Anda di halaman 1dari 12

Lemas dan Cepat Lelah Pasca Gastrektomi

Jessicca Susanto
102011032
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
e-mail : jscrown88@hotmail.com

Skenario 6
Seorang wanita berusia 40 tahun berobat dengan keluhan lemas sejak 1 bulan SMRS. Sejak 1
bulan yang lalu pasien mengatakan sering lemas dan sulit berkonsentrasi. Selain itu pasien cepat
lelah terutama jika naik tangga dan berjalan jauh. 2 minggu yang lalu gejala pasien menetap dan
menurut pengawasan keluarga pasien terlihat pucat. 2 bulan yang lalu pasien habis dioperasi
lambung.

ANEMIA
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit
sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke
jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Secara praktis anemia ditunjukkan oleh
penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, atau hitung eritrosit. Tetapi yang paling lazim dipakai
adalah kadar hemoglobin, kemudian hematokrit. 1
Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri, tetapi merupakan gejala berbagai
penyakit yang mendasarinya. Oleh karena itu dalam diagnosis anemia tidaklah cukup hanya
sampai kepada label anemia tetapi harus dapat ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan
anemia tersebut. Penentuan penyakit dasar juga penting dalam pengelolaan kasus anemia, karena
tanpa mengetahui penyebab yang mendasari anemia tidak dapat diberikan terapi yang tuntas
pada kasus anemia tersebut.

Kriteria Anemia
Parameter yang paling umum dipakai untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit
adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit. Pada umumnya ketiga
parameter itu saling bersesuaian. Harga normal hemoglobi sangat bervariasi secara fisiologik
tergantung umur, jenis kelamin, adanya kehamilan dan ketinggian tempat tinggal. WHO
menentukan cut-off point anemia untuk keperluan penelitian lapangan seperti terlihat pada tabel
berikut ini.
Kelompok
Laki-laki dewasa
Wanita dewasa tidak hamil
Wanita hamil

Kriteria Anemia (Hb)


<13 gr/dL
<12 gr/dL
<11 gr/dL

Beberapa peneliti di Indonesia mengambil jalan tengah dengan memakai kriteria


hemoglobin kurang dari 10 gr/dL sebagai awal dari work-up anemia, atau di India dipakai angka
10-11 gr/dL.
Etiologi dan Klasifikasi Anemia
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena : 1) gangguan pembentukan eritrosit oleh
sumsum tulang, 2) kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan); 3) proses pemecahan eritrosit
dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis).
Klasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat berdasarkan gambaran morfologik dengan
melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi. Dalam klasifikasi ini anemia dibagi menjadi tiga
golongan : 1). Anemia hipokromik mikrositer, bila MCV<80 fl dan MCH <27 pg; 2). Anemia
normokromik normositer, bila MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg; 3). Anemia makrositer, bila
MCV >95 fl.

Klasifikasi Anemia Menurut Etiopatogenesis


2

A. Anemia karena gangguan pembentukan eritosit dalam sumsum tulang


1. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
a. Anemia defisiensi besi
b. Anemia defisiensi asam folat
c. Anemia defisiensi vitamin B12
2. Gangguan penggunaan besi
a. Anemia akibat penyakit kronik
b. Anemia sideroblastik
3. Kerusakan sumsum tulang
a. Anemia aplastik
b. Anemia mieloplastik
c. Anemia pada keganasan hematologi
d. Anemia diseritropoetik
e. Anemia pada sindrom mielodisplastik
4. Anemia akibat kekurangan hormon eritropoetin pada gagal ginjal kronik
B. Anemia akibat hemoragi
1. Anemia pasca perdarahan akut
2. Anemia akibat perdarahan kronik
C. Anemia hemolitik
1. Anemia hemolitik intrakorporeal
a. Gangguan membran eritrosit (membranopati)
b. Gangguan ensim eritrosit (enzimopati) : anemia akibat defisiensi G6PD
c. Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
- thalassemia
- hemoglobinopati struktural : HbS, HbE, dll
2. Anemia hemolitik ekstrakorporeal
a. anemia hemolitik autoimun
b. anemia hemolitik mikroangiopatik
c. lain-lain
D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks
Klasifikasi Anemia Berdasarkan Morfologi dan Etiologi
I.
Anemia hipokromik mikrositer
a. Anemia defisiensi besi
b. Thalassemia mayor
c. Anemia akibat penyakit kronik
d. Anemua sideroblastik
II.
Anemia normokromik normositer
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia aplastik
c. Anemia hemolitik akut
d. Anemia akibat penyakit kronik
e. Anemia pada gagal ginjal kronik
f. Anemia pada sindrom mielodisplastik
g. Anemia pada keganasan hematologik
III.
Anemia mikrositer
3

a. Bentuk megaloblastik
1. Anemia defisiensi asam folat
2. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
b. Bentuk non megaloblastik
1. Anemia pada penyakit hati kronik
2. Anemia pada hipotiroidisme
3. Anemia pada sindrom mielodisplastik
Gejala Anemia
Gejala umum anemia adalah gejala yang timbul pada setiap kasus anemia, apapun
penyebabnya. Gejala umum anemia ini timbul karena : 1). Anoksia organ; 2). Mekanisme
kompensasi tubuh terhadap berkurangnya daya angkut oksigen.
Gejala umum anemia menjadi jelas apabila kadar hemoglobin telah turun di bawah 7
gr/dL. Berat ringannya gejala umum anemia tergantung pada : a). Derajat penurunan hemoglobin
b). Kecepatan penurunan hemoglobin; c). Usia; d). Adanya kelainan jantung dan paru
sebelumnya.
1. Gejala umum anemia
Gejala umum anemia, disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena iskemia organ
target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin.
Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan hemoglobin sampai kadar
tertentu (Hb < 7 gr/dL). Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga
mendenging, mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas, dan dispepsia.
Pada pemeriksaan, pasien tampak pucat, yang mudah dilihat pada konjunctiva, mukosa
mulut, telapak tangan dan jaringan di bawah kuku. Sindrom anemia bersifat tidak spesifik
karena dapat ditimbulkan oleh penyakit di luar anemia dan tidak sensitif karena timbul
setelah penurunan hemoglobin yang berat (Hb < 7gr/dL).
2. Gejala khas Masing-Masing Anemia
Gejala ini spesifik untuk masing-masing jenis anemia. Sebagai contoh :
Anemia defisiensi besi : disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan kuku
sendok
Anemia megaloblastik : glositis, gangguan neurologik pada defisiensi B12
Anemia aplastik : perdarahan dan tanda-tanda infeksi
3. Gejala Penyakit Dasar
Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia sangat bervariasi
tergantung dari penyebab anemia tersebut.

Meskipun tidak spesifik, anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting pada kasus anemia
untuk mengarahkan diagnosis anemia. Tetapi pada umumnya diagnosis anemia memerlukam
pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan Penunjang untuk Anemia
Pemeriksaan Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan penyaring, pemeriksaan darah seri anemia, pemeriksaan sumsum
tulang, pemeriksaan khusus.
Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring untuk kasus anemia terdiri dari pengukuran kadar hemoglobin, indeks
eritrosit dan apusan darah tepi.
Pemeriksaan Darah Seri Anemia
Pemeriksaan darah seri anemia meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung retikulosit, dan laju
endap darah.
Pemeriksaan Sumsum Tulang
Pemeriksaan sumsum tulang memberikan informasi yang sangat berharga mengenai keadaan
sistem hematopoesis. Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk diagnosis definitif pada beberapa jenis
anemia. Pemeriksaan sumsum tulang mutlak diperlukan untuk diagnossi anemia aplastik, anemia
megaloblastik, serta pada kelaianan hematologik yang dapat mensupresi sistem eritroid.
Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan ini hanya dikerjakan atas indikasi khusus, misalnya pada :
Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin, protoporfirin eritrosit,

feritin serum, reseptor transferin dan pengecatan besi pada sumsum tulang
Anemia megaloblastik : folat serum, vitamin B12, tes supresi deoksiuridin dan tes

Schilling
Anemia hemolitik : bilirubin serum, tes Coomb, elektroforesis Hb, dan lain-lain
Anemia aplastik : biopsi sumsum tulang
Juga diperlukan pemeriksaan hematologik tertentu seperti misalnya pemeriksaan faal

hati, faal ginjal, atau faal tiroid.

ANEMIA MEGALOBLASTIK
Anemia megaloblastik adalah gangguan yang disebabkan oleh sintesis DNA yang
terganggu. Sel-sel yang pertama dipengaruhi adalah yang secara relatif mempunyai sifat
perubahan yang cepat, terutama sel-sel awal hematopoetik dan epitel gastrointestinal.
Pembelahan sel terjadi lambat, tetapi perkembangan sitoplasmik normal, sehingga sel-sel
megaloblastik cenderung menjadi besar dengan peningkatan rasio dari RNA terhadap DNA. Selsel awal/pendahulu eritroid megaloblastik cenderung dihancurkan dalam sumsum tulang. Dengan
demikian selularitas sumsum tulang sering meningkat tetapi produksi sel darah merah berkurang,
dan keadaan abnormal ini disebut dengan istilah eritropoesis yang tidak efektif.2
Klasifikasi Anemia Megaloblastik
Defisiensi Kobalamin

Asupan tidak cukup : vegetarian (jarang)


Malabsorpsi
o Defek penyampaian dari kobalamin dari makanan : achlorhidria gaster,
gastrektomi, obat-obat yang menghalangin sekresi asam
o Produksi faktor intrinsik yang tak mencukupi : anemia pernisiosa, gastrektomi
total, abnormalitas fungsional atau tak adanya faktor instrinsik yang bersifat
kongenital.
Pasca gastrektomi
Setelah gastrektomi atau kerusakan mukosa lambung yang luas karena bahan obat
yang merusak, maka akan terjadi anemia megaloblastik, karena sumber faktor intrinsic
telah dibuang. Pada para pasien yang demikian absorpsi kobalamin yang diberikan oral
akan terganggu. Anema megaloblastik dapat pula timbul karena gastrektomi parsial, yang
sebabnya belum jelas.

o Gangguan dari ileum terminalis : sprue tropikal, sprue non tropikal, enteritis
regional, reseksi intestinum, neoplasma dan gangguan granulomatosa (jarang),

sindrom Imerslund (malabsorpsi kobalamin selektif)


o Kompetisi pada kobalamin : fish tapeworm, bakteri blind loop syndrome
o Obat-obatan : p-aminosalicylic acid, kolkisin, neomisin
Lain-lain : NO (Nitrous Oxide) anesthesia, defisiensi transkobalamin II (jarang), defek
encim kongenital (jarang).

Defisiensi Asam Folat


Asupan yang tidak adekuat : diet yang tidak seimbang (sering pada peminum alkohol,

usia belasan tahun, beberapa bayi)


Keperluan yang meningkat : kehamilan, bayi, keganasan, peningkatan hematopoesis

(anemia hemolitik kronik), kelainan kulit eksfoliatif kronik, hemolisis.


Malabsorpsi : sprue tropikal, sprue nontropikal, obat-obat : phenytoin, barbiturat,

ethanol
Metabolisme yang terganggu : penghambat dihydrofolat reductase (metotreksat,
pirimetamin, triamteren, pentamidin, trimetoprim), alkohol.

Sebab-sebab lain
Obat-obat yang mengganggu metabolisme DNA : antagonis purin (6 merkaptopurin,
azatiopurin, dll). antagonis pirimidin (5-fluorourasil, sitosin arabinose, dll). lain-lain :

prokarbazin, hidroksiurea, acyclovir, zidovudin.


Gangguan metabolik (jarang) : asiduria urotik herediter, sindrom Lesch-Nyhan,lain-

lain
Anemia megaloblastik dengan Penyebab tak diketahui : anemia megaloblastik
refrakter, sindrom Diguglielmo, anemia diseritropoetik kongenital.

Asam Folat dan Vitamin B12


Asam folat dan vitamin B12 adalah zat yang berhubungan dengan unsur makanan yang
sangat penting bagi tubuh. Peran utama asam folat dan vitamin B12 ialah dalam metabolisme
intraseluler. Seperti yang diterangkan di depan, adanya defisiensi kedua zat tersebut akan
menghasilkan tidak sempurnanya sintesis DNA pada tiap sel, di mana pembelahan kromosom
sedang terjadi. Jaringan-jaringan yang memiliki pergantian sel yang sangat cepat adkan
mengalami perubahan yang sangat dramatis, antara lain adalah sistem hematopoiesis yang
sangat sensitif pada defisiensi dan menyebakan anemia megaloblastik.

Asam folat adalah nama yang biasa diberikan pad asam pteroylmonoglutamine. Zat ini
disintesis pada banyak macam tanaman dan bakteri. Buah-buahan dan sayur merupakan
sumber diet utama dari vitamin. Beberapa bentuk dari asam folat dalam diet sangat labil dan
dapat menjadi rusak pada saat dimasak. Keperluan minimal tiap hari secara normal kurang
lebih 50 g, tetapi pada keadaan tertentu akan meningkat sejalan dengan peningkatan
metabolisme seperti pada kehamilan.
Defisiensi folat merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penyakit usus halus
karena penyakit tersebut dapat mengganggu absorbsi folat dari makanan dan resirkulasi folat
lewat siklus enterohepatik. Pada alkoholisme akut dan kronik, asupan harian folat dalam
makanan akan terhambat, dan siklus enterohepatik akan terganggu oleh efek toksik dari
alkohol pada sel-sel parenkim hati, hal ini yang menjadi penyebab dari defisiensi folat yang
menimbulkan eritropoiesis megaloblastik.
Penyakit seperti anemia hemolitik dapat pula jadi rumit oleh komplikasi defisiensi folat
yang dapat terjadi. Obat-obat yang menghambat dihidrofolat reduktase (antara lain
metotreksat, trimetoprim) atau yang dapat mengganggu absorbsi dan peyimpanan folat dalam
jaringan tubuh (antikonvulsan tertentu, kontraseptif oral) mampu mengakibatkan penurunan
kadar folat dalam plasma, dan bersamaan waktunya dapat menjadi penyebab anemia
megaloblastik. Hal ini karena adanya gangguan maturasi yang disebabkan oleh defek inti sel.
Jadi gangguan maturasi yang timbul dalam pertumbuhan sel darah merah karena defisiensi
asam folat atau vitamin B12 disebabkan karena timbulnya defek dari inti sel darah merah
yang muda dalam sumsum tulang.
Folat dalam plasma pertama ditemukan dalam bentuk dari N5-metiltetrahidrofolat, suatu
monoglutamat, yang ditransport ke dalam sel-sel oleh zat pengangkut yaitu yang khusus
dalam bentuk tetrahidrokobalamin yang diperlukan, dan folat kemudian diubah menjadi
bentuk poliglutamat. Konjugasi pada plyglutamate mungkin berguna untuk penyimpanan
folat di dalam sel.
Asam Folat
Folat yang didapatkan dari makanan, akan dikonversikan menjadi methyl THF (yang
mana, seperti asam folat, hanya memiliki satu glutamat moieties) selama proses absorpsi di
usus halus. Saat methyl THF masuk ke dalam sel, maka akan dikonversikan lagi menjadi
folate polyglutamate. Folat berikatan dengan protein ditemukan pada permukaan sel

termasuk enterosit dan memfasilitasi pengambilan folat ke dalam sel. Tidak terdapat plasma
protein spesifik yang dapat meningkatkan pengambilan folat ke dalam sel.
Folat dibutuhkan dalam berbagai macam reaksi biokimia di dalam tubuh termasuk
transfer unit karbon tunggal, pada interkonversi asam amino (misalnya pada konversi
homosistein menjadi metionin) dan serin menjadi glisin atau pada sintesis prekursor purin di
DNA.
DNA dibentuk dari polimerase dari empat deoksiribonukleasida trifosfat. Defisiensi folat
menyebabkan anemia megaloblastik dengan menghambat sintesis thymidilate, salah satu
langkah dalam sintesa DNA dimana terjadi pembentukan thymidine monofosfat (dTMP),
reaksi ini membutuhkan 5,10 methylene THF polyglutamate sebagai koenzimnya.
Semua sel tubuh, termasuk sumsum tulang, menerima folat dari plasma dalam bentuk
methyl THF. B12 dibutuhkan dalam konversi methyl THF ini menjadi THF, suatu reaksi
dimana homosistein dimetilasi menjadi metionin. THF merupakan substrat dari sintesa folate
polyglutamate di dalam sel.
Vitamin B12
Vitamin ini disintesa secara alami oleh mikroorganisme; binatang memperoleh vitamin ini
dengan memakan binatang lain, atau dengan memakan bahan makanan yang telah
terkontaminasi bakteri. Vitamin ini ditemukan pada bahan makanan yang berasal dari hewan
seperi hati, daging, ikan dan produk susu, namun tidak terdapat pada buah-buahan, sereal,
dan sayur-mayur.

Aspek Nutrisi Vitamin B12 dan Asam Folat

Kebutuhan diet normal per

Vitamin B12
7-30 g

Asam Folat
200-250g

hari
Sumber makanan utama

Produk hewan

Paling banyak berasal dari


hati, sayuran hijau dan
gandum
9

Kebutuhan minimum

1-2 g

100-150g

2-3 mg

10-12 mg

Ileum
Faktor intrinsik
2-3g/hari
5-10 g/hari
Terikat pada haptocorrin

Duodenum dan jejunum


Konversi menjadi metilTHF
50-80% dari kebutuhan diet
90g/hari
Berikatan lemah dengan

Bentuk fisiologis mayor

Methyl dan

albumin
Derivat polyglutamate

intraselular
Bentuk terapeutik

deoxyadenosylcobalamine
hydroxocobalamin

Asam folat

orang dewasa
Simpanan dalam tubuh
Absorpsi
Lokasi
Mekanisme
Limit
Sirkulasi enterohepatik
Transpor dalam plasma

Absorpsi. Intake B12 dalam makanan biasanya melebihi jumlah yang dibutuhkan oleh
tubuh. B12 kemudian akan berikatan dengan Intrinsic Factor (IF) yang disintesa oleh sel-sel
parietal

gaster. Komleks IF-B12 kemudian dapat berikatan dengan permukaan reseptor

spesifik untuk IF, cubilin, yang kemudian akan berikatan dengan protein kedua, amnionless,
yang akan menyebabkan terjadinya endositosis dari kompleks cubilin IF-B12 di distal ileum
dimana B12 diserap dan IF kemudian dihancurkan.
Fungsi biokimia. Vitamin B12 merupakan koenzim yang digunakan pada dua reaksi biokimia
dalam tubuh. Pertama, dalam bentuk methyl B12 bertindak sebagai kofaktor dalam sintesa
metionin, enzim ini bertanggung jawab dalam proses metilasi dari homosistein menjadi
metionin menggunakan methyl THF dengan cara bertindak sebagai donor metil. Kedua,
dalam bentuk deoxyadenosyl B12, membantu proses konversi methylmalonyl koenzim A
menjadi succynil CoA.
Presentasi Klinis dari Anemia Megaloblastik
Onset biasanya tidak jelas dengan gejala dan tanda anemia yang berkembang secara bertahap
dan progresif. Pasien dapat tampak sedikit jaundice akibat pemecahan hemoglobin yang
berlebihan yang berasal dari eritropoesis inefektif di sumsum tulang. Dapat juga ditemukan
glossitis, stomatitis angularis, dan gejala ringan malabsorbsi dan turunnya berat badan akibat
abnormalitas epitel. Seringnya, pasien yang tidak memiliki gejala terdiagnosa saat melakukan
pemeriksaan morfologi darah tepi dimana ditemukan sel darah merah yang makrositosis.
Temuan Laboratoris
10

Bentuk anemia yang ditemukan adalah makrositik (MCV > 85 fL dan bahkan dapat
mencapai 120-140 fL pada kasus-kasus yang berat) dan biasanya sel-selnya berbentuk oval.
Jumlah retikulosit lebih rendah dan jumlah sel darah putih relatif lebih rendah, khususnya
pada pasien dengan anemia berat. Proporsi netrofil menunjukkan sel yang hipersegmen
(dengan lobus lebih dari 6). Sumsum tulang biasanya hiperseluler dan eritroblas berukuran
lebih besar dari normal. Karakteristik lainnya yang khas adalah ditemukannya metemielosit
berukuran raksasa dan abnormal.
Juga dilakukan pemeriksaan LDH dan Bilirubin Indirek, diharapkan hasilnya meningkat
akibat destruksi intramedular dari prekursor sel darah merah megaloblastik. Meningkatnya
LDH dan Bilirubin Indirek yang disertai dengan hitung retikulosit yang rendah menandakan
adanya eritropoesis inefektif.
Tes untuk mendiagnosis defisiensi kobalamin. Pemeriksaan yang paling penting adalah
mengukur level kobalamin dalam serum. Schilling test dapat dilakukan pada pasien yang
telah menjalani pengobatan dengan vitamin B12 dan asam folat. Selain itu, juga perlu
dilakukan pemeriksaan untuk kadar asam folat dalam serum.3

Test
Normal Values
Serum vitamin 160-925 g/L
B12
Serum folate
Red cell folate

3.0-15.0 g/L
160-640 g/L

120-680 pmol/L

Result in
Vitamin B12 def
Low

4-30 nmol/L
360-1460

borderline
Normal or raised Low
Normal or low
Low

Folate def
Normal

or

nmol/L
Tatalaksana Anemia Megaloblastik
Sebagian besar pasien dengan megaloblastosis diterapi dengan kobalamin dan asam folat
untuk mengatasi defisiensi terhadap bahan ini. Terapi transfusi sebaiknya hanya terbatas pada
pasien dengan anemia yang berat, tak terkompensasi, dan mengancam nyawa. Karena anemia
megaloblastik biasanya berkembang secara perlahan, pasien biasanya sudah terbiasa dengan
keadaan anemianya sehingga tidak membutuhkan transfusi.
Kobalamin (1000mcg) sebaiknya diberikan secara parenteral setiap hari selama 2
minggu, kemudian per minggu hingga nilai hematokrit mencapai angka normal dan
kemudian diteruskan sebulan sekali seumur hidup. Namun lebih praktis untuk menggunakan

11

kobalamin parenteral di awal terapi lalu dilanjutkan dengan kobalamin oral karena
membutuhkan biaya yang lebih sedikit.
Folat (1-5 mg) sebaiknya diberikan secara oral. Apabila hal ini sulit dilakukan, dapat
diberikan secara parenteral.
Diet. Pasien harus mengkonsumsi sumber makanan kaya folat seperti asparagus, brokoli,
bayam, lemon, pisang, melon, hati, dan jamur. Untuk mencegah hilangnya folat, makanan ini
tidak boleh dimasak secara berlebihan. Untuk mencegah defisiensi kobalamin, pasien harus
mengkonsumsi bahan makanan yang berasal dari hewan, yaitu produk susu dan telur.
Prognosis
Prognosis adalah baik apabila etiologi dari megaloblastosis ini dapat diidentifikasi dan
diterapi dengan baik. Namun, pasien berada dalam risiko untuk mengalami gangguan jantung
sebagai komplikasi dari anemia dan hipokalemia sebagai efek samping dari terapi kobalamin.

DAFTAR PUSTAKA
1. Bharta M, Pendekatan terhadap Pasien Anemia; dalam Sudoyo A.W, Setyohadi B,
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam; , Jilid II, Edisi IV ,Perkumpulan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia, 2006; 622-5
2. Hoffbrand A.V., Moss P.A.H., Petit J.E.; Megaloblastic Anaemias and Other
Macrocytic Anaemias, in Essential Haematology, Fifth Edition, Blackwell
Publishing, 2006;44-57
3. Schick P, MD; Megaloblastic Anemia, in eMedicine, 2009, available at
http://emedicine.medscape.com/

12

Anda mungkin juga menyukai