Anda di halaman 1dari 17

Hormon dalam Kehamilan dan Persalinan

Oleh: Intan Nabila Al Mansyuri


Pembimbing: dr. Hushat Pritalianto, Sp.OG

Ilmu Kepaniteraan Obstetri dan Ginekologi


Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
RSUD Serang
2013

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum Wr.Wb.
Segala puji bagi Allah atas nikmat iman dan hidayah yang telah diberikan kepada kita.
Salawat serta salam bagi nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan orang-orang yang
senantiasa istiqamah di jalan-Nya.
Alhamdulillah, akhirnya saya dapat menyusun makalah mengenai Hormon dalam
Kehamilan dan Persalinan ini untuk memenuhi tugas kepaniteraan Ilmu Obstetri dan
Ginekologi di RSUD Serang, dan agar dapat mengeksplorasi sebanyak-banyaknya informasi dari
berbagai referensi.
Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang membantu terselesaikannya penyusunan makalah ini, terutama kepada
pembimbing saya dr. Hushat Pritalianto, Sp.OG yang telah meluangkan waktunya untuk
membimbing saya ditengah kesibukan dan padatnya aktivitas beliau. Terima kasih juga saya
ucapkan kepada keluarga saya yang selalu memberikan dukungan dan memotifasi saya hingga
saat ini, serta kepada teman-teman saya yang sedang menjalani kepaniteraan di RSUD Serang.
Saya menyadari bahwa penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan. Oleh sebab
itu, saya mengharapkan saran serta kritik yang dapat membangun dalam makalah ini guna untuk
perbaikan di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua
baik sekarang maupun dihari yang akan datang.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Serang, Agustus 2013

Intan Nabila Al Mansyuri,


Penulis

PENDAHULUAN
Endokrinologi kehamilan manusia melibatkan perubahan baik endokrin maupun
metabolik yang terjadi pada batas antara ibu dan janin yang dikenal sebagai unit plasenta-janin.
Struktur ini adalah merupakan tempat utama produksi dan sekresi hormon steroid dan protein.
Perubahan endokrin dan metabolik yang terjadi selama kehamilan merupakan akibat langsung
dari sinyal hormon yang dihasilkan unit plasenta-janin. Permulaan dan perkembangan kehamilan
tergantung dari interaksi neuronal dan faktor hormonal. Pengaturan neuro endokrin di dalam
plasenta, pada janin dan kompartemen ibu sangat penting dalam mengarahkan pertumbuhan
janin dan perkembangannya sebagaimana juga dalam mengkoordinasi awal suatu persalinan.
Adaptasi maternal terhadap perubahan hormonal yang terjadi selama kehamilan secara langsung
menggambarkan perkembangan plasenta dan janin. Adaptasi gestasional yang terjadi selama
kehamilan meliputi implantasi dan perawatan kehamilan dini, modifikasi sistem maternal dalam
rangka mempersiapkan dukungan nutrisi perkembangan janin; dan persiapan persalinan dan
menyusui.

FISIOLOGI MENSTRUASI
Haid adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan
(deskuamasi) endometrium. Sekarang diketahui bahwa dalam proses ovulasi, yang memegang
peranan penting adalah hubungan hipotalamus, hipofisis, dan ovarium (hypothalamic-pituitaryovarium axis). Menurut teori neurohumoral yang dianut ekarang, hipotalamus mengawasi sekresi
hormon gonadotropin oleh adenohipofisis melalui sekresi neurohormon yang disalurkan ke selsel adenohipofisis lewat sirkulasi portal yang khusus. Hipotalamus menghasilkan faktor yang
telah dapat diisolasi dan disebut Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) karena dapat
merangsang pelepasan Lutenizing Hormone (LH) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dari
hipofisis.
Penyelidikan pada hewan menunjukkan bahwa pada hipotalamus terdapat dua pusat,
yaitu pusat tonik dibagian belakang hipotalamus di daerah nukleus arkuatus, dan pusat siklik di
bagian depan hipotalamus di daerah suprakiasmatik. Pusat siklik mengawasilonjakan LH (LHsurge) pada pertengahan siklus haid yang menyebabkan terjadinya ovulasi. Mekanisme kerjanya
juga belum jelas benar. Siklus haid normal dapat dipahami dengan baik dengan membaginya atas
dua fase dan satu saat, yaitu fase folikuler, saat ovulasi, dan fase luteal.
Perubahan-perubahan kadar hormon sepanjang siklus haid disebabkan oleh mekanisme
umpan balik (feedback) antara hormon steroid dan hormon gonadotropin. Estrogen
menyebabkan umpan balik negatif terhadap FSH, sedangkan terhadap LH, estrogen
menyebabkan umpan balik negatif jika kadarnya rendah, dan umpan balik positif jika kadarnya
tinggi. Tempat utama umpan balik terhadap hormon gonadotropin ini mungkin pada hipotalamus.
Tidak lama setelah haid mulai, pada fase folikular dini, beberapa folikel berkembang oleh
pengaruh FSH yang meningkat. Meningkatnya FSH ini disebabkan oleh regresi korpus luteum,
sehingga hormon steroid berkurang. Dengan berkembangnya folikel, produksi estrogen
meningkat, dan ini menekan produksi FSH; folikel yang akan berovulasi melindungi dirinya
sendiri terhadap atresia, sedangkan folikel-folikel lain mengalami atresia. Pada waktu ini LH
juga meningkat, namun peranannya pada tingkat ini hanya membantu pembuatan estrogen dalam
folikel. Perkembangan folikel yang cepat pada fase folikel akhir ketika FSH mulai menurun,
menunjukkan bahwa folikel yang telah masak itu bertambah peka terhadap FSH. Perkembangan
folikel berakhir setelah kadar estrogen dalam plasma jelas meninggi. Estrogen pada mulanya

meninggi secara berangsur-angsur, kemudian dengan cepat mencapai puncaknya. Ini


memberikan umpan balik positif terhadap pusat siklik, dan dengan lonjakan LH (LH-surge) pada
pertengahan siklus, mengakibatkan terjadinya ovulasi. LH yang meninggi itu menetap kira-kira
24 jam dan menurun pada fase luteal. Mekanisme turunnya LH tersebut belum jelas. Dalam
beberapa jam setelah LH meningkat, estrogen menurun dan mungkin inilah yang menyebabkan
LH itu menurun. Menurunnya estrogen mungkin disebabkan oleh perubahan morfologik pada
folikel. Mungkin pula menurunnya LH itu disebabkan oleh umpan balik negatif yang pendek dari
LH terhadap hipotalamus. Lonjakan LH yang cukup saja tidak menjamin terjadinya ovulasi;
folikel hendaknya pada tingkat yang matang, agar ia dapat dirangsang untuk berovulasi.
Pecahnya folikel terjadi 16 24 jam setelah lonjakan LH. Pada manusia biasanya hanya satu
folikel yang matang. Mekanisme terjadinya ovulasi agaknya bukan oleh karena meningkatnya
tekanan dalam folikel, tetapi oleh perubahan-perubahan degeneratif kolagen pada dinding folikel,
sehingga ia menjadi tipis. Mungkin juga prostaglandin F2 memegang peranan dalam peristiwa
itu. Pada fase luteal, setelah ovulasi, sel-sel granulose membesar, membentuk vakuola dan
bertumpuk pigmen kuning (lutein); folikel menjadi korpus luteum. Vaskularisasi dalam lapisan
granulosa juga bertambah dan mencapai puncaknya pada 89 hari setelah ovulasi. Luteinized
granulose cell dalam korpus luteum itu membuat progesteron banyak, dan luteinized theca cell
membuat pula estrogen yang banyak, sehingga kedua hormon itu meningkat tinggi pada fase
luteal. Mulai 1012 hari setelah ovulasi, korpus luteum mengalami regresi berangsur-angsur
disertai dengan berkurangnya kapiler-kapiler dan diikuti oleh menurunnya sekresi progesteron
dan estrogen. Masa hidup korpus luteum pada manusia tidak bergantung pada hormon
gonadotropin, dan sekali terbentuk ia berfungsi sendiri (autonom). Namun, akhir-akhir ini
diketahui untuk berfungsinya korpus luteum, diperlukan sedikit LH terus-menerus.
Steroidegenesis pada ovarium tidak mungkin tanpa LH. Mekanisme degenerasi korpus luteum
jika tidak terjadi kehamilan belum diketahui. Empat belas hari sesudah ovulasi, terjadi haid. Pada
siklus haid normal umumnya terjadi variasi dalam panjangnya siklus disebabkan oleh variasi
dalam fase folikular.
Pada kehamilan, hidupnya korpus luteum diperpanjang oleh adanya rangsangan dari
Human Chorionic Gonadothropin (HCG), yang dibuat oleh sinsisiotrofoblas. Rangsangan ini
dimulai pada puncak perkembangan korpus luteum (8 hari pasca ovulasi), waktu yang tepat

untuk mencegah terjadinya regresi luteal. HCG memelihara steroidogenesis pada korpus luteum
hingga 910 minggu kehamilan. Kemudian, fungsi itu diambil alih oleh plasenta.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa kunci siklus haid tergantung dari perubahan perubahan
kadar estrogen, pada permulaan siklus haid meningkatnya FSH disebabkan oleh menurunnya
estrogen pada fase luteal sebelumnya. Berhasilnya perkembangan folikel tanpa terjadinya atresia
tergantung pada cukupnya produksi estrogen oleh folikel yangberkembang. Ovulasi terjadi oleh
cepatnya estrogen meningkat pada pertengahan siklus yang menyebabkan lonjakan LH.
Hidupnya korpus luteum tergantung pula pada kadar minimum LH yang terus-menerus.
Jadi, hubungan antara folikel dan hipotalamus bergantung pada fungsi estrogen, yang
menyampaikan pesan-pesan berupa umpan balik positif atau negatif. Segala keadaan yang
menghambat produksi estrogen dengan sendirinya akan mempengaruhi siklus reproduksi yang
normal.

HORMON-HORMON POLIPEPTIDA PLASENTA


Gonadotropin Korion Manusia (hCG)
Penanda pertama diferensiasi trofoblas dan produk plasenta pertama yang dapat terukur
adalah gonadotropin korion (hCG). hCG adalah suatu glikoprotein yang terdiri dari 237 asam
amino. Strukturnya hampir serupa dengan glikoproteinglikoprotein hipofisis yaitu terdiri dari dua
rantai; suatu rantai alfa yang bersifat spesifik spesies; dan suatu rantai beta yang menentukan
interaksi reseptor dan efek biologik akhir. Rangkaian rantai alfa hampir identik dengan rangkaian
rantai
alfa hormon glikoprotein TSH, FSH dan LH. Rantai beta memiliki homologi rangkaian dengan
LH tetapi tidak identik; dari 145 asam amino -hCG, 97 (67%) adalah identik dengan asam
amino -LH. Di samping itu hormon plasenta memiliki suatu segmen karboksil terminal yang
terdiri dari 30 asam amino, yang tidak dijumpai dalam molekul LH hipofisis. Karbohidrat
menyusun 30% dari berat masing-masing subunit. Asam sialat saja merupakan 10% dari berat
molekul dan memiliki resistensi yang tinggi terhadap degradasi. Pada minggu-minggu pertama
kehamilan, kadar hCG meningkat dua kali lipat setiap 1,7-2 hari, dan pengukuran serial akan
memberikan suatu indeks yang peka untuk fungsi trofoblas. Kadar hCG plasma ibu akan
memuncak sekitar 100.000 mIU/mL pada kehamilan sepuluh minggu dan kemudian lahan-lahan
menurun hingga 10.000 mIU/mL pada trimester ketiga. Semua sifat-sifat khas hCG ini
memungkinkan diagnosis kehamilan beberapa hari sebelum gejala pertama muncul atau
menstruasi terlambat. Kadar hCG plasma yang serendah 5 mIU/mL (1 ng/mL) dapat terdeteksi
tanpa tergangguvkadar LH, FSH, dan TSH yang lebih tinggi. Seperti juga LH, maka hCG
bersifat luteotropik, dan korpus luteum memiliki reseptor afinitas tinggi untuk hCG. Stimulasi
produksi progesterone dalam jumlah besar oleh sel-sel korpus luteum dipacu oleh kadar hCG
yang makin meningkat.
hCG telah dibuktikan dapat meningkatkan konversi kolesterol lipid densitas rendah ibu
menjadi pregnenolon dan progesteron. Kadar hCG dalam sirkulasi janin kurang dari 1% , yang
dijumpai dalam kompartemen ibu. Namun demikian, terdapat bukti bahwa kadar hCG janin
merupakan suatu regulator penting perkembangan adrenal dan gonad janin selama trimester
pertama. hCG juga diproduksi oleh neoplasma trofoblastik seperti mola hidatidosa dan
koriokarsinoma, dan kadar hCG ataupun subunit betanya dimanfaatkan sebagai pertanda tumor

untuk diagnosis dan pemantauan berhasil tidaknya kemoterapi. Wanita-wanita dengan kadar hCG
yang sangat tinggi akibat penyakit trofoblastik dapat mengalami hipertiroid klinis namun
kembali eutiroid bila hCG berkurang selama kemoterapi.
hCG adalah hormon protein yang memiliki subunit alpha yang sama dengan yang
terdapat pada FSH,LH dan TSH. Subunit beta adalah unik untuk hCG. Hormon ini paling mirip
dengan LH, hCG diperoduksi oleh sinsitiotrofoblas dan dapat dideteksi dalam serum ibu 8 9
hari pasca konsepsi. Hormon ini yang menjadi dasar bagi semua tes kehamilan standar.
Kadar hCG berlipat ganda setiap 48 jam dalam beberapa minggu pertama kehamilan dan
mencapai kadar puncak sebesar 80.000 100.000 mIU / mL pada usia kehamilan 8 10 minggu.
Setelah itu, kadar hCG menurun menjadi 10.000 20.000 mIU /mL dan menetap pada nilai
tersebut sampai aterm.
Fungsi utama hCG adalah untuk mempertahankan produksi progesteron corpus luteum
sampai plasenta dapat mengambil alih peran produksi progesteron pada usia gestasi sekitar 6 8
minggu. Progesteron diperlukan untuk keberhasilan proses kehamilan awal. hCG memiliki
aktivitas tirotropik yang hanya menjadi berarti secara klinis bila kadar hCG meningkat secara
tajam seperti pada kehamilan mola.

Laktogen Plasenta Manusia (hPL)

Hormon polipeptida plasenta kedua, yang juga homolog dengan suatu protein hipofisis,
disebut laktogen plasenta (hPL) atau somatomamotropin korion (hCS). hPL terdeteksi pada
trofoblas muda, namun kadar serum yang dapat dideteksi belum tercapai hingga minggu
kehamilan ke-4-5. hPL adalah suatu protein yang tersusun dari sekitar 190 asam amino di mana
struktur primer, sekunder dan tersier serupa dengan hormon pertumbuhan (GH). Seperti GH,
maka hPL bersifat diabetogenik. hPL juga memiliki ciri-ciri struktural yang mirip dengan
prolaktin (PRL).
Meskipun tidak jelas terbukti sebagai agen mamotropik, hPL ikut berperan dalam
perubahan metabolisme glukosa dan mobilisasi asam lemak bebas; menyebabkan respons
hiperinsulinemik terhadap beban glukosa; dan berperan dalam terjadinya resistensi insulin perifer
yang khas pada kehamilan. Produksi hPL secara kasar sebanding dengan massa plasenta. Laju
produksi sesungguhnya dapat mencapai 1-1,5 g/hari dengan waktu paruh serum sekitar 15-30
menit. Pengukuran hPL untuk menilai kesejahteraan janin telah banyak digantikan oleh profil
biofisik yang merupakan indikator yang lebih peka, akan adanya bahaya pada janin.
hPL adalah hormon protein yang diperoduksi secara eksklusif oleh plasenta dan terkait erat
dengan prolaktin dan hormon pertumbuhan (growth hormon ). Produksi hPL secara langsung
bersifat proporsional terhadap masa plasenta dan kadarnya meningkat secara konstan sepanjang
kehamilan.
Fungsi hPL belum diketahui, tetapi hormon ini memiliki aktivitas mirip dengan antiinsulin dan dapat terlibat dengan timbulnya resistensi insulin yang menandai kehamilan

HORMON-HORMON STEROID PLASENTA


Sangat berbeda dengan kemampuan sintesis yang mengagumkan dalam produksi protein
plasenta, maka plasenta tidak terlihat memiliki kemampuan mensintesis steroid secara mandiri.
Semua steroid yang dihasilkan plasenta berasal dari prekursor steroid ibu atau janin. Namun
begitu, tidak ada jaringan yang dapat menyerupai sinsitiotrofoblas dalam kapasitasnya mengubah
steroid secara efisien. Aktivitas ini dapat terlihat bahkan pada blastokista muda, dan pada minggu
ketujuh kehamilan, yaitu saat korpus luteum mengalami penuaan relatif, maka plasenta menjadi
sumber hormon-hormon steroid yang dominan

Progesteron
Plasenta bergantung pada kolesterol ibu sebagai substratnya untuk produksi progesteron.
Enzim-enzim plasenta memisahkan rantai samping kolesterol, menghasilkan pregnenolon yang
selanjutnya mengalami isomerisasi parsial menjadi progesteron; 250-350 mg progesteron
diproduksi setiap harinya sebelum trimester ketiga dan sebagian besar akan masuk ke dalam
sirkulasi ibu. Kadar progesteron plasma ibu meningkat progresif selama kehamilan dan
tampaknya tidak tergantung pada faktor-faktor yang normalnya mengatur sintesis dan sekresi
steroid. Jika hCG eksogen meningkatkan produksi progesteron pada kehamilan, maka
hipofisektomi tidak memiliki efek. Pemberian ACTH atau kortisol tidak mempengaruhi kadar
progesteron, demikian juga adrenalektomi atau ooforektomi setelah minggu ketujuh.
Progesteron perlu untuk pemeliharaan kehamilan. Produksi progesteron dari korpus luteum yang
tidak mencukupi turut berperan dalam kegagalan implantasi, dan defisiensi fase luteal telah
dikaitkan dengan beberapa kasus infertilitas dan keguguran berulang. Lebih jauh, progesteron
juga berperanan dalam mempertahankan keadaan miometrium yang relatif tenang. Progesteron
juga dapat berperan sebagai obat imunosupresif pada beberapa sistem dan menghambat
penolakan jaringan perantara sel T. Jadi kadar progesteron lokal yang tinggi dapat membantu
toleransi imunologik uterus terhadap jaringan trofoblas embrio yang menginvasinya.
Progesteron juga merupakan hormon yang penting dalam masa kehamilan. Progesteron juga
dihasilkan dalam jumlah yang banyak oleh plasenta. Peranan progesteron pada kehamilan antara
lain:

Progesteron menyebabkan sel-sel desidua tubuh dalam endometrium uterus, dan

selanjutnya sel-sel ini berperan penting dalam nutrisi awal embrio.


Progesteron mempunyai pengaruh khusus dalam menurunkan kontraktilitas uterus gravid,

jadi mencegah kontraksi uterus yang menyebabkan abortus spontan.


Membantu perkembangan hasil konseptus bahkan sebelum implantasi, sebab progesteron
secara khusus meningkatkan sekresi tuba fallopi dan uterus untik menyediakan nutrisi

yang sesuai untuk perkembangan morula dan blastokista


Membantu estrogen mempersiapkan payudara ibu untuk laktasi

Estrogen
Produksi estrogen oleh plasenta juga bergantung pada prekursor-prekursor dalam
sirkulasi, namun pada keadaan ini baik steroid janin ataupun ibu merupakan sumber-sumber
yang penting. Kebanyakan estrogen berasal dari androgen janin, terutama dehidroepiandrosteron
sulfat (DHEA sulfat). DHEA sulfat janin terutama dihasilkan oleh adrenal janin, kemudian
diubah oleh sulfatase plasenta menjadi dehidroepiandrosteron bebas (DHEA), dan selanjutnya
melalui jalur-jalur enzimatik yang lazim untuk jaringan-jaringan penghasil steroid, menjadi
androstenedion dan testosteron. Androgen-androgen ini akhirnya mengalami aromatisasi dalam
plasenta menjadi berturut-turut estron dan estradiol. Sebagian besar DHEA sulfat janin
dimetabolisir membentuk suatu estrogen ketiga : estriol. Langkah kunci dalam sintesis estriol
adalah reaksi hidroksilasi molekul steroid. Bahan untuk reaksi ini terutama DHEA sulfat janin
dan sebagian besar produksi 16--hidroksi-DHEA sulfat terjadi dalam hati dan adrenal janin,
tidak pada plasenta ataupun jaringan ibu. Langkah-langkah akhiryaitu desulfasi dan aromatisasi
menjadi estriol berlangsung di plasenta. Tidak seperti pengukuran kadar progesteron ataupun
hPL, maka pengukuran kadar estriol serum atau kemih mencerminkan tidak saja fungsi plasenta,
namun juga fungsi janin. Dengan demikian, produksi estriol normal mencerminkan keutuhan

sirkulasi dan metabolisme janin serta plasenta. Kadar estriol serum atau kemih yang meninggi
merupakan petunjuk biokimia terbaik dari kesejahteraan janin. Jika assay estriol dilakukan setiap
hari, maka suatu penurunan bermakna (> 50%) dapat menjadi suatu petunjuk dini yang peka
adanya gangguan pada janin. Terdapat keadaan-keadaan di mana perubahan produksi estriol
tidak menandai gangguan pada janin, tetapi merupakan akibat kecacatan congenital ataupun
intervensi iatrogenik. Estriol ibu tetap rendah pada kehamilan dengan defisiensi sulfatase dan
pada kasus-kasus janin anensefali. Pada kasus pertama, DHEA sulfat tak dapat dihidrolisis; pada
yang kedua, hanya sedikit DHEA yang diproduksi janin karena tidak adanya rangsang adrenal
janin oleh ACTH.

Prolaktin
Adalah hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitary atau kelenjar hipofisis bagian
interior (depan). Hormon ini ada pada laki-laki dan perempuan. Prolaktin banyak terdapat pada
ibu yang sedang menyusui, karena ia adalah hormon penting yang merangsang kelenjar susu
untuk memproduksi susu, sehingga pada saat diperlukan siap berfungsi. Hormone ini juga
diproduksi oleh plasenta.
Kadar normal hormon prolaktin di dalam darah sekitar 5-10 ng/mL. Sekresi hormon
prolaktin meningkat pada masa hamil, stres fisik dan mental, keadaan hipoglikemia dan
pemberian estrogen dosis tinggi. Selain itu, prolaktin dianggap sebagai salah satu faktor yang
memegang peranan penting dalam terjadinya tumor mamae.
Pada wanita hormon ini bekerja lebih dominan setelah melahirkan, dimana fungsinya
adalah merangsang kelenjar-kelenjar air susu pada payudara agar memproduksi ASI bagi bayi.
Dengan adanya aktivitas menyusui dari bayi ini maka hormon prolaktin akan ikut bekerja dengan
sempurna, selain itu dengan tingginya hormon prolaktin pada masa menyusui, hormon ini juga
bekerja menghambat terjadinya siklus menstruasi selama menyusui, sehingga ibu-ibu yang
secara aktif menyusui bayinya akan mendapat kembali menstruasi agak lama, sekitar 6 bulan
sampai 1 tahun.
Fungsi hormon prolaktin yaitu :
1.

Berperan dalam pembesaran alveoli dalm kehamilan

2.

Mempengaruhi inisiasi kelenjar susu dan mempertahankan laktasi.

3.

Menstimulasi sel di dalam alveoli untuk memproduksi ASI

4.

Hormon ini juga mengatur metabolisme pada ibu, sehingga kebutuhan zat oleh tubuh ibu dapat
dikurangi dan dialirkan ke janin.

Mekanisme ASI
Ketika bayi menyusu, rangsangan sensorik itu dikirim ke otak. Otak kemudian bereaksi
mengeluarkan hormon Prolaktin yang masuk ke dalam aliran darah menuju kembali ke payudara.
Hormon Prolaktin merangsang sel-sel pembuat susu untuk bekerja, memproduksi susu.
Sel-sel pembuat susu sesungguhnya tidak langsung bekerja ketika bayi menyusu. Sebagian besar
hormon Prolaktin berada dalam darah selama kurang lebih 30 menit, setelah proses menyusui.
Jadi setelah proses menyusu selesai, barulah sebagian besar hormon Prolaktin sampai di
payudara dan merangsang sel-sel pembuat susu untuk bekerja. Jadi, hormon Prolaktin bekerja
untuk produksi susu berikutnya. Susu yang disedot/dihisap bayi saat ini, sudah tersedia dalam
payudara, di Sinus Laktiferus.
Oksitosin
Oksitosin adalah suatu hormon yang diproduksi di hipotalamus dan diangkut lewat aliran
aksoplasmik ke hipofisis posterior yang jika mendapatkan stimulasi yang tepat hormon ini akan
dilepas kedalam darah. Hormon ini di beri nama oksitosin berdasarkan efek fisio-logisnya yakni
percepatan proses persalinan dengan merangsang kontraksi otot polos uterus. Peranan fisiologik
lain yang dimiliki oleh hormon ini adalah meningkatkan ejeksi ASI dari kelenjar mammae.
Stimulus Perangsang dan Penghambat Sekresi Hormon Oksitosin
Impuls neural yang terbentuk dari perangsangan papilla mammae merupakan stimulus primer
bagi pelepasan oksitosin sedangkan distensi vagina dan uterus merupakan stimulus sekunder.
Estrogen akan merangsang produksi oksitosin sedangkan

progesterone sebaliknya akan

menghambat produksi oksitosin. Selain di hipotalamus, oksitosin juga disintesis di kelenjar


gonad, plasenta dan uterus mulai sejak kehamilan 32 minggu dan seterusnya. Konsentrasi
oksitosin dan juga aktivitas uterus akan meningkat
endogenus ditingkatkan oleh:
a. Persalinan
b. Stimulasi serviks, vagina dan payudara
c. Estrogen yang beredar dalam darah

pada malam hari. Pelepasan oksitosin

d. Peningkatan osmolalitas/konsentrasi plasma


e. Volume cairan yang rendah dalam sirkulasi darah
f. Stress, stress yang disebabkan oleh tangisan bayi akan menstimulasi pengeluaran ASI
Pelepasan oksitosin disupresi oleh:
a. Alkohol
b. Relaksin
c. Penurunan osmolalitas/konsentrasi plasma
d. Volume cairan yang tinggi dalam sirkulasi darah

Mekanisme kerja Oksitosin


Mekanisme kerja dari oksitosin belum diketahui pasti, hormon ini akan menyebabkan
kontraksi otot polos uterus sehingga digunakan dalam dosis farmakologik untuk menginduksi
persalinan. Sebelum bayi lahir pada proses persalinan yang timbul spontan ternyata rahim sangat
peka terhadap oksitosin.
Dengan dosis beberapa mili unit permenit intra vena, rahim yang hamil sudah
berkontraksi demikian kuat sehingga seakan-akan dapat membunuh janin yang ada di-dalamnya
atau merobek rahim itu sendiri atau kedua-duanya. Kehamilan akan berlangsung dengan jumlah
hari yang sudah ditentukan untuk masing-masing spesies tetapi faktor yang menyebabkan
berakhirnya suatu kehamilan masih belum diketahui. Pengaruh hormonal me-mang dicurigai
tetapi masih belum terbukti. Estrogen dan progesterone merupakan faktor yang dicurigai
mengingat kedua hormon ini mempengaruhi kontraktilitas uterus. Juga terdapat bukti bahwa
katekolamin turut terlibat dalam proses induksi persalinan. Karena oksitosin merangsang
kontraktilitas uterus maka hormon ini digunakan untuk memperlancar persalinan, tetapi tidak
akan memulai persalinan kecuali kehamilan sudah aterm.

Didalam uterus terdapat reseptor oksitosin 100 kali lebih banyak pada kehamilan aterm
dibandingkan dengan kehamilan awal. Jumlah estrogen yang meningkat pada kehamilan aterm
dapat memperbesar jumlah reseptor oksitosin. Begitu proses persalinan dimulai serviks akan
berdilatasi sehinga memulai refleks neural yang menstimulasi pelepasan oksitosin dan kontraksi
uterus selanjutnya. Faktor mekanik seperti jumlah regangan atau gaya yang terjadi pada otot,
mungkin merupakan hal penting.
Relaksin
Hormon ini diproduksi di awal-awal kehamilan. Fungsinya antara lain membantu
meredam aktivitas rahim dan melembutkan leher rahim yang kelak amat berperan dalam
mempersiapkan proses persalinan. Membuat seluruh persendian tubuh menjadi relaks. Hormon
ini juga pegang peranan agar rahim tak berkontraksi sebelum waktunya atau mencegah
terjadinya kelahiran dini/prematur.

Anda mungkin juga menyukai