Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Golongan darah adalah ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya
perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah.
Dua jenis penggolongan darah yang paling penting adalah penggolongan ABO dan
Rhesus (faktor Rh). Di dunia ini sebenarnya dikenal sekitar 46 jenis antigen selain
antigen ABO dan Rh, hanya saja lebih jarang dijumpai. Transfusi darah dari golongan
yang tidak kompatibel dapat menyebabkan reaksi transfusi imunologis yang berakibat
anemia hemolisis, gagal ginjal, syok dan kematian.
Sistem ABO. Yaitu penggolongan darah yang terdiri dari golongan darah A, B,
AB dan O. Sedangkan Orang yang menemukan cara penggolongan darah ABO
adalah Ilmuwan Austria, Karl Landsteiner, berkat jasanya itu ia memperoleh
penghargaan Nobel dalam bidang Fisiologi dan Kedokteran pada tahun 1930.
Rhesus, merupakan penggolongan atas ada atau tidak adanya antigen-D.
Antigen-D pertama dijumpai pada sejenis kera yang disebut Rhesus pada tahun 1937,
dari kera inilah sebutan rhesus diambil. Orang yang dalam darahnya mempunyai
antigen-D disebut rhesus positif, sedang orang yang dalam darahnya tidak dijumpai
antigen-D, disebut rhesus negatif. Pada jaman dahulu dalam transfusi darah, asal
golonganya sama, tidak dianggap ada masalah lagi. Padahal, bila terjadi ketidak
cocokan rhesus, bisa terjadi pembekuan darah yang berakibat fatal, yaitu kematian
penerima darah.
Mengetahui golongan darah seseorang sangatlah penting yaitu Untuk
melakukan suatu kegiatan transfusi darah. Transfusi darah adalah proses menyalurkan

darah atau produk berbasis darah dari satu orang ke sistem peredaran orang lainnya.
Transfusi darah berhubungan dengan kondisi medis seperti kehilangan darah dalam
jumlah besar disebabkan trauma, operasi, syok dan tidak berfungsinya organ
pembentuk sel darah merah.
Dalam transfusi darah, kecocokan antara darah donor (penyumbang) dan
resipien (penerima) adalah sangat penting. Darah donor dan resipien harus sesuai
golongannya berdasarkan sistem ABO dan Rhesus faktor.
Pada umumnya manusia memiliki rhesus positif. Hanya sebagian kecil saja
yang mempunyai rhesus negatif. "Sebagian besar orang Asia, termasuk Indonesia
mempunyai rhesus positif. Hanya kurang dari satu persen orang Indonesia yang
mempunyai rhesus negatif. oleh karena itu, pemilik rhesus negatif tidak boleh
ditransfusi dengan darah rhesus positif. Jika dua jenis golongan darah ini saling
bertemu, dipastikan akan terjadi perang. Sistem pertahanan tubuh resipien (penerima
donor) akan menganggap rhesus dari donor itu sebagai benda asing yang perlu
dilawan. Di dunia, pemilik darah rhesus negatif termasuk minoritas.

B. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum kali ini adalah :
1. Menentukan tipe golongan darah pada seseorang.
2. Mengetahui macam-macam golongan darah.
3. Mengetahui manfaat dari penggolongan darah.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Penggolongan Darah
Golongan darah adalah ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya
perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah.
Dua jenis penggolongan darah yang paling penting adalah penggolongan ABO dan
Rhesus (faktor Rh). Di dunia ini sebenarnya dikenal sekitar 46 jenis antigen selain
antigen ABO dan Rh, hanya saja lebih jarang dijumpai. Transfusi darah dari golongan
yang tidak kompatibel dapat menyebabkan reaksi transfusi imunologis yang berakibat
anemia hemolisis, gagal ginjal, syok dan kematian.
Golongan darah manusia ditentukan berdasarkan jenis antigen dan antibodi yang
terkandung dalam darahnya, sebagai berikut:
1. Golongan Darah A
Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah merah dengan antigen A di
permukaan membran selnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen B dalam
serum darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah A-negatif hanya dapat
menerima darah dari orang dengan golongan darah A-negatif atau O-negatif.
2. Golongan Darah B
Individu dengan golongan darah B memiliki antigen B pada permukaan sel darah
merahnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen A dalam serum darahnya.
Sehingga, orang dengan golongan darah B-negatif hanya dapat menerima darah
dari orang dengan dolongan darah B-negatif atau O-negatif

3. Golongan Darah AB
Individu dengan golongan darah AB memiliki sel darah merah dengan antigen A
dan B serta tidak menghasilkan antibodi terhadap antigen A maupun B. Sehingga,
orang dengan golongan darah AB-positif dapat menerima darah dari orang
dengan golongan darah ABO apapun dan disebut resipien universal. Namun,
orang dengan golongan darah AB-positif tidak dapat mendonorkan darah kecuali
pada sesama AB-positif.
4. Golongan Darah O
Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah tanpa antigen, tapi
memproduksi antibodi terhadap antigen A dan B. Sehingga, orang dengan
golongan darah O-negatif dapat mendonorkan darahnya kepada orang dengan
golongan darah ABO apapun dan disebut donor universal. Namun, orang dengan
golongan darah O-negatif hanya dapat menerima darah dari sesama O-negatif.
Penyebaran golongan darah A, B, O dan AB bervariasi di dunia tergantung
populasi atau ras.
Mengetahui golongan darah seseorang sangatlah penting yaitu Untuk melakukan
suatu kegiatan transfusi darah. Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau
produk berbasis darah dari satu orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi
darah berhubungan dengan kondisi medis seperti kehilangan darah dalam jumlah
besar disebabkan trauma, operasi, syok dan tidak berfungsinya organ pembentuk sel
darah merah.
Transfusi darah dari golongan yang tidak kompatibel dapat menyebabkan reaksi
transfusi imunologis yang berakibat anemia hemolisis, gagal ginjal, syok, dan
kematian. Hemolisis adalah penguraian sel darah merah dimana hemoglobin akan
terpisah dari eritrosit.

Sedangkan pemilik rhesus negatif tidak boleh ditransfusi dengan darah rhesus
positif. Jika dua jenis golongan darah ini saling bertemu, dipastikan akan terjadi
perang. Sistem pertahanan tubuh resipien (penerima donor) akan menganggap rhesus
dari donor itu sebagai benda asing yang perlu dilawan.

B. Tipe Golongan Darah


Sistem penggolongan darah pada manusia ada bermacam-macam antara lain;
sistem ABO, MN, dan resus. Tetapi sistem MN yang paling jarang dijumpai.
1. Sistem ABO
Sistem golongan darah ABO didasarkan ada tidaknya antigen-antibodi dalam
darah sesorang. Terdapat sepasang gen yang bertanggung jawab pada golongan
darah setiap individu, dan ada 3 macam alel yang mungkin berpasangan, yaitu I A,
IB dan i. Sistem ABO ditemukan oleh Landstainer pada tahun 1900. Ada 4 macam
tipe golongan darah, yaitu A, B, AB dan O. Ketiga alal, masing-masing I A dan IB
dominan terhadap i. Alel itu mengontrol isoaglutinoigen. Dibawah ini ada
beberapa tabel yang menjelaskan tentang Sistem golongan darah ABO.
Tabel 1. Fenotip dan Genotip sesorang berdasarkan sistem gol darah ABO
Fenotip (golongan)
A
B
AB
O

Genotip
I I atau IAi
IBIB atau IBi
IAIB
Ii
A A

Tabel 2. sistem ABO, golongan darah dibagi menjadi 4 golongan:


Golongan
A
B
AB
O

Sel Darah Merah


Antigen A
Antigen B
Antigen A & B
Tidak ada antigen

Plasma
Antigen A
Antigen B
Tidak ada antibodi
Antibodi Anti A & Anti B

Tabel 3. Pewarisan golongan darah kepada anak


Ibu/Ayah
O
A
B
AB

O
O
O, A
O, B
A, B

A
O, A
O, A
O,A,B,AB
A, B, AB

B
O, B
O, A, B, AB
O,B
A, B, AB

AB
A,B
A, B, AB
A, B, AB
A, B, AB

2. Sistem MN
Selain sistem ABO, Lansdstainer dan Levine menumukan sistem MN yang
kendalikan oleh gen IM danIN. Masing-masing membentuk antigen M dan N,
tetapi tidak menghasilkan antibodi. Orang bergolongan darah (fenotip) M
memiliki genotip IMIM Orang bergolongan darah N, bergenotip ININ Orang
bergolongan darah MN, bergenotip IMIN. Sistem MN ditemukan hanya pada orang
Asia Selatan dan pribumi Amerika yang berguna untuk tes kesuburan. Sistem MN
tersebut jarang digunakan karena paling jarang dijumpai.
3. Sistem Rhesus.
Rhesus, merupakan penggolongan atas ada atau tidak adanya antigen-D.
Antigen-D pertama dijumpai pada sejenis kera yang disebut Rhesus pada tahun
1937, dari kera inilah sebutan rhesus diambil. Orang yang dalam darahnya
mempunyai antigen-D disebut rhesus positif, sedang orang yang dalam darahnya
tidak dijumpai antigen-D, disebut rhesus negatif. Pada jaman dahulu dalam
transfusi darah, asal golonganya sama, tidak dianggap ada masalah lagi. Padahal,
bila terjadi ketidak cocokan rhesus, bisa terjadi pembekuan darah yang berakibat
fatal, yaitu kematian penerima darah.
Sistem resus ditemukan oleh Landsteiner dan Wiener tahun 1940. Berdasarkan
ada tidaknya antigen resus, darah menusia pun dibedakan atas 2 golongan :
a.

Rh+, bila sel darah merah mengandung antigen rh, bergenotip IRhIRh , IRhIrh

b.

Rh-, bila sel darah merah tidak mengandung antigen rh, genotipnya IRhIrh
Faktor rhesus dapat menyebabkan eritoblastis faetalis. Kejadiannya dapat

diuraikan seperti berikut. Seorang ibu Rh - yang mengandung anak Rh+, maka
anaknya akan lahir dengan selamat. Pada saat dalam kandungan darah ibu dan anak
kadang bercampur, darah anak (Rh+) merangsang darah ibu menghasilkan zat anti
rh, namun pada saat itu kadar masih cukup rendah sehingga anak tersebut, dapat
selamat, tetapi pada kehamilan berikut, jika anak masih Rh+, maka zat anti yang
dihasilkan darah ibunya cukup untuk menyebabkan anemi berat pada anak, yang
biasanya menyebabkan kematian sejak masih dalam kandungan, atau beberapa saat
setelah lahir. Status Rh ini menggambarkan adanya partikel protein di dalam sel
darah seseorang.

C. Reaksi Antigen Rhesus Terjadi Akibat Adanya Perbedaan Rhesus


Ada sejenis reaksi transfusi yaitu reaksi inkompabilitas Rh yang terlihat pada bayi
baru lahir dari orang tuanya denga Rh yang inkompatibel (ayah Rh+ dan ibu Rh-).
Jika anak yang dikandung oleh ibu Rh- menpunyai darah Rh+ maka anak akan
melepas sebagian eritrositnya ke dalam sirkulasi ibu waktu partus. Hanya ibu yang
sudah disensitasi yang akan membentuk anti Rh (IgG) dan hal ini akan
membahayakan anak yang dikandung kemudian. Hal ini karena IgG dapat melewati
plasenta. IgG yang diikat antigen Rh pada permukaan eritrosit fetus biasanya belum
menimbulkan aglutinasi atau lisis. Tetapi sel yang ditutupi Ig tersebut mudah dirusak
akibat interaksi dengan reseptor Fc pada fagosit. Akhirnya terjadi kerusakan sel darah
merah fetus dan bayi lahir kuning, Transfusi untuk mengganti darah sering diperlukan
dalam usaha pasangan beda rhesus punya kemungkinan 50-100% berrhesus positif.

Kemungkinan berrhesus negatif hanya 0-50%. Artinya rhesus si anak lebih mungkin
berbeda dengan si ibu.
Jika tidak cepat ditangani, perbedaan rhesus antara calon bayi dengan ibu ini akan
menimbulkan masalah. Lewat plasenta, rhesus darah janin akan masuk ke peredaran
darah si ibu. Selanjutnya ini akan menyebabkan tubuh si ibu memproduksi antirhesus.
Lewat plasenta juga, antirhesus ini akan melakukan serangan balik ke dalam
peredaran darah si calon bayi. Sel-sel darah merah si calon bayi akan dihancurkan.
Pada kehamilan pertama, antirhesus mungkin hanya akan menyebabkan si bayi
lahir kuning (karena proses pemecahan sel darah merah menghasilkan bilirubin yang
menyebabkan warna kuning pada kulit). Tapi pada kehamilan kedua, problemnya bisa
menjadi fatal jika anak kedua juga memiliki rhesus positif. Saat itu, kadar antirhesus
ibu sedemikian tinggi, sehingga daya rusaknya terhadap sel darah merah bayi juga
hebat. Ini bisa menyebabkan janin mengalami keguguran. Jika sebelum hamil si ibu
sudah mengetahui rhesus darahnya, masalah keguguran ini bisa dihindari. Sesudah
melahirkan anak pertama, dan selama kehamilan berikutnya, dokter akan
memberikan obat khusus untuk menetralkan antirhesus darah si ibu. Dengan terapi
ini, anak kedua bisa diselamatkan.
Rhesus yang bersilangan Kebanyakan terjadi pada perkawinan antar bangsa.
Bangsa Asia memiliki Rhesus positif, sedangkan bangsa Eropa rata-rata negatif.
Terkadang, pasangan suami-isteri tidak tahu Rhesus darah pasangan masing-masing.
Padahal, jika Rhesusnya bersilangan, bisa mempengaruhi kualitas keturunan.
Saat ini, calon ibu yang memiliki Rh negatif tak perlu khawatir lagi, meski
bersuami seorang Rh positif. Dokter bisa memberikan tindakan pencegahan. Saat ini
ada obat untuk mencegah terbentuknya zat anti-Rh. Obat itu bernama anti-Rho
gamma globulin (RhoGAM), atau anti-D Immunoglobin, atau Rh Immunoglobulin.

RhoGAM yang berupa suntikan ini diberikan ketika usia kehamilan 28 minggu
dan saat persalinan. Umumnya penyuntikan RhoGAM diberikan saat usia kehamilan
28 minggu dan juga setelah persalinan. Bila Rh negatif pada ibu, atau ketidakcocokan
golongan darah antara ibu dan janin baru diketahui usai persalinan, suntikan
RhoGAM untuk ibu sebaiknya diberikan dalam waktu 72 jam setelah persalinan.
Proses terbentuknya zat anti dalam tubuh ibu sendiri sangat cepat sehingga akan lebih
baik lagi jika setelah 48 jam melahirkan langsung diberi suntikan RhoGAM agar
manfaatnya lebih terasa. Sayangnya, perlindungan RhoGAM hanya berlangsung 12
minggu. Setelah lewat batas waktu, suntikan harus diulang setiap kehamilan
berikutnya.

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Tempat dan Waktu Praktikum


Tempat

: Laboratorium anatomi fisiologi manusia UHAMKA

Waktu

: 20 Mei 2010

B. Alat dan Bahan


1. Lanset steril
2. Alkohol 70 %
3. Antisera A, B, AB, D
4. Kertas golongan darah
5. Batang untuk mengaduk campuran darah

C. Prosedur Kerja
Teteskan serum yang berbeda Antisera A, B, AB, D pada kertas golongan darah
yang bersih dan kering serta bebas lemak, tambahkan masing-masing serum tadi
dengan setetes darah. Selanjutnya aduk campuran tersebut dengan batang tusuk gigi
yang berbeda hingga homogen. Segera amati hasilnya pada tabel dibawah ini.
Gol. Darah
Anti A
A
+
B
AB
+
O
Rhesus +
Rhesus Hasil Positif (+) : Menggumpal

Anti B
+
+
-

Anti AB
+
+
+
-

Anti D

+
-

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Hasil Pengamatan
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap adanya penggumpalan darah pada kertas
golongan darah yang ditetesi oleh antisera, didapat hasil sebagai berikut :
No.
1.
2.
3.
4.
5.

Nama Mahasiswa
Rianika Dewi
Sudarman Yulianto
Heri Herwanto
Rahayu
Desi Kurnia

Golongan Darah
B
O
A
O
AB

Rhesus
+
+
+
+
+

B. Pembahasan
Pada praktikum ini penggolongan darah manusia ditentukan berdasarkan jenis
antigen dan antibodi yang terkandung dalam darahnya. Rianika yang disimpulkan
bergolongan darah B, karena pada pengujian tersebut terlihat bahwa pada sel darah
Rianika terjadi penggumpalan setelah pemberian antisera B, sedangkan pada
pemberian antisera A dan AB tidak terjadi penggumpalan darah atau darah homogen
dengan antisera. Hal ini disebabkan individu dengan golongan darah B memiliki
antigen B pada permukaan sel darah merahnya dan menghasilkan antibodi terhadap
antigen A dalam serum darahnya.
Golongan darah Sudarman dan Rahayu berdasarkan hasil pengamatan
disimpulkan bergolongan darah O, karena pada pengujian yang dilakukan tidak ada
satupun penggumpalan yang terjadi pada pemberian antisera A, B dan AB atau darah
homogen dengan antisera. Hal ini disebabkan individu dengan golongan darah O

memiliki sel darah tanpa antigen, tetapi memproduksi antibodi terhadap antigen A
dan B.
Heri, berdasarkan berdasarkan hasil pengamatan disimpulkan bergolongan darah
A, karena pada pengujian tersebut terlihat bahwa pada sel darah Heri terjadi
penggumpalan setelah pemberian antisera A, sedangkan pada pemberian antisera B
dan AB tidak terjadi penggumpalan darah atau darah homogen dengan antisera. Hal
ini disebabkan individu dengan golongan darah A memiliki sel darah merah dengan
antigen A di permukaan membran selnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen
B dalam serum darahnya.
Golongan darah Desi berdasarkan hasil pengamatan disimpulkan bergolongan
darah AB, karena pada pengujian tersebut terlihat bahwa pada sel darah Desi terjadi
penggumpalan setelah pemberian antisera AB, sedangkan pada pemberian antisera A
dan B tidak terjadi penggumpalan darah atau darah homogen dengan antisera. Hal ini
disebabkan individu dengan golongan darah AB memiliki sel darah merah dengan
antigen A dan B serta tidak menghasilkan antibodi terhadap antigen A maupun B.
Sedangkan pada uji rhesus dari ke 4 mahasiswa terlihat bahwa kesemuanya
mempunyai golongan darah rhesus positif, hal itu tentu sesuai dengan beberapa
literatur, yang mengatakan bahwa sebagian besar orang Asia, termasuk Indonesia
mempunyai rhesus positif. Hanya kurang dari satu persen orang Indonesia yang
mempunyai rhesus negatif.
Rhesus, merupakan penggolongan atas ada atau tidak adanya antigen-D. Orang
yang dalam darahnya mempunyai antigen-D disebut rhesus positif, sedang orang
yang dalam darahnya tidak dijumpai antigen-D, disebut rhesus negatif.

BAB V
KESIMPULAN

A. Golongan darah adalah ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya
perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah.
B. Sistem penggolongan darah pada manusia ada bermacam-macam antara lain; sistem
ABO, MN, dan resus. Tetapi sistem MN yang paling jarang dijumpai.
1. Sistem golongan darah ABO, didasarkan ada tidaknya antigen-antibodi dalam
darah sesorang.
2. Sistem MN ditemukan hanya pada orang Asia Selatan dan pribumi Amerika
yang berguna untuk tes kesuburan. Masing-masing membentuk antigen M dan
N, tetapi tidak menghasilkan antibodi.
3. Rhesus, merupakan penggolongan atas ada atau tidak adanya antigen-D. Orang
yang dalam darahnya mempunyai antigen-D disebut rhesus positif, sedang orang
yang dalam darahnya tidak dijumpai antigen-D, disebut rhesus negatif. Status Rh
ini menggambarkan adanya partikel protein di dalam sel darah seseorang.
C. Tujuan dari praktikum penentuan golongan darah ini adalah untuk memastikan
golongan darah seseorang yang nantinya dapat berguna untuk kegiatan transfusi
darah apabila diperlukan. Transfusi darah harus dilakukan pada golongan
kompatibel, apabila golongannya tidak kompatibel maka akan dapat menyebabkan
reaksi transfusi imunologis yang berakibat anemia hemolisis, gagal ginjal, syok, dan
kematian.
D. Tujuan dari dilakukannya penentuan faktor rhesus adalah untuk memastikan tidak
adanya perbedaan rhesus antara rhesus ibu dan janin yang dikandungnya, apabila ibu
tersebut mempunyai rhesus negatif sedangkan pada janin yang dikandungan

berrhesus positif maka akan dapat menimbulkan masalah pada kehamilan yang
pertama, antirhesus mungkin hanya akan menyebabkan si bayi lahir kuning. Tetapi
pada kehamilan kedua dan seterusnya problemnya bisa menjadi fatal yang
menyebabkan janin mengalami keguguran. Oleh karena itu untuk mencegah
terbentuknya zat anti-Rh. maka harus diberikan obat yang bernama anti-Rho gamma
globulin (RhoGAM), atau anti-D Immunoglobin, atau Rh Immunoglobulin.

DAFTAR PUSTAKA
Evelyn, Pearce, C. 2000. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia
Syaifuddin.1997. Anatomi Fisiologi Untuk Perawat. Jakarta: EGC
www.cdc.gov
www.babyworld.com
www.monaghanhospital.com
www.wikipedia.org.id

Penggolongan Darah
Manusia

Disusun Oleh :
Meliawati
Noviasrini Kemala N.
Novi Rachmayanti
Sudarman Yulianto
Yusnia Gulfa Maharani
Kelas II C
Kelompok II
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
JURUSAN FARMASI
TAHUN 2010

Anda mungkin juga menyukai