Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
Perkembangan anak merupakan proses kontinyu yang terjadi mulai dari konsepsi
sampai dewasa. Namun ada kalanya terjadi penyimpangan dalam perkembangan anak
tersebut. Penyimpangan perkembangan anak dapat diukur dengan menggunakan tolak
ukur perkembangan motorik kasar, motorik halus, kepribadian sosial dan bahasa.
Perkembangan kepribadian sosial anak dapat dilihat dari kemampuan anak
berkomunikasi ataupun berinteraksi dengan lingkungannya, sehingga bila terdapat
penyimpangan pada perkembangan kepribadian sosial anak maka anak akan
mengalami gangguan dalam berinteraksi dan berkomunikasi.
Istilah Gangguan Perkembangan Pervasif atau Pervasif Development
Disorders (PDD) atau Autism Spectrum Disorder (ASD) pertama kali digunakan pada
tahun 1980 untuk mendeskripsikan suatu kelas penyakit, dimana kelas penyakit ini
memiliki beberapa karakteristik umum seperti : gangguan pada interaksi sosial,
aktifitas imajinatif, kemampuan berkomunikasi verbal dan non verbal serta
pembatasan dalam minat dan kecendrungan aktifitas berulang atau repetitif.
Dalam perkembangan selanjutnya, menurut Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorder (DSM-IV) ada 5 penyakit yang bisa dikategorikan dalam PDD,
yaitu (1) Autistic Disorder, (2) Rett,s Disorder, (3) Childhood Disintegrative Disorder
(PDD), (4) Aspergers Disorder dan (5) Pervasif Developmental Disorder Not
Otherwise Specified (PDD-NOS). Dimana semua penyakit tersebut memiliki
karakteristik yang hampir mirip.
Pervasif Developmental Disorder (PDD) ini biasanya dideteksi pada usia 3
tahun dan pada beberapa kasus bisa muncul lebih awal pada usia 18 bulan. Beberapa
penelitian mengatakan bahwa banyak anak-anak secara akurat bisa diidentifikasi pada
usia 1 tahun bahkan lebih muda. Orang tua biasanya yang pertama kali
memperhatikan adanya perilaku yang tidak biasa pada anak mereka, bahkan pada
beberapa kasus orang tua menemukan anak mereka berbeda dari sejak lahir, tidak
berespon terhadap orang lain atau tidak memperhatikan suatu hal pada jangka waktu
yang lama. Gejala PDD juga bisa muncul pada anak yang awalnya mengalami
perkembangan yang normal. Anak-anak kemudian menjadi pendiam, menarik diri dan
membatasi diri dengan keadaan sosialnya.
Keadaan ini menyebabkan kekecewaan dalam keluarga dan mungkin anak tersebut
mengalami kehidupan yang tidak sempurna. Maka penting disini untuk mengenal
gejala-gejala dari gangguan ini sangat penting mengingat nilai sosial seorang anak
1

nantinya bisa dilihat dari bagaimana kemampuan penderita berinteraksi serta


berkomunikasi dengan lingkungannya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 GANGGUAN PERKEMBANGAN PERVASIF
Kelompok gangguan ini ditandai dengan kelainan kualitatif dalam interaksi
sosial yang timbal balik dan dalam pola komunikasi, serta minat dan aktivitas yang
terbatas, stereotipik, berulang-ulang. Kelainan kualitatif ini menunjukkan gambaran
yang pervasif dari fungsi-fungsi individu dalam semua situasi, meskipun dapat
berbeda dalam derajat keparahannya.1
2.2 AUTISM DISORDER
2.2.1 Definisi
Autisme adalah kumpulan kelainan perkembangan yang disebabkan oleh
gangguan dalam sistem saraf pusat dan ditandai dengan adanya kesulitan dalam
interaksi sosial, hambatan berkomunikasi baik verbal dan non-verbal, serta pola

pengulangan dan stereotipik dari tingkah laku, minat dan aktivitas4.Menurut

definisi

dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders fourth edition (DSM-IV),
autisme ditandai dengan adanya keterlambatan perkembangan anak secara kualitatif
dalam tiga kriteria yaitu interaksi sosial, kemampuan berbahasa khususnya yang
digunakan dalam komunikasi sosial, serta ketidakmampuan anak dalam permainan
simbolik atau bersifat imajinatif. Dalam DSMIV, autisme dimasukkan dalam
kelompok gangguan perkembangan pervasif (Pervasif Developmental Disorders /
PDD) bersama sama dengan pervasif developmental disorder-not otherwise specific
(PDD-NOS), sindrom Asperger, sindrom Rett, dan gangguan disintegrasi masa
kanak5.
Autisme merupakan suatu gangguan spektrum artinya gejala yang tampak bisa
sangat bervariasi, setiap gejala atau sindrom yang memiliki latar belakang berbagai
faktor yang sangat bervariasi, berkaitan satu sama lain dan tidak sama untuk masingmasing kasus sehingga tidak ada dua anak dengan diagnosis yang sama menunjukkan
pola dan variasi perilaku yang sama persis2.
2.2.2 Epidemiologi
Angka kejadian autisme menunjukkan peningkatan sejak tahun 1990. Fenomena ini
disebabkan oleh adanya perangkat diagnostik yang lebih baik, kesadaran masyarakat
yang semakin meningkat pada penyakit ini, dan adanya variasi kriteria diagnosis
untuk masing-masing negara. Menurut Centers for Disease Control (CDC), prevalensi
autisme sekitar 1 orang dari 150 anak. Pada tahun 2006, National Institute of Mental
Health ( NIMH) memperkirakan insiden autisme adalah 2-6 orang dari 1000 anak di
Amerika Serikat6. Prevalensi gangguan spektrum autistik di dunia adalah 10-15 orang
dari 10.000 penduduk dunia, serta lebih banyak laki-laki daripada perempuan ( rasio
penderita laki - dan perempuan 3-4 : 1)7.

Gambar 2.1. Grafik Peningkatan Kejadian Autisme tahun 1992-2003 di USA6


2.2.3 Etiologi
Penyebab autisme sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Beberapa teori
menyebutkan adanya hubungan antara autisme dengan trauma otak pre atau perinatal
akibat komplikasi saat melahirkan, infeksi ibu saat kehamilan (TORCH, mumps) 7.
Autisme juga dapat dihubungkan dengan beberapa gangguan neurologis khususnya
kejang, tuberous sclerosis dan fragile X syndrome7,8. Beberapa penelitian juga
menunjukkan adanya pengaruh genetik yang kuat pada autisme. Orang tua yang sudah
memiliki 1 anak autis memiliki 2-9% peluang untuk kembali memiliki anak yang
menderita autisme. Resiko meningkat pada kembar monozigot dan usia ayah lebih
dari 40 tahun4,6. Penelitian lainnya menyebutkan hubungan autisme dengan paparan
toksin (zat pengawet dalam makanan, nikotin, dll) selama kehamilan. Autisme tidak
disebabkan oleh kesalahan pola asuh dalam keluarga dan tidak berhubungan dengan
vaksinasi measles-mumps-rubella (MMR)8.
2.2.4 Gejala Klinis
Manifestasi klinis autisme umumnya muncul sebelum anak berusia 3 tahun,
rata-rata pada umur 18 bulan namun ada juga yang terdeteksi pada usia 8 bulan.
Sekitar 20% orang tua melaporkan anaknya mengalami perkembangan normal sampai
usia 1-2 tahun kemudian mengalami keterlambatan atau penurunan secara tiba-tiba.
Jika keterlambatan perkembangan terjadi setelah usia 3 tahun harus dipertimbangkan
gangguan lain berupa sindrom Rett atau gangguan disintegrasi masa kanak1,8.
Perkembangan Sosial
Anak yang berkembang secara normal memiliki respon sosial yang adekuat
terutama menunjukkan perhatian pada wajah dan suara. Pada anak penderita autisme
cenderung mengabaikan interaksi sosial, seperti kurangnya kontak mata, jarang
menangis dan tidak berminat untuk menarik perhatian orang tua 6. Menurut Simon
Baron Cohen (1985), anak autistik mengalami kekurangan dalam apa yang disebut
theory of mind, yaitu status mental tentang pengetahuan, kepercayaan, kepura-puraan,
dan kemampuan berimajinasi yang saling berhubungan dengan aktivitas. Pada anak
normal berusia 5 tahun sudah mampu untuk menilai perasaan dan ekspresi wajah
orang lain, sedangkan anak autis tidak memiliki kemampuan ini sehingga mereka
tidak mampu memahami sikap dan minat orang lain7.

Gangguan Tingkah Laku


Anak autistik cenderung menampilkan perilaku yang aneh atau bisa juga gagal
menunjukkan sikap seperti yang diharapkan 6. Pada penelitian autisme oleh National
Institute of Child Health and Human Development (NICHD) tahun 2005
menganjurkan para pengasuh atau keluarga yang sering dekat dengan anak agar
memperhatikan red flags, kumpulan gejala-gejala yang cenderung mengarah pada
autisme. Daftar red flags dapat dilihat pada tabel 2.11.

Tabel 2.1. Kemungkinan Red Flags untuk Autisme1


No.
1
2
3

Red Flags untuk Autisme


Anak tidak merespon jika dipanggil namanya
Anak tidak dapat menjelaskan apa yang dia inginkan
Kemampuan berbahasa anak lambat berkembang atau mengalami keterlambatan

4
5
6
7
8

bicara
Anak tidak mau mengikuti anjuran / perintah orangtua
Kadang anak seperti tuli, kadang seperti bisa mendengar kadang tidak
Anak tidak bisa menunjuk atau melakukan daa-daa (bye-bye)
Sebelumnya anak mampu mengucapkan beberapa kata, sekarang tidak bisa
Anak sering melakukan kegiatan yang melukai diri seperti membenturkan kepala,

9
10
11
12
13
14

mengeretakkan gigi, menggoyangkan badan dengan keras berulang-ulang


Anak sering melakukan pola gerakan yang aneh
Anak cenderung terlalu aktif, tidak koperatif, atau resisten
Anak tidak tahu caranya bermain dengan mainan
Anak tidak ikut tersenyum saat kita tersenyum kepadanya
Anak tidak punya/jarang melakukan kontak mata
Anak sering melakukan hal yang sama terus menerus dan tidak berpindah

15
16
17
18
19
20

melakukan hal lain


Anak lebih memilih bermain sendiri, setiap barang dipeganngnya untuk diri sendiri
Anak anak terlalu independen bila dibandingkan dengan umurnya
Anak terlihat berada dalam dunianya sendiri,.orang lain tidak diizinkan masuk
Anak tidak tertarik dengan anak lain
Anak sering berjalan dengan jari kakinya
Anak memperlihatkan ketertarikan yang tidak biasa pada mainan, obyek atau

21

urutan tertentu (misalnya memakai kaos kaki sebelum memakai celana)


Anak sering menghabiskan waktu lama untuk menggaris-garis sesuatu atau
menyusun benda-benda dalam urutan tertentu

Gambar 2.2 Seorang anak autis dan susunan mainan yang dibuatnya6
Gangguan Berbahasa
Anak autis dapat memiliki kemampuan kognitif yang cukup tinggi namun
memiliki kekurangan dalam kemampuan komunikasi dan berinteraksi dengan orang
lain. Kemampuan berbahasa dapat terlambat perkembangannya sampai usia remaja.

Saat ini kekurangan tersebut dapat diatasi dengan berbagai alat komunikasi seperti
chat room di internet atau pada acara-acara sosial komunitas autis6.
Jenis gejala yang muncul dan tingkat keparahannya sering berubah seiring
dengan waktu, walaupun demikian anak dengan autisme tetap menunjukkan gangguan
yang berkelanjutan. Pubertas bisa menyebabkan perbaikan maupun perburukan dari
gejala. Kemampuan berbahasa dan IQ merupakan prediktor terbaik untuk fungsi
jangka panjang. Pasien dengan kemampuan berbahasa yang lebih baik akan lebih
mampu hidup mandiri8.
2.2.5 Diagnosis
Ada beberapa instrumen screening untuk autisme: 5,6,7,9
1. CARS rating system (Childhood Autism Rating Scale), dikembangkan
oleh Eric Schopler pada awal 1970an, berdasarkan pengamatan terhadap
perilaku. Di dalamnya terdapat 15 nilai skala yang mengandung penilaian
terhadap hubungan anak dengan orang, penggunaan tubuh, adaptasi
terhadap perubahan, respon pendengaran, dan komunikasi verbal.
2. Checklist for Autism in Toddlers (CHAT) digunakan untuk screening
autisme pada usia 18 bulan. Dikembangkan oleh Simon Baron-Cohen pada
awal 1990an untuk melihat apakah autisme dapat terdeteksi pada anak
umur 18 bulan. alat screening ini menggunakan kuesioner yang terbagi 2
sesi, satu melalui penilaian orang tua, yang lain melalui penilaian dokter
yang menangani. Contoh pertanyaan dapat dilihat pada lampiran 1.
3. The Autism Behaviour Checklist (ABC), daftar berisi 57 pertanyaan yang
dibagi menjadi 5 kategori : sensoris, penggunaan tubuh dan obyek, bahasa,
social, cara membantu diri sendiri. Metode ini memiliki sensitivitas yang
rendah dan hanya dipakai untuk penelitian pemantauan suatu hasil
intervensi.
4. The Gilliam Autism Rating Scale, berisi daftar pertanyaan untuk orang tua
berdasarkan kriteria diagnostik DSM-IV, dibagi dalam 3 kategori yaitu
perkembangan sosial, komunikasi dan tingkah laku stereotipik, dipakai
untuk anak berusia lebih dari 3 tahun.
2.2.6 Kriteria Diagnosis
Adapun untuk menegakkan diagnosis autisme dapat digunakan kriteria
diagnostik menurut DSM IV, seperti yang tertera dibawah ini.5,6,7,9
A. Harus ada 6 gejala atau lebih dari 1, 2 dan 3 di bawah ini:
a) Gangguan kualitatif dari interaksi sosial (minimal 2 gejala)

Gangguan pada beberapa kebiasaan nonverbal seperti


kontak mata, ekspresi wajah, postur tubuh, sikap tubuh dan
pengaturan interaksi sosial
Kegagalan membina hubungan yang sesuai dengan tingkat
perkembangannya
Tidak ada usaha

spontan

membagi

kesenangan,

ketertarikan, ataupun keberhasilan dengan orang lain (tidak


ada usaha menunjukkan, membawa, atau menunjukkan
barang yang ia tertarik)
Tidak ada timbal balik sosial maupun emosional
b) Gangguan kualitatif dari komunikasi (minimal 1 gejala)
Keterlambatan atau tidak adanya perkembangan bahasa
yang diucapkan (tidak disertai dengan mimik ataupun sikap
tubuh yang merupakan usaha alternatif untuk kompensasi)
Pada individu dengan kemampuan bicara yang cukup.
terdapat kegagalan dalam kemampuan berinisiatif maupun
mempertahankan percakapan dengan orang lain.
Penggunaan bahasa yang meniru atau repetitif atau bahasa
idiosinkrasi
Tidak adanya variasi dan usaha untuk permainan imitasi
sosial sesuai dengan tingkat perkembangan
c) Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dari
perilaku, minat dan aktivitas (minimal 1 gejala)
Kesibukan (preokupasi) dengan satu atau lebih pola
ketertarikan stereotipik yang abnormal baik dalam hal
intensitas maupun fokus
Tampak terikat kepada rutinitas maupun ritual spesifik yang
tidak berguna
Kebiasaan motorik yang stereotipik dan repetitif (misalnya
mengibaskan atau memutar-mutar tangan atau jari, atau
gerakan tubuh yang kompleks)
Preokupasi persisten dengan bagian dari suatu obyek
B. Keterlambatan atau fungsi yang abnormal tersebut terjadi sebelum
umur 3 tahun, dengan adanya gangguan dalam 3 bidang yaitu: interaksi
sosial; penggunaan bahasa untuk komunikasi sosial; bermain simbol
atau imajinasi.
8

C. Kelainan tersebut bukan disebabkan oleh penyakit Rett atau gangguan


disintegratif (sindrom Heller)
2.2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada autisme harus secara terpadu, meliputi semua disiplin
ilmu yang terkait: tenaga medis (psikiater, dokter anak, neurolog, dokter rehabilitasi
medik) dan non medis (tenaga pendidik, psikolog, ahli terapi bicara/okupasi/fisik,
pekerja sosial). Tujuan terapi pada autis adalah untuk mengurangi masalah perilaku
dan meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangannya terutama dalam
penguasaan bahasa. Dengan deteksi sedini mungkin dan dilakukan manajemen
multidisiplin yang sesuai yang tepat waktu, diharapkan dapat tercapai hasil yang
optimal dari perkembangan anak dengan autisme.2
Salah satu aspek paling penting dalam penatalaksanaan anak dengan autisme
adalah dukungan orang tua. Keluarga khususnya orang tua perlu diberikan edukasi
tentang penyakit anaknya, meliputi gejala klinis, tingkat keparahan penyakit,
gangguan tingkah laku dan intelegensia sampai ke prognosis. Jika memungkinkan
orang tua dapat dipertemukan dengan orang tua dari anak lain dengan penyakit yang
sama sehingga mereka dapat saling bantu dalam memahami penyakit autisme ini5.
Manajemen multidisiplin dapat dibagi menjadi dua yaitu non medikamentosa
dan medika mentosa3,5,7,9.
1. Non medikamentosa
a. Terapi edukasi
Intervensi dalam bentuk pelatihan keterampilan sosial, keterampilan
sehari-hari agar anak menjadi mandiri. Terdapat berbagai metode
penganjaran antara lain metode TEACHC (Treatment and Education of
Autistic and related Communication Handicapped Children), metode
ini merupakan suatu program terstruktur yang mengintegrasikan
metode klasikal yang individual, metode pengajaran yang sistematik
terjadwal dan dalam ruang kelas yang ditata khusus8.
b. Terapi perilaku
Intervensi terapi perilaku sangat diperlukan pada autisme. Apapun
metodenya sebaiknya harus sesegera mungkin dan seintensif mungkin
yang dilakukan terpadu dengan terapi-terapi lain. Metode yang banyak
dipakai

adalah

ABA

(Applied

Behaviour

Analisis)

dimana

keberhasilannya sangat tergantung dari usia saat terapi itu dilakukan


(terbaik sekitar usia 2 5 tahun)7,9.
c. Terapi wicara

Intervensi dalam bentuk terapi wicara sangat perlu dilakukan,


mengingat tidak semua individu dengan autisme dapat berkomunikasi
secara verbal. Terapi ini harus diberikan sejak dini dan dengan intensif
dengan terapi-terapi yang lain3,5.

d. Terapi okupasi/fisik
Intervensi ini dilakukan agar individu dengan autisme dapat melakukan
gerakan, memegang, menulis, melompat dengan terkontrol dan teratur
sesuai kebutuhan saat itu8.
e. Sensori integrasi
Adalah pengorganisasian informasi semua sensori yang ada (gerakan,
sentuhan, penciuman, pengecapan, penglihatan, pendengaran) untuk
menghasilkan respon yang bermakna. Melalui semua indera yang ada
otak menerima informasi mengenai kondisi fisik dan lingkungan
sekitarnya, sehingga diharapkan semua gangguan akan dapat teratasi3,5.
f. AIT (Auditory Integration Training)
Pada intervensi autisme, awalnya ditentukan suara yang mengganggu
pendengaran dengan audimeter. Lalu diikuti dengan seri terapi yang
mendengarkan suara-suara yang direkam, tapi tidak disertai dengan
suara yang menyakitkan. Selanjutnya dilakukan desentisasi terhadap
suara-suara yang menyakitkan tersebut7.
g. Intervensi keluarga
Pada dasarnya anak hidup dalam keluarga, perlu bantuan keluarga baik
perlindungan, pengasuhan, pendidikan, maupun dorongan untuk dapat
tercapainya perkembangan yang optimal dari seorang anak, mandiri
dan dapat bersosialisai dengan lingkungannya. Untuk itu diperlukan
keluarga yang dapat berinteraksi satu sama lain (antar anggota
keluarga) dan saling mendukung. Oleh karena itu pengolahan keluarga
dalam kaitannya dengan manajemen terapi menjadi sangat penting,
tanpa dukungan keluarga rasanya sulit sekali kita dapat melaksanakan
terapi apapun pada individu dengan autisme5,9.
2. Medikamentosa
Individu yang destruktif seringkali menimbulkan suasana yang tegang
bagi lingkungan pengasuh, saudara kandung dan guru atau terapisnya.
Kondisi ini seringkali memerlukan medikasi dengan medikamentosa

10

yang mempunyai potensi untuk mengatasi hal ini dan sebaiknya


diberikan bersama-sama dengan intervensi edukational, perilaku dan
sosial7.
a) Jika perilaku destruktif yang menjadi target terapi, manajemen
terbaik adalah dengan dosis rendah antipsikotik/neuroleptik tapi
dapat juga dengan agonis alfa adrenergik dan antagonis reseptor
beta sebagai alternatif7,9.
Neuroleptik
Neuroleptik tipikal potensi rendah-Thioridazin-dapat
menurunkan agresifitas dan agitasi.
Neuroleptik tipikal potensi tinggi-Haloperidol-dapat
menurunkan agresifitas, hiperaktifitas, iritabilitas dan
stereotipik.
Neuroleptik atipikal-Risperidon-akan tampak perbaikan
dalam hubungan sosial, atensi dan absesif.
Agonis reseptor alfa adrenergik
Klonidin, dilaporkan dapat menurunkan agresifitas,
impulsifitas dan hiperaktifitas.
Beta adrenergik blocker
Propanolol dipakai dalam

mengatasi

agresifitas

terutama yang disertai dengan agitasi dan anxietas.


b) Jika perilaku repetitif menjadi target terapi
Neuroleptik (Risperidon) dan SSRI dapat dipakai untuk mengatasi
perilaku stereotipik seperti melukai diri sendiri, resisten terhadap
perubahan hal-hal rutin dan ritual obsesif dengan anxietas tinggi7,9.
c) Jika inatensi menjadi target terapi
Methylphenidat (Ritalin, Concerta) dapat meningkatkan atensi dan
mengurangi destruksibilitas7.
d) Jika insomnia menjadi target terapi
Dyphenhidramine (Benadryl) dan neuroleptik (Tioridazin) dapat
mengatasi keluhan ini7.
e) Jika gangguan metabolisme menjadi problem utama
Gangguan metabolisme yang sering terjadi meliputi gangguan
pencernaan, alergi makanan, gangguan kekebalan tubuh, keracunan
logam berat yang terjadi akibat ketidak mampuan anak-anak ini
untuk membuang racun dari dalam tubuhnya. Intervensi biomedis
dilakukan setelah hasil tes laboratorium diperoleh. Semua
gangguan metabolisme yang ada diperbaiki dengan obat-obatan
maupun pengaturan diet. 3,9
11

f) Diet
Intervensi diet pada penderita autisme adalah untuk menanggulangi
alergi makanan dan suplementasi vitamin dan mineral. Diet yang
dianjurkan adalah gluten free, casein free diet. Sedangkan
menurut beberapa penelitian suplementasi vitamin yang dapat
diberikan adalah vitamin B6 bersama magnesium. Suplementasi
lain yang juga masih diteliti efektivitasnya adalah sekretin7,9.
2.2.8 Prognosis
Intervensi dini yang tepat dan program pendidikan terspesialisasi serta
pelayanan pendukung mempengaruhi hasil pada penderita autisme. Autisme tidak
fatal dan tidak mempengaruhi harapan hidup normal. Penderita autis yang dideteksi
dini serta langsung mendapat perawatan dapat hidup mandiri tergantung dari jenis
gangguan autistik apa yang diderita dan berapa umurnya saat terdeteksi dan ditangani
sebagai penderita autis. 2
Prognosis yang lebih baik berhubungan dengan tingkat intelegensia yang lebih
tinggi, kemampuan berbahasa yang lebih baik, serta tingkat keganjilan gejala dan
tingkah laku yang lebih rendah8.
2.3 RETTS DISORDER
Retts Disorder atau Sindrom Rett terjadi akibat kelainan genetik yang
mempengaruhi perkembangan otak. Sindrom ini terjadi secara eksklusif pada anak
perempuan. Gangguan ini mirip sekali dengan gangguan autis, sehingga sindrom Rett
juga dikenal sebagai gangguan spektrum autisme (autism spectrum disorders; ASDs).
Banyak bayi dengan sindrom Rett berkembang secara normal pada awalnya, tetapi
perkembangannya sering terhambat pada saat mencapai usia 18 bulan. Seiring waktu,
anak-anak dengan sindrom Rett fungsi motorik untuk menggunakan tangan, berbicara,
berjalan, mengunyah dan bernapas mereka tidak normal. Prevalensi kejadian Sindrom
Rett secara statistik diperoleh perbandingan 1:10.000 sampai 1:23.000 wanita di
seluruh dunia.
2.3.1 Etiologi
Penyebab utama gangguan ini tidak diketahui secara pasti, namun banyak kasus
yang terdeteksi disebabkan oleh mutasi dari gen MECP2, merupakan gen yang terlibat
dalam pembuatan protein untuk perkembangan otak secara normal. Gen MECP2
terbentuk dari kromosom X, satu dari dua kromosom sebagai pembeda jenis kelamin
seseorang.

12

Pada wanita terdapat 2 kromosom X dalam setiap sel, mutasi gen disebabkan oleh
ketidakmampuan sel-sel dalam tubuh untuk bekerja atau tidak berfungsinya salah satu
kromosom tersebut. Sehingga sel-sel tersebut gagal memutasikan dirinya untuk
memiliki 2 kromosom yang sama setiap selnya. Sekitar 20% wanita yang memiliki
sindrom Rett mengalami gangguan mutasi gen MECP2. Menurut penelitian
ditemukan perbedaan dalam setiap sel yang ada. Perbedaan antar sel ini masih dalam
penelitian para ahli.
Berbeda halnya pada anak laki-laki yang memiliki kromosom X dan Y. Gangguan
disebabkan oleh tidak berfungsinya kromosom X, sehingga anak laki-laki memiliki
dampak yang lebih parah dibandingkan anak perempuan, kebanyakan dari mereka
(anak laki-laki) meninggal lebih dahulu pada masa perkembangan kehamilan atau
awal-awal kelahiran.
Beberapa anak laki-laki dengan sindrom Rett yang dapat bertahan hidup karena
memiliki mutasi gen MECP2 dengan kromosom X lebih. Sangat sedikit dari anak
laki-laki dapat memutasikan gen tersebut hanya beberapa sel saja, diantaranya dapat
bertahan hingga usia dewasa.
Sindrom Rett merupakan penyimpangan genetik, sangat sedikit kasus yang
muncul akibat faktor turunan, mutasi genetik tersebut sifatnya random dan terjadi
dengan spontan saat konsepsi terjadi.
2.3.2 Kriteria Diagnostik Sindrom Rett (DSM-IV)
A. Semua hal berikut :
(1) Normal pada saat perkembangan prenatal dan perkembangan perinatal.
(2) Perkembangan psikomotor yang normal selama 5 bulan pertama setelah
kelahiran.
(3) Mempunyai lingkar kepala yang normal saat lahir.
B. Onset (semua hal setelah periode perkembangan normal), yaitu :
(1) Penurunan pertumbuhan kepala antara usia 5 sampai 48 bulan.
(2) Kehilangan kemampuan tangan tertentu yang telah dikuasai sebelumnya
antara usia 5 sampai 30 bulan dengan diikuti oleh perkembangan gerakan
tangan stereotyped (seperti meremas-remas atau mencuci).
(3) Kehilangan keterikatan social pada perkembangan awal (meskipun
interaksi sosial sering berkembang kemudian).
(4) Menunjukkan kelemahan terkait dengan koordinasi atau pergerakan tubuh.
(5) Mengalami gangguan berat pada perkembangan penerimaan bahasa
maupun pengekspresian bahasa dengan retardasi psikomotorik berat.
2.3.3 Tahapan Gangguan pada Sindrom Rett
Gejala kemunculan adanya sindrom Rett sifatnya sangat bervariatif antara satu
anak dengan anak yang lainnya. Beberapa bayi kadang secara langsung menunjukkan
13

adanya gangguan pada awal kelahiran, sementara lainnya beberapa bayi dapat
diketahui adanya gangguan dikemudian hari.
Gangguan Rett atau Sindrom Rett terdiri dari beberapa tahap gangguan;
1) Tahap I
Gejala gangguan ini dimulai pada usia 6 sampai 18 bulan usia bayi. Pada tahap
ini bayi mulai menghindari kontak mata dan kehilangan minat pada benda-benda
mainan. Pada tahap ini bayi mengalami keterlambatan dalam merangkak dan
duduk.
2) Tahap II
Gejala gangguan dimulai pada usia 1-4 tahun. Beberapa gangguan yang
muncul
- Kehilangan kemampuan untuk berbicara.
- Mengulang-ulang perbuatan yang sama.
- Suka menggerakan tangan seperti sedang mencuci.
- Menangis atau menjerit tanpa adanya provokasi.
- Hambatan atau kesulitan dalam berjalan.
3) Tahap III
Gejala gangguan dimulai berkisar antara usia 2-10 tahun. Meskipun gangguan
gerak terus berlanjut, anak dengan sindrom Rett masih mengalami perkembangan
perilaku. Beberapa gangguan lain pada tahap ini :
- Sering menangis atau menjerit tanpa sebab yang jelas.
- Perilaku waspada
- Permasalahan atensi
- Hambatan dalam komunikasi nonverbal
4) Tahap IV
Tahap gangguan ini merupakan lanjutan dari stage sebelumnya, gejala yang
muncul pada usia relatif terutama pada ebilitas (kemampuan) mobilitas diri.
Gangguan yang muncul berupa gangguan komunikasi, kesulitan dalam memahami
bahasa, gangguan psikomotorik pada tangan. Penderita gangguan Rett terlihat
lemah dan beberapa diantaranya didiagnosa mengidap scoliosis. Beberapa fakta,
pada tahap ini terjadinya penurunan perilaku mengulang bermain-main jari-jari
tangan seperti mencuci.
Banyak pasien dengan sindrom Rett meninggal secara tiba-tiba pada saat tidur.
Diperkirakan adanya kerusakan saraf otak yang berhubungan dengan sistem
pernafasan, kondisi ini disebut dengan sudden infant death syndrome (SIDS).
Rata-rata usia pasien dengan sindrom Rett dapat bertahan hidup 40-50 tahun.
Hampir keseluruhan hidup pasien membutuhkan pertolongan dari orang lain.
2.3.4 Diagnosis

14

Diagnosa Sindrom Rett dilakukan dengan hati-hati, observasi perkembangan dan


pertumbuhan juga di dalam catatan medis serta latar belakang keluarga perlu
dilakukan. Anak juga diharuskan mengikuti beberapa tes sebagai studi banding dari
beberapa gejala yang hampir serupa.
Disebabkan karena gangguan sindrom Rett ini mulai tampak pada usia awal-awal
kelahiran, orang tua mestilah memperhatikan tanda-tanda yang tidak lazim yang
tampak

pada

anak

seusianya.

Setidaknya

orangtua

mengetahui

pola-pola

perkembangan anak baik secara fisik maupun mental. Anak yang mengidap sindrom
Rett juga perlu mengikuti tes darah dan urine, pemetaan susunan saraf dan uji
imajinasi anak dengan CT Scan dan MRI serta beberapa tes lainnya untuk diagnosa
yang lebih tepat.
Beberapa diagnosa bandingnya antara lain :
- Petunjuk perkembangan normal untuk usia 6 bulan
- Perkembangan otak normal pada usia 3-4 bulan
- Penggunaan bahasa
- Kebiasaan pergerakan tangan
- Gerakan kerangka badan
- Cara berjalan
- Bentuk tubuh
- Kesulitan tidur
- Kesulitan dalam pernapasan
- Uji genetik, seperti MECP2
2.3.5 Terapi dan Komplikasi
Sejauh ini belum diketemukan terapi yang dapat menyembuhkan sindrom Rett,
dalam keseharian anak dengan sindrom Rett memerlukan bantuan dalam melakukan
tugas-tugas rutin, hampir semua pekerjaan anak memerlukan bantuan dari orang lain
seperti makan, berjalan dan menggunakan kamar mandi. Banyak orangtua merasa
tertekan dan mengalami stres sepanjang harinya dalam anak dengan gangguan ini.
Dibutuhkan biaya sangat besar untuk perawatan anak dengan sindrom Rett
sehingga kebanyak anak dengan sindrom Rett lebih banyak dirawat di rumah.
Orangtua haruslah memonitor anak secara lengkap dengan bantuan para ahli; dokter
anak, ahli saraf dan ahli perkembangan anak.
Medikamentosa
Tidak ada obat untuk Sindrom Rett. Terapi untuk gangguan ini terfokus pada
manajemen gejala yang ada dan membutuhkan pedekatan dari multidisiplin ilmu.
Terapi memfokuskan pada tujuan untuk memperlambat kerusakan motorik dan
meningkatkan kemampuan berkomunikasi.
Obat dibutuhkan untuk kesulitan bernafas, kesulitan motorik, dan antiepilepsi.

15

1. L-Dopa adalah bentuk sintetis dari dopamine. Ini ditemukan untuk mengurangi
kekakuan selama tahap kemunduran motorik (tahap 4), tetapi sebaliknya gagal
untuk menyediakan peningkatan pada basis yang konsisten.
2. Naltrexone (Revia) adalah lawan dari opium, biasanya untuk mengurangi
kecanduan obat. Penggunaan neltraxone dalam dosis rendah atau tinggi mungkin
bermanfaat dalam control nafas yang tidak teratur dan kejang, dan mengurangi
teriakan-teriakan. Ini mungkin ada kaitannya dengan efek obat penenang.
Namun terdapat efek lain yaitu kehilangan nafsu makan.
3. Bromokriptin (Parlodel) adalah obat yang meningkatkan fungsi system
dopamine di otak. Satu obat yang diuji coba menunjukkan peningkatan awal
dalam komunikasi, berkurangnya kegelisahan dan berkurangnya gerak tangan di
tahap pertama, namun ketika obat berhenti, gejala akan muncul lagi, dan
pengenalan kembali pada obat tidak membawa kembali pada peningkatan awal.
4. Tirosin (dopamine dan noradrenalin) dan triptophan (serotonin) adalah asam
amino yang biasanya mendorong level transmitter. Studi menunjukkan tidak ada
perbedaan dalam penampilan klinis atau pola EEG. L-Carnitin adalah turunan
dari asam amino esensial lisin.
Terapi Fisik
Terapi fisik dimaksudkan untuk menjaga atau meningkatkan kemampuan berjalan
dan keseimbangan, mempertahankan jauhnya jangkauan gerak paling tidak
mempertahankan fungsi gerak dan mencegah kecacatan.
Tujuan dari terapi fisik adalah untuk menjaga atau meningkatkan keterampilan
motorik, mengembangkan keahlian transisional, mencegah atau mengurangi
kecacatan, mengurangi ketidaknyamanan dan kegelisahan serta meningkatkan
kemandirian. Terapi fisik dapat memperbaiki dan meningkatkan pola duduk dan
berjalan serta memonitor perubahan sepanjang waktu.
Terapi fisik digunakan untuk: mengurangi apraxia, menstimulasi penggunaan
tangan untuk mendukung mobilitas, mencapai keseimbangan yang lebih baik,
meningkatkan koordinasi, mengurangi ataxia, meningkatkan body awareness,
memberikan jangkauan gerakan yang lebih baik, mengurangi sakit pada otot, menjaga
dan meningkatkan mobilitas, melawan kejang-kejang,dan meningkatkan respon
protektif. Contoh terapi fisik yaitu menggunakan kolam bola, tempat tidur air, atau
trampoline.
Terapi Wicara
Terapi bahasa dan bicara dilatih pada anak dengan Sindrom Rett bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan berbahasa dan mengenal komunikasi nonverbal.
Dukungan Gizi

16

Disamping itu anak dengan Sindrom Rett juga mendapatkan diet makanan yang
sehat untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan sehingga anak meningkat
kemampuan sosial dan sehat secara fisik dan mental. Beberapa anak dengan sindrom
Rett mendapatkan kebutuhan makanan bergizi melalui suntikan infus melalui selang
sepanjang hidupnya.
Komplikasi
Kebanyakan anak dengan gangguan Rett memiliki permasalahan dalam makan,
sehingga anak dengan gangguan ini memiliki berat badan dibawah rata-rata anak
normal. Untuk mendapatkan makanan bergizi, beberapa anak harus mendapatkan
makanan melalui infus.
Beberapa komplikasi anak dengan sindrom Rett :
1.
Perubahan bentuk tubuh kurang normal dibandingkan anak / orang
2.
3.
4.

seusianya
Gangguan pernafasan (cardiac dysrhythmias)
Rapuh tulang
Scoliosis

2.4 GANGGUAN DISINTEGRATIF ANAK


Chilhood Disintegrative Disorder (CDD) atau Gangguan Disintegrasi Anak
merupakan suatu kondisi yang

ditandai dengan terlambatnya

(>3 tahun)

perkembangan bahasa, fungsi sosial dan keterampilan motorik. Gangguan ini dikenal
juga sebagai sindroma Heller dan psikosis disintegratif, dijelaskan pertama kali pada
tahun 1908. Para peneliti belum menemukan penyebab dari gangguan ini. CDD
terkadang memiliki kesamaan dengan autisme, dan terkadang dianggap sebagai
bentuk yang berfungsi rendah, tetapi periode normal sering di catat sebagai
serangkaian regresi dalam keterampilan. Banyak anak yang terlambat untuk terdeteksi
mengalami gangguan ini, karena belum jelasnya tanda-tanda yang di alami. Usia
dimana regresi ini terjadi berbeda-beda, mulai dari usia 2-10 tahun. Regresi ini bisa
sangat mendadak. Beberapa anak memperlihatkan reaksi terhadap halusinasi.
Kejadian kira-kira 1 dari 100.000 anak laki-laki. Rasio laki-laki : perempuan adalah 48:1
2.4.1 Etiologi
Penyebab pasti dari gangguan disintegrasi masa kanak-kanak masih belum
diketahui. Terkadang Gangguan ini muncul dalam beberapa hari atau minggu, namun
kasus lainnya gangguan ini muncul pada periode waktu yang lama. Sebuah laporan
Mayo Clinic menunjukkan: "Komprehensif pemeriksaan medis dan neurologis pada
anak-anak didiagnosis dengan gangguan disintegrasi masa kanak-kanak jarang

17

mengungkap penyebab medis atau neurologis yang mendasari Meskipun terjadinya


epilepsi lebih tinggi pada anak dengan gangguan disintegrasi masa kanak-kanak, para
ahli tidak tahu apakah epilepsi berperan dalam menyebabkan gangguan itu ". CDD
juga telah dikaitkan dengan kondisi tertentu lainnya, khususnya sebagai berikut:
Lipid Storage Diseases, Kondisi ini terjadi karena adanya penumpukan
-

racun dari kelebihan lemak (lipid) terjadi di otak dan sistem saraf.
Subacute Sclerosing Panencephalitis, kronis infeksi otak oleh bentuk virus
campak penyebab panencephalitis sclerosing subakut. Kondisi ini

menyebabkan radang otak dan kematian sel-sel saraf.


Tuberous Sclerosis (TSC), gangguan genetik. Dalam gangguan ini, tumor
dapat tumbuh di otak dan organ vital lainnya seperti ginjal, jantung, mata,
paru-paru, dan kulit. Non-kanker (jinak) tumor, hamartomas, tumbuh di
dalam otak.

2.4.2 Kriteria Diagnosis (DSM-IV)


A. Pertumbuhan yang tampaknya normal selama sekurangnya dua tahun pertama
setelah lahir seperti yang ditunjukkan oleh adanya komunikasi verbal dan non
verbal yang sesuai dengan usia, hubungan sosial, permainan dan perilaku
adaptif.
B. Kehilangan bermakna secara klinis keterampilan yang telah dicapai
sebelumnya (sebelum usia 10 tahun) dalam sekurangnya bidang berikut:
(1) Bahasa ekspresif atau reseptif
(2) Keterampilan sosial atau perilaku adaptif
(3) Pengendalian usus atau kandung kemih
(4) Bermain
(5) Keterampilan motorik
C. Kelainan fungsi dalam sekurangnya dua bidang berikut:
(1) Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial (misalnya, gangguan dalam
perilaku non verbal, gagal untuk mengembangkan hubungan teman sebaya,
tidak ada timbal balik sosial atau emosional).
(2) Gangguan kualitatif dalam komunikasi (misalnya, keterlambatan atau tidak
adanya

bahasa

ucapan,

ketidak

mampuan

untuk

memulai

atau

mempertahankan suatu percakapan, pemakaian bahasa yang stereotipik dan


berulang, tidak adanya berbagai permainan khayalan).
(3) Pola perilaku, minat, dan aktivitas yang terbatas, berulang dan stereotipik,
termasuk stereotipik dan manerisme motorik.
D. Gangguan tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan perkembangan pervasif
spesifik lain atau oleh skizofrenia.
2.4.3 Gejala Klinis

18

Seorang anak yang mengalami gangguan distegrasi anak menunjukkan


perkembangan normal (umumnya sampai usia 2 tahun) dan memperoleh
perkembangan komunikasi verbal dan nonverbal, hubungan sosial serta motorik
sesuai dengan usia. Namun, antara usia 2-10 tahun beberapa dari perkembanganperkembanga itu hampir sepenuhnya hilang.
- Keahlian bahasa
- Keterampilan reseptif bahasa
- Keterampilan sosial & keterampilan perawatan diri
- Kontrol atas usus dan kandung kemih
- Keterampilan bermain
- Keterampilan motorik
Kurangnya fungsi normal atau penurunan juga terjadi di setidaknya dua dari
tiga bidang berikut:
- Interaksi social
- Komunikasi
- Perilaku berulang
2.4.4 Terapi
Tidak ada obat yang permanen untuk CDD, hilangnya bahasa dan keterampilan
yang berkaitan dengan interaksi sosial dan perawatan diri agak serius. Pengobatan
CDD melibatkan kedua terapi perilaku dan pengobatan.
Terapi Perilaku (Behavior Therapy)
Tujuannya adalah untuk mengajarkan anak untuk belajar bahasa kembali,
perawatan diri dan keterampilan sosial. Program yang dirancang dalam hal ini
"menggunakan sistem penghargaan (rewards) untuk memperkuat perilaku yang
diinginkan dan mencegah perilaku masalah. Terapi perilaku digunakan oleh sejumlah
personil perawatan kesehatan dari berbagai bidang seperti psikolog, terapis bicara,
terapis fisik dan terapis okupasi. Pada saat yang sama, orang tua, guru dan perawat
juga menggunakan terapi perilaku. Sebuah pendekatan konsisten oleh semua hasil
yang bersangkutan menjadi perlakuan yang lebih baik.
Medikamentosa
Tidak ada obat yang tersedia untuk mengobati CDD secara langsung.
Antipsikotik obat yang digunakan untuk mengobati masalah perilaku yang parah
seperti sikap agresif dan pola perilaku repetitif, Antikonvulsi obat yang digunakan
untuk mengontrol kejang.
2.5 ASPERGER DISORDER
Asperger Disorder atau dikenal juga dengan Asperger Sindrom merupakan suatu
gejala kelainan perkembangan saraf otak yang namanya diambil dari seorang dokter
Austria, Hans Asperger pada tahun 1944. Penyakit ini merupakan gangguan

19

perkembangan yang ditandai dengan berkurangnya kemampuan sosial, kesulitan


dalam membina hubungan sosial, lemahnya koordinasi dan konsentrasi serta
keterbatasan dalam minat. Namun penderita masih memiliki intelegensi yang normal
dan kemampuan berbahasa yang cukup pada area vocabulary dan grammar. Asperger
Disorder mempunyai onset yang lebih lambat daripada Autistik disorder. Kejadian
penyakit ini terjadi 1 diantara 10.000 orang dan laki-laki mempunyai resiko 10 kali
lebih tinggi mendapatkan penyakit ini dibandingkan perempuan.
2.5.1 Etiologi
Sampai saat ini diperkirakan penyebabnya adalah faktor turunan dan pada beberapa
kasus dihubungkan dengan kelainan mental seperti depresi dan bipolar disorder, serta
ada kemungkinan faktor lingkungan juga mempengaruhi. Untuk mendiagnosis
Asperger Disorder sangat sulit, karena biasanya memiliki aspek kehidupan yang
sangat baik. Para ahli kesehatan mental menilai penting untuk melakukan intervensi
awal. Intervensi ini melibatkan pelatihan pendidikan dan kemampuan sosial yang
dilakukan saat otak anak masih berkembang.
2.5.2 Kriteria Diagnosis (DSM-IV)
A. Gangguan Kualitatif dalam Interaksi Sosial, minimal harus ada 2 manifestasi :
(1) Hendaya dalam perilaku non verbal, seperti : kontak mata sangat
kurang, ekspresi muka kurang hidup, sikap tubuh atau gerak tubuh
dalam interaksi sosial.
(2) Kegagalan dalam berhubungan dengan anak sebaya sesuai dengan
perkembangannya.
(3) Tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain.
(4) Kurangnya hubungan sosial dan emosional.
B. Suatu Pola yang Dipertahankan dan Diulang-ulang dalam Perilaku, Minat dan
Kegiatan, minimal harus ada 1 manifestasi :
(1) Mempertahankan 1 kegiatan atau lebih dengan cara yang sangat khas
dan berlebihan.
(2) Terpaku pada satu kegiatan ritual atau rutin yang tidak ada gunanya.
(3) Terdapat gerakan-gerakan aneh yang khas berulang-ulang.
(4) Seringkali terpukau pada bagian-bagian benda.
C. Hendaya Tersebut Menyebabkan Gangguan yang Sangat Bermakna Pada
Bidang Sosial, Pekerjaan Atau Fungsi Penting Lainnya
D. Tidak Ada Keterlambatan Bahasa
E. Tidak Ada Keterlambatan Perkembangan Kognitif
F. Tidak Memenuhi Kriteria Untuk Gangguan Perkembangan Pervasif Spesifik
Lainnya atau Skizofrenia.
2.5.3 Gejala Klinis
20

Anak yang menderita Asperger Disorder tidak mengalami keterlambatan


perkembangan bahasa yang signifikan, namun penderita mengalami kesulitan dalam
memahami suatu percakapan seperti suatu ironi dan humor. Penderita tidak bisa
mengartikan bahasa tubuh seperti senyum, mata melotot atau ketika harus bergembira.
Kemampuan mengartikan bahasa juga terbatas sehingga sering mengulang-ngulang
kata atau memberikan komentar yang tidak relevan dengan lawan bicaranya. Jadinya
terlihat sangat kaku dan formal, kadang suka memotong pembicaraan orang, berdiri
terlalu dekat atau memandang lawan bicaranya terlalu lama. Itu terjadi karena
penderita Asperger Disorder tidak memahami gerakan-gerakan atau ekspresi wajah
lawan bicaranya dan sulit untuk bicara ke topik lain.
Selain itu, anak dengan Asperger Disorder tidak menunjukkan retardasi
mental, penderita memiliki tingkat kecerdasan rata-rata ataupun normal sehingga
kadang-kadang Asperger Disorder disebut high-functioning autism. Walaupun
memiliki tingkat kecerdasan yang normal, penderita memiliki gangguan pada
keterampilan sosial yaitu tidak dapat berkomunikasi secara efektif dengan orang lain
dan memiliki koordinasi yang buruk.
Gejala yang dialami oleh penderita Asperger Disorder seringkali sulit
dibedakan dengan masalah perilaku yang lain. Karakteristik yang paling menonjol
adalah memiliki interaksi sosial yang buruk, obsesi, pola bicara yang aneh serta
perilaku aneh lainnya.
2.5.4 Terapi
Terapi

yang

ideal

untuk

Asperger

Disorder

adalah

yang

bisa

mengkoordinasikan ketiga gejala utama dari penyakit ini. Banyak ahli yang
berpendapat bahwa semakin awal dilakukan intervensi, maka semakin bagus hasilnya
dan tidak ada terapi tunggal terbaik untuk mengatasi penyakit ini. Terapi sebaiknya
dalam bentuk program, antara lain :
- Latihan kemampuan sosial untuk menumbuhkan interaksi interpersonal
-

yang lebih efektif


Cognitive Behavioral Therapy (CBT) untuk mengatasi managemen stress
yang berhubungan dengan kecemasan dan emosi yang meledak-ledak dan

untuk mengurangi keinginan obsesif dan perilaku repetitif


Medikamentosa untuk kondisi-kondisi yang menyertai, seperti major

depresif disorder dan anxiety disorder


Terapi okupasi atau terapi fisik untuk membantu kurangnya integrasi
sensori dan koordinasi motorik

21

Intervensi komunikasi sosial, khususnya terapi wicara untuk membantu

kemampuan fragmatik sehingga bisa bercakap-cakap secara normal


Latihan dan dukungan dari orang tua sangat mendukung keberhasilan

terapi ini
Medikamentosa
Tidak ada obat-obatan yang secara langsusng mengobati gejala Asperger
Disorder. Walaupun penelitian tentang efektifitas intervensi medikamentosa untuk
penyakit ini sangat terbatas, namun sangat penting untuk mendiagnosis dan mengatasi
kondisi komordid yang menghambat proses penyembuhan penyakit ini. Kurangnya
identifikasi emosi ataupun kemampuan mengobservasi perilaku orang lain
menyebabkan anak dengan Asperger disorder menemukan dan mencari penngobatan
yang cocok. Terapi medikamentosa akan lebih efektif bila dikombinasi dengan
intervensi perilaku dan intervensi lingkungan untuk mengatasi kondisi komorbid
seperti anxiety disorder, major depresif disorder, inatensi dan agresifitas. Antipsikotik
atipikal seperti Risperidon dan Olanzapine dikatakan mampu mengatasi kondisi
tersebut. Risperidon bisa mengurangi perilaku repertitif dan membahayakan diri
sendiri, perilaku agresif dan impulsivitas. Obat-obatan antidepresan golongan
Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) seperti flouxetine, fluvoxamine dan
sertraline efektif mengatasi minat dan perilaku repetitif.
Dalam menggunakan terapi medikamentosa juga perlu berhati-hati dan
memperhatikan efek samping obat yang mungkin muncul. Abnormalitas dalam
metabolisme, konduksi jantung dan meningkatkan resiko Diabetes Melitus Tipe 2
merupakan salah satu resiko yang perlu diperhatikan. SSRI bisa menyebabkan
peningkatan perilaku impulsif, agresi dan menyebabkan gangguan tidur. Penambahan
berat badan adalah efek samping umum darui Risperidon, yang bisa juga
meningkatkan resiko Sindrom Ekstrapiramidal seperti Distonia dan meningkatkan
serum Prolaktin. Sedasi dan penambahan berat badan adalah efek umum dari
Olanzapine, dan bisa berhubungan dengan Diabetes juga. Efek samping sedatif pada
anak-anak sekolah bisa menurunkan kempuan belajar anak di kelas. Jadi terapi
medikamentosa tidak secara langsung bisa mengatasi gejala Asperger Disorder, hanya
membantu mengatasi kondisi komorbidnya dan perlu diperhatikan pula efek samping
yang mungkin timbul.
2.6

PERVASIF

DEVELOPMENTAL

SPECIFIED (PPD-NOS)

22

DISORDER-NOT

OTHERWISE

Biasa disebut Autis yang tidak umum dimana diagnosis PDD-NOS dapat
dilakukan jika anak tidak memenuhi kriteria diagnosis yang ada (DSM-IV) akan tetapi
terdapat ketidakmampuan pada beberapa perilakunya.
PDD-NOS juga mempunyai gejala gangguan perkembangan dalam bidang
komunikasi, interaksi maupun perilaku, namun gejalanya tidak sebanyak seperti pada
Autisme Masa kanak. Kualitas dari gangguan tersebut lebih ringan, sehingga kadangkadang anak-anak ini masih bisa bertatap mata, ekspresi fasial tidak terlalu datar, dan
masih bisa diajak bergurau.
Observasi anak menunjukkan bahwa banyak kasus yang menunjukkan
manifestasi klinis Gangguan Autisrtik yang cenderung tidak begitu khas, gejala lebih
sedikit atau lebih ringan dan intelegensi yang lebih baik. Kasus-kasus ini jelas
menunjukkan gangguan tetapi tidak memenuhi kriteria Gangguan Autistik. Keadaan
ini disebut sebagai PDD-NOS (Pervasif Developmental Disorder not Otherwise
Specified) atau Atypical Autism, Pervasif Developmental Disorder unspecified PDD
NOS dianggap mempunyai prognosis yang lebih baik.
Perbedaan gejala tersebut bukan hanya dalam 2 dimensi (lebih ringan atau
lebih berat) tetapi bersifat multidimensi, sebagian gejala dapat lebih ringan, sebagian
gejala dapat lebih berat.
Karena gangguan autistik dan PDD-NOS menunjukkan gejala yang sangat
bervariasi baik jenis maupun beratnya, para ahli tampaknya telah sepakat untuk
menggolongkan semua gejala dalam suatu spektrum yang disebut sebagai Autistic
Spectrum Disorder (ASD) atau Gangguan Spektrum Autistik (GSA).
Anak-anak yang masih dalam fase perkembangan, hanya menunjukkan
gangguan sangat ringan dalam interaksi sosial dan komunikasi, serta masih
menunjukkan kemampuan interaksi emosi timbal balik dengan orang tuanya
dimasukkan dalam PDD-NOS. Lagipula anak-anak yang masih dalam fase
perkembangan dini tersebut dapat menunjukkan perubahan ke arah yang baik atau
yang buruk sesuai bertambahnya umur.
Terapi
Sama dengan gangguan autistik. PDD-NOS mempunyai komukasi dan kesadaran diri
yang lebih bagus. Oleh itu, mereka merupakan golongan yang memberi respons yang
lebih baik terhadap psikoterapi.
Tabel 2.2 Perbedaan Masing-masing Gangguan Perkembangan Pervasif
AUTISM
Ketidakmampuan dalam bersosialisasi dan berkomunikasi. Sampai dengan umur 3 tahun mempunyai

23

daya imajinasi yang tinggi dalam bermain dan mempunyai perilaku, minat dan aktifitas yang unik
(aneh).
Dikategorikan sebagai ketidak mampuan dalam bersosialisasi dan mempunyai minat dan aktifitas yang
terbatas tanpa adanya keterlambatan dalam kemampuan berbicara. Kecerdasannya berada pada tingkat
normal atau diatas normal. Terdapat 6 GEJALA UTAMA AUTISM :
1. Kegagalan untuk mengembangkan kehidupan sosial normal
2. Gangguan bicara, Bahasa dan komunikasi
3. Abnormal Relationships to Objects and Events
4. Respon tidak normal terhadap stimulasi sensoris
5. Perbedaan perkembangan dan keterlambatan perkembangan
6. Dimulai selama usia bayi atau anak

RETTS DISORDER
Sindrom Rett adalah penyakit degeneratif, ketidakmampuan yang semakin hari semakin parah
(progresif). Hanya menimpa anak perempuan. Pertumbuhan normal lalu diikuti dengan kehilangan
keahlian yang sebelumnya telah dikuasai dengan baik khususnya kehilangan kemampuan menggunakan
tangan yang kemudian berganti menjadi pergerakan tangan yang berulang ulang (seperti mencuci
tangan) mulai pada umur 1 hingga 4 tahun.
Gejala dapat dimulai usia 6 bulan hingga usia 18 bulan :
1. Pertumbuhan kepala lambat
2. Kehilangan kemampuan menggunakan gerakan tangan
3. Berkembang seperti gejala khas autism

CHILDHOOD DISINTEGRATIVE DISORDER (CDD)


Pertumbuhan yang normal pada usia 1 sampai 2 tahun kemudian kehilangan kemampuan yang
sebelumnya telah dikuasai dengan baik.
Anak berkembang normal dalam usia 2 tahun pertama (seperti : kemampuan komunikasi, sosial,
bermain dan perilaku), namun secara bermakna kemampuan itu terganggu sebelum usia 10 tahun, yang
terganggu diantaranya adalah kemampuan :
1. Bahasa
2. Kemampuan sosial
3. Kemampuan buang air besar dan buang air kecil di toilet
4. Bermain
5. Kemampuan motorik
Gejala tambahan, menunjukkan fungsi abnormal sedikitnya dua hal dari :
1. Interaksi sosial
2. Komunikasi
3. Pola perilaku terbatas : perhatian dan aktifitas

ASPERGERS DISORDER
Asperger Disorder gejala khas yang timbul adalah gangguan intteraksi sosial ditambah gejala
keterbatasan dan pengulangan perilaku, ketertarikan dan aktifitas. Mempunyai gangguan kualitatif
dalam interaksi sosial, sedikitnya dua gejala dari :
1. Ditandai dengan gangguan penggunaan beberapa komunikasi non verbal (mata, pandangan,
2.
3.
4.

ekspresi wajah, sikap bada, gerak isyarat)


Tidak bisa bermain dengan anak sebaya
Gangguan dalam menikmati minat atau keberhasilan
kurangnya hubungan sosial dan emosional

PERVASIF DEVELOPMENT DISORDER-NOT OTHERWISE SPECIFIED


(PPD-NOS)
Biasa disebut Autis yang tidak umum dimana diagnosis PDD-NOS dapat dilakukan jika anak tidak
memenuhi kriteria diagnosis yang ada (DSM-IV) akan tetapi terdapat ketidakmampuan pada beberapa
perilakunya.

24

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Nama
Umur
Jenis kelamin
Nama Ayah
Nama Ibu
Alamat
Tanggal pemeriksaan

: Agung Putra Wahyu Sedana


: 6 tahun 9 bulan
: Laki-laki
: I Ketut Sukadarna
: Chesryani
: Br Dauh Rurung Pantai Tedung, Belalang, Kediri, Tabanan
: 19 Mei 2011

3.2 Heteroanamnesis
Keluhan utama : tidak kontak bila diajak bicara
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien dikeluhkan oleh ibunya tidak bisa kontak bila diajak berbicara. Keluhan ini
mulai disadari oleh Ibu pasien sejak pasien berusia 2 tahun, dimana pada saat itu
pasien tidak mau mendengar bila dipanggil tiap kali diajak berbicara, tidak peduli
dengan orang yang mengajaknya berbicara dan tampak sibuk sendiri tanpa mau
menatap lawan bicaranya. Pasien hanya bisa berkata satu kata seperti Mama, Papa
tanpa bisa membentuk kalimat kadang-kadang pasien juga suka berbicara kacau tanpa
arti. Pasien juga dikeluhkan sangat aktif, suka berlari-lari dalam rumah dan bila keluar
rumah suka berjalan begitu saja tanpa memperhatikan kendaraan di sekitarnya. Pasien
juga suka mencoret-coret tembok rumahnya dan menggambar gambar-gambar yang
tidak jelas, bila dilarang maka pasien akan marah.
Dari keterangan yang didapat dari ibu pasien, diketahui bahwa pada awalnya
ibu pasien belum menyadari bahwa anaknya menderita Autis, karena kurangnya
informasi maka Ibu pasien sempat membawa pasien berobat beberapa kali ke dukun
namun tidak ada perubahan. Karena dirasa perkembangan anaknya semakin tidak
sesuai dengan anak seusianya, pada usia 5 tahun pasien dibawa berobat ke Puskesmas
Tabanan lalu dari sana dirujuk ke bagian THT RS Tabanan karena dicurigai adanya
gangguan pendengaran. Kemudian saat itu juga pasien dibawa berobat ke THT dan
ternyata tidak ada kelainan lalu disarankan untuk berobat ke poli Tumbuh Kembang
RSUP Sanglah. Kemudian pasienpun dibawa berobat ke poli tumbuh kembang RSUP
Sanglah saat usia 5 tahun dan dari sana baru didiagnosa menderita Autis serta dokter
di poli heran kenapa baru membawa pasien berobat setelah 3 tahun tidak ada

25

perubahan. Setelah itu pasien terus kontrol ke poli tumbuh kembang tiap bulan dan
rutin melakukan rehabilitasi medis ke bagian URM RSUP Sanglah dan menjalani,
terapi okupasi dan terapi wicara. Saat ini pasien dikatakan masih tidak ada kontak
mata dengan orang lain yang mengajaknya bicara namun pasien sudah bisa
mengulang sedikit kata-kata yang diucapkan orang tuanya.
Aktifitas pasien saat kunjungan normal, nafsu makan dan minum baik. BAB
dan BAK juga seperti biasa. Keluhan muntah tidak ada, sesak nafas tidak ada.
Riwayat Pengobatan :
Dari poli tumbuh kembang RS Sanglah pasien mendapatkan beberapa obat
(Risperidon 0,3 mg, Vit B6 1/2 Tab, Asam Folat 1/2 Tab, Piracetam 150 mg) dan
dikonsulkan ke bagian Rehabilitasi Medis RS Sanglah untuk mendapatkan terapi
wicara dan terapi okupasi. Sampai saat kunjungan pasien masih meminum obat secara
teratur dan menurut ibu pasien selama melakukan terapi wicara pasien sedikit
mengalami kemajuan dalam hal berbicara. Selain pasien mendapat terapi wicara ibu
pasien juga diajarkan bagaimana cara merangsang pasien untuk berbicara.
Riwayat penyakit dahulu:
Pasien tidak memiliki riwayat kejang, trauma kepala ataupun dirawat di rumah sakit
karena suatu penyakit, penyakit yang sering diderita hanya batuk pilek dan biasanya
hilang dengan obat.
Riwayat Penyakit Keluarga
Dari keluarga tidak ada yang mengalami keluhan seperti pasien serta tidak ada yang
memiliki riwayat keterlambatan bicara.
Riwayat Kehamilan
Saat masa kehamilan tidak pernah mengalami kelainan apa apa, perkembangan
janin dalam kandungan normal dan kondisi ibu selama hamil baik. Selama hamil, ibu
pasien melakukan ANC di dokter spesialis secara teratur. Ibu pasien tidak pernah
mengalami demam, keputihan dan penyakit yang lain selama kehamilan. Selain itu
ibu juga tidak minum obat-obatan, merokok ataupun minum alkohol saat hamil.
Riwayat Persalinan
Ibu pasien melahirkan secara SC karena letak sungsang di RS Tabanan ditolong oleh
SpOG dengan berat badan lahir 3500 gram dan panjang badan 50 cm, langsung
menangis, kelainan tidak ada dan anus positif.
Riwayat Nutrisi
Pasien mendapatkan ASI dari sejak lahir sampai umur 2,5 tahun dan pasien tidak
pernah diberikan susu formula. Pasien mulai mendapatkan makanan tambahan berupa
26

bubur susu sejak usia 6 bulan sampai 9 bulan, bubur nasi dari usia 9 bulan sampai 2
tahun, lalu makanan dewasa dari usia 2 tahun sampai sekarang.
Riwayat Tumbuh Kembang
- Menegakkan kepala
: 3 bulan
- Berbalik
: 5 bulan
- Duduk
: 6 bulan
- Merangkak
: 8 bulan
- Berdiri dgn bantuan
: 1 tahun
- Berjalan
: 1 tahun 2 bulan
- Tumbuh gigi pertama
: 7 bulan
- Bicara
: 1 tahun
Riwayat Imunisasi
Pasien sudah mendapatkan imunisasi dasar yang lengkap. Jadwal imunisasi yang
sudah didapatkan pasien yaitu: BCG sebanyak 1 kali, DPT dan polio sebanyak 4 kali,
campak sebanyak 1 kali dan hepatitis B sebanyak 3 kali. Pasien diimunisasi di
puskesmas Tabanan.
Riwayat Sosial
Saat ini pasien tinggal dengan kedua orang tuanya, pasien adalah anak tunggal.
Ayah pasien sendiri merupakan seorang pegawai di kantor Kepala Desa dengan
penghasilan yang cukup untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Ibu pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang sehari-hari hanya di rumah
mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Menurut ibu pasien, pasien jarang bermain dengan teman sebaya, hubungan
dengan tetangga pun dikatakan tidak akrab. Saat ini pasien bersekolah di SLB.
Kegiatan sehari-hari pasien adalah bermain sendiri, bernyanyi-nyanyi sendiri dan
mencoret-coret tembok.
3.3 Pemeriksaan Fisik :
St. Present :
KU
: baik
Kesadaran
: E4V5M6
Nadi
: 88 x/mnt
Reguler, isi cukup
Tax
: 36,8 oC
BB
: 20,5 Kg
BBI
: 22,5 Kg
PB
: 120 cm
LK
: 52 cm
LLA
: 18,5 cm
Waterlow
: 91,1 % (Gizi baik)
CDC
: BB/U
: antara persentil 10 hingga 25
TB/U
: antara persentil 20 hingga 50

27

BB/TB

: antara persentil 5 hingga 10

Status general
Kepala
: Inspeksi : LK : 52 cm
(Skala Nellhaus terletak di mean)
Lingkar kepala : Normocepali
Palpasi : ubun ubun besar tertutup
Mata
: Anemis -/-, ikterus -/-, RP +/+ isokor
Strabismus -/-, nystagmus -/-, dev conjugee -/THT
Telinga: inspeksi
: dalam batas normal
Jika penderita dipanggil tidak mau menoleh
Hidung
: Inspeksi
: sekret (-), nafas cuping hidung (-), cyanosis (-)
Tenggorokan : Inspeksi
: faring hiperemi (-), tonsil T1/T1 hiperemi (-)
Mukosa Bibir
: Inspeksi
: pucat (-), sianosis
Leher
: Inspeksi
: Benjolan (-), bendungan vena jugularis (-)
Palpasi
: pembesaran kelenjar (-), kaku kuduk (-)
Thorax
Cor
: Inspeksi
: ictus cordis tidak nampak
Palpasi
: ictus cordis teraba di ICS IV MCL kiri
Kuat angkat (-), thrill (-)
Perkusi
: tidak dievaluasi
Auskultasi
: S1S2 normal, reguler, murmur (-)
Pulmo:
Inspeksi
: gerakan dada simetris saat statis dan dinamis,
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Aukultasi
Palpasi
Perkusi
Ekstrimitas

retraksi (-)
: fokal fremitus N/N
: Tidak dievaluasi
: vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

: distensi (-)
: bising usus (+) normal
: hepar/lien tidak teraba
: timpani
: akral hangat (+), cyanosis (-), edema (-)
Refleks fisiologis : TPR (+/+) BPR (+/+) KPR (+/+) APR
(+/+)
Refleks patologis : Babinski (-/-)
Kernig sign (-), Brudzinski I/II (-)

3.4 Skrining Autisme


Skrining autism pada pasien ini dilakukan menggunakan childhood autism rating
scale (CARS) dengan penilaian subyektif

terhadap pasien melalui pengamatan

tingkah laku. Masing-masing dari ke 15 pertanyaan diberikan penilaian dengan


kriteria di bawah ini :
1. Normal sesuai dengan usia anak
2. Abnormal ringan
3. Abnormal sedang
4. Abnormal berat
Penilaian dengan midpoint seperti 1.5, 2.5 dan 3.5 juga dapat digunakan
28

Penilaian CARS berkisar dari 15 hingga 60 dengan skor minimal 30 dianggap sebagai
cutoff diagnosa autism. Skor 30-37 mengindikasikan autism derajat ringan-sedang,
skor antara 38-60 dan memiliki nilai 3 atau lebih sebanyak 5 kali pada subskala
penilaian mengindikasikan autism derajat berat.
Berikut ini hasil skrining CARS pada pasien :

relationship to people

imitation

emotional response

body use

object use

adaptation to change

visual response

listening response

taste-smell-touch response and use

fear and nervousness

verbal communication

non-verbal communication

activity level

level and consistency of intellectual response

general impressions

Skor Total

34

Pada pasien ini memiliki skor 34 dimana mengindikasikan adanya autism ringansedang
3.5 Hasil Pemeriksaan Berdasarkan DSM-IV
Pada saat kunjungan didapatkan bahwa pasien mengalami gangguan kualitatif
dari interaksi sosial meliputi, terdapat kelainan dalam berbagai prilaku non-verbal,
seperti kontak mata, ekspresi wajah, sikap dan isyarat dalam melakukan interaksi
sosial, tidak mampu bermain dengan teman sebaya, tidak mampu melakukan
hubungan sosial dan emosional timbal balik. Untuk kriteria ketidakmampuan dalam
berbagi secara spontan dengan orang lain dalam hal kesenangan, minat dan prestasi
dengan orang lain (tidak ada usaha menunjukkan, membawa, atau menunjukkan

29

barang yang ia tertarik) pada pasien tampak tidak mau membagi mainannya dengan
orang lain.
Terdapat gangguan kualitatif dari komunikasi meliputi; terdapat keterlambatan
dalam berbicara dimana pada usia 2 tahun hanya bisa mengucapkan kata, belum bisa
membentuk kalimat dan bicara pasien tidak begitu jelas. Dimana untuk anak
seumuran pasien secara normal sudah dapat berbicara menggunakan kalimat dengan
3-5 kata dan 80% - 90% pembicarannya dapat dimengerti oleh orang asing. Selain itu
pasien juga sering menggunakan bahasa yang aneh yang diulang-ulang. Menurut
informasi dari ibu pasien pasien tidak dapat bermain imitasi sesuai dengan tingkat
perkembangannya. Sedangkan untuk gejala seperti asyik dengan satu kegiatan atau
lebih yang terbatas dan diulang-ulang, yang abnormal baik dalam intensitas maupun
yang menjadi pusat perhatiaannya, demikian pula dengan terpaku pada satu kegiatan
yang ritualitas atau rutinitas yang tidak ada gunanya dan sangat asyik dengan bagianbagian dari benda tertentu didapatkan pada pasien yaitu pasien suka mencoret-coret
tembok.
Keterlambatan atau fungsi yang abnormal dari interaksi sosial, penggunaan
bahasa untuk komunikasi sosial dan permainan bermain simbol atau imajinasi ini
terjadi pada usia dibawah 3 tahun dan saat ini pasien berada pada usia 6 tahun 9
bulan .
Pada pasien tidak didapatkan adanya penyakit lain yang dapat menyebabkan
autis seperti penyakit Rett atau gangguan disintegratif (sindrom Heller).
Dari hasil pemeriksaan diatas dapat disimpulkan terdapat 12 gejala yang
positif pada pasien berdasarkan DSM-IV yaitu 4 gejala positif pada gangguan
interaksi sosial, 4 gejala positif pada gangguan komunikasi, 2 gejala positif pada
gangguan prilaku, minat dan aktivitas, gejala diatas terjadi saat usia pasien dibawah 3
tahun dan gejala tersebut tidak disebabkan oleh penyakit Rett atau gangguan
disintegratif (sindrom Heller).
Berdasarkan DSM-IV pasien ini dapat didiagnosis dengan Autisme, dimana
bila berdasarkan DSM-IV harus ada lebih dari 6 gejala yang positif seorang anak baru
dapat didiagnosis dengan Autisme.
3.6 Diagnosis Kerja
Autisme (Berdasarkan DSM-IV)
3.7 Terapi
3.7.1 Terapi Medikamentosa

30

Risperidon 0,3 mg (2 x 1)
Trihexypenidil 1 mg (2 x 1)
Vit B6 2 x 1/2 Tab
Asam Folat 2 x 1/2 Tab
Piracetam 100 mg (2 x 1)
Bexce syrup (2 x cth 1)
3.7.2 Terapi Non Medikamentosa
Terapi wicara
Terapi okupasi

BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Dari hasil responsi kasus yang dilakukan dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Dari aspek biologi:
a. Pertumbuhan : berdasarkan CDC, Waterloss, Nellhaus, pasien termasuk dalam
kategori gizi baik. Pasien mengalami keterlambatan dalam pertumbuhan gigi
pertamanya ( baru tumbuh diusia 7 bulan).
b. Perkembangan: pasien mengalami keterlambatan bicara dan kesulitan
berkomunikasi dengan orang lain.
2. Dari aspek sosial-psikologis :
Saat ini pasien tidak mendapatkan perhatian cukup dari kedua orang tuanya,
dikarenaka pasien hanya tinggal bertiga dengan orang tuanya dan Ibunya
selalu diam di rumah mengurus pasien. Pasien tidak memiliki teman bermain
yang sebaya dengan dirinya.

31

3. Dari aspek ekonomi:


Orang tua pasien mempunyai kondisi perekonomian yang baik dimana kedua
orang tua pasien memiliki penghasilan yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan keluarga.
4. Berdasarkan parameter diagnostik DSM-IV, pasien didiagnosis dengan autisme.
4.2 Saran
Adapun saran yang bisa kami berikan melalui makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Pasien sebaiknya dibawa ke rumah sakit di bagian poli tumbuh kembang anak
atau dokter ahli tumbuh kembang untuk memantau sejauh mana tumbuh
kembang dari pasien.
2. Rutin ke ahli terapi wicara agar kemampuan bicara anak meningkat.
3. Meminta orang tua untuk memantau efek samping selama pemberian obat.
4. Perhatian orang tua terhadap perkembangan pasien perlu ditingkatkan, dimana
orang tua harus lebih waspada bila ada penyimpangan-penyimpangan dalam
perkembangan anaknya.
5. Pasien tetap di sekolahkan di SLB agar mendapoatkan kesempatan
bersosialisasi dengan teman-temannya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim.(2005, May-last update). Autism Overview: What We Know.
Available:http://www.nichd.nih.gov/publications/pubs/upload/autism_overvie
w_2005.pdf . Accessed: 2011, Mei 15.
2. Anonim. (2006-last update). NINDS Autism Information Page. Available:
http://www.ninds.nih.gov/disorders/autism/autism.htm#What_is.
2011, Mei 15.
3. Anonim. (2005-last

update).

Living

with

Autism.

Accessed:

Available

from:

http://www.autism-society.org/site/PageServer?pagename=allaboutautism
Accessed: 2011, Mei 15.
4. Hay WW, et all. Autistic Spectrum Disorders. In: Hay WW, Hayward AR,
Levin MJ, Sondheimer JM (eds). Current Pediatric Diagnosis & Treatment.
16th ed. USA : McGraw-Hill. 2003. pp.97-98.
5. Sandler AD. (2001, May 5-last update). Technical Report : The Pediatrician
Role in the Diagnosis and Management of Autistic Spectrum Disorder in
Children.

Available

from:

http://www.aap.org/healthtopics/autism.cfm

Accessed: 2011, Mei 15.


6. Anonim. (2010, Oktober- last update). Childhood Autism Rating Scale.
Available from http://en.wikipedia.org/wiki/cars. acessed :2011, Mei 21

32

7. Anonim.

(2007,

April

18-last

update).

Autism.

Available

from

http://en.wikipedia.org/wiki/autism. Accessed: 2011, Mei 15.


8. Brasic JR. (2006, July 31-last update). Pervasif Developmental Disorder:
Autism. Avalaible from: www.emedicine.com/ped/topic180.htm - 234k
Accessed: 2011, Mei 15.
9. Dalton R, Forman MA, Boris NW. Autistic Disorder. In: Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB (eds). Nelson Textbook of Pediatrics. 17th ed.
Philadelphia : Elsevier Saunders. 2004. pp. 93-94.
10. Anonim. (2007 - last update). Autisme Spectrum Disorders. Available from :
http://www.nimh.nih.gov/publicat/autism.cfm. Accessed: 2011, Mei 15.

33

Anda mungkin juga menyukai