


(jetty)

untuk

mengendalikan

memanfaatkan

sebagian

aliran

lumpur,

lumpur

dan

untuk

mereklamasikan daerah pantai.


(15) Arahan pengelolaan kawasan luapan lumpur dengan
penanganan

infrastruktur

sekitar

semburan

lumpur

sebagaimana dimaksud pada ayat (13) huruf b meliputi:


a. penanganan sistem drainase dengan memperbaiki atau
membuat

saluran

drainase

baru

agar

dapat

mengalirkan air hujan/drainase lingkungan;


b. normalisasi saluran drainase utama (Kali Ketapang
dan Afvour Jatianom);
c. perbaikan jalan lingkungan untuk mengurangi beban
lalu lintas di jalan arteri Porong dengan memanfaatkan
jalan lingkungan;
d. perbaikan

- 101 -

d. perbaikan sebagian ruas jalan arteri Porong;


e. peningkatan jalan alternatif lainnya sepanjang 14 km
untuk mengurangi beban lalu lintas di jalan arteri
Porong; dan
f.

pengadaan tanah untuk pembangunan jalan bebas


hambatan SurabayaGempol (segmen PorongGempol),
relokasi jalur kereta api SidoarjoGunung Gangsir,
relokasi saluran udara tegangan tinggi (SUTET), dan
konstruksi

relokasi

pipa

air

baku

PDAM

Kota

Surabaya.
(16) Arahan pengelolaan kawasan luapan lumpur dengan
pengamanan Kali Porong sebagaimana dimaksud pada
ayat (13) huruf c meliputi:
a. penjagaan kapasitas pengaliran Kali Porong; dan
b. penjagaan keamanan tanggul dan tebing
dengan
memasang
perlindungan
sungai/tanggul.

sungai
tebing

(17) Arahan pengelolaan kawasan luapan lumpur dengan


penanganan dampak sosial masyarakat akibat luapan
lumpur sebagaimana dimaksud pada ayat (13) huruf d
meliputi:
a. pemberian bantuan sosial kepada masyarakat yang
terkena dampak luapan lumpur maupun penurunan
tanah;
b. perlindungan sosial terhadap hak-hak masyarakat atas
harta benda miliknya yang hilang atau berkurang
karena dampak luapan lumpur; dan
c. pemulihan sosial masyarakat yang terkena dampak
luapan lumpur.

Pasal 70

(1) Kawasan imbuhan air tanah sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 67 huruf c, yaitu kawasan imbuhan air tanah
pada Cekungan Air Tanah (CAT), meliputi:
a. CAT

Lintas

Provinsi

yaitu

CAT

Lasem,

CAT

Randublatung, dan CAT Ngawi-Ponorogo.


b. CAT

- 102 -

b. CAT Lintas Kabupaten/Kota yaitu CAT SurabayaLamongan, CAT Tuban, CAT Panceng, CAT Brantas,
CAT Bulukawang, CAT Pasuruan, CAT Probolinggo,
CAT Jember-Lumajang, CAT Besuki, CAT BondowosoSitubondo,

CAT

Wonorejo,

CAT

Ketapang,

CAT

Sampang-Pamekasan, dan CAT Sumenep.


c. CAT

Kabupaten

yaitu

CAT

Sumberbening,

CAT

Banyuwangi, CAT Blambangan, CAT Bangkalan, dan


CAT Toranggo.
(2) Arahan

pengelolaan

kawasan

imbuhan

air

tanah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:


a. pemertahanan kemampuan imbuhan air tanah;
b. pelarangan

kegiatan

pengeboran,

penggalian

atau

kegiatan lain dalam radius 200 (dua ratus) meter dari


lokasi pemunculan mata air; dan
c. pembatasan penggunaan air tanah, kecuali untuk
pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari.

Pasal 71

(1) Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 50 huruf f, terdiri atas:
a. Kawasan terumbu karang; dan
b. Kawasan tanah timbul.
(2) Kawasan terumbu karang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, meliputi:
c. Kabupaten Banyuwangi;
d. Kabupaten Jember;
e. Kabupaten Malang;
f.

Kabupaten Pacitan;

g. Kabupaten Probolinggo;
h. Kabupaten Situbondo; dan
i.

Kabupaten Sumenep.
(3) Arahan

- 103 -

(3) Arahan

pengelolaan

kawasan

terumbu

karang

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:


a. pencegahan perusakan terumbu karang;
b. pemanfaatan sumber daya laut yang tidak merusak
terumbu karang;
c. rehabilitasi terumbu karang yang rusak;
d. pengembangan penelitian dan pariwisata; dan
e. perluasan terumbu karang buatan.
(4) Kawasan tanah timbul sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, yaitu kawasan timbul (tanah oloran) di muara
Sungai Lamong perbatasan antara Kota Surabaya dengan
Kabupaten Gresik
(5) Arahan pengelolaan kawasan tanah timbul sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) meliputi:
a. pengembangan kegiatan konservasi; dan
b. pemanfaatan berupa kegiatan budidaya yang tidak
merusak fungsi konservasi.
Bagian Ketiga
Rencana Kawasan Budi daya

Pasal 72

Rencana pola ruang untuk kawasan budi daya sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf b meliputi:
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan hutan rakyat;
c. kawasan peruntukan pertanian;
d. kawasan peruntukan perkebunan;
e. kawasan peruntukan peternakan;
f.

kawasan peruntukan perikanan;

g. kawasan peruntukan pertambangan;


h. kawasan peruntukan industri;
i.

kawasan peruntukan pariwisata;


j. kawasan

- 104 -

j.

kawasan peruntukan permukiman; dan

k. peruntukan kawasan budi daya lainnya.


Paragraf 1
Rencana Kawasan Budidaya

Pasal 73

(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 72 huruf a berupa Hutan Produksi
Tetap (HP) ditetapkan dengan luas sekurang-kurangnya
782.772 ha yang meliputi:
a.

Kabupaten Bangkalan;

b.

Kabupaten Banyuwangi;

c.

Kabupaten Blitar;

d.

Kabupaten Bojonegoro;

e.

Kabupaten Bondowoso;

f.

Kabupaten Gresik;

g.

Kabupaten Jember;

h.

Kabupaten Jombang;

i.

Kabupaten Kediri;

j.

Kabupaten Lamongan;

k.

Kabupaten Lumajang;

l.

Kabupaten Madiun;

m.

Kabupaten Magetan;

n.

Kabupaten Malang;

o.

Kabupaten Mojokerto;

p.

Kabupaten Nganjuk;

q.

Kabupaten Ngawi;

r.

Kabupaten Pacitan;

s.

Kabupaten Pamekasan;

t.

Kabupaten Pasuruan;

u.

Kabupaten Ponorogo;

v.

Kabupaten Probolinggo;
w. Kabupaten

- 105 -

w.

Kabupaten Sampang;

x.

Kabupaten Situbondo;

y.

Kabupaten Sumenep;

z.

Kabupaten Trenggalek;

aa.

Kabupaten Tuban;

bb.

Kabupaten Tulungagung;

cc.

Kota Batu; dan

dd.

Kota Kediri.

(2) Arahan pengelolaan kawasan peruntukan hutan produksi


meliputi:
a. pengusahaan hutan produksi dengan menerapkan
sistem silvikultur tebang habis permudaan buatan
(THPB);
b. reboisasi dan rehabilitasi lahan pada bekas tebangan
dan tidak diizinkan pengalihfungsian ke budi daya
nonkehutanan;
c. pemantauan dan pengendalian kegiatan pengusahaan
hutan serta gangguan keamanan hutan lainnya;
d. pengembalian fungsi hutan semula dengan reboisasi
pada kawasan yang mengalami perambahan atau
bibrikan;
e. percepatan

reboisasi

dan

pengayaan

tanaman

di

kawasan hutan produksi yang mempunyai tingkat


kerapatan tegakan rendah;
f.

pengembangan zona penyangga di kawasan hutan


produksi yang berbatasan dengan hutan lindung; dan

g. pengembalian kondisi hutan bekas tebangan melalui


reboisasi dan rehabilitasi lahan kritis.
Pasal 74

Kawasan hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72


huruf

ditetapkan

dengan

luas

sekurang-kurangnya

425.570,43 ha meliputi:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Banyuwangi;
c. Kabupaten

- 106 -

c. Kabupaten Blitar;
d. Kabupaten Bojonegoro;
e. Kabupaten Bondowoso;
f.

Kabupaten Gresik;

g. Kabupaten Jember;
h. Kabupaten Jombang;
i.

Kabupaten Kediri;

j.

Kabupaten Lamongan;

k. Kabupaten Lumajang;
l.

Kabupaten Madiun;

m. Kabupaten Magetan;
n. Kabupaten Malang;
o. Kabupaten Mojokerto;
p. Kabupaten Nganjuk;
q. Kabupaten Ngawi;
r.

Kabupaten Pacitan;

s. Kabupaten Pamekasan;
t.

Kabupaten Pasuruan;

u. Kabupaten Ponorogo;
v. Kabupaten Probolinggo;
w. Kabupaten Sampang;
x. Kabupaten Sidoarjo;
y. Kabupaten Situbondo;
z. Kabupaten Sumenep;
aa. Kabupaten Trenggalek;
bb. Kabupaten Tuban;
cc. Kabupaten Tulungagung; dan
dd. Kota Batu.
Pasal 75
(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 72 huruf c meliputi:
a. pertanian lahan basah;
b. pertanian

- 107 -

b. pertanian lahan kering; dan


c. hortikultura.
(2) Pertanian lahan basah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a berupa sawah beririgasi direncanakan dengan
luas sekurang-kurangnya 957.239 ha dan dengan luas
sekurang-kurangnya 802.357,9ha ditetapkan sebagai
lahan pertanian pangan berkelanjutan meliputi:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Banyuwangi;
c. Kabupaten Blitar;
d. Kabupaten Bojonegoro;
e. Kabupaten Bondowoso;
f.

Kabupaten Gresik;

g. Kabupaten Jember;
h. Kabupaten Jombang;
i.

Kabupaten Kediri;

j.

Kabupaten Lamongan;

k. Kabupaten Lumajang;
l.

Kabupaten Madiun;

m. Kabupaten Magetan;
n. Kabupaten Malang;
o. Kabupaten Mojokerto;
p. Kabupaten Nganjuk;
q. Kabupaten Ngawi;
r.

Kabupaten Pacitan;

s. Kabupaten Pamekasan;
t.

Kabupaten Pasuruan;

u. Kabupaten Ponorogo;
v. Kabupaten Probolinggo;
w. Kabupaten Sampang;
x. Kabupaten Sidoarjo;
y. Kabupaten Situbondo;
z. Kabupaten Sumenep;
aa. Kabupaten Trenggalek;
bb. Kabupaten Tuban;
cc. Kabupaten Tulungagung;
dd. Kota

- 108 -

dd. Kota Batu;


ee. Kota Blitar;
ff. Kota Kediri;
gg. Kota Madiun;
hh. Kota Mojokerto;
ii. Kota Pasuruan; dan
jj. Kota Probolinggo.
(3) Pertanian lahan kering sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b direncanakan dengan luas sekurangkurangnya 849.033 ha dan dengan luas sekurangkurangnya 215,191.83 ha ditetapkan sebagai lahan
pertanian pangan berkelanjutan yang tersebar di seluruh
kabupaten/kota.
(4) Pengembangan hortikultura sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c direncanakan di wilayah:
a. sentra penghasil sayur;
b. sentra penghasil bunga;
c. sentra penghasil buah; dan
d. sentra penghasil biofarmaka.
(5) Pengembangan hortikultura di wilayah sentra penghasil
sayur sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a
direncanakan di kawasan pertanian lahan basah dan
lahan kering di seluruh kabupaten/kota.
(6) Pengembangan hortikultura di wilayah sentra penghasil
bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b
direncanakan di wilayah-wilayah:
a. Kabupaten Gresik;
b. Kabupaten Magetan;
c. Kabupaten Malang;
d. Kabupaten Mojokerto;
e. Kabupaten Pasuruan; dan
f.

Kota Batu.

(7) Pengembangan hortikultura di wilayah sentra penghasil


buah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c
direncanakan berdasarkan komoditas:
a. pisang dikembangkan di wilayah:
1) Kabupaten Banyuwangi;
2) Kabupaten

- 109 -

2) Kabupaten Blitar;
3) Kabupaten Jember;
4) Kabupaten Lumajang;
5) Kabupaten Magetan;
6) Kabupaten Malang;
7) Kabupaten Pacitan;
8) Kabupaten Trenggalek; dan
9) Kabupaten Tulungagung.
b. jeruk dikembangkan di wilayah:
1) Kabupaten Banyuwangi;
2) Kabupaten Jember;
3) Kabupaten Jombang
4) Kabupaten Madiun;
5) Kabupaten Magetan;
6) Kabupaten Malang;
7) Kabupaten Pacitan;
8) Kabupaten Pamekasan;
9) Kabupaten Tuban; dan
10) Kota Batu.
c. rambutan dikembangkan di wilayah:
1) Kabupaten Bangkalan;
2) Kabupaten Blitar; dan
3) Kabupaten Jember.
d. mangga dikembangkan di wilayah:
1) Kabupaten Bondowoso;
2) Kabupaten Gresik;
3) Kabupaten Kediri;
4) Kabupaten Magetan;
5) Kabupaten Nganjuk.
6) Kabupaten Pasuruan;
7) Kabupaten Probolinggo; dan
8) Kabupaten Situbondo.
e. apel dikembangkan di wilayah:
1) Kabupaten Malang;
2) Kabupaten

- 110 -

2) Kabupaten Pasuruan; dan


3) Kota Batu.
f.

jambu air dikembangkan di wilayah:


1) Kabupaten Jombang.
2) Kabupaten Tuban; dan
3) Kepulauan Madura.

g. blimbing dikembangkan di wilayah:


1) Kabupaten Blitar;
2) Kabupaten Tuban; dan
3) Kota Blitar.
h. salak dikembangkan di wilayah:
1) Kabupaten Bangkalan;
2) Kabupaten Bojonegoro;
3) Kabupaten Lumajang;
4) Kabupaten Malang
5) Kabupaten Mojokerto; dan
6) Kabupaten Pasuruan.
i.

alpukat
dikembangkan
Lumajang.

di

j.

durian dikembangkan di wilayah:

wilayah

Kabupaten

1) Kabupaten Bondowoso;
2) Kabupaten Jember;
3) Kabupaten Jombang;
4) Kabupaten Madiun;
5) Kabupaten Malang;
6) Kabupaten Pasuruan; dan
7) Kabupaten Trenggalek.
k. manggis dikembangkan di wilayah:
1) Kabupaten Banyuwangi;
2) Kabupaten Blitar;
3) Kabupaten Jember;
4) Kabupaten Ponorogo;
5) Kabupaten Probolinggo; dan
6) Kabupaten Trenggalek.
(8) Pengembangan

- 111 -

(8) Pengembangan hortikultura di wilayah sentra penghasil


biofarmaka sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d
direncanakan di wilayah:
a. Kabupaten Pacitan;
b. Kabupaten Ponorogo;
c. Kabupaten Probolinggo; dan
d. Kabupaten Trenggalek.
(9) Arahan pengelolaan
meliputi:

kawasan

peruntukkan

pertanian

a. area lahan sawah beririgasi harus dipertahankan agar


tidak berubah fungsi menjadi peruntukan yang lain;
b. pengalihan fungsi areal sebagaimana dimaksud pada
huruf a wajib disediakan lahan pengganti;
c. pengembangan sawah beririgasi teknis dilakukan
dengan memprioritaskan perubahan sawah nonirigasi
menjadi
sawah
irigasi
melalui
dukungan
pengembangan dan perluasan jaringan irigasi,
pembukaan areal baru pembangunan irigasi, dan
pengembangan waduk/embung;
d. peningkatan

produksi

dan

produktivitas

tanaman

pangan dengan mengembangkan kawasan pertanian


terpadu (cooperative farming), dan hortikultura dengan
mengembangkan kawasan budi daya pertanian ramah
lingkungan (good agriculture practices); dan
e. pengembangan kelembagaan kelompok tani ke arah
kelembagaan ekonomi/koperasi.
(10) Penggantian

lahan

pertanian

yang

dialihfungsikan

sebagaimana dimaksud pada ayat 9 huruf b mengikuti


aturan:
a. apabila

yang

dialihfungsikan

merupakan

lahan

beririgasi, penggantiannya paling sedikit sebanyak 3


(tiga) kali luas lahan;
b. apabila

yang

dialihfungsikan

merupakan

lahan

reklamasi rawa pasang surut dan nonpasang surut,


penggantiannya paling sedikit 2 (dua) kali luas lahan;
dan

c. apabila

- 112 -

c. apabila

yang

dialihfungsikan

adalah

lahan

tidak

beririgasi (lahan kering), penggantiannya paling sedikit


adalah 1 (satu) kali luas lahan.

Pasal 76
(1) Kawasan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 72 huruf d direncanakan dengan luas
sekurang-kurangnya 398.036 ha yang meliputi:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Banyuwangi;
c. Kabupaten Blitar;
d. Kabupaten Bojonegoro;
e. Kabupaten Bondowoso;
f.

Kabupaten Gresik;

g. Kabupaten Jember;
h. Kabupaten Jombang;
i.

Kabupaten Kediri;

j.

Kabupaten Lamongan;

k. Kabupaten Lumajang;
l.

Kabupaten Madiun;

m. Kabupaten Magetan;
n. Kabupaten Malang;
o. Kabupaten Mojokerto;
p. Kabupaten Nganjuk;
q. Kabupaten Ngawi;
r.

Kabupaten Pacitan;

s. Kabupaten Pamekasan;
t.

Kabupaten Pasuruan;

u. Kabupaten Ponorogo;
v. Kabupaten Probolinggo;
w. Kabupaten Sampang;
x. Kabupaten Sidoarjo;
y. Kabupaten Situbondo;
z. Kabupaten Sumenep;
aa. Kabupaten

- 113 -

aa. Kabupaten Trenggalek;


bb. Kabupaten Tuban;
cc. Kabupaten Tulungagung;
dd. Kota Batu;
ee. Kota Kediri;
ff. Kota Madiun;
gg. Kota Malang; dan
hh. Kota Probolinggo.
(2) Kawasan peruntukan perkebunan di wilayah Provinsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. perkebunan tanaman semusim; dan
b. perkebunan tanaman tahunan.
(3) Pengembangan
perkebunan
tanaman
semusim
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas:
a. tembakau meliputi:
1) Kabupaten Bangkalan;
2) Kabupaten Bojonegoro;
3) Kabupaten Bondowoso;
4) Kabupaten Jember;
5) Kabupaten Jombang;
6) Kabupaten Lamongan;
7) Kabupaten Pamekasan;
8) Kabupaten Probolinggo;
9) Kabupaten Sampang;
10) Kabupaten Situbondo; dan
11) Kabupaten Sumenep.
b. tebu meliputi:
1) Kabupaten Bangkalan;
2) Kabupaten Blitar;
3) Kabupaten Bojonegoro;
4) Kabupaten Bondowoso;
5) Kabupaten Gresik;
6) Kabupaten Jember;
7) Kabupaten Jombang;
8) Kabupaten

- 114 -

8) Kabupaten Kediri;
9) Kabupaten Lamongan;
10) Kabupaten Lumajang;
11) Kabupaten Madiun;
12) Kabupaten Magetan;
13) Kabupaten Malang;
14) Kabupaten Mojokerto;
15) Kabupaten Ngawi;
16) Kabupaten Probolinggo;
17) Kabupaten Sampang;
18) Kabupaten Sidoarjo;
19) Kabupaten Situbondo;
20) Kabupaten Tuban; dan
21) Kabupaten Tulungagung.
(4) Perkebunan tanaman tahunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b terdiri atas:
a. kapas meliputi:
1) Kabupaten Lamongan;
2) Kabupaten Mojokerto;
3) Kabupaten Pasuruan; dan
4) Kabupaten Ponorogo.
b. jambu mete meliputi:
1) Kabupaten Bangkalan;
2) Kabupaten Ngawi;
3) Kabupaten Pamekasan;
4) Kabupaten Ponorogo;
5) Kabupaten Sampang;
6) Kabupaten Sumenep; dan
7) Kabupaten Tuban.
c. kopi meliputi:
1) Kabupaten Banyuwangi;
2) Kabupaten Blitar;
3) Kabupaten Bondowoso;
4) Kabupaten Jember;
5) Kabupaten

- 115 -

5) Kabupaten Kediri;
6) Kabupaten Lumajang.
7) Kabupaten Magetan;
8) Kabupaten Malang;
9) Kabupaten Pacitan;
10) Kabupaten Pasuruan;
11) Kabupaten Probolinggo; dan
12) Kabupaten Situbondo.
d. cengkeh meliputi:
1) Kabupaten Jombang;
2) Kabupaten Nganjuk;
3) Kabupaten Ponorogo; dan
4) Kabupaten Trenggalek.
e. teh meliputi:
1) Kabupaten Malang;
2) Kabupaten Mojokerto;
3) Kabupaten Ngawi;
4) Kabupaten Pasuruan; dan
5) Kota Batu.
f.

karet meliputi:
1) Kabupaten Banyuwangi.
2) Kabupaten Bondowoso; dan
3) Kabupaten Jember;

g. kakao meliputi:
1) Kabupaten Banyuwangi;
2) Kabupaten Blitar;
3) Kabupaten Jombang;
4) Kabupaten Madiun;
5) Kabupaten Malang;
6) Kabupaten Nganjuk;
7) Kabupaten Ngawi;
8) Kabupaten Pacitan;
9) Kabupaten Ponorogo; dan
10) Kabupaten Trenggalek.
h. panili meliputi:
1) Kabupaten Jombang;
2) Kabupaten

- 116 -

2) Kabupaten Malang; dan


3) Kota Batu.
i.

kelapa meliputi:
1) Kabupaten Bangkalan;
2) Kabupaten Banyuwangi;
3) Kabupaten Blitar;
4) Kabupaten Bojonegoro;
5) Kabupaten Gresik;
6) Kabupaten Jember;
7) Kabupaten Kediri;
8) Kabupaten Lumajang;
9) Kabupaten Madiun;
10) Kabupaten Malang;
11) Kabupaten Nganjuk;
12) Kabupaten Ngawi;
13) Kabupaten Pacitan;
14) Kabupaten Pamekasan;
15) Kabupaten Ponorogo;
16) Kabupaten Sidoarjo;
17) Kabupaten Situbondo;
18) Kabupaten Sumenep;
19) Kabupaten Trenggalek;
20) Kabupaten Tuban; dan
21) Kabupaten Tulungagung.

j.

nilam meliputi:
1) Kabupaten Blitar;
2) Kabupaten Malang; dan
3) Kabupaten Nganjuk.

(5) Arahan pengelolaan kawasan peruntukan perkebunan


meliputi:
a. pemertahanan luasan lahan perkebunan saat ini;
b. peningkatan produktivitas, nilai tambah, dan daya
saing produk perkebunan;
c. pewilayahan komoditi sesuai dengan potensinya yakni
pengembangan wilayah Madura, Pantura, wilayah
tengah, dan wilayah selatan; dan
d. pengembangan

- 117 -

d. pengembangan kelembagaan kelompok tani ke arah


kelembagaan ekonomi/koperasi.
Pasal 77

(1) Kawasan peruntukan peternakan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 72 huruf e meliputi:
a.

sentra peternakan ternak besar;

b.

sentra peternakan ternak kecil; dan

c.

sentra peternakan unggas dan lainnya.

(2) Sentra peternakan ternak besar sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf a dikembangkan di wilayah:
a. kawasan sentra ternak besar meliputi:
1) Kabupaten Bangkalan;
2) Kabupaten Banyuwangi;
3) Kabupaten Blitar;
4) Kabupaten Bojonegoro;
5) Kabupaten Bondowoso;
6) Kabupaten Jember;
7) Kabupaten Jombang;
8) Kabupaten Kediri;
9) Kabupaten Lamongan;
10) Kabupaten Lumajang;
11) Kabupaten Magetan;
12) Kabupaten Malang;
13) Kabupaten Mojokerto;
14) Kabupaten Nganjuk;
15) Kabupaten Ngawi;
16) Kabupaten Pacitan;
17) Kabupaten Pamekasan;
18) Kabupaten Pasuruan;
19) Kabupaten Ponorogo;
20) Kabupaten Probolinggo;

21) Kabupaten

- 118 -

21) Kabupaten Sampang;


22) Kabupaten Situbondo;
23) Kabupaten Sumenep;
24) Kabupaten Trenggalek;
25) Kabupaten Tuban; dan
26) Kabupaten Tulungagung.
b. pengembangan sapi Madura sebagai genetik ternak asli
meliputi seluruh kabupaten di Pulau Madura.
(3) Sentra peternakan ternak kecil sebagaimana dimaksud
pada

ayat

(1)

huruf

dikembangkan

di

seluruh

kabupaten.
(4) Sentra peternakan unggas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c meliputi:
a. Kabupaten Blitar;
b. Kabupaten Jombang;
c. Kabupaten Kediri;
d. Kabupaten Mojokerto;
e. Kabupaten Pasuruan;
f.

Kabupaten Sidoarjo; dan

g. Kabupaten Tulungagung.
(5) Pengembangan kawasan peruntukan peternakan yang
memerlukan persyaratan khusus diatur oleh pemerintah
daerah kabupaten/kota masing-masing.
(6) Arahan pengelolaan kawasan peruntukan peternakan
meliputi:
a. pengembangan kawasan peternakan yang mempunyai
keterkaitan dengan pusat distribusi pakan ternak dan
sektor industri pendukung lainnya;
b. pemertahanan ternak plasma nuftah sebagai potensi
daerah;
c. pengembangan kawasan peternakan diarahkan pada
pengembangan komoditas ternak unggulan;

d. kawasan

- 119 -

d. kawasan

budi

daya

ternak

yang

berpotensi

menularkan penyakit dari hewan ke manusia atau


sebaliknya

pada

permukiman

padat

penduduk

ditempatkan terpisah sesuai dengan standar teknis


kawasan usaha peternakan dengan memperhatikan
kesempatan

berusaha

dan

melindungi

daerah

permukiman penduduk dari penularan penyakit hewan


menular;
e. pengaturan pemeliharaan hewan yang diternakkan
serta tata niaga hewan dan produk bahan asal hewan
di kawasan perkotaan;
f.

peningkatan nilai ekonomi ternak dengan mengelola


dan mengolah hasil ternak; dan

g. pengembangan kelembagaan kelompok tani ke arah


kelembagaan ekonomi/koperasi.
(7) Pengaturan pemeliharaan hewan yang diternakan serta
tata niaga hewan dan produk asal hewan di kawasan
perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf e
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 78
(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 72 huruf f merupakan kawasan minapolitan
meliputi:
a. peruntukan perikanan tangkap;
b. peruntukan perikanan budi daya; dan
c. pengolahan dan pemasaran hasil perikanan
(2) Pengembangan kawasan peruntukan perikanan tangkap
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. pengembangan komoditi utama perikanan meliputi
Tamperan di Kabupaten Pacitan, Prigi di Kabupaten
Trenggalek, Sendangbiru di Kabupaten Malang, Puger
di Kabupaten Jember, Ujungpangkah di Kabupaten
Gresik,

Brondong

di

Kabupaten

Lamongan,

Pondokmimbo di Kabupaten Situbondo, Bulu di


Kabupaten Tuban

- 120 -

Kabupaten Tuban, dan Pasongsongan di Kabupaten


Sumenep;
b. pengembangan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)
meliputi Prigi di Kabupaten Trenggalek dan Brondong
di Kabupaten Lamongan;
c. pengembangan

Pelabuhan

Perikanan

Pantai

(PPP)

meliputi Muncar di Kabupaten Banyuwangi, Puger di


Kabupaten

Jember,

Pondokdadap

di

Kabupaten

Malang, Mayangan di Kota Probolinggo, Paiton di


Kabupaten Probolinggo, Lekok di Kabupaten Pasuruan,
Tamperan di Kabupaten Pacitan, dan Bawean di
Kabupaten Gresik; dan
d. pengembangan

Pangkalan

Pendaratan

Ikan

(PPI)

meliputi Pancer di Kabupaten Banyuwangi, Bulu di


Kabupaten Tuban, dan Pasongsongan di Kabupaten
Sumenep.
(3) Pengembangan kawasan peruntukan perikanan budi daya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. perikanan budi daya air payau;
b. perikanan budi daya air tawar; dan
c. perikanan budi daya air laut.
(4) Pengembangan kawasan perikanan budi daya air payau
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a yaitu:
a. komoditas perikanan air payau, meliputi:
1)

Kabupaten Bangkalan;

2)

Kabupaten Banyuwangi;

3)

Kabupaten Blitar;

4)

Kabupaten Gresik;

5)

Kabupaten Jember;

6)

Kabupaten Lamongan;

7)

Kabupaten Lumajang;

8)

Kabupaten Malang;

9)

Kabupaten Pacitan;

10) Kabupaten Pamekasan;


11) Kabupaten Pasuruan;
12) Kabupaten

- 121 -

12) Kabupaten Probolinggo;


13) Kabupaten Sampang;
14) Kabupaten Sidoarjo;
15) Kabupaten Situbondo;
16) Kabupaten Sumenep;
17) Kabupaten Trenggalek;
18) Kabupaten Tuban;
19) Kabupaten Tulungagung;
20) Kota Pasuruan;
21) Kota Probolinggo; dan
22) Kota Surabaya.
b. komoditas garam, meliputi:
1)

Kabupaten Bangkalan;

2)

Kabupaten Gresik;

3)

Kabupaten Lamongan;

4)

Kabupaten Pamekasan;

5)

Kabupaten Pasuruan;

6)

Kabupaten Probolinggo;

7)

Kabupaten Sampang;

8)

Kabupaten Sumenep;

9)

Kabupaten Tuban;

10) Kota Pasuruan; dan


11) Kota Surabaya.
(5) Pengembangan kawasan perikanan budi daya air tawar
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dibagi
berdasarkan:
a. komoditas ikan konsumsi; dan
b. komoditas ikan hias.
(6) Pengembangan kawasan perikanan budi daya air tawar
untuk budi daya komoditas ikan konsumsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) huruf a dikembangkan di seluruh
kabupaten/kota.
(7) Pengembangan

- 122 -

(7) Pengembangan kawasan perikanan budi daya air tawar


untuk budi daya komoditas ikan hias sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) huruf b dikembangkan di wilayah:
a. Kabupaten Blitar;
b. Kabupaten Kediri;
c. Kabupaten Tulungagung; dan
d. Kota Kediri.
(8) Pengembangan kawasan perikanan budi daya air laut
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c meliputi:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Banyuwangi;
c. Kabupaten Blitar;
d. Kabupaten Gresik;
e. Kabupaten Jember;
f.

Kabupaten Lamongan;

g. Kabupaten Lumajang;
h. Kabupaten Malang;
i.

Kabupaten Pacitan;

j.

Kabupaten Pamekasan;

k. Kabupaten Pasuruan;
l.

Kabupaten Probolinggo;

m. Kabupaten Sampang;
n. Kabupaten Situbondo;
o. Kabupaten Sumenep;
p. Kabupaten Trenggalek;
q. Kabupaten Tuban; dan
r.

Kabupaten Tulungagung.

(9) Pengolahan dan pemasaran hasil perikanan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. Kabupaten Banyuwangi;
b. Kabupaten Blitar;
c. Kabupaten Gresik;
d. Kabupaten Lamongan;
e. Kabupaten Malang;
f.

Kabupaten Pacitan;
g. Kabupaten

- 123 -

g. Kabupaten Pasuruan;
h. Kabupaten Sidoarjo;
i.

Kabupaten Sumenep;

j.

Kabupaten Trenggalek;

k. Kabupaten Tuban; dan


l.

Kota Probolinggo.

(10) Arahan pengelolaan


meliputi:

kawasan

peruntukan

perikanan

a. pemertahanan, perehabilitasian, dan perevitalisasian


tanaman bakau/mangrove dan terumbu karang;
b. pengembangan perikanan tangkap dan perikanan budi
daya;
c. penjagaan kelestarian sumber
pencemaran limbah industri;

daya

air

terhadap

d. pengendalian pemanfaatan sumber daya di wilayah


pesisir melalui penetapan rencana pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil;
e. pengembangan
perikanan;
f.

sarana

dan

prasarana

pendukung

peningkatan
nilai
ekonomi
perikanan
dengan
meningkatkan pengolahan dan pemasaran hasil
perikanan;

g. pengembangan kelembagaan kelompok nelayan ke


arah kelembagaan ekonomi/koperasi.
h. pemertahanan luasan dan sebaran kawasan tambak
garam agar tidak berubah fungsi;
i.

pembukaan peluang pengembangan tambak garam


baru dalam rangka meningkatkan produksi garam dan
membuka peluang investasi;

j.

pengembangan teknologi dalam rangka meningkatkan


kuantitas dan kualitas produksi garam; dan

k. pengembangan kawasan tambak garam dengan


mempertimbangkan aspek lingkungan hidup yang
keberlanjutan.

Pasal 79

- 124 -

Pasal 79
(1) Kawasan
peruntukan
pertambangan
dimaksud dalam Pasal 71 huruf g meliputi:

sebagaimana

a. pertambangan mineral;
b. pertambangan minyak dan gas bumi; dan
c. pertambangan panas bumi.
(2) Pertambangan mineral sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a meliputi:
a. pertambangan mineral logam;
b. pertambangan mineral bukan logam; dan
c. pertambangan batuan.
(3) Pertambangan mineral logam sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a meliputi:
a. Kabupaten Banyuwangi;
b. Kabupaten Blitar;
c. Kabupaten Jember;
d. Kabupaten Lumajang;
e. Kabupaten Malang;
f.

Kabupaten Pacitan;

g. Kabupaten Trenggalek; dan


h. Kabupaten Tulungagung.
(4) Pertambangan

mineral

bukan

logam

sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) huruf b tersebar di seluruh


wilayah kabupaten.
(5) Pertambangan batuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf c tersebar di seluruh wilayah kabupaten.
(6) Pertambangan

minyak

dan

gas

bumi

sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:


a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Bojonegoro;
c. Kabupaten Gresik;
d. Kabupaten Jombang;
e. Kabupaten Lamongan;
f.

Kabupaten Mojokerto;
g. Kabupaten

- 125 -

g. Kabupaten Nganjuk;
h. Kabupaten Pamekasan;
i.

Kabupaten Sampang;

j.

Kabupaten Sidoarjo;

k. Kabupaten Sumenep;
l.

Kabupaten Tuban; dan

m. Kota Surabaya.
(7) Pertambangan panas bumi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c meliputi:
a. Argopuro
Jember,

di

Kabupaten

Kabupaten

Bondowoso,

Probolinggo,

dan

Kabupaten
Kabupaten

Situbondo;
b. Belawan-Ijen di Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten
Bondowoso, dan Kabupaten Situbondo;
c. Cangar dan Songgoriti di Kabupaten Malang dan Kota
Batu;
d. Gunung

Arjuno-Welirang

di

Kabupaten

Malang,

Kabupaten Mojokerto, dan Kabupaten Pasuruan;


e. Gunung Lawu di Kabupaten Magetan;
f.

Gunung Pandan di Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten


Madiun, dan Kabupaten Nganjuk;

g. Melati dan Arjosari di Kabupaten Pacitan;


h. Telaga Ngebel di Kabupaten Madiun dan Kabupaten
Ponorogo;
i.

Tiris (Gunung Lamongan) di Kabupaten Lumajang dan


Kabupaten Probolinggo; dan

j.

Tirtosari di Kabupaten Sumenep.

(8) Arahan pengelolaan kawasan peruntukan pertambangan


meliputi:
a. pengembangan

kawasan

pertambangan

dengan

mempertimbangkan potensi bahan galian, kondisi


geologi dan geohidrologi dalam kaitannya dengan
kelestarian lingkungan;
b. pengelolaan kawasan bekas penambangan sebagai
kawasan hijau atau kegiatan budi daya lainnya dengan
tetap memperhatikan aspek kelestarian lingkungan
hidup; dan
c. penyimpanan

- 126 -

c. penyimpanan dan pengamanan lapisan tanah atas (top


soil) terhadap setiap kegiatan usaha pertambangan
untuk keperluan rehabilitasi dan/atau reklamasi lahan
bekas penambangan.

Pasal 80
(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 72 huruf h direncanakan dengan luas
sekurang-kurangnya 69.288,52 Ha meliputi:
a. kawasan industri;
b. kawasan

peruntukan

industri

di

luar

kawasan

industri; dan
c. sentra industri.
(2) Kawasan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a berada di seluruh wilayah kabupaten/kota di
Jawa Timur dengan prioritas pengembangan meliputi:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Banyuwangi;
c. Kabupaten Gresik;
d. Kabupaten Jombang;
e. Kabupaten Lamongan;
f.

Kabupaten Malang;

g. Kabupaten Mojokerto;
h. Kabupaten Pasuruan;
i.

Kabupaten Probolinggo;

j.

Kabupaten Sidoarjo;

k. Kabupaten Tuban;
l.

Kota Madiun; dan

m. Kota Surabaya.
(3) Kawasan peruntukan industri di luar kawasan industri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. Kabupaten Bangkalan;
b. Kabupaten Bojonegoro;
c. Kabupaten Gresik;
d. Kabupaten

- 127 -

d. Kabupaten Jember;
e. Kabupaten Jombang;
f.

Kabupaten Lamongan;

g. Kabupaten Madiun;
h. Kabupaten Malang;
i.

Kabupaten Mojokerto;

j.

Kabupaten Nganjuk;

k. Kabupaten Ngawi;
l.

Kabupaten Pasuruan;

m. Kabupaten Probolinggo;
n. Kabupaten Sidoarjo;
o. Kabupaten Situbondo;
p. Kabupaten Tuban;
q. Kota Kediri;
r.

Kota Madiun; dan

s. Kota Surabaya.
(4) Sentra industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c direncanakan di seluruh kabupaten/kota.
(5) Arahan pengelolaan
meliputi:

kawasan

peruntukan

industri

a. pengembangan kawasan peruntukan industri yang


dilakukan dengan mempertimbangkan aspek ekologis
dan tidak dilakukan pada lahan produktif;
b. pengembangan kawasan peruntukan industri yang
harus didukung oleh adanya jalur hijau sebagai
penyangga antarfungsi kawasan;
c. pengembangan kawasan peruntukan industri yang
terletak pada sepanjang jalan arteri atau kolektor yang
harus dilengkapi dengan jalan pengantar (frontage
road) untuk kelancaran aksesibilitas;
d. pengembangan kegiatan industri yang harus didukung
oleh sarana dan prasarana industri;
e. pengelolaan kegiatan industri yang dilakukan dengan
mempertimbangkan keterkaitan proses produksi mulai
dari industri dasar/hulu dan industri hilir serta
industri
antara
yang
dibentuk
berdasarkan
pertimbangan efisiensi biaya produksi, biaya
keseimbangan lingkungan

- 128 -

keseimbangan lingkungan, dan biaya aktivitas sosial;


f.

setiap kegiatan industri yang harus dilengkapi dengan


upaya pengelolaan terhadap kemungkinan adanya
bencana industri; dan

g. relokasi industri yang terkena dampak bencana


lumpur
Sidoarjo
dan
infrastruktur
yang
dibutuhkannya ke arah barat menjauhi semburan
lumpur, khususnya di sebelah utara Sungai Porong
yang merupakan batas Kabupaten Sidoarjo dan
Kabupaten Pasuruan.
Pasal 81

(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 72 huruf i meliputi:
a. daya tarik wisata alam;
b. daya tarik wisata budaya; dan
c. daya tarik wisata hasil buatan manusia.
(2) Daya tarik wisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a meliputi:
a. Air Terjun Dlundung di Kabupaten Mojokerto;
b. Air Terjun Sedudo dan Pemandian Sumber Karya di
Kabupaten Nganjuk;
c. Air Terjun Madakaripura, Bromo-Ngadisari, dan Pantai
Bentar di Kabupaten Probolinggo;
d. Air Terjun Watu Ondo di perbatasan Kabupaten
Mojokerto dan Kota Batu;
e. Api Abadi di Kabupaten Pamekasan;
f.

Arak-Arak di Kabupaten Bondowoso;

g. Banyuanget, Gua Gong, Gua Tabuhan, dan Pantai


Teleng Ria di Kabupaten Pacitan;
h. Bukit Bededung dan Pantai Pasir Putih di Kabupaten
Situbondo;
i.

Coban Glotak, Pantai Balekambang, dan Pantai Ngliyep


di Kabupaten Malang;

j.

Danau Kastoba dan Pantai Labuhan di Pulau Bawean


Kabupaten Gresik;
k. Grajagan

- 129 -

k. Grajagan, Pantai Plengkung, Pantai Sukamade, dan


Kawah Ijen di Kabupaten Banyuwangi;
l.

Gua Lowo, Pantai Karanggongso, Pantai Prigi, dan Tirta


Jualita di Kabupaten Trenggalek;

m. Gua

Maharani

dan

Pantai

Tanjung

Kodok

di

Kabupaten Lamongan;
n. Gunung Kelud di Kabupaten Blitar dan Kabupaten
Kediri;
o. Gunung Wilis di Kabupaten Kediri, Kabupaten Madiun,
Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten
Trenggalek, dan Kabupaten Tulungagung;
p. Hutan Bambu, Pantai Watu Godeg, Ranu Bedali, Ranu
Klakah, dan Ranu Pane di Kabupaten Lumajang;
q. Hutan Surya, Pemandian Talun, dan Waduk Pondok di
Kabupaten Ngawi;
r.

Kakek Bodo di Kabupaten Pasuruan;

s. Kayangan di Kabupaten Bojonegoro;


t.

Kawah ijen di Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten


Bondowoso;

u. Pantai Lombang dan Pantai Slopeng di Kabupaten


Sumenep;
v. Pantai Popoh di Kabupaten Tulungagung;
w. Pantai Rongkang di Kabupaten Bangkalan;
x. Pantai Watu Ulo di Kabupaten Jember;
y. Pemandian Air Panas Cangar Tahura R. Soerjo di Kota
Batu;
z. Tahura R. Soeryo di Kabupaten Jombang, Kabupaten
Malang, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Pasuruan,
dan Kota Batu;
aa. Taman

Nasional

BromoTenggerSemeru

(BTS)

di

Kabupaten Lumajang, Kabupaten Malang, Kabupaten


Pasuruan, dan Kabupaten Probolinggo;
bb. Telaga Ngebel dan Tirto Manggolo di Kabupaten
Ponorogo; dan
cc. Telaga Sarangan di Kabupaten Magetan.
(3) Daya tarik wisata budaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi:
a. Asta

- 130 -

a. Asta Yusuf, Asta Tinggi, Keraton, Masjid Agung, dan


Museum di Kabupaten Sumenep;
b. Candi Jabung di Kabupaten Malang;
c. Candi Jabung Tirto di Kabupaten Probolinggo;
d. Candi Penampihan di Kabupaten Tulungagung;
e. Candi Penataran di Kabupaten Blitar;
f.

Gereja

Poh

Sarang

dan

Petilasan

Jayabaya

di

Kabupaten Kediri;
g. Gua Akbar, Makam Bekti Harjo, Makam Ibrahim
Asmorokondi,

dan

Makam

Sunan

Bonang

di

Kabupaten Tuban;
h. Kompleks Makam K.H. Hasyim Asyari, K.H. Wachid
Hasyim, Gus Dur, dan Sayid Sulaiman di Kabupaten
Jombang;
i.

Makam Aer Mata Ebu di Kabupaten Bangkalan;

j.

Makam Batoro Katong di Kabupaten Ponorogo;

k. Makam Proklamator Bung Karno di Kota Blitar;


l.

Makam Ratu Ebu di Kabupaten Sampang;

m. Makam Sunan Ampel dan Mbah Bungkul di Kota


Surabaya;
n. Makam Sunan Drajat di Kabupaten Lamongan;
o. Makam Sunan Giri, Makam Maulana Malik Ibrahim,
dan Fatimah Binti Maemun di Kabupaten Gresik;
p. Makam Troloyo di Kabupaten Mojokerto;
q. Pura Mandara Giri Semeru Agung di Kabupaten
Lumajang; dan
r.

Situs Peninggalan Budaya Majapahit di Kabupaten


Mojokerto.

(4) Daya tarik wisata hasil buatan manusia sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. Bendungan Widas dan Taman Umbul di Kabupaten
Madiun;
b. Kawasan

Kaki

Jembatan

Suramadu

(KKJS)

di

Kabupaten Bangkalan dan Kota Surabaya;


c. Kebun Binatang Surabaya di Kota Surabaya;
d. Kebun

- 131 -

d. Kebun Raya Purwodadi dan Pemandian Banyubiru di


Kabupaten Pasuruan;
e. Kolam Renang Ubalan di Kabupaten Mojokerto;
f.

Pemandian Blambangan, Pemandian Kebon Agung,


dan Pemandian Petemon di Kabupaten Jember;

g. Pemandian Talun dan Waduk Pondok di Kabupaten


Ngawi;
h. Sumber Boto dan Tirta Wisata di Kabupaten Jombang;
i.

Taman Kosala Tirta, Taman Manunggal, dan Tirtosari


di Kabupaten Magetan;

j.

Taman Safari di Kabupaten Pasuruan;

k. Taman Sengkaling dan Waduk Selorejo di Kabupaten


Malang;
l.

Taman Suruh di Kabupaten Banyuwangi;

m. Ubalan Kalasan di Kabupaten Kediri;


n. Waduk Gondang dan Wisata Bahari Lamongan (WBL)
di Kabupaten Lamongan; dan
o. Waduk Wonorejo di Kabupaten Tulungagung.
(5) Arahan

pengelolaan

kawasan

peruntukan

pariwisata

meliputi:
a. pelengkapan sarana dan prasarana pariwisata sesuai
dengan

kebutuhan,

rencana

pengembangan,

dan

tingkat pelayanan setiap kawasan daya tarik wisata;


b. penguatan sinergitas daya tarik wisata unggulan dalam
bentuk koridor pariwisata;
c. pengembangan daya tarik wisata baru di destinasi
pariwisata yang belum berkembang kepariwisataannya;
dan
d. pengembangan

pemasaran

pariwisata

melalui

pengembangan pasar wisatawan, citra destinasi wisata,


kemitraan

pemasaran

pariwisata,

dan

perwakilan

promosi pariwisata.
(6) Rencana pengembangan koridor pariwisata sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) huruf b terdiri atas:
a. Jalur Pengembangan Koridor A;
b. Jalur Pengembangan Koridor B;
c. Jalur

- 132 -

c. Jalur Pengembangan Koridor C; dan


d. Jalur Pengembangan Koridor D.
(7) Jalur pengembangan koridor A sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) huruf a meliputi:
a. Api Abadi di Kabupaten Pamekasan;
b. Asta Yusuf, Asta Tinggi, Keraton, Museum, Pantai
Lombang, dan Pantai Slopeng di Kabupaten Sumenep;
c. Gua Akbar, Makam Bekti Harjo, Makam Ibrahim
Asmorokondi,

dan

Makam

Sunan

Bonang

di

Kabupaten Tuban;
d. Gua Maharani, Makam Sunan Drajat, Pantai Tanjung
Kodok, Waduk Gondang, dan Wisata Bahari Lamongan
(WBL) di Kabupaten Lamongan;
e. Kawasan Kaki Jembatan Suramadu (KKJS), Kebun
Binatang Surabaya, dan Makam Sunan Ampel di Kota
Surabaya;
f.

Kawasan Kaki Jembatan Suramadu (KKJS), Makam


Aer Mata Ebu, dan Pantai Rongkang di Kabupaten
Bangkalan;

g. Makam Sunan Giri, Makam Maulana Malik Ibrahim,


dan Fatimah Binti Maemun di Kabupaten Gresik; dan
h. Makam Ratu Ebu di Kabupaten Sampang.
(8) Jalur pengembangan koridor B sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) huruf b meliputi:
a. Air Terjun Dlundung, Candi Tikus, dan Kolam Renang
Ubalan di Kabupaten Mojokerto;
b. Air Terjun Sedudo dan Pemandian Sumber Karya di
Kabupaten Nganjuk;
c. Bendungan Widas dan Taman Umbul di Kabupaten
Madiun;
d. Hutan Surya, Pemandian Talun, dan Waduk Pondok di
Kabupaten Ngawi;
e. Sumber Boto dan Tirta Wisata di Kabupaten Jombang;
f.

Taman

Kosala

Tirta,

Taman

Manunggal,

Telaga

Sarangan, dan Tirtosari di Kabupaten Magetan; dan


g. Kota Surabaya.
(9) Jalur

- 133 -

(9) Jalur pengembangan koridor C sebagaimana dimaksud


pada ayat (6) huruf c meliputi:
a. Banyuanget, Gua Gong, Gua Tabuhan, dan Pantai
Teleng Ria di Kabupaten Pacitan;
b. Candi Penampihan dan Pantai Popoh di Kabupaten
Tulungagung;
c. Candi Penataran di Kabupaten Blitar;
d. Coban Glotak, Pantai Balekambang, Pantai Ngliyep,
Taman Sengkaling, dan Waduk Selorejo di Kabupaten
Malang;
e. Gereja Poh Sarang, Petilasan Jayabaya, dan Ubalan
Kalasan di Kabupaten Kediri;
f.

Gua Lowo, Pantai Karanggongso, Pantai Prigi, dan Tirta


Jualita di Kabupaten Trenggalek;

g. Makam Batoro Katong, Telaga Ngebel, dan Tirto


Manggolo di Kabupaten Ponorogo;
h. Makam Proklamator Bung Karno di Kota Blitar; dan
i.

Kota Malang.

(10) Jalur pengembangan koridor D sebagaimana dimaksud


pada ayat (6) huruf d meliputi:
a. Arak-Arak, Bukit Bededung, dan Pantai Pasir Putih di
Kabupaten Situbondo;
b. Bromo-Ngadisan, Candi Jabung Tirto, dan Pantai
Bentar di Kabupaten Probolinggo;
c. Grajagan,

Kawah

Sukamade,

dan

Ijen,

Pantai

Taman

Plengkung,

Suruh

di

Pantai

Kabupaten

Banyuwangi;
d. Gunung Bromo, Kakek Bodo, Kebun Raya Purwodadi,
Pemandian Banyubiru, dan Taman Safari di Kabupaten
Pasuruan;
e. Hutan Bambu, Pantai Watu Godeg, Pura Mandara Giri
Semeru Agung, Ranu Bedali, Ranu Klakah, dan Ranu
Pane di Kabupaten Lumajang; dan
f.

Pantai Watu Ulo, Pemandian Blambangan, Pemandian


Kebon Agung, dan Pemandian Petemon di Kabupaten
Jember.
(11) Penetapan

- 134 -

(11) Penetapan pusat pelayanan koridor wisata meliputi:


a. Jalur

pengembangan

koridor

dengan

pusat

pelayanan wisata di Kabupaten Tuban dan Kota


Surabaya;
b. Jalur

pengembangan

koridor

dengan

pusat

pelayanan di Kabupaten Magetan dan Kota Surabaya;


c. Jalur

pengembangan

koridor

dengan

pusat

pelayanan di Kabupaten Pacitan dan Kota Malang; dan


d. Jalur

pengembangan

pelayanan

di

koridor

Kabupaten

dengan

Banyuwangi,

pusat

Kabupaten

Situbondo, dan Kota Probolinggo.


Pasal 82

(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 71 huruf j meliputi:
a. permukiman perdesaan; dan
b. permukiman perkotaan.
(2) Kawasan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a direncanakan tersebar di seluruh
kawasan perdesaan.
(3) Arahan

pengelolaan

kawasan

permukiman

perdesaan

meliputi:
a. pengelompokan lokasi permukiman perdesaan yang
sudah ada;
b. pengembangan

permukiman

perdesaan

sedapat

mungkin menghindari terjadinya alih fungsi lahan


produktif;
c. Penanganan

kawasan

permukiman

kumuh

di

perdesaan melalui perbaikan rumah tidak layak huni;


dan
d. penataan kawasan permukiman perdesaan melalui
konsolidasi tanah.
(4) Kawasan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b direncanakan tersebar di seluruh
kawasan perkotaan.
(5) Arahan

- 135 -

(5) Arahan

pengelolaan

kawasan

permukiman

perkotaan

meliputi:
a. pengaturan perkembangan pembangunan permukiman
perkotaan baru;
b. pengembangan

permukiman

memperhitungkan

daya

perkotaan

tampung

dengan

perkembangan

penduduk, sarana, dan prasarana yang dibutuhkan;


c. penanganan kawasan permukiman kumuh perkotaan
dapat dilakukan melalui pembangunan rumah susun;
dan
d. penataan kawasan permukiman perkotaan melalui
konsolidasi tanah.
(6) Rencana

pengembangan

kawasan

permukiman

yang

terkait dengan pengembangan industri, pertambangan,


pelabuhan, perdagangan, pariwisata, sekitar gerbang jalan
bebas hambatan, dan kawasan rawan bencana diatur
lebih lanjut dalam rencana tata ruang yang lebih rinci.
Pasal 83
(1) Peruntukan kawasan budi daya lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 72 huruf k, yaitu kawasan
pertahanan dan keamanan terdiri atas:
a. TNI AD meliputi:
1) Kodam V Brawijaya beserta Badan Pelaksananya
serta Satuan Jajaran Kodam;
2) Brigif 16 Wirayudha di Mojoroto Kediri;
3) daerah latihan militer Rindam V/BRWJ: Blitar,
Lodoyo, dan Suruh Wadang;
4) daerah latihan militer Dodilatpur: Panarukan,
Situbondo, Bondowoso, Sumbergading, Asembagus,
Tanjung Sumber Batok, Blawan, Bajulmati,
Tamanan, Gunung Raung, Sumber Jati, Kalibaru,
Gunung Merapi, P. Tabacan, Rogojampi, dan
Banyuwangi;
5) daerah latihan militer Dodik Secaba: Jember Utara,
Jember Selatan, Sumber Jati, Tamanan, dan
Durung;
6) daerah

- 136 -

6) daerah latihan militer Dodikjur: Kepanjen, Turen,


dan Tumpang;
7) daerah latihan militer Dodik Secata:
Gunung Lawu, dan Madiun;

Magetan,

8) daerah latihan militer Yonif-500/R: Mojosari,


Mojokerto, Gunung Arjuno, Mojoagung, dan
Pasuruan;
9) daerah latihan militer Yonif-511/DY: Blitar, Wlingi,
Pujon, dan Lodoyo;
10) daerah latihan militer Yonif-512/QY: Kepanjen,
Turen, dan Tumpang;
11) daerah latihan militer Yonif-516/BY: Gunung Sari,
Ujung Pangkah, Driyorejo, dan Wonorejo;
12) daerah latihan militer Yonif-521/DY: Gunung
Klotok Desa
Kasijen Kecamatan Banyakan
Kabupaten Kediri, dan Desa Parang Kecamatan
Grogol Kabupaten Kediri;
13) daerah latihan militer Yonif-512: Semen Gresik
Desa Palang Kecamatan Palang Kabupaten Tuban;
14) daerah latihan militer Yonkav-3/Serbu: Gunung
Unpuk Kecamatan Malang, Dawar Blandong
Mojokerto, Bedali Lawang, Pandanwangi Lumajang,
dan Sumber Manjing Kabupaten Malang;
15) daerah latihan militer Yonarmed-1/105: Bedali
Lawang, Purwasari, Godang Wetan, dan Pasuruan;
16) daerah latihan militer Yonhamudse-8: Sidoarjo,
Pandanwangi, dan Lumajang;
17) daerah latihan militer Yonzipur-5/ABW: Kepanjen,
Gunung Kawi, Pagat, Turen, dan Gunung Pegan;
18) daerah militer, Konstrad Div-2: Kecamatan Kemlagi
Jetis Kabupaten Mojokerto;
19) daerah latihan militer, Kostrad Div-2: Asem Bagus
Situbondo,
Pandanwangi
Lumajang,
Seputih
Jember, Klucing Bondowoso, Kali Tengah Tanggul
Jember, Kotakan Situbondo, Curanpoh Bondowoso,
Arak-Arak Besuki dan Silosanen Jember;
20) daerah latihan militer, Kostrad Div-2:Gunung
Payung, Warak Komplek, Tuntang Komplek dan
Kedung Ombo Komplek;
21) daerah

- 137 -

21) daerah latihan militer, Kostrad Div-2: Jabung


Malang, Gunung Buring Malang, Pandanwangi
Lumajang, dan Gunung Arjuna Malang;
22) daerah latihan militer, Kostrad Div-2: Secaba
Rindam V/BRW Sukorejo, Panyangan Ambulu
Jember, Pandanwangi Lumajang, Asembagus
Situbondo, Damar, Lantangan, Wuluhan dan Lap
Ambulu Jember;
23) daerah latihan militer, Kostrad Div-2: Lap.
Yonarmed 12 Ngawi, Lapbak Ngantru Kodim Ngawi,
Pandanwangi Lumajang, dan Ngawi sekitarnya;
24) daerah latihan militer, Kostrad Div-2: Asembagus
Kabupaten Situbondo, Grati Kabupaten Pasuruan,
dan Pantai Pandanwangi Lumajang;
25) daerah latihan militer, Kostrad Div-2: TumpangWajak, Jabung, Trajeng-Sidorejo, dan Busu
Kabupaten Malang; dan
26) Daerah Latihan Yonif 527 / BY di Lumajang.
b. TNI AL meliputi:
1) instalasi militer: Koarmatim dan Ujung di Kota
Surabaya;
2) instalasi militer: Lanmar di Kota Surabaya;
3) instalasi militer: Lanudal Juanda di Kabupaten
Sidoarjo;
4) instalasi militer: Fasharkan di Kota Surabaya;
5) instalasi militer: Fasharkan
Kabupaten Bangkalan;

Batu

Poron

di

6) instalasi militer: Lanal di Kabupaten Banyuwangi;


7) instalasi militer:
Banyuwangi;

Posal

Muncar

di

Kabupaten

8) instalasi militer:
Banyuwangi;

Posal

Pancer

di

Kabupaten

9) instalasi militer:
Probolinggo;

Posal

Paiton

di

Kabupaten

10) instalasi militer: Lanal Sumenep/Batuporon di


Kabupaten Bangkalan;
11) instalasi militer: Posal Pagerungan di Kabupaten
Sumenep;
12) instalasi
Malang;

militer:

Lanal

Malang

di

Kabupaten
13) instalasi

- 138 -

13) instalasi militer: Posal Sendang Biru di Kabupaten


Malang;
14) daerah latihan
Pasuruan;

militer:

15) daerah latihan militer:


Kabupaten Probolinggo;

Grati

di

Kabupaten

Paiton

(Sukodadi)

di

16) daerah latihan militer (kobangdikal): Sumber Anyar


di Kabupaten Probolinggo;
17) daerah latihan militer: Laut Jawa;
18) daerah latihan militer:
Kabupaten Situbondo;

Puslatpur

Baluran

di

19) daerah latihan militer: Purboyo di Kabupaten


Malang;
20) daerah latihan militer:
Kabupaten Probolinggo;
21) daerah latihan
Banyuwangi;

militer:

Gunung

Bentar

di

Selogiri

di

Kabupaten

22) daerah latihan militer: Lampon


Banyuwangi;

di

Kabupaten

23) daerah latihan militer: Wringinanom Asembagus di


Kabupaten Situbondo;
24) daerah latihan militer:
Kabupaten Situbondo;

Tanjung

Jangkar

di

25) daerah latihan militer: Bancar di Kabupaten Tuban;


dan
26) daerah latihan militer
amunisi): Pengpanjung
Bangkalan.

(uji coba senjata dan


Modung di Kabupaten

c. TNI AU meliputi:
1) Lanud Iswahyudi di Magetan beserta jajarannya;
2) Lanud Abdurrahman Saleh di Malang beserta
jajarannya;
3) instalasi militer Pangkalan Kecamatan Maospati
Kabupaten Magetan;
4) instalasi
militer
Pangkalan
Desa
Kecamatan Bendo Kabupaten Magetan;

Keldokan

5) instalasi militer Pemancar Desa Karang


Kecamatan Karang Rejo Kabupaten Magetan;

Rejo

6) instalasi militer Gudang Ammo 60 Desa Nitikan


Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan;
7) instalasi

- 139 -

7) instalasi militer Poliklinik Teratai Desa Kejoran


Kecamatan Taman Kabupaten Madiun;
8) instalasi militer Pangkalan/Lanud Pacitan Desa
Sidoharjo Kecamatan Pacitan Kabupaten Pacitan;
9) instalasi militer Demolisi Desa Poko Kecamatan
Pringkuku Kabupaten Pacitan;
10) instalasi militer AWR Pulung Desa
Kecamatan Mlarak Kabupaten Ponorogo;

Suren

11) instalasi militer Gudang Amunisi Desa Kaliwono


Kecamatan Kedung Gelar Kabupaten Ngawi;
12) instalasi militer AWR Pulung Desa
Kecamatan Mlarak Kabupaten Ponorogo;

Kaponan

13) instalasi militer Gudang Amunisi Desa Nitikan


Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan;
14) instalasi militer Gudang Bom Desa
Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan;

Nitikan

15) instalasi militer Desa Durenan Kecamatan Plaosan


Kabupaten Magetan;
16) instalasi militer Pelepasan Tekanan Air Desa
Tambran Kecamatan Tambran Kabupaten Magetan;
17) instalasi
militer
Pangkalan
Desa
Kecamatan Singosari Kabupaten Malang;

Dengkol

18) instalasi militer Pangkalan Desa Gunung Jati


Kecamatan Jabung Kabupaten Malang;
19) instalasi militer Lapangan Apel Desa Sapto Renggo
Kecamatan Pakis Kabupaten Malang;
20) instalasi militer Air Stip Hellyped Desa Ngrancah
Senggren Kecamatan Sumber Pucung Kabupaten
Malang;
21) instalasi militer Air Strip Desa Ponggok Pojok
Kecamatan Ponggok Kabupaten Blitar;
22) instalasi militer Gudang Ammo Desa Gunung Jati
Kecamatan Jabung Kabupaten Malang;
23) instalasi militer NDB Desa Kali Rejo Kecamatan
Lawang Kabupaten Malang;
24) instalasi

militer

Sumber

Air

Desa

Kemiri

Kecamatan Jabung Pucung Kabupaten Malang;


25) instalasi

- 140 -

25) instalasi militer Sumber Air Desa Lowok Baru


Kecamatan Lowok Baru Kabupaten Malang;
26) instalasi militer Sumber Air Desa Kedung Salam
Kecamatan Donomulyo Baru Kabupaten Malang;
27) instalasi militer Satrat 252 Desa Ngliyep Kecamatan
Donomulyo Kabupaten Malang;
28) instalasi

militer

AWR

Desa

Pandan

Wangi

Kecamatan Tempeh Kabupaten Lumajang;


29) instalasi
Tawang

militer
Anom

Pelepasan

Tekanan

Kecamatan

Air

Tawang

Desa
Anom

Kabupaten Magetan;
30) instalasi

militer

Pelepasan

Tekanan

Air

Desa

Kalang Kecamatan Kalang Kabupaten Magetan;


31) instalasi

militer

Pelepasan

Tekanan

Air

Desa

Sidorejo Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan;


dan
32) instalasi militer Pro Air Bersih Desa Pancalan
Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan.
(2) Pengembangan kawasan pertahanan dan keamanan di
luar dari yang telah disebutkan dapat diakomodasi lebih
lanjut di kabupaten/kota.
(3) Arahan pengelolaan peruntukan kawasan pertahanan
keamanan meliputi:
a. pembatasan
kawasan

antara

pertahanan

lahan

terbangun

keamanan

di

dengan

sekitar
kawasan

lainnya yang belum terbangun sehingga diperoleh


batas yang jelas dalam pengelolaannya;
b. pemberian hak pengelolaan kepada masyarakat atau
pemerintah berdasarkan kerja sama; dan
c. pemanfaatan

kawasan

pertahanan

keamanan

dilakukan dengan memperhatikan aspek lingkungan.

Paragraf 2

- 141 -

Paragraf 2
Rencana Kawasan Andalan

Pasal 84

(1) Rencana penetapan kawasan andalan terdiri atas:


a. kawasan andalan darat; dan
b. kawasan andalan laut.
(2) Kawasan andalan darat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a meliputi:
a. Kawasan Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya,
Sidoarjo, dan Lamongan (Gerbangkertosusila) dengan
sektor unggulan pertanian, perikanan, industri, dan
pariwisata;
b. Kawasan Malang dan sekitarnya dengan sektor
unggulan pertanian, perikanan, industri, perkebunan,
dan pariwisata;
c. Kawasan
Probolinggo-Pasuruan-Lumajang
dengan
sektor unggulan pertanian, industri, pertambangan,
perkebunan, pariwisata, dan perikanan;
d. Kawasan Tuban-Bojonegoro dengan sektor unggulan
pariwisata,
industri,
perkebunan,
pertanian,
perikanan, dan pertambangan;
e. Kawasan Kediri-Tulungagung-Blitar dengan sektor
unggulan pertanian, perkebunan, industri, perikanan,
dan pariwisata;
f.

Kawasan Situbondo-Bondowoso-Jember dengan sektor


unggulan perkebunan, pertanian, industri, pariwisata,
dan perikanan laut;

g. Kawasan Madiun dan sekitarnya dengan sektor


unggulan pertanian, industri, perikanan, perkebunan,
dan pariwisata;
h. Kawasan Banyuwangi dan sekitarnya dengan sektor
unggulan perikanan dan pertanian; dan
i.

Kawasan Madura dan Kepulauan dengan sektor


unggulan pertanian, perkebunan, industri, pariwisata,
dan perikanan.
(3) Kawasan

- 142 -

(3) Kawasan andalan laut sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) huruf b yakni Kawasan Andalan Laut Madura dan
sekitarnya
dengan
sektor
unggulan
perikanan,
pertambangan, dan pariwisata.
Bagian Keempat
Rencana Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Pasal 85
(1) Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana
dimaksud pada Pasal 49 ayat (1) huruf c berupa kawasan
pesisir dan pulau-pulau kecil di seluruh wilayah Jawa
Timur.
(2) Arahan pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil
dilakukan dengan:
a. membatasi pengembangan kawasan terbangun pada
kawasan perlindungan ekosistem; dan
b. mengembangkan kegiatan budi daya yang bersinergi
dengan potensi kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.
(3) Perencanaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil diatur
dalam peraturan daerah tersendiri.
BAB VI
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS PROVINSI JAWA TIMUR

Pasal 86

(1) Kawasan strategis di wilayah provinsi meliputi:


a. kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi;
b. kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan
dan keamanan;
c. kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan
budaya;
d. kawasan

strategis

dari

sudut

kepentingan

pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi


tinggi; dan
e. Kawasan

- 143 -

e. kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan


daya dukung lingkungan.
(2) Rencana kawasan strategis wilayah provinsi digambarkan
dalam

peta

sebagaimana

dengan

tingkat

tercantum

ketelitian

dalam

1:250.000

Lampiran

III

yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan


daerah ini.

Pasal 87

Rencana

pengembangan

kawasan

strategis

dari

sudut

kepentingan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86


ayat (1) huruf a meliputi:
a. rencana kawasan strategis yang berada dalam lingkup
pengelolaan

pemerintah

Gerbangkertosusila

pusat

(Gresik,

yaitu

Bangkalan,

kawasan
Mojokerto,

Surabaya, Sidoarjo, Lamongan) sebagai KSN.


b. rencana kawasan strategis yang berada dalam lingkup
pengelolaan Pemerintah Daerah Provinsi sebagai KSP
meliputi:
1) kawasan

industri

berteknologi

tinggi

Surabaya

Industrial Estate Rungkut (SIER) di Kota Surabaya dan


Berbek di Kabupaten Sidoarjo;
2) kawasan ekonomi unggulan terdiri atas LIS (Lamongan
Integrated Shorebase) dan sekitarnya di Kabupaten
Lamongan,

Pelabuhan

sekitarnya

di

Tanjung

Kabupaten

Bulupandan

Bangkalan,

dan

Pelabuhan

Sendang Biru dan sekitarnya di Kabupaten Malang,


Pelabuhan Teluk Lamong dan sekitarnya di Kabupaten
Gresik dan Kota Surabaya, dan Industri Perhiasan
Gemopolis di Kabupaten Sidoarjo;

3) kawasan

- 144 -

3) kawasan agropolitan regional yang terdiri atas Sistem


Agropolitan Wilis (meliputi Kabupaten Madiun,
Kabupaten Magetan, Kabupaten Ngawi, Kabupaten
Pacitan, Kabupaten Ponorogo, dan Kota Madiun),
Sistem Agropolitan Bromo-Tengger-Semeru (meliputi
Kabupaten Lumajang, Kabupaten Malang, Kabupaten
Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten
Sidoarjo), Sistem Agropolitan Ijen (meliputi Kabupaten
Banyuwangi, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten
Jember, dan Kabupaten Situbondo), dan Sistem
Agropolitan Kepulauan Madura (meliputi Kabupaten
Bangkalan,
Kabupaten
Pamekasan,
Kabupaten
Sampang, Kabupaten Sumenep);
4) kawasan

agroindustri,

yaitu

Agroindustri

Gelang

(Gresik dan Lamongan) Utara;


5)

kawasan koridor metropolitan meliputi Kawasan Kaki


Jembatan

Suramadu

di

Kabupaten

Bangkalan,

Kawasan Kaki Jembatan Suramadu di Kota Surabaya,


kawasan

pusat

bisnis

Kota

Surabaya,

kawasan

industri berteknologi tinggi di Kota Surabaya dan


Kabupaten Sidoarjo, Kawasan Industri Gempol di
Kabupaten Pasuruan, Kawasan Komersial Lawang di
Kabupaten Malang dan perkotaan Malang, kawasan
pusat bisnis Kota Malang, dan pusat pariwisata di Kota
Batu;
6) Kawasan

perbatasan

antarprovinsi,

yaitu

Provinsi

Jawa Timur-Jawa Tengah-DI Yogyakarta dilakukan


melalui kerja sama regional meliputi Ratubangnegoro
(Kabupaten
Rembang,

Blora,

Kabupaten

dan

Tuban,

Kabupaten

Kabupaten
Bojonegoro),

Karismapawirogo (Kabupaten Karanganyar, Kabupaten


Wonogiri, Kabupaten Sragen, Kabupaten Magetan,
Kabupaten Pacitan, Kabupaten Ngawi, dan Kabupaten
Ponorogo), Pawonsari (Kabupaten Pacitan, Kabupaten
Wonogiri, dan Kabupaten Wonosari), dan Golekpawon
(Kabupaten

Ponorogo,

Kabupaten

Trenggalek,

Kabupaten Pacitan, dan Kabupaten Wonogiri);


7) Kawasan

- 145 -

7) Kawasan perbatasan antarkabupaten/kota meliputi


Gerbangkertosusila

(GKS)

dan

segitiga

emas

pertumbuhan TubanLamongan-Bojonegoro; dan


8) Kawasan tertinggal berupa kabupaten/kota dengan
keberadaan desa-desa tertinggal

yang

di dalamnya

memiliki pengaruh signifikan terhadap pemerataan


dan pertumbuhan ekonomi wilayah kota/kabupaten
dan provinsi yang penyebarannya meliputi Kabupaten
Bangkalan,

Kabupaten

Bondowoso,

Kabupaten

Pamekasan, Kabupaten Sampang, dan Kabupaten


Situbondo.
Pasal 88
Rencana

pengembangan

kepentingan

pertahanan

kawasan
dan

strategis

keamanan

dari

sudut

sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1) huruf b yaitu rencana


kawasan strategis yang berada dalam lingkup pengelolaan
pemerintah pusat sebagai KSN, berupa kawasan perbatasan
negara pulau kecil terluar yang berhadapan dengan laut lepas
meliputi:
a. Pulau

Barung

di

Kecamatan

Gumukmas

Kabupaten

Jember dengan luas sekurang-kurangnya 8.008,83 Ha;


b. Pulau Panehan di Kecamatan Munjungan Kabupaten
Trenggalek dengan luas sekurang-kurangnya 15,55 Ha;
dan
c. Pulau

Sekel

di

Kecamatan

Munjungan

Kabupaten

Trenggalek dengan luas sekurang-kurangnya 14,11 Ha.

Pasal 89
Rencana

pengembangan

kawasan

strategis

dari

sudut

kepentingan sosial dan budaya sebagaimana dimaksud pada


Pasal 86 ayat (1) huruf c yang berada dalam lingkup
pengelolaan Pemerintah Daerah Provinsi sebagai KSP meliputi:
a. Majapahit Park di Kabupaten Mojokerto; dan
b. Bromo

- 146 -

b. Bromo-Tengger-Semeru beserta pemukiman adat suku


Tengger di Kabupaten Lumajang, Kabupaten Malang,
Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Probolinggo.
Pasal 90
Rencana

pengembangan

kawasan

strategis

dari

sudut

kepentingan pendayagunaan Sumber Daya Alam dan/atau


kepentingan teknologi tinggi sebagaimana dimaksud pada
Pasal 86 ayat (1) huruf d meliputi:
a. rencana kawasan strategis yang berada dalam lingkup
pengelolaan pemerintah pusat, yaitu kawasan Stasiun
Pengamat Dirgantara Watukosek di Kabupaten Pasuruan
sebagai KSN;
b. rencana kawasan strategis yang berada dalam lingkup
pengelolaan Pemerintah Daerah Provinsi sebagai KSP,
terdiri atas:
1) kawasan pertambangan minyak dan gas bumi meliputi
Bangkalan dan sekitarnya, Bojonegoro dan sekitarnya,
Gresik

dan

sekitarnya,

Sidoarjo

dan

sekitarnya,

Sumenep dan sekitarnya, serta Tuban dan sekitarnya;


2) kawasan Pembangkit PLTG, PLTU, dan PLTD meliputi
Lekok di Kabupaten Pasuruan, Ngadirojo di Kabupaten
Pacitan, Paiton di Kabupaten Probolinggo, Singosari di
Kabupaten

Gresik,

dan

Tanjung

pengembangan

potensial

Argopuro

Kabupaten

Awar-awar

di

Kabupaten Tuban; dan


3) kawasan
meliputi
Kabupaten

Jember,

Kabupaten Situbondo;

di

Kabupaten

panas

bumi,

Bondowoso,

Probolinggo,

dan

Belawan-Ijen di Kabupaten

Banyuwangi, Kabupaten Bondowoso, dan Kabupaten


Situbondo; Cangar di Kota Batu; Gunung Arjuno
Welirang di Kabupaten Malang, Kabupaten Mojokerto,
dan Kabupaten Pasuruan; Telaga Ngebel di Kabupaten
Madiun dan Kabupaten Ponorogo; dan Tiris (Gunung
Lamongan) di Kabupaten Lumajang dan Kabupaten
Probolinggo.
Pasal 91

- 147 -

Pasal 91
Rencana

pengembangan

kepentingan

fungsi

kawasan

dan

daya

strategis
dukung

dari

sudut

lingkungan

sebagaimana dimaksud pada Pasal 86 ayat (1) huruf e


meliputi rencana kawasan strategis yang berada dalam
lingkup Pemerintah Daerah Provinsi sebagai KSP, yakni WS
Bengawan Solo dan WS Brantas.
Pasal 92
(1) Kewenangan Pemerintah Pusat dalam pengelolaan
kawasan
strategis
meliputi
pelaksanaan
KSN
Gerbangkertosusila, KSN kawasan pengamat dirgantara di
daerah Watukosek di Kabupaten Pasuruan, KSN kawasan
perbatasan Negara pulau kecil terluar yang meliputi Pulau
Barung, Sekel, dan Panehan.
(2) Kewenangan
Pemerintah
Daerah
Provinsi
dalam
pengelolaan KSP meliputi penetapan, perencanaan,
pemanfaatan ruang, pengendalian pemanfaatan ruang KSP
Germakertosusila meliputi
a. kawasan industri berteknologi tinggi (High Tech
Industrial Park/HTIP) SIER-Berbek di Kota Surabaya
dan Kabupaten Sidoarjo;
b. Kawasan Ekonomi Unggulan (KEU) berupa Lamongan
Integrated Shorebase (LIS) dan sekitarnya di Kabupaten
Lamongan, Pelabuhan Tanjung Bulupandan dan
sekitarnya di Kabupaten Bangkalan, Pelabuhan Teluk
Lamong dan sekitarnya di Kabupaten Gresik dan Kota
Surabaya, Industri Perhiasan Gemopolis di Kabupaten
Sidoarjo;
c. Kawasan Agroindustri Gresik dan Lamongan (Gelang)
Utara;
d. Kawasan Metropolitan berupa Kawasan Kaki Jembatan
Suramadu di Kabupaten Bangkalan, Kawasan Kaki
Jembatan Suramadu di Kota Surabaya, Kawasan
Pusat Bisnis (Central Bussines District/CBD) Surabaya,
High tech industrial Park (HTIP) SIER-Berbek di Kota
Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo;
e. Kawasan Perbatasan antarkabupaten/kota meliputi
Gerbangkertosusila dan segitiga emas pertumbuhan
TubanLamongan-Bojonegoro;
f. Mojopahit

- 148 -

f.

Mojopahit Park di Kabupaten Mojokerto;

g. kawasan pertambangan minyak dan gas bumi,


meliputi: Sidoarjo dan sekitarnya, Gresik dan
sekitarnya, Tuban dan sekitarnya, Bangkalan dan
sekitarnya; dan
h. Kawasan Pembangkit PLTG, PLTU, dan PLTD meliputi
Singosari di Kabupaten Gresik, Tanjung Awar-awar di
Kabupaten Tuban.
BAB VII
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
Bagian Pertama
Umum
Pasal 93
(1) Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan
program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya.
(2) Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang
ditetapkan dalam rencana tata ruang yang dilaksanakan
dengan
menyelenggarakan
penatagunaan
tanah,
penatagunaan
air,
penatagunaan
udara,
dan
penatagunaan sumber daya alam lainnya.
(3) Program pemanfaatan ruang dapat didukung melalui
penyelenggaraan pencadangan lahan.
Bagian Kedua
Pemanfaatan Ruang Wilayah
Paragraf 1
Kebijakan Strategis Operasional Penataan Ruang
Pasal 94
(1) Penataan
ruang
sesuai
dengan
RTRW
Provinsi
dilaksanakan secara sinergis dengan peraturan daerah
lain yang ada di provinsi.
(2) Penataan ruang dilaksanakan secara terus menerus dan
sinergis antara perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
(3) Pemanfaatan

- 149 -

(3) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


meliputi:
a. dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang, kepala daerah
mempersiapkan kebijaksanaan yang berisi pengaturan
bagi wilayah atau kawasan yang akan dimanfaatkan
sesuai dengan fungsi lindung dan budi daya yang
ditetapkan dalam rencana tata ruang;
b. pengaturan

berupa

penetapan

keputusan

kepala

daerah tentang ketentuan persyaratan teknis bagi


pemanfaatan

ruang

untuk

kawasan

lindung

dan

kawasan budi daya;


c. ketentuan persyaratan teknis bagi pemanfaatan ruang
dalam kawasan lindung dan kawasan budi daya sesuai
dengan peraturan perundangan-undangan; dan
d. penetapan

ketentuan

persyaratan

teknis

dilakukan oleh Gubernur berupa kebijakan

yang
umum

dengan mempertimbangkan rona dari kemampuan


wilayah serta nilai budaya setempat.

Paragraf 2
Program Pembiayaan dan Prioritas Pembangunan
Pasal 95
(1) Program pembiayaan terdiri atas:
a. program utama;
b. lokasi;
c. instansi pelaksana;
d. sumber pembiayaan: APBN, APBD Provinsi, APBD
kota/kabupaten, investasi swasta, dan/atau kerja
sama pendanaan; dan
e. jangka waktu pelaksanaan 5 tahunan.
(2) Prioritas pelaksanaan pembangunan disusun berdasarkan
atas perkiraan kemampuan pembiayaan dan kegiatan
yang mempunyai efek pengganda (multiplier effects) sesuai
dengan arahan umum pembangunan daerah.
(3) Indikasi

- 150 -

(3) Indikasi

pemanfaatan

ruang

lima

tahunan

provinsi

dicantumkan dalam Lampiran IV yang merupakan bagian


tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.

BAB VIII
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Pasal 96
Pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui
penetapan indikasi:
a. arahan peraturan zonasi;
b. arahan perizinan;
c. arahan insentif dan disinsentif; dan
d. arahan pengenaan sanksi.

Paragraf 1
Arahan Peraturan Zonasi

Pasal 97
(1) Indikasi arahan peraturan zonasi sebagaimana dimaksud
dalam

Pasal

96

huruf

a,

disusun

sebagai

dasar

pelaksanaan pemanfaatan ruang, menyeragamkan arahan


peraturan zonasi di seluruh wilayah provinsi untuk
peruntukan

ruang

peruntukan

yang

fungsi

diperbolehkan

sama,

ruang

dengan

syarat,

dan
yang
dan

sebagai

arahan

diperbolehkan,
dilarang,

serta

intensitas pemanfaatan ruang.


(2) Indikasi arahan peraturan zonasi sistem Provinsi meliputi:
a. indikasi

arahan

peraturan

zonasi

untuk

sistem

jaringan prasarana wilayah provinsi; dan


b. indikasi arahan peraturan zonasi untuk pola ruang
wilayah provinsi.

(3) Indikasi

- 151 -

(3) Indikasi arahan peraturan zonasi untuk sistem jaringan


prasarana wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a memuat:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan di sekitar
jaringan prasarana; dan
b. ketentuan prasarana dan sarana minimum.
(4) Indikasi arahan peraturan zonasi untuk pola ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a memuat
antara lain:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan;
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang; dan/atau
c. ketentuan khusus jika diperlukan.
Pasal 98
(1) Indikasi arahan peraturan zonasi untuk sistem jaringan
prasarana wilayah provinsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 97 ayat (2) huruf a meliputi:
a. Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan
prasarana utama; dan
b. Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan
prasarana lainnya.
(2) Indikasi

arahan

peraturan

zonasi

sistem

jaringan

prasarana utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf a terdiri atas:
a. Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan
transportasi darat;
b. Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan
transportasi laut; dan
c. Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan
transportasi udara.
(3) Indikasi

arahan

peraturan

zonasi

sistem

jaringan

prasarana lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf b terdiri atas:
a. Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan
energi;
b. Indikasi

- 152 -

b. Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan


telekomunikasi dan informatika;
c. Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan
sumber daya air; dan
d. Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan
prasarana pengelolaan lingkungan.
Pasal 99
(1) Indikasi

arahan

peraturan

zonasi

sistem

jaringan

transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98


ayat (2) huruf a terdiri atas:
a. Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan jalan;
b. Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan
kereta api; dan
c. Indikasi arahan peraturan zonasi jaringan sungai,
danau, dan penyeberangan.
(2) Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan jalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. jaringan jalan bebas hambatan;
b. jaringan jalan arteri primer; dan
c. jaringan jalan kolektor primer.
(3) Indikasi arahan peraturan zonasi jaringan jalan bebas
hambatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan di sekitar
jalan bebas hambatan terdiri dari:
1) diizinkan

pengembangan

kegiatan

pemanfaatan

ruang budidaya dan lindung yang tidak mengakses


secara langsung ruas jalan bebas hambatan; dan
2) diizinkan pengembangan fasilitas dan pelayanan
penunjang

operasional

jalan

bebas

hambatan,

namun dilarang dihubungkan dengan akses apapun


dari luar jalan bebas hambatan.
b. ketentuan prasarana dan sarana minimum terdiri dari:
1) setiap ruas jalan bebas hambatan harus dilakukan
pemagaran,

dan

dilengkapi

dengan

fasilitas

penyeberangan jalan dalam bentuk jembatan atau


terowongan;
2) pada

- 153 -

2) pada tempat-tempat yang membahayakan pengguna


jalan

bebas

hambatan,

diharuskan

penyediaan

bangunan pengamanan yang mempunyai kekuatan


dan struktur yang dapat menyerap energi benturan
kendaraan;
3) dilengkapi dengan perlengkapan jalan antara lain
rambu lalu lintas, marka jalan, dan/atau alat
pemberi isyarat lalu lintas;
4) dilengkapi

sarana

komunikasi,

sarana

deteksi

pengamanan lain yang memungkinkan pertolongan


dapat segera sampai ke tempat kejadian, serta upaya
pengamanan terhadap pelanggaran, kecelakaan, dan
gangguan keamanan lainnya; dan
5) dilengkapi tempat istirahat dan pelayanan.
(4) Indikasi arahan peraturan zonasi jaringan jalan arteri
primer sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan di sekitar
jalan arteri primer terdiri dari:
1) diizinkan pemanfaatan ruang di sepanjang jalan
arteri primer dengan intensitas rendah dan sedang
yang dibatasi akses langsungnya dengan jarak
minimal antar jalan masuk/akses langsung minimal
500 meter;
2) diizinkan pemanfaatan ruang dengan intensitas
sedang dan tinggi dengan syarat tidak berdampak
langsung terhadap hambatan samping lalu lintas
sepanjang

jalan

arteri

primer

dengan

wajib

menyediakan jalur lambat (frontage road);


3) diizinkan peletakan jaringan utilitas secara paralel
dengan

tidak

saling

mengganggu

fungsi

antarprasarana; dan
4) dilarang semua pemanfaatan pada zona inti, kecuali
untuk pergerakan orang/barang dan kendaraan.

b. ketentuan

- 154 -

b. ketentuan prasarana dan sarana minimum terdiri dari:


1) jalan arteri primer dengan 4 lajur atau lebih
dilengkapi median jalan; dan
2) mempunyai perlengkapan jalan yang cukup, antara
lain rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas,
lampu penerangan jalan, dan lain-lain.
(5) Indikasi arahan peraturan zonasi jaringan jalan kolektor
primer sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunan lahan di sekitar
jalan kolektor primer terdiri dari:
1) diizinkan pemanfaatan ruang di sepanjang jalan
kolektor primer dengan intensitas sedang dan tinggi
yang dibatasi akses langsungnya dengan jarak
minimal antar jalan masuk/akses langsung minimal
250 meter;
2) diizinkan pemanfaatan ruang dengan intensitas
tinggi dengan syarat tidak berdampak langsung
terhadap hambatan samping lalu lintas sepanjang
jalan

dengan

wajib

menyediakan

jalur

lambat

(frontage road);
3) diizinkan peletakan jaringan utilitas secara paralel
dengan

tidak

saling

mengganggu

fungsi

antarprasarana; dan
4) dilarang semua pemanfaatan pada zona inti, kecuali
untuk pergerakan orang/barang dan kendaraan.
b. ketentuan prasarana dan sarana minimum terdiri dari:
1) jalan kolektor primer dengan 4 lajur atau lebih
dilengkapi median jalan; dan
2) mempunyai perlengkapan jalan yang cukup, antara
lain rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas,
lampu penerangan jalan, dan lain-lain.

(6) Indikasi

- 155 -

(6) Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan kereta


api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan di sekitar
jalur kereta api terdiri dari:
1) diizinkan pemanfaatan ruang budidaya dan lindung
di sepanjang sisi jaringan jalur kereta api diluar dari
daerah milik jalur kereta api;
2) diizinkan pemanfaatan ruang di ruang pengawasan
jalur

kereta

api

dengan

persyaratan

tidak

membahayakan operasi kereta api;


3) diiizinkan kegiatan atau pemanfaatan ruang yang
dapat bersinergi dengan jaringan transportasi kereta
api sesuai dengan persyaratan yang berlaku;
4) dilarang pemanfaatan lahan yang dapat mengganggu
kepentingan operasi dan keselamatan transportasi
perkeretaapian; dan
5) dilarang pemanfaatan ruang yang peka terhadap
dampak lingkungan akibat lalu lintas kereta api di
sepanjang daerah pengawasan jalur kereta api.
b. ketentuan prasarana dan sarana minimum terdiri dari:
1) dilengkapi dengan stasiun kereta api dan fasilitas
operasi kereta api; dan
2) dilengkapi dengan tanda batas daerah manfaat jalur
kereta api.
(7) Indikasi arahan peraturan zonasi jaringan sungai, danau,
dan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan di sekitar
sungai, danau, dan penyeberangan meliputi:
1) diizinkan pengembangan kegiatan yang menunjang
operasionalisasi transportasi laut berupa pelabuhan
dan prasarana penunjang;
2) diizinkan

pengembangan

kegiatan

yang

dapat

memanfaatkan transportasi laut;


3) dilarang kegiatan selain fasilitas pokok dan fasilitas
penunjang di daerah lingkungan kerja pelabuhan;
4) dilarang

- 156 -

4) dilarang kegiatan yang mengganggu operasional


kerja sistem transportasi laut; dan
5) dilarang kegiatan di ruang udara bebas di atas
badan air yang berdampak pada keberadaan jalur
transportasi laut.
b. ketentuan prasarana dan sarana minimum meliputi:
1) dilengkapi dengan tanda batasan yang jelas pada
daerah lingkungan kerja pelabuhan; dan
2) dilengkapi penyediaan dan/atau pelayanan jasa
kapal, penumpang, dan barang serta jasa terkait
dengan kepelabuhanan.

Pasal 100
Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan transportasi
laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) huruf b
meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan di sekitar
jaringan transportasi laut meliputi:
1) diizinkan pengembangan kegiatan yang menunjang
operasionalisasi transportasi laut berupa pelabuhan
dan prasarana penunjang;
2) diizinkan

pengembangan

kegiatan

yang

dapat

memanfaatkan transportasi laut;


3) dilarang kegiatan selain fasilitas pokok dan fasilitas
penunjang di daerah lingkungan kerja pelabuhan;
4) dilarang kegiatan yang mengganggu operasional kerja
sistem transportasi laut; dan
5) dilarang kegiatan di ruang udara bebas di atas badan
air

yang

berdampak

pada

keberadaan

jalur

transportasi laut.
b. ketentuan prasarana dan sarana minimum meliputi:
1) dilengkapi dengan tanda batasan yang jelas pada
daerah lingkungan kerja pelabuhan; dan
2) dilengkapi penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal,
penumpang, dan barang serta jasa terkait dengan
kepelabuhanan.
Pasal 101

- 157 -

Pasal 101
Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan transportasi
udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) huruf c
meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan di sekitar
jaringan transportasi udara terdiri dari:
1) diizinkan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan
bandara pada kawasan sekitar bandara;
2) diizinkan mendirikan, mengubah, atau melestarikan
bangunan,
serta
menanam
atau
memelihara
pepohonan di dalam kawasan keselamatan operasi
penerbangan dengan syarat tidak boleh melebihi batas
ketinggian kawasan keselamatan operasi penerbangan;
3) Dilarang pengembangan kegiatan yang mengurangi
fungsi keselamatan pada Kawasan Keselamatan
Operasi Penerbangan; dan
4) Setiap orang dilarang berada di daerah tertentu di
bandar udara, membuat halangan (obstacle), dan/atau
melakukankegiatan lain di kawasan keselamatan
operasi penerbangan yang dapat membahayakan
keselamatan dan keamananpenerbangan, kecuali
memperoleh izin dari otoritas bandar udara.
b. ketentuan prasarana dan sarana minimum meliputi:
1) fasilitas penunjang pelayanan jasa kebandarudaraan
meliputi pelayanan jasa pesawat udara, penumpang,
barang, dan pos; dan
2) fasilitas penunjang pelayanan jasa terkait bandar
udara.
Pasal 102
Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan energi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (3) huruf a
meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan di sekitar
jaringan energi terdiri dari:
1) diizinkan pengembangan pertanian dan perkebunan di
zona penyangga selama tidak mengganggu operasional
dan keselamatan sistem jaringan energi;
2) diizinkan

- 158 -

2) diizinkan

pengembangan

perumahan,

perdagangan

dan jasa, serta industri skala kecil dan sedang pada


kawasan yang berbatasan dengan zona penyangga;
3) dilarang

kegiatan

yang

beresiko

menimbulkan

gangguan terhadap keamanan dan operasional sistem


jaringan energi; dan
4) dilarang kegiatan permukiman sedang hingga padat,
fasilitas penting dan aktivitas manusia lainnya dengan
intensitas tinggi di sekitar zona penyangga.
b. ketentuan prasarana dan sarana minimum terdiri dari:
1) terdapat penanda antarzona di fasilitas energi dan
disertai dengan informasi yang cukup untuk menjamin
operasional dan keselamatan kegiatan enegi maupun
sekitarnya; dan
2) terdapat

penanda

dan

batasan

yang

jelas

pada

sepanjang jaringan energi yang disesuaikan dengan


karakterisitiknya

masing-masing,

berupa

daerah

bebas, daerah terbatas, daerah perlakuan khusus, dan


lainnya.
Pasal 103
Indikasi

arahan

telekomunikasi

peraturan

dan

zonasi

informatika

sistem

sebagaimana

jaringan
dimaksud

dalam Pasal 98 ayat (3) huruf b meliputi:


a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan di sekitar
jaringan telekomunikasi dan informatika terdiri dari:
1) diizinkan kegiatan budidaya non bangunan pada zona
penyangga

di

sekitar

fasilitas

dan

jaringan

telekomunikasi dan informatika berupa pertanian dan


perkebunan;
2) diizinkan pengembangan jaringan lainnya dalam ruang
yang dapat dimanfaatkan bersama dan tidak saling
mengganggu; dan
3) dilarang mengembangkan kegiatan di dalam zona inti
dan zona penyangga pada jaringan dan/atau fasilitas
telekomunikasi dan informatika yang dapat megganggu
kelancaran operasional telekomunikasi.
b. ketentuan

- 159 -

b. ketentuan prasarana dan sarana minimum meliputi:


1) disediakan penada dan batas pada zona inti dan zona
penyangga
di
sekitar
jaringan
dan
fasilitas
telekomunikasi dan informatika; dan
2) disediakan fasilitas penyedia energi cadangan, dan
fasilitas lainnya untuk menunjang operasional dan
menjamin kelancaran telekomunikasi dan informatika.
Pasal 104
(1) Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan sumber
daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (3)
huruf c meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan di sekitar
sistem jaringan sumber daya air terdiri dari:
1) diizinkan kegiatan konservasi pada kawasan sekitar
sumber air dan jaringan distribusi air;
2) diizinkan
terbangun

pemanfaatan
berupa

ruang

pertanian,

budidaya

non

perkebunan

pada

sekitar sumber air dan jaringan tanpa mengurangi


fungsi penyediaan air dan sistem distribusi air;
3) diizinkan pengembangan perumahan, perdangangan
dan jasa, serta industri skala kecil dan sedang pada
kawasan di luar dari zona penyangga;
4) dilarang semua pemanfaatan selain lndung pada
zona inti; dan
5) dilarang

pemanfaatan

lahan

yang

mengganggu

fungsi fasilitas dan jaringan sumber daya air yang


berakibat pada terganggunya penyediaan air dan
pengendalian daya rusak air.
b. ketentuan prasarana dan sarana minimum meliputi:
1) dilengkapi prasarana dan sarana untuk mendukung
keamanan dan operasional sistem jaringan sumber
daya air; dan
2) dilengkapi dengan tanda peringatan pada jaringan
sumber daya air terutama jaringan bawah tanah
untuk menghindari konflik dengan kegiatan lainnya.

(2) Indikasi

- 160 -

(2) Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan sumber


daya air sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
merupakan bagian tidak terpisahkan dari pengelolaan pola
ruang

dan

peraturan

zonasi

kawasan

perlindungan

setempat.

Pasal 105
Indikasi

arahan

peraturan

zonasi

sistem

prasarana

pengelolaan lingkungan berupa tempat pengelolaan sampah


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (3) huruf d
meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan pola ruang di sekitar jaringan
pengelolaan lingkungan terdiri dari:
1) kegiatan yang diizinkan pada zona penyangga berupa 0
100 meter diharuskan berupa sabuk hijau dan 101
500 meter untuk pertanian non pangan dan hutan;
2) kegiatan yang diizinkan pada zona budidaya terbatas
berupa

semua

pengelolaan

kegiatan

sampah

yang

antara

terkait

lain

dengan

industri

terkait

pengolahan sampah, rekreasi, RTH, pertanian non


pangan,

dan

perumahan

penunjang

kegiatan

pengelolaan sampah;
3) diizinkan kegiatan budidaya perumahan pada zona
budidaya; dan
4) dilarang

kegiatan

yang

beresiko

terganggu

oleh

keberadaan fasilitas pengelolaan sampah.


b. ketentuan prasarana dan sarana minimum meliputi:
1) disediakan akses dan jaringan jalan masuk ke tempat
pengelolaan sampah;
2) disediakan sistem drainase yang baik;
3) disediakan fasilitas parkir dan bongkar muat sampah
terpilah yang akan didaur ulang di lokasi lain; dan
4) disediakan

fasilitas

pemilahan,

pengemasan,

dan

penyimpanan sementara.

Pasal 106

- 161 -

Pasal 106
(1) Indikasi arahan peraturan zonasi pola ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 97 ayat (2) huruf b meliputi:
a. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan lindung;
dan
b. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan budidaya.
(2) Indikasi

arahan

peraturan

zonasi

kawasan

lindung

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:


a. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan hutan
lindung;
b. Indikasi

arahan

peraturan

zonasi

kawasan

perlindungan setempat;
c. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan suaka
alam, pelestarian alam, dan cagar budaya;
d. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan rawan
bencana alam;
e. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan lindung
geologi; dan
f.

Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan lindung


lainnya.

(3) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan budidaya


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan
hutan produksi dan hutan rakyat;
b. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan
pertanian;
c. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan
perkebunan;
d. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan
peternakan;
e. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan
perikanan;
f.

Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan


pertambangan;

g. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan


industri;
h. Indikasi

- 162 -

h. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan


pariwasata;
i.

Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan


permukiman; dan

j.

Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan peruntukan


budidaya lainnya.

Pasal 107
Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan hutan lindung
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2) huruf a
meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan

pemanfaatan

hutan

lindung

berupa

pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan,


dan pemungutan hasil hutan bukan kayu dengan
syarat

tidak

merusak

lingkungan

dan

tidak

mengurangi fungsi utama hutan lindung;


2) diizinkan pemanfaatan kawasan hutan untuk lokasi
evakuasi bencana dengan tidak merubah bentang
alam;
3) diizinkan

penggunaan

kawasan

hutan

untuk

kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan


di dalam kawasan hutan tanpa mengubah fungsi
pokok kawasan hutan;
4) diizinkan

penggunaan

kawasan

hutan

untuk

kepentingan pertambangan melalui pemberian izin


pinjam pakai oleh Menteri dengan mempertimbangkan
batasan

luas

dan

jangka

waktu

tertentu

serta

kelestarian lingkungan;
5) dilarang kegiatan yang berpotensi mengurangi fungsi
utama kawasan dan luas kawasan hutan;
6) dilarang

kegiatan

pertambangan

dengan

pola

pertambangan terbuka; dan


7) dilarang

- 163 -

7) dilarang kegiatan budidaya baru dan budidaya yang


telah ada di kawasan lindung yang dapat mengganggu
fungsi lindung dan kelestarian hutan.
b. intensitas pemanfaatan ruang selain hutan lindung yang
diizinkan maksimum adalah 10% berupa kegiatan yang
tidak mengurangi fungsi lindung.

Pasal 108
(1) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan perlindungan
setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2)
huruf b terdiri atas:
a. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan sempadan
pantai;
b. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan sempadan
sungai;
c. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan sekitar
danau atau waduk;
d. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan sekitar
mata air; dan
e. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan lindung
spritual dan kearifan lokal.
(2) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan sempadan
pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan penanaman tanaman hutan bakau di
pantai yang landai dan berlumpur atau tanaman
keras pada pantai yang terjal/bertebing curam
serta aktivitas konservasi lainnya;
2) diizinkan pembangunan bangunan pelindung atau
pengaman

pantai

pantai/cerucuk

antara

lain

tanggul-tanggul

pantai/pemecah

gelombang

sebagai pengaman wilayah daratan dari pengaruh


negatif dinamika laut;
3) diizinkan pemanfaatan ruang sempadan pantai
untuk

pemenuhan

kebutuhan

jalan

dan

infrastruktur penting lainnya;


4) diizinkan

- 164 -

4) diizinkan pemanfaatan ruang yang mendukung


fungsi konservasi seperti ruang terbuka hijau;
5) diizinkan kegiatan budidaya terbatas dengan syarat
tidak

mengganggu

fungsi

lindung

kawasan

setempat dan disertai dengan kegiatan pengawasan


dan penertiban pemanfaatan ruang;
6) dilarang

kegiatan

budidaya

yang

mengganggu

bentang alam, berdampak negatif terhadap fungsi


pantai, dan mengganggu akses terhadap kawasan
sempadan pantai; dan
7) dilarang semua kegiatan yang mengancam fungsi
konservasi pada pantai.
b. intensitas

pemanfaatan

ruang

berupa

kegiatan

budidaya di sempadan pantai adalah maksimum 30 %


pada

kawasan

perdesaan,

50%

pada

kawasan

perkotaan.
c. ketentuan khusus untuk menunjang sinergi antara
fungsi lindung dan budidaya yang diperbolehkan perlu
dilengkapi dengan bangunan dan fasilitas pelindung
atau pengaman terhadap kemungkinan abrasi pantai
antara

lain

tanggul-tanggul

pantai/cerucuk

pantai/pemecah gelombang.
(3) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan sempadan
sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
terdiri atas:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan

untuk

budidaya

perikanan,

hutan

produksi, pertanian, serta perkebunan dengan jenis


tanaman yang diizinkan antara lain tanaman keras,
perdu, tanaman pelindung sungai;
2) diizinkan untuk pemasangan papan reklame, papan
penyuluhan dan peringatan, serta rambu-rambu
pekerjaan/pengamanan;
3) diizinkan untuk pemasangan rentangan kabel listrik,
kabel telepon, dan pipa air minum;
4) diizinkan
prasarana

pemancangan

tiang

atau

pondasi

jalan/jembatan

baik

umum

maupun

kereta api;
5) diizinkan

- 165 -

5) diizinkan untuk pembangunan prasarana lalu lintas


air dan bangunan pengambilan dan pembuangan
air;
6) diizinkan kegiatan bangunan untuk menunjang
pengelolaan sungai seperti pengontrol debit dan
kualitas air;
7) diizinkan

kegiatan

pertambangan

bahan

galian

golongan C dan golongan lainnya di sungai dengan


syarat tidak mengganggu fungsi konservasi dan
kegiatan budidaya lainnya;
8) diizinkan kegiatan/bangunan penunjang pariwisata
dengan memperhatikan prinsip-prinsip konservasi;
9) dilarang

pendirian

bangunan

yang

tidak

berhubungan secara langsung dengan fungsi sungai;


dan
10) dilarang

kegiatan

budidaya

yang

berpotensi

mencemari sungai dan mengganggu fungsi sungai.


b. intensitas

pemanfaatan

ruang

berupa

kegiatan

budidaya pada sempadan sungai yang diizinkan adalah


sebesar

maksimum

terbangun

selain

90%

untuk

pertambangan

kegiatan
dan

30%

non
pada

kegiatan terbangun.
(4) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan sekitar danau
atau waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
terdiri atas:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan

untuk

budidaya

perikanan,

hutan

produksi, pertanian, serta perkebunan dengan jenis


tanaman yang diizinkan antara lain tanaman keras,
perdu, dan tanaman pelindung;
2) diizinkan untuk pemasangan papan reklame, papan
penyuluhan dan peringatan, serta rambu-rambu
pekerjaan/pengamanan;
3) diizinkan kegiatan budidaya yang terkait dengan
keberadaaan waduk antara lain: pengolahan ikan,
pelabuhan, pariwisata dan lainnya selama tidak
mengganggu kualitas tata air; dan
4) dilarang

- 166 -

4) dilarang kegiatan dan pemanfaatan lahan yang


mengganggu konservasi waduk.
b. ketentuan

intensitas

kegiatan

budidaya

diizinkan

adalah

pemanfaatan

pada
sebesar

ruang

sempadan

berupa

sungai

maksimum

90%

yang
untuk

kegiatan non terbangun selain pertambangan dan 30%


pada kegiatan terbangun.
(5) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan sekitar mata
air sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) huruf d
terdiri atas:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan

untuk

budidaya

perikanan,

hutan

produksi, pertanian, serta perkebunan dengan jenis


tanaman yang diizinkan antara lain tanaman keras,
perdu, dan tanaman pelindung;
2) diizinkan untuk pemasangan papan reklame, papan
penyuluhan dan peringatan, serta rambu-rambu
pekerjaan/pengamanan;
3) diizinkan kegiatan budidaya yang terkait dengan
keberadaaan waduk antara lain: pengolahan ikan,
pelabuhan, pariwisata dan lainnya selama tidak
mengganggu kualitas tata air; dan
4) dilarang kegiatan dan pemanfaatan lahan yang
mengganggu konservasi sekitar mata air.
b. ketentuan

intensitas

pemanfaatan

ruang

berupa

kegiatan budidaya pada sekitar mata air yang diizinkan


adalah sebesar maksimum 30% untuk kegiatan non
terbangun

selain

pertambangan

dan

10%

pada

kegiatan terbangun.
(6) Indikasi

arahan

peraturan

zonasi

kawasan

lindung

spritual dan kearifan lokal sebagaimana dimaksud dalam


pada ayat (1) huruf e diatur sesuai dengan rencana rinci
tata ruang dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Pasal 109

- 167 -

Pasal 109
(1) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan suaka alam,
pelestarian

alam,

dan

cagar

budaya

sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2) huruf c terdiri atas:


a. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan suaka
margasatwa;
b. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan cagar alam;
c. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan pantai
berhutan bakau;
d. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan taman
nasional;
e. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan taman
hutan raya;
f.

Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan taman


wisata alam; dan

g. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan cagar


budaya dan ilmu pengetahuan.
(2) Indikasi

arahan

peraturan

zonasi

kawasan

suaka

margasatwa sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1)


huruf a meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan pengembangan kegiatan wisata alam dan
fasilitas penunjangnya secara terbatas pada blok
rimba

atau

zona

pemanfataan

dan

kawasan

penyangga;
2) diizinkan kegiatan budidaya berupa permukiman
penduduk yang telah ada dengan metode enclave;
dan
3) dilarang pemanfaatan pada blok inti bagi kegiatan
selain

penelitian

dan

pengembangan

ilmu

pengetahuan.
b. ketentuan

intensitas

pemanfaatan

ruang

berupa

kegiatan budidaya pada kawasan suaka marga satwa


yang diizinkan adalah sebesar maksimum 5% untuk
kegiatan yang mendukung konservasi.
(3) Indikasi

- 168 -

(3) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan cagar alam


sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan

pemanfaatan

ruang

hanya

untuk

penelitian dan ilmu pengetahuan;


2) diizinkan

pengembangan

kegiatan

wisata

alam

secara terbatas;
3) dilarang memasukkan jenis tumbuhan dan satwa
yang

bukan

asli

ke

kawasan

yang

merusak

kekhasan potensi sebagai pembentuk ekosistem;


4) dilarang adanya perubahan bentang alam kawasan
yang menggangu kehidupan tumbuhan dan satwa;
dan
5) dilarang
adanya
kegiatan
yang
berpotensi
mengganggu kelestarian dan kekhasan obyek
perlindungan.
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang berupa
kegiatan budidaya pada kawasan cagar alam yang
diizinkan adalah sebesar maksimum 5% untuk
kegiatan yang mendukung konservasi.
(4) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan pantai
berhutan bakau sebagaimana dimaksud dalam pada ayat
(1) huruf c meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan untuk kegiatan rehabilitasi/reboisasi
lahan;
2) diizinkan untuk kegiatan penelitian, pendidikan, dan
wisata alam;
3) diizinkan memanfaatkan hasil hutan bakau;
4) dilarang pemanfaatan kayu bakau;
5) dilarang kegiatan yang mengurangi luas bakau atau
mencemari ekosistem bakau; dan
6) dilarang kegiatan yang mengubah bentang alam dan
ekosistem, mengganggu kelestarian flora fauna serta
keanekaragaman hayati.
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang berupa
kegiatan budidaya pada kawasan pantai berhutan
bakau yang diizinkan adalah sebesar maksimum 5 %
untuk kegiatan yang mendukung konservasi.
(5) Indikasi

- 169 -

(5) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan taman nasional


sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) huruf d
meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan pemanfataan untuk tujuan penelitian,
ilmu

pengetahuan,

pendidikan,

penunjang

budidaya, serta pariwisata dan rekreasi dengan


syarat perlindungan keanekaragaman (biodiversity)
dan ekosistemnya;
2) diizinkan pemanfaatan lahan untuk lokasi evakuasi
bencana;
3) diizinkan penggunaan kawasan taman nasional
untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan
kehutanan hanya dilakukan dalam kawasan taman
nasional;
4) diizinkan penggunaan kawasan taman nasional
dapat dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok
kawasan taman nasional;
5) dilarang kegiatan yang berpotensi mengurangi luas
kawasan taman nasional; dan
6) pencegahan kegiatan budidaya baru dan budidaya
yang telah ada di kawasan lindung yang dapat
mengganggu

fungsi

lindung

dan

kelestarian

lingkungan hidup.
b. ketentuan

intensitas

pemanfaatan

ruang

berupa

kegiatan budidaya pada kawasan taman nasional yang


diizinkan adalah sebesar maksimum 5 % untuk
kegiatan yang mendukung konservasi.
(6) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan taman hutan
raya sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) huruf e
terdiri atas:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan

aktivitas

pendidikan,

penelitian,

dan

wisata alam;
2) diizinkan pendirian bangunan dibatasi hanya untuk
menunjang kegiatan pendidikan, penelitian, dan
wisata alam;
3) dilarang

- 170 -

3) dilarang

kegiatan

lainnya

yang

merusak

atau

mengganggu koleksi flora dan fauna; dan


4) dilarang kegiatan lainnya yang mengubah bentang
alam dan ekosistem, mengganggu kelestarian flora
fauna serta keanekaragaman hayati.
b. ketentuan

intensitas

pemanfaatan

ruang

berupa

kegiatan budidaya pada kawasan taman hutan raya


yang diizinkan adalah sebesar maksimum 5 % untuk
kegiatan yang mendukung konservasi.
(7) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan taman wisata
alam sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) huruf f
terdiri atas:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan

untuk

wisata

alam,

penelitian

dan

pengembangan ilmu pengetahuan dengan syarat


tidak merubah bentang alam;
2) diizinkan pemanfaatan lahan untuk lokasi evakuasi
bencana;
3) diizinkan

bangunan

penunjang

pariwisata

dan

fasilitas pendukunnya secara terbatas; dan


4) dilarang kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi
zona pemanfaatan dan zona lain dari taman wisata
alam.
b. ketentuan

intensitas

pemanfaatan

ruang

berupa

kegiatan budidaya pada kawasan taman wisata alam


yang diizinkan adalah sebesar maksimum 10 % untuk
kegiatan yang mendukung fungsi wisata alam.
(8) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan cagar budaya
dan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud dalam pada
ayat (1) huruf g terdiri atas:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan pemanfaatan dan pendirian bangunan
untuk kegiatan pendidikan, penelitian, dan wisata;
2) dilarang kegiatan yang mengubah bentukan geologi
tertentu

yang

mempunyai

manfaat

untuk

pengembangan ilmu pengetahuan;


3) dilarang

- 171 -

3) dilarang kegiatan yang mengganggu atau merusak


kekayaan budaya dan upaya pelestariannya; dan
4) dilarang

kegiatan

lingkungan
bangunan

di

yang

mengganggu

sekitar

arkeologi,

kelestarian

peninggalan

monumen

sejarah,

nasional,

serta

wilayah dengan bentukan geologi tertentu.


b. ketentuan

intensitas

pemanfaatan

ruang

berupa

kegiatan budidaya pada kawasan cagar budaya yang


diizinkan adalah sebesar maksimum 10 % untuk
kegiatan yang mendukung fungsi cagar budaya.
Pasal 110
(1) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan rawan bencana
alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2)
huruf d terdiri atas:
a. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan rawan
tanah longsor;
b. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan rawan
gelombang pasang;
c. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan rawan
banjir;
d. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan rawan
bencana kebakaran hutan; dan
e. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan rawan
angin kencang dan puting beliung.
(2) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan rawan tanah
longsor sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) huruf
a terdiri atas:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan kegiatan kehutanan, perkebunan, dan
pertanian yang tidak menambah resiko terjadi tanah
longsor;
2) diizinkan

bangunan

dan

kegiatan

untuk

kepentingan pemantauan bencana dan kepentingan


umum;

3) dilarang

- 172 -

3) dilarang membangun prasarana wilayah melintasi


kawasan rawan bencana tanah longsor; dan
4) dilarang
seluruh
terbangun.

kegiatan

berupa

kawasan

b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang berupa


kegiatan budidaya pada kawasan rawan tanah longsor
yang diizinkan adalah sebesar maksimum 10% untuk
kegiatan budidaya non bangunan.
(3) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan rawan
gelombang pasang sebagaimana dimaksud dalam pada
ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan kegiatan konservasi mangrove sebagai
sistem barier alamiah terhadap abrasi dan penahan
gelombang;
2) diizinkan pembangunan bangunan pelindung atau
pengaman pantai antara lain tanggul-tanggul
pantai/cerucuk pantai/pemecah gelombang sebagai
pengaman wilayah daratan dari pengaruh negatif
dinamika laut;
3) diizinkan kegiatan budidaya perikanan;
4) diizinkan
secara
terbatas
ruang/kegiatan pada kawasan
mengalami bencana air pasang;
5) dilarang seluruh kegiatan yang
dampak bencana air pasang; dan

pemanfaatan
yang beresiko
meningkatkan

6) dilarang merubah fungsi konservasi mangrove.


b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang berupa
kegiatan budidaya terbangun pada kawasan rawan
gelombang pasang yang diizinkan adalah sebesar
maksimum 10% yang memiliki struktur bangunan
tahan bencana.
(4) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan rawan banjir
sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) huruf c
meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan pengembangan kegiatan berupa hutan,
perkebunan, pertanian, peternakan dan perikanan;
2) diizinkan

- 173 -

2) diizinkan pembangunan sarana dan prasarana


untuk

kepentingan

kepentingan

pemantauan

bencana

bencana

khususnya

mitigasi

dan
di

wilayah perkotaan yang luas dan pada antara lain


sistem peringatan dini, pembuatan sumur resapan,
saluran pengendali banjir dan lainnya;
3) diizinkan

bangunan

peternakan

dan

pendukung

perikanan

pengembangan

dengan

intensitas

rendah;
4) diizinkan

pengembangan

permukiman

dengan

turut serta memperhatikan sistem drainase sebagai


upaya penanggulangan banjir;
5) diizinkan pembangunan infrastruktur yang tidak
terganggu

oleh

bencana

banjir

dan

tidak

meningkatkan resiko banjir; dan


6) dilarang kegiatan dan penggunaan lahan yang
meningkatkan resiko bencana banjir.
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang yang beresiko
pada peningkatan bencana banjir mengikuti ketentuan
pada kawasan lindung dan kawasan budidaya.
c. ketentuan khusus berupa pengembangan kawasan
permukiman

perkotaan

pengembangan

sistem

harus
drainase

disertai
yang

dengan

terintegrasi

dengan kawasan sekitarnya.


(5) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan rawan bencana
kebakaran hutan sebagaimana dimaksud dalam pada ayat
(1) huruf d terdiri atas:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan pengembangan kawasan lindung;
2) diizinkan

pengembangan

kegiatan

yang

dapat

mengurangi resiko terjadinya bencana kebakaran


hutan; dan
3) dilarang

semua

kegiatan

budidaya

terutama

pemanfaatan lahan terbangun.


b. ketentuan khusus berupa penyediaan tanda pada zona
rawan kebakaran hutan yang dilengkapi dengan papan
informasi.
(6) Indikasi

- 174 -

(6) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan rawan angin


kencang dan puting beliung sebagaimana dimaksud dalam
pada ayat (1) huruf e terdiri atas:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan pengembangan kegiatan budidaya dengan
memperhatikan

keselamatan

terhadap

resiko

bencana angin kencang dan puting beliung;


2) diizinkan

pengembangan

terbangun

dengan

pemanfaatan

dilengkapi

sistem

lahan
struktur

bangunan yang tahan terhadap angin; dan


3) dilarang

mengubah

bentang

alam

yang

dapat

meningkatkan resiko dan kejadian bencana angin


kencang dan puting beliung.
b. ketentuan khusus berupa pada kawasan yang rawan
terjadi

angin

dikembangkan

kencang

dan

kegiatan

yang

puting
dapat

beliung

mengurangi

dampak bencana.

Pasal 111
(1) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan lindung geologi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2) huruf e
terdiri atas:
a. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan cagar alam
geologi; dan
b. Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan rawan
bencana alam geologi.
(2) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan cagar alam
geologi sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) huruf
a terdiri atas:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan

kegiatan

yang

dapat

membantu

perlindungan di lokasi cagar alam geologi;


2) diizinkan

pemanfaatan

ruang

hanya

untuk

penelitian dan ilmu pengetahuan; dan


3) diizinkan

pengembangan

kegiatan

wisata

alam

secara terbatas.
b. ketentuan

- 175 -

b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang terdiri dari:


1) kegiatan budidaya pada kawasan rawan cagar alam
geologi

berupa

situs

adalah

keseluruhannya

merupakan kawasan lindung; dan


2) kegiatan budidaya pada kawasan rawan cagar alam
geologi

berupa

area

atau

kawasan

adalah

maksimum 10% untuk kegiatan terbangun yang


menunjang fungsi lindung dan 30% untuk budidaya
non terbangun selain pertambangan.
(3) Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan rawan bencana
alam geologi sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1)
huruf b terdiri atas:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) dilarang mengembangkan kegiatan budidaya yang
bersifat permanen pada kawasan terkena dampak
letusan gunung berapi;
2) diizinkan

kegiatan

permukiman

terbatas

yang

dilengkapi dengan jalur evakuasi pada kawasan


letusan gunung api, gempa bumi, dan tsunami;
3) diizinkan

pengembangan

pemanfataan

lahan

terbangun yang dilengkapi dengan struktur yang


tahan terhadap resiko bencana di kawasan rawan
gempa bumi;
4) diizinkan

pengembangan

pemanfaatan

lahan

terbangun dengan jarak aman tertentu dari bibir


pantai pada kawasan rawan tsunami; dan
5) dilarang

pengembangan

pemanfaatan

lahan

terbangun dan infrastruktur penting pada kawasan


yang terkena dampak luapan lumpur.
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang mengikuti
pengaturan

intensitas

pemanfaatan

ruang

sesuai

dengan jenis kegiatan lindung dan budidaya di wilayah


atasnya.
Pasal 112

- 176 -

Pasal 112
Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan lindung lainnya
berupa kawasan terumbu karang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 106 ayat (2) huruf f meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan kegiatan perikanan dengan memperhatikan
aspek kelestarian sumber daya kelautan;
2) diizinkan kegiatan wisata dan pendidikan dengan
memperhatikan aspek kelestarian terumbu karang;
3) dilarang kegiatan pembuangan dan penyaluran air
buangan permukiman dan industri tanpa disertai
pengelolaan sesuai baku mutu air buangan; dan
4) dilarang pengembangan kegiatan yang mengganggu
ekosistem terumbu karang.
b. ketentuan

khusus

berupa

penyediaan

tanda

pada

kawasan terumbu karang yang dilindungi.

Pasal 113
Indikasi arahan zonasi kawasan peruntukan hutan produksi
dan hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106
ayat (3) huruf a meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan aktivitas yang tidak mengolah tanah secara
intensif seperti pertanian tumpang sari;
2) diizinkan kegiatan pertambangan melalui pemberian
izin

pinjam

pakai

memperhatikan

oleh

batasan

Menteri
luas

terkait

dan

jangka

dengan
waktu

tertentu serta kelestarian hutan/lingkungan;


3) diizinkan

secara

terbatas

kegiatan

wisata

alam

berbasis ekowisata, penelitian dan pendidikan;


4) dilarang

pemanfaatan

selain

peruntukan

hutan

produksi/hutan rakyat yang berpotensi mengganggu


produtivitas hasil hutan; dan
5) dilarang

- 177 -

5) dilarang kegiatan eksploitasi hutan produksi/hutan


rakyat yang beresiko merusak kelestarian hayati serta
berdampak pada penurunan daya dukung lingkungan
hidup dan menimbulkan bencana.
b. ketentuan Intensitas pemanfaatan ruang untuk klasifikasi
non hutan adalah maksimum 20% dan berupa jenis
pemanfaatan ruang yang tidak mengganggu aktivitas
kehutanan.
c. ketentuan khusus mempertimbangkan pengembangan
hutan produksi dan hutan rakyat merupakan bagian dari
upaya pencapaian target kawasan hutan seluas minimum
30% dari luas daratan hingga diberlakukan kaidah
konservasi dan pelestarian.
Pasal 114
Indikasi arahan zonasi kawasan peruntukan pertanian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) huruf b
meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan pemanfaatan ruang untuk permukiman
perdesaan dengan kepadatan rendah terutama pada
lahan pertanian non irigasi;
2) diizinkan
pemanfaatan
ruang
untuk
kegiatan
perkebunan tanaman tahunan tanpa mengganggu
sistem ketahanan pangan;
3) diizinkan
secara
terbatas
kegiatan
penunjang
pertanian, wisata alam berbasis ekowisata, penelitian
dan pendidikan;
4) dilarang adanya aktivitas budidaya yang mengurangi
luas kawasan sawah irigasi dan/atau memutus
jaringan irigasi, kecuali untuk pembangunan jaringan
prasarana utama dan kepentingan umum sesuai
peraturan perundang-undangan;
5) dilarang aktivitas budidaya yang mengurangi atau
merusak fungsi lahan dan kualitas tanah untuk
pertanian;
6) dilarang mendirikan bangunan pada kawasan sawah
irigasi; dan
7) dilarang mengalihfungsikan lahan pertanian pangan
berkelanjutan selain untuk kegiatan pertanian.
b. ketentuan

- 178 -

b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk klasifikasi


non pertanian adalah maksimum 30% dan berupa jenis
pemanfaatan ruang yang tidak mengganggu aktivitas
pertanian.
c. ketentuan khusus berupa penggunaan lahan hortikultura
untuk kegiatan yang lain diizinkan selama tidak
mengganggu produk unggulan daerah dan merusak
lingkungan hidup.
Pasal 115
Indikasi arahan zonasi kawasan peruntukan perkebunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) huruf c
meliputi:
a. Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan pemanfaatan ruang untuk permukiman
perdesaan dengan kepadatan rendah;
2) diizinkan
pemanfaatan
ruang
untuk
kegiatan
pertanian non irigasi tanpa mengganggu produktivitas
perkebunan;
3) diizinkan aktivitas pendukung perkebunan, misalnya
penyelenggaraan aktivitas pembenihan;
4) diizinkan
secara
terbatas
kegiatan
penunjang
perkebunan,
wisata
alam
berbasis
ekowisata,
penelitian dan pendidikan;
5) dilarang aktivitas budidaya yang mengurangi atau
merusak fungsi lahan dan kualitas tanah untuk
perkebunan dan/atau memiliki potensi pencemaran;
dan
6) dilarang pengembangan kawasan terbangun pada
lahan yang ditetapkan sebagai lahan perkebunan yang
produktivitasnya tinggi.
b. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk klasifikasi
non perkebunan adalah maksimum 30 % dan berupa jenis
pemanfaatan ruang yang tidak mengganggu aktivitas
perkebunan.
Pasal 116
Indikasi arahan zonasi kawasan peruntukan peternakan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 106 ayat (3) huruf d
meliputi:
a. ketentuan

- 179 -

a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:


1) diizinkan pemanfaatan ruang untuk permukiman
perdesaan dengan kepadatan rendah;
2) diizinkan
pemanfaatan
ruang
untuk
kawasan
pemijahan;
3) diizinkan pemanfaatan ruang untuk usaha tani baik
berbasis tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,
maupun perikanan tanpa mengganggu produktivitas
peternakan;
4) diizinkan

secara

terbatas

kegiatan

penunjang

peternakan, wisata alam berbasis ekowisata, penelitian


dan pendidikan; dan
5) dilarang adanya aktivitas maupun kawasan terbangun
yang mengganggu produktivitas peternakan.
b. ketentuan Intensitas pemanfaatan ruang berupa untuk
klasifikasi non peternakan adalah maksimum 30% dan
berupa jenis pemanfaatan ruang yang tidak mengganggu
aktivitas peternakan.

Pasal 117
Indikasi

arahan

zonasi

kawasan

peruntukan

perikanan

sebagaimana dimaksud pada Pasal 106 ayat (3) huruf e


meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan kegiatan non perikanan pada areal budidaya
perikanan darat berupa pertanian dalam kondisi
kering;
2) diizinkan
perdesaan

pemanfaatan
dengan

ruang

kepadatan

untuk

permukiman

rendah,

kegiatan

pertanian dan perkebunan tanaman tahunan disekitar


areal budidaya ikan tanpa mengganggu produktivitas
perikanan;
3) diizinkan pengembangan kawasan perikanan secara
bersama-sama

dengan

fungsi

wisata

berbasis

ekowisata, penelitian dan pendidikan;


4) dilarang adanya kawasan budidaya yang mengganggu
produktivitas perikanan;
5) dilarang

- 180 -

5) dilarang

segala

aktivitas

budidaya

yang

akan

mengganggu kualitas air sungai, waduk, pantai, rawa


dan

kawasan

lainnya

yang

berpotensi

untuk

pengembangan kegiatan perikanan;


6) diizinkan membangun sarana dan prasarana produksi
garam;
7) dilarang

semua

mengancam

kegiatan

penurunan

dan

bangunan

kuantitas

dan

yang

kualitas

produksi garam; dan


8) dilarang aktivitas budidaya yang memiliki potensi
pencemaran dan menggaganggu produktivitas kawasan
tambak garam.
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang pada kawasan
sekitar kegiatan perikanan terdiri dari:
1) mengikuti

ketentuan

pada

kawasan

perlindungan

setempat dan kawasan budidaya lainnya; dan


2) untuk

klasifikasi

non

tambak

garam

adalah

maksimum 10 % untuk kegiatan permukiman dan


industri pendukung kawasan tambak garam.
c. ketentuan
merupakan

khusus
bagian

bagi
tidak

sekitar

kawasan

terpisahkan

dari

perikanan
kawasan

perlindungan setempat.

Pasal 118
Indikasi arahan zonasi kawasan peruntukan pertambangan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 106 ayat (3) huruf f
meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan pemanfaatan ruang untuk mengembangkan
aktivitas pertanian, perkebunan, peternakan dan
kehutanan pada zona penyangga;
2) diizinkan secara terbatas kegiatan budi daya lainnya di
kawasan pertambangan dengan menyesuaikan dengan
rencana
pengembangan
dan
reklamasi,
tidak
mendirikan bangunan permanen, tidak mengganggu
aktivitas
penambangan,
serta
memperhatikan
ketentuan yang berlaku dalam lingkungan kegiatan
eksploitasi;
3) diizinkan

- 181 -

3) diizinkan secara terbatas, pengembangan industri


terkait dengan pengolahan pertambangan di luar zona
inti pertambangan;
4) diizinkan pengembangan kawasan pertambangan
secara
bersama-sama
dengan
penelitian
dan
pendidikan;
5) diizinkan
pengembangan
infrastruktur
yang
mendukung kegiatan pertambangan;
6) dilarang pengembangan permukiman di kawasan
penyangga; dan
7) dilarang
pengembangan
industri
yang
tidak
berhubungan dengan kegiatan pertambangan.
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk klasifikasi
non pertambangan disesuaikan dengan jenis tambang.
Pasal 119
Indikasi arahan zonasi kawasan peruntukan industri
sebagaimana dimaksud pada Pasal 106 ayat (3) huruf g
meliputi:
a. Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan mengembangkan aktivitas permukiman skala
kecil untuk buruh/karyawan di dalam kawasan
industri dengan intensitas bangunan berkepadatan
sedang;
2)

diizinkan mengembangkan aktivitas budidaya


produktif lain di luar zona penyangga peruntukan
industri;

3) dilarang adanya kegiatan atau pemanfaatan ruang


yang mengurangi fungsi perindustrian pada kawasan
peruntukan industri; dan
4) dilarang pengembangan kawasan peruntukan industri
yang tidak disertai dengan upaya-upaya mengurangi
dampak buruk aktivitas perindustrian.
b. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang berupa ruang
untuk klasifikasi non industri adalah maksimum 30 %
dan pada kawasan sentra industri mengikuti ketentuan
kawasan permukiman.

c. Ketentuan

- 182 -

c. Ketentuan khusus terdiri dari:


1) pengembangan kawasan industri harus dilengkapi
dengan jalur hijau (greenbelt) sebagai penyangga antar
fungsi kawasan, dan sarana pengolahan limbah;
2) pengembangan zona industri yang terletak pada
sepanjang jalan arteri atau kolektor harus dilengkapi
dengan frontage road untuk kelancaran aksesibilitas;
3) kegiatan industri harus dilengkapi dengan instalasi
pengolahan limbah;
4) pengembangan zona industri harus dilengkapi dengan
upaya pengelolaan lingkungan, sistem pengelolaan
limbah dan upaya pematauan lingkungan serta
dilakukan studi AMDAL; dan
5) pengembangan sentra industri menjadi bagian dari
kawasan permukiman serta harus memperhatikan
upaya pelestarian lingkungan hidup dan tidak boleh
mengganggu kegiatan permukiman.
Pasal 120
Indikasi

arahan

zonasi

kawasan

peruntukan

pariwisata

sebagaimana dimaksud Pasal 106 ayat (3) huruf h meliputi:


a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan

pengembangan

aktivitas

dan

bangunan

komersial sesuai dengan skala daya tarik pariwisata


dengan syarat di luar zona utama pariwisata dan tidak
mengganggu bentang alam daya tarik pariwisata;
2) diizinkan

secara

permukiman

terbatas

dengan

pengembangan

syarat

di

luar

aktivitas

zona

utama

pariwisata dan tidak mengganggu bentang alam daya


tarik pariwisata;
3) diizinkan secara terbatas pengembangan bangunan
penunjang pendidikan dan pelatihan;
4) dilarang

kegiatan

dan

penggunaan

lahan

yang

mengganggu dan mengurangi kualitas daya tarik


wisata;
5) dilarang

mendirikan

bangunan

selain

untuk

menunjang pariwisata pada zona inti pariwisata; dan


6) dilarang

- 183 -

6) dilarang

pengembangan

aktivitas

industri

dan

pertambangan skala besar yang mengganggu fungsi


daya tarik wisata.
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk kegiatan
lainnya

di

kawasan

pariwisata

mengikuti

jenis

dan

karakter daya tarik wisata.


c. ketentuan

khusus

pada

kawasan

pariwisata

yang

bersinergi dengan fungsi lindung berupa tidak boleh


mengganggu fungsi konservasi.

Pasal 121
Indikasi arahan zonasi kawasan peruntukan permukiman
sebagaimana dimaksud Pasal 106 ayat (3) huruf i meliputi:
a. Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan terdiri dari:
1) diizinkan pengembangan kawasan lindung setempat;
2) diizinkan
pendukung

pengembangan
permukiman

sarana
seperti

dan

prasarana

fasilitas

umum,

fasilitas sosial serta fasilitas ekonomi dengan syarat


disesuaikan dengan skalanya;
3) diizinkan kegiatan pariwisata yang bersinergis dengan
kawasan permukiman;
4) dilarang

pengembangan

kegiatan

industri

dan

pertambangan skala besar yang mengganggu fungsi


permukiman; dan
5) dilarang pengembangan kawasan permukiman yang
bisa menyebabkan alih fungsi lahan pertanian pangan
berkelanjutan dan kawasan lindung.
b. Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk klasifikasi
non permukiman adalah maksimum 70 % dan berupa
jenis pemanfaatan ruang yang tidak mengganggu aktivitas
permukiman
c. Ketentuan lainnya terdiri dari:
1) diizinkan

pengembangan

kawasan

permukiman

vertikal di kawasan perkotaan;

2) diizinkan

- 184 -

2) diizinkan pemindahan permukiman yang terletak pada


kawasan

rawan

bencana,

kawasan

perlindungan

setempat, hutan lindung maupun fungsi lindung


lainnya harus memperhatikan kaidah keberlanjutan
permukiman; dan
3) penyediaan RTH secara proporsional dengan fungsi
kawasan setidaknya 30% dari kawasan peruntukan
permukiman.

Pasal 122
(1) Indikasi arahan zonasi kawasan peruntukan budidaya
lainnya sebagaimana dimaksud Pasal 106 ayat (3) huruf j
adalah berupa kawasan pertahanan keamanan, meliputi:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan di sekitar
kawasan pertahanan keamanan terdiri dari:
1) diizinkan pengembangan kegiatan budidaya non
terbangun di sekitar zona penyangga; dan
2) dilarang
menyelenggarakan
kegiatan
yang
menyebabkan terganggunya fungsi pertahanan
keamanan seperti pengembangan industri yang
menyerap banyak tenaga kerja sehingga berpotensi
mengganggu mobilisasi kepentingan hankam.
b. ketentuan
klasifikasi

intensitas
kawasan

pemanfaatan
pertahanan

ruang

untuk

keamanan

diatur

sesuai dengan peraturan perundangan terkait.


c. ketentuan khusus untuk kawasan sekitar pertahanan
dan

keamanan

keamanan

dan

memperhatikan
resiko

konflik

karakter,
yang

tingkat

ditimbulkan

terhadap kegiatan budidaya lain di sekitarnya.

Paragraf 2
Arahan Perizinan
Pasal 123
(1) Arahan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96
huruf b

- 185 -

huruf b ditujukan pada perizinan yang terkait dengan izin


pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan
pemanfaatan ruang.
(2) Untuk pemanfaatan ruang yang izinnya diterbitkan
sebelum penetapan rencana tata ruang dan dapat
dibuktikan bahwa izin tersebut diperoleh sesuai dengan
prosedur yang benar, kepada pemegang izin diberikan
penggantian yang layak.
(3) Dalam memberikan pertimbangan secara substansi,
pemberi izin melakukan kajian dan evaluasi teknis dan
yuridis antara lain berdasarkan pada:
a. kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi;
b. kesesuaian dengan peraturan zonasi;
c. kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan
bidang teknis lainnya;
d. kesesuaian rencana penggunaan tanah dengan jenis
hak atas tanahnya; dan
e. kelayakan desain dan lokasi lahan.
(4) Arahan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berfungsi sebagai:
a. dasar pemerintah daerah kabupaten/kota
menyusun ketentuan perizinan;

dalam

b. alat pengendali pengembangan kawasan;


c. penjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana
tata ruang, peraturan zonasi, standar pelayanan
minimal, dan kualitas minimum yang ditetapkan;
d. alat untuk menghindari dampak negatif; dan
e. pelindung kepentingan umum.
(5) Arahan perizinan wilayah provinsi terdiri atas:
a. bentuk izin pemanfaatan ruang yang mengacu pada
RTRW yang menjadi kewenangan provinsi dan
rekomendasi bagi pemerintah kabupaten/kota;
b. mekanisme perizinan pemanfaatan ruang yang menjadi
wewenang Pemerintah Daerah Provinsi; dan
c. aturan lain mengenai keterlibatan lembaga pengambil
keputusan dalam mekanisme perizinan.
Pasal 124

- 186 -

Pasal 124

(1) Gubernur menerbitkan perizinan sesuai dengan rencana


tata ruang wilayah berupa kawasan pengendalian ketat,
yaitu kawasan yang memerlukan pengawasan secara
khusus

dan

mempertahankan

dibatasi
daya

pemanfaatannya

dukung,

mencegah

untuk
dampak

negatif, menjamin proses pembangunan berkelanjutan


yang meliputi:
a. kawasan perdagangan regional;
b. kawasan kaki jembatan Suramadu di Kota Surabaya
dan Kabupaten Bangkalan yang meliputi kawasan
tertentu/fair ground, interchange (simpangan) jalan
akses, dan/atau rencana reklamasi pantai;
c. wilayah aliran sungai, sumber air, dan stren kali
dengan sempadannya;
d. kawasan yang berhubungan dengan aspek pelestarian
Iingkungan hidup yang meliputi kawasan resapan air
atau sumber daya air dan kawasan konservasi hutan
bakau;
e. transportasi terkait kawasan jaringan jalan, jalur
perkeretaapian, daerah kepentingan pelabuhan, dan
kawasan sekitar bandara;
f.

prasarana wilayah dalam skala regional lainnya seperti


area di sekitar jaringan pipa gas, jaringan SUTET, dan
TPA terpadu;

g. kawasan rawan bencana;


h. kawasan lindung prioritas dan pertambangan skala
regional;
i.

kawasan konservasi alami, budaya, dan yang bersifat


unik dan khas;

j.

kawasan untuk kegiatan yang menggunakan bahan


baku dan/atau mempunyai pengaruh antarwilayah di
Jawa Timur; dan

k. kawasan untuk kegiatan yang mengubah rona wilayah


dan administratif Jawa Timur; dan
l.

kawasan lainnya yang dianggap memenuhi kriteria


kawasan pengendalian ketat.
(2) Setiap

- 187 -

(2) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan


perizinan dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang.
(3) Penjabaran
dari
setiap
butir
bentuk
perizinan
pemanfaatan ruang, mekanisme perizinan, dan aturan
terkait lainnya diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Gubernur.
(4) Gubernur mempunyai kewenangan untuk menetapkan
lokasi dalam rangka pengadaan tanah bagi pembangunan
untuk kepentingan umum.
Paragraf 3
Arahan Insentif dan Disinsentif
Pasal 125

(1) Arahan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 96 huruf c, yaitu bahwa insentif merupakan
perangkat

atau

upaya

untuk

memberikan

imbalan

terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan


rencana tata ruang, sedangkan disinsentif merupakan
perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan,
atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan
rencana tata ruang.
(2) Arahan insentif dan disinsentif disusun berdasarkan:
a. struktur ruang, pola ruang, dan KSP;
b. indikasi arahan peraturan zonasi; dan
c. peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya.
(3) Arahan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berfungsi untuk:
a. arahan

penyusunan

perangkat

untuk

mendorong

kegiatan yang sesuai dengan rencana tata ruang;


b. katalisator perwujudan pemanfaatan ruang; dan
c. stimulan untuk mempercepat perwujudan struktur
ruang dan pola pemanfaatan ruang.
(4) Arahan insentif diberikan dalam bentuk:
a. arahan insentif fiskal yang berupa keringanan atau
pembebasan pajak atau retribusi daerah; dan
b. arahan

- 188 -

b. arahan

insentif

nonfiskal

yang

berupa

penambahan

dana

alokasi

khusus,

kompensasi,

subsidi

silang,

kemudahan

perizinan,

imbalan,

sewa

pembangunan

dan

pengurangan

retribusi,

ruang,

pengadaan

arahan

pemberian
prosedur

urun

saham,

infrastruktur,

prasarana

dan

sarana,

penghargaan dari pemerintah kepada masyarakat,


swasta,

dan/atau

pemerintah

daerah

provinsi,

dan/atau publisitas atau promosi.


(5) Arahan insentif meliputi:
a. arahan insentif kepada pemerintah daerah provinsi
lainnya;
b. arahan
kepada

insentif

dari

pemerintah

pemerintah
daerah

daerah

provinsi

kabupaten/kota

atau

pemerintah daerah provinsi lainnya dalam bentuk


pemberian

kompensasi

dari

pemerintah

daerah

kabupaten/kota penerima manfaat kepada pemerintah


daerah kabupaten/kota pemberi manfaat atas manfaat
yang diterima oleh pemerintah penerima manfaat;
arahan

penyediaan

sarana

dan

prasarana;

serta

arahan pemberian publisitas atau promosi daerah;


c. arahan

insentif

dari

Pemerintah

Daerah

Provinsi

kepada masyarakat umum dalam bentuk arahan


untuk pemberian kompensasi insentif; arahan untuk
pengurangan

retribusi;

arahan

untuk

pemberian

imbalan, pemberian sewa ruang dan urun saham,


penyediaan

sarana

dan

prasarana,

pemberian

kemudahan perizinan dari Pemerintah Daerah Provinsi


penerima manfaat kepada masyarakat umum; dan
d. pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta,
dan/atau pemerintah daerah.
(6) Arahan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berfungsi untuk mencegah, membatasi pertumbuhan,
atau mengurangi kegiatan yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang.

(7) Arahan

- 189 -

(7) Arahan disinsentif diberikan dalam bentuk:


a. arahan disinsentif fiskal berupa arahan pengenaan
pajak/retribusi daereah yang tinggi yang disesuaikan
dengan

besarnya

mengatasi

biaya

dampak

yang

yang

dibutuhkan

untuk

ditimbulkan

akibat

pemanfaatan ruang, dan


b. arahan disinsentif nonfiskal berupa arahan untuk
pembatasan

penyediaan

infrastruktur,

pengenaan

kompensasi, pemberian penalti, pengurangan dana


alokasi khusus, persyaratan khusus dalam perizinan,
dan/atau pemberian status tertentu dari pemerintah
atau Pemerintah Daerah Provinsi.
(8) Arahan disinsentif meliputi:
a. arahan disinsentif dari Pemerintah Daerah Provinsi
kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dalam
wilayah provinsi dan kepada wilayah provinsi lainnya
diberikan dalam bentuk arahan untuk pengajuan
pemberian

kompensasi

dari

Pemerintah

Daerah

Provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota pelanggar


penataan

ruang

yang

berdampak

pada

wilayah

kabupaten/kota pemberi kompensasi dan/atau arahan


untuk pembatasan penyediaan sarana dan prasarana;
dan
b. arahan disinsentif dari Pemerintah Daerah Provinsi
kepada masyarakat umum yang diberikan dalam
bentuk

arahan

disinsentif,

untuk

arahan

untuk

pemberian
ketentuan

kompensasi
persyaratan

khusus perizinan dalam rangka kegiatan pemanfaatan


ruang oleh masyarakat umum/lembaga komersial,
arahan
imbalan,

untuk

ketentuan

dan/atau

arahan

kewajiban
untuk

membayar
pembatasan

penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur.


(9) Ketentuan mengenai tata laksana dan penetapan insentif
dan disinsentif

diatur

lebih lanjut dalam Peraturan

Gubernur.

Paragraf 4

- 190 -

Paragraf 4
Arahan Sanksi
Pasal 126
(1) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96
huruf d merupakan tindakan penertiban yang dilakukan
terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang dan peraturan zonasi.
(2) Apabila terjadi penyimpangan dalam penyelenggaraan
penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pihak yang melakukan penyimpangan dapat dikenai
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(3) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak hanya diberikan kepada pemanfaatan ruang yang
tidak sesuai dengan ketentuan perizinan pemanfaatan
ruang, tetapi dikenakan pula kepada pejabat pemerintah
yang berwenang yang menerbitkan izin pemanfaatan
ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

BAB IX
KELEMBAGAAN
Pasal 127
(1) Dalam
rangka
mengoordinasikan
penyelenggaraan
penataan ruang dan kerja sama antarsektor dan
antardaerah bidang penataan ruang dibentuk Badan
Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD), yang bersifat
ad hoc.
(2) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja Badan
Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan
Gubernur.

BAB X

- 191 -

BAB X
HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT DALAM
PENATAAN RUANG

Pasal 128

Dalam penataan ruang setiap orang berhak untuk:


a. mengetahui rencana tata ruang;
b. menikmati

pertambahan

nilai

ruang

sebagai

akibat

penataan ruang;
c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang
timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang
sesuai dengan rencana tata ruang;
d. mengajukan

keberatan

kepada

pejabat

berwenang

terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana


tata ruang di wilayahnya;
e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang kepada pejabat berwenang; dan
f.

mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah


dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
menimbulkan kerugian.

Pasal 129

Dalam pemanfaatan ruang setiap orang wajib:


a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan
ruang dari pejabat yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan
izin pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik
umum.
Pasal 130

- 192 -

Pasal 130

(1) Penyelenggaraan
penataan
ruang
dilakukan
pemerintah dengan melibatkan peran masyarakat.

oleh

(2) Peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dilakukan, antara lain, melalui:
a. perencanaan tata ruang;
b. pemanfaatan ruang; dan
c. pengendalian pemanfaatan ruang.
(3) Bentuk peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berupa:
a. masukan mengenai:
1) persiapan penyusunan rencana tata ruang;
2) penentuan
kawasan;

arah

pengembangan

wilayah

3) pengidentifikasian
potensi
dan
pembangunan wilayah atau kawasan;

atau

masalah

4) perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau


5) penetapan rencana tata ruang.
b. kerja sama dengan

pemerintah

daerah dan/atau

sesama unsur masyarakat dalam perencanaan tata


ruang.
(4) Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berupa:
a. masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
b. kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau

sesama

unsur

masyarakat

dalam

pemanfaatan ruang;
c. kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan
kearifan lokal dan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan;
d. peningkatan

efisiensi,

efektivitas,

dan

keserasian

dalam pemanfaatan ruang darat, ruang laut, ruang


udara,

dan

ruang

di

dalam

bumi

dengan

memperhatikan kearifan lokal serta sesuai dengan


ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. kegiatan

- 193 -

e. kegiatan

menjaga

keamanan

serta

kepentingan
memelihara

pertahanan
dan

dan

meningkatkan

kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya


alam; dan
f.

kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai


dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Bentuk

peran

masyarakat

dalam

pengendalian

pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


huruf c berupa:
a. masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi,
perizinan, pemberian insentif dan disinsentif serta
pengenaan sanksi;
b. keikutsertaan

dalam

memantau

dan

mengawasi

pelaksanaan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;


c. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang
berwenang

dalam

hal

menemukan

dugaan

penyimpangan atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan


ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah
ditetapkan; dan
d. pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang
berwenang terhadap pembangunan yang dianggap
tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

Pasal 131

(1) Peran

masyarakat

di

bidang

penataan

ruang

dapat

disampaikan secara langsung dan/atau tertulis.


(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat disampaikan kepada:
a. gubernur,

untuk

rencana

tata

ruang

provinsi;

dan/atau
b. bupati/walikota,

untuk

rencana

tata

ruang

kabupaten/kota.
(3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
juga dapat disampaikan melalui unit kerja terkait pada
gubernur/bupati/walikota.
Pasal 132

- 194 -

Pasal 132

Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, Pemerintah


Daerah

Provinsi

membangun

sistem

informasi

dan

dokumentasi penataan ruang yang dapat diakses dengan


mudah oleh masyarakat.

Pasal 133
Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam penataan
ruang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundangundangan.

BAB XI
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 134
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 129 dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f.

pembatalan izin;

g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i.

denda administratif.

(3) Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


huruf i dapat dikenakan secara tersendiri atau bersamasama dengan pengenaan sanksi administratif yang lain.

(4) Ketentuan

- 195 -

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara serta penetapan


sanksi administratif diatur dalam Peraturan Gubernur.

BAB XII
KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 135

(1) Pejabat

pegawai

Pemerintah

negeri

Daerah

melaksanakan

sipil

Provinsi

penyidikan

tertentu
diberi

di

lingkungan

wewenang

terhadap

untuk

pelanggaran

ketentuan-ketentuan dalam peraturan daerah ini.


(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah:
a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti
keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak
pidana di bidang penataan ruang agar keterangan atau
laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan
mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran
perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan bidang
penataan ruang;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari pribadi atau
badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang
penataan ruang;
d. memeriksa buku catatan dan dokumen lain berkenaan
dengan tindak pidana di bidang penataan ruang;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan
bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta
melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f.

meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka


pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang
penataan ruang;

g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang


meninggalkan ruangan atau tempat pada saat
pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa
identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa
sebagaimana dimaksud pada huruf e;
h. memotet

- 196 -

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak


pidana di bidang penataan ruang;
i.

memanggil orang untuk didengar keterangannya dan


diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

j.

menghentikan penyidikan; dan

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran


penyidikan tindak pidana di bidang penataan ruang
menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
memberitahukan
dimulainya
penyidikan
dan
menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut
umum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
BAB XIII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 136

(1) Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai


dengan rencana tata ruang sehingga mengakibatkan
perubahan fungsi ruang, kerugian terhadap harta benda
atau kerusakan barang, dan/atau kematian orang dikenai
sanksi pidana.
(2) Pengenaan sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan berdasarkan peraturan perundangundangan.

BAB XIV
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 137

(1) RTRW Provinsi memiliki jangka waktu 20 (dua puluh)


tahun ditetapkan dalam Peraturan Daerah dan dapat
dilakukan peninjauan kembali minimum 5 (lima) tahun
sekali.
(2) Dalam

- 197 -

(2) Dalam

kondisi

lingkungan

strategis

tertentu

yang

berkaitan dengan bencana alam skala besar dan/atau


perubahan

batas

teritorial

wilayah

provinsi

yang

ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan, RTRW


Provinsi dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali
dalam 5 (lima) tahun.
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
juga

dilakukan

apabila

terjadi

perubahan

kebijakan

nasional dan strategi yang mempengaruhi pemanfaatan


ruang provinsi dan/atau dinamika internal provinsi.

BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 138
(1) Dengan

berlakunya

Peraturan

Daerah

ini,

maka

pelaksanaan peraturan daerah yang berkaitan dengan


Penataan Ruang Daerah yang telah ada dinyatakan tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan
daerah ini.
(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka:
a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan
telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini
tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya;
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi
tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini
berlaku ketentuan:
1) untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya,
izin tersebut disesuaikan dengan fungsi kawasan
berdasarkan Peraturan Daerah ini;
2) untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya,
pemanfaatan ruang dilakukan sampai izin terkait
habis masa berlakunya dan dilakukan penyesuaian
dengan fungsi

- 198 -

dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan


Daerah ini; dan
3) untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya
dan

tidak

memungkinkan

untuk

dilakukan

penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan


Peraturan Daerah ini, izin yang telah diterbitkan
dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang
timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut
dapat diberikan penggantian yang layak.
c. pemanfaatan ruang yang izinnya sudah habis dan
tidak sesuai dengan Peraturan Daerah ini dilakukan
penyesuaian berdasarkan Peraturan Daerah ini;
d. pemanfaatan ruang di daerah yang diselenggarakan
tanpa izin ditentukan sebagai berikut:
1) yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan
Daerah ini, pemanfaatan ruang yang bersangkutan
ditertibkan dan disesuaikan dengan Peraturan
Daerah ini;
2) yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini,
dipercepat

untuk

mendapatkan

izin

yang

diperlukan.
(3)

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua


rencana terkait pemanfaatan ruang dan sektoral yang
berkaitan dengan penataan ruang di provinsi tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan RTRW Provinsi.

(4)

Pengaturan lebih lanjut mengenai teknis penggantian


yang layak diatur dengan Peraturan Gubernur.

BAB XVI

- 199 -

BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 139

Pada saat peraturan daerah ini mulai berlaku, Peraturan


Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2006 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur (Lembaran
Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2006 Nomor 2 Seri E),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 140
(1) Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan daerah ini,
sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya, diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Gubernur.
(2) Peraturan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan

paling

lama

(enam)

bulan

sejak

diundangkannya peraturan daerah ini.


Pasal 141
Peraturan

daerah

ini

mulai

berlaku

pada

tanggal

diundangkan.
Agar

setiap

orang

mengetahuinya,

memerintahkan

pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatan


dalam Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur.

Ditetapkan di Surabaya
pada tanggal 21 Juni 2012

GUBERNUR JAWA TIMUR


ttd
Dr. H. SOEKARWO
PENJELASAN

- 200 -

Diundangkan di Surabaya
Pada tanggal 22 Juni 2012
SEKRETARIS DAERAH
PROVINSI JAWA TIMUR
ttd.
Dr. H. RASIYO, M.Si
LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR
TAHUN 2012 NOMOR 3 SERI D.
Sesuai dengan aslinya
a.n. SEKRETARIS DAERAH
PROVINSI JAWA TIMUR
Kepala Biro Hukum
ttd.
SUPRIANTO, SH, MH
Pembina Utama Muda
NIP 19590501 198003 1 010

-1PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR
NOMOR 5 TAHUN 2012
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI
TAHUN 20112031

I.

UMUM
Sesuai dengan amanat Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW)

Provinsi

merupakan

pedoman

untuk

penyusunan

rencana

pembangunan jangka panjang daerah; penyusunan rencana pembangunan


jangka

menengah

daerah;

pemanfaatan

ruang

dan

pengendalian

pemanfaatan ruang wilayah provinsi; pewujudan keterpaduan, keterkaitan,


dan keseimbangan perkembangan antarwilayah kabupaten/kota, serta
pewujudan keserasian antarsektor; penetapan lokasi dan fungsi ruang
untuk investasi; penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan penataan
ruang wilayah kabupaten/kota. Oleh karena itu, RTRW Provinsi disusun
dengan mempertimbangkan karakteristik wilayah provinsi; isu-isu strategis
wilayah;

tantangan

eksternal

berupa

isu

globalisasi,

isu

dampak

pemanasan global, dan lain-lain; isu penanganan kawasan perbatasan


antarprovinsi dan kabupaten/kota; serta hal-hal yang ingin dicapai dalam
periode waktu 20 (dua puluh) tahun yang akan datang.
Dalam rangka mengantisipasi dinamika internal dan eksternal
tersebut, pembangunan penataan ruang perlu ditingkatkan melalui upaya
perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang untuk
mengalokasikan sumber daya secara berdaya guna dan berhasil guna.
Salah satunya adalah melalui peningkatan keterpaduan dan keserasian
pembangunan

di

segala

sektor

pembangunan

yang

secara

spasial

diakomodasi dalam RTRW Provinsi. Dengan demikian, RTRW Provinsi


merupakan matra spasial dalam pembangunan wilayah provinsi yang
mencakup

pemanfaatan

sumber

daya

secara

berkelanjutan

dengan

mempertimbangkan kelestarian lingkungan hidup secara tertib, aman,


efektif, dan efisien.

RTRW Provinsi

-2RTRW Provinsi memadukan dan menyerasikan tata guna tanah, tata


guna air, tata guna udara, dan tata guna sumber daya alam lainnya dalam
satu kesatuan tata lingkungan yang harmonis dan dinamis serta ditunjang
oleh pengelolaan perkembangan penduduk yang serasi dan pendekatan
wilayah yang memperhatikan aspek lingkungan alam dan lingkungan
sosial. Untuk itu, penyusunan RTRW Provinsi didasarkan pada upaya
untuk

mewujudkan

misi

penataan

ruang

wilayah

provinsi,

yaitu

mewujudkan keseimbangan pemerataan pembangunan antarwilayah dan


pertumbuhan ekonomi; mewujudkan pengembangan pusat pertumbuhan
wilayah dalam meningkatkan daya saing daerah dalam kancah Asia;
mewujudkan penyediaan sarana dan prasarana wilayah secara berkeadilan
dan berhierarki serta bernilai tambah tinggi; mewujudkan pemantapan
fungsi

lindung

dan

kelestarian

sumber

daya

alam

dan

buatan;

mewujudkan optimasi fungsi budi daya kawasan dalam meningkatkan


kemandirian

masyarakat

dalam

persaingan

global;

mewujudkan

keterpaduan program pembangunan berbasis agribisnis dan jasa komersial


yang

didukung

seluruh

pemangku

kepentingan;

dan

mewujudkan

kemudahan bagi pengembangan investasi daerah serta peningkatan kerja


sama regional.
RTRW Provinsi menetapkan visi, misi, dan tujuan penataan ruang,
kebijakan dan strategi penataan ruang, rencana struktur ruang wilayah
provinsi, rencana pola ruang wilayah provinsi, penetapan kawasan strategis
provinsi, arahan pemanfaatan ruang wilayah yang meliputi indikasi
program utama lima tahunan dan program utama tahunan, arahan
pengendalian pemanfaatan ruang wilayah yang meliputi indikasi arahan
peraturan zonasi, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta
arahan sanksi.

II. PASAL DEMI PASAL


Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Cukup jelas.

Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4

-3-

Pasal 4
Yang dimaksud dengan agribisnis adalah sistem dan usaha kegiatan
pembangunan pertanian di kawasan agropolitan (kawasan sentra
produksi pangan) dan wilayah sekitarnya. Agribisnis meliputi:
a. subsistem

agribisnis

hulu

(up

stream

agribusiness)

yang

mencakup: mesin, peralatan pertanian pupuk, dan lain-lain;


b. subsistem usaha tani/pertanian primer (on farm agribusiness) yang
mencakup usaha: tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,
perikanan, peternakan, dan kehutanan;
c.

subsistem
meliputi:

agribisnis
industri

hilir

(down

pengolahan

dan

stream

agribusiness)

pemasarannya,

yang

termasuk

perdagangan untuk kegiatan ekspor; dan


d. subsistem jasa penunjang (kegiatan yang menyediakan jasa bagi
agribisnis) seperti: perkreditan, asuransi, transportasi, penelitian
dan pengembangan, pendidikan, penyuluhan, infrastruktur, serta
kebijakan pemerintah.
Yang dimaksud dengan jasa komersial adalah kegiatan yang
berorientasi pada keuntungan ekonomi.
Yang dimaksud dengan pembangunan berkelanjutan adalah upaya
sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup,
sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin
keutuhan

lingkungan

hidup

serta

keselamatan,

kemampuan,

kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa
depan;

atau

upaya

memenuhi

kebutuhan

sekarang

tanpa

mengorbankan kebutuhan masa yang akan datang.

Pasal 5
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan pusat pertumbuhan wilayah (regional
growth centre) adalah suatu daerah tertentu yang potensial
direncanakan untuk pengembangan perencanaan ekonomi, sosial,
dan fisik; yang bertujuan menghidupkan (lebih lanjut) wilayah
permukiman (kota dan desa) agar dapat mengangkat
pertumbuhan daerah yang bersangkutan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan berkeadilan adalah sesuai dengan

-4kebutuhan dan potensi yang akan dikembangkan.


Yang dimaksud
Yang dimaksud dengan berhierarki adalah sistem pelayanan
yang berjenjang dan terstruktur sesuai dengan tingkatan dan
ukuran tertentu yang saling berkaitan sehingga tercipta efisiensi
dalam penggunaannya.
Yang dimaksud dengan bernilai tambah tinggi adalah pemberian
hasil dan nilai yang lebih besar dari upaya yang dilakukan dalam
rangka

memacu

pertumbuhan

wilayah

dan

memberi

efek

pengganda.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.

Pasal 6
Yang dimaksud dengan sistem agropolitan adalah satu kesatuan
yang

terdiri atas

subsistem kawasan sentra produksi pangan,

subsistem kegiatan agribisnis, dan subsistem jasa penunjang yang


saling berhubungan dan berinteraksi secara interdependensi.
Subsistem jasa penunjang terdiri atas:
a. penunjang fisik: transportasi, komunikasi, sistem energi (listrik dan
BBM), pusat perdagangan dan promosi, serta sumber daya air (air
minum, industri, pertanian); dan
b. penunjang nonfisik: sistem keuangan (bank, koperasi, LKU), sistem
informasi (keunggulan komparatif, IPTEK, pasar, profil investasi),
sistem tata pamong, serta sistem pemberdayaan dan pendampingan
masyarakat;
atau dapat juga disebutkan sistem agropolitan terdiri atas subsistem
sektor primer berupa budi daya, sektor sekunder berupa pengolahan
hasil, sektor tertier berupa jasa penunjang fisik, dan sektor kuarter
berupa jasa penunjang nonfisik.

-5Yang dimaksud

-6-

Yang dimaksud sistem metropolitan adalah satu kesatuan yang


terdiri atas subsistem wilayah kota berupa kota besar (berpenduduk
minimal 500 ribu jiwa) dan daerah pengaruh sekitarnya sehingga
jumlah penduduk minimal 1 juta jiwa sebagai pusat pertumbuhan
dengan berbagai subsistem kegiatan di bidang ekonomi, sosial,
industri,

perdagangan,

administrasi,

bersama-sama

daerah

pengaruhnya memiliki potensi yang tinggi untuk perkembangan masa


depan.

Pasal 7
Cukup jelas.

Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan strategi pemasaran kota (city
marketing) adalah strategi promosi kota atau bagian
wilayah

kota

dengan

tujuan

untuk

mendorong

pengembangan aktivitas tertentu. Strategi ini digunakan


untuk

menciptakan

persepsi

eksternal

terhadap

kota

tersebut agar menarik wisatawan dan masuknya investasi.


Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.

Ayat (3)

-7Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan eco-region adalah suatu wilayah
yang secara ekologi dan geografi lebih besar dari ekosistem,
yang

terdiri

atas

perairan

dan/atau

daratan

yang

mengandung karakteristik sumber daya alam, komunitas,


dan spesies yang khas secara geografis. Keragaman flora,
fauna, dan ekosistemnya mencerminkan suatu eco-region
berbeda dengan eco-region lainnya, berupa pola ekosistem
yang berulang terkait dengan karakteristik kombinasi
tanah, bentuk tanah, dan fenomena geografi (geologi,
fisiografi, vegetasi, iklim, hidrologi, fauna daratan dan
perairan, tanah, pola guna lahan, perubahan vegetasi) yang
berbeda

secara

kualitas,

kesehatan,

dan

integritas

ekosistem. Batas suatu eco-region adalah suatu komunitas


alamiah yang asli sebelum mengalami gangguan perubahan.

Pasal 9
Huruf a
Yang dimaksud dengan sistem pusat pelayanan adalah bagian
dari struktur ruang yang terdiri atas rencana sistem perkotaan
yang

disertai

dengan

penetapan

fungsi

wilayah

pengembangannya, sistem perdesaan, dan sistem perwilayahan


pembangunan.
Huruf b
Cukup jelas.

Pasal 10
Ayat (1)
Kebijakan ini dimaksudkan untuk mendorong pertumbuhan
wilayah dan pemerataan pelayanan di perdesaan dan perkotaan
agar terjadi efisiensi fungsi
Ayat (2)

-8Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud

dengan hubungan desa-kota adalah

sistem keterkaitan antara desa dan kota dalam bentuk


hubungan fungsional dan sistem pelayanan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan energi mikrohidro adalah energi
yang berasal dari aliran air yang memiliki perbedaan
ketinggian tertentu. Energi mikrohidro dapat dimanfaatkan
sebagai pembangkit listrik (PLTMH).
Yang dimaksud dengan energi biogas adalah energi yang
berasal dari gas hasil aktivitas anaerobik atau fermentasi
dari bahan organik. Biogas dapat digunakan sebagai bahan
bakar kendaraan atau untuk menghasilkan listrik.
Yang dimaksud dengan energi biomassa adalah energi
yang berasal dari bahan organik, seperti kayu, tanaman,
pupuk, dan beberapa jenis sampah. Limbah kayu

atau

sampah ini dapat dibakar sehingga menghasilkan uap yang


dapat digunakan untuk pembangkit listrik, atau penyedia
panas untuk industri dan rumah.
Yang dimaksud

-9-

Yang dimaksud dengan energi lainnya adalah sumber


energi yang mungkin ditemukan pada masa yang akan
datang.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Informasi kondisi hidrologis, misalnya tentang curah hujan,
debit sungai, dan tinggi muka air pada sumber air.
Informasi

kondisi

hidrometeorologis,

misalnya

tentang

temperatur udara, kecepatan angin, dan kelembaban udara.


Informasi kondisi hidrogeologis mencakup cekungan air
tanah, misalnya potensi air tanah dan kondisi akuifer atau
lapisan pembawa air.
Ayat (6)

- 10 Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 12
Cukup jelas.

Pasal 13
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan kawasan hutan lindung adalah
kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu
memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun
bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir, dan
pencegah erosi serta yang mampu memelihara kesuburan
tanah.
Huruf b
Yang dimaksud dengan kawasan perlindungan setempat
adalah kawasan lindung yang melindungi kawasan tertentu
yang ada di sekitarnya, antara lain sempadan sungai,
sempadan pantai, kawasan sekitar mata air, kawasan
sekitar waduk/danau, kawasan lindung spiritual, dan
kearifan lokal.
Huruf c
Yang dimaksud dengan kawasan suaka alam adalah
kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun
di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem
penyangga kehidupan.
Yang dimaksud dengan kawasan pelestarian alam adalah
kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun
di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem
penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Yang dimaksud dengan kawasan cagar budaya adalah
kawasan yang memiliki hasil budaya manusia bernilai tinggi
dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata dan
ilmu pengetahuan.
huruf d

- 11 -

Huruf d
Yang dimaksud dengan kawasan rawan bencana alam
adalah

kawasan

yang

sering

atau

berpotensi

tinggi

mengalami bencana alam.


Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan kawasan lindung lainnya adalah
terumbu karang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan cagar alam geologi adalah kawasan
yang memiliki keunikan bentang alam, keunikan batuan dan
fosil, dan keunikan proses geologi.
Yang dimaksud dengan kawasan rawan bencana alam geologi
adalah kawasan rawan letusan gunung api, gempa bumi, dan
rawan tsunami.
Ayat (7)
Cukup jelas.

Pasal 14
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d

- 12 -

Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Yang dimaksud dengan peruntukan kawasan budi daya
lainnya adalah kawasan pertahanan dan keamanan.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan kegiatan di luar kehutanan adalah
kegiatan untuk tujuan strategis yang tidak dapat dielakkan,
antara lain kegiatan pertambangan, pembangunan jaringan
listrik,

telepon,

instalasi

air,

kepentingan

religi,

dan

kepentingan pertahanan keamanan.


Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)

- 13 Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan minapolitan adalah konsepsi
pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis
kawasan berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi, efisiensi,
berkualitas, dan percepatan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan industri berteknologi tinggi dan
ramah lingkungan adalah industri yang menggunakan
teknologi tinggi dalam proses produksi dan/atau yang
menghasilkan produk berteknologi tinggi dengan
meminimalkan limbah

- 14 meminimalkan
industri

limbah

komponen

dan/atau

elektronika,

polusi,

antara

bioteknologi,

lain:

peralatan

elektronika dan informatika.


Kawasan ini diarahkan dalam bentuk kawasan yang
kompak dan juga mendukung fungsi pendidikan, wisata,
dan perdagangan.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Ayat (11)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan pola hunian berimbang adalah
sebuah upaya membentuk permukiman/kawasan hunian
yang

dilengkapi

dengan

kebutuhan

dan

sarana

dan

prasarana secara proporsional.


Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (12)
Cukup jelas.
Ayat (13)
Cukup jelas.
Pasal 15

- 15 -

Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kawasan ekonomi unggulan adalah
kawasan dengan perlakuan regulasi yang khusus dalam rangka
insentif pengembangan kawasan untuk pengembangan suatu
komoditas atau sektor unggulan tertentu.
Yang dimaksud dengan kawasan koridor metropolitan adalah
sabuk pengembangan ekonomi antara Kabupaten Bangkalan,
Kota Surabaya, hingga Kabupaten Malang yang dicirikan oleh
aktivitas perkotaan atau metropolitan.
Yang dimaksud dengan kawasan perbatasan antarprovinsi
adalah kawasan perbatasan Provinsi Jawa Timur-Jawa TengahDI Yogyakarta yang memiliki potensi kerja sama regional.
Yang dimaksud dengan kawasan perbatasan antarkabupaten/
kota adalah kawasan perbatasan antarkabupaten/antarkota di
Provinsi Jawa Timur yang memiliki potensi kerja sama daerah.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan kawasan tertinggal adalah kawasan
yang

cenderung

tertinggal

dibandingkan

kawasan

lain

di

sekitarnya atau dalam satu kesatuan wilayah. Kawasan tertinggal


ditekankan pada kawasan yang memiliki tingkat kemiskinan
rata-rata

tertinggi

di

kabupaten/kota

masing-masing

dan

memiliki tingkat kemajuan pembangunan ekonomi, manusia, dan


fisik spasial yang rendah.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d

- 16 Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan instrumen insentif adalah suatu
instrumen

yang

dimaksudkan

untuk

merangsang

pertumbuhan kawasan tertinggal tersebut melalui berbagai


upaya,

di

antaranya

berupa

keringanan

pajak

dan

peningkatan program pembangunan strategis.


Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan sejarah dan budaya yang tinggi serta
nilai-nilai yang asli adalah sejarah dan budaya yang menjadi
dasar dan kekayaan budaya bangsa yang baik dan memberikan
nilai positif.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.

Pasal 17
Ayat (1)
Yang

dimaksud

dengan

rencana

struktur

ruang

adalah

gambaran struktur ruang yang dikehendaki untuk dicapai hingga


akhir tahun rencana (20 tahun) yang mencakup struktur ruang
yang sudah ada dan yang akan dikembangkan.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 18
Pengembangan sistem pusat pelayanan dibangun oleh konstelasi
sistem perkotaan yang berhierarki satu sama lain dan berkaitan
dengan sistem

- 17 -

dengan sistem perdesaan serta pembagian perwilayahan di Jawa


Timur yang serasi, selaras, dan saling memperkuat dalam ruang
wilayah provinsi sehingga membentuk satu sistem yang menunjang
pertumbuhan dan penyebaran berbagai kegiatan.

Pasal 19
Ayat (1)
Sistem perkotaan disusun secara berhierarki menurut fungsi dan
besarannya meliputi penetapan fungsi kota dan hubungan
hierarkisnya

berdasarkan

penilaian

kondisi

sekarang

dan

rencana pengembangan di masa yang akan datang.


Sistem

perkotaan

wilayah

provinsi

merupakan

pusat

pertumbuhan yang ada di wilayah provinsi, yang terdiri atas:


Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW),
dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL).
Pusat kegiatan yang memiliki potensi dan peluang untuk
dikembangkan di kemudian hari, tetapi belum terakomodasi
dalam penetapan dapat diusulkan penetapannya. Pusat kegiatan
yang dimaksud meliputi PKW Promosi (PKWP) dan PKL Promosi
(PKLP).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Wilayah

pengembangan

(WP)

disusun

dengan

kedalaman

penataan struktur permukiman perkotaan meliputi penetapan


wilayah

pengembangan,

fungsi

wilayah,

dan

pusat

pengembangannya berdasarkan penilaian potensi sesuai dengan


karakteristik wilayah saat ini dan rencana pengembangan pada
masa yang akan datang.
Pusat pengembangan WP merupakan pusat permukiman kota
atau perkotaan. Beberapa WP yang berpotensi berkembang lebih
besar dari konsep yang diarahkan dibagi lagi menjadi beberapa
cluster

dan

setiap

cluster

terdiri

atas

beberapa

kawasan

perkotaan dengan fungsi pengembangan dan spesifikasi kegiatan


masing-masing.
Pembagian Wilayah

- 18 Pembagian wilayah pengembangan (WP) dilakukan (i) untuk


menciptakan keserasian dan keseimbangan struktur ruang
wilayah, (ii) sebagai pusat pertumbuhan bagi wilayah hinterlandnya, (iv) sebagai motor penggerak perekonomian wilayah, dan (v)
sebagai

stimulator

bagi

perkembangan

pembangunan

dan

pertumbuhan perekonomian wilayah.

Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Pengembangan

sistem

agropolitan

dan

sistem

agroindustri

dilakukan oleh provinsi dan kabupaten/kota. Pada sistem


agropolitan dan sistem agroindustri yang mencakup dua atau
lebih kabupaten/kota dilakukan oleh provinsi.
Pengembangan sistem agropolitan meliputi pertanian dalam arti
seluas-luasnya, termasuk pengembangan minapolitan sebagai
bagian dari sistem perdesaan.
Pasal 21
Sistem jaringan prasarana wilayah provinsi dibentuk oleh sistem
jaringan transportasi sebagai jaringan prasarana utama dan dilengkapi
dengan sistem jaringan prasarana lainnya yang meliputi sistem
jaringan energi, sistem jaringan telekomunikasi, sistem jaringan
sumber daya air, dan sistem prasarana pengelolaan lingkungan yang
mengintegrasikan dan memberikan layanan bagi pusat kegiatan yang
ada di wilayah provinsi.

Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23

- 19 Pasal 23
Cukup jelas.

Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan dryport adalah fasilitas di darat
untuk

menerima

dan

memindahkan

barang

dalam

kontainer dengan fungsi bongkar muat barang dalam


kontainer dan terintegrasi dengan sistem transportasi darat
lainnya.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 25
Cukup jelas.

Pasal 26
Cukup jelas.

Pasal 27
Cukup jelas.

Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal 29

- 20 Pasal 29
Cukup jelas.

Pasal 30
Cukup jelas.

Pasal 31
Cukup jelas.

Pasal 32
Cukup jelas.

Pasal 33
Cukup jelas.

Pasal 34
Huruf a
Yang dimaksud dengan pelabuhan utama adalah pelabuhan
yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam
negeri dan internasional, alih muat angkutan laut dalam negeri
dan internasional dalam jumlah besar, sebagai tempat asal
tujuan

penumpang

dan/atau

barang,

serta

angkutan

penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi.


Huruf b
Yang

dimaksud

dengan

pelabuhan

pengumpul

adalah

pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan


laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam
jumlah menengah, sebagai tempat asal tujuan penumpang
dan/atau

barang,

serta

angkutan

penyeberangan

dengan

jangkauan pelayanan antarprovinsi.


Huruf c
Yang

dimaksud

dengan

pelabuhan

pengumpan

adalah

pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan


laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam
jumlah terbatas, merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama

dan pelabuhan

- 21 dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal tujuan


penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan
dengan jangkauan pelayanan dalam provinsi.
Berdasarkan skala pelayanannya, pelabuhan pengumpan dibagi
menjadi 2 yaitu:
1. Pelabuhan pengumpan regional yang ditetapkan dengan
memperhatikan:
a. berperan

sebagai

internasional,

pengumpan

pelabuhan

pelabuhan

internasional

hub

pelabuhan

nasional;
b. berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan
barang

dari/ke

pelabuhan

utarna

dan

pelabuhan

pengumpan:
c. berperan melayani angkutan taut antar Kabupaten/Kota
dalam propinsi;
d. berada dekat dengan jalur pelayaran antar pulau 25
mil:
e. kedalaman minimal pelabuhan -4 m LWS:
f. memiliki dermaga minimal panjang 70 m; dan
g. jarak dengan pelabuhan regional lainnya 20 - 50 mil.
2. Pelabuhan

pengumpan

lokal

yang

ditetapkan

dengan

memperhatikan:
a. berperan

sebagai

internasional,

pengumpan

pelabuhan

pelabuhan

internasional,

hub

pelabuhan

nasional dan pelabuhan regional;


b. berperan sebagai tempat pelayanan penumpang di daerah
terpencil, terisolasi, perbatasan, daerah perbatasan yang
hanya didukung oleh mode transportasi laut;
c. berperan sebagai tempat pelayanan moda transportasi
laut untuk mendukung kehidupan masyarakat dan
berfungsi sebagai tempat multifungsi selain sebagai
terminal untuk penumpang juga untuk melayani bongkar
muat kebutuhan hidup masyarakat disekitamya;
d. berada pada lokasi yang tidak dilalui jalur transportasi
laut reguler kecuali keperintisan;
e. kedalaman minimal pelabuhan -1,5 m LWS;
f. memiliki fasilitas tambat; dan
g. jarak dengan pelabuhan lokal lainnya 5 - 20 mil.
Pasal 35
Cukup jelas.

Pasal 36

- 22 Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan tatanan kebandarudaraan adalah
suatu sistem kebandarudaraan nasional yang memuat
hierarki, peran, fungsi, klasifikasi, jenis penyelenggaraan
kegiatan, keterpaduan intramoda dan antarmoda, serta
keterpaduan dengan sektor lainnya.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ruang udara untuk penerbangan
adalah ruang udara yang dimanfaatkan untuk kegiatan
transportasi udara atau kegiatan penerbangan sebagai
salah satu moda transportasi dalam sistem transportasi
nasional.
Ruang

transportasi

udara

ditunjukkan

oleh

informasi

penerbangan regional (flight information region).


Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan bandar udara umum adalah
bandar udara yang digunakan untuk melayani kepentingan
umum.
Huruf b
Yang dimaksud dengan bandar udara khusus adalah
bandar udara yang digunakan untuk melayani kepentingan
sendiri untuk menunjang kegiatan usaha pokoknya.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan kelas A adalah ruang udara yang
memiliki kriteria sebagai berikut:
1.

hanya digunakan untuk kaidah penerbangan instrumen;

2.

diberikan separasi kepada semua pesawat udara;

3.

diberikan pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan;

4.

tidak ada pembatasan kecepatan;

5.

memerlukan komunikasi radio dua arah; dan

6.

persetujuan personel pemandu lalu lintas penerbangan


kepada pilot (Air Traffic Control Clearance).
Yang dimaksud

- 23 Yang dimaksud dengan kelas B adalah ruang udara yang


memiliki kriteria sebagai berikut:
1.

digunakan untuk kaidah penerbangan instrumen dan visual;

2.

diberikan separasi kepada semua pesawat udara;

3.

diberikan pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan;

4.

tidak ada pembatasan kecepatan;

5.

memerlukan komunikasi radio dua arah; dan

6.

persetujuan personel pemandu lalu lintas penerbangan


kepada pilot.

Yang dimaksud dengan kelas C adalah ruang udara yang


memiliki kriteria sebagai berikut:
1.

untuk kaidah penerbangan instrumen:


a. diberikan separasi kepada:
1) antarkaidah penerbangan instrumen; dan
2) antarkaidah penerbangan instrumen dengan kaidah
penerbangan visual.
b. pelayanan yang diberikan berupa:
1) layanan pemanduan lalu lintas penerbangan untuk
pemberian

separasi

dengan

kaidah

penerbangan

instrumen; dan
2) layanan informasi lalu lintas penerbangan antarkaidah
penerbangan visual.
c. tidak ada pembatasan kecepatan;
d. memerlukan komunikasi radio dua arah; dan
e. persetujuan personel pemandu lalu lintas penerbangan
kepada pilot.
2.

Untuk kaidah penerbangan visual:


a. diberikan

separasi

antara

penerbangan

visual

dan

penerbangan instrumen;
b. pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan;
c. kecepatan dibatasi 250 knot pada ketinggian di bawah
10.000 kaki di atas permukaan laut;
d. memerlukan komunikasi radio dua arah; dan
e. persetujuan personel pemandu lalu lintas penerbangan
kepada pilot.
Yang dimaksud dengan kelas D adalah ruang udara yang
memiliki kriteria sebagai berikut:
1.

untuk kaidah penerbangan instrumen:


a. separasi

- 24 a. separasi diberikan antarkaidah penerbangan instrumen;


b. diberikan layanan pemanduan lalu lintas penerbangan
dan informasi tentang lalu lintas penerbangan visual;
c. kecepatan dibatasi 250 knot pada ketinggian di bawah
10.000 kaki di atas permukaan laut;
d. memerlukan komunikasi radio dua arah; dan
e. persetujuan personel pemandu lalu lintas penerbangan
kepada pilot.
2.

untuk kaidah penerbangan visual:


a. tidak diberikan separasi;
b. diberikan informasi lalu lintas penerbangan instrumen
kepada penerbangan visual dan antarpenerbangan visual;
c. pembatasan kecepatan sebesar 250 knot di bawah 10.000
kaki di atas permukaan laut;
d. memerlukan komunikasi radio dua arah; dan
e. persetujuan personel pemandu lalu lintas penerbangan
kepada pilot.

Yang dimaksud dengan kelas E adalah ruang udara yang


memiliki kriteria sebagai berikut:
1.

untuk kaidah penerbangan instrumen:


a. diberikan separasi antarkaidah penerbangan instrumen;
b. diberikan layanan pemanduan lalu lintas penerbangan
sepanjang dapat dilaksanakan atau informasi lalu lintas
penerbangan untuk penerbangan visual;
c. pembatasan kecepatan sebesar 250 knot di bawah 10.000
kaki di atas permukaan laut;
d. memerlukan komunikasi radio dua arah; dan
e. persetujuan personel pemandu lalu lintas penerbangan
kepada pilot.

2.

untuk kaidah penerbangan visual:


a. tidak diberikan separasi;
b. diberikan informasi lalu lintas penerbangan sepanjang
dapat dilaksanakan;
c. pembatasan kecepatan sebesar 250 knot di bawah 10.000
kaki di atas permukaan laut;
d. tidak diperlukan komunikasi radio; dan
e. tidak diperlukan persetujuan personel pemandu lalu
lintas penerbangan kepada pilot.
Yang dimaksud

- 25 Yang dimaksud dengan kelas F adalah ruang udara yang


memiliki kriteria sebagai berikut:
1.

untuk kaidah penerbangan instrumen:


a. diberikan separasi antarkaidah penerbangan instrumen
sepanjang dapat dilaksanakan;
b. diberikan

bantuan

penerbangan

atau

layanan

pemanduan

lalu

lintas

informasi

lalu

lintas

layanan

penerbangan;
c. pembatasan kecepatan sebesar 250 knot di bawah 10.000
kaki di atas permukaan laut;
d. memerlukan komunikasi radio dua arah; dan
e. tidak diperlukan persetujuan personel pemandu lalu
lintas penerbangan kepada pilot.
2.

untuk kaidah penerbangan visual:


a. tidak diberikan separasi;
b. diberikan layanan informasi penerbangan;
c. pembatasan kecepatan sebesar 250 knot di bawah 10.000
kaki di atas permukaan laut;
d. tidak diperlukan komunikasi radio; dan
e. tidak diperlukan persetujuan personel pemandu lalu
lintas penerbangan kepada pilot.

Yang dimaksud dengan kelas G adalah ruang udara yang


memiliki kriteria sebagai berikut:
1.

untuk kaidah penerbangan instrumen:


a. tidak diberikan separasi;
b. diberikan layanan informasi penerbangan;
c. pembatasan kecepatan sebesar 250 knot di bawah 10.000
kaki di atas permukaan laut;
d. memerlukan komunikasi radio dua arah; dan
e. tidak diperlukan persetujuan personel pemandu lalu
lintas penerbangan kepada pilot.

2.

untuk kaidah penerbangan visual:


a. tidak diberikan separasi;
b. diberikan layanan informasi penerbangan;
c. pembatasan kecepatan sebesar 250 knot di bawah 10.000
kaki di atas permukaan laut;
d. tidak diperlukan komunikasi radio dua arah; dan
e. tidak diperlukan persetujuan personel pemandu lalu
lintas penerbangan kepada pilot.
Pasal 38

- 26 Pasal 38
Yang dimaksud dengan bandar udara pengumpul (hub) adalah
bandar udara yang mempunyai cakupan pelayanan yang luas dari
berbagai bandar udara yang melayani penumpang dan/atau kargo
dalam jumlah besar dan mempengaruhi perkembangan ekonomi
secara nasional atau berbagai provinsi.
Bandar udara pengumpul (hub) terdiri atas bandar udara pengumpul
dengan skala pelayanan primer, sekunder, dan tersier.
Yang dimaksud dengan bandar udara pengumpul (hub) dengan skala
pelayanan primer adalah bandar udara sebagai salah satu prasarana
penunjang pelayanan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang melayani
penumpang dengan jumlah lebih besar atau sama dengan 5.000.000
(lima juta) orang per tahun.
Yang dimaksud dengan bandar udara pengumpul (hub) dengan skala
pelayanan tersier adalah bandar udara sebagai salah satu prasarana
penunjang pelayanan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan Pusat
Kegiatan Wilayah (PKW) yang melayani penumpang dengan jumlah
lebih besar dari atau sama dengan 500.000 (lima ratus) dan lebih kecil
dari 1.000.000 (satu juta) orang per tahun.
Yang dimaksud dengan "bandar udara pengumpan (spoke) adalah
bandar

udara

yang

mempunyai

cakupan

pelayanan

dan

mempengaruhi perkembangan ekonomi terbatas.

Pasal 39
Cukup jelas.

Pasal 40
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan pembangkit tenaga listrik adalah
fasilitas untuk kegiatan memproduksi tenaga listrik.
Huruf b
Yang dimaksud dengan jaringan transmisi tenaga listrik
adalah jaringan yang menyalurkan tenaga listrik untuk
kepentingan umum yang dapat berupa jaringan transmisi
tegangan tinggi, ekstra tinggi, dan/atau ultra tinggi.
Huruf c

- 27 -

Huruf c
Yang dimaksud dengan jaringan pipa minyak dan gas bumi
adalah jaringan yang terdiri atas pipa transmisi dan
distribusi minyak dan gas bumi yang dikembangkan untuk
menyalurkan minyak dan gas bumi dari fasilitas produksi ke
kilang pengolahan dan/atau penyimpanan, atau dari kilang
pengolahan
fasilitas

atau

produksi,

penyimpanan
kilang

ke

konsumen

pengolahan,

sebagai

dan

tempat

penyimpanan minyak dan gas bumi.


Ayat (2)
Huruf a
Plant adalah pembangkit.
Huruf b
Independent Power Producer (IPP) adalah proyek pembangkit
tenaga listrik baru yang pendanaannya berasal dari swasta.
Huruf c
PLTU adalah pembangkit listrik tenaga uap.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Angka 1)
Interbus

trafo

penghubung

(IBT)
bus

adalah
jaringan

transformator

untuk

(terkait

dengan

kesetimbangan beban jaringan).


Angka 2)
GITET adalah Gardu Induk Tegangan Esktra Tinggi.
Angka 3)

- 28 -

Angka 3)
Cukup jelas.
Angka 4)
Overhead

line

adalah

saluran

transmisi

yang

menylurkan energi listrik melalui kawat-kawat yang


digantung pada isolator antara menara atau tiang
transmisi.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan jaringan terestrial adalah jaringan
mikro digital, serat optik (fiber optic), mikro analog, dan
kabel laut.
Huruf b
Yang dimaksud dengan jaringan satelit adalah peranti
komunikasi yang memanfaatkan teknologi satelit.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43

- 29 -

Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Daerah

irigasi

(DI) kewenangan pusat lintas provinsi

meliputi:
1. DI Colo seluas 24.961 ha sebagai DI Lintas Provinsi Jawa
Tengah dan Provinsi Jawa Timur (BBWS Bengawan Solo).
Provinsi Jawa Timur seluas 500 ha di Kabupaten Ngawi;
dan
2. DI Semen/Krinjo seluas 929 ha sebagai DI Lintas
Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Timur (BBWS
Jratunseluna). Provinsi Jawa Timur seluas 365 ha di
Kabupaten Tuban.
Huruf b
Daerah Irigasi kewenangan pusat lintas kabupaten/kota
meliputi:
1. DI

Is

Kedung

Kandang

seluas

5.183

ha

meliputi

Kabupaten Malang seluas 4.582 ha dan Kota Malang


seluas 601 ha;
2. DI Lodoyo seluas 12.219 ha meliputi Kabupaten Blitar
seluas 1.637 ha dan Kabupaten Tulungagung seluas
10.582 ha;
3. DI Mrica Kiri/WK seluas 17.964 ha meliputi Kabupaten
Kediri seluas 375 ha dan Kabupaten Nganjuk seluas
12.065 ha;
4. DI Siman seluas 23.562 ha meliputi Kabupaten Kediri
seluas 5.524 ha dan Kabupaten Jombang seluas 18.038
ha;
5. DI Mrica Kanan seluas 17.001 ha meliputi Kabupaten
Kediri seluas 3.945 ha dan Kabupaten Jombang seluas
13.056 ha;
6. DI Menturus seluas 3.632 ha meliputi Kabupaten
Mojokerto seluas 3.223 ha dan Kabupaten Jombang
seluas 409 ha;
7. DI

- 30 7. DI Padi Pomahan seluas 4.309 ha meliputi Kabupaten


Mojokerto seluas 4.256 ha dan Kabupaten Jombang
seluas 53 ha;
8. DI Delta Brantas seluas 24.061 ha meliputi Kabupaten
Sidoarjo seluas 23.883 ha dan Kabupaten Mojokerto
seluas 178 ha;
9. DI Gombal/Dupok seluas 6.741 ha meliputi Kabupaten
Madiun seluas 2.803 ha dan Kabupaten Ponorogo seluas
3.938 ha;
10. DI Sim seluas 10.859 ha meliputi Kabupaten Madiun
seluas 2.831 ha, Kota Madiun seluas 447 ha, Kabupaten
Magetan seluas 3.746 ha, dan Kabupaten Ngawi seluas
3.835 ha;
11. DI Jejeruk seluas 5.107 ha meliputi Kabupaten Madiun
seluas 43 ha dan Kabupaten Magetan seluas 5.064 ha;
12. DI Sampean Baru seluas 8.145 ha meliputi Kabupaten
Bondowoso seluas 1.876 ha dan Kabupaten Situbondo
seluas 6.269 ha; dan
13. DI Bandoyudo seluas 11.784 ha meliputi Kabupaten
Lumajang seluas 887 ha dan Kabupaten Jember seluas
10.897 ha.
Huruf c
Daerah Irigasi kewenangan pusat utuh kabupaten/kota
meliputi:
1. DI Pacal seluas 16.688 ha di Kabupaten Bojonegoro;
2. DI Molek seluas 3.974 ha di Kabupaten Malang;
3. DI Waduk Bening seluas 8.753 ha di Kabupaten
Nganjuk;
4. DI Sungkur seluas 3.065 ha di Kabupaten Ponorogo;
5. DI Waduk Pondok seluas 3.128 ha di Kabupaten Ngawi;
6. DI Beron seluas 4.834 ha di Kabupaten Tuban;
7. DI Bengawan Jero seluas 8.230 ha, DI Wd. Prijetan
seluas 4.513 ha, dan DI Gondang seluas 10.588 ha di
Kabupaten Lamongan;
8. DI Banyuputih seluas 3.575 ha dan DI Sampean seluas
10.359 ha di Kabupaten Situbondo;
9. DI Setail Teknik seluas 5.788 ha, DI Poroliggo seluas
3.515 ha, DI Baru seluas 15.910 ha, dan DI K (Setail)
seluas 6.422 ha di Kabupaten Banyuwangi;
10. DI

- 31 -

10. DI Talang seluas 8.844 ha, DI Bedadung seluas 13.245


ha, DI Pondok Waluh seluas 7.606 ha, dan DI Kencong
Barat seluas 3.110 ha di Kabupaten Jember;
11. DI Pakelen seluas 6.486 ha dan DI Pekalen 2/Andung
Biru seluas 3.642 di Kabupaten Probolinggo;dan
12. DI Jatiroto seluas 4.337 ha di Kabupaten Lumajang.
Huruf d
Daerah Irigasi kewenangan provinsi lintas kabupaten/kota
meliputi:
1. DI Bakalan seluas 154 ha meliputi Kabupaten Malang
seluas 59 ha dan Kota Malang seluas 95 ha;
2. DI Bodo seluas 156 ha meliputi Kabupaten Malang
seluas 97 ha dan Kota Malang seluas 59 ha;
3. DI Kadalpang seluas 1.209 ha meliputi Kabupaten
Malang seluas 1.103 ha dan Kota Malang seluas 106 ha;
4. DI Kajar 2a seluas 20 ha meliputi Kabupaten Malang
seluas 10 ha dan Kota Malang seluas 10 ha;
5. DI Kali Metro seluas 559 ha meliputi Kabupaten Malang
seluas 514 dan Kota Malang seluas 45 ha;
6. DI Kalilanang seluas 457 ha meliputi Kabupaten Malang
seluas 243 ha dan Kota Batu seluas 214 ha;
7. DI Kebalon seluas 107 ha meliputi Kabupaten Malang
seluas 10 ha dan Kota Malang seluas 97 ha;
8. DI Losawi seluas 39 ha meliputi Kabupaten Malang
seluas 37 ha dan Kota Malang seluas 2 ha;
9. DI Ngukir seluas 282 ha meliputi Kabupaten Malang
seluas 168 ha dan Kota Batu seluas 114 ha;
10 DI Pakis seluas 726 ha meliputi Kabupaten Malang
seluas 723 ha dan Kota Batu seluas 3 ha;
10. DI Peniwen seluas 63 ha meliputi Kabupaten Malang
seluas 26 ha dan Kota Batu seluas 37 ha;
11. DI Podokaton seluas 70 ha meliputi Kabupaten Malang
seluas 15 ha dan Kota Batu seluas 55 ha;
12. DI Sedudut seluas 53 ha meliputi Kabupaten Malang
seluas 12 ha dan Kota Batu seluas 41 ha;
13. DI Sengkaling Kanan seluas 193 ha meliputi Kabupaten
Malang seluas 21 ha dan Kota Batu seluas 172 ha;
14. DI

- 32 14. DI Sengakaling Kiri seluas 455 ha meliputi Kabupaten


Malang seluas 16 ha dan Kota Batu seluas 439 ha;
15. DI Sumber Tekik seluas 16 ha meliputi Kabupaten
Malang seluas 15 ha dan Kota Batu seluas 1 ha;
16. DI Sumber Turus seluas 32 ha meliputi

Kabupaten

Malang seluas 19 ha dan Kota Batu seluas 13 ha;


17. DI Trimo Semut seluas 46 ha meliputi Kabupaten Malang
seluas 2 ha dan Kota Batu seluas 44 ha;
18. DI Urung-Urung seluas 59 ha meliputi

Kabupaten

Malang seluas 56 ha dan Kota Batu seluas 3 ha;


19. DI Sbr. Gayam seluas 1.931 ha meliputi Kabupaten
Tulungagung seluas 1.466 ha dan Kabupaten Trenggalek
seluas 465 Ha;
20. DI

Kaliboto

seluas

165

ha

meliputi

Kabupaten

Tulunggagung seluas 8 ha dan Kabupaten Blitar seluas


157 ha;
21. DI

Paingan

seluas

551

ha

meliputi

Kabupaten

Tulungagung seluas 533 ha dan Kabupaten Trenggalek


18 ha;
22. DI

Widoro

seluas

2.962

ha

meliputi

Kabupaten

Tulungagung seluas 1.544 ha dan Kabupaten Trenggalek


seluas 1.418 ha;
23. DI Sukorame seluas 66 ha meliputi Kabupaten Blitar
seluas 33 ha dan Kota Blitar seluas 33 ha;
24. DI Jempor seluas 57 ha meliputi Kabupaten Blitar seluas
2 ha dan Kota Blitar seluas 55 ha;
25. DI Tambakrejo I seluas 23 ha meliputi Kabupaten Blitar
seluas 2 ha dan Kota Blitar seluas 21 ha;
26. DI Rembang seluas 42 ha meliputi Kabupaten Blitar
seluas 33 ha dan Kota Blitar seluas 9 ha;
27. DI Plosotengah seluas 51 ha meliputi Kabupaten Blitar
seluas 16 ha dan Kota Blitar seluas 35 ha;
28. DI Sawahan seluas 82 ha meliputi Kabupaten Blitar
seluas 18 ha dan Kota Blitar seluas 64 ha;
29. DI Ngrebo seluas 62 ha meliputi Kabupaten Blitar seluas
10 ha dan Kota Blitar seluas 52 ha;
30. DI Janten seluas 34 ha meliputi Kabupaten Blitar seluas
34 ha dan Kota Blitar seluas 0 ha;
31. DI

- 33 -

31. DI Jatinom seluas 56 ha meliputi Kabupaten Blitar


seluas 51 ha dan Kota Blitar seluas 5 ha;
32. DI Sumber Tulung seluas 38 ha meliputi Kabupaten
Blitar seluas 14 ha dan Kota Blitar seluas 24 ha;
33. DI Sumber Jaran seluas 84 ha meliputi Kabupaten Blitar
seluas 84 ha dan Kota Blitar seluas 0 ha;
34. DI Sumber Patihan seluas 5 ha meliputi Kabupaten
Blitar seluas 5 ha dan Kota Blitar seluas 0 ha;
35. DI Sumber Tiloro seluas 1 ha meliputi Kabupaten Blitar
seluas 1 ha dan Kota Blitar seluas 0 ha;
36. DI Sumber Ipik seluas 32 ha meliputi Kabupaten Blitar
seluas 0 ha dan Kota Blitar seluas 32 ha;
37. DI Sumber Berjo seluas 18 Ha meliputi Kabupaten Blitar
seluas 13 ha dan Kota Blitar seluas 5 ha;
38. DI Jaten Termas seluas 461 ha meliputi Kabupaten
Blitar seluas 34 ha dan Kabupaten Kediri seluas 427 ha;
39. DI Gunting seluas 387 ha meliputi Kota Kediri seluas
216 ha dan Kabupaten Kediri seluas 171 ha;
40 DI Kembangan seluas 305 ha meliputi Kota Kediri seluas
109 ha dan Kabupaten Kediri seluas 196 ha;
41 DI Klitik Bendokrosok seluas 332 ha meliputi Kota Kediri
seluas 146 ha dan Kabupaten Kediri seluas 186 ha;
42 DI Klitih Kresek seluas 108 ha meliputi Kota Kediri
seluas 75 ha dan Kabupaten Kediri seluas 33 ha;
43. DI Ngaglik seluas 98 ha meliputi Kota Kediri seluas 63 ha
dan Kabupaten Kediri seluas 35 ha;
44. DI

Tawangsari

seluas

62

ha

meliputi

Kabupaten

Jombang seluas 40 ha dan Kabupaten Mojokerto seluas


22 ha;
45. DI Kejagan seluas 314 ha meliputi Kabupaten Jombang
seluas 197 ha dan Kabupaten Mojokerto seluas 117 ha;
46. DI Kawedan seluas 69 ha meliputi Kabupaten Jombang
seluas 20 ha dan Kabupaten Mojokerto seluas 49 ha;
47. DI Mernung seluas 661 ha meliputi Kabupaten Mojokerto
seluas 544 ha dan Kabupaten Jombang seluas 117 ha;
48. DI

- 34 48. DI

Subantoro

seluas

618

ha

meliputi

Kabupaten

Mojokerto seluas 518 ha dan Kota Mojokerto seluas 100


ha;
49. DI Sinoman seluas 269 ha meliputi Kabupaten Mojokerto
seluas 55 ha dan Kota Mojokerto seluas 214 ha;
50. DI Penewon seluas 971 ha meliputi Kabupaten Mojokerto
seluas 780 ha dan Kota Mojokerto seluas 191 ha;
51. DI Jati Kulon seluas 638 ha meliputi Kabupaten
Mojokerto seluas 586 ha dan Kota Mojokerto seluas
52 ha;
52. DI Candi Limo seluas 1.911 ha meliputi Kabupaten
Mojokerto seluas 1.911 ha dan Kota Mojokerto seluas 0
dam;
53. DI Lebak Sumengko seluas 968 da meliputi Kabupaten
Mojokerto seluas 968 da dan Kota Mojokerto seluas 0
dam;
54. DI Cau seluas 1.232 ha meliputi Kabupaten Madiun
seluas 1.200 ha dan Kota Madiun seluas 32 ha;
55. DI Brangkal Bawah seluas 1.155 ha meliputi Kabupaten
Madiun seluas 1.026 ha dan Kota Madiun seluas 129 ha;
56. DI Blodro seluas 422 ha meliputi Kabupaten Madiun
seluas 421 ha dan Kota Madiun seluas 1 ha;
57. DI Piring 1 seluas 195 ha meliputi Kabupaten Madiun
seluas 56 ha dan Kota Madiun seluas 139 ha;
58. DI Sono seluas 684 ha meliputi Kabupaten Madiun
seluas 650 ha dan Kota Madiun seluas 34 ha;
59. DI Trate seluas 461 ha meliputi Kabupaten Madiun
seluas 137 ha dan Kota Madiun seluas 324 ha;
60. DI Kedungrejo seluas 1.554 ha meliputi Kabupaten
Madiun seluas 1.436 ha dan Kabupaten Ngawi seluas
118 ha;
61. DI Gandongkerik seluas 745 ha meliputi Kabupaten
Madiun seluas 329 ha dan Kabupaten Magetan seluas
416 ha;
62. DI Margopadang seluas 230 ha meliputi Kabupaten
Magetan seluas 205 ha dan Kabupaten Ponorogo seluas
25 ha;
63. DI Turi seluas 367 ha meliputi Kabupaten Magetan
seluas 367 ha dan Kabupaten Ngawi seluas 0 ha;
64. DI

- 35 64. DI Dung Timun seluas 215 ha meliputi Kabupaten


Magetan seluas 128 ha dan Kabupaten Ngawi seluas 87
ha;
65. DI Dung Lo seluas 165 ha meliputi Kabupaten Magetan
seluas 132 ha dan Kabupaten Ngawi seluas 33 ha;
66. DI Klalung seluas 629 ha meliputi Kabupaten Magetan
seluas 196 ha dan Kabupaten Ngawi seluas 433 ha;
67. DI Kerep seluas 4.674 ha meliputi Kabupaten Magetan
seluas 2.334 ha dan Kabupaten Ngawi seluas 2.340 ha;
68. DI Taji seluas 789 ha meliputi Kabupaten Magetan
seluas 744 ha dan Kabupaten Ngawi seluas 45 ha;
69. DI Kuluhan seluas 344 ha meliputi Kabupaten Magetan
seluas 113 ha dan Kabupaten Ngawi seluas 231 ha;
70. DI Jabung seluas 13 ha meliputi Kabupaten Ngawi
seluas 13 ha dan Kabupaten Magetan seluas 0 ha;
71. DI Grogolan seluas 146 ha meliputi Kabupaten Ngawi
seluas 146 ha dan Kabupaten Magetan seluas 0 ha;
72. DI Rawa Jabung seluas 2.143 ha meliputi Kabupaten
Lamongan seluas 2.143 ha dan Kabupaten Tuban seluas
0 ha;
73. DI Kali Corong seluas 2.721 ha meliputi Kabupaten
Lamongan seluas 1.742 ha dan Kabupaten Gresik seluas
979 ha;
74. DI

Waduk

Sumengko

seluas

1.146

ha

meliputi

Kabupaten Lamongan seluas 53 ha dan Kabupaten


Gresik seluas 1.093 ha;
75. DI Sbr. Pakem seluas 1.151 ha meliputiKabupaten
Bondowoso seluas 985 ha dan Kabupaten Jember seluas
166 ha;
76. DI Arjasa seluas 319 ha meliputi Kabupaten Bondowoso
seluas 131 ha dan Kabupaten Jember seluas 188 ha;
77. DI

Nurbiha

seluas

298

ha

meliputi

Kabupaten

Bondowoso seluas 272 ha dan Kabupaten Situbondo


seluas 26 ha;
78. DI

Gumpolo/Dawuhan

seluas

378

ha

meliputi

Kabupaten Bondowoso seluas 242 ha dan Kabupaten


Situbondo seluas 136 ha;
79. DI

- 36 -

79. DI Prinduri seluas 64 ha meliputi Kabupaten Bondowoso


seluas 18 ha dan Kabupaten Situbondo seluas 46 ha;
80. DI

Bajulmati

seluas

711

ha

meliputi

Kabupaten

Situbondo seluas 243 ha dan Kabupaten Banyuwangi


seluas 468 ha;
81. DI

IS

Pakis

seluas

188

ha

meliputi

Kabupaten

Probolinggo seluas 10 ha dan Kota Probolinggo seluas


178 ha;
82. DI

Lontong

seluas

140

ha

meliputi

Kabupaten

Probolinggo seluas 20 ha dan Kota Probolinggo seluas


120 ha;
83. DI

Warujinggo

seluas

62

ha

meliputi

Kabupaten

Probolinggo seluas 50 ha dan Kota Probolinggo seluas 12


ha;
84. DI

Taposan

seluas

714

ha

meliputi

Kabupaten

Probolinggo seluas 696 ha dan Kota Probolinggo seluas


18 ha;
85. DI Krasak seluas 628 ha meliputi Kabupaten Probolinggo
seluas 588 ha dan Kota Probolinggo seluas 40 ha;
86. DI

Mbok

Siti

seluas

445

ha

meliputi

Kabupaten

Probolinggo seluas 364 ha dan Kota Probolinggo seluas


81 ha;
87. DI Kedung Galeng seluas 404 ha meliputi Kabupaten
Probolinggo seluas 0 ha dan Kota Probolinggo seluas 404
ha;
88. DI Tegal Juwet seluas 118 ha meliputi Kabupaten
Probolinggo seluas 37 ha dan Kota Probolinggo seluas 81
ha;
89. DI Grinting seluas 705 ha meliputi Kabupaten Pasuruan
seluas 668 ha dan Kota Pasuruan seluas 37 ha;
90. DI Licin seluas 510 ha meliputi Kabupaten Pasuruan
seluas 325 ha dan Kota Pasuruan seluas 185 ha;
91. DI Plered seluas 538 ha meliputi Kabupaten Pasuruan
seluas 109 ha dan Kota Pasuruan seluas 429 ha;
92. DI Tanggulangin seluas 2.445 ha meliputi Kabupaten
Pasuruan seluas 1.750 ha dan Kota Pasuruan seluas 695
ha; dan
93. DI Surak seluas 886 ha meliputi Kota Pasuruan seluas
805 ha dan Kabupaten Pasuruan seluas 81 ha.
Huruf e

- 37 -

Huruf e
Daerah Irigasi

kewenangan provinsi utuh kabupaten/kota

meliputi:
1. DI Gelang seluas 1.381 ha di Kabupaten Tulungagung;
2. DI Ketandan seluas 1.637 ha, DI Pohblembem seluas
1.086 ha, DI Demo seluas 2.557 ha, DI Kalasan seluas
1.754 ha, DI Sbr Ampomangiran seluas 1.628 ha, DI
Sukorejo seluas 1.558 ha, DI Sempu seluas 1.291 ha, DI
Toyoaning seluas 1.286 ha, DI Keling seluas 1.201 ha, DI
Lanang seluas 1.038 ha, dan DI Hardisingat seluas 1.008
ha di Kabupaten Kediri;
3. DI Bulakmojo seluas 1.225 ha, DI Kedung Gerit seluas
1.470 ha, dan DI Ngrambe seluas 1.201 ha di Kabupaten
Nganjuk;
4. DI Slumbung seluas 1.184 ha dan DI Jatimlerek seluas
1.711 ha di Kabupaten Jombang;
5. DI Kromong II seluas 1.055 ha di Kabupaten Mojokerto;
6. DI Sewu seluas 1.332 ha, DI Bedilan seluas 1.058 ha, DI
Wates seluas 1.045 ha, DI Sarangan seluas 1.273 ha,
dan DI Notopuro seluas 2.433 ha di Kabupaten Madiun;
7. DI Dalem seluas 1.403 ha, DI Cepogo seluas 1.000 ha, DI
Wilangan seluas 1.727 ha, DI Watu Putih seluas 1.096
ha, DI Sumorobangun seluas 1.787 ha, dan DI Sampung
seluas 1.370 ha di Kabupaten Ponorogo;
8. DI Kedung Bendo seluas 1.341 ha, DI Waduk Sangiran
seluas 1.468 ha, DI Gurdo seluas 1.593 ha, DI Bekoh
seluas 1.921 ha, DI Teguhan seluas 1.337 ha, DI
Kedungputri seluas 1.896 ha, DI Guyung seluas 1.258
ha, dan DI Widodaren seluas 1.375 ha di Kabupaten
Ngawi;
9. DI Wd. Laren seluas 1.144 ha, DI Pirang seluas 1.347 ha,
dan DI Cawak Bojonegoro seluas 1.733 ha di Kabupaten
Bojonegoro;
10. DI Maibit seluas 1.229 ha, DI Nglirip seluas 1.292 ha, DI
Merak Urak seluas 1.475 ha, dan DI Kening seluas 2.522
ha di Kabupaten Tuban;

11.DI

- 38 -

- 39 -

11. DI Wd. Rande seluas 1.044 ha, DI PA Kaligerman seluas


1.120 ha, DI PA Butungan seluas 1.185 ha, DI Rawa
Cangkup seluas 1.274 ha, dan DI Rawa Semando seluas
1.661 ha di Kabupaten Lamongan;
12. DI Rawa Sekaran seluas 1.779 ha, DI Wd. Gogor seluas
1.054 ha, DI Mengdame seluas 1.057 ha, DI Kali Wadak
seluas 1.476 ha, dan DI Wd Lowayu seluas 1.445 ha di
Kabupaten Gresik;
13. DI Balud seluas 1.074 ha dan DI Wonosroyo seluas 1.510
ha di Kabupaten Bondowoso;
14. DI Nangger seluas 2.382 ha dan DI Dawuhan seluas
1.213 ha di Kabupaten Situbondo;
15. DI Gembleng seluas 1.736 ha, DI Tenggoro seluas 1.074
ha, dan DI Blambangan Banyuwangi seluas 1.523 ha di
Kabupaten Banyuwangi;
16. DI Sumber Nangka seluas 1.393 ha, DI Kembar seluas
1.447 ha, DI Grogol seluas 1.239 ha, DI Mrawan seluas
1.244 ha, DI Kottok seluas 1.879 ha, DI Bago seluas
2.188 ha, DI Kertosari seluas 2.056 ha, DI Karanglo
seluas 2.323 ha, dan DI Kencong Timur seluas 2.263 ha
di Kabupaten Jember;
17. DI

Tekung

seluas

1.920

ha,

DI

Curah

Menjangan/Kedungsangku seluas 1.867 ha, DI Umbul


Pringtali seluas 1.262 ha, DI Brug Purwo seluas 1.094
ha, DI Jurang Dawir seluas 1.088 ha, dan DI Bodang
seluas 1.200 ha di Kabupaten Lumajang;
18. DI Ramah Bawah seluas 1.126 ha, DI Topi seluas 1.514
ha, DI Arah Makam Bawah seluas 1.523 ha, DI Jeruk
Taman seluas 1.765 ha, dan DI Sbr. Bendo Jeruk seluas
1.909 ha di Kabupaten Probolinggo;
19. DI Klosod seluas 1.033 ha, DI Ranugrati seluas 1.088 ha,
DI Telebuki seluas 1.138 ha, DI Selowongko seluas 1.455
ha, DI Bekacak seluas 1.638 ha, DI Pateguan seluas
1.618 ha, DI Baong seluas 1.843 ha, dan DI Domas
seluas 1.070 ha di Kabupaten Pasuruan;
20. DI Dam Ombul seluas 1.085 ha dan DI Tunjung seluas
1.807 ha di Kabupaten Bangkalan;
21. DI Klampis seluas 2.603 ha di Kabupaten Sampang
22.DI

- 40 22. DI Samirani seluas 2.462 ha di Kabupaten Pamekasan;


dan
23. DI Jepun seluas 1.424 ha di Kabupaten Sumenep.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 44
Cukup jelas.

Pasal 45
Dalam rangka peningkatan pelayanan air minum yang efesien, efektif,
ekonomis, dan merata dalam penyelenggaraan maupun operasional,
dikembangkan jaringan air baku untuk air minum regional meliputi:
1. SPAM Regional PANTURA yang memanfaatkan Sungai Bengawan
Solo

(Kabupaten

Bojonegoro,

Kabupaten

Tuban,

Kabupaten

Lamongan, Kabupaten Gresik, dan Kabupaten Bangkalan);


2. SPAM Regional Lintas Tengah yang memanfaatkan Sungai Brantas
(Kabupaten Ngajuk, Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Jombang);
3. SPAM Regional Malang Raya yang memanfaatkan Mata Air Ngepoh,
Wendit, Kota Batu, Waduk Karangkates (Kota Malang, Kota Batu,
dan Kabupaten Malang); dan
4. SPAM Regional Umbulan yang memanfaatkan Mata Air Umbulan
(Kabupaten Pasuruan, Kota Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo, Kota
Surabaya, dan Kabupaten Gresik).

Pasal 46
Cukup jelas.

Pasal 47
Cukup jelas.

Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49

- 41 Pasal 49
Cukup jelas.

Pasal 50
Cukup jelas.

Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan rehabilitasi adalah usaha untuk
mengembalikan fungsi lindung dengan mengubah fungsi
ruang eksisting kepada fungsi lindung dengan melakukan
penanaman kembali pohon-pohon yang dapat mendukung
fungsi lindung.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.

Pasal 52

- 42 -

Pasal 52
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan kawasan sempadan pantai adalah
kawasan

tertentu

sepanjang

pantai

yang

mempunyai

manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi


pantai.
Huruf b
Yang dimaksud dengan kawasan sempadan sungai adalah
dataran sepanjang tepian sungai, baik bertanggul maupun
tidak bertanggul

yang lebar kawasan perlindungannya

ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan terkait.


Huruf c
Yang dimaksud dengan kawasan sekitar danau atau waduk
adalah daratan dengan jarak 50 (lima puluh) sampai dengan
100 (seratus) meter dari titik pasang air danau atau waduk
tertinggi atau daratan sepanjang tepian waduk atau danau
yang lebarnya proporsional terhadap bentuk dan kondisi
fisik waduk atau danau.
Huruf d
Yang dimaksud dengan kawasan sekitar mata air adalah
kawasan di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat
penting

atau

berpengaruh

untuk

mempertahankan

kelestarian fungsi mata air.


Huruf e
Yang dimaksud dengan kawasan lindung spiritual dan
kearifan lokal adalah kawasan yang mempunyai tata cara
secara adat yang melestarikan lingkungan, kawasan yang
masyarakatnya mempunyai budaya yang dilestarikan, dan
kawasan yang masyarakatnya mempunyai kegiatan ekonomi
yang cenderung tradisional tapi lestari.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.

- 43 Huruf b
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Bangunan yang harus ada di sempadan pantai antara lain
dermaga, mercusuar, serta menara penjaga keselamatan
pelayaran dan pengunjung pantai.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)

- 44 -

Ayat (10)
Cukup jelas.
Ayat (11)
Cukup jelas.

Pasal 53
Huruf a
Yang dimaksud dengan kawasan suaka margasatwa adalah
kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas yang berupa
keanekaragaman dan/atau keunikan jenis satwa yang untuk
kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap
habitatnya.
Huruf b
Yang dimaksud dengan kawasan cagar alam adalah kawasan
suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan
tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu
yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara
alami.
Huruf c
Yang dimaksud dengan kawasan pantai berhutan bakau adalah
kawasan tempat tumbuhnya tanaman mangrove di wilayah
pesisir dan laut yang berfungsi untuk melindungi habitat,
ekosistem,

dan

aneka

biota

laut,

melindungi

pantai

dari

sedimentasi, abrasi dan proses akresi (pertambahan pantai) dan


mencegah terjadinya pencemaran pantai.
Huruf d
Yang

dimaksud

dengan

kawasan

taman

nasional

adalah

kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli yang


dikelola

dengan

sistem

zonasi

yang

dimanfaatkan

untuk

keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, dan pendidikan serta


dimanfaatkan untuk menunjang budi daya, pariwisata, dan
rekreasi.

Huruf e

- 45 -

Huruf e
Yang dimaksud dengan kawasan taman hutan raya adalah
kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan
dan/atau satwa yang alamiah atau bukan alamiah, jenis asli
dan/atau bukan jenis asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan
penelitian,

ilmu

pengetahuan,

dan

pendidikan,

serta

dimanfaatkan untuk menunjang budi daya, budaya, pariwisata,


dan rekreasi.
Huruf f
Yang dimaksud dengan kawasan taman wisata alam adalah
kawasan

pelestarian

alam

dengan

tujuan

utama

untuk

dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi alam.


Huruf g
Yang dimaksud dengan kawasan cagar budaya dan ilmu
pengetahuan adalah kawasan yang merupakan lokasi bangunan
hasil budaya manusia yang bernilai tinggi maupun bentukan
geologi alami yang khas.

Pasal 54
Cukup jelas.

Pasal 55
Cukup jelas.

Pasal 56
Cukup jelas.

Pasal 57
Cukup jelas.

Pasal 58
Ayat (1)
Cukup jelas.

- 46 Ayat (2)
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Pengelolaan tahura partisipatif dengan masyarakat desa
penyangga

bertujuan

untuk

memberikan

pemahaman

tentang pentingnya hutan selain mempunyai fungsi ekologis


juga secara tidak langsung memiliki nilai ekonomis.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.

Pasal 59
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Kegiatan pariwisata alam, antara lain, adalah pengamatan
pengembangbiakkan

rusa,

peningkatan

atraksi

dengan

mengembangkan fasilitas penelitian flora, dan pengamatan


fasilitas perkemahan.

Pasal 60
Cukup jelas.

Pasal 61
Yang dimaksud dengan kawasan rawan bencana alam adalah
kawasan yang terpengaruh oleh keadaan rawan bencana karena faktor
alam.

- 47 Pasal 62
Pasal 62
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Lokasi yang rawan longsor antara lain area yang rawan
getaran gempa bumi, area pegunungan terutama yang
memiliki kemiringan lereng yang curam, area dengan
degradasi lahan yang parah, area yang tertutup butir-butir
pasir yang lembut, dan area dengan curah hujan tinggi.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Khusus untuk lereng curam, dengan kemiringan lebih dari
40 derajat atau sekitar 80% sebaiknya tanaman tidak
terlalu rapat serta diselingi dengan tanaman yang lebih
pendek dan ringan, di bagian dasar ditanam rumput,
sebaiknya dipilih tanaman lokal yang digemari masyarakat,
dan tanaman tersebut harus secara teratur dipangkas
rantingnya/cabangnya atau dipanen.
Ayat (4)
Huruf a
Perbaikan

drainase

tanah,

seperti

perbaikan

sistem

drainase hydroseeding, dan soil nailing.


Huruf b
Pekerjaan struktural, seperti: rock netting, shotcrete, block
pitching,

stone

pitching,

installation of geotextile.

retaining

wall,

gabion

wall,

- 48 Huruf c
Huruf c
Sistem drainase yang tepat adalah drainase pada teras-teras
dijaga jangan sampai menjadi jalan meresapnya air ke dalam
tanah.
Huruf d
Tanggul

penahan

dapat

tanaman, ataupun parit.


Huruf e
Cukup jelas.

Pasal 63
Cukup jelas.

Pasal 64
Cukup jelas.

Pasal 65
Cukup jelas.

Pasal 66
Cukup jelas.

Pasal 67
Cukup jelas.

Pasal 68
Cukup jelas.

Pasal 69
Cukup jelas.

Pasal 70
Cukup jelas.

berupa

bangunan

konstruksi,

- 49 Pasal 71
Pasal 71
Cukup jelas.

Pasal 72
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Kawasan

peruntukan

hutan

rakyat

dimaksudkan

untuk

memenuhi kebutuhan akan hasil hutan.


Kawasan hutan rakyat berada pada lahan masyarakat dan
dikelola oleh masyarakat.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Pasal 73
Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
memproduksi hasil hutan.

- 50 Pasal 74
Pasal 74
Cukup jelas.

Pasal 75
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan pertanian lahan kering adalah
pertanian dengan mendayagunakan hamparan lahan tanpa
penggenangan air, baik secara permanen maupun musiman
dengan sumber air berupa hujan atau air irigasi.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d

- 51 -

Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Komoditas jambu air di Kabupaten Jombang berupa Jambu
Darsono.
Huruf g
Komoditas blimbing di Kabupaten Tuban berupa Blimbing
Tasikmadu.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang

dimaksud

(cooperative

dengan

farming)

dikembAngkan

dengan

kawasan

adalah

pertanian

kawasan

memberdayakan

terpadu

pertanian
kelompok

yang
tani

melalui rekayasa sosial, ekonomi, teknologi.


Suatu kawasan

- 52 Suatu

kawasan

cooperative

dapat

farming

ditentukan

apabila

sebagai

memenuhi

kawasan

syarat

sebagai

berikut:
1. memiliki hamparan minimal 50 ha dan terdapat dalam
satu jaringan irigasi tersier;
2. memiliki kelompok cooperative farming yang merupakan
penyempurnaan kelompok tani sebelumnya;
3. memiliki sarana/prasarana cooperative farming, antara
lain kantor kelompok, kios saprodi, alat mesin, dan modal
usaha pertanian.
Yang

dimaksud

dengan

kawasan

pertanian

ramah

lingkungan (good agriculture practice) adalah kawasan


pertanian dengan cara budi daya yang baik sesuai dengan
standar operasional yang ramah lingkungan.
Huruf e
Pengembangan

kelembagaan

kelompok

tani

dilakukan

melalui upaya penguatan modal, kewirausahaan, membuka


akses

pasar,

kemitraan,

serta

pemberdayaan

asosiasi

petani.
Ayat (10)
Huruf a
Yang dimaksud dengan lahan beririgasi, yaitu sawah
beririgasi teknis, sawah beririgasi setengah teknis, sawah
beririgasi sederhana, dan sawah perdesaan/non-PU.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.

Pasal 76
Ayat (1)
Pengembangan komoditas perkebunan tidak hanya di kawasan
perkebunan, tetapi juga dapat dikembangkan di areal pertanian
lahan basah maupun lahan kering. Luasan rencana lahan
perkebunan yang disebutkan adalah rencana lahan untuk
pengembangan komoditas ekspor perkebunan.
Ayat (2)

- 53 -

Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 77
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan ternak besar adalah sapi, kerbau,
dan kuda.
Huruf b
Yang dimaksud dengan ternak kecil adalah kambing,
domba, dan babi.
Huruf c
Selain ternak unggas terdapat ternak lainnya antara lain
kelinci

yang

dikembAngkan

sesuai

dengan

potensi

kabupaten/kota masing-masing.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)

- 54 -

Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.

Pasal 78
Ayat (1)
Kawasan minapolitan berdasarkan turunan kawasan agropolitan
merupakan kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat
kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi
perikanan dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang
ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki
keruangan satuan sistem permukiman dan sistem minabisnis.
Penerapan kriteria kawasan peruntukan perikanan secara tepat
diharapkan akan mendorong terwujudnya kawasan perikanan
yang dapat memberikan manfaat berikut:
1.

meningkatkan produksi perikanan dan mendayagunakan


investasi;

2.

meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor


dan subsektor serta kegiatan ekonomi sekitarnya;

3.

meningkatkan fungsi lindung;

4.

meningkatkan upaya pelestarian kemampuan sumber daya


alam;

5.

meningkatkan pendapatan masyarakat;

6.

meningkatkan pendapatan nasional dan daerah;

7.

meningkatkan kesempatan kerja;

8.

meningkatkan ekspor; dan/atau

9.

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)

- 55 -

Ayat (3)
Huruf a
Komoditas perikanan budi daya air payau terdiri atas
komoditas perikanan air payau dan komoditas garam.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f

- 56 -

Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Pengembangan kelembagaan kelompok nelayan dilakukan
melalui upaya penguatan modal, kewirausahaan, membuka
akses

pasar,

kemitraan,

serta

pemberdayaan

asosiasi

nelayan.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.

Pasal 79
Cukup jelas.

Pasal 80
Cukup jelas.

Pasal 81
Cukup jelas.

Pasal 82
Cukup jelas.

Pasal 83
Cukup jelas.

Pasal 84

- 57 -

Pasal 84
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Kawasan andalan laut ditetapkan dengan kriteria:
1. memiliki sumber daya kelautan;
2. memiliki pusat pengolahan hasil laut; dan
3. memiliki

akses

menuju

pasar

nasional

atau

internasional.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 85
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Kawasan perlindungan ekosistem terdiri atas hutan bakau
dan terumbu karang.
Huruf b
Kegiatan budi daya yang bersinergi dengan potensi kawasan
pesisir dan pulau-pulau kecil dapat berupa

kegiatan

pariwisata dan penelitian.


Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87

- 58 -

Pasal 87
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Angka 1)
Lingkup kawasan industri berteknologi tinggi meliputi
Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER).
Angka 2)
Cukup jelas.
Angka 3)
Cukup jelas.
Angka 4)
Cukup jelas.
Angka 5)
Cukup jelas.
Angka 6)
Cukup jelas.
Angka 7)
Cukup jelas.
Angka 8)
Cukup jelas.

Pasal 88
Cukup jelas.

Pasal 89
Cukup jelas.

Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91

- 59 -

Pasal 91
Cukup jelas.

Pasal 92
Cukup jelas.

Pasal 93
Cukup jelas.

Pasal 94
Cukup jelas.

Pasal 95
Cukup jelas.

Pasal 96
Cukup jelas.

Pasal 97
Cukup jelas.

Pasal 98
Cukup jelas.

Pasal 99
Cukup jelas.

Pasal 100
Cukup jelas.
Pasal 101
Cukup jelas.
Pasal 102

- 60 -

Pasal 102
Cukup jelas.

Pasal 103
Cukup jelas.
Pasal 104
Cukup jelas.
Pasal 105
Cukup jelas.
Pasal 106
Cukup jelas.
Pasal 107
Cukup jelas.
Pasal 108
Cukup jelas.
Pasal 109
Cukup jelas.
Pasal 110
Cukup jelas.
Pasal 111
Cukup jelas.
Pasal 112
Cukup jelas.
Pasal 113
Cukup jelas.
Pasal 114

- 61 -

Pasal 114
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
Pasal 116
Cukup jelas.
Pasal 117
Cukup jelas.
Pasal 118
Cukup jelas.
Pasal 119
Cukup jelas.
Pasal 120
Cukup jelas.
Pasal 121
Cukup jelas.
Pasal 122
Cukup jelas.
Pasal 123
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)

- 62 -

Ayat (3)
Dalam hal pemberian izin, diterbitkan pertimbangan teknis
pertanahan dalam rangka izin lokasi, penetapan lokasi, dan izin
perubahan

penggunaan

tanah

sebagai

persyaratan

dalam

penyelenggaraan administrasi pertanahan.


Adapun bentuk perizinan mencakup kegiatan:
1.

izin lokasi;

2.

izin peruntukan penggunaan tanah/advice planning;

3.

kajian tata ruang;

4.

izin mendirikan bangunan;

5.

izin gangguan;

6.

izin pengeringan tanah;

7.

izin usaha;

8.

izin trayek;

9.

izin pengambilan air tanah; dan

10.

izin pemasangan reklame.

Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 124
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e

- 63 -

Huruf e
Yang dimaksud dengan kawasan jaringan jalan meliputi
jaringan jalan dengan kewenangan nasional dan provinsi,
jaringan jalan dengan fungsi arteri dan kolektor, jaringan
jalan bebas hambatan, jaringan jalan strategis provinsi dan
nasional.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Yang dimaksud dengan kegiatan yang menggunakan bahan
baku dan/atau mempunyai pengaruh antarwilayah di Jawa
Timur adalah kegiatan dan produksi yang dianggap
berpengaruh secara luas lintas kabupaten/kota.
Kegiatan tersebut perlu dikendalikan untuk menciptakan
sinergitas dan efisiensi antarkegiatan, antarfungsi, ataupun
antarkawasan.

Di

antaranya

adalah

untuk

menjamin

kegiatan produksi dan pengolahan bahan baku agar sesuai


antara pasokan dan permintaan. Misalnya, keberadaan
pabrik gula perlu memperhatikan persebaran ataupun
distribusi komoditas tebu yang kemudian pengaturannya
perlu

dilakukan

permintaan

dan

agar

terjadi

keseimbangan

persaingan

usaha

pasokan-

sehat

yang

menguntungkan petani.
Huruf k
Yang dimaksud kegiatan yang mengubah rona (bentuk)
wilayah dan administratif Jawa Timur meliputi kegiatan
yang mencakup wilayah lintas kota/kabupaten dan/atau
wilayah dengan lingkup kewenangan provinsi, serta dapat
juga

berupa

kegiatan

yang

berdampak

lintas

kota/kabupaten sehingga perlu adanya pengendalian oleh


provinsi

dalam

rangka

antarkota/antarkabupaten

menjaga
yang

lingkungan hidup berkelanjutan .


Misalnya:

keterhubungan

memperhatikan

aspek

- 64 1. kegiatan
1. kegiatan
perubahan

reklamasi
rona

kota/kabupaten
kota/kabupaten

yang

berpengaruh

terhadap

wilayah

dan/atau

administrasi

ataupun

batas

kewenangan

dan

provinsi

serta

berpengaruh

terhadap alur pelayaran dan ekosistem lingkungan


hidup;
2. pemanfaatan lahan yang mengubah bentuk dan daya
dukung lingkungan di suatu kota/kabupaten yang
berdampak terhadap perubahan kondisi lingkungan di
kota/kabupaten lainnya.
Huruf l
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 125
Cukup jelas.

Pasal 126
Cukup jelas.

Pasal 127
Cukup jelas.

Pasal 128
Huruf a
Masyarakat dapat mengetahui rencana tata ruang melalui
lembaran

lembaran

daerah,

pengumuman,

dan/atau

penyebarluasan oleh pemerintah.

Pengumuman atau

- 65 -

Pengumuman atau penyebarluasan tersebut dapat diketahui


masyarakat melalui pengembangan sistem informasi tata ruang
(SITR). Pengembangan SITR bertujuan untuk mendorong public
awarness melalui pendidikan/kampanye publik antara lain
dalam bentuk dialog publik di TV dan Radio, iklan layanan
masyarakat di TV dan radio, tulisan di berbagai media massa.
Aplikasi SITR wilayah provinsi meliputi:
1. penyebaran informasi tata ruang melalui jaringan internet
dengan membangun laman (website) yang berisi informasi
tentang peraturan perundang-udangan dan rencana tata
ruang wilayah;
2. program pesan singkat (SMS) sehingga masyarakat dapat
secara langsung mengirimkan aspirasi, masukan, saran, dan
melaporkan berbagai bentuk penyimpangan pemanfaatan
ruang;
3. penyebaran informasi tata ruang melalui media cetak dan
elektronik dengan mengembangkan forum dialog dan diskusi
penataan ruang yang dilakukan secara berkala dengan
bekerja sama dengan media cetak dan elektronik lokal; dan
4. pemasangan peta rencana tata ruang wilayah provinsi pada
lokasi strategis yang mudah diakses masyarakat, antara lain:
tempat umum, kantor kelurahan, dan/atau kantor yang
secara fungsional menangani rencana tata ruang.
Huruf b
Pertambahan nilai ruang dapat dilihat dari sudut pandang
ekonomi, sosial, budaya, dan kualitas lingkungan yang dapat
berupa dampak langsung tehadap peningkatan ekonomi
masyarakat, sosial, budaya, dan kualitas lingkungan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan penggantian yang layak adalah bahwa
nilai atau besarnya penggantian tidak menurunkan tingkat
kesejahteraan orang yang diberi penggantian sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal 129

- 66 -

Pasal 129
Huruf a
Yang dimaksud dengan menaati rencana tata ruang yang telah
ditetapkan adalah kewajiban setiap orang untuk memiliki izin
pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang sebelum
pelaksanaan pemanfaatan ruang.
Huruf b
Yang dimaksud dengan memanfaatkan ruang sesuai dengan izin
pemanfaatan ruang adalah kewajiban setiap orang untuk
melaksanakan pemanfaatan ruang sesuai dengan fungsi ruang
yang tercantum dalam izin pemanfaatan ruang.
Huruf c
Yang dimaksud dengan mematuhi ketentuan yang ditetapkan
dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang adalah kewajiban
setiap orang untuk memenuhi ketentuan amplop ruang dan
kualitas ruang.
Huruf d
Pemberian akses dimaksudkan untuk menjamin agar masyarakat
dapat mencapai kawasan yang dinyatakan dalam peraturan
perundang-undangan

sebagai

milik

umum.

Kewajiban

memberikan akses dilakukan apabila memenuhi syarat berikut:


a.

untuk kepentingan masyarakat umum; dan/atau

b.

tidak ada akses lain menuju kawasan dimaksud.

Yang termasuk dalam kawasan yang dinyatakan sebagai milik


umum, antara lain, adalah sumber air dan pesisir pantai.

Pasal 130
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Masukan dapat berupa informasi, bantuan pemikiran, usul,
saran, pendapat, pertimbangan, dan/atau tanggapan.
Angka 1)

- 67 -

Angka 1)
Persiapan penyusunan rencana tata ruang merupakan
kegiatan untuk mempersiapkan penyusunan rencana
tata ruang dalam satu wilayah tertentu termasuk
penyusunan kerangka acuan (Terms of Reference) yang
memuat latar belakang, tujuan dan sasaran, ruang
lingkup,

jadwal

pelaksanaan,

serta

sumber

pembiayaan.
Angka 2)
Penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan
merupakan

kegiatan

untuk

menentukan

arah

pengembangan wilayah atau kawasan yang akan


dicapai ditinjau dari aspek ekonomi, sosial, budaya,
daya dukung, dan daya tampung lingkungan serta
fungsi pertahanan keamanan.
Angka 3)
Pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan
merupakan

kegiatan

untuk

mengidentifikasikan

berbagai potensi dan masalah pembangunan dalam


satu wilayah atau kawasan perencanaan termasuk
bantuan untuk memperjelas hak atas ruang.
Angka 4)
Cukup jelas.
Angka 5)
Cukup jelas.
Huruf b
Bentuk-bentuk kerja sama antara lain kerja sama dalam
penelitian

dan

pengembangan,

penyelenggaraan

forum

konsultasi, serta penyebarluasan informasi sesuai dengan


ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam

kerja

sama,

masyarakat

antara

lain

dapat

memberikan bantuan teknik dan/atau keahlian.


Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Kerja sama masyarakat dengan Pemerintah/pemerintah
daerah

antara

lain

dapat

berbentuk

public

private

participation, privatisasi, ruilslag, dan turn key.


Dalam

kerja

sama,

masyarakat

antara

lain

dapat

memberikan bantuan teknik dan/atau keahlian.


Huruf c

- 68 -

Huruf c
Yang dimaksud dengan kearifan lokal adalah nilai-nilai
luhur

yang

masih

berlaku

dalam

tata

kehidupan

masyarakat.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang

dimaksud

dengan

dugaan

penyimpangan

atau

pelanggaran kegiatan pemanfaatan ruang antara lain


adalah adanya indikasi memanfaatkan ruang dengan izin
pemanfaatan ruang di lokasi yang tidak sesuai dengan
peruntukannya;

memanfaatkan

ruang

tanpa

izin

pemanfaatan ruang di lokasi yang sesuai peruntukannya;


dan/atau memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan
ruang di lokasi yang tidak sesuai peruntukannya.
Huruf d
Yang dimaksud dengan pembangunan adalah kegiatan
fisik yang memanfaatkan ruang.
Pengajuan keberatan harus disertai dengan alasan yang
jelas, dapat dipertanggungjawabkan dengan mencantumkan
identitas yang jelas, dan dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 131
Cukup jelas.

Pasal 132
Cukup jelas

Pasal 133
Cukup jelas.
Pasal 133

- 69 Pasal 134
Cukup jelas.

Pasal 135
Cukup jelas.

Pasal 136
Cukup jelas.

Pasal 137
Cukup jelas.

Pasal 138
Cukup jelas.

Pasal 139
Cukup jelas.

Pasal 140
Cukup jelas.

Pasal 141
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15

LAMPIRAN I

-1LAMPIRAN I PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR


NOMOR :
5 TAHUN 2012
TANGGAL :
21 JUNI 2012

RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR

PETA RENCANA STRUKTUR RUANG


PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR


ttd
Dr. H. SOEKARWO
LAMPIRAN II

-2LAMPIRAN II PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR


NOMOR
:
5 TAHUN 2012
TANGGAL
:
21 JUNI 2012
.

RENCANA POLA RUANG WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR

PETA RENCANA POLA RUANG


PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR


ttd
Dr. H. SOEKARWO
LAMPIRAN III

-3LAMPIRAN III PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR


NOMOR
:
5 TAHUN 2012
TANGGAL
:
21 JUNI 2012
RENCANA KAWASAN STRATEGIS WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR
A.

KAWASAN STRATEGIS KEPENTINGAN EKONOMI PROVINSI JAWA TIMUR

PETA KAWASAN STRATEGIS


EKONOMI PROVINSI JAWA TIMUR

B. KAWASAN

-4-

B.

KAWASAN STRATEGIS (PERTAHANAN DAN KEAMANAN, KEPENTINGAN SOSIAL DAN BUDAYA, PENDAYAGUNAAN SUMBER DAYA ALAM/TEKNOLOGI TINGGI,
KEPENTINGAN FUNGSI DAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN) PROVINSI JAWA TIMUR

PETA KAWASAN STRATEGIS NON


EKONOMI PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR


ttd
Dr. H. SOEKARWO

LAMPIRAN IV

LAMPIRAN IV PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR


NOMOR
:
5 TAHUN 2012
TANGGAL :
21 JUNI 2012
IV.A. INDIKASI PROGRAM UTAMA LIMA TAHUNAN

No
A.
1.

2.

Program Utama
Perwujudan Struktur Ruang
Perwujudan Sistem Perkotaan
Perencanaan tata ruang dan
zonasi kawasan perkotaan
PKN
Pengembangan perdagangan
dan jasa
Pengembangan
industri,
pariwisata, dan pendidikan
Perencanaan tata ruang dan
zonasi kawasan perkotaan
PKW

Lokasi

Kawasan
Perkotaan
Gerbangkertosusila
dan
Malang
Kawasan
Perkotaan
Gerbangkertosusila
Kawasan Perkotaan Malang

Besaran

Sumber
Dana

2
unit APBN,
masterplan
APBD
Provinsi

Dept.
PU,
Bapeda Provinsi,
Dinas PU Cipta
Karya dan Tata
Ruang Provinsi

Probolinggo, Tuban, Kediri, 10


unit APBD
Madiun,
Banyuwangi, masterplan
Provinsi
Jember, Blitar, Pamekasan,
Bojonegoro, dan Pacitan

Perwujudan Sistem Prasarana


2.1 Sistem Jaringan
Transportasi
2.1.1. Sistem
Jaringan
Transportasi Darat
A. Jaringan Jalan
Pemantapan jaringan Jembatan
Surabaya

jalan bebas hambatan Madura


(Jembatan
antarkota
Suramadu)
Penyelesaian
1. Mantingan Ngawi
pengembangan
2. Ngawi Kertosono
jaringan jalan bebas 3. Kertosono Mojokerto

Instansi
Pelaksana

5,4 km
1. 27,00 km
2. 84,00 km
3. 38,00 km

APBN,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Dept.
PU,
Bapeda Provinsi,
Dinas PU Cipta
Karya dan Tata
Ruang Provinsi

Ditjen
Bina
Marga Dept. PU,
Dinas
Bina
Marga Provinsi
dan Kab/Kota,
BPN
Provinsi

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

-2-

No

Program Utama
hambatan antarkota

Lokasi
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Mojokerto Surabaya
Gempol Pandaan
Pandaan Malang
Gempol Pasuruan
Pasuruan Probolinggo
Probolinggo

Banyuwangi
10. Gresik Tuban
11. Demak Tuban
12. Surabaya Suramadu
Tanjung Bulupandan
Pemantapan jaringan 1. Surabaya Gempol
jalan bebas hambatan 2. Surabaya Gresik
dalam kota
3. Simpang Susun (SS)
Waru Bandara Juanda
Pengembangan
1. Waru
(Aloha)

jaringan jalan bebas


Wonokromo Tanjung
hambatan dalam kota
Perak
2. Bandara
Juanda

Tanjung Perak
Percepatan
Porong Gempol
penyelesaian jaringan
jalan bebas hambatan
antarkota
yang
strategis
Pemantapan
jalan 1. SurabayaMalang
nasional
sebagai 2. Surabaya Mojokerto
jaringan jalan arteri
Jombang Kertosono
primer
Nganjuk Caruban
Ngawi Mantingan
3. Surabaya Lamongan

Besaran
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

Sumber
Dana

37,00 km
14,00 km
30,00 km
32,00 km
40,00 km
156,00 km

Instansi
Pelaksana
dan Kab/Kota,
Jasa Marga

1. 49,00 km
2. 20,70 km
3. 13,50 km
1. 18,40 km
2. 23,00 km

APBN,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Ditjen
Bina
Marga Dept. PU,
Dinas
Bina
Marga Provinsi
dan Kab/Kota,
BPN
Provinsi

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

-3-

No

Program Utama

Lokasi

4.

5.
Pemantapan
jalan
nasional
sebagai
jaringan jalan kolektor
primer

1.
2.
3.
4.
5.

6.
7.
8.
9.
10.

Widang Tuban Bulu


(Batas Jateng)
Surabaya Sidoarjo
Gempol Pasuruan
Probolinggo Situbondo
Banyuwangi
Kamal Bangkalan
Sampang Pamekasan
Sumenep Kalianget
Gresik Sadang Tuban
Babat Bojonegoro
Padangan Ngawi
Ngawi Maospati
Madiun Caruban
Mojokerto Mojosari
Gempol
Glonggong Pacitan
Panggul Durenan
Tulungagung Blitar
Kepanjen Turen
Lumajang Wonorejo
Jember Gentengkulon
Jajag Benculuk
Rogojampi Banyuwangi
Tulungagung Kediri
Kertosono
Malang Kepanjen
Wonorejo Probolinggo
Srono Muncar
Ploso

Pacitan

Hadiwarno

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana
dan Kab/Kota

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

-4-

No

Program Utama

Lokasi

Pemantapan jaringan 1.
jalan strategis nasional
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.

Jalan
Merr
II-C
(Surabaya)
Jalan Lingkar Timur
Sidoarjo (Sidoarjo)
Jalan
Airlangga
(Mojosari)
Padangan Batas Jawa
Tengah (Cepu)
Madiun

Batas
Kabupaten Ponorogo;
Batas
Kabupaten
Madiun Ponorogo
Ponorogo Dengok
Jalan
Diponegoro
(Ponorogo)
Jalan Alun-alun Barat
(Ponorogo)
Jalan
Gatot
Subroto
(Ponorogo)
Dengok

Batas
Kabupaten Trenggalek
Trenggalek

Batas
Kabupaten Ponorogo
Jalan Soekarno Hatta
(Trenggalek)
Jalan
Panglima
Sudirman (Trenggalek)
Jalan
Yos
Sudarso
(Trenggalek)
Jalan Mayjen Sungkono
(Trenggalek)
Panggul Manjungan

Besaran
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.

6,45 km
10,9 km
0,25 km
2,138 km
15,762
km
4,986 km
2,879 km
0,57 km
0,21 km
0,63 km
28,478
km
12,95 km
2,010 km
0,55 km
0,7 km
4,06 km
45 km
25 km
46,93 km
30,17 km
19,2 km
45,3 km
37,8 km
15,5 km
41,84 km
31,5 km
35 km
15 km
45,7 km
34,9 km

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

-5-

No

Program Utama

Lokasi

18.
19.
20.

21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.

Prigi
Durenan (Jalan Raya
Tulungagung) Prigi
Prigi Ngrejo
Ngrejo

Batas
Kabupaten
Tulungagung/Kabupate
n Blitar
Batas
Kabupaten
Tulungagung/Kabupate
n Blitar Pantai Serang
Pantai Serang Batas
Kabupaten Malang
Batas
Kabupaten
Malang Wonogoro
Wonogoro Sendangbiru
Sendangbiru Talok
Jarit Batas Jember
Batas Jember Puger
Puger Sumberejo
Sumberejo Tengkinol
Tengkinol Glenmore
Situbondo Garduatak
Garduatak Silapak
Silapak Paltuding
Paltuding Banyuwangi
Bangkalan Pelabuhan
Tanjung Bumi
Krian By Pass Legundi
Legundi

Pertigaan
Bunder
Ponorogo Biting

Besaran
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.

22,9 km
33 km
21,22 km
28,468
km
12 km
1,95 km
25,5 km
15,72 km
1,11 km
2,61 km

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

-6-

No

Program Utama

Lokasi

39. Jalan
Trunojoyo
(Ponorogo)
40. Jalan Hayam Wuruk
(Ponorogo)
41. Bangkalan Tanjung
Bulupandan Ketapang
Sotabar Sumenep
42. Kamal Kwanyar
Modung Sampang
Pemantapan
jalan 1. Nganjuk Bojonegoro
provinsi
sebagai
Ponco Jatirogo Batas
jaringan jalan kolektor
Jawa Tengah
primer
2. Ponco Pakah
3. Kandangan Pulorejo
Jombang
Ploso
Babat
4. Mojokerto Gedek
Lamongan
5. Mojokerto Mlirip
Legundi Driyorejo
Wonokormo
6. Gedek Ploso
7. Pandangan Cepu
8. Turen

Malang

Pendem Kandangan
Pare Kediri
9. Batu Pacet Mojosari
Krian

Legundi

Bunder
10. Karanglo Pendem
11. Pare Pulorejo
12. Pandaan Tretes

Besaran

Sumber
Dana

APBD
Provinsi,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama

Instansi
Pelaksana

Dinas
Bina
Marga Provinsi
dan Kab/Kota,
BPN
Provinsi
dan Kab/Kota

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

-7-

No

Program Utama

Lokasi
13. Purwodadi Nongkojajar
14. Purwosari Kejayan
Pasuruan
15. Kejayan Tosari
16. Pilang Sukapura
17. Lumajang Kencong
Kasihan Balung

Ambulu Mangli
18. Kasihan Puger
19. Jember Bondowoso
Situbondo
20. Gentengkulon

Wonorekso Rogojampi
21. Dengok Trenggalek
22. Blitar Srengat Kediri
Nganjuk
23. Arjosari Nawangan
24. Pacitan Arjosari
Dengok Ponorogo
Madiun
25. Maospati Magetan
Cemorosewu
26. Bangkalan
Tanjung
Bumi
Ketapang
Sotobar Sumenep
Lumbang
27. Ponorogo Biting
28. Ngantru Srengat
29. Gemekan Gondang
Pacet Trawas
30. Talok Druju Sendang
Biru

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

-8-

No

Program Utama

Lokasi

31. Grobogan

Pondok
Dalem
32. Balung Rambipuji
33. Situbondo Buduan
34. Maesan Kalisat
Sempolan
35. Genteng Temuguru
Wonorekso
36. Jajag Bangorejo
Pasanggaran
37. Benculuk Grajagan
38. Glagahagung

Tegaldimo
39. Sampang Ketapang
40. Sampang Omben
Pamekasan
41. Pamekasan Sotabar
Pengembangan
1. Lakarsantri Bringkang
jaringan jalan strategis 2. Jalan Raya Menganti
provinsi
(Kota Surabaya)
3. Cemeng
Kalang

Sukodono
4. Sukodono Dungus
5. Dungus Kletek
6. Ploso Batas Kabupaten
Nganjuk
7. Batas
Kabupaten
Jombang Kertosono
8. Blitar Pantai Serang
9. Jalan Bali (Kota Blitar)
10. Batas Kota Malang
Bandara
Abdul

Besaran

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

7,3 km
9,18 km
5,9 km
1,25 km
4 km
8,4 km
21,71 km
43,9 km
0,15 km
4,9 km
2,05 km
4,6 km
4,384 km
3,99 km
13,2 km

Sumber
Dana

APBD
Provinsi,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama

Instansi
Pelaksana

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

-9-

No

Program Utama

Lokasi

11.
12.
13.

14.
15.
16.
17.
18.

Pemantapan prasarana
terminal
penumpang
tipe A

19.
20.
21.
22.
23.
1.
2.
3.
4.
5.

Rachman Saleh
Jalan Laksda Adisucipto
(Kota Malang)
Karangploso

Giri
Purwo (Batas Kota Batu)
Batas
Kabupaten
Malang Simpang Tiga
Jalan
Brantas
(Kota
Batu)
Sukapura Lambang
Kuning
Sukapura Ngadisari
Tempeh Kunir
Kunir Karangrejo
Karangrejo

Yosowilangun
Asembagus Jangkar
Rogung Torjun
Sampang Rogung
Kedungpring Mantup
Slopeng Lombang
Terminal
Pacitan
di
Kabupaten Pacitan
Terminal
Seloaji
di
Kabupaten Ponorogo
Terminal
Tulungagung
di
Kabupaten
Tulungagung
Terminal Tawangalun di
Kabupaten Jember
Terminal Brawijaya dan
Terminal Sri Tanjung di

Besaran
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

6,1 km
4,6 km
6,7 km
3,8 km
8,92 km
14, 01

20
terminal
(19
Kabupaten/Ko
ta)

APBD
Provinsi,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama

Dinas
Perhubungan
Provinsi
dan
Kab/Kota

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

- 10 -

No

Program Utama

Lokasi
Kabupaten Banyuwangi
6. Terminal
Ngawi
di
Kabupaten Ngawi
7. Terminal Kambang Putih
di Kabupaten Tuban
8. Terminal Aryawiraraja

di
Sumenep

Kabupaten

9. Terminal Tamanan di
Kota Kediri
10. Terminal Patria di Kota
Blitar
11. Terminal Arjosari di Kota
Malang
12. Terminal Bayuangga di
Kota Probolinggo
13. Terminal
Purbaya
di
Kota Madiun
14. Terminal Purabaya di
Kabupaten Sidoarjo
15. Terminal Tambak Oso
Wilangun
di
Kota
Surabaya
16. Terminal Pandaan di
Kabupaten Pasuruan
17. Terminal Rejakwesi di
Kabupaten Bojonegoro
18. Terminal Bangkalan di
Kabupaten Bangkalan
19. Terminal
Ceguk
di
Kabupaten Pamekasan

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

- 11 -

No

Program Utama
Pemantapan prasarana
terminal
penumpang
tipe B

Lokasi

Besaran

1. Terminal Purwoasri di
Kabupaten Kediri
2. Terminal Kepanjen dan
Terminal
Dampit
di
Kabupaten Malang
3. Terminal
Arjasa
di
Kabupaten Jember
4. Terminal Wiroguno dan
Terminal Brawijaya di
Kabupaten Banyuwangi
5. Terminal Bondowoso di
Kabupaten Bondowoso
6. Terminal
Besuki
di
Kabupaten Situbondo
7. Terminal Larangan di
Kabupaten Sidoarjo
8. Terminal Kepuhsari di
Kabupaten Jombang
9. Terminal Anjuk Ladang
dan Terminal Kertosono
di Kabupaten Nganjuk
10. Terminal Caruban di
Kabupaten Madiun
11. Terminal Magetan di
Kabupaten Magetan
12. Terminal Padangan di
Kabupaten Bojonegoro
13. Terminal Lamongan dan
Terminal
Babat
di
Kabupaten Lamongan
14. Terminal
Bunder
di
Kabupaten Gresik

27
terminal
(22
Kabupaten/Ko
ta)

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

- 12 -

No

Program Utama

Lokasi

Pengembangan
terminal
penumpang
tipe A

Peningkatan
prasarana
penumpang
tipe A

kelas
terminal
menjadi

15. Terminal Sampang di


Kabupaten Sampang
16. Terminal
Landungsari
dan Terminal Hamid
Rusdi di Kota Malang
17. Terminal
Untung
Suropati
di
Kota
Pasuruan
18. Terminal Kertajaya di
Kota Mojokerto
1. Terminal
Sidoarjo
di
Kabupaten Sidoarjo
2. Terminal Kepuhsari di
Kabupaten Jombang
3. Terminal Rajegwesi di
Kabupaten Bojonegoro
4. Terminal
Burneh
di
Kabupaten Bangkalan
5. Terminal Sumenep di
Kabupaten Sumenep
6. Terminal
Paciran
di
Kabupaten Lamongan
7. Terminal Kertajaya di
Kota Mojokerto
1. Terminal Trenggalek di
Kabupaten Trenggalek
2. Terminal Minak Koncar
di Kabupaten Lumajang
3. Terminal Situbondo di
Kabupaten Situbondo
4. Terminal Joyoboyo di
Kota Surabaya

Besaran

7 terminal (7
Kabupaten/Ko
ta)

5 terminal (5
Kabupaten/
Kota)

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

- 13 -

No

Program Utama

Pengembangan/
Peningkatan
kelas
prasarana
terminal
penumpang
menjadi
tipe B

B. Jaringan Kereta Api


Pemantapan
sistem
jaringan kereta api

Lokasi

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

5. Terminal Batu di Kota


Batu
1. Terminal Kraksaan di 6 terminal (6
Kabupaten Probolinggo
Kabupaten)
2. Terminal
Wlingi
di
Kabupaten Blitar
3. Terminal Sendang Biru
di Kabupaten Malang
4. Terminal
Prigi
di
Kabupaten Trenggalek
5. Terminal Pare di
Kabupaten Kediri
6. Terminal Maospati di
Kabupaten Magetan
1. Surabaya (Pasar Turi) 4 rute
Lamongan Babat
Bojonegoro Cepu
2. Surabaya
(Semut)

Surabaya (Gubeng)
Surabaya (Wonokromo)
Jombang Kertosono
Nganjuk Madiun Solo
3. Surabaya
(Semut)

Surabaya (Gubeng)
Surabaya (Wonokromo)
Sidoarjo Bangil
Pasuruan Probolinggo
Jember Banyuwangi
4. Surabaya
(Semut)

Surabaya (Gubeng)

APBN,
APBD
Provinsi,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Dept.
Perhubungan,
Dinas
Perhubungan
Provinsi
dan
Kab/Kota,
PT.
KAI

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

- 14 -

No

Program Utama

Pengembangan
kereta api ganda

Lokasi

jalur

Revitalisasi
jaringan
kereta api di Pulau
Madura, dalam satu
jaringan transportasi
massal kereta api yang

Besaran

Surabaya (Wonokromo)
Sidoarjo Bangil
Lawang Malang Blitar
Tulungagung Kediri
Kertosono Surabaya
1. Surabaya (Pasar Turi) 5 rute
Lamongan Babat
Bojonegoro Cepu
2. Surabaya
(Semut)

Surabaya
(Gubeng)

Surabaya (Wonokromo)
Jombang Kertosono
Nganjuk Madiun Solo
3. Surabaya
(Semut)

Surabaya
(Gubeng)

Surabaya (Wonokromo)
Sidoarjo

Bangil

Pasuruan Probolinggo
Jember Banyuwangi
4. Surabaya
(Semut)

Surabaya
(Gubeng)

Surabaya (Wonokromo)
Sidoarjo

Bangil

Lawang Malang Blitar


Tulungagung Kediri
Kertosono Surabaya
5. Gubeng Juanda
Bangkalan

Kamal
1 rute
Sampang Pamekasan Sumenep

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

- 15 -

No

Program Utama
terintegrasi
dengan
jaringan
perkeretaapian
di
Surabaya
Optimalisasi
konservasi
jalur
perkeretaapian
mati
sebagai alternatif jalur
kereta api bila jalur
Porong ditutup
Percepatan
pembangunan
baru
jaringan
jalur
KA
Porong

Gempol
akibat luapan lumpur
lapindo
Konservasi
jalur
perkeretaapian mati

Lokasi

Besaran

Sidoarjo Tulangan Tarik

Sidoarjo
(Tulangan)
Gunung Gangsir

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Bojonegoro Jatirogo
Madiun Ponorogo
Slahung
Mojokerto Mojosari
Porong
Ploso Mojokerto
Krian
Malang

Turen
Dampit
Malang

Pakis
Tumpang
Babat Jombang
Babat Tuban
Kamal Bangkalan
Sampang Pamekasan

1 rute

1 rute

15 rute

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

- 16 -

No

Program Utama

Lokasi

Sumenep
10. Jati Probolinggo
Paiton
11. Klakah Lumajang
Pasirian
12. Lumajang Gumukmas
Balung Rambipuji
13. Panarukan Situbondo
Bondowoso Kalisat
Jember
14. Rogojampi Benculuk
15. Perak

Wonokromo
(bekas jalur Trem)
Pengembangan
jalur Kota
Surabaya
dan
kereta api melayang
sekitarnya
Pemantapan
dan 1. Stasiun Nganjuk dan
pengembangan
Stasiun Kertosono di
prasarana
stasiun
Kabupaten Nganjuk
kereta api
2. Stasiun
Jombang
di
Kabupaten Jombang
3. Stasiun Tulungagung di
Kabupaten Tulungagung
4. Stasiun Bojonegoro di
Kabupaten Bojonegoro
5. Stasiun Lamongan di
Kabupaten Lamongan
6. Stasiun
Sidoarjo
di
Kabupaten Sidoarjo
7. Stasiun
Bangil
di
Kabupaten Pasuruan
8. Stasiun
Klakah
di
Kabupaten Lumajang

Besaran

1 rute
26 stasiun (19
Kabupaten/Ko
ta)

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

- 17 -

No

Program Utama

Pembangunan stasiun
kereta api di Pulau

Lokasi

Besaran

9. Stasiun
Jember
di
Kabupaten Jember
10. Stasiun
Banyuwangi
Baru
di
Kabupaten
Banyuwangi
11. Stasiun
Lawang
di
Kabupaten Malang
12. Stasiun Madiun di Kota
Madiun
13. Stasiun Kediri di Kota
Kediri
14. Stasiun Blitar di Kota
Blitar
15. Stasiun Mojokerto di
Kota Mojokerto
16. Stasiun Surabaya Pasar
Turi, Stasiun Surabaya
Kota, Stasiun Sidotopo,
Stasiun
Kalimas,
Stasiun
Wonokromo,
Stasiun
Surabaya
Gubeng
di
Kota
Surabaya
17. Stasiun Probolinggo di
Kota Probolinggo
18. Stasiun Pasuruan di
Kota Pasuruan
19. Stasiun Kota Baru dan
Kota Lama di Kota
Malang
1. Stasiun
Kamal
dan 5 stasiun (4
Stasiun Bangkalan di Kabupaten)

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

- 18 -

No

Program Utama

Lokasi

Kabupaten Bangkalan
2. Stasiun
Sampang
di
Kabupaten Sampang
3. Stasiun Pamekasan di
Kabupaten Pamekasan
4. Stasiun
Sumenep
di
Kabupaten Sumenep
Pemantapan prasarana Rambipuji
di
Kabupaten
dryport
Jember
Pengembangan
1. Kota Malang
prasarana dryport
2. Kota Madiun
3. Kota Kediri
Pemantapan prasarana 1. Terminal barang Waru di
terminal barang
Kabupaten Sidoarjo
2. Terminal barang Babat
di Kabupaten Lamongan
3. Terminal barang Pasar
Turi di Kota Surabaya
Pengembangan
Terminal barang Kalimas di
prasarana
terminal Kota Surabaya
barang
C. Pelabuhan
Penyeberangan
Pemantapan
Pelabuhan Tanjung Perak di
pelabuhan pelayanan Kota Surabaya
penyeberangan
antarprovinsi
Pengembangan
1. Pelabuhan Ketapang di
pelabuhan pelayanan
Kabupaten Banyuwangi
penyeberangan
2. Pelabuhan Paciran di
antarprovinsi
Kabupaten Lamongan

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Madura

1 lokasi
3 lokasi
3 terminal (3
Kabupaten/Ko
ta)

1 terminal (1
Kota)

1
pelabuhan APBN,
(1 Kota)
Investasi
Swasta,
dan/atau
2
pelabuhan Kerjasama
(2 Kabupaten) Pendanaan

Dept.
Perhubungan,
Dinas
Perhubungan
Provinsi
dan
Kab/Kota,
PT.
Pellindo

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

- 19 -

No

Program Utama
Pengembangan
pelabuhan pelayanan
penyeberangan
antarkabupaten/kota

Pemantapan
pelabuhan
penyeberangan dalam
wilayah
kabupaten/kota

Lokasi

Besaran

1. Pelabuhan Ujung di Kota


Surabaya
2. Pelabuhan
Kamal
di
Kabupaten Bangkalan
3. Pelabuhan Bawean di
Kabupaten Gresik
4. Pelabuhan Jangkar di
Kabupaten Situbondo
5. Pelabuhan
Kalianget,
Pelabuhan
Raas,
Pelabuhan Kangean dan
Pelabuhan Sapudi di
Kabupaten Sumenep
6. Pelabuhan Gili Ketapang
di
Kabupaten
Probolinggo
7. Pelabuhan Probolinggo
di Kota Probolinggo
8. Pelabuhan Paciran di
Kabupaten Lamongan
1. Pelabuhan Kangean dan
Pelabuhan Sapudi di
Kabupaten Sumenep
2. pelabuhan
Gresik di
Kabupaten Gresik.

11 pelabuhan
(8
Kabupaten/Ko
ta)

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

APBD
Provinsi,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Dinas
Perhubungan
Provinsi
dan
Kab/Kota,
PT.
Pellindo

3
pelabuhan APBD
(2 kabupaten)
Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Dinas
Perhubungan
Provinsi
dan
Kab/Kota,
PT.
Pellindo

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

- 20 -

No

Program Utama
2.1.2. Transportasi Laut
A. Pelabuhan
angkutan
laut
Pemantapan
pelabuhan utama
Pengembangan
pelabuhan
utama
Tanjung Perak dalam
satu sistem dengan
rencana
pengembangan
pelabuhan
di
sekitarnya
Pengembangan
pelabuhan utama

Pemantapan
pelabuhan pengumpul
Pengembangan
pelabuhan pengumpul

Lokasi

Besaran

Pelabuhan Tanjung Perak di


Kota Surabaya
1. pelabuhan di wilayah
antara Teluk Lamong
sampai
Kabupaten
Gresik
2. pelabuhan
Socah
di
Kabupaten Bangkalan
3. pelabuhan
Tanjung
Bulupan
dan
di
Kabupaten Bangkalan
1. Pelabuhan Sendangbiru
di Kabupaten Malang
2. Pelabuhan
Tanjung
Wangi
di
Kabupaten
Banyuwangi
Pelabuhan
Gresik
di
Kabupaten Gresik
1. Pelabuhan
Gelon
di
Kabupaten Pacitan
2. Pelabuhan
Sampang/Taddan
di
Kabupaten Sampang
3. Pelabuhan Sendang Biru
di Kabupaten Malang
4. Pelabuhan Prigi di
Kabupaten Trenggalek
5. Pelabuhan Pasuruan di

1
pelabuhan
(1 Kota)
3
pelabuhan
(3 Kabupaten)

2
pelabuhan
(2 Kota)

1
pelabuhan
(1 Kabupaten)
5
pelabuhan
(5
Kabupaten/Ko
ta)

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

APBN,
APBD
Provinsi dan
Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Dept.
Perhubungan,
Dinas
Perhubungan
Provinsi
dan
Kab/Kota,
PT.
Pellindo

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

- 21 -

No

Program Utama

Lokasi

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Kota Pasuruan
Pemantapan
pelabuhan pengumpan
regional
Pengembangan
pelabuhan pengumpan
lokal

Pelabuhan
Tuban
Kabupaten Tuban

di 1
pelabuhan
(1 kabupaten)

Pelabuhan
Dungkek, 3
pelabuhan
Pelabuhan Pagerungan dan (1 kabupaten)
Pelabuhan Nunggunung di
Kabupaten Sumenep

2.1.3. Transportasi Udara


A. Bandar Udara Umum
Pengembangan bandar Bandar udara Juanda di
udara
pengumpul Kabupaten Sidoarjo
(hub) skala pelayanan
primer
Peningkatan
bandar Bandar
udara
udara
pengumpul Abdulrachman
Saleh
di
(hub) skala pelayanan Kabupaten Malang
tersier
Alternatif
Kabupaten Lamongan
pembangunan
baru
bandar udara sebagai
pengembangan bandar
udara Juanda
Pengembangan bandar 1. Bandar udara Trunojoyo
udara
pengumpan
di Kabupaten Sumenep
(spoke)
2. Bandar
udara
Blimbingsari
di
Kabupaten Banyuwangi
3. Bandar udara Bawean di
Kabupaten Gresik
4. Bandar
udara
Noto

1
bandar APBN,
udara
(1 APBD
kabupaten)
Provinsi dan
Kab/ Kota,
1
bandar Investasi
udara
(1 Swasta,
dan/atau
kabupaten)
Kerjasama
1
bandar Pendanaan
udara
(1
kabupaten)
6
bandar APBD
udara
(6 Provinsi dan
kabupaten)
Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Dept.
Perhubungan,
Dinas
Perhubungan
Provinsi
dan
Kab/Kota,
Angkasa Pura

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

- 22 -

No

Program Utama

Lokasi

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

APBD
Provinsi dan
Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

PLN,
Dinas
Energi
dan
Sumber
Daya
Mineral, Swasta

Hadinegoro
di
Kabupaten Jember
5. Bandar
udara
di
Kabupaten Blitar
6. Bandar
udara
di
Kabupaten Bojonegoro
B. Bandar Udara Khusus
Pemantapan
bandar
udara khusus militer

1. Lapangan Udara TNIAU


Iswahyudi di Kabupaten
Magetan
2. Lapangan Udara TNIAU
Pacitan di Kabupaten
Pacitan
3. Lapangan Udara TNIAL
Raci
di
Kabupaten
Pasuruan
4. Lapangan Udara TNIAD
Melik
di
Kabupaten
Situbondo
Pemantapan
bandar bandar udara Pagerungan di
udara khusus sipil
Kabupaten Sumenep
2.2 Sistem Jaringan Energi
2.1.4. Sumber Energi
Pengembangan energi air 1. Kabupaten Nganjuk
untuk pembangkit listrik 2. Kabupaten Bojonegoro
tenaga mikrohidro
3. Kabupaten Banyuwangi
4. Kabupaten Situbondo
5. Kabupaten Bondowoso
6. Kabupaten Jember
7. Kabupaten Lumajang
8. Kabupaten Malang

4
bandar
udara
(4
kabupaten)

1 lokasi (1
kabupaten)
21
kabupaten/ko
ta

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

- 23 -

No

Program Utama

Pengembangan
angin

Lokasi

energi

Pengembangan energi air


untuk PLTA

9. Kabupaten Probolinggo,
10. Kabupaten Blitar
11. Kabupaten Tulungagung
12. Kabupaten Trenggalek
13. Kabupaten Pacitan
14. Kabupaten Madiun
15. Kabupaten Magetan
16. Kabupaten Pasuruan
17. Kabupaten Mojokerto
18. Kabupaten Ponorogo
19. Kabupaten Jombang
20. Kabupaten Gresik
21. Kota Batu
1. Kabupaten Pacitan
2. Kabupaten Trenggalek
3. Kabupaten Tulungagung
4. Kabupaten Blitar
5. Kabupaten Malang
6. Kabupaten Lumajang
7. Kabupaten Jember
8. Kabupaten Banyuwangi
9. Kabupaten Bondowoso
10. Kabupaten Bangkalan
11. Kabupaten Sampang
12. Kabupaten Pamekasan
13. Kabupaten Sumenep
14. Kabupaten Tuban
1. Karangkates, Wlingi
2. Ledoyo
3. Selorejo
4. Sengguruh
5. Tulungagung

Besaran

14 kabupaten

11 lokasi

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

- 24 -

No

Program Utama

Lokasi

Pengembangan
surya

energi

Pengembangan
panas bumi

energi

Besaran

6. Mendalan
7. Siman
8. Madiun
9. Kesamben
10. Kalikonto
Seluruh kabupaten/kota di 38
Jawa Timur
kabupaten/ko
ta
1. Melati dan Arjosari di 10 lokasi
Kabupaten Pacitan
2. Telaga Ngebel - Wilis di
Kabupaten Ponorogo dan
Kabupaten Madiun
3. Gunung
Pandan
di
Kabupaten
Madiun,
Kabupaten Bojonegoro,
dan Kabupaten Nganjuk
4. Gunung Arjuno Welirang
di Kabupaten Mojokerto,
Kabupaten
Pasuruan,
dan Kabupaten Malang
5. Cangar dan Songgoriti di
Kota
Batu
dan
Kabupaten Malang
6. Aeng Panas Tirtosari di
Kabupaten Sumenep
7. Argopuro di Kabupaten
Probolinggo, Kabupaten
Situbondo,
Kabupaten
Bondowoso,
dan
Kabupaten Jember)
8. Tiris
(Gunung

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

APBN,
APBD
Provinsi dan
Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Dept.
ESDM,
Dinas
ESDM
Provinsi
dan
Kab/Kota, PLN

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

- 25 -

No

Program Utama

Lokasi

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Lamongan) di Kabupaten
Probolinggo
dan
Kabupaten Lumajang
9. Belawan-Ijen
di
Kabupaten Bondowoso,
Kabupaten
Situbondo,
dan
Kabupaten
Banyuwangi
10. Gunung
Lawu
di
Kabupaten Magetan
Pengembangan
gelombang laut

energi 1. Kabupaten Pacitan


13 kabupaten
2. Kabupaten Trenggalek
3. Kabupaten Tulungagung
4. Kabupaten Blitar
5. Kabupaten Malang
6. Kabupaten Lumajang
7. Kabupaten Jember
8. Kabupaten Banyuwangi
9. Kabupaten Tuban
10. Kabupaten Bangkalan
11. Kabupaten Sampang
12. Kabupaten Pamekasan
13. Kabupaten Sumenep
Pengembangan biogas
Seluruh kabupaten/kota di 38
Jawa Timur
kabupaten/ko
ta
Pengembangan
energi Seluruh kabupaten/kota di 38
biomassa
Jawa Timur
kabupaten/ko
ta

Dept. Kelautan
dan Perikanan,
Dinas Kelautan
dan
Perikanan
Provinsi
dan
Kab/Kota, PLN

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

- 26 -

No

Program Utama
2.1.5. Kelistrikan
Pengembangan
pembangkit
untuk
peningkatan
kapasitas
tenaga listrik di Jawa Bali
(termasuk Pulau Madura)

Pengembangan jaringan
transmisi 500 kV

Lokasi

Besaran

1. Plant di Grindulu PS 8 lokasi


(4x250 MW)
2. IPP on Going di PLTU
Paiton 3-4 (800 MW)
3. PLTU Tanjung AwarAwar (2x350 MW)
4. PLTU
Jatim
Selatan
(2x315 MW)
5. PLTU
Paiton
Baru
(1x660MW)
6. Madura (2x100 MW)
7. Ngebel (3x55 MW)
8. Belawan Ijen (2x55 MW)
1. Ngimbang-Inc.
(Sbrat- 10 lokasi
Ungar)
2. Paiton New-Paiton Old
3. Surabaya Selatan-Grati
4. Paiton-Grati 3rd
5. Grindulu
PSKebonagung
6. Kapal
JB
CrossingPaiton
7. Grati-Kediri 1st
8. Kebonagung- Inc. (GratiKediri) 1st
9. Ngoro-Inc (Paiton-Kediri)
2nd
10. Tanjung Pelang PLTUKediri

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana
Dept. Kelautan
dan Perikanan,
Dinas Kelautan
dan
Perikanan
Provinsi
dan
Kab/Kota, PLN

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

- 27 -

No

Program Utama
Pengembangan jaringan
transmisi 150 kV

Lokasi

Besaran

1. BabatTuban
40 lokasi
2. Bambe/Bringkang
Karangpilang
3. Buduran
II/SedatiInc
(BangilWaru)
4. Cerme-Inc(Sgmdu
Lmgan)
5. GratiGondangwetan
6. Jatim Selatan PLTU
Pacitan II
7. Jatim Selatan PLTU
Wonogiri
8. JombangJayakertas
9. Kabel Jawa Madura
Suramadu
10. KalisariSurabaya
Selatan
11. KetapangGilimanuk
12. KraksaanProbolinggo
13. New NgimbangBabat
14. New Ngimbang-Mliwang
15. PaciranBrondong
Lamongan
16. Pacitan IIPonorogo
17. Padangsambian
Pesanggaran
18. Paiton NewPaiton Old
19. PerakUjung
20. Sambi Kerep/Tandes II
Inc. (WaruGresik)
21. Simogunung/Gsari
(SwhanWaru)

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

- 28 -

No

Program Utama

Pengembangan jaringan
transmisi 70 kV

Lokasi

Besaran

22. Tanjung
Awar-awar
PLTUTuban
23. Tulungagung IIKediri
24. Wlingi IIKediri
25. BanyuwangiGilimanuk
26. BanyuwangiKetapang
27. Blimbing IIInc. (PIER
Pakis)
28. Ponorogo IIManisrejo
29. Purwosari/Sukorejo II
Inc. (PIER-Pakis)
30. WaruDarmo Granti
31. New
PorongNgoro
Sidoarjo/Porong IBangil
32. Ijen PLTPBanyuwangi
33. New
Banyuwangi
Genteng
34. Ponorogo
IINew
Tulungagung
35. Madura
PLTUInc.
(Spang-Pksan)
36. Kalikonto
PLTABumi
Cokro
37. Wilis/Ngebel
PLTP
Pacitan II
38. Arjuno PLTPMojokerto
39. Iyang Argopuro PLTP
Probolinggo
40. Turen
II-Inc.
(Kbagn
Pakis)
Driyorejo-Miwon
1 lokasi

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

- 29 -

No

Program Utama

Lokasi

Pengembangan
induk 500/150

gardu

Pengembangan
induk 150/70
Pembangunan
induk 150/20 kV

gardu
gardu

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
1.
2.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.

Kediri
Paiton
Surabaya Selatan
Grati
Krian
Kebonagung
Ngoro
Sekarputih
Bangil (GIS)
Bondowoso
Buduran
Driyorejo
Segoromadu
Sekarputih
Sengkaling
Situbondo
Sumenep
Tulungagung II
Wlingi II
Blimbing II
Gondang Wetan
Ponorogo II
Purwosari/Sukorejo II
Sidoarjo
Ujung
Kebonagung
New Porong
Buduran I/Sedati
Petrokimia
Banyuwangi
Genteng
Kedinding

Besaran
7 lokasi

2 lokasi
86 lokasi

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

- 30 -

No

Program Utama

Lokasi
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.

Kraksaan
Kupang
Lawang
Manyar
Surabaya Selatan
Tuban
Wlingi I
Cerme
Jombang
Paiton
PIER
PLTP Ijen
Simpang
Undaan
Rungkut
Wonokromo
Bangkalan
Bojonegoro
Jember
Perak
PLTA Kesamben
PLTA Kalikonto
Tanggul
Babat
Lamongan
Mojoagung
Ngawi
Balongbendo
Bangil
Kasih Jatim
Lumajang
Ngagel

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

- 31 -

No

Program Utama

Lokasi
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
76.
77.
78.
79.
80.
81.
82.
83.
84.
85.
86.

Ngoro
Pamekasan
Pemaron
Sawahan
Gunungsari/
Simogunung
Karangkates
Karangpilang
Kediri Baru
Kertosono II
Krian
Ngimbang
Paciran/Brondong
Padang Sambian
PLTP Iyang Argopuro
Probolinggo
Simpang
Sukolilo
Waru
Bringkang/Bambe
Bulukandang
Gembong
Jayakertas
Kalisari
Sampang
Sedati/Buduran II
Turen II
Babadan
Baturiti
Darmogrand
Pacitan II
Wlingi

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

- 32 -

No

Program Utama
penambahan
trafo
distribusi 70/20 kV

2.2.3. Migas
Pemantapan
pipa minyak
bumi

Lokasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.

Blimbing
Tarik
Trenggalek
Nganjuk
Turen
Dolopo
Selorejo PLTA
Pare
Sengguruh PLTA
Magetan
Siman
Blitar Baru
Ponorogo
Caruban
Mranggen
Polehan
Tulungagung PLTA
Sukorejo

jaringan Jaringan pipa minyak, gas,


dan gas dan bangunan lepas pantai
di Ujungpangkah, Poleng,
Ojongm dan di sekitar
perairan Pulau Kangean
Pengembangan jaringan 1. Beji Gunung Gangsir
pipa minyak dan gas
Pandaan
bumi
2. Wunut R/S Porong
3. Wunut Taman
4. R/S Porong Kota
Sidoarjo
5. Cerme Legundi

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

18 lokasi

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

5,37 Km
8,7 Km
28,8 Km
15,3 Km
20,67 Km
30,13 Km
11,08 Km

Dept.
ESDM,
Dinas
ESDM
Provinsi
dan
Kab/Kota,
Pertamina

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

- 33 -

No

Program Utama

Lokasi
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.

21.

22.

23.
24.

Manyar Panceng
Kota Pasuruan
Pandaan
Jetis
Mojokerto Jombang
Panceng Tuban
Jombang Nganjuk
Kertosono Kediri
Bunder Lamongan
Lamongan Babat
Pandaan Purwodadi
Babat Bojonegoro
Purwodadi Lawang
Nganjuk Madiun
Kangean - R/S Porong
(Kabupaten Sidoaarjo) Kecamatan
Bungah
(Kabupaten Gresik)
Jaringan gas ke arah
utara
menjangkau
Kecamatan Bungah dan
Pulau
Bawean
di
Kabupaten Gresik
jaringan gas ke arah
selatan terbatas pada
Kecamatan
Pandaan,
Kabupaten Pasuruan
jaringan gas ke arah
barat terbatas pada Kota
Mojokerto
jaringan gas ke arah
timur
menjangkau

Besaran
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.

5,6 Km
20,1 Km
50,09 Km
70,2 Km
40,1 Km
40,3 Km
30,08 Km
29,16 Km
35,07 Km
35,16 Km
15,08 Km
50,07 Km

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

- 34 -

No

Program Utama

Lokasi

25.

Pengembangan
dan prasarana
dan gas bumi

sumber
minyak

2.3 Sistem Jaringan


Telekomunikasi dan
Informatika
Pengembangan
jaringan
terrestrial
yang
menggunakan sistem kabel
Pengembangan
jaringan
terrestrial
tower
yang
menggunakan
sistem
nirkabel atau BTS (Base
Transceiver Station) terpadu

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

APBN,
APBD
Provinsi dan
Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Depkominfo,
Dinas Informasi
dan Komunikasi,
PT. Telkom

Kabupaten dan Kota


Probolinggo serta Leces
jaringan pipa minyak,
gas, dan bangunan lepas
pantai di Ujungpangkah,
Poleng, Ojong, dan di
sekitar perairan Pulau
Kangean
hingga
ke
provinsi Jawa Tengah
dan Pulau Kalimantan.
Kabupaten Bojonegoro
9 kabupaten
Kabupaten Bangkalan
Kabupaten Gresik
Kabupaten Lamongan
Kabupaten Pemekasan
Kabupaten Sidoarjo
Kabupaten Sampang
Kabupaten Sumenep
Kabupaten Tuban

Seluruh
wilayah
kabupaten/kota
sampai
wilayah terpencil
Seluruh kabupaten/kota di 38
Jawa Timur
kabupaten/
kota

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

- 35 -

No

Program Utama
Pengembangan
jaringan
satelit, dapat menggunakan
tower maupun non tower
2.4 Sistem Jaringan Sumber
Daya Air
Pengelolaan sumber daya air
di wilayah sungai

Lokasi
Wilayah
terpencil
kabupaten/kota di
Timur

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

APBN,
APBD
Provinsi dan
Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Dinas PU Cipta
karya
dan
Pengairan
Provinsi
dan
Kab/Kota,
PDAM,
Jasa
Tirta

di
Jawa

a.Wilayah Sungai Bengawan


Solo :
1. Waduk Kedung Bendo di
Kabupaten Pacitan
2. Telaga
Ngebel
Dam,
Waduk Bendo, Waduk
Slahung dan Bendungan
Badegan di Kabupaten
Ponorogo
3. Bendungan
Gerak
Bojonegoro,
Waduk
Nglambangan,
Waduk
Kedung Tete,
Waduk
Pejok,
Waduk
Kerjo,
Waduk Gonseng, Waduk
Mundu, Waduk Belung,
dan Bendungan Belah di
Kabupaten Bojonegoro
4. Bendungan
Gerak
Karangnongko, Waduk
Kedung Bendo, Waduk
Sonde, Waduk Pakulon,
Waduk Alastuwo, dan
Bendungan Genen di
Kabupaten Ngawi
5. Waduk
Kresek
dan
Waduk
Tugu
di

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

- 36 -

No

Program Utama

Lokasi
Kabupaten Madiun
6. Waduk
Tawun
dan
Waduk
Ngampon
di
Kabupaten Tuban
7. Bendung
Gerak
Sembayat,
Waduk
Gondang, dan Waduk
Cawak di Kabupaten
Lamongan
8. Waduk
Gonggang
di
Kabupaten Magetan
b.Wilayah Sungai Brantas :
1. Bendungan Genteng I,
Bendungan
Lesti
III,
Bendungan
Kepanjen,
Bendungan
Lumbangsari,
Bendungan Kesamben,
Bendungan Kunto II,
dan Karangkates III, IV
di Kabupaten Malang
2. Bendungan
Tugu
di
Kabupaten Trenggalek
3. Bendungan Beng dan
Bendungan
Kedungwarok
di
Kabupaten Jombang
4. Bendungan
Ketandan,
Bendungan
Semantok
dan Bendungan Kuncir
di Kabupaten Nganjuk

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

- 37 -

No

Program Utama

Lokasi
5. Bendungan Babadan di
Kabupaten Kediri
6. Bendungan Wonorejo di
Kabupaten Tulungagung
c.Wilayah Sungai Welang
Rejoso :
1. Bendung
Licin
di
Kabupaten Pasuruan
2. Waduk Suko, Waduk
Kuripan, Embung Boto
di
Kabupaten
Probolinggo
d.Wilayah Sungai Pekalen
Sampean :
1. Waduk Taman, Embung
Pace, Embung Gubri,
Embung
Klabang,
Waduk
Tegalampel,
Waduk
Karanganyar,
Waduk
Sukokerto,
Waduk
Botolinggo,
Embung Blimbing dan
Embung
Krasak
di
Kabupaten Bondowoso
2. Embung
Banyuputih,
Embung
Tunjang,
Embung
Wringinanom
dan Embung Nogosromo
di Kabupaten Situbondo

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

- 38 -

No

Program Utama

Lokasi

Besaran

e.Wilayah
Sungai
Baru
Bajulmati :
1. Embung
Singolatri,
Waduk
Kedawang,
Waduk
Bajulmati,
Embung
Bomo
dan
Embung
Sumber
Mangaran di Kabupaten
Banyuwangi
f.Wilayah Sungai Bondoyudo
Bedadung :
1. Waduk
Antrogan
di
Kabupaten Jember
g.Wilayah Sungai Kepulauan
Madura :
1. Waduk
Nipah
di
Kabupaten Sampang
2. Waduk
Blega
di
Kabupaten Bangkalan
3. Waduk
Samiran
di
Kabupaten Pamekasan
4. Waduk Tambak Agung
di Kabupaten Sumenep
Pengembangan sistem irigasi 1. DAS Kondang Merak di 3 lokasi
teknis
Kabupaten Malang
2. DAS Ringin Bandulan di
Kabupaten Blitar dan
Tulungagung
3. DAS
Tengah
di
Kabupaten Situbondo

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

- 39 -

No

Program Utama
Optimalisasi pengembangan
jaringan air baku untuk
industri
Optimalisasi pengembangan
jaringan air baku untuk air
minum regional

Optimalisasi pengembangan
jaringan pengendali banjir

Lokasi
1. Jaringan
Telaga
Sarangan - Magetan
2. Sumber
mata
air
Umbulan
1. SPAM
Regional
PANTURA
(Kabupaten
Bojonegoro, Kabupaten
Tuban,
Kabupaten
Lamongan,
Kabupaten
Gresik, dan Kabupaten
Bangkalan)
2. SPAM Regional Lintas
Tengah
(Kabupaten
Nganjuk,
Kabupaten
Kediri, dan Kabupaten
Jombang)
3. SPAM Regional Malang
Raya (Kota Malang, Kota
Batu, dan Kabupaten
Malang)
4. SPAM Regional Umbulan
(Kabupaten
Pasuruan,
Kota
Pasuruan,
Kabupaten
Sidoarjo,
Kota
Surabaya,
dan
Kabupaten Gresik)
1. Pengaturan sungai dan
sistem Pompa banjir
DAS
Kali
Madiun
tersebar di Kabupaten
Madiun, Kota Madiun,
Kabupaten Ngawi dan

Besaran
-

4
klaster
jaringan

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

- 40 -

No

Program Utama

Lokasi

2.

3.

4.

5.
6.

Optimalisasi pengembangan WS
WS Strategis Nasional
Optimalisasi pengembangan WS
WS Lintas Provinsi

Besaran

Kabupaten Ponorogo
Pintu
darurat
banjir
floodway Pelangwot
Sedayu
Lawas
di
Kabupaten Lamongan
Perkuatan tanggul dan
Jabung retarding basin
di Kabupaten Bojonegoro
dan
Kabupaten
Lamongan
Pengaturan sungai dan
sistem pengendali banjir
Kali Lamong tersebar di
Kabupaten
Gresik,
Kabupaten
Mojokerto
dan Kota Surabaya;
Sistem pengendali banjir
Kali
Kemuning
di
Kabupaten Sampang
Sistem pengendali banjir
Kali
Kedunglarangan
dan sungai-sungai di
Wilayah Sungai Welang
Rejoso di Kota Pasuruan
dan
Kabupaten
Pasuruan
Brantas
1
lokasi
Wilayah
Sungai (WS)
Bengawan Solo
1
lokasi
Wilayah
Sungai (WS)

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

- 41 -

No

Program Utama

Lokasi

Optimalisasi pengembangan 1.
WS Lintas Kabupaten/Kota
2.
3.
4.
5.
2.5 Sistem
Prasarana
Pengelolaan Lingkungan
Pengembangan TPA regional
1.

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

APBN,
APBD
Provinsi dan
Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Bapeda Provinsi
dan Kab/Kota,
Dinas
Persampahan
dan pertamanan

WS Welang Rejoso
5
lokasi
WS Pekalen Sampean
Wilayah
WS Baru Bajulmati
Sungai (WS)
WS
Bondoyudo

Bedadung
WS Kepulauan Madura.

Kabupaten Gresik (Kota 8 lokasi


Surabaya,
Kabupaten
Sidoarjo, dan Kabupaten
Gresik)
Malang
Raya
(Kota
Malang, Kota Batu, dan
Kabupaten Malang)
Mojokerto
(Kota
Mojokerto
dan
Kabupaten Mojokerto)
Madiun (Kota Madiun
dan Kabupaten Madiun)
Kediri (Kota Kediri dan
Kabupaten Kediri)
Blitar (Kota Blitar dan
Kabupaten Blitar)
Pasuruan
(Kota
Pasuruan
dan
Kabupaten Pasuruan)
Probolinggo
(Kota
Probolinggo
dan
Kabupaten Probolinggo)

Waktu Pelaksanaan
PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM-4

- 42 -

a ruang
Waktu Pelaksanaan
No
B
1

Program Utama
Perwujudan Pola Ruang
Perwujudan Kawasan Lindung
1.1
Hutan Lindung
Penetapan sistem deliniasi
persebaran hutan lindung
Penetapan wilayah prioritas
rehabilitasi hutan
Peningkatan
kapasitas
kelembagaan, sarana dan
prasarana rehabilitasi hutan
Peningkatan
teknologi
konservasi
Perencanaan
wilayah
prioritas rehabilitasi hutan
Pengembangan
kawasan
hutan
lindung
untuk
mendukung
fungsi
perlindungan lingkungan

Lokasi

1. Kabupaten Bangkalan
2. Kabupaten Banyuwangi
3. Kabupaten Blitar
4. Kabupaten Bojonegoro
5. Kabupaten Bondowoso
6. Kabupaten Jember
7. Kabupaten Jombang
8. Kabupaten Kediri
9. Kabupaten Lamongan
10. Kabupaten Lumajang
11. Kabupaten Madiun
12. Kabupaten Magetan
13. Kabupaten Malang
14. Kabupaten Mojokerto
15. Kabupaten Nganjuk
16. Kabupaten Ngawi
17. Kabupaten Pacitan
18. Kabupaten Pamekasan
19. Kabupaten Pasuruan
20. Kabupaten Ponorogo
21. Kabupaten Probolinggo
22. Kabupaten Situbondo
23. Kabupaten Sumenep
24. Kabupaten Trenggalek

Besaran

28
wilayah
kabupaten/k
ota
314.720 Ha

Sumber
Dana

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Instansi
Pelaksana

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
Dinas Kehutanan
dan Perhutani

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 43 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

25. Kabupaten Tuban


26. Kabupaten Tulungagung
27. Kota Batu
28. Kota Kediri
1.2 Kawasan
Perlindungan
Setempat
1.2.1 Sempadan Pantai
Memantapkan kawasan
lindung di daratan untuk
menunjang
kawasan
lindung pantai
Pengendalian
kegiatan
budidaya di kawasan
pantai
Perencanaan
fungsi
perlindungan
pantai
secara alami ataupun
buatan
Pembangunan prasarana
pengamanan
pantai
terutama pada daerahdaerah rawan abrasi air
laut
pada
wilayah
strategis,
daerah
tertinggal, serta pulaupulau kecil
Pengembangan kawasan
lindung sepanjang pantai
yang
memiliki
nilai

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.

Kabupaten Pacitan
Kabupaten Trenggalek
Kabupaten Tulungagung
Kabupaten Blitar
Kabupaten Malang
Kabupaten Lumajang
Kabupaten Jember
Kabupaten Banyuwangi
Kabupaten Situbondo
Kabupaten Probolinggo
Kabupaten Pasuruan
Kota Pasuruan
Kabupaten Sidoarjo
Kota Surabaya
Kabupaten Gresik
Kabupaten Lamongan
Kabupaten Tuban
Kabupaten Bangkalan
Kabupaten Sampang
Kabupaten Pamekasan
Kabupaten Sumenep

21
kabupaten/k
ota

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
Dinas Kelautan
dan
Perikanan,
dan Dinas PU
Pengairan

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 44 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

1.2.2

Lokasi

Besaran

ekologis sebagai daya


tarik
wisata
dan
penelitian
Sempadan Sungai
Penetapan
delineasi Sepanjang aliran sungai di Jawa kawasan
sempadan Timur
sungai
Penertiban
kawasan
bantaran sungai
Perencanaan
kawasan
sempadan sungai untuk
kegiatan
yang
menunjang
fungsi
lingkungan hidup
Pengembangan kawasan
sempadan sungai untuk
kegiatan non budidaya
dan penelitian

1.2.3 Kawasan sekitar danau


atau waduk
Penetapan
delineasi Sekitar
kawasan
perlindungan Timur
sekitar danau/waduk
Perencanaan
fungsi
perlindungan
sekitar
danau/waduk
secara
alami ataupun buatan
Perencanaan
pembatasan
kegiatan
yang
tidak berkaitan

danau/waduk

di

Jawa -

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda Provinsi
Jawa Timur dan
Dinas
PU
Pengairan

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda Provinsi
Jawa Timur dan
Dinas
PU
Pengairan

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 45 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

dengan
perlindungan
kawasan
sekitar
danau/waduk
Pengembangan kawasan
sekitar
danau/waduk
untuk peningkatan nilai
ekonomis kawasan
1.2.4 Kawasan sekitar mata
air
Penetapan
delineasi Sekitar mata air di Jawa Timur
kawasan
perlindungan
sekitar mata air
Perencanaan
fungsi
perlindungan
sekitar
mata air secara alami
ataupun buatan
Pembatasan
kegiatan
yang
tidak berkaitan
dengan
perlindungan
kawasan sekitar mata air
Pengembangan kawasan
untuk peningkatan nilai
ekonomis kawasan
1.2.5 Kawasan
lindung
spiritual dan kearifan
lokal
Penetapan
kawasan 1. Kawasan permukiman budaya 4 lokasi
Suku Samin di Kabupaten
lindung spiritual dan
Bojonegoro
kearifan lokal sebagai
aset
budaya
local 2. Kawasan permukiman budaya

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
Dinas
Kehutanan,
Perhutani
dan
Dinas
PU
Pengairan

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi

Bappeda Provinsi
Jawa Timur dan
Dinas
Kebudayaan dan

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 46 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi

heritage
yang
Suku Tengger di Kabupaten
dipreservasi
Probolinggo,
Kabupaten
Malang, Kabupaten Pasuruan,
Perencanaan
dan Kabupaten Lumajang
pembatasan perubahan
3.
Kawasan permukiman budaya
keaslian
kawasan
suku Osing di Kabupaten
dengan modernisasi ke
Banyuwangi
bentuk lain.
4.
Kawasan permukiman budaya
Perlindungan
terhadap
di Gunung Kawi
kawasan
lindung
spiritual dan kearifan
lokal
1.3 Kawasan
Suaka
Alam,
Pelestarian Alam dan Cagar
Budaya
1.3.1 Kawasan
suaka
margasatwa
Margasatwa
Dataran
Rehabilitasi
suaka 1. Suaka
Tinggi Yang di Kecamatan Krucil,
margasatwa
Sumber Malang, Panti dan
Konservasi sumberdaya
Sukorambi,
Kabupaten
hutan, flora-fauna serta
Situbondo,
Kabupaten
ekosistemnya
Bondowoso,
Kabupaten
Pengembangan
Probolinggo
dan
Kabupaten
kerjasama
pengelolaan
Jember.
kawasan suaka alam
Margasatwa
Pulau
lintas
kabupaten/kota 2. Suaka
Bawean
di
Kecamatan
dan provinsi
Sangkapura
dan
Kecamatan
Tambak, Kabupaten Gresik.

Besaran

1. 14.177 Ha
2. 3.832 Ha

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Pariwisata

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
Dinas Kehutanan
dan
Dinas
Kebudayaan dan
Pariwisata

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 47 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama
1.3.2 Kawasan cagar alam
Rehabilitasi cagar alam

Pengembangan
fungsi
ekonomi dan pendidikan
untuk
kepariwisataan
dan penelitian

Lokasi

1. Besowo
Gadungan
di
Kabupaten Kediri
2. Cagar
Alam
Ceding
di
Kabupaten Bondowoso
3. Cagar Alam Sungai Kolbu
Iyang Plateu di Kabupaten
Bondowoso
4. Cagar Alam Watangan Puger I
di Kabupaten Jember
5. Curah Manis I VIII di
Kabupaten Jember
6. Gunung Abang di Kabupaten
Pasuruan
7. Gunung Picis di Kabupaten
Ponorogo
8. Gunung Sigogor di Kabupaten
Ponorogo
9. Guwo
Lowo/Nglirip
di
Kabupaten Tuban
10. Kawah Ijen Merapi UnggupUnggup
di
Kabupaten
Bondowoso dan Kabupaten
Banyuwangi
11. Manggis
Gadungan
di
Kabupaten Kediri
12. Nusa Barong di Kabupaten
Jember
13. Pancuran Ijen I dan II di
Kabupaten Bondowoso
14. Pulau Bawean di Kabupaten

Besaran

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

7 Ha
2 Ha
19 Ha
2 Ha
17 Ha
50 Ha
28 Ha
190,50
Ha
9. 3 Ha
10. 2.468 Ha
11. 12 Ha
12. 6100 Ha
13. 9 Ha
14. 725 Ha
15. 15 Ha
16. 430 Ha
17. 877 Ha
18. 7,50 Ha

Sumber
Dana

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Instansi
Pelaksana

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
Dinas Kehutanan
dan
Dinas
Kebudayaan dan
Pariwisata

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 48 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi

15.
16.
17.
18.
1.3.3 Kawasan
pantai
berhutan bakau
Rehabilitasi
ekosistem
dan habitat yang rusak
di
kawasan
hutan,
pesisir (terumbu karang,
mangrove,
padang
lamun, dan estuaria),
perairan, bekas kawasan
pertambangan
Perencanaan
pengembangan kawasan
hutan bakau/mangrove
untuk
kegiatan
perlindungan ekosistem
dan lingkungan

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Gresik
Pulau Noko dan Pulau Nusa di
Kabupaten Gresik
Pulau Saobi di Kepulauan
Kangean Kabupaten Sumenep
Pulau Sempu di Kabupaten
Malang
Janggangan Rogojampi I/II di
Kabupaten Banyuwangi
Kabupaten Pacitan
Kabupaten Trenggalek
Kabupaten Tulungagung
Kabupaten Blitar
Kabupaten Malang
Kabupaten Lumajang
Kabupaten Jember
Kabupaten Banyuwangi
Kabupaten Situbondo
Kabupaten Probolinggo
Kabupaten Pasuruan
Kota Pasuruan
Kabupaten Sidoarjo
Kota Surabaya
Kabupaten Gresik
Kabupaten Lamongan
Kabupaten Tuban
Kabupaten Bangkalan
Kabupaten Sampang
Kabupaten Pamekasan
Kabupaten Sumenep

21
Kabupaten/K
ota

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
Dinas Kelautan
dan
Perikanan
dan
Dinas
Kebudayaan dan
Pariwisata

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 49 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

1.3.4 Taman Nasional


Pemantapan
fungsi
kawasan
lindung
termasuk pengembangan
flora fauna khas
Perencanaan
pengembangan kawasan
taman nasional dengan
partisipasi
masyarakat
sekitar
Pengembangan kawasan
penelitian terbatas untuk
pengembangan
fungsi
pendidikan
pada
kawasan taman nasional
Kerjasama
pengelolaan
secara terpadu lintas
kabupaten/kota
dan
provinsi
1.3.5 Taman Hutan Raya
Pemantapan
dan
rehabilitasi
fungsi
Taman Hutan Raya R.
Soeryo
Pengelolaan
hutan
kemitraan
secara
terpadu
dengan
partisipasi masyarakat

Lokasi

Besaran

1. Taman
Nasional
Bromo
Tengger Semeru di Kabupaten
Malang, Kabupaten Pasuruan,
Kabupaten Probolinggo dan
Kabupaten Lumajang
2. Taman Nasional Baluran di
Kecamatan
Banyuputih
Kabupaten
Situbondo
dan
Kecamatan
Wongsorejo
Kabupaten Banyuwangi
3. Taman Nasional Meru Betiri di
perbatasan Kabupaten Jember
dan Kabupaten Banyuwangi
(Selatan)
4. Taman Nasional Alas Purwo di
Kecamatan
Tegal
Dlimo,
Kabupaten
Bayuwangi
(Selatan)
5. Taman
Nasional
Perairan
Baluran

1.
2.
3.
4.
5.

1.
2.
3.
4.
5.

27. 868 Ha

Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kota Batu

Mojokerto
Pasuruan
Malang
Jombang

50.276 Ha
25.000 Ha
58.000 Ha
43.420 Ha
3.506 Ha

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
Dinas Kehutanan
dan
Dinas
Kebudayaan dan
Pariwisata

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
Dinas Kehutanan
dan
Dinas
Kebudayaan dan
Pariwisata

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 50 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi

Besaran

Perencanaan
kawasan
untuk
pengembangan
fungsi
ekonomi
dan
pendidikan
untuk
kepariwisataan
dan
penelitian
1.3.6 Taman Wisata Alam
Pemantapan
dan 1. Taman Wisata Alam Tretes di 1. 10 Ha
Kabupaten Pasuruan
2. 195 Ha
rehabilitasi fungsi taman
2. Taman Wisata Gunung Baung di 3. 92 Ha
wisata alam
Kabupaten Pasuruan
Perencanaan
taman
wisata
alam
dengan 3. Taman Wisata Alam Ijen Merapi
Unggup-Unggup di Kabupaten
partisipasi masyarakat
Bondowoso
dan
Kabupaten
Pengembangan kegiatan
Banyuwangi
pariwisata
alam,
meningkatkan
atraksi
dengan mengembangkan
fasilitas penelitian flora,
dan
pengembangan
fasilitas perkemahan
1.3.7 Kawasan Cagar Budaya
dan Ilmu Pengetahuan
32 lokasi
Penetapan
batas 1. Lingkungan nonbangunan:
a) Monumen keganasan PKI di
lapangan yang jelas
Kabupaten Madiun
b) Monumen
Trisula
di
Kabupaten Blitar

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
Dinas Kehutanan
dan
Dinas
Kebudayaan dan
Pariwisata

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
Dinas
Pendidikan dan
Dinas

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 51 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama
Pemeliharaan
kawasan
cagar budaya dan ilmu
pengetahuan

Pemantapan
pengembangan sebagai
daya tarik wisata sejarah
serta
untuk
pengembangan
penelitian
dan
pendidikan
bagi
masyarakat

Lokasi
c) Petilasan
Gunung
Kawi
Kabupaten Malang
d) Petilasan Sri Aji Joyoboyo di
Kabupaten Kediri
e) Situs Purbakala Trinil di
Kabupaten Ngawi
2. Lingkungan
bangunan
nongedung:
a) Arca
Totok
Kerot
di
Kabupaten Kediri
b) Candi
Cungkup,
Makam
Gayatri, dan Candi Dadi di
Kabupaten Tulungagung
c) Candi Jawi di Kabupaten
Pasuruan
d) Candi
Jolotundo
di
Kabupaten Mojokerto
e) Candi Penataran dan Candi
Simping di Kabupaten Blitar
f) Candi Singosari, Candi Jago,
Candi Kidal, dan Candi Badut
di Kabupaten Malang
g) Kawasan
Trowulan
di
Kabupaten Mojokerto
h) Kompleks
Makam
K.H.
Hasyim Asyari, K.H. Wachid
Hasyim, Gus Dur, dan Sayyid
Sulaiman
di
Kabupaten
Jombang
i) Makam
Asta
Tinggi
di
Kabupaten Sumenep
j) Makam Batoro Katong di

Besaran

Sumber
Dana
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Instansi
Pelaksana
Kebudayaan dan
Pariwisata

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 52 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi

k)
l)

m)
n)
o)
p)
q)
r)

Kabupaten Ponorogo
Makam
Batu
Ampar
di
Kabupaten Pameksan
Makam
Maulana
Malik
Ibrahim, Makam Sunan Giri
(Giri
Kedaton),
Makam
Fatimah
Binti
Maimun,
Makam Kanjeng Sepuh, dan
Kawasan Gunung Surowiti di
Kabupaten Gresik
Makam Sunan Bonang di
Kabupaten Tuban
Makam Sunan Drajat di
Kabupaten Lamongan
Makam Syaikona Kholil dan
Pesarean Aer mata Ebu
Kabupaten Bangkalan
Recolanang
di
Kabupaten
Mojokerto
Situs
Sarchopagus
dan
Megalith
di
Kabupaten
Bondowoso
Makam Sunan Ampel dan
Mbah
Bungkul
di
Kota
Surabaya

3. Lingkungan bangunan gedung


dan halamannya:
a) Benteng Pendem Van den
Bosch di Kabupaten Ngawi
b) Pelestarian bangunan pabrik
gula di Kabupaten Sidoarjo,

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 53 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Kabupaten
Madiun,
Kabupaten
Magetan,
Kabupaten
Bondowoso,
Kabupaten
Kediri
dan
Kabupaten Malang
c) Makam Proklamator, Museum
Bung Karno, Istana Gebang,
Petilasan Aryo Blitar, dan
Monumen PETA (Soeprijadi) di
Kota Blitar
d) bangunan bersejarah dan
cagar
budaya
di
Kota
Surabaya
4. Kebun
Raya
Purwodadi
Kabupaten Pasuruan
Kawasan Rawan Bencana
Alam
1.4.1 Kawasan rawan tanah
longsor
Penetapan
zona-zona 1.
bahaya
dan 2.
3.
tingkatannya
4.
5.
6.
7.
8.
Pemantapan
dan 9.
10.
penanggulangan
11.
bencana longsor

di

1.4

Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten

Banyuwangi
Blitar
Bojonegoro
Bondowoso
Jember
Kediri
Lumajang
Madiun
Magetan
Malang
Nganjuk

21
kabupaten/
kota

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
BNPB,
Dinas
Kehutanan,
Dinas
PU
Pengairan

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 54 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama
Penanganan
pasca 12.
13.
bencana longsor
Peningkatan
tanggap 14.
15.
darurat
16.
17.
18.
19.
20.
21.
1.4.2 Kawasan
rawan
gelombang pasang
Penetapan
zona-zona 1.
bahaya
dan 2.
3.
tingkatannya
Pemantapan
strategi 4.
mitigasi
bencana 5.
6.
gelombang pasang
7.
Penanganan
pasca 8.
bencana
gelombang 9.
10.
pasang
11.
Peningkatan
tanggap 12.
13.
darurat
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.

Lokasi
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kota Batu

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Ngawi
Pacitan
Pasuruan
Ponorogo
Probolinggo
Situbondo
Trenggalek
Tuban
Tulungagung

Kabupaten Pacitan
Kabupaten Trenggalek
Kabupaten Tulungagung
Kabupaten Blitar
Kabupaten Malang
Kabupaten Lumajang
Kabupaten Jember
Kabupaten Banyuwangi
Kabupaten Situbondo
Kabupaten Probolinggo
Kabupaten Pasuruan
Kabupaten Sidoarjo
Kabupaten Gresik
Kabupaten Lamongan
Kabupaten Tuban
Kabupaten Bangkalan
Kabupaten Sampang
Kabupaten Pamekasan
Kabupaten Sumenep
Kota Pasuruan

21
kabupaten/
kota

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
BNPB,
Dinas
Kehutanan,
Dinas
PU
Pengairan

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 55 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

21. Kota Surabaya

1.4.3 Kawasan rawan banjir


Penetapan
zona-zona
bahaya
dan
tingkatannya
Pemantapan
strategi
mitigasi bencana

Penanganan
bencana

Peningkatan
darurat

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
pasca 9.
10.
11.
12.
13.
tanggap 14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.

Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten

Bangkalan
Banyuwangi
Blitar
Bojonegoro
Bondowoso
Gresik
Jember
Jombang
Kediri
Lamongan
Lumajang
Madiun
Magetan
Malang
Mojokerto
Nganjuk
Ngawi
Pacitan
Pasuruan
Ponorogo
Probolinggo
Sampang
Sumenep
Sidoarjo
Situbondo
Trenggalek

31
kabupaten/
kota

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
BNPB,
Dinas
Kehutanan,
Dinas
PU
Pengairan

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 56 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi

1.4.4 Kawasan
rawan
bencana
kebakaran
hutan
Penetapan
zona-zona
bahaya
dan
tingkatannya
Pemantapan
strategi
mitigasi bencana
Penanganan
pasca
bencana
Peningkatan
tanggap
darurat
1.4.5 Kawasan
rawan
bencana
angin
kencang dan puting
beliung
Pemantapan
strategi
mitigasi bencana
Penanganan
bencana
Peningkatan
darurat

pasca
tanggap

27.
28.
29.
30.
31.

Kabupaten Tuban
Kabupaten Tulungagung
Kota Malang
Kota Pasuruan
Kota Surabaya

1.
2.
3.
4.
5.

kawasan
kawasan
kawasan
kawasan
kawasan

di Gunung Arjuno
di Gunung Kawi
di Gunung Welirang
di Gunung Kelud
Tahura R. Soeryo

Besaran

5 lokasi

seluruh kabupaten/kota di Jawa 38


Timur
kabupaten/k
ota

Sumber
Dana

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Instansi
Pelaksana

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 57 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama
1.5
Kawasan Lindung Geologi
1.5.1 Kawasan Cagar Alam
Geologi
1.5.1.1 Kawasan
Keunikan
Bentang Alam
Penetapan delineasi 1.
kawasan
yang 2.
3.
dilindungi
4.
5.
Perencanaan
dan 6.
pengembangan
7.
reboisasi
lahan 8.
yang rusak agar 9.
sifat peresapannya 10.
masih
tetap 11.
berfungsi
12.
Peningkatan
pengawasan
dan
pengendalian fungsi
kawasan
karst
lindung
1.5.1.2 Kawasan
Keunikan
Batuan dan fosil
Penetapan kawasan 1.
sebagai
kawasan
konservasi
Pembuatan papan 2.
nama
yang
3.
menunjukkan
4.
pentingnya
kawasan tersebut

Lokasi

Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten

Bangkalan
Blitar
Lamongan
Malang
Pacitan
Pamekasan
Ponorogo
Sampang
Sumenep
Trenggalek
Tuban
Tulungagung

Besaran

12
kabupaten

situs
geologi

arkeologi 12 lokasi
(geoarkeologi)
Trowulan
di
Kabupaten Mojokerto
Pantai Watu Ulo di Kabupaten
Jember
Kabuh di Kabupaten Jombang
situs geologi
arkeologi
(geoarkeologi) Perning
di

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
Dinas
Kehutanan,
Dinas
ESDM,
Dinas
PU
Pengairan

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
Dinas
Kehutanan,
Dinas
Kebudayaan dan
Pariwisata, Dinas
PU Pengairan

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 58 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama
Pembuatan papan
narasi geologi di
kawasan-kawasan
tersebut dan leaflet
sebagai
media
sosialisasi
ke
masyarakat
dan
pelajar/mahasiswa.

Lokasi

5.
6.
7.
8.
9.

Kabupaten Mojokerto
situs geologi
arkeologi
(geoarkeologi) Wringanom di
Kabupaten Gresik
situs
geologi

arkeologi
(geoarkeologi)
Trinil
di
Kabupaten Ngawi
formasi
kujung
Kecamatan
Panceng di Kabupaten Gresik
Pantai Popoh di Kabupaten
Tulungagung
Teluk Grajagan di Kabupaten
Banyuwangi;

10. Desa

Trinil di Kabupaten
Mojokerto, lokasi penemuan
pertama fosil manusia homo
erectus
11. Sepanjang Bengawan Solo di
sekitar Ngandong, lokasi
penemuan
homo
ngandongensis
12. Kedungbrubus di timur laut
Ngawi, lokasi penemuan fosil
vertebrata

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 59 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi

1.5.1.3 Kawasan
Keunikan
Proses Geologi
Penetapan kawasan 1.
sebagai
kawasan
konservasi
Pembuatan papan
nama
yang
menunjukkan
2.
pentingnya
kawasan tersebut
Pembuatan papan
narasi geologi di
kawasan-kawasan
tersebut dan leaflet
sebagai
media
sosialisasi
ke
masyarakat
dan
pelajar/mahasiswa.
1.5.2 Kawasan Rawan Bencana
Geologi
Penetapan
zona-zona 1.
bahaya
dan
tingkatannya
Pemantapan
strategi
mitigasi bencana
Penanganan
pasca
bencana
Peningkatan
darurat

tanggap

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Mud Vulcano desa Katol Barat 4 lokasi (3


kecamatan Geger di Kabupaten kabupaten/k
Bangkalan, Gununganyar di ota)
Kota
Surabaya,
dan
Kalanganyar
di
Kabupaten
Sidoarjo
Semburan Lumpur Sidoarjo di
Kabupaten Sidoarjo

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
Dinas
Kebudayaan dan
Pariwisata, Dinas
ESDM

Kawasan
rawan
letusan gunung api:
a. Kawasan sekitar Gunung
Ijen
di
Kabupaten
Bondowoso dan Kabupaten
Banyuwangi
b. Kawasan sekitar Gunung
Semeru
di
Kabupaten
Malang dan Kabupaten
Lumajang
c. Kawasan sekitar Gunung

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
BNPB,
Dinas
Kehutanan,
Dinas
PU
Pengairan

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 60 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi
Bromo
di
Kabupaten
Malang,
Kabupaten
Lumajang,
Kabupaten
Probolinggo,
dan
Kabupaten Pasuruan
d. Kawasan sekitar Gunung
Lamongan di Kabupaten
Lumajang dan Kabupaten
Probolinggo
e. Kawasan sekitar Gunung
Arjuno-Welirang
di
Kabupaten Pasuruan dan
Kabupaten Mojokerto
f. Kawasan sekitar Gunung
Kelud di Kabupaten Kediri,
Kabupaten
Blitar
dan
Kabupaten Malang
g. Kawasan sekitar Gunung
Raung
di
Kabupaten
Banyuwangi,
Kabupaten
Bondowoso,
dan
Kabupaten Jember
2.

Kawasan rawan gempa bumi:


a. Kabupaten Banyuwangi
b. Kabupaten Blitar
c. Kabupaten Bondowoso
d. Kabupaten Jember
e. Kabupaten Jombang
f. Kabupaten Kediri
g. Kabupaten Lumajang

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 61 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi

h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
q.
r.
s.
t.

Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten

Besaran

Madiun
Magetan
Malang
Mojokerto
Nganjuk
Ngawi
Pacitan
Pasuruan
Ponorogo
Probolinggo
Situbondo
Trenggalek
Tulungagung

3.

Kawasan rawan tsunami:


a. Kabupaten Banyuwangi
b. Kabupaten Jember
c. Kabupaten Pacitan
d. Kabupaten Trenggalek
e. Kabupaten Malang (bagian
selatan)
f. Kabupaten Blitar (bagian
selatan)
g. Kabupaten Lumajang
h. Kabupaten Tulungagung

4.

Kawan
luapan
lumpur
Kabupaten Sidoarjo

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 62 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama
1.5.3 Kawasan Rawan Bencana
Geologi
Penetapan delineasi
kawasan Cekungan Air
Tanah

Pengoptimalan
pengembangan sumber
air tanah untuk
meningkatkan cadangan
air baku

Lokasi

1. CAT Lintas Provinsi :

Besaran

Kabupaten Banyuwangi
Kabupaten Jember
Kabupaten Malang

Instansi
Pelaksana

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda Provinsi
Jawa Timur,
Dinas ESDM

7 kabupaten

APBN,
APBD
Provinsi,

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
Dinas Kelautan

a. CAT Lasem
b. CAT Randublatung
c. CAT Ngawi-Ponorogo
2. CAT Lintas Kabupaten/Kota:
a. CAT Surabaya-Lamongan
b. CAT Tuban
c. CAT Panceng
d. CAT Brantas
e. CAT Bulukawang
f. CAT Pasuruan
g. CAT Probolinggo
h. CAT Jember-Lumajang
i. CAT Besuki
j. CAT Bondowoso-Situbondo
k. CAT Wonorejo
l. CAT Ketapang
m. CAT Sampang-Pamekasan
n. CAT Sumenep.
3. CAT Kabupaten:
a. CAT Sumberbening
b. CAT Banyuwangi
c. CAT Blambangan
d. CAT Bangkalan,
e. CAT Toranggo.

1.6. Kawasan Lindung Lainnya


Penetapan delineasi kawasan 1.
lindung
lainnya
untuk 2.
perlindungan
terumbu 3.

Sumber
Dana

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 63 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama
karang
Perencanaan kawasan hulu
supaya
jernih
dan
mengurangi
sedimentasi
akibat
pencemaran
dan
perusakan lingkungan
Pengembangan
manfaat
kawasan untuk kegiatan
penelitian dan pariwisata

Lokasi
4.
5.
6.
7.

Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten

Pacitan
Probolinggo
Situbondo
Sumenep

Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten

Bangkalan
Banyuwangi
Blitar
Bojonegoro
Bondowoso
Gresik
Jember
Jombang
Kediri
Lamongan
Lumajang
Madiun
Magetan
Malang
Mojokerto

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

dan
Perikanan,
dan
Dinas
Kebudayaan dan
Pariwisata

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Dinas
Kehutanan,
Perhutani

Perwujudan Kawasan Budidaya


2.1 Kawasan Peruntukan Hutan
Produksi
Penetapan delineasi kawasan
hutan produksi
Pengembangan
hutan
tanaman industri, terutama
pada kawasan hutan nonproduktif,
termasuk
kemudahan perijinan usaha
dan permodalan/pinjaman

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Pengembangan hasil hutan 11.
non-kayu
dan
jasa 12.
lingkungan
13.
14.
15.

30
kabupaten/
kota
782.772 Ha

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 64 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama
Pengembangan
potensi
wilayah pedesaan di sekitar
hutan
dengan
mengembangkan
produk
unggulan kompetitif untuk
mendukung
terciptanya
lapangan kerja baru

Lokasi
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.

Kabupaten Nganjuk
Kabupaten Ngawi
Kabupaten Pacitan
Kabupaten Pamekasan
Kabupaten Pasuruan
Kabupaten Ponorogo
Kabupaten Probolinggo
Kabupaten Sampang
Kabupaten Situbondo
Kabupaten Sumenep
Kabupaten Trenggalek
Kabupaten Tuban
Kabupaten Tulungagung
Kota Batu
Kota Kediri

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 65 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama
2.2
Kawasan Hutan Rakyat
Identifikasi, deliniasi dan
penetapan kawasan hutan
rakyat

Perencanaan
pemanfaatan
hutan rakyat dan penetapan
peraturan
pemanfaatan
hutan rakyat

Lokasi

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.

Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten

Bangkalan
Banyuwangi
Blitar
Bojonegoro
Bondowoso
Gresik
Jember
Jombang
Kediri
Lamongan
Lumajang
Madiun
Magetan
Malang
Mojokerto
Nganjuk
Ngawi
Pacitan
Pamekasan
Pasuruan
Ponorogo
Probolinggo
Sampang
Sidoarjo
Situbondo
Sumenep

Besaran

30
kabupaten/k
ota
612.000 Ha

Sumber
Dana
APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Instansi
Pelaksana
Dinas
Kehutanan

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 66 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi

Pengembangan peningkatan
nilai
ekonomi
secara
terkendali dengan kemitraan
masyarakat sektor privat

27.
28.
29.
30.

Kabupaten Trenggalek
Kabupaten Tuban
Kabupaten Tulungagung
Kota Batu

2.3 Kawasan
Peruntukan
Pertanian
2.3.1 Kawasan
pertanian
lahan basah
Delineasi dan penetapan
lahan pertanian lahan
basah
Pengembangan
dan
rehabilitasi infrastruktur
pertanian
Optimalisasi
pemanfaatan
teknologi
pertanian
Peningkatan
akses
terhadap
sumberdaya
produktif,
terutama
permodalan

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten

Bangkalan
Banyuwangi
Blitar
Bojonegoro
Bondowoso
Gresik
Jember
Jombang
Kediri
Lamongan
Lumajang
Madiun
Magetan

Besaran

29
kabupaten

Sumber
Dana

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Instansi
Pelaksana

Bappeda Provinsi
Jawa Timur dan
Dinas Pertanian

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 67 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama
Pengembangan kawasan
pertanian di perdesaan

Lokasi
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.

Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Malang
Mojokerto
Nganjuk
Ngawi
Pacitan
Pamekasan
Pasuruan
Ponorogo
Probolinggo
Sampang
Sidoarjo
Situbondo
Sumenep
Trenggalek
Tuban
Tulungagung

2.3.2 Kawasan
pertanian
Lahan Kering
Pengembangan kawasan Daerah-daerah
yang
belum 849.033 Ha
pertanian lahan kering
terlayani jaringan irigasi di seluruh
wilayah kabupaten/kota di Jawa
Timur.

2.3.3 Kawasan
pertanian
hortikultura
Pengembangan kawasan sentra penghasil sayur : di pertanian holtikultura
kawasan pertanian lahan basah
Pengembangan jejaring
dan lahan kering di seluruh

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
Dinas Pertanian
dan
Dinas
Perkebunan

APBN,
APBD
Provinsi,

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
Dinas Pertanian

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 68 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi

perdagangan
untuk
kabupaten/kota
mendorong
pengembangan
pasar Sentra penghasil bunga :
yang efisien, termasuk
1. Kabupaten Gresik
pengembangan
sarana
2. Kabupaten Magetan
prasarana perdagangan.
3. Kabupaten Malang
4. Kabupaten Mojokerto
5. Kabupaten Pasuruan
6. Kota Batu
Sentra penghasil buah :
a. Komoditas pisang:
1) Kabupaten Banyuwangi
2) Kabupaten Blitar
3) Kabupaten Jember
4) Kabupaten Lumajang
5) Kabupaten Magetan
6) Kabupaten Malang
7) Kabupaten Pacitan
8) Kabupaten Trenggalek
9) Kabupaten Tulungagung
b. Komoditas jeruk:
1) Kabupaten Banyuwangi
2) Kabupaten Jember
3) Kabupaten Jombang
4) Kabupaten Madiun
5) Kabupaten Magetan
6) Kabupaten Malang
7) Kabupaten Pacitan
8) Kabupaten Pamekasan
9) Kabupaten Tuban
10) Kota Batu

Besaran

Sumber
Dana
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Instansi
Pelaksana
dan
Dinas
Perkebunan

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 69 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi
c. Komoditas rambutan:
1) Kabupaten Bangkalan
2) Kabupaten Blitar
3) Kabupaten Jember
d. Komoditas mangga:
1) Kabupaten Bondowoso
2) Kabupaten Gresik
3) Kabupaten Kediri
4) Kabupaten Magetan
5) Kabupaten Nganjuk
6) Kabupaten Pasuruan
7) Kabupaten Probolinggo
8) Kabupaten Situbondo
e. Komoditas apel:
1) Kabupaten Malang
2) Kabupaten Pasuruan
3) Kota Batu
f. Komoditas jambu air:
1) Kabupaten Jombang
2) Kabupaten Tuban
3) Kepulauan Madura
g. Komoditas blimbing :
1) Kabupaten Blitar
2) Kabupaten Tuban
3) Kota Blitar
h. Komoditas salak:
1) Kabupaten Bangkalan
2) Kabupaten Bojonegoro
3) Kabupaten Lumajang
4) Kabupaten Malang
5) Kabupaten Mojokerto
6) Kabupaten Pasuruan.

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 70 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

i. Komoditas alpukat:
1) Kabupaten Lumajang
j. Komoditas durian:
1) Kabupaten Bondowoso
2) Kabupaten Jember
3) Kabupaten Jombang
4) Kabupaten Madiun
5) Kabupaten Malang
6) Kabupaten Pasuruan
7) Kabupaten Trenggalek.
k. Komoditas manggis:
1) Kabupaten Banyuwangi
2) Kabupaten Blitar
3) Kabupaten Jember
4) Kabupaten Ponorogo
5) Kabupaten Probolinggo
6) Kabupaten Trenggalek
sentra penghasil biofarmaka:
1) Kabupaten Pacitan
2) Kabupaten Ponorogo
3) Kabupaten Probolinggo
4) Kabupaten Trenggalek
2.4 Kawasan
Peruntukkan
Perkebunan
Pengembangan
kawasan 1. Tanaman semusim
perkebunan
pendukung
Tembakau
kawasan
strategis
1) Kabupaten Bangkalan
agropolitan
2) Kabupaten Bojonegoro
3) Kabupaten Bondowoso

34
kabupaten
398.036 Ha

APBN,
APBD
Propinsi,
investasi
swasta,

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
Dinas Pertanian
dan
Dinas
Perkebunan

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 71 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)

Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten

Tebu
1) Kabupaten
2) Kabupaten
3) Kabupaten
4) Kabupaten
5) Kabupaten
6) Kabupaten
7) Kabupaten
8) Kabupaten
9) Kabupaten
10) Kabupaten
11) Kabupaten
12) Kabupaten
13) Kabupaten
14) Kabupaten
15) Kabupaten
16) Kabupaten
17) Kabupaten
18) Kabupaten
19) Kabupaten
20) Kabupaten
21) Kabupaten

Jember
Jombang
Lamongan
Pamekasan
Probolinggo
Sampang
Situbondo
Sumenep
Bangkalan
Blitar
Bojonegoro
Bondowoso
Gresik
Jember
Jombang
Kediri
Lamongan
Lumajang
Madiun
Magetan
Malang
Mojokerto
Ngawi
Probolinggo
Sampang
Sidoarjo
Situbondo
Tuban
Tulungagung.

Besaran

Sumber
Dana
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Instansi
Pelaksana

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 72 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi

2. Tanaman tahunan
Kapas
1) Kabupaten
2) Kabupaten
3) Kabupaten
4) Kabupaten

Lamongan
Mojokerto
Pasuruan
Ponorogo.

Jambu mete
1) Kabupaten
2) Kabupaten
3) Kabupaten
4) Kabupaten
5) Kabupaten
6) Kabupaten
7) Kabupaten

Bangkalan
Ngawi
Pamekasan
Ponorogo
Sampang
Sumenep
Tuban.

Kopi
1) Kabupaten
2) Kabupaten
3) Kabupaten
4) Kabupaten
5) Kabupaten
6) Kabupaten
7) Kabupaten
8) Kabupaten
9) Kabupaten
10) Kabupaten
11) Kabupaten
12) Kabupaten

Banyuwangi
Blitar
Bondowoso
Jember
Kediri
Lumajang
Magetan
Malang
Pacitan
Pasuruan
Probolinggo
Situbondo.

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 73 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi
Cengkeh
1) Kabupaten
2) Kabupaten
3) Kabupaten
4) Kabupaten
Teh
1) Kabupaten
2) Kabupaten
3) Kabupaten
4) Kabupaten
5) Kota Batu

Jombang
Nganjuk
Ponorogo
Trenggalek
Malang
Mojokerto
Ngawi
Pasuruan

Karet
1) Kabupaten Banyuwangi
2) Kabupaten Bondowoso
3) Kabupaten Jember
Kakao
1) Kabupaten
2) Kabupaten
3) Kabupaten
4) Kabupaten
5) Kabupaten
6) Kabupaten
7) Kabupaten
8) Kabupaten
9) Kabupaten
10) Kabupaten

Banyuwangi
Blitar
Jombang
Madiun
Malang
Nganjuk
Ngawi
Pacitan
Ponorogo
Trenggalek.

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 74 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi
Panili
1) Kabupaten Jombang
2) Kabupaten Malang
3) Kota Batu.
Kelapa
1) Kabupaten
2) Kabupaten
3) Kabupaten
4) Kabupaten
5) Kabupaten
6) Kabupaten
7) Kabupaten
8) Kabupaten
9) Kabupaten
10) Kabupaten
11) Kabupaten
12) Kabupaten
13) Kabupaten
14) Kabupaten
15) Kabupaten
16) Kabupaten
17) Kabupaten
18) Kabupaten
19) Kabupaten
20) Kabupaten
21) Kabupaten

Bangkalan
Banyuwangi
Blitar
Bojonegoro
Gresik
Jember
Kediri
Lumajang
Madiun
Malang
Nganjuk
Ngawi
Pacitan
Pamekasan
Ponorogo
Sidoarjo
Situbondo
Sumenep
Trenggalek
Tuban
Tulungagung.

Nilam
1) Kabupaten Blitar
2) Kabupaten Malang

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 75 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi
3)

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Kabupaten Nganjuk

2.5 Kawasan
Peruntukkan
Peternakan
Pengembangan
sentra 1. Sentra peternakan ternak besar:
Kawasan sentra ternak besar:
peternakan
pendukung
1. Kabupaten Bangkalan
agropolitan.
2. Kabupaten Banyuwangi
Peningkatan
kualitas
3. Kabupaten Blitar
bibit/benih,
kapasitas
4. Kabupaten Bojonegoro
produksi dan pengembangan
5. Kabupaten Bondowoso
komoditas
peternakan
6. Kabupaten Jember
bernilai ekonois tinggi dan
7. Kabupaten Jombang
berdaya saing tinggi
8. Kabupaten Kediri
9. Kabupaten Lamongan
10. Kabupaten Lumajang
11. Kabupaten Magetan
12. Kabupaten Malang
13. Kabupaten Mojokerto
14. Kabupaten Nganjuk
15. Kabupaten Ngawi
16. Kabupaten Pacitan
17. Kabupaten Pamekasan
18. Kabupaten Pasuruan
19. Kabupaten Ponorogo
20. Kabupaten Probolinggo
21. Kabupaten Sampang
22. Kabupaten Situbondo
23. Kabupaten Sumenep

3
sentra
peternakan
di
38
kabupaten/
kota

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda Provinsi
Jawa Timur dan
Dinas
Peternakan

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 76 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

24. Kabupaten Trenggalek


25. Kabupaten Tuban
26. Kabupaten Tulungagung
Pengembangan Sapi Madura
sebagai genetik ternak asli :
1. Kabupaten Bangkalan
2. Kabupaten Pamekasan
3. Kabupaten Sampang
4. Kabupaten Sumenep
2. Sentra peternakan ternak kecil:
di seluruh Kabupaten
3. Sentra peternakan unggas:
1. Kabupaten Blitar
2. Kabupaten Jombang
3. Kabupaten Kediri
4. Kabupaten Mojokerto
5. Kabupaten Pasuruan
6. Kabupaten Sidoarjo
7. Kabupaten Tulungagung
2.6 Kawasan
peruntukkan
perikanan
2.6.1Pengembangan
kawasan
perikanan
tangkap
Pengembangan kawasan 1. Pengembangan Komoditi Utama Perikanan:
perikanan tangkap
a. Tamperan
di
Kabupaten
Pacitan
b. Prigi di Kabupaten Trenggalek
Peningkatan
sarana

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,

Bapedda, Dinas
Kelautan
dan
Perikanan

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 77 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama
prasarana
untuk
pengembangan
perikanan dan teknologi
penangkapan ikan yang
ramah lingkungan

Lokasi
c. Sendangbiru di Kabupaten
Malang
d. Puger di Kabupaten Jember
e. Ujungpangkah di Kabupaten
Gresik
f. Brondong
di
Kabupaten
Lamongan
g. Pondokmimbo di Kabupaten
Situbondo
h. Bulu di Kabupaten Tuban
i. Pasongsongan di Kabupaten
Sumenep
2. Pengembangan
Pelabuhan
Perikanan Nusantara (PPN):
a. Prigi di Kabupaten Trenggalek
b. Brondong
di
Kabupaten
Lamongan
3. Pengembangan
Pelabuhan
Perikanan Pantai (PPP) :
a. Muncar
di
Kabupaten
Banyuwangi
b. Puger di Kabupaten Jember
c. Pondokdadap di Kabupaten
Malang
d. Mayangan di Kota Probolinggo
e. Paiton
di
Kabupaten
Probolinggo
f. Lekok di Kabupaten Pasuruan
g. Tamperan
di
Kabupaten
Pacitan

Besaran

Sumber
Dana
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Instansi
Pelaksana

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 78 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

h. Bawean di Kabupaten Gresik


4. Pengembangan
Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI) :
a. Pancer
di
Kabupaten
Banyuwangi
b. Bulu di Kabupaten Tuban
c. Pasongsongan di Kabupaten
Sumenep.
2.6.2Pengembangan kawasan
perikanan budidaya
kawasan
pengembangan kawasan 1. Pengembangan
perikanan budi daya air payau:
tambak garam
A. komoditas garam, meliputi:
1) Kabupaten Bangkalan;
2) Kabupaten Gresik;
3) Kabupaten Lamongan;
4) Kabupaten Pamekasan;
5) Kabupaten Pasuruan;
6) Kabupaten Probolinggo;
7) Kabupaten Sampang;
8) Kabupaten Sumenep;
9) Kabupaten Tuban;
10) Kota Pasuruan; dan
11) Kota Surabaya.
B. komoditas perikanan air
Pengembangan
sentra
payau:
perikanan
dan
1) Kabupaten Bangkalan
minapolitan

11
Kabupaten/
Kota

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Dinas Kelautan
dan Perikanan

APBN,
APBD
Provinsi,

Bappeda, Dinas
Kelautan
dan
Perikanan

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 79 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Pengembangan
sarana
dan prasarana untuk
pengembangan
perikanan dan teknologi
penangkapan ikan yang
ramah lingkungan

Lokasi
2) Kabupaten Banyuwangi
3) Kabupaten Blitar
4) Kabupaten Gresik
5) Kabupaten Jember
6) Kabupaten Lamongan
7) Kabupaten Lumajang
8) Kabupaten Malang
9) Kabupaten Pacitan
10) Kabupaten Pamekasan
11) Kabupaten Pasuruan
12) Kabupaten Probolinggo
13) Kabupaten Sampang
14) Kabupaten Sidoarjo
15) Kabupaten Situbondo
16) Kabupaten Sumenep
17) Kabupaten Trenggalek
18) Kabupaten Tuban
19) Kabupaten Tulungagung
20) Kota Pasuruan
21) Kota Probolinggo
22) Kota Surabaya.
2. Pengembangan
kawasan
perikanan budi daya air tawar:
A. ikan konsumsi di seluruh
wilayah kota/kabupaten.
B. Ikan hias:
a. Kabupaten Blitar
b. Kabupaten Kediri
c. Kabupaten Tulungagung
d. Kota Kediri

Besaran

Sumber
Dana
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Instansi
Pelaksana

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 80 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi
3. Pengembangan
kawasan
perikanan budi daya air laut:
a. Kabupaten Bangkalan
b. Kabupaten Banyuwangi
c. Kabupaten Blitar
d. Kabupaten Gresik
e. Kabupaten Jember
f. Kabupaten Lamongan
g. Kabupaten Lumajang
h. Kabupaten Malang
i. Kabupaten Pacitan
j. Kabupaten Pamekasan
k. Kabupaten Pasuruan
l. Kabupaten Probolinggo
m. Kabupaten Sampang
n. Kabupaten Situbondo
o. Kabupaten Sumenep
p. Kabupaten Trenggalek
q. Kabupaten Tuban
r. Kabupaten Tulungagung
4. Pengolahan
dan
pemasaran
hasil perikanan:
a. Kabupaten Banyuwangi
b. Kabupaten Blitar
c. Kabupaten Gresik
d. Kabupaten Lamongan
e. Kabupaten Malang
f. Kabupaten Pacitan
g. Kabupaten Pasuruan
h. Kabupaten Sidoarjo
i. Kabupaten Sumenep

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 81 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

j. Kabupaten Trenggalek
k. Kabupaten Tuban
l. Kota Probolinggo

2.7 Kawasan
Peruntukan
Pertambangan
2.7.1 Kawasan pertambangan
mineral
Pengembangan kawasan 1. Pertambangan mineral logam:
pertambangan
mineral
a. Kabupaten Banyuwangi
berdasarkan
potensi
b. Kabupaten Blitar
bahan galian, kondisi
c. Kabupaten Jember
geologi dan geohidrologi
d. Kabupaten Lumajang
dengan
prinsip
e. Kabupaten Malang
kelestarian lingkungan
f. Kabupaten Pacitan
Penetapan
wilayah
g. Kabupaten Trenggalek
prioritas
rehabilitasi
h. Kabupaten Tulungagung
pertambangan
Penetapan
kawasan 2. Pertambangan mineral bukan
andalan pertambangan
logam : di seluruh wilayah
dan pengolahannya
kabupaten di Jawa Timur
3. Pertambangan batuan : di
seluruh wilayah kabupaten di
Jawa Timur

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda,
ESDM

Dinas

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 82 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama
2.7.2 Kawasan Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi
Pengembangan kawasan
pertambangan
minyak
dan gas bumi

Pengembangan
pemanfaatan
dan
konservasi air bawah
tanah
Peningkatan eksplorasi
dan eksploitasi potensi
minyak dan gas bumi
dengan
pengelolaan
mandiri dan berwawasan
lingkungan
Pemulihan
lingkungan
pasca tambang
2.7.3 Kawasan
Potensi
Daerah Panas Bumi
pengembangan kawasan
pertambangan dilakukan

Lokasi

Besaran

1. Kabupaten Bangkalan
2. Kabupaten Bojonegoro
3. Kabupaten Gresik
4. Kabupaten Jombang
5. Kabupaten Lamongan
6. Kabupaten Mojokerto
7. Kabupaten Nganjuk
8. Kabupaten Pamekasan
9. Kabupaten Sampang
10. Kabupaten Sidoarjo
11. Kabupaten Sumenep
12. Kabupaten Tuban
13. Kota Surabaya
Di seluruh area pertambangan

1. Argopuro
Bondowoso,

di

18
kabupaten

Kabupaten 10 lokasi
Kabupaten

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda,
ESDM

Dinas

APBN,
APBD

Bappeda,
ESDM

Dinas

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 83 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama
dengan
mempertimbangkan
potensi bahan galian,
kondisi
geologi
dan
geohidrologi
dalam
kaitannya
dengan
kelestarian lingkungan

Lokasi

Besaran

Probolinggo, dan Kabupaten


Situbondo
2. Belawan-Ijen di Kabupaten
Banyuwangi,
Kabupaten
Bondowoso, dan Kabupaten
Situbondo
3. Cangar dan Songgoriti di
Kabupaten Malang dan Kota
Batu
4. Gunung Arjuno-Welirang di
Kabupaten Malang, Kabupaten
Mojokerto,
dan
Kabupaten
Pasuruan
5. Gunung Lawu di Kabupaten
Magetan
6. Gunung Pandan di Kabupaten
Bojonegoro,
Kabupaten
Madiun,
dan
Kabupaten
Nganjuk
7. Melati
dan
Arjosari
di
Kabupaten Pacitan
8. Telaga Ngebel di Kabupaten
Madiun
dan
Kabupaten
Ponorogo
9. Tiris (Gunung Lamongan) di
Kabupaten
Lumajang
dan
Kabupaten Probolinggo
10. Tirtosari
di
Kabupaten
Sumenep
seluruh
area
bekas 20 lokasi
pengelolaan
kawasan Di
pertambangan
bekas pertambangan

Sumber
Dana
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Instansi
Pelaksana

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 84 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama
Kawasan
Peruntukkan
Industri
2.8.1 Kawasan Industri
Perencanaan
kawasan
industri
Pengembangan industri
berteknologi tinggi dan
ramah lingkungan
Mendorong
pengembangan
dan
pemanfaatan manajemen
produksi
yang
memperhatikan
keseimbangan dan daya
dukung
lingkungan
hidup,
serta
teknik
produksi yang ramah
lingkugan
Pengembangan
infrastruktur
kelembagaan
standarisasi
produk
industri manufaktur
2.8.2 Kawasan
Peruntukan
Industri
di
Luar
Kawasan Industri
Delineasi dan penetapan
kawasan
peruntukkan
industri

Lokasi

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

2.8

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Kabupaten Bangkalan
Kabupaten Banyuwangi
Kabupaten Gresik
Kabupaten Jombang
Kabupaten Lamongan
Kabupaten Malang
Kabupaten Mojokerto
Kabupaten Pasuruan
Kabupaten Probolinggo
Kabupaten Sidoarjo
Kabupaten Tuban
Kota Madiun
Kota Surabaya

13
kabupaten/k
ota

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda, Dinas
Perindustrian
dan Perdagangan

1.
2.
3.
4.
5.

Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten

19
Kabupaten/K
ota

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,

Bappeda, Dinas
Perindustrian
dan Perdagangan

Bangkalan
Bojonegoro
Gresik
Jember
Jombang

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 85 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi

Besaran

Perencanaan
kawasan 6. Kabupaten Lamongan
7. Kabupaten Madiun
peruntukkan industri
8. Kabupaten Malang
9. Kabupaten Mojokerto
10. Kabupaten Nganjuk
11. Kabupaten Ngawi
12. Kabupaten Pasuruan
13. Kabupaten Probolinggo
14. Kabupaten Sidoarjo
15. Kabupaten Situbondo
16. Kabupaten Tuban
17. Kota Kediri
18. Kota Madiun
19. Kota Surabaya
2.8.3 Sentra Industri
Perencanaan
dan di seluruh kabupaten/kota di Jawa 38
kabupaten/k
pengembangan
sentra Timur
ota
industri
Penumbuhan
dan
pengembangan industri
berorientasi ekspor yang
memanfaatkan sumber
daya lokal
Pengembangan
dan
penerapan
layanan
informasi
yang
mencakup
peluang
usaha, kebutuhan bahan
baku, akses permodalan,
iklim usaha dan akses
peningkatan
kualitas

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

dan/atau
kerjasama
pendanaan

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda, Dinas
Perindustrian
dan Perdagangan

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 86 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

2.9

sumber daya manusia


Kawasan
Peruntukkan
Wisata
perintisan
pengembangan jejaring
destinasi
pariwisata
unggulan
(lead
destination)
dalam
bentuk
koridor
pariwisata
pengembangan,
peningkatan, dan/atau
revitalisasi
inovasi
manajemen produk dan
kapasitas
daya
tarik
wisata
melalui
diversifikasi
atau
keragaman nilai daya
tarik
wisata
dalam
berbagai
tema,
peningkatan
pemanfaatan
teknologi
dan
penciptaan
keunikan produk wisata

Lokasi

Besaran

1. Jalur Pengembangan Koridor A : 4


Koridor
a. Api Abadi di Kabupaten pariwisata
Pamekasan
b. Asta Yusuf, Asta Tinggi,
Keraton, Museum,
Pantai
Lombang, dan Pantai Slopeng
di Kabupaten Sumenep
c. Gua Akbar, Makam Bekti
Harjo,
Makam
Ibrahim
Asmorokondi, dan Makam
Sunan Bonang di Kabupaten
Tuban
d. Gua
Maharani,
Makam
Sunan Drajat, Pantai Tanjung
Kodok, Waduk Gondang, dan
Wisata
Bahari
Lamongan
(WBL)
di
Kabupaten
Lamongan
e. Kawasan
Kaki
Jembatan
Suramadu (KKJS), Kebun
Binatang
Surabaya,
dan

Sumber
Dana

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Instansi
Pelaksana

Bapedda, Dinas
Kebudayaan dan
Pariwisata

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 87 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama
pengembangan
dan
peningkatan
kemudahan
aksesibilitas
(transportasi)
antardestinasi wisata dalam
satu koridor pariwisata

peningkatan
akselerasi
program
pengembangan
destinasi
pariwisata
unggulan (lead destination)
di masing-masing koridor
pengembangan
dan
peningkatan pemberdayaan
masyarakat pariwisata
intensifikasi
program
pemasaran
dan
promosi
untuk pasar utama, pasar
berkembang, dan pasar baru

Lokasi
Makam Sunan Ampel di Kota
Surabaya.
f. Kawasan
Kaki
Jembatan
Suramadu (KKJS), Makam
Aer Mata Ebu, dan Pantai
Rongkang
di
Kabupaten
Bangkalan
g. Makam Sunan Giri, Makam
Maulana Malik Ibrahim, dan
Fatimah Binti Maemun di
Kabupaten Gresik
h. Makam
Ratu
Ebu
di
Kabupaten Sampang
2. Jalur Pengembangan Koridor B :
a. Air Terjun Dlundung, Candi
Tikus, dan Kolam Renang
Ubalan
di
Kabupaten
Mojokerto
b. Air Terjun Sedudo dan
Pemandian Sumber Karya di
Kabupaten Nganjuk
c. Bendungan
Widas
dan
Taman Umbul di Kabupaten
Madiun
d. Hutan Surya, Pemandian
Talun, dan Waduk Pondok di
Kabupaten Ngawi
e. Sumber Boto dan Tirta
Wisata
di
Kabupaten
Jombang
f. Taman Kosala Tirta, Taman

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 88 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi
Manunggal,
Telaga
Sarangan, dan Tirtosari di
Kabupaten Magetan
g. Kota Surabaya
3. Jalur Pengembangan Koridor C :
a. Banyuanget, Gua Gong, Gua
Tabuhan, dan Pantai Teleng
Ria, di Kabupaten Pacitan
b. Candi
Penampihan
dan
Pantai Popoh di Kabupaten
Tulungagung
c. Candi
Penataran
di
Kabupaten Blitar
d. Coban
Glotak,
Pantai
Balekambang, Pantai Ngliyep,
Taman
Sengkaling,
dan
Waduk Selorejo di Kabupaten
Malang
e. Gereja Poh Sarang, Petilasan
Jayabaya,
dan
Ubalan
Kalasan di Kabupaten Kediri
f. Guo
Lowo,
Pantai
Karanggongso, Pantai Prigi,
dan
Tirta
Jualita
di
Kabupaten Trenggalek
g. Makam
Batoro
Katong,
Telaga Ngebel, dan Tirto
Manggolo
di
Kabupaten
Ponorogo
h. Makam Proklamator Bung
Karno di Kota Blitar

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 89 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi
i. Kota Malang
4. Jalur Pengembangan Koridor D :
a. Arak-Arak, Bukit Bededung,
dan Pantai Pasir Putih di
Kabupaten Situbondo
b. Bromo-Ngadisan,
Candi
Jabung Tirto, dan Pantai
Bentar
di
Kabupaten
Probolinggo
c. Grajagan, Kawah Ijen, Pantai
Plengkung, Pantai Sukamade,
dan
Taman
Suruh
di
Kabupaten Banyuwangi
d. Gunung Bromo, Kakek Bodo,
Kebun
Raya
Purwodadi,
Pemandian Banyubiru, dan
Taman Safari di Kabupaten
Pasuruan
e. Hutan Bambu, Pantai Watu
Godeg, Pura Mandara Giri
Semeru Agung, Ranu Bedali,
Ranu Klakah, dan Ranu Pane
di Kabupaten Lumajang
f. Pantai Watu Ulo, Pemandian
Blambangan,
Pemandian
Kebon Agung, dan Pemandian
Petemon
di
Kabupaten
Jember

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 90 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi

Besaran

2.10 Kawasan
Peruntukan
Permukiman
Relokasi pemukiman yang Di seluruh kabupaten/kota
terkena
dan/atau
rawan
bencana alam
Fasilitasi kerjasama dengan
pengembang
dalam
pelaksaaan
pembangunan
perumahan yang layak, sehat
dengan harga terjangkau
Pengembangan
rusun
di Kawasan Gerbangkertosusila
Kawasan perkotaan lain
kawasan perkotaan

38
kabupaten/k
ota

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda, Dinas
PU Cipta Karya

APBN

Dept. Pertahanan
dan Keamanan

14
kabupaten/k
ota

2.11

Kawasan
Budidaya
Lainnya
Pemantapan
kawasan a. TNI AD, meliputi
_
pertahanan dan keamanan
1) Kodam V Brawijaya beserta
Badan Pelaksananya serta
Satuan Jajaran Kodam
2)

Brigif 16 Wirayudha
Mojoroto Kediri

di

3)

daerah latihan militer Rindam


V/BRWJ: Blitar, Lodoyo, dan
Suruh Wadang

4)

daerah
latihan
militer
Dodilatpur:
Panarukan,
Situbondo,
Bondowoso,
Sumbergading,
Asembagus,

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 91 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi

Besaran

Tanjung
Sumber
Batok,
Blawan, Bajulmati, Tamanan,
Gunung Raung, Sumber Jati,
Kalibaru, Gunung Merapi, P.
Tabacan,
Rogojampi,
dan
Banyuwangi
5)

daerah latihan militer Dodik


Secaba:
Jember
Utara,
Jember Selatan, Sumber Jati,
Tamanan, dan Durung

6)

daerah
latihan
Dodikjur: Kepanjen,
dan Tumpang

7)

daerah latihan militer Dodik


Secata: Magetan, Gunung
Lawu, dan Madiun

8)

daerah latihan militer Yonif500/R: Mojosari, Mojokerto,


Gunung Arjuno, Mojoagung,
dan Pasuruan

9)

daerah latihan militer Yonif511/DY: Blitar, Wlingi, Pujon,


dan Lodoyo

militer
Turen,

10) daerah latihan militer Yonif512/QY: Kepanjen, Turen,


dan Tumpang
11) daerah latihan militer Yonif516/BY: Gunung Sari, Ujung
Pangkah,
Driyorejo,
dan

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 92 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi
Wonorejo
12) daerah latihan militer Yonif521/DY: Gunung Klotok Desa
Kasijen Kecamatan Banyakan
Kabupaten Kediri, dan Desa
Parang Kecamatan Grogol
Kabupaten Kediri
13) daerah latihan militer Yonif512: Semen Gresik Desa
Palang Kecamatan Palang
Kabupaten Tuban
14) daerah
latihan
militer
Yonkav-3/Serbu:
Gunung
Unpuk Kecamatan Malang,
Dawar Blandong Mojokerto,
Bedali Lawang, Pandanwangi
Lumajang,
dan
Sumber
Manjing Kabupaten Malang
15) daerah
latihan
militer
Yonarmed-1/105:
Bedali
Lawang, Purwasari, Godang
Wetan, dan Pasuruan
16) daerah
latihan
militer
Yonhamudse-8:
Sidoarjo,
Pandanwangi, dan Lumajang
17) daerah
latihan
militer
Yonzipur-5/ABW: Kepanjen,
Gunung Kawi, Pagat, Turen,
dan Gunung Pegan

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 93 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi
18) daerah militer, Konstrad Div2: Kecamatan Kemlagi Jetis
Kabupaten Mojokerto
19) daerah
latihan
militer,
Kostrad Div-2: Asem Bagus
Situbondo,
Pandanwangi
Lumajang, Seputih Jember,
Klucing
Bondowoso,
Kali
Tengah
Tanggul
Jember,
Kotakan
Situbondo,
Curanpoh Bondowoso, ArakArak Besuki dan Silosanen
Jember
20) daerah
latihan
militer,
Kostrad
Div-2:Gunung
Payung,
Warak
Komplek,
Tuntang Komplek dan Kedung
Ombo Komplek
21) daerah
latihan
militer,
Kostrad
Div-2:
Jabung
Malang,
Gunung
Buring
Malang,
Pandanwangi
Lumajang,
dan
Gunung
Arjuna Malang
22) daerah
latihan
militer,
Kostrad
Div-2:
Secaba
Rindam V/BRW Sukorejo,
Panyangan Ambulu Jember,
Pandanwangi
Lumajang,
Asembagus
Situbondo,

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 94 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi
Damar, Lantangan, Wuluhan
dan Lap Ambulu Jember
23) daerah
latihan
militer,
Kostrad Div-2: Lap. Yonarmed
12 Ngawi, Lapbak Ngantru
Kodim Ngawi, Pandanwangi
Lumajang,
dan
Ngawi
sekitarnya
24) daerah
latihan
militer,
Kostrad Div-2: Asembagus
Kabupaten Situbondo, Grati
Kabupaten Pasuruan, dan
Pantai
Pandanwangi
Lumajang
25) daerah
latihan
militer,
Kostrad
Div-2:
TumpangWajak,
Jabung,
TrajengSidorejo,
dan
Busu
Kabupaten Malang
26) Daerah Latihan Yonif 527 /
BY di Lumajang.
b. TNI AL, meliputi:
1) Instalasi Militer: Koarmatim
dan Ujung di Kota Surabaya
2) Instalasi Militer: Lanmar di
Kota Surabaya
3) Instalasi Militer: Lanudal
Juanda
di
Kabupaten
Sidoarjo

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 95 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
13)
14)
15)

Instalasi Militer: Fasharkan


di Kota Surabaya
Instalasi Militer: Fasharkan
Batu Poron di Kabupaten
Bangkalan
Instalasi Militer: Lanal di
Kabupaten Banyuwangi
Instalasi
Militer:
Posal
Muncar
di
Kabupaten
Banyuwangi
Instalasi
Militer:
Posal
Pancer
di
Kabupaten
Banyuwangi
Instalasi Militer: Posal Paiton
di Kabupaten Probolinggo
Instalasi
Militer:
Lanal
Sumenep/Batuporon
di
Kabupaten Bangkalan
Instalasi
Militer:
Posal
Pagerungan di Kabupaten
Sumenep
Instalasi
Militer:
Lanal
Malang
di
Kabupaten
Malang
Instalasi
Militer:
Posal
Sendang Biru di Kabupaten
Malang
Daerah Latihan Militer: Grati
di Kabupaten Pasuruan
Daerah
Latihan
Militer:
Paiton
(Sukodadi)
di
Kabupaten Probolinggo

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 96 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi
16) Daerah
Latihan
Militer
(Kobangdikal):
Sumber
Anyar
di
Kabupaten
Probolinggo
17) Daerah Latihan Militer: Laut
Jawa
18) Daerah
Latihan
Militer:
Puslatpur
Baluran
di
Kabupaten Situbondo
19) Daerah
Latihan
Militer:
Purboyo
di
Kabupaten
Malang
20) Daerah
Latihan
Militer:
Gunung
Bentar
di
Kabupaten Probolinggo
21) Daerah
Latihan
Militer:
Selogiri
di
Kabupaten
Banyuwangi
22) Daerah
Latihan
Militer:
Lampon
di
Kabupaten
Banyuwangi
23) Daerah
Latihan
Militer:
Wringinanom Asembagus di
Kabupaten Situbondo
24) Daerah
Latihan
Militer:
Tanjung
Jangkar
di
Kabupaten Situbondo
25) Daerah
Latihan
Militer:
Bancar di Kabupaten Tuban
26) Daerah Latihan Militer (uji
coba senjata dan amunisi):
Pengpanjung
Modung
di

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 97 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi
Kabupaten Bangkalan
c. TNI AU meliputi:
1) Lanud Iswahyudi di Magetan
beserta jajarannya
2) Lanud Abdurrahman Saleh
di Malang beserta jajarannya
3) Instalasi Militer Pangkalan
Kecamatan
Maospati
Kabupaten Magetan
4) Instalasi Militer Pangkalan
Desa Keldokan Kecamatan
Bendo Kabupaten Magetan
5) Instalasi Militer Pemancar
Desa
Karang
Rejo
Kecamatan
Karang
Rejo
Kabupaten Magetan
6) Instalasi
Militer
Gudang
Ammo 60 Desa Nitikan
Kecamatan
Plaosan
Kabupaten Magetan
7) Instalasi Militer Poliklinik
Teratai
Desa
Kejoran
Kecamatan
Taman
Kabupaten Madiun
8) Instalasi
Militer
Pangkalan/Lanud
Pacitan
Desa Sidoharjo Kecamatan
Pacitan Kabupaten Pacitan
9) Instalasi Militer Demolisi
Desa
Poko
Kecamatan
Pringkuku
Kabupaten

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 98 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi

10)
11)

12)
13)

14)

15)
16)

17)
18)

Pacitan
Instalasi Militer AWR Pulung
Desa
Suren
Kecamatan
Mlarak Kabupaten Ponorogo
Instalasi
Militer
Gudang
Amunisi
Desa
Kaliwono
Kecamatan Kedung Gelar
Kabupaten Ngawi
Instalasi Militer AWR Pulung
Desa Kaponan Kecamatan
Mlarak Kabupaten Ponorogo
Instalasi
Militer
Gudang
Amunisi
Desa
Nitikan
Kecamatan
Plaosan
Kabupaten Magetan
Instalasi
Militer
Gudang
Bom
Desa
Nitikan
Kecamatan
Plaosan
Kabupaten Magetan
Instalasi
Militer
Desa
Durenan Kecamatan Plaosan
Kabupaten Magetan
Instalasi Militer Pelepasan
Tekanan Air Desa Tambran
Kecamatan
Tambran
Kabupaten Magetan
Instalasi Militer Pangkalan
Desa Dengkol Kecamatan
Singosari Kabupaten Malang
Instalasi Militer Pangkalan
Desa
Gunung
Jati
Kecamatan
Jagung

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 99 Waktu Pelaksanaan
No

Program Utama

Lokasi

19)

20)

21)

22)

23)
24)

25)

26)

Kabupaten Malang
Instalasi Militer Lapangan
Apel Desa Sapto Renggo
Kecamatan Pakis Kabupaten
Malang
Instalasi Militer Air Stip
Hellyped Desa Ngrancah
Senggren
Kecamatan
Sumber Pucung Kabupaten
Malang
Instalasi Militer Air Strip
Desa
Ponggok
Pojok
Kecamatan
Ponggok
Kabupaten Blitar
Instalasi
Militer
Gudang
Ammo Desa Gunung Jati
Kecamatan
Jabung
Kabupaten Malang
Instalasi Militer NDB Desa
Kali Rejo Kecamatan Lawang
Kabupaten Malang
Instalasi Militer Sumber Air
Desa
Kemiri
Kecamatan
Jabung Pucung Kabupaten
Malang
Instalasi Militer Sumber Air
Desa
Lowok
Baru
Kecamatan
Lowok
Baru
Kabupaten Malang
Instalasi Militer Sumber Air
Desa
Kedung
Salam
Kecamatan Doyomulyo Baru

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 100 Waktu Pelaksanaan


No

Program Utama

Lokasi

27)

28)

29)

30)

31)

32)

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Kabupaten Malang
Instalasi Militer Satrat 252
Desa Ngliyep Kecamatan
Donomulyo
Kabupaten
Malang
Instalasi Militer AWR Desa
Pandan Wangi Kecamatan
Tempeh
Kabupaten
Lumajang
Instalasi Militer Pelepasan
Tekanan Air Desa Tawang
Anom Kecamatan Tawang
Anom Kabupaten Magetan
Instalasi Militer Pelepasan
Tekanan Air Desa Kalang
Kecamatan
Kalang
Kabupaten Magetan
Instalasi Militer Pelepasan
Tekanan Air Desa Sidarejo
Kecamatan
Plaosan
Kabupaten Magetan
Instalasi Militer Pro Air
Bersih
Desa
Pancalan
Kecamatan
Plaosan
Kabupaten Magetan

2.12 Kawasan Andalan


10 kawasan APBN,APBD Bappeda Provinsi
Identifikasi
basis
data Kawasan andalan darat :
di Provinsi dan Jawa Timur
potensi
sumber
daya
1. Kawasan Gresik, Bangkalan, andalan
swasta
lingkungan (unggulan) dan
Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Jawa Timur
masyarakat
dalam
Lamongan
mendukung pengembangan
2. Kawasan
Malang
dan

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 101 Waktu Pelaksanaan


No

Program Utama
kawasan andalan

Lokasi
sekitarnya
Kawasan
ProbolinggoPasuruan, Lumajang
Kawasan Tuban-Bojonegoro
Kawasan Kediri-TulungagungBlitar
Kawasan
SitubondoBondowoso-Jember
Kawasan
Madiun
dan
sekitarnya
Kawasan
Banyuwangi
dan
sekitarnya
Kawasan
Madura
dan
Kepulauan

3.
Fasilitasi
pengembangan
sumber
daya
unggulan
4.
dalam
mendukung
5.
pengembangan
kawasan
andalan
6.
rintisan
penyusunan
perencanaan
kawasan
7.
andalan
pengembangan
dan/atau
8.
peningkatan
aksesibilitas
simpul
pergerakan
moda
9.
transportasi (pusat distribusi
dan
pintu
gerbang
transportasi
darat-laut- Kawasan andalan laut : Kawasan
udara)
dari
pusat-pusat
Andalan
Laut
Madura
dan
kawasan andalan
sekitarnya
pengembangan
dan/atau
peningkatan
infrastruktur
pendukung kawasan andalan
Integrasi
sistem
antarkomoditas
dan
antarwilayah
di
kawasan
andalan
Peningkatan
infrastruktur
fisik, institusional dan SDM
penunjang operasi kawasan
andalan
Regulasi
dan
tata
kepemerintahan
yang

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 102 Waktu Pelaksanaan


No

Program Utama

Lokasi

menjamin kepastian investasi


Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil
Pengembangan
kota-kota Seluruh kawasan pesisir dan pesisir di Kepulauan Provinsi pulau-pulau kecil di Provinsi Jawa
Timur
Jawa Timur
Peningkatan
konservasi
kawasan pesisir dan pulaupulai kecil yang menjadi
fungsi perlindungan, baik
perlindungan bagi kawasan
bawahannya,
kawasan
perlindungan
setempat,
maupun cagar alam
Pengoptimalan
pengembangan
kawasan
pesisir dan pulau-pulau kecil
Peningkatan
upaya-upaya
untuk mempertahankan dan
memperbaiki
ekosistem
pesisir
Peningkatan operasionalisasi
perwujudan pengembangan
kawasan andalan dengan
sektor unggulan kelautan
dan perikanan
awasan strategis

Besaran

Sumber
Dana

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Instansi
Pelaksana

Dinas Kelautan
dan Perikanan

PJM-1

PJM-2

PJM-3

PJM4

- 103 -

No.
C.
1

Program Utama

Lokasi

Besaran

Perwujudan Kawasan Strategis


Provinsi
Kawasan Strategis dari Sudut
Kepentingan Ekonomi
1.1. High Tech Industrial Park
(HTIP)
Perencanaan
dan 1. Surabaya
Industrial
Estate 2
pengembangan
zonasi
di
Rungkut
(SIER)
di
Kota kabupaten/
kawasan high tech industrial
Surabaya
kota
park
berupa
:
zona 2. Brebek di Kabupaten Sidoarjo
pengembangan
industri
utama, zona pengembangan
research, zona pendidikan
tinggi, zona multimedia.

1.2. Kawasan Ekonomi Unggulan


(KEU)
Perencanaan
dan 1. LIS
(Lamongan
Integrated 4 kabupaten
Pengembangan
zonasi
di
Shorebase) dan sekitarnya di /kota
Kawasan Ekonomi Unggulan
Kabupaten Lamongan
(KEU)
berupa
zona 2. Pelabuhan
Tanjung
pengembangan
pelabuhan
Bulupandan dan sekitarnya di
utama, zona pengembangan
Kabupaten Bangkalan
logistik dan perdagangan, dan 3. Pelabuhan Sendang Biru dan

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

APBN,
APBD
Provinsi dan
Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Dept. PU, Bapeda


Provinsi
dan
Kab/Kota,
Dinas PU Cipta
Karya dan Tata
Ruang
Provinsi
dan
Kab/Kota,
Dinas
Bina
Marga
Provinsi
dan
Kab/Kota,
Dinas
Perindustrian
dan Perdagangan
Provinsi
dan
Kab/Kota,
Bapepam

APBN,
APBD
Provinsi dan
Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau

Dept. PU, Bapeda


Provinsi
dan
Kab/Kota,
Dinas PU Cipta
Karya
Provinsi
dan
Kab/Kota,
Dinas
Bina

Waktu Pelaksanaan
PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM4

- 104 -

No.

Program Utama

Lokasi

zona industri pengolahan.

sekitarnya
di
Kabupaten
Malang
4. Pelabuhan Teluk Lamong dan
sekitarnya di Kota Surabaya
dan Kabupaten Gresik

Besaran

Perencanaan
dan Industri Perhiasan Gemopolis di 1 kabupaten
pengembangan
zonasi Kabupaten Sidoarjo
Kawasan Ekonomi Unggulan
(KEU)
berupa
zona
inti
produksi, zona koleksi, zona
outlet, zona pelayanan, zona
penyangga,
dan
zona
terpengaruh.

1.3. Kawasan
Agropolitan
Regional
Perencanaan
dan 1. Sistem Agropolitan Wilis : 4 Klaster
pengembangan
zonasi
di
Kabupaten Madiun, Kabupaten
kawasan agropolitan berupa
Magetan, Kabupaten Ngawi,

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Kerjasama
Pendanaan

Marga
Provinsi
dan
Kab/Kota,
Dinas
Perindustrian
dan Perdagangan
Provinsi
dan
Kab/Kota,
Bapepam
APBN,
Dept. PU, Bapeda
APBD
Provinsi
dan
Provinsi dan Kab/Kota, Dinas
Kab/Kota,
PU Cipta Karya
Investasi
Provinsi
dan
Swasta,
Kab/Kota, Dinas
dan/atau
Bina
Marga
Kerjasama
Provinsi
dan
Pendanaan
Kab/Kota, Dinas
Perindustrian
dan Perdagangan
Provinsi
dan
Kab/Kota, Dinas
ESDM
Provinsi
dan
Kab/Kota
Bapepam,
Koperasi
dan
UMKM
APBN,
Dept. PU, Bapeda
APBD
Provinsi
dan
Provinsi dan Kab/Kota, Dinas

Waktu Pelaksanaan
PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM4

- 105 -

No.

Program Utama

Lokasi

Besaran

zona pusat produksi, zona


Kabupaten Pacitan, Kabupaten
pusat industri pengolahan,
Ponorogo, dan Kota Madiun
zona
pusat
koleksi
dan 2. Sistem Agropolitan Bromo
distribusi
Tengger Semeru (BTS) :
Kabupaten
Lumajang,
Kabupaten Malang, Kabupaten
Pasuruan,
Kabupaten
Probolinggo, dan Kabupaten
Sidoarjo
3. Sistem
Agropolitan
Ijen
:
Kabupaten
Banyuwangi,
Kabupaten
Bondowoso,
Kabupaten
Jember,
dan
Kabupaten Situbondo
4. Sistem Agropolitan Kepulauan
Madura: Kabupaten Bangkalan,
Kabupaten
Pamekasan,
Kabupaten
Sampang,
dan
Kabupaten Sumenep

1.4. Kawasan Agroindustri


Perencanaan
dan Kabupaten Gresik dan Kabupaten 2 kabupaten
pengembangan
zonasi
di Lamongan
kawasan agroindustri Gelang
(Gresik dan Lamongan) Utara

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

PU Cipta Karya
Provinsi
dan
Kab/Kota, Dinas
Bina
Marga
Provinsi
dan
Kab/Kota, Dinas
Pertanian
Provinsi
dan
Kab/Kota, Dinas
Perkebunan
Provinsi
dan
Kab/Kota, Dinas
Dinas
Perindustrian
dan Perdagangan
Provinsi
dan
Kab/Kota,
Bapepam,
Koperasi
dan
UMKM, BRI dan
Perbankan/Perkr
editan.

APBN,
APBD
Provinsi dan
Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama

Dept. PU, Bapeda


Provinsi
dan
Kab/Kota, Dinas
PU Cipta Karya
Provinsi
dan
Kab/Kota, Dinas
Bina
Marga
Provinsi
dan

Waktu Pelaksanaan
PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM4

- 106 -

No.

Program Utama

1.5. Kawasan
Koridor
Metropolitan
Perencanaan
dan
pengembangan
zonasi
di
kawasan
koridor
metropolitan, berupa zona
pusat pertumbuhan, zona
penyangga, dan zona wilayah
pelayanan.

1.6. Kawasan
Perbatasan
antarprovinsi
pengembangan
dan
penguatan
sinergitas
kerjasama regional kawasan
perbatasan antarprovinsi

Lokasi

Besaran

Kawasan
Kaki
Jembatan 7 kab/kota
Suramadu
di
Kabupaten
Bangkalan,
Kawasan
Kaki
Jembatan Suramadu di Kota
Surabaya,
kawasan
pusat
bisnis
Surabaya,
kawasan
industri berteknologi tinggi di
Kota Surabaya dan Kabupaten
Sidoarjo,
Kawasan
Industri
Gempol di Kabupaten Pasuruan,
Kawasan Komersial Lawang di
Kabupaten
Malang
dan
perkotaan
Malang,
kawasan
pusat bisnis Kota Malang, pusat
pariwisata di Kota Batu
Ratubangnegoro
(Kabupaten 4 klaster
Blora,
Kabupaten
Tuban,
Kabupaten
Rembang,
dan
Kabupaten Bojonegoro)

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Pendanaan

Kab/Kota, Dinas
Dinas
Perindustrian
dan Perdagangan
Provinsi
dan
Kab/Kota,
Bapepam,
BRI
dan Perbankan

APBN,
APBD
Provinsi dan
Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Dept. PU, Bapeda


Provinsi
dan
Kab/Kota,
Dinas PU Cipta
Karya
Provinsi
dan
Kab/Kota,
Dinas
Bina
Marga
Provinsi
dan
Kab/Kota,
Dinas
Perindustrian
dan Perdagangan
Provinsi
dan
Kab/Kota,
Bapepam

APBN,
APBD
Provinsi dan
Kab/Kota,

Bapeda Provinsi
dan Kab/Kota di
lingkungan Jawa
Timur
dan

Waktu Pelaksanaan
PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM4

- 107 -

No.

Program Utama
peningkatan
akselerasi,
koordinasi, dan sinkronisasi
program di wilayah yang
berbatasan
pengembangan
dan
peningkatan
penelusuruan
aspek-aspek
yang
dapat
dikerjasamakan

1.7. Kawasan
Perbatasan
antarkabupaten/kota
pengembangan
dan
penguatan
sinergitas
kerjasama regional kawasan
perbatasan
antarkabupaten/kota
peningkatan
akselerasi,
koordinasi, dan sinkronisasi
program di wilayah yang
berbatasan
pengembangan
dan
peningkatan
penelusuruan

Lokasi

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Karismapawirogo (Kabupaten
Karanganyar,
Kabupaten
Wonogiri, Kabupaten Sragen,
Kabupaten
Magetan,
Kabupaten Pacitan, Kabupaten
Ngawi,
dan
Kabupaten
Ponorogo)
Pawonsari (Kabupaten Pacitan,
Kabupaten
Wonogiri,
dan
Kabupaten Wonosari)
Golekpawon
(Kabupaten
Ponorogo,
Kabupaten
Trenggalek,
Kabupaten
Pacitan,
dan
Kabupaten
Wonogiri)

Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Bapeda Provinsi
dan
Kabupaten/Kota

Gerbangkertosusila (GKS)
2 klaster
segitiga emas pertumbuhan
Tuban-Lamongan-Bojonegoro

APBN,
APBD
Provinsi dan
Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Bapeda Provinsi
dan Kab/Kota di
lingkungan Jawa
Timur
dan
Bapeda Provinsi
dan
Kabupaten/Kota

Waktu Pelaksanaan
PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM4

- 108 -

No.

Program Utama

1.8.

aspek-aspek
yang
dapat
dikerjasamakan
Kawasan tertinggal
Fasilitasi
perintisan
pengembangan
potensipotensi
sumber
daya,
lingkungan dan masyarakat
dalam
mendukung
pengembangan
kawasan
tertinggal
Fasilitas perencanaan dan
perintisan
pengembangan
sarana dan prasarana dasar
di kawasan tertinggal
Fasilitasi
pengembangan
usaha masyarakat (termasuk
UMKM)

Pengembangan
dan/atau
peningkatan sistem jaringan
transportasi
penghubung
(darat-laut-udara)
peningkatan kualitas sumber
daya manusia (SDM)
pengembangan
dan
peningkatan
penelusuruan
potensi kawasan atau sub
sektor strategis yang dapat
dikembangkan
Peningkatan tanggungjawab
sosial perusahaan (Corporate

Lokasi

desa-desa tertinggal yang tersebar di


Kabupaten
Bangkalan,
Kabupaten
Bondowoso,
Kabupaten
Pamekasan,
Kabupaten
Sampang,
dan
Kabupaten Situbondo

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

APBN,
APBD
Provinsi dan
Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Dept. PU, Dept.


PDT, Dinas PU
Cipta Karya dan
Tata
Ruang
Provinsi
dan
Kab/Kota, Dinas
PDT Provinsi dan
Kab/Kota,
Bapeda Provinsi
dan Kab/Kota

Waktu Pelaksanaan
PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM4

- 109 -

No.

3.

Program Utama
Social Responsibility) untuk
mendorong tumbuhnya usaha
masyarakat
(termasuk
UMKM)
Kawasan strategis dari sudut
kepentingan sosial dan budaya
Penataan
kawasan
dengan
optimasi
nilai
pengalaman
budaya dan penonjolan nilai
sejarah
Pelestarian dan aktualisasi aset
dan adat budaya daerah
Penyusunan
kawasan
Membangun
pengelolaan
antardaerah

4.

Lokasi

zoning

regulation

Besaran

Mojopahit Park di Kabupaten 2 lokasi (5


kabupaten)
Mojokerto;
Bromo-Tengger-Semeru beserta
pemukiman adat suku Tengger
di
Kabupaten
Lumajang,
Kabupaten Malang, Kabupaten
Pasuruan,
dan
Kabupaten
Probolinggo

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

APBN,
APBD
Provinsi dan
Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Dept. PU, Dept.


Kebudayaan dan
Pariwisata, Dinas
PU Cipta Karya
Provinsi
dan
Kab/Kota,
Bapeda Provinsi
dan
Kab/Kota,
Dinas
Kebudayaan dan
Pariwisata
Provinsi
dan
Kab/Kota

APBN,
APBD
Provinsi dan
Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Dept. PU, Dept.


ESDM, Dinas PU
Cipta Karya dan
Tata
Ruang
Provinsi
dan
Kab/Kota,
Bapeda Provinsi
dan
Kab/Kota,
Dinas
ESDM

kemitraan
kebudayaan

Kawasan strategis dari sudut


kepentingan
SDA
dan/atau
teknologi tinggi
Pengembangan dan optimasi
energi panas bumi

Argopuro
di
Bondowoso,
Jember,
Probolinggo, dan
Situbondo
Belawan - Ijen di
Banyuwangi,
Bondowoso, dan
Situbondo

Kabupaten 6 klaster
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten

Waktu Pelaksanaan
PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM4

- 110 -

No.

Program Utama

Pengembangan
dan
pengendalian
kawasan
pembangkit PLTG, PLTU, dan
PLTD

Pengembangan
dan
pengendalian
kawasan
pertambangan minyak dan gas
bumi
Pengembangan
program
kegiatan ekonomi penunjang
atau turunan dari kegiatan
ekonomi utama di kawasan
SDA/teknologi tinggi
Rehabilitasi
kawasan
pertambangan
Pengembangan perencananaan
peraturan zonasi kawasan

Lokasi

Besaran

Cangar di Kota Batu


Gunung Arjuno Welirang di
Kabupaten Malang, Kabupaten
Mojokerto,
dan
Kabupaten
Pasuruan
Telaga Ngebel di Kabupaten
Madiun
dan
Kabupaten
Ponorogo
Tiris (Gunung Lamongan) di
Kabupaten
Lumajang
dan
Kabupaten Probolinggo
1. Lekok di Kabupaten Pasuruan
5 lokasi (5
2. Ngadirojo di Kabupaten Pacitan kabupaten)
3. Paiton
di
Kabupaten
Probolinggo
4. Singosari di Kabupaten Gresik
5. Tanjung
Awar-awar
di
Kabupaten Tuban
1. Bangkalan dan sekitarnya
6 klaster
2. Bojonegoro dan sekitarnya
3. Gresik dan sekitarnya
4. Sidoarjo dan sekitarnya
5. Sumenep dan sekitarnya
6. Tuban dan sekitarnya,

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana
Provinsi
dan
Kab/Kota, PLN, ,
Pertamina

Waktu Pelaksanaan
PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM4

- 111 -

No.
4.

Program Utama

Lokasi

Kawasan strategis dari sudut


kepentingan fungsi dan daya
dukung lingkungan
1. Pengembangan daya dukung
dan daya tampung lingkungan
di
kawasan
perlindungan
ekosistem
dan
lingkungan
hidup.
2. Pengembangan
zona-zona
penyangga untuk memisahkan
kawasan lindung dan aktivitas
budidaya

3. Pengembangan
penghijauan/reboisasi

kegiatan

WS Bengawan Solo
WS Brantas

Besaran

2 WS

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Dept. PU, Dept


Kehutanan, Dept
Kelautan
dan
Perikanan, Dinas
PU Cipta Karya
dan Tata Ruang
Provinsi
dan
Kab/Kota,
Bapeda Provinsi
dan
Kab/Kota,
Dinas Kehutanan
Provinsi
dan
Kab/Kota, Dinas
Kelautan
dan
Perikanan
Provinsi
dan
Kab/kota, Dinas
Kebudayaan dan
Pariwisata
Provinsi
dan
Kab/kota, Dinas
SDA Provinsi dan
Kab/kota
Bapeda Provinsi
dan
Kab/Kota,
Dinas Kehutanan
Provinsi
dan
Kab/Kota, Dinas
SDA Provinsi dan

Waktu Pelaksanaan
PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM4

- 112 -

No.

Program Utama

Lokasi

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana
Kab/kota

4. Pengembangan wisata alam dan


wisata minat khusus yang tidak
mengganggu
fungsi
utama
lindung kawasan

5. Perlindungan sumber daya alam


dari
pemanfaatan
yang
eksploitatif dan tidak terkendali

Bapeda Provinsi
dan
Kab/Kota,
Dinas Kehutanan
Provinsi
dan
Kab/Kota, Dinas
SDA Provinsi dan
Kab/kota
Dept. PU, Dept.
Kehutanan,
Dept.
Kelautan
dan
Perikanan,
Dinas PU Cipta
Karya dan Tata
Ruang
Provinsi
dan
Kab/Kota,
Bapeda Provinsi
dan
Kab/Kota,
Dinas Kehutanan
Provinsi
dan
Kab/Kota, Dinas
Kelautan
dan
Perikanan
Provinsi
dan
Kab/kota Dinas
Kebudayaan dan
Pariwisata
Provinsi
dan
Kab/Kota, Dinas

Waktu Pelaksanaan
PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM4

- 113 -

No.

Program Utama

Lokasi

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana
SDA Provinsi dan
Kab/Kota

6. Pengembangan pelestarian flora,


fauna, dan ekosistem unik
kawasan

Dept. PU, Dept


Kehutanan, Dept
Kelautan
dan
Perikanan, Dinas
PU Cipta Karya
dan Tata Ruang
Provinsi
dan
Kab/Kota,
Bapeda Provinsi
dan
Kab/Kota,
Dinas Kehutanan
Provinsi
dan
Kab/Kota, Dinas
Kelautan
dan
Perikanan
Provinsi
dan
Kab/kota, Dinas
Kebudayaan dan
Pariwisata
Provinsi
dan
Kab/kota, Dinas
SDA Provinsi dan
Kab/kota

Waktu Pelaksanaan
PJM-1 PJM-2 PJM-3 PJM4

- 114 IV.B. INDIKASI PROGRAM UTAMA TAHUNAN (Lima Tahun Pertama)


Lokasi
No.

A.
1.

Program Utama

Sumber
Dana

Perwujudan Struktur Ruang


Perwujudan Sistem Pusat Pelayanan
1.1. Sistem Perkotaan
Perkotaan 2
unit APBN
Perencanaan tata ruang dan zonasi Kawasan
Gerbangkertosusila
dan masterplan
kawasan perkotaan PKN
Malang
Kediri,
Perencanaan tata ruang dan zonasi Tuban,
Banyuwangi,
kawasan perkotaan PKW
Bojonegoro,

2.

Besaran

Madiun, 5
unit APBD
dan masterplan
Provinsi

Perwujudan Sistem Prasarana


2.1 Sistem Jaringan Transportasi
2.1.1 Sistem Jaringan Transportasi
Darat
A. Jaringan Jalan
Pemantapan jaringan jalan bebas Simpang Susun (SS) Waru 13,50 km
hambatan dalam kota
Bandara Juanda
Percepatan
penyelesaian Porong Gempol

pengembangan
jaringan
jalan
bebas hambatan antarkota yang
strategis

APBN,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Instansi
Pelaksana

Dept. PU, Bapeda


Provinsi,
Dinas
PU Cipta Karya
dan Tata Ruang
Provinsi
Dept. PU, Bapeda
Provinsi,
Dinas
PU Cipta Karya
dan Tata Ruang
Provinsi

Ditjen
Bina
Marga Dept. PU,
Dinas
Bina
Marga
Provinsi
dan
Kab/Kota,
BPN Provinsi dan
Kab/Kota, Jasa
Marga

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 115 -

Lokasi
No.

Program Utama

Besaran

Penyelesaian
pengembangan
jaringan jalan bebas hambatan

Pengembangan
jaringan
strategis provinsi

jalan

AntarKota
1. 27,00 km
1. Mantingan Ngawi
2. 84,00 km
2. Ngawi Kertosono
3. 38,00 km
3. Kertosono Mojokerto
4. 37,00 km
4. Mojokerto Surabaya
5. 14,00 km
5. Gempol Pandaan
6. 30,00 km
6. Pandaan Malang
7. 32,00 km
7. Gempol Pasuruan
8. 40,00 km
8. Pasuruan Probolinggo 9. 156,00 km
9. Probolinggo
10.
Banyuwangi
11.
10. Gresik Tuban
12.
11. Demak Tuban
12. Surabaya Suramadu 13. 18,40 km
Tanjung Bulupandan
14. 23,00 km
Dalam Kota
13. Waru
(Aloha)

Wonokromo Tanjung
Perak
14. Bandara
Juanda

Tanjung Perak
1. Lakarsantri Bringkang
2. Jalan Raya Menganti
(Kota Surabaya)
3. Cemeng
Kalang

Sukodono
4. Sukodono Dungus
5. Dungus Kletek

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

7,3 km
9,18 km
5,9 km
1,25 km
4 km
8,4 km
21,71 km
43,9 km

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

APBN,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Ditjen
Bina
Marga Dept. PU,
Dinas
Bina
Marga
Provinsi
dan
Kab/Kota,
BPN Provinsi dan
Kab/Kota, Jasa
Marga

APBD
Provinsi,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Dinas
Bina
Marga
Provinsi
dan
Kab/Kota,
BPN Provinsi dan
Kab/Kota

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 116 -

Lokasi
No.

Program Utama

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

APBN, APBD
Provinsi dan
Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Dept.
Perhubungan,
Dinas
Perhubungan
Provinsi
dan
Kab/Kota,
PT.
KAI

6. Ploso Batas Kabupaten 9. 0,15 km


Nganjuk
7. Batas
Kabupaten
Jombang Kertosono
8. Blitar Pantai Serang
9. Jalan Bali (Kota Blitar)
10. Batas Kota Malang
Bandara Abdul Rachman
Saleh
11. Jalan Laksda Adisucipto
(Kota Malang)
12. Karangploso

Giri
Purwo (Batas Kota Batu);
13. Batas Kabupaten Malang
Simpang Tiga Jalan
Brantas (Kota Batu)

10.
11.
12.
13.

4,9 km
2,05 km
4,6 km
4,384 km

B. Jaringan Kereta Api


(Semut)
1 rute
Pengembangan jalur perkeretaapian Surabaya
Surabaya
(Gubeng)

ganda
Surabaya (Wonokromo)
Sidoarjo Bangil Pasuruan
Probolinggo Jember
Banyuwangi

Kamal
Revitalisasi jaringan kereta api di Bangkalan
Pulau Madura, dari Bangkalan ke Sampang Pamekasan
Sumenep, dalam satu jaringan Sumenep
transportasi massal kereta api yang
terintegrasi
dengan
jaringan

1 rute
-

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 117 -

Lokasi
No.

Program Utama

Sumber
Dana

Besaran

perkeretaapian di Surabaya
Optimalisasi
konservasi
jalur Sidoarjo Tulangan Tarik
perkeretaapian
mati
sebagai
alternatif jalur kereta api bila jalur
Porong ditutup
(Tulangan)
Percepatan
pembangunan
baru Sidoarjo
jaringan jalur KA Porong Gempol Gunung Gangsir
akibat luapan lumpur lapindo

1 rute

1 rute

Ponorogo 2 rute
Slahung
2. Panarukan Situbondo
Bondowoso Kalisat
Jember

Konservasi jalur perkeretapian mati

1. Madiun

Pembangunan stasiun baru

1. Stasiun
Bangkalan
Kabupaten Bangkalan
2. Stasiun
Sampang
Kabupaten Sampang

di 2 lokasi
di

1. Terminal Barang Babat di


Kabupaten Lamongan
2. Terminal Barang Pasar
Turi di Kota Surabaya
Pengembangan prasarana terminal Terminal barang Kalimas di
Kabupaten Surabaya
barang
Pemantapan
barang

prasarana

terminal

2 terminal (2
kabupaten/ko
ta)
1 terminal
kota)

(1

Instansi
Pelaksana

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 118 -

Lokasi
No.

Program Utama

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

C. Jaringan Sungai, Danau, dan


Penyeberangan
Pemantapan
penyeberangan
kabupaten/kota

dalam

pelabuhan 1. Pelabuhan Kangean dan 3


pelabuhan
wilayah
Pelabuhan
Sapudi
di (2 kabupaten)
Kabupaten Sumenep
2. pelabuhan
Gresik
di
Kabupaten Gresik.

Sistem Jaringan Transportasi


Laut
Pengembangan pelabuhan utama
Tanjung Perak dalam satu sistem
dengan rencana pengembangan
pelabuhan di sekitarnya

APBD
Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Dinas
Perhubungan
Provinsi
dan
Kab/Kota,
PT.
Pellindo

APBN, APBD
Provinsi dan
Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Dept.
Perhubungan,
Dinas
Perhubungan
Provinsi
dan
Kab/Kota,
PT.
Pellindo

2.1.2.

Pengembangan pelabuhan utama

1. pelabuhan
di
wilayah 3
pelabuhan
antara
Teluk
Lamong (3 kabupaten)
sampai Kabupaten Gresik
2. pelabuhan
Socah
di
Kabupaten Bangkalan
3. pelabuhan
Tanjung
Bulupan
dan
di
Kabupaten Bangkalan
1. Pelabuhan
Sendangbiru 2 lokasi (2
di Kabupaten Malang
kabupaten)
2. Pelabuhan Tanjung Wangi
di Kabupaten Banyuwangi

2.1.3

Sistem Jaringan Transportasi


Udara
Pengembangan
bandar
udara Bandar udara Juanda
pengumpul (hub) skala pelayanan Kabupaten Sidoarjo
primer

di 1
bandar APBN, APBD Dept.
udara
(1 Provinsi dan Perhubungan,
kabupaten)
Kab/Kota,
Dinas

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 119 -

Lokasi
No.

Program Utama

Besaran

Sumber
Dana

udara 1
bandar Investasi
Peningkatan
bandar
udara Bandar
Saleh
di udara
(1 Swasta,
pengumpul (hub) skala pelayanan Abdurrachman
Kabupaten
Malang
kabupaten)
dan/atau
tersier
Kerjasama
1
bandar Pendanaan
Alternatif
pembangunan
baru Kabupaten Lamongan
udara
(1
bandar
udara
sebagai
kabupaten)
pengembangan
bandar
udara
Juanda
1. Bandar udara Trunojoyo
di Kabupaten Sumenep
2. Bandar
udara
Blimbingsari
di
Kabupaten Banyuwangi
3. bandar udara Bawean di
Kabupaten Gresik
4. Bandar
udara
Noto
Hadinegoro di Kabupaten
Jember
5. Bandar
udara
di
Kabupaten Blitar
6. Bandar
udara
di
Kabupaten Bojonegoro
Pemantapan bandar udara khusus Bandar udara Pagerungan di
Kabupaten Sumenep
sipil
Pengembangan
bandar
pengumpan (spoke)

udara

6
bandar
udara
(6
kabupaten)

1
bandar
udara
(1
kabupaten)

Instansi
Pelaksana
Perhubungan
Provinsi
dan
Kab/Kota,
Angkasa Pura

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 120 -

Lokasi
No.

Program Utama

2.2 Sistem Jaringan Energi


2.2.1 Sumber Energi
Pengembangan energi air untuk
pembangkit
listrik
tenaga
mikrohidro

Pengembangan energi angin

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

21
kabupaten/ko
ta

APBD
Provinsi dan
Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

PLN,
Dinas
Energi
dan
Sumber
Daya
Mineral, Swasta

14 kabupaten

APBD
Provinsi dan
Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau

PLN,
Dinas
Energi
dan
Sumber
Daya
Mineral, Swasta

Besaran

1. Kabupaten Nganjuk
2. Kabupaten Bojonegoro
3. Kabupaten Banyuwangi
4. Kabupaten Situbondo
5. Kabupaten Bondowoso
6. Kabupaten Jember
7. Kabupaten Lumajang
8. Kabupaten Malang
9. Kabupaten Probolinggo
10. Kabupaten Blitar
11. Kabupaten Tulungagung
12. Kabupaten Trenggalek
13. Kabupaten Pacitan
14. Kabupaten Madiun
15. Kabupaten Magetan
16. Kabupaten Pasuruan
17. Kabupaten Mojokerto
18. Kabupaten Ponorogo
19. Kabupaten Jombang
20. Kabupaten Gresik
21. Kota Batu.
1. Kabupaten Pacitan
2. Kabupaten Trenggalek
3. Kabupaten Tulungagung
4. Kabupaten Blitar
5. Kabupaten Malang
6. Kabupaten Lumajang

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 121 -

Lokasi
No.

Program Utama

Besaran

7. Kabupaten Jember
8. Kabupaten Banyuwangi
9. Kabupaten Bondowoso
10. Kabupaten Bangkalan
11. Kabupaten Sampang
12. Kabupaten Pamekasan
13. Kabupaten Sumenep
14. Kabupaten Tuban
Seluruh kabupaten/kota di 38
Pengembangan energi surya
Jawa Timur
kabupaten/ko
ta
11 lokasi
Pengembangan energi air untuk 1. Karangkates, Wlingi
2.
Ledoyo
PLTA
3. Selorejo
4. Sengguruh
5. Tulungagung
6. Mendalan
7. Siman
8. Madiun
9. Kesamben
10. Kalikonto
1. Argopuro di Kabupaten 3 lokasi
Pengembangan energi panas bumi
Bondowoso,
Kabupaten
Jember,
Kabupaten
Probolinggo,
dan
Kabupaten Situbondo
2. Telaga Ngebel Wilis di
Kabupaten Madiun dan
Kabupaten Ponorogo

Sumber
Dana
Kerjasama
Pendanaan

Instansi
Pelaksana

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 122 -

Lokasi
No.

Program Utama

Pengembangan energi biogas

Pengembangan energi biomassa

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

APBN, APBD
Provinsi dan
KaPengemba
ngab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Dept.
ESDM,
Dinas
ESDM
Provinsi
dan
Kab/Kota,, PLN

APBN, APBD
Provinsi dan
KaPengemb
angab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama

Depkominfo,
Dinas Informasi
dan Komunikasi,
PT. Telkom

3. Tiris (Gunung) Lamongan


di Kabupaten Lumajang
dan
Kabupaten
Probolinggo
Seluruh kabupaten/kota di 38 Kab/Kota
Jawa Timur
Seluruh kabupaten/kota di 38 Kab/Kota
Jawa Timur

2.2.2 Kelistrikan
Pengembangkan pembangkit untuk 1. Plant
Grindulu
PS 5 lokasi
peningkatan
kapasitas
tenaga
(4x250MW)
listrik di Jawa Bali (termasuk Pulau 2. PLTU Tanjung Awar-Awar
Madura)
(2x350MW)
3. PLTU
Jatim
Selatan
(2x315MW)
4. PLTU
Paiton
Baru
(1x660MW)
5. Madura (2x100 MW)
2.3 Sistem Jaringan Telekomunikasi
dan Informatika
wilayah
Pengembangan jaringan terrestrial Seluruh
kabupaten/kota
sampai
yang menggunakan sistem kabel
wilayah terpencil

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 123 -

Lokasi
No.

Program Utama

terpencil
dan
Pengembangan
jaringan
satelit, wilayah
di
seluruh
dapat menggunakan tower maupun terisolir
kabupaten/kota di Jawa
non tower
Timur

2.4

Sistem Jaringan Sumber Daya Air


pengelolaan sumber daya air
di a.Wilayah Sungai Bengawan Solo :
wilayah sungai
1. Waduk Kedung Bendo di
Kabupaten Pacitan
2. Telaga
Ngebel
Dam,
Waduk Bendo, Waduk
Slahung,
dan
Bendungan Badegan di
Kabupaten Ponorogo
3. Bendungan
Gerak
Bojonegoro,
Waduk
Nglambangan,
Waduk
Kedung Tete,
Waduk
Pejok,
Waduk
Kerjo,
Waduk Gonseng, Waduk
Mundu, Waduk Belung,
dan Bendungan Belah di
Kabupaten Bojonegoro
4. Bendungan
Gerak

Besaran

Sumber
Dana
Pendanaan
APBN, APBD
Provinsi dan
Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan
APBN, APBD
Provinsi dan
Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Instansi
Pelaksana

Depkominfo,
Dinas Informasi
dan Komunikasi,
PT. Telkom

Dinas PU Cipta
karya
dan
Pengairan
Provinsi
dan
Kab/Kota,
PDAM, Jasa Tirta

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 124 -

Lokasi
No.

Program Utama

Besaran

5.
6.
7.

8.

Karangnongko Barrage
Waduk Kedung Bendo,
Waduk Sonde, Waduk
Pakulon,
Waduk
Alastuwo
dan
Bendungan Genen di
Kabupaten Ngawi
Waduk
Kresek
dan
Waduk
Tugu
di
Kabupaten Madiun
Waduk
Tawun
dan
Waduk
Ngampon
di
Kabupaten Tuban
Bendung
Gerak
Sembayat,
Waduk
Gondang, dan Waduk
Cawak di Kabupaten
Lamongan
Waduk
Gonggang
di
Kabupaten Magetan

b.Wilayah Sungai Brantas :


1. Bendungan Genteng I,
Bendungan
Lesti
III,
Bendungan
Kepanjen,
Bendungan
Lumbangsari,
Bendungan Kesamben,
Bendungan Kunto II,
dan Karangkates III, IV

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 125 -

Lokasi
No.

Program Utama

Besaran

di Kabupaten Malang
2. Bendungan
Tugu
di
Kabupaten Trenggalek
3. Bendungan Beng dan
Bendungan
Kedungwarok
di
Kabupaten Jombang
4. Bendungan
Ketandan,
Bendungan
Semantok
dan Bendungan Kuncir
di Kabupaten Nganjuk
5. Bendungan Babadan di
Kabupaten Kediri
6. Bendungan Wonorejo di
Kabupaten Tulungagung
c.Wilayah Sungai Welang
Rejoso :
1. Bendung
Licin
di
Kabupaten Pasuruan,
2. Waduk Suko, Waduk
Kuripan, dan Embung
Boto
di
Kabupaten
Probolinggo,
d.Wilayah Sungai Pekalen
Sampean :
1. Waduk Taman, Embung
Pace, Embung Gubri,
Embung
Klabang,

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 126 -

Lokasi
No.

Program Utama

Besaran

Waduk
Tegalampel,
Waduk
Karanganyar,
Waduk
Sukokerto,
Waduk
Botolinggo,
Embung Blimbing, dan
Embung
Krasak
di
Kabupaten Bondowoso,
2. Embung
Banyuputih,
Embung
Tunjang,
Embung Wringinanom,
dan Embung Nogosromo
di Kabupaten Situbondo.
e.Wilayah
Sungai
Baru
Bajulmati :
1. Embung
Singolatri,
Waduk
Kedawang,
Waduk
Bajulmati,
Embung
Bomo,
dan
Embung
Sumber
Mangaran di Kabupaten
Banyuwangi.
f.Wilayah Sungai Bondoyudo
Bedadung :
1. Waduk
Antrogan
di
Kabupaten Jember
g.Wilayah Sungai Kepulauan
Madura :

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 127 -

Lokasi
No.

Program Utama

Pengembangan sistem irigasi teknis

Optimalisasi
pengembangan
jaringan air baku untuk industri
Optimalisasi
pengembangan
jaringan air baku untuk air minum
regional

Besaran

1. Waduk
Nipah
di
Kabupaten Sampang,
2. Waduk
Blega
di
Kabupaten Bangkalan
3. Waduk
Samiran
di
Kabupaten Pamekasan,
4. Waduk Tambak Agung
di Kabupaten Sumenep
1. DAS Kondang Merak di
Kabupaten Malang
2. DAS Ringin Bandulan di
Kabupaten
Blitar
dan
Kabupaten Tulungagung
3. DAS Tengah di Kabupaten
Situbondo
1. Jaringan Telaga Sarangan
- Magetan
2. Sumber
mata
air
Umbulan
1. SPAM Regional PANTURA
(Kabupaten
Bojonegoro,
Kabupaten
Tuban,
Kabupaten
Lamongan,
Kabupaten Gresik, dan
Kabupaten Bangkalan)
2. SPAM Regional Lintas
Tengah
(Kabupaten
Nganjuk,
Kabupaten
Kediri, dan Kabupaten

3 lokasi

4
klaster
jaringan

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 128 -

Lokasi
No.

Program Utama

Optimalisasi
pengembangan
jaringan pengendali banjir

Besaran

Jombang)
3. SPAM
Regional Malang
Raya (Kota Malang, Kota
Batu,
dan
Kabupaten
Malang)
4. SPAM Regional Umbulan
(Kabupaten
Pasuruan,
Kota
Pasuruan,
Kabupaten Sidoarjo, Kota
Surabaya, dan Kabupaten
Gresik)
1. Pengaturan sungai dan 4 lokasi
sistem Pompa banjir DAS
Kali Madiun tersebar di
Kabupaten Madiun, Kota
Madiun, Kabupaten Ngawi
dan Kabupaten Ponorogo
2. Pintu
darurat
banjir
floodway
Pelangwot

Sedayu
Lawas
di
Kabupaten Lamongan
3. Perkuatan tanggul dan
Jabung retarding basin di
Kabupaten
Bojonegoro
dan Kabupaten Lamongan
4. Pengaturan sungai dan
sistem pengendali banjir
Kali Lamong tersebar di
Kabupaten
Gresik,
Kabupaten Mojokerto dan

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 129 -

Lokasi
No.

Program Utama

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

APBN, APBD
Provinsi dan
Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Bapeda Provinsi
dan
Kab/Kota,
Dinas
Persampahan
dan pertamanan

Kota Surabaya
2.5

Sistem
Prasarana
Pengolaan
lingkungan
Perencanaan pengelolaan secara
regional dan terpadu di 8 wilayah

1. Kabupaten Gresik (Kota 8 lokasi


Surabaya,
Kabupaten
Sidoarjo, dan Kabupaten
Gresik)
2. Malang
Raya
(Kota
Malang, Kota Batu, dan
Kabupaten Malang)
3. Mojokerto (Kota Mojokerto
dan Kabupaten Mojokerto)
4. Madiun (Kota Madiun dan
Kabupaten Madiun)
5. Kediri (Kota Kediri dan
Kabupaten Kediri)
6. Blitar (Kota Blitar dan
Kabupaten Blitar)
7. Pasuruan (Kota Pasuruan
dan Kabupaten Pasuruan)
8. Probolinggo
(Kota
Probolinggo
dan
Kabupaten Probolinggo)

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 130 -

No.

B
1

Program Utama

Lokasi

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Perwujudan Pola Ruang


Perwujudan Kawasan Lindung
1.1 Hutan Lindung
Penetapan
sistem
deliniasi 1.
persebaran hutan lindung
2.
3.
4.
5.
Penetapan
wilayah
prioritas 6.
rehabilitasi hutan
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.

Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten

Bangkalan
Banyuwangi
Blitar
Bojonegoro
Bondowoso
Jember
Jombang
Kediri
Lamongan
Lumajang
Madiun
Magetan
Malang
Mojokerto
Nganjuk
Ngawi
Pacitan
Pamekasan
Pasuruan
Ponorogo
Probolinggo
Sampang
Situbondo
Sumenep
Trenggalek
Tuban

29
wilayah APBN,
kabupaten/ko APBD
ta 314.720 Ha Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
Dinas Kehutanan
dan Perhutani

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 131 -

No.

Program Utama

Lokasi

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

27. Kabupaten Tulungagung


28. Kota Batu
29. Kota Kediri
1.2
Kawasan
Perlindungan
Setempat
1.2.1 Sempadan Pantai
Memantapkan
kawasan
lindung di daratan untuk
menunjang kawasan lindung
pantai
Pengendalian
kegiatan
budidaya di kawasan pantai

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.

Kabupaten Pacitan
Kabupaten Trenggalek
Kabupaten Tulungagung
Kabupaten Blitar
Kabupaten Malang
Kabupaten Lumajang
Kabupaten Jember
Kabupaten Banyuwangi
Kabupaten Situbondo
Kabupaten Probolinggo
Kabupaten Pasuruan
Kota Pasuruan
Kabupaten Sidoarjo
Kota Surabaya
Kabupaten Gresik
Kabupaten Lamongan
Kabupaten Tuban
Kabupaten Bangkalan
Kabupaten Sampang
Kabupaten Pamekasan
Kabupaten Sumenep

21
kabupaten/ko
ta

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
Dinas
Kelautan
dan
Perikanan,
dan Dinas PU
Pengairan

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 132 -

No.

Program Utama

Lokasi

Besaran

1.2.2 Sempadan Sungai


Penetapan delineasi kawasan Sepanjang aliran sungai di Jawa sempadan sungai
Timur
Penertiban kawasan bantaran
sungai

1.2.3 Kawasan sekitar mata air


Penetapan delineasi kawasan Sekitar mata air di Jawa Timur
perlindungan sekitar mata air
Perencanaan
fungsi
perlindungan sekitar mata air
secara alami ataupun buatan
Pembatasan kegiatan yang
tidak
berkaitan
dengan
perlindungan kawasan sekitar
mata air
1.3
Kawasan
Suakan
Alam,
Pelestarian Alam dan Kawasan
Cagar Budaya
1.3.1 Kawasan Suaka Marga Satwa
1.
Suaka Margasatwa Dataran 1. 14.177 Ha
Rehabilitasi Suaka Margasatwa
Tinggi Yang di Kecamatan 2. 3.832 Ha
Krucil, Sumber Malang,
Konservasi sumberdaya hutan,
Panti
dan
Sukorambi,
flora-fauna serta ekosistemnya
Kabupaten
Situbondo,
Kabupaten
Bondowoso,

Sumber
Dana

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Instansi
Pelaksana

Bappeda Provinsi
Jawa Timur dan
Dinas
PU
Pengairan

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
Dinas Kehutanan,
Perhutani
dan
Dinas
PU
Pengairan

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
Dinas Kehutanan
dan
Dinas
Kebudayaan dan
Pariwisata

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 133 -

No.

Program Utama

Lokasi

2.

1.3.2 Kawasan Cagar Alam


Rehabilitasi Cagar Alam

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Besaran

Kabupaten Probolinggo dan


Kabupaten Jember.
Suaka Margasatwa Pulau
Bawean
di
Kecamatan
Sangkapura
dan
Kecamatan
Tambak,
Kabupaten Gresik.
Besowo
Gadungan
di
Kabupaten Kediri
Cagar Alam Ceding di
Kabupaten Bondowoso
Cagar Alam Sungai Kolbu
Iyang Plateu di Kabupaten
Bondowoso
Cagar
Alam
Watangan
Puger I di Kabupaten
Jember
Curah Manis I VIII di
Kabupaten Jember
Gunung
Abang
di
Kabupaten Pasuruan
Gunung Picis di Kabupaten
Ponorogo
Gunung
Sigogor
di
Kabupaten Ponorogo
Guwo
Lowo/Nglirip
di
Kabupaten Tuban

Sumber
Dana
kerjasama
pendanaan

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.

7 Ha
2 Ha
19 Ha
2 Ha
17 Ha
50 Ha
28 Ha
190.50 Ha
3 Ha
2.468 Ha
12 Ha
6.100 Ha
9 Ha
725 Ha
15 Ha
430 Ha
877 Ha
7,50 Ha

Instansi
Pelaksana

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 134 -

No.

Program Utama

Lokasi

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

10. Kawah Ijen Merapi Unggup


- Unggup di Kabupaten
Bondowoso dan Kabupaten
Banyuwangi
11. Manggis
Gadungan
di
Kabupaten Kediri
12. Nusa Barong di Kabupaten
Jember
13. Pancuran Ijen I dan II di
Kabupaten Bondowoso
14. Pulau
Bawean
di
Kabupaten Gresik
15. Pulau Noko dan Pulau
Nusa di Kabupaten Gresik
16. Pulau Saobi di Kepulauan
Kangean
Kabupaten
Sumenep
17. Pulau Sempu di Kabupaten
Malang
18. Janggangan Rogojampi I/II
di Kabupaten Banyuwangi
1.3.3 Kawasan pantai berhutan
bakau
Rehabilitasi
ekosistem
dan
habitat yang rusak di kawasan
hutan bakau/mangrove, pesisir
(terumbu
karang,
mangrove,
padang lamun, dan estuaria),
perairan,
bekas
kawasan

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten

Pacitan
Trenggalek
Tulungagung
Blitar
Malang
Lumajang

21
Kabupaten/Ko
ta

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
Dinas
Kelautan
dan
Perikanan,
dan
Dinas
Kebudayaan dan

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 135 -

No.

Program Utama

pertambangan

Lokasi

7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.

1.3.4 Taman Nasional


Pemantapan
fungsi
kawasan 1.
lindung termasuk pengembangan
flora fauna khas taman nasional

2.

3.

Besaran

Kabupaten Jember
Kabupaten Banyuwangi
Kabupaten Situbondo
Kabupaten Probolinggo
Kabupaten Pasuruan
Kota Pasuruan
Kabupaten Sidoarjo
Kota Surabaya
Kabupaten Gresik
Kabupaten Lamongan
Kabupaten Tuban
Kabupaten Bangkalan
Kabupaten Sampang
Kabupaten Pamekasan
Kabupaten Sumenep
Taman Nasional Bromo
Tengger
Semeru
di
Kabupaten
Malang,
Kabupaten
Pasuruan,
Kabupaten Probolinggo dan
Kabupaten Lumajang
Taman Nasional Baluran di
Kecamatan
Banyuputih
Kabupaten Situbondo dan
Kecamatan
Wongsorejo
Kabupaten Banyuwangi
Taman Nasional Meru Betiri
di perbatasan Kabupaten

1.
2.
3.
4.
5.

50.276 Ha
25.000 Ha
58.000 Ha
43.420 Ha
3.506 Ha

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

kerjasama
pendanaan

Pariwisata

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
Dinas Kehutanan
dan
Dinas
Kebudayaan dan
Pariwisata

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 136 -

No.

Program Utama

Lokasi

4.

5.

Besaran

3.

Instansi
Pelaksana

Jember dan Kabupaten


Banyuwangi (Selatan)
Taman Nasional Alas Purwo
di Kecamatan Tegal Dlimo,
Kabupaten
Bayuwangi
(Selatan)
Taman Nasional Perairan
Baluran

1.3.5 Taman Hutan Raya


Mojokerto, 27. 868 Ha
Pemantapan dan rehabilitasi Kabupaten
Pasuruan,
fungsi Taman Hutan Raya R. Kabupaten
Kabupaten
Malang,
Kabupaten
Soeryo
Jombang dan Kota Batu

1.3.6 Taman Wisata Alam


Pemantapan dan rehabilitasi 1.
fungsi taman wisata alam
2.

Sumber
Dana

Taman Wisata Alam Tretes 1. 10 Ha


di Kabupaten Pasuruan
2. 195 Ha
Taman
Wisata
Gunung 3. 92 Ha
Baung
di
Kabupaten
Pasuruan
Taman Wisata Alam Ijen
Merapi Unggup-Unggup di
Kabupaten Bondowoso dan
Kabupaten Banyuwangi

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
Dinas Kehutanan
dan
Dinas
Kebudayaan dan
Pariwisata

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
Dinas Kehutanan
dan
Dinas
Kebudayaan dan
Pariwisata

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 137 -

No.

Program Utama

Lokasi

Besaran

1.3.7 Kawasan Cagar Budaya dan


Ilmu Pengetahuan
32 lokasi
Penetapan batas lapangan yang 1. Lingkungan nonbangunan:
a) Monumen keganasan PKI
jelas
di Kabupaten Madiun
Pemeliharaan kawasan cagar
b)
Monumen
Trisula
di
budaya dan ilmu pengetahuan
Kabupaten Blitar
c) Petilasan Gunung Kawi
Kabupaten Malang
d) Petilasan Sri Aji Joyoboyo
di Kabupaten Kediri
e) Situs Purbakala Trinil di
Kabupaten Ngawi
2. Lingkungan bangunan nongedung:
a) Arca Totok Kerot di
Kabupaten Kediri
b) Candi Cungkup, Makam
Gayatri, dan Candi Dadi
di
Kabupaten
Tulungagung
c) Candi Jawi di Kabupaten
Pasuruan
d) Candi
Jolotundo
di
Kabupaten Mojokerto
e) Candi
Penataran
dan
Candi
Simping
di
Kabupaten Blitar
f) Candi Singosari, Candi
Jago, Candi Kidal, dan

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 138 -

No.

Program Utama

Lokasi

g)
h)

i)
j)
k)
l)

m)
n)
o)

Candi
Badut
di
Kabupaten Malang
Kawasan
Trowulan
di
Kabupaten Mojokerto
Kompleks Makam KH.
Hasyim
Asyari,
K.H.
Wachid Hasyim, Gus Dur,
dan Sayyid Sulaiman di
Kabupaten Jombang
Makam Asta Tinggi di
Kabupaten Sumenep
Makam Batoro Katong di
Kabupaten Ponorogo
Makam Batu Ampar di
Kabupaten Pameksan
Makam Maulana Malik
Ibrahim, Makam Sunan
Giri
(Giri
Kedaton),
Makam Fatimah Binti
Maimun, Makam Kanjeng
Sepuh
dan
Kawasan
Gunung
Surowiti
di
Kabupaten Gresik
Makam Sunan Bonang di
Kabupaten Tuban
Makam Sunan Drajat di
Kabupaten Lamongan
Makam Syaikona Kholil
dan Pesarean Aer mata
Ebu
di
Kabupaten

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 139 -

No.

Program Utama

Lokasi

Bangkalan
p) Recolanang di Kabupaten
Mojokerto
q) Situs Sarchopagus dan
Megalith di Kabupaten
Bondowoso
r) Makam Sunan Ampel dan
Mbah Bungkul di Kota
Surabaya
3. Lingkungan
bangunan
gedung dan halamannya:
a) Benteng Pendem Van den
Bosch
di
Kabupaten
Ngawi
b) Pelestarian
bangunan
pabrik gula di Kabupaten
Sidoarjo,
Kabupaten
Madiun,
Kabupaten
Magetan,
Kabupaten
Bondowoso,
Kabupaten
Kediri dan Kabupaten
Malang
c) Makam
Proklamator,
Museum Bung Karno,
Istana Gebang, Petilasan
Aryo
Blitar,
dan
Monumen
PETA
(Soeprijadi) di Kota Blitar
d) bangunan bersejarah dan

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 140 -

No.

Program Utama

Lokasi

cagar budaya
Surabaya

Besaran

di

Instansi
Pelaksana

Kota

4. Kebun Raya Purwodadi


Kabupaten Pasuruan
Kawasan Rawan Bencana
Alam
1.4.1. Kawasan rawan tanah
longsor
Penetapan zona-zona bahaya 1.
2.
dan tingkatannya
3.
4.
5.
6.
Pemantapan
dan 7.
penanggulangan
bencana 8.
9.
longsor
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.

Sumber
Dana

di

1.4.

Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten

Ngawi
Tuban
Bojonegoro
Magetan
Madiun
Nganjuk
Ponorogo
Pacitan
Trenggalek
Kediri
Tulungagung
Blitar
Malang
Lumajang
Pasuruan
Probolinggo
Jember
Situbondo
Bondowoso

21
kabupaten/ko
ta

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
BNPB,
Dinas
Kehutanan, Dinas
PU Pengairan

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 141 -

No.

Program Utama

Lokasi

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

20. Kabupaten Banyuwangi


21. Kota Batu

1.4.2. Kawasan rawan gelombang


pasang
Penetapan zona-zona bahaya 1.
2.
dan tingkatannya
3.
4.
5.
6.
7.
Pemantapan strategi mitigasi 8.
bencana gelombang pasang
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.

Kabupaten Pacitan
Kabupaten Trenggalek
Kabupaten Tulungagung
Kabupaten Blitar
Kabupaten Malang
Kabupaten Lumajang
Kabupaten Jember
Kabupaten Banyuwangi
Kabupaten Situbondo
Kabupaten Probolinggo
Kabupaten Pasuruan
Kabupaten Sidoarjo
Kabupaten Gresik
Kabupaten Lamongan
Kabupaten Tuban
Kabupaten Bangkalan
Kabupaten Sampang
Kabupaten Pamekasan
Kabupaten Sumenep
Kota Pasuruan
Kota Surabaya

21
kabupaten/ko
ta

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
BNPB,
Dinas
Kehutanan, Dinas
PU Pengairan

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 142 -

No.

Program Utama

Lokasi

1.4.3. Kawasan rawan banjir


Penetapan zona-zona bahaya
dan tingkatannya

Pemantapan
bencana

strategi

mitigasi

1. Kabupaten
2. Kabupaten
3. Kabupaten
4. Kabupaten
5. Kabupaten
6. Kabupaten
7. Kabupaten
8. Kabupaten
9. Kabupaten
10. Kabupaten
11. Kabupaten
12. Kabupaten
13. Kabupaten
14. Kabupaten
15. Kabupaten
16. Kabupaten
17. Kabupaten
18. Kabupaten
19. Kabupaten
20. Kabupaten
21. Kabupaten
22. Kabupaten
23. Kabupaten
24. Kabupaten
25. Kabupaten
26. Kabupaten
27. Kabupaten
28. Kabupaten

Bangkalan
Banyuwangi
Blitar
Bojonegoro
Bondowoso
Gresik
Jember
Jombang
Kediri
Lamongan
Lumajang
Madiun
Magetan
Malang
Mojokerto
Nganjuk
Ngawi
Pacitan
Pasuruan
Ponorogo
Probolinggo
Sampang
Sumenep
Sidoarjo
Situbondo
Trenggalek
Tuban
Tulungagung

Besaran

31
kabupaten/ko
ta

Sumber
Dana

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Instansi
Pelaksana

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
BNPB,
Dinas
Kehutanan, Dinas
PU Pengairan

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 143 -

No.

Program Utama

Lokasi

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

29. Kota Malang


30. Kota Pasuruan
31. Kota Surabaya

1.4.4. Kawasan rawan bencana


kebakaran hutan
Penetapan zona-zona bahaya
dan tingkatannya

Pemantapan
bencana

strategi

mitigasi

kawasan
kawasan
kawasan
kawasan
kawasan

di Gunung Arjuno
di Gunung Kawi
di Gunung Welirang
di Gunung Kelud.
Tahura R.Soeryo

5 lokasi

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
BPBD,
Dinas
Kehutanan, Dinas
PU Pengairan

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
BPBD,
Dinas
Kehutanan, Dinas
PU Pengairan

1.4.4.

Kawasan rawan bencana


angin kencang dan puting
beliung
Pemantapan strategi mitigasi
bencana

1.
2.
3.
4.
5.

seluruh kabupaten/kota di Jawa 38


Timur
kabupaten/ko
ta

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 144 -

No.

Program Utama

Lokasi

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

pendanaan
1.5 Kawasan Lindung Geologi
1.5.1. Kawasan Rawan Bencana
Alam Geologi
Penetapan zona-zona bahaya
dan tingkatannya

Pemantapan
bencana

strategi

mitigasi

1. Kawasan
rawan
letusan gunung api :
a) Kawasan sekitar Gunung
Ijen
di
Kabupaten
Bondowoso dan Kabupaten
Banyuwangi
b) Kawasan sekitar Gunung
Semeru
di
Kabupaten
Malang dan Kabupaten
Lumajang
c) Kawasan sekitar Gunung
Bromo
di
Kabupaten
Malang,
Kabupaten
Lumajang,
Kabupaten
Probolinggo,
dan
Kabupaten Pasuruan
d) Kawasan sekitar Gunung
Lamongan di Kabupaten
Lumajang dan Kabupaten
Probolinggo
e) Kawasan sekitar Gunung
Arjuno-Welirang
di
Kabupaten Pasuruan dan
Kabupaten Mojokerto
f) Kawasan sekitar Gunung

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
BPBD,
Dinas
Kehutanan, Dinas
PU Pengairan

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 145 -

No.

Program Utama

Lokasi

Kelud di Kabupaten Kediri,


Kabupaten
Blitar,
dan
Kabupaten Malang
g) Kawasan sekitar Gunung
Raung
di
Kabupaten
Banyuwangi,
Kabupaten
Bondowoso,
dan
Kabupaten Jember

2. Kawasan rawan gempa bumi:


a) Kabupaten Banyuwangi
b) Kabupaten Blitar
c) Kabupaten Bondowoso
d) Kabupaten Jember
e) Kabupaten Jombang
f) Kabupaten Kediri
g) Kabupaten Lumajang
h) Kabupaten Madiun
i) Kabupaten Magetan
j) Kabupaten Malang
k) Kabupaten Mojokerto
l) Kabupaten Nganjuk
m) Kabupaten Ngawi
n) Kabupaten Pacitan
o) Kabupaten Pasuruan
p) Kabupaten Ponorogo

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 146 -

No.

Program Utama

Lokasi

q)
r)
s)
t)

Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Probolinggo
Situbondo
Trenggalek
Tulungagung

3. Kawasan rawan tsunami :


a) Kabupaten Banyuwangi
b) Kabupaten Jember
c) Kabupaten Pacitan
d) Kabupaten Trenggalek
e) Kabupaten Malang (bagian
selatan)
f) Kabupaten Blitar (bagian
selatan)
g) Kabupaten Lumajang
h) Kabupaten Tulungagung
4. Kawasan luapan lumpur
Kabupaten Sidoarjo
1.6 Kawasan Lindung Lainnya
Penetapan delineasi kawasan
lindung
lainnya
untuk
perlindungan terumbu karang
Perencanaan
kawasan
hulu
supaya jernih dan mengurangi
sedimentasi akibat pencemaran
dan perusakan lingkungan

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten

Probolinggo
Situbondo
Banyuwangi
Jember
Malang
Pacitan
Sumenep

7 Kabupaten

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
Dinas
Kelautan
dan
Perikanan,
dan
Dinas
Kebudayaan dan
Pariwisata

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 147 -

No.

Program Utama

Kawasan Budidaya
2.1 Kawasan Peruntukan Hutan
Produksi
Penetapan delineasi kawasan 1.
hutan produksi
2.
3.
Pengembangan hutan tanaman 4.
industri, terutama pada kawasan 5.
hutan non-produktif, termasuk 6.
kemudahan perijinan usaha dan 7.
permodalan/pinjaman
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.

Lokasi

Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten

Bangkalan
Banyuwangi
Blitar
Bojonegoro
Bondowoso
Gresik
Jember
Jombang
Kediri
Lamongan
Lumajang
Madiun
Magetan
Malang
Mojokerto
Nganjuk
Ngawi
Pacitan
Pamekasan
Pasuruan
Ponorogo
Probolinggo
Sampang
Situbondo
Sumenep
Trenggalek

Besaran

30
kabupaten/ko
ta
782.772 Ha

Sumber
Dana

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Instansi
Pelaksana

Dinas Kehutanan,
Perhutani

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 148 -

No.

Program Utama

Lokasi

27.
28.
29.
30.

2.2. Kawasan Hutan Rakyat


Identifikasi,
deliniasi
dan
penetapan kawasan hutan rakyat
Perencanaan pemanfaatan hutan
rakyat dan penetapan peraturan
pemanfaatan hutan rakyat

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Kabupaten Tuban
Kabupaten Tulungagung
Kota Batu
Kota Kediri

1. Kabupaten
2. Kabupaten
3. Kabupaten
4. Kabupaten
5. Kabupaten
6. Kabupaten
7. Kabupaten
8. Kabupaten
9. Kabupaten
10. Kabupaten
11. Kabupaten
12. Kabupaten
13. Kabupaten
14. Kabupaten
15. Kabupaten
16. Kabupaten
17. Kabupaten
18. Kabupaten
19. Kabupaten
20. Kabupaten

Bangkalan
Banyuwangi
Blitar
Bojonegoro
Bondowoso
Gresik
Jember
Jombang
Kediri
Lamongan
Lumajang
Madiun
Magetan
Malang
Mojokerto
Nganjuk
Ngawi
Pacitan
Pamekasan
Pasuruan

30
kabupaten/ko
ta
612.000 Ha

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Dinas Kehutanan

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 149 -

No.

Program Utama

Lokasi

21. Kabupaten
22. Kabupaten
23. Kabupaten
24. Kabupaten
25. Kabupaten
26. Kabupaten
27. Kabupaten
28. Kabupaten
29. Kabupaten
30. Kota Batu
2.3 Kawasan Peruntukan Pertanian
2.3.1. Kawasan pertanian lahan
basah
Delineasi dan penetapan lahan 1.
pertanian pangan berkelanjutan
2.
3.
4.
5.
Pengembangan
kawasan 6.
pertanian di perdesaaan
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Ponorogo
Probolinggo
Sampang
Sidoarjo
Situbondo
Sumenep
Trenggalek
Tuban
Tulungagung

Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten

Bangkalan
Banyuwangi
Blitar
Bojonegoro
Bondowoso
Gresik
Jember
Jombang
Kediri
Lamongan
Lumajang
Madiun
Magetan
Malang
Mojokerto
Nganjuk

29 kabupaten

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda Provinsi
Jawa Timur dan
Dinas Pertanian

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 150 -

No.

Program Utama

Lokasi

17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.

Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Ngawi
Pacitan
Pamekasan
Pasuruan
Ponorogo
Probolinggo
Sampang
Sidoarjo
Situbondo
Sumenep
Trenggalek
Tuban
Tulungagung

2.3.2.

Kawasan pertanian lahan


kering
Pengembangan
kawasan Daerah-daerah
yang
belum 849.033 Ha
pertanian lahan kering
terlayani jaringan irigasi di
seluruh wilayah kabupaten/kota
di Jawa Timur.

Kawasan
pertanian
hortikultura
Pengembangan
kawasan sentra penghasil sayur : di pertanian holtikultura
kawasan
pertanian
lahan
basah dan lahan kering di
seluruh kabupaten/kota

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
Dinas Pertanian
dan
Dinas
Perkebunan

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
Dinas Pertanian
dan
Dinas

2.3.3.

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 151 -

No.

Program Utama

Lokasi

Sentra penghasil bunga :


1. Kabupaten Gresik
2. Kabupaten Magetan
3. Kabupaten Malang
4. Kabupaten Mojokerto
5. Kabupaten Pasuruan
6. Kota Batu
Sentra penghasil buah :
a. Komoditas pisang:
1) Kabupaten Banyuwangi
2) Kabupaten Blitar
3) Kabupaten Jember
4) Kabupaten Lumajang
5) Kabupaten Magetan
6) Kabupaten Malang
7) Kabupaten Pacitan
8) Kabupaten Trenggalek
9) Kabupaten Tulungagung
b. Komoditas jeruk:
1) Kabupaten Banyuwangi
2) Kabupaten Jember
3) Kabupaten Jombang
4) Kabupaten Madiun
5) Kabupaten Magetan
6) Kabupaten Malang
7) Kabupaten Pacitan
8) Kabupaten Pamekasan

Besaran

Sumber
Dana
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Instansi
Pelaksana
Perkebunan

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 152 -

No.

Program Utama

Lokasi

9) Kabupaten Tuban
10) Kota Batu
c. Komoditas rambutan:
1) Kabupaten Bangkalan
2) Kabupaten Blitar
3) Kabupaten Jember
d. Komoditas mangga:
1) Kabupaten Bondowoso
2) Kabupaten Gresik
3) Kabupaten Kediri
4) Kabupaten Magetan
5) Kabupaten Nganjuk
6) Kabupaten Pasuruan
7) Kabupaten Probolinggo
8) Kabupaten Situbondo
e. Komoditas apel:
1) Kabupaten Malang
2) Kabupaten Pasuruan
3) Kota Batu
f. Komoditas jambu air :
1) Kabupaten Jombang
2) Kabupaten Tuban
3) Kepulauan Madura
g. Komoditas blimbing :
1) Kabupaten Blitar
2) Kabupaten Tuban
3) Kota Blitar
h. Komoditas salak:
1) Kabupaten Bangkalan
2) Kabupaten Bojonegoro

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 153 -

No.

Program Utama

Lokasi

3) Kabupaten Lumajang
4) Kabupaten Malang
5) Kabupaten Mojokerto
6) Kabupaten Pasuruan
i. Komoditas alpukat:
1) Kabupaten Lumajang
j. Komoditas durian:
1) Kabupaten Bondowoso
2) Kabupaten Jember
3) Kabupaten Jombang
4) Kabupaten Madiun
5) Kabupaten Malang
6) Kabupaten Pasuruan
7) kabupaten Trenggalek
k. Komoditas manggis:
1) Kabupaten Banyuwangi
2) Kabupaten Blitar
3) Kabupaten Jember
4) Kabupaten Ponorogo
5) Kabupaten Probolinggo
6) kabupaten Trenggalek
sentra penghasil biofarmaka:
1) Kabupaten Pacitan
2) Kabupaten Ponorogo
3) Kabupaten Probolinggo
4) Kabupaten Trenggalek

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 154 -

No.

Program Utama

Kawasan
Peruntukkan
Perkebunan
Pengembangan
kawasan
perkebunan pendukung kawasan
strategis agropolitan

Lokasi

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

2.4.

1. Tanaman semusim

Tembakau
1) Kabupaten Bangkalan
2) Kabupaten Bojonegoro
3) Kabupaten Bondowoso
4) Kabupaten Jember
5) Kabupaten Jombang
6) Kabupaten Lamongan
7) Kabupaten Pamekasan
8) Kabupaten Probolinggo
9) Kabupaten Sampang
10) Kabupaten Situbondo
11) Kabupaten Sumenep
Tebu
1) Kabupaten
2) Kabupaten
3) Kabupaten
4) Kabupaten
5) Kabupaten
6) Kabupaten
7) Kabupaten
8) Kabupaten
9) Kabupaten
10) Kabupaten
11) Kabupaten
12) Kabupaten

Bangkalan
Blitar
Bojonegoro
Bondowoso
Gresik
Jember
Jombang
Kediri
Lamongan
Lumajang
Madiun
Magetan

34 kabupaten
398.036 Ha

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda Provinsi
Jawa
Timur,
Dinas Pertanian
dan
Dinas
Perkebunan

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 155 -

No.

Program Utama

Lokasi

Besaran

13)
14)
15)
16)
17)
18)
19)
20)
21)

Kabupaten Malang
Kabupaten Mojokerto
Kabupaten Ngawi
Kabupaten Probolinggo
Kabupaten Sampang
Kabupaten Sidoarjo
Kabupaten Situbondo
Kabupaten Tuban
Kabupaten
Tulungagung
2. Tanaman tahunan
Kapas
1) Kabupaten Lamongan
2) Kabupaten Mojokerto
3) Kabupaten Pasuruan
4) Kabupaten Ponorogo
Jambu mete
1) Kabupaten
2) Kabupaten
3) Kabupaten
4) Kabupaten
5) Kabupaten
6) Kabupaten
7) Kabupaten

Bangkalan
Ngawi
Pamekasan
Ponorogo
Sampang
Sumenep
Tuban

Kopi
1) Kabupaten Banyuwangi
2) Kabupaten Blitar

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 156 -

No.

Program Utama

Lokasi

3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)

Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten

Besaran

Bondowoso
Jember
Kediri
Lumajang
Magetan
Malang
Pacitan
Pasuruan
Probolinggo
Situbondo.

Cengkeh
1) Kabupaten Jombang
2) Kabupaten Nganjuk
3) Kabupaten Ponorogo
4) Kabupaten Trenggalek
Teh
1) Kabupaten Malang
2) Kabupaten Mojokerto
3) Kabupaten Ngawi
4) Kabupaten Pasuruan
5) Kota Batu
Karet
1) Kabupaten
Banyuwangi
2) Kabupaten Bondowoso
3) Kabupaten Jember

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 157 -

No.

Program Utama

Lokasi

Kakao
1) Kabupaten
Banyuwangi
2) Kabupaten Blitar
3) Kabupaten Jombang
4) Kabupaten Madiun
5) Kabupaten Malang
6) Kabupaten Nganjuk
7) Kabupaten Ngawi
8) Kabupaten Pacitan
9) Kabupaten Ponorogo
10) Kabupaten Trenggalek
Panili
1) Kabupaten Jombang
2) Kabupaten Malang
3) Kota Batu.
Kelapa
1) Kabupaten Bangkalan
2) Kabupaten Banyuwangi
3) Kabupaten Blitar
4) Kabupaten Bojonegoro
5) Kabupaten Gresik
6) Kabupaten Jember
7) Kabupaten Kediri
8) Kabupaten Lumajang
9) Kabupaten Madiun
10) Kabupaten Malang

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 158 -

No.

Program Utama

Lokasi

11)
12)
13)
14)
15)
16)
17)
18)
19)
20)
21)

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Kabupaten Nganjuk
Kabupaten Ngawi
Kabupaten Pacitan
Kabupaten Pamekasan
Kabupaten Ponorogo
Kabupaten Sidoarjo
Kabupaten Situbondo
Kabupaten Sumenep
Kabupaten Trenggalek
Kabupaten Tuban
Kabupaten
Tulungagung

Nilam
1) Kabupaten Blitar
2) Kabupaten Malang
3) Kabupaten Nganjuk
2.5.

Kawasan
Peternakan
Pengembangan
peternakan
agropolitan.

Peruntukkan
sentra Sentra
peternakan
ternak
pendukung
besar:
a. Kawasan sentra ternak
besar :
1. Kabupaten Bangkalan
2. Kabupaten Banyuwangi
3. Kabupaten Blitar
4. Kabupaten Bojonegoro
5. Kabupaten Bondowoso

3
sentra
peternakan di
38
kabupaten/
kota

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda Provinsi
Jawa Timur dan
Dinas Peternakan

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 159 -

No.

Program Utama

Lokasi

6. Kabupaten Jember
7. Kabupaten Jombang
8. Kabupaten Kediri
9. Kabupaten Lamongan
10. Kabupaten Lumajang
11. Kabupaten Magetan
12. Kabupaten Malang
13. Kabupaten Mojokerto
14. Kabupaten Nganjuk
15. Kabupaten Ngawi
16. Kabupaten Pacitan
17. Kabupaten Pamekasan
18. Kabupaten Pasuruan
19. Kabupaten Ponorogo
20. Kabupaten Probolinggo
21. Kabupaten Sampang
22. Kabupaten Situbondo
23. Kabupaten Sumenep
24. Kabupaten Trenggalek
25. Kabupaten Tuban
26. Kabupaten
Tulungagung
b. Pengembangan
Sapi
Madura sebagai genetik
ternak asli :
1. Kabupaten Bangkalan
2. Kabupaten Pamekasan
3. Kabupaten Sampang
4. Kabupaten Sumenep

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 160 -

No.

Program Utama

Lokasi

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Sentra
peternakan
ternak
kecil: di seluruh Kabupaten
Sentra peternakan unggas:
1. Kabupaten Blitar
2. Kabupaten Jombang
3. Kabupaten Kediri
4. Kabupaten Mojokerto
5. Kabupaten Pasuruan
6. Kabupaten Sidoarjo
7. Kabupaten Tulungagung
2.6.

Kawasan
Perikanan
Pengembangan
tangkap

Peruntukkan
Komoditi perikanan 1. Pengembangan
Utama Perikanan :
a. Tamperan di Kabupaten
Pacitan
b. Prigi
di
Kabupaten
Trenggalek
c. Sendangbiru di Kabupaten
Malang
d. Puger
di
Kabupaten
Jember
e. Ujungpangkah
di
Kabupaten Gresik
f. Brondong di Kabupaten
Lamongan
g. Pondokmimbo
di

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda,
Kelautan
Perikanan

Dinas
dan

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 161 -

No.

Program Utama

Lokasi

Kabupaten Situbondo
h. Bulu di Kabupaten Tuban
i. Pasongsongan
di
Kabupaten Sumenep
2. Pengembangan
Pelabuhan
Perikanan Nusantara (PPN) :
a. Prigi
di
Kabupaten
Trenggalek
b. Brondong di Kabupaten
Lamongan
3. Pengembangan
Pelabuhan
Perikanan Pantai (PPP):
a. Muncar
di
Kabupaten
Banyuwangi
b. Puger
di
Kabupaten
Jember
c. Pondokdadap di Kabupaten
Malang
d. Mayangan
di
Kota
Probolinggo
e. Paiton
di
Kabupaten
Probolinggo
f. Lekok
di
Kabupaten
Pasuruan
g. Tamperan di Kabupaten
Pacitan
h. Bawean
di
Kabupaten
Gresik

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 162 -

No.

Program Utama

Lokasi

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

4. Pengembangan
Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI) :
a. Pancer
di
Kabupaten
Banyuwangi
b. Bulu di Kabupaten Tuban
c. Pasongsongan
di
Kabupaten Sumenep
2.6.2Pengembangan
kawasan
perikanan budidaya
kawasan Pengembangan sentra perikanan 1. Pengembangan
perikanan
budi
daya
air
dan minapolitan
payau
berupa
komoditas
perikanan:
a. Kabupaten Bangkalan
b. Kabupaten Banyuwangi
c. Kabupaten Blitar
d. Kabupaten Gresik
e. Kabupaten Jember
f. Kabupaten Lamongan
g. Kabupaten Lumajang
h. Kabupaten Malang
i. Kabupaten Pacitan
j. Kabupaten Pamekasan
k. Kabupaten Pasuruan
l. Kabupaten Probolinggo
m.Kabupaten Sampang
n. Kabupaten Sidoarjo

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda,
Kelautan
Perikanan

Dinas
dan

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 163 -

No.

Program Utama

Lokasi

o. Kabupaten Situbondo
p. Kabupaten Sumenep
q. Kabupaten Trenggalek
r. Kabupaten Tuban
s. Kabupaten Tulungagung
t. Kota Pasuruan
u. Kota Probolinggo
v. Kota Surabaya
2. Pengembangan
kawasan
perikanan budi daya air
tawar:
A. ikan konsumsi di seluruh
wilayah kabupaten/kota
B. Ikan hias:
a. Kabupaten Blitar
b. Kabupaten Kediri
c. Kabupaten
Tulungagung
d. Kota Kediri
3. Pengembangan
kawasan
perikanan budi daya air laut:
a. Kabupaten Bangkalan
b. Kabupaten Banyuwangi
c. Kabupaten Blitar
d. Kabupaten Gresik
e. Kabupaten Jember
f. Kabupaten Lamongan
g. Kabupaten Lumajang

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 164 -

No.

Program Utama

Lokasi

h. Kabupaten
i. Kabupaten
j. Kabupaten
k. Kabupaten
l. Kabupaten
m.Kabupaten
n. Kabupaten
o. Kabupaten
p. Kabupaten
q. Kabupaten
r. Kabupaten

Malang
Pacitan
Pamekasan
Pasuruan
Probolinggo
Sampang
Situbondo
Sumenep
Trenggalek
Tuban
Tulungagung

4. Pengolahan dan pemasaran


hasil perikanan:
a. Kabupaten Banyuwangi
b. Kabupaten Blitar
c. Kabupaten Gresik
d. Kabupaten Lamongan
e. Kabupaten Malang
f. Kabupaten Pacitan
g. Kabupaten Pasuruan
h. Kabupaten Sidoarjo
i. Kabupaten Sumenep
j. Kabupaten Trenggalek
k. Kabupaten Tuban
l. Kota Probolinggo

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 165 -

No.

Program Utama

2.7.

Kawasan
pertambangan

2.7.1.

Kawasan
Mineral

Lokasi

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

peruntukkan
Pertambangan

Pengembangan
kawasan 1. Pertambangan mineral logam:
pertambangan
mineral
a. Kabupaten Banyuwangi
berdasarkan
potensi
bahan
b. Kabupaten Blitar
galian, kondisi geologi dan
c. Kabupaten Jember
geohidrologi
dengan prinsip
d. Kabupaten Lumajang
kelestarian lingkungan
e. Kabupaten Malang
f. Kabupaten Pacitan
Penetapan wilayah prioritas
g. Kabupaten Trenggalek
rehabilitasi pertambangan
h. Kabupaten Tulungagung

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda,
ESDM

Dinas

18 kabupaten

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,

Bappeda,
ESDM

Dinas

2. Pertambangan mineral bukan


logam : di seluruh wilayah
kabupaten di Jawa Timur
3. Pertambangan batuan : di
seluruh wilayah kabupaten di
Jawa Timur
2.7.2.

Kawasan Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi
Pengembangan
kawasan 1.
pertambangan minyak dan gas 2.
bumi
3.
4.
5.

Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten

Bangkalan
Bojonegoro
Gresik
Jombang
Lamongan

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 166 -

No.

Program Utama

Lokasi

Besaran

6.
Kabupaten Mojokerto
7.
Kabupaten Nganjuk
8.
Kabupaten Pamekasan
9.
Kabupaten Sampang
10. Kabupaten Sidoarjo
11. Kabupaten Sumenep
12. Kabupaten Tuban
13. Kota Surabaya
Pengembangan pemanfaatan dan Di seluruh area pertambangan
konservasi air bawah tanah
2.7.3. Kawasan Potensi Daerah
Panas Bumi
pengembangan
kawasan 1. Argopuro
di
Kabupaten 10 lokasi
pertambangan dilakukan dengan
Bondowoso,
Kabupaten
mempertimbangkan
potensi
Probolinggo, dan Kabupaten
bahan galian, kondisi geologi dan
Situbondo
geohidrologi dalam kaitannya 2. Belawan-Ijen di Kabupaten
dengan kelestarian lingkungan
Banyuwangi,
Kabupaten
Bondowoso, dan Kabupaten
Situbondo
3. Cangar dan Songgoriti di
Kabupaten Malang dan Kota
Batu
4. Gunung Arjuno-Welirang di
Kabupaten
Malang,
Kabupaten Mojokerto, dan
Kabupaten Pasuruan
5. Gunung Lawu di Kabupaten
Magetan

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

dan/atau
kerjasama
pendanaan

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda,
ESDM

Dinas

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 167 -

No.

Program Utama

Lokasi

6. Gunung
Pandan
di
Kabupaten
Bojonegoro,
Kabupaten
Madiun,
dan
Kabupaten Nganjuk
7. Melati
dan
Arjosari
di
Kabupaten Pacitan
8. Telaga Ngebel di Kabupaten
Madiun
dan
Kabupaten
Ponorogo
9. Tiris (Gunung) Lamongan di
Kabupaten Lumajang dan
Kabupaten Probolinggo
10. Tirtosari
di
Kabupaten
Sumenep

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 168 -

No.

Program Utama

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Lokasi

Besaran

Kabupaten Bangkalan
Kabupaten Banyuwwangi
Kabupaten Gresik
Kabupaten Jombang
Kabupaten Lamongan
Kabupaten Malang
Kabupaten Mojokerto
Kabupaten Pasuruan
Kabupaten Probolinggo
Kabupaten Sidoarjo
Kabupaten Tuban
Kota Surabaya
Kota Madiun

13
kabupaten/ko
ta

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda,
Dinas
Perindustrian dan
Perdagangan

19
Kabupaten/Ko
ta

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda,
Dinas
Perindustrian dan
Perdagangan

2.8. Kawasan peruntukkan industri


2.8.1. Kawasan industri

Perencanaan kawasan industri

2.8.2.

Kawasan
Peruntukan
Industri di luar Kawasan
Industri
Delineasi
dan
penetapan
kawasan
peruntukkan
industri

Perencanaan
kawasan
peruntukkan industri

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten
Kabupaten

Bangkalan
Bojonegoro
Gresik
Jember
Jombang
Lamongan
Madiun
Malang
Mojokerto

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 169 -

No.

Program Utama

Lokasi

10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Kabupaten Nganjuk
Kabupaten Ngawi
Kabupaten Pasuruan
Kabupaten Probolinggo
Kabupaten Sidoarjo
Kabupaten Situbondo
Kabupaten Tuban
Kota Kediri
Kota Madiun
Kota Surabaya

2.8.3. Sentra Industri


Perencanaan
dan di seluruh kabupaten/kota di 38
pengembangan sentra industri Jawa Timur
kabupaten/ko
ta

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda,
Dinas
Perindustrian dan
Perdagangan

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau

Bapedda,
Dinas
Kebudayaan dan
Pariwisata

2.9. Kawasan Peruntukkan Wisata

Perintisan
pengembangan
jejaring destinasi pariwisata
unggulan (lead destination)
dalam
bentuk
koridor
pariwisata

1. Jalur Pengembangan Koridor 4


Koridor
A:
pariwisata
a. Api Abadi di Kabupaten
Pamekasan
b. Asta Yusuf, Asta Tinggi,
Keraton, Museum, Pantai

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 170 -

No.

Program Utama

Lokasi

Lombang,
dan
Pantai
Slopeng
di
Kabupaten
Sumenep
c. Gua Akbar, Makam Bekti
Harjo,
Makam
Ibrahim
Asmorokondi, dan Makam
Sunan
Bonang
di
Kabupaten Tuban
d. Gua Maharani, Makam
Sunan
Drajat,
Pantai
Tanjung Kodok, Waduk
Gondang,
dan
Wisata
Bahari Lamongan (WBL) di
Kabupaten Lamongan
e. Kawasan Kaki Jembatan
Suramadu (KKJS), Kebun
Binatang Surabaya, dan
Makam Sunan Ampel, di
Kota Surabaya
f. Kawasan Kaki Jembatan
Suramadu (KKJS), Makam
Aer Mata Ebu, dan Pantai
Rongkang, di Kabupaten
Bangkalan
g. Makam Sunan Giri, Makam
Maulana
Malik,
dan
Fatimah Binti Maemum di
Kabupaten Gresik
h. Makam
Ratu
Ebu
di
Kabupaten Sampang

Besaran

Sumber
Dana
kerjasama
pendanaan

Instansi
Pelaksana

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 171 -

No.

Program Utama

Lokasi

2. Jalur Pengembangan Koridor


B:
a. Air
Terjun
Dlundung,
Candi Tikus, dan Kolam
Renang
Ubalan
di
Kabupaten Mojokerto
b. Air Terjun Sedudo dan
Pemandian Sumber Karya
di Kabupaten Nganjuk
c. Bendungan Widas dan
Taman
Umbul
di
Kabupaten Madiun
d. Hutan Surya, Pemandian
Talun, dan Waduk Pondok
di Kabupaten Ngawi
e. Sumber Boto dan Tirta
Wisata
di
Kabupaten
Jombang
f. Taman
Kosala
Tirta,
Taman Manunggal, Telaga
Sarangan, dan Tirtosari di
Kabupaten Magetan
g. Kota Surabaya
3. Jalur Pengembangan Koridor
C:
a. Banyuanget, Gua Gong,
Gua Tabuhan, dan Pantai
Teleng Ria di Kabupaten

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 172 -

No.

Program Utama

Lokasi

Pacitan
b. Candi Penampihan dan
Pantai Popoh di Kabupaten
Tulungagung
c. Candi
Penataran
di
Kabupaten Blitar
d. Coban
Glotak,
Pantai
Balekambang,
Pantai
Ngliyep,
Taman
Sengkaling,
dan Waduk
Selorejo
di
Kabupaten
Malang
e. Gereja
Poh
Sarang,
Petilasan Jayabaya, dan
Ubalan
Kalasan
di
Kabupaten Kediri
f. Guo
Lowo,
Pantai
Karanggongso,
Pantai
Prigi, dan Tirta Jualita di
Kabupaten Trenggalek
g. Makam Batoro Katong,
Telaga Ngebel, dan Tirto
Manggolo di Kabupaten
Ponorogo
h. Makam Proklamator Bung
Karno di Kota Blitar
i. Kota Malang
4. Jalur Pengembangan Koridor
D:

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 173 -

No.

Program Utama

Lokasi

a. Arak-Arak,

Bukit
Bededung, dan
Pantai
Pasir Putih di Kabupaten
Situbondo
b. Bromo-Ngadisan,
Candi
Jabung Tirto, dan Pantai
Bentar
di
Kabupaten
Probolinggo
c. Grajagan,
Kawah
Ijen,
Pantai Plengkung, Pantai
Sukamade, dan Taman
Suruh
di
Kabupaten
Banyuwangi
d. Gunung Bromo,
Kakek
Bodo,
Kebun
Raya
Purwodadi,
Pemandian
Banyubiru, dan Taman
Safari
di
Kabupaten
Pasuruan
e. Hutan
Bambu,
Pantai
Watu Godeg, Pura Mandara
Giri Semeru Agung, Ranu
Bedali, Ranu Klakah, dan
Ranu Pane di Kabupaten
Lumajang
f. Pantai
Watu
Ulo,
Pemandian
Blambangan,
Pemandian Kebon Agung,
dan Pemandian Petemon di

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 174 -

No.

Program Utama

Lokasi

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

Kabupaten Jember
2.10.

Kawasan
Peruntukkan
Permukiman
Relokasi
pemukiman
yang seluruh kabupaten/kota
terkena dan/atau rawan bencana
alam
Pengembangan
rusun
di Kawasan Gerbangkertosusila
kawasan perkotaan
Kawasan perkotaan lain

38
kabupaten/ko
ta
14
kabupaten/ko
ta

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Bappeda,
Dinas
PU Cipta Karya

2.11. Kawasan andalan


Identifikasi basis data potensi Kawasan andalan darat :
10
kawasan APBN,APBD Bappeda Provinsi
sumber
daya
lingkungan
di Provinsi dan Jawa Timur
1. Kawasan
Gresik, andalan
(unggulan)
dan
masyarakat
swasta
Bangkalan,
Mojokerto, Jawa Timur
dalam
mendukung
Surabaya,
Sidoarjo,
pengembangan kawasan andalan
Lamongan
2. Kawasan
Malang
dan
sekitarnya
3. Kawasan
ProbolinggoPasuruan, Lumajang
4. Kawasan
TubanBojonegoro
5. Kawasan
KediriTulungagung-Blitar
6. Kawasan
SitubondoBondowoso-Jember

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 175 -

No.

Program Utama

Lokasi

Besaran

Sumber
Dana

Instansi
Pelaksana

7. Kawasan
Madiun
dan
sekitarnya
8. Kawasan Banyuwangi dan
sekitarnya
9. Kawasan
Madura
dan
Kepulauan
Kawasan
andalan
laut
:
Kawasan Andalan Laut Madura
dan sekitarnya
3. Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil
Pengembangan kota-kota pesisir Seluruh kawasan pesisir dan
di Kepulauan Provinsi Jawa pulau-pulau kecil di Provinsi
Timur
Jawa Timur
Peningkatan konservasi kawasan
pesisir dan pulau-pulau kecil
yang
menjadi
fungsi
perlindungan, baik perlindungan
bagi
kawasan
bawahannya,
kawasan perlindungan setempat,
maupun cagar alam
Pengoptimalan
pengembangan
kawasan pesisir dan pulau-pulau
kecil

APBN,
APBD
Provinsi,
investasi
swasta,
dan/atau
kerjasama
pendanaan

Dinas
Kelautan
dan Perikanan

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 176 -

No.
Program Utama

C.
1

Perwujudan
Kawasan
Strategis
Provinsi
Kawasan
Strategis
dari
Sudut
Kepentingan Ekonomi
1.1. High Tech Industrial Park (HTIP)
Perencanaan dan pengembangan
zonasi di kawasan high tech
industrial park berupa : zona
pengembangan industri utama,
zona pengembangan research, zona
pendidikan
tinggi,
zona
multimedia.

Lokasi

Besaran

1. Surabaya Industrial Estate 2


Rungkut (SIER) di Kota kabupaten/
Surabaya
kota
2. Brebek
di
Kabupaten
Sidoarjo

1.2. Kawasan
Ekonomi
Unggulan
(KEU)
Perencanaan dan Pengembangan 1. LIS (Lamongan Integrated 4 lokasi
zonasi
di
Kawasan
Ekonomi
Shorebase) dan sekitarnya di
Unggulan (KEU) berupa zona
Kabupaten Lamongan
pengembangan pelabuhan utama, 2. Pelabuhan
Tanjung
zona pengembangan logistik dan
Bulupandan dan sekitarnya
perdagangan,
zona
industri
di Kabupaten Bangkalan
pengolahan.
3. Pelabuhan Sendang Biru
dan sekitarnya di Kabupaten
Malang

Sumber
Dana

Instansi Pelaksana

APBN,
APBD
Provinsi dan
Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Dept. PU, Bapeda


Provinsi
dan
Kab/Kota,
Dinas
PU Cipta Karya dan
Tata Ruang Provinsi
dan Kab/Kota, Dinas
Bina Marga Provinsi
dan
Kab/Kota,
Dinas Perindustrian
dan
Perdagangan
Provinsi
dan
Kab/Kota, Bapepam

APBN,
APBD
Provinsi dan
Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Dept. PU, Bapeda


Provinsi
dan
Kab/Kota,
Dinas
PU
Cipta
Karya
Provinsi
dan
Kab/Kota,
Dinas
Bina Marga Provinsi
dan
Kab/Kota,
Dinas Perindustrian

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 177 -

No.
Program Utama

Lokasi

Besaran

Sumber
Dana

4. Pelabuhan Teluk Lamong


dan sekitarnya di Kota
Surabaya dan Kabupaten
Gresik
Perencanaan dan pengembangan Industri Perhiasan Gemopolis 1
zonasi
Kawasan
Ekonomi di Kabupaten Sidoarjo
kabupaten
Unggulan (KEU) berupa zona inti
produksi, zona koleksi, zona outlet,
zona pelayanan, zona penyangga,
dan zona terpengaruh.

1.3. Kawasan Agropolitan Regional


Perencanaan dan pengembangan 1. Sistem Agropolitan Wilis : 4 Klaster
zonasi di kawasan agropolitan
Kabupaten
Madiun,
berupa zona pusat produksi, zona
Kabupaten
Magetan,
pusat industri pengolahan, zona
Kabupaten
Ngawi,
pusat koleksi dan distribusi
Kabupaten
Pacitan,
Kabupaten Ponorogo, dan
Kota Madiun
2. Sistem Agropolitan Bromo

Instansi Pelaksana

dan
Perdagangan
Provinsi
dan
Kab/Kota, Bapepam
APBN,
APBD
Provinsi dan
Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Dept. PU, Bapeda


Provinsi
dan
Kab/Kota, Dinas PU
Cipta Karya Provinsi
dan Kab/Kota, Dinas
Bina Marga Provinsi
dan
Kab/Kota,
Dinas Perindustrian
dan
Perdagangan
Provinsi
dan
Kab/Kota,
Dinas
ESDM Provinsi dan
Kab/Kota Bapepam,
Koperasi dan UMKM

APBN,
APBD
Provinsi dan
Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama

Dept. PU, Bapeda


Provinsi
dan
Kab/Kota, Dinas PU
Cipta Karya Provinsi
dan Kab/Kota, Dinas
Bina Marga Provinsi
dan Kab/Kota, Dinas
Pertanian
Provinsi

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 178 -

No.
Program Utama

Lokasi

Besaran

Tengger Semeru (BTS) :


Kabupaten
Lumajang,
Kabupaten
Malang,
Kabupaten
Pasuruan,
Kabupaten Probolinggo, dan
Kabupaten Sidoarjo
3. Sistem Agropolitan Ijen :
Kabupaten
Banyuwangi,
Kabupaten
Bondowoso,
Kabupaten
Jember,
dan
Kabupaten Situbondo
4. Sistem
Agropolitan
Kepulauan
Madura:
Kabupaten
Bangkalan,
Kabupaten
Pamekasan,
Kabupaten Sampang, dan
Kabupaten Sumenep
1.4. Kawasan Agroindustri
Perencanaan dan pengembangan Kabupaten
Gresik
zonasi di kawasan agroindustri Kabupaten Lamongan
Gelang (Gresik dan Lamongan)
Utara

dan 2
kabupaten

Sumber
Dana

Instansi Pelaksana

Pendanaan

dan Kab/Kota, Dinas


Perkebunan Provinsi
dan Kab/Kota, Dinas
Dinas Perindustrian
dan
Perdagangan
Provinsi
dan
Kab/Kota, Bapepam,
Koperasi dan UMKM,
BRI
dan
Perbankan/Perkredit
an.

APBN,
APBD
Provinsi dan
Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Dept. PU, Bapeda


Provinsi
dan
Kab/Kota, Dinas PU
Cipta Karya Provinsi
dan Kab/Kota, Dinas
Bina Marga Provinsi
dan Kab/Kota, Dinas
Dinas Perindustrian
dan
Perdagangan
Provinsi
dan
Kab/Kota, Bapepam,

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 179 -

No.
Program Utama

Lokasi

Besaran

Sumber
Dana

Instansi Pelaksana

BRI dan Perbankan


1.5. Kawasan Koridor Metropolitan
Perencanaan dan pengembangan
zonasi
di
kawasan
koridor
metropolitan, berupa zona pusat
pertumbuhan, zona penyangga,
dan zona wilayah pelayanan.

1.6. Kawasan
Perbatasan
antarkabupaten/kota
pengembangan
dan
penguatan
sinergitas
kerjasama
regional
kawasan
perbatasan
antarkabupaten/kota
peningkatan akselerasi, koordinasi,
dan
sinkronisasi
program
di
wilayah yang berbatasan
pengembangan dan peningkatan
penelusuran aspek-aspek yang

Kawasan
Kaki
Jembatan 7 kab/kota
Suramadu
di
Kabupaten
Bangkalan,
Kawasan
Kaki
Jembatan Suramadu di Kota
Surabaya,
kawasan
pusat
bisnis
Surabaya,
kawasan
industri berteknologi tinggi di
Kota Surabaya dan Kabupaten
Sidoarjo,
Kawasan
Industri
Gempol
di
Kabupaten
Pasuruan, Kawasan Komersial
Lawang di Kabupaten Malang
dan
perkotaan
Malang,
kawasan pusat bisnis Kota
Malang, pusat-pusat pariwisata
di Kota Batu

APBN,
APBD
Provinsi dan
Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Dept. PU, Bapeda


Provinsi
dan
Kab/Kota,
Dinas
PU
Cipta
Karya
Provinsi
dan
Kab/Kota,
Dinas
Bina Marga Provinsi
dan
Kab/Kota,
Dinas Perindustrian
dan
Perdagangan
Provinsi
dan
Kab/Kota, Bapepam

Gerbangkertosusila (GKS)
2 klaster
segitiga emas pertumbuhan
Tuban-LamonganBojonegoro

APBN,
APBD
Provinsi dan
Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Bapeda Provinsi dan


Kab/Kota,
Dinas
Bina Marga Provinsi
dan Kab/Kota, Dinas
Kebudayaan
dan
Pariwisata
Provinsi
dan Kab/Kota

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 180 -

No.
Program Utama

1.7.

2.

dapat dikerjasamakan
Kawasan tertinggal
Fasilitasi
perintisan
pengembangan
potensi-potensi
sumber daya, lingkungan dan
masyarakat dalam mendukung
pengembangan
kawasan
tertinggal
Pengembangan
dan/atau
peningkatan
sistem
jaringan
transportasi penghubung (daratlaut-udara)
peningkatan
kualitas
sumber
daya manusia (SDM)
pengembangan dan peningkatan
penelusuruan potensi kawasan
atau sub sektor strategis yang
dapat dikembangkan
Peningkatan tanggungjawab sosial
perusahaan
(Corporate
Social
Responsibility) untuk mendorong
tumbuhnya usaha masyarakat
(termasuk UMKM)

Lokasi

Besaran

desa-desa
tertinggal
yang tersebar
di
Kabupaten
Bangkalan,
Kabupaten
Bondowoso,
Kabupaten
Pamekasan,
Kabupaten
Sampang,
dan
Kabupaten
Situbondo

Kawasan
strategis
dari
sudut
kepentingan sosial dan budaya
Penataan kawasan dengan optimasi
nilai
pengalaman
budaya
dan
penonjolan nilai sejarah

Mojopahit
Park
Kabupaten Mojokerto

Sumber
Dana

Instansi Pelaksana

APBN,
APBD
Provinsi dan
Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Dept. PU, Dept. PDT


Dinas
PU
Cipta
Karya
dan
Tata
Ruang Provinsi dan
Kab/Kota,
Dinas
PDT Provinsi dan
Kab/Kota,
Bapeda
Provinsi
dan
Kab/Kota

Dept.
PU,
Dept.
di 2 lokasi (5 APBN,
kabupaten)
APBD
Kebudayaan
dan
Provinsi dan Pariwisata, Dinas PU

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 181 -

No.
Program Utama

Lokasi

Pelestarian dan aktualisasi aset dan


adat budaya daerah
Penyusunan
zoning
regulation
kawasan
Membangun kemitraan pengelolaan
kebudayaan antardaerah

Kawasan
strategis
dari
sudut
kepentingan SDA dan/atau teknologi
tinggi
Pengembangan dan optimasi energi
panas bumi

Besaran

Bromo-Tengger-Semeru
beserta
pemukiman adat
suku Tengger di Kabupaten
Lumajang,
Kabupaten
Malang,
Kabupaten
Pasuruan, dan Kabupaten
Probolinggo

Argopuro di Kabupaten 6 klaster


Bondowoso,
Kabupaten
Jember,
Kabupaten
Probolinggo,
dan
Kabupaten Situbondo
Belawan
Ijen
di
Kabupaten
Banyuwangi,
Kabupaten
Bondowoso,
dan Kabupaten Situbondo
Cangar
di
Kabupaten
Malang
Gunung Arjuno Welirang di
Kabupaten
Malang,
Kabupaten Mojokerto, dan
Kabupaten Pasuruan
Ngebel

Wilis
di
Kabupaten Madiun dan

Sumber
Dana

Instansi Pelaksana

Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Cipta Karya Provinsi


dan
Kab/Kota,
Bapeda Provinsi dan
Kab/Kota,
Dinas
Kebudayaan
dan
Pariwisata
Provinsi
dan Kab/Kota

APBN,
APBD
Provinsi dan
Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Dept.
PU,
Dept.
ESDM, Dinas PU
Cipta Karya dan Tata
Ruang Provinsi dan
Kab/Kota,
Bapeda
Provinsi
dan
Kab/Kota,
Dinas
ESDM Provinsi dan
Kab/Kota,
PLN,
Pertamina

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 182 -

No.
Program Utama

Lokasi

Pengembangan dan pengendalian


kawasan pembangkit PLTG, PLTU,
dan PLTD

1.
2.
3.
4.
5.

Pengembangan dan pengendalian


kawasan pertambangan minyak dan
gas bumi
Pengembangan
program
kegiatan
ekonomi penunjang atau turunan
dari kegiatan ekonomi utama di
kawasan SDA/teknologi tinggi
Pengembangan
perencananaan
peraturan zonasi kawasan

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Besaran

Kabupaten Ponorogo
Tiris (Gunung) Lamongan
di Kabupaten Lumajang
dan Kabupaten Probolinggo
Lekok
di
Kabupaten 5 lokasi (5
Pasuruan
kabupaten)
Ngadirojo di Kabupaten
Pacitan
Paiton
di
Kabupaten
Probolinggo
Singosari di Kabupaten
Gresik
Tanjung
Awar-awar
di
Kabupaten Tuban
Bangkalan dan sekitarnya
Bojonegoro dan sekitarnya
Gresik dan sekitarnya
Sidoarjo dan sekitarnya
Sumenep dan sekitarnya
Tuban dan sekitarnya

6 klaster

Sumber
Dana

Instansi Pelaksana

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 183 -

No.
Program Utama

4.

Kawasan
strategis
dari
sudut
kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan
Pengembangan daya dukung dan
daya tampung lingkungan di kawasan
perlindungan
ekosistem
dan
lingkungan hidup.
Perlindungan sumber daya alam dari
pemanfaatan yang eksploitatif dan
tidak terkendali

Pengembangan
pelestarian
flora,
fauna, dan ekosistem unik kawasan

Lokasi

WS Bengawan Solo
WS Brantas

Besaran

2 WS

Sumber
Dana

APBN,
APBD
Provinsi dan
Kab/Kota,
Investasi
Swasta,
dan/atau
Kerjasama
Pendanaan

Instansi Pelaksana

Dept.
PU,
Dept.
Kehutanan,
Dept.
Kelautan
dan
Perikanan, Dinas PU
Cipta Karya dan Tata
Ruang Provinsi dan
Kab/Kota,
Bapeda
Provinsi
dan
Kab/Kota,
Dinas
Kehutanan Provinsi
dan Kab/Kota, Dinas
Kelautan
dan
Perikanan
Provinsi
dan Kab/kota Dinas
Kebudayaan
dan
Pariwisata
Provinsi
dan Kab/Kota, Dinas
SDA Provinsi dan
Kab/Kota
Dept.
PU,
Dept
Kehutanan,
Dept
Kelautan
dan
Perikanan, Dinas PU
Cipta Karya dan Tata
Ruang Provinsi dan
Kab/Kota,
Bapeda

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

- 184 -

No.
Program Utama

Lokasi

Besaran

Sumber
Dana

Instansi Pelaksana

Waktu
Pelaksanaan
PJM I
(Tahun 20122016)
1 2 3 4 5

Provinsi
dan
Kab/Kota,
Dinas
Kehutanan Provinsi
dan Kab/Kota, Dinas
Kelautan
dan
Perikanan
Provinsi
dan Kab/kota, Dinas
Kebudayaan
dan
Pariwisata
Provinsi
dan Kab/kota, Dinas
SDA Provinsi dan
Kab/kota

GUBERNUR JAWA TIMUR


ttd
Dr. H. SOEKARWO

LAMPIRAN V

Anda mungkin juga menyukai