BAB I
PENDAHULUAN
1.1; Latar Belakang
Artinya :
Apakah
kamu
tidak
memperhatikan,
bahwa
sesungguhnya
Allah
menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi
kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacammacam warnanya, lalu ia menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuningkuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang
mempunyai akal.
Ayat di atas menjelaskan betapa pentingnya air untuk kehidupan di bumi.
Air yang sangat berperan dalam kehidupan manusia hingga sedemikian detailnya
disebutkan dalam ayat Al Quran. Begitu pentingnya air tidak hanya digunakan
manusia untuk kebutuhan sehari-harinya tetapi air juga merupakan salah satu
komponen yang terbesar dalam tubuh manusia. Makhluk hidup membutuhkan air
sesuai dengan tingkat kebutuhannya masing-masing.
Masalah yang nyata dihadapi pada saat ini tentang air adalah pencemaran
air. Menurut Muntalib (2012) pencemaran sungai merupakan masalah yang sangat
kompleks karena melibatkan banyak faktor. Selain itu terlihat jelas adanya
korelasi positif antara aktivitas sehari-hari manusia seperti membuang sampah,
pembuangan limbah pabrik dan domestik, dan sebagainya dengan penurunan
kualitas air sungai.
Menurut UU No. 115 tahun 2003 tentang lingkungan hidup Pasal
1(menyebutkan bahwa kualitas air dapat dilihat dari standart kualitas fisik, kimia,
dan mikrobiologi. Kualitas fisik, dalam menentukan kualitas fisik air
dilihat dari paameter umum yang meliputi warna bau, rasa, dan
kekeruhan. Kualitas kimia dapat dinyatakan kualitas air secara
kimia meliputi nilai pH, kandungan senyawa kimia didalam air,
kandungan residu atau sisa, misalnya residu peptisida, deterjen,
kandungan senyawa toksin atau racun. Kualitas biologis, kualitas
biologis biasanya paling banyak digunakan untuk menentukan
kualitas perairan melalui parameter mikrobiologinya. Misalnya
kehadiran mikroba khusus bakteri coliform, coli tinja ataupun
E.coli.
Salah satu penyebab terjadinya pencemaran air adalah adanya limbah
domestik di dalam perairan yang disebabkan karena aktivitas pemukiman serta
kurang sadarnya masyarakat dalam menjaga kebersihan. Menurut (Kholifah,
2013) bagian yang paling berbahaya dari limbah domestik adalah mikroorganisme
patogen yang terkandung dalam tinja karena dapat menularkan berbagai macam
penyakit apabila masuk ke dalam tubuh manusia.
Mikroorganisme yang menjadi parameter dalam kualitas air sungai yang
masuk pada golongan air badan air adalah bakteri coliform dan coli tinja. Menurut
Muntalif (2012) bakteri coliform dijadikan sebagai bakteri indikator karena tidak
pathogen, mudah serta cepat dikenal dalam tes laboratorium serta dapat
dikuantifikasikan, jumlahnya dapat dikorelasikan dengan probabilitas adanya
bakteri pathogen, serta dapat bertahan lebih lama daripada bakteri pathogen dalam
lingkungan yang tidak menguntungkan.
Sehubungan dengan keadaan air sungai yang berpotensi mengandung
bakteri coliform maupun coli tinja, perlu dilakukan pemeriksaan secara
1.3; Tujuan
1.5; Manfaat
1; Memberikan manfaat kepada pembaca tentang hasil uji MPN (Most
1.6; Hipotesis
Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah terdapat bakteri coliform
dan coliform tinja yang dapat diuji secara kualitatif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air
2.1.1 Definisi Air
Air merupakan zat yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Komposisi tubuh
manusia sebagian besar adalah air (cairan), yaitu sekitar 60-70 % (Setiadi, 2007).
Karena itu, air memegang peranan yang sangat penting dan tidak tergantikan. Air
adalah materi esensial dan tidak disintesakan. UU No.7 tahun 2004 tentang
sumber daya air pasal 29 ayat 1 dan 2 menyatakan penyediaan sumber daya air
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan air sesuai dengan kualitas dan
kuantitas.
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan
menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai batasannya, air
bersih adalah air yang memenuhi persyaratan bagi sistem penyediaan airminum.
Adapun persyaratan yang dimaksud adalah persyaratan dari segikualitas air yang
meliputi kualitas fisik, kimia, biologi dan radiologis, sehingga apabila dikonsumsi
tidak
menimbulkan
efek
samping
(Ketentuan
Umum
Permenkes
No.416/Menkes/PER/IX/1990).
Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang
banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air
harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta
makhluk hidup yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus
dilakukan secara bijaksana, dengan memperhitungkan kepentingan generasi
sekarang maupun generasi mendatang. Aspek pengamatan dan pelestarian sumber
daya air harus ditanam pada segenap pengguna air (Effendi, 2003).
Air sungai mempunyai peranan yang sangat strategis dalam kehidupan
manusia dan makhluk hidup lainnya.Sungai memiliki sifat dinamis, maka dalam
pemanfaatannya dapat berpotensi mengurangi nilai manfaat dari sungai itu sendiri
dan dampak lainnya dapat membahayakan lingkungan secara luas (Maruru, 2012).
2.1.2 Air Sungai dan Peranannya
Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air
minum.
Kelas
dua,
air
yang
peruntukannya
dapat
digunakan
untuk
Kelas
tiga,
air
yang
peruntukannya
dapat
digunakan
untuk
penggunaan lahan yang ada serta pengaruhnya terhadap kualitas air sungai.
Penggunaan lahan yang kurang memperhatikan kelestarian dan kesehatan air
sungai dapat meningkatkan kandungan polutan ke dalam badan air sungai
(Supangat, 2008).
Salah satu hal yang dapat menyebabkan penurunan kualitas air sungai
adalah adanya limbah rumah tangga yang dibuang ke sungai. Masyarakat banyak
yang tidak sadar dalam menjaga sungai agar tetap bersih dan indah. Menurut
Khotimah (2012) aktivitas penduduk yang semakin meningkat di sepanjang aliran
sungai seperti bertambahnya pemukiman penduduk, keberadaan pasar, rumah
sakit dan lain-lain, yang umumnya membuang limbah di perairan sungai tersebut
juga telah mempengaruhi kualitas air sungai.
Menurut Mukono (2006) beberapa faktor yang mempengaruhi pencemaran
air, meliputi:
1; Mikroorganisme: air yang tercemar umumnya mempunyai kadar bahan
organik yang tinggi sehingga pada umumnya banyak mengandung
mikroorganisme heterotropik yang akan menggunakan bahan organik
tersebut untuk metabolisme, misalnya bakteri coliform.
2; Curah Hujan : curah hujan yang cukup tinggi sepanjang musim dapat
lebih mengencerkan air yang tercemar.
3; Kecepatan Aliran air (Stream Flow): bila suatu badan air memiliki
aliran yang cepat, maka keadaan itu dapat memperkecil kemungkinan
timbulnya pencemaran air karena bahan polutan dalam air akan lebih
cepat terdispersi.
4; Kualitas Tanah: kualitas tanah (pasir atau lempung) juga mempengaruhi
pencemaran air, ini berkaitan dengan pencemaran tanah yang terjadi di
dekat sumber air.
2.2 Syarat dan Kualitas Air Bersih
Berdasarkan Permenkes RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010
tentang
adalah 0 (nol), dan Total bakteri coliform dengan jumlah per 100 ml sampel kadar
maksimum yang diperbolehkan adalah 0 (nol).
Status kualitas air adalah tingkat kondisi kualitas air yang menunjukkan
kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu
dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan (Daud,2011).
Kualitas air permukaan dapat ditentukan dengan menggunakan kombinasi
parameter fisik, kimia dan biologis.
Menurut Retno (2012) kualitas air bersih sangat erat kaitannya dengan
kualitas air bakunya. Umumnya air baku dari air sumber (air tanah) kualitasnya
sudah cukup baik sehingga tidak sulit menjadikannya air bersih yang memenuhi
persyaratan kesehatan. Pada sisi lain air bersih dalam jumlah banyak harus
mengambil dari sumber air yang besar pula. Ini sering terjadi di kota besar dan
akhirnya memilih air sungai yang ada di dekatnya sebagai sumber air baku.
Kualitas air sungai sebagai air permukaan jelas berbeda dengan air sumber dan air
tanah dalam sehingga perlu proses yang lebih banyak. Pada awalnya proses itu
pun tidak begitu berat karena air sungai hanya terkait dengan limbah rumah
tangga yang jumlahnya pun terbatas sehingga proses penjernihannya pun relatif
sederhana .
Kualitas air bersih apabila ditinjau berdasarkan kandungan bakterinya
menurut SK. Dirjen PPM dan PLP No. 1/PO.03.04.PA.91 dan SK JUKLAK
Pedoman Kualitas Air Tahun 2000/2001, dapat dibedakan ke dalam 5 kategori
sebagai berikut.
1; Air bersih kelas A ketegori baik mengandung total Coliform kurang dari
50
2; Air bersih kelas B kategori kurang baik mengandung Coliform 51-100
3; Air bersih kelas C kategori jelek mengandung Coliform 101-1000
4; Air bersih kelas D kategori amat jelek mengandung Coliform 1001-2400
5; Air bersih kelas E kategori sangat amat jelek mengandung Coliform lebih
2400.
Kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur dan atau diuji
berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 KepMenLH Nomor : 115
10
Tahun 2003). Kualitas air dapat dinyatakan dengan parameter kualitas air.
Parameter ini meliputi parameter fisik, kimia, dan mikrobiologis (Rahayu, 2012).
2.3 Parameter Bakteri Indikator Sanitasi
2.3.1 Bakteri Coliform
Coliform merupakan mikroba yang paling sering ditemukan di badan air
yang telah tercemar. Hal ini dikarenakan sekitar 90% bakteri coliform dikeluarkan
dari dalam tubuh setiap hari dan bakteri yang paling dominan ditemukan adalah
Escherichia coli. Sehingga pencemaran limbah domestik dapat dideteksi dengan
cara menghitung kepadatan coliform yang terbawa oleh tinja manusia dan masuk
ke dalam perairan (Khotimah, 2013).
Bakteri coliform adalah golongan bakteri intestinal, yaitu hidup didalam
saluran pencernaan manusia. Bakteri coliform adalah bakteri indikator keberadaan
bakteri patogenik lain. Lebih tepatnya, bakteri coliform fekal adalah bakteri
indikator adanya pencemaran bakteri patogen. Penentuan coliform fekal menjadi
indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif
dengan keberadaan bakteri patogen. Selain itu, mendeteksi coliform jauh lebih
murah, cepat, dan sederhana daripada mendeteksi bakteri patogenik lain. Contoh
bakteri coliform adalah, Escherichia coli dan Enterobacter aerogenes. Jadi,
coliform adalah indikator kualitas air. Makin sedikit kandungan coliform, artinya,
kualitas air semakin baik (Mukono, 2006) :
Beberapa sifat bakteri coliform dapat diketahui sebagai :
a; Mampu
tumbuh
baik
pada
beberapa
jenis
substrat
dan
dapat
11
umumnya juga dapat menghasilkan senyawa indole didalam air pepton yang
mengandung asam amino triptofan, serta tidak dapat menggunakan natrium sitrat
sebagai satu-satunya sumber karbon.
2.2.2 Coli Tinja
Bakteri fecal coliform adalah bakteri yang ditemukan dalam tinja. Coliform
tinja adalah subset dari kelompok yang lebih besar dari organisme yang dikenal
sebagai bakteri coliform. Bakteri coliform dijelaskan dalam Metode Standar untuk
Pemeriksaan Air dan Air Limbah, edisi 19, sebagai anaerob fakultatif (organisme
yang mampu bertahan tanpa adanya oksigen), gram negatif, bakteri pembentuk
spora, berbentuk batang yang laktosa fermentasi ( sejenis gula), menghasilkan gas
dan asam dalam waktu 48 jam ketika dikultur pada 35 oC. Kurangnya kemampuan
mereka untuk membentuk spora membuat mereka lebih rentan terhadap kerusakan
oleh kondisi lingkungan. Apabila suatu air yang mengandung coli tinja berarti air
tersebut tercemar tinja. Tinja dari penderita sangat potensial menularkan penyakit
yang berhubungan dengan air.
Beberapa patogen yang telah dikenal sejak beberapa dekade lalu adalah
giardia lamblia (giardiasis), cryptosporidium (cryptosporidiosis), hepatitis A
(penyakit terkait hati), dan helminthes (cacing parasit). Bakteri Coliform dapat
digunakan sebagai indikator karena densitasnya berbanding lurus dengan tingkat
pencemaran air. Bakteri ini dapat mendeteksi patogen pada air seperti virus,
protozoa, dan parasit. Selain itu, bakteri ini juga memiliki daya tahan yang lebih
tinggi dari pada patogen serta lebih mudah diisolasi dan ditumbuhkan (Hidayati,
2006).
Sementara itu, fecal coliform dan E. coli terindikasi kuat diakibatkan oleh
pencemaran tinja, keduanya memiliki risiko lebih besar menjadi patogen di dalam
air. Bakteri fecal coliform atau E. coli yang mencemari air memiliki risiko yang
langsung dapat dirasakan oleh manusia yang mengonsumsinya. Kondisi seperti ini
mengharuskan pemerintah bertindak melalui penyuluhan kesehatan, investigasi,
dan memberikan solusi untuk mencegah penyebaran penyakit yang ditularkan
melalui air (Zuhri, 2009).
2.4 Metode Pemeriksaan Kualitas Air Bersih
12
13
menggambarkan
kualitas
lingkungan
yang
mendekati
kondisi
b;
c;
14
15
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini termasik dalam penelitian analisis deskriptif, dimana hasil
uji laboratorik dibandingkan dengan tabel baku mutu air.
3.2 Populasi dan Sampel
Jenis sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah air sungai yang
berasal dari beberapa sungai Kota Surabaya, Jawa Timur
3.3 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 23 Juli 23 Agustus 2014.
Penelitian dilaksanakan Di Laboratorium Instansi Mikrobiologi, Balai Besar
Teknik Kesehatan Lingkungan Kesehatan dan Pengendalian Penyakit Surabaya,
jalan Sidoluhur no 12, Surabaya.
3.4; Prinsip Kerja
digunakan adalah :
1; Pipet 10ml/ pipet ukur 10ml
2; Pipet 1 ml / pipet ukur 1 ml
3; Pipet 01 ml / pipet ukur 1 ml
4; Lampu bunsen
5; Ose
6; Rak tabung reaksi
7; Bulb (karet penghisap)
8; Inkubator 44oC-45oC
5 buah
5 buah
5 buah
1 buah
1 buah
5 buah
1 buah
1 buah
16
9; Tabung durham
10; Tabung reaksi
15 buah
15 buah
3.5.2 Bahan
Berdasarkan Standard Methode 22ND Ed
digunakan adalah :
1; Sampel air sungai dari Surabaya kota
2; Buffer phosphat
3; Media LTB atau (Lauryl triptose broth singgle strength)
4; Media BGLB (brilliant green lactose broth)
250 ml
36 ml
1 liter
0,5 l
a;
Disiapkan 15 tabung Lauryl triptose broth singgle strength ( 35,6 gr/lt isi @10 ml ) siapkan pula air pengencer buffer phospat sebanyak 4
tabung ( isi @ 9 ml ).
17
f;
a; Dikocok dan diambil masing masing 1 ose dari setiap tabung yang
menunjukkan gas positip pada uji presumtif,
b; Diinokulasikan pada tabung BGLB, lalu diinkubasi pada suhu 35
0,5 oC selama 48 3 hari
c; Dicatat jumlah tabung BGLB yang positip gas dan hasilnya dirujuk ke
tabel MPN Angka yang diperoleh dari tabel menunjukan MPN
Coliform per 100 ml contoh uji
3.7 Analisis Data
Analisis kualitas air akan kehadiran bakteri Coliform dari uji penduga
dilakukan berdasarkan metode standar dari APHA (American Public Health
Association, 1989) dan Standar Methods for the Examination of
Water and
18
1
ml
1
ml
1
ml
Samp
1 ml
1 ml
1 ml
19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Pengamatan
Tgl
No
Tahap Uji
Konfirmasi
BGLB (350C)
EC Broth
Presumtif
LTB (350C)
Lab
MPN
Coliform
Fecal Coli
(440C)
5x10 5x1 5x0,1 5x10 5x1 5x0,1 5x10 5x1 5x0,1
26 Juni 9078
ml
2
ml
1
ml
0
ml
2
ml
1
ml
0
ml
2
ml
1
ml
0
6,8x103
CFU/ml
1600x103
CFU/ml
1600x103
CFU/ml
33 x 103
CFU/ml
13x 103
CFU/ml
CFU/ml
2014
9079
9117
6,8x103
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa
sampel yang digunakan adalah air sungai yang diperoleh dari kota Surabaya. Air
sungai termasuk dalam pengujian air badan air (ABA). Pengujian terdiri dari dua
tahapan yaitu uji presumtif pada media LTB atau LTB (Lactose Broth) dan
diinkubasi selama 48 jam dengan suhu 350C dan tahapan berikutnya adalah uji
konfirmasi pada media BGLB atau EC pada inkubasi selama 24 jam dengan suhu
350C untuk media BGLB dan 440C untuk media EC.
Menurut Suryadi (2008) dalam pemeriksaan bakteri coliform dilakukan
dengan nilai uji terdekat, yaitu melalui uji prakiraan dan uji konfirmasi. Uji
konfirmasi dilakukan dengan meyakinkan keberadaan uji coliform karena pada uji
prakiraan hasil yang positif tidak selalu disebabkan oleh adanya bakteri coliform.
Hasil uji positif dapat juga disebabkan oleh bakteri lain yang dapat
memfermentasi laktosa yang disertai dengan pembentukan gas dan asam atau
dikarenakan oleh bakteri-bakteri yang bersifat sinergis sehingga dapat
menguraikan karbohidrat.
20
selanjutnya
dibawa
ke
laboratorium
untuk
diuji
kualitas
-2,
21
bakteri.
Laktosa
menyediakan
sumber
22
Hasil pengamatan pada tabung yang positif pada uji konfirmasi ditunjukkan
pada gelembung gas yang terdapat pada tabung durham. Menurut Effendi (2003)
Indikator yang digunakan dalam melakukan pengamatan ini adalah dengan
melihat perubahan warna yaitu menjadi kuning, ada gelembung dalam tabung
durham dan gas pada tabung reaksi, hal ini terjadi karena mikroba (bakteri
coliform) yang tumbuh mampu memfermentasikan laktosa menjadi asam dan gas.
Gelembung gas menunjukan adanya metabolisme pada bakteri tersebut. Menurut
Rahayu (2012) bakteri koliform memiliki kemampuan memfermentasi laktosa dan
menghasilkan gas CO2 pada pada suhu 35-37oC selama 24 jam.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, untuk uji konfirmasi bakteri
coliform tinja media yang digunakan adalah media EC broth. Dalam hal ini,
bakteri coliform tinja yang ditumbuhkan yaitu Ecsherischia coli. Menurut Effendi
(2003) media EC digunakan untuk mendeteksi coliform selama pemeriksaan
bakteriologi air, susu dan makanan. Media ini juga digunakan dalam metode MPN
dan sering digunakan untuk konfirmasi coliform. Prosedur menggunakan medium
EC menyediakan informasi mengenai sumber dari kelompok coliform (fecal atau
non-fecal) yang digunakan sebagai uji konfirmasi.
Berdasarkan parameter pemeriksaan pada PP No 82 Tahun 2001, batas
pemeriksaan untuk kualitas air sungai (air badan air) dibagi menjadi 4 kelas
tingkatan. Tingkatan kelas I merupakan air yang tingkatannya yang dapat
digunakanuntuk air baku untuk minum dan sejenisnya, kelas II air yang
peruntukannya
dapat
digunakan
untuk
prasarana/sarana
rekreasi
air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, dan air untuk mengairi pertanaman,
kelas III air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air
tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan kelas IV air yang
peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman.
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, hingga uji konfirmasi nilai
MPN tabung yang telah dicocokkan dengan tabel MPN menunjukkan bahwa
jumlah total bakteri Coliformnya adalah 6,8x103 CFU/ml pada sampel 9078,
1600x103 CFU/ml sampel 9079, dan 33 x 10 3 CFU/ml pada sampel 9117.
Sedangkan nilai total bakteri coliform tinjanya adalah 6,8x10 3 CFU/ml sampel
23
9078, 1600x103 CFU/ml pada sampel 9079, dan 13 x 103 CFU/ml pada sampel
9117.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada sampel 9078 berdasarkan
parameter yang ditentukan, termasuk pada air badan air kelas III, hal ini karena
batas jumlah bakteri coliform pada sampel tersebut telah melebihi kualitas air
badan air kelas II adalah 6,8 x 103 CFU/ml. Artinya air tersebut sudah melebihi
dari batas kelas II sehingga dapat dimasukkan dalam kategori air badan air kelas
III, dan menurut Rahayu (2012) air tersebut bisa digunakan untuk pembudidayaan
ikan air tawar, peternakan, dan air tersebut dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman.
Sampel 9079 berdasarkan pemeriksaan bakteri coliformnya 1600x103
CFU/ml dan bakteri coliform tinja 1600x103 CFU/ml. Hasil tersebut apabila
dibandingkan dengan baku mutu kualitas air sungai (air badan air) menunjukkan
hasil berada pada ABA kelas 4, hal ini karena pada sampel air sungai ini jumlah
bakteri coliform dan coli tinja sudah melebihi total coliform 10 x10 3 CFU/ml dan
coli tinja lebih dari 2 x 10 3 CFU/ml. Menurut Rahayu (2012) air sungai kelas IV
merupakan air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman.
Pemeriksaan sampel 9117 menunjukkan total bakteri coliform 33 x
103CFU/ml dan coliform tinja sebesar 13 x 10 3 CFU/ml. Jumlah bakteri coliform
dan coli tinja pada sampel air sungai tersebut kemudian dibandingkan dengan
baku mutu air , hasil pengamatan menunjukkan bakwa pada sampel air tersebut
sudah melampaui batas standar air kelas III. Sehingga, air pada sampel tersebut
dapat dikelompokkan pada air badan air kelas IV, dimana air ini dapat digunakan
untuk mengairi pertanaman saja.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa
sampel 9078 tergolong air badan air kelas III sedangkan sampel air 9079 dan 9117
sudah tergolong air badan air kelas IV. Hal ini dimungkinkan karena banyak
aktivitas penduduk yang masih berperilaku buruk terhadap air sungai misalnya
membuang sampah, limbah rumah tangga dan limbah pabrik yang belum diolah
ke dalam sungai.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, bakteri yang digunakan
dalam parameter adalah coliform dan coliform tinja. Menurut Mukono (2006)
24
kehadiran bakteri coliform dan coli tinja pada air sungai dapat digunakan sebagai
indikator pencemaran suatu pencemaran air sungai. Hal ini karena bakteri
coliform merupakan bakteri yang hidup pada saluran pencernaan hewan berdarah
hangat termasuk manusia dan keluar ke lingkungan melalui feses. Pada umumnya
coliform bukan mikroba patogen, namun keberadaannya pada air dan pangan
menunjukkan kemungkinan terdapatnya bakteri patogen yang berasal dari saluran
pencernaan.
Keberadaan bakteri coliform tinja, dalam hal ini khususnya Escherischia
coli menjadi parameter adanya bakteri patogen. Menurut Rahayu (2012) bakteri
golongan Coli (Coliform bakteri) tidak merupakan bakteri patogen, tetapi bakteri
ini merupakan indikator dari pencemaran air oleh bakteri patogen. Selain itu,
walaupun kebanyakan strain Escherichia coli tidak menyebabkan penyakit,
namun terdapat beberapa strain Escherichia coli yang dapat menyebabkan infeksi
saluran pencernaan.
Hasil pemeriksaan bakteri coliform dan coli tinja pada air sungai kota
surabaya ini berdasarkan hasil pemeriksaan dapat digunakan sebagai dasar
informasi untuk pemanfaatan air sungai. Air sungai kota Surabaya pada ketiga
titik pengujian sampel menunjukkan bahwa merupakan kualitas air III dan kelas
IV. Pemeriksaan tersebut menunjukkan bahwa air sungai dari beberapa titik
sampel tersebut telah tercemar dan tidak layak untuk dikonsumsi. Menurut
Effendi (2003) air yang terkontaminasi oleh bakteri patogen saluran cerna sangat
berbahaya untuk diminum. Hal ini dapat dipastikan dengan penemuan organisme
yang ada dalam tinja manusia atau hewan dan yang tidak pernah terdapat bebas di
alam.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, sungai yang
diindikasikan tercemar dimungkinkan karena banyak faktor. Penyebab terjadinya
pencemaran air di kota Surabaya mungkin disebabkan oleh adanya industriindustri khususnya yang berada di dekat aliran sungai akan cenderung akan
membuang limbahnya ke dalam sungai yang dapat mencemari ekosistem air,
karena pembuangan limbah industri ke dalam sungai dapat menyebabkan
berubahnya susunan kimia, bakteriologi, serta fisik air. Menurut Rahayu (2012)
selain itu limbah rumah tangga juga menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya
25
penemaran sungai. Hal ini karena dari limbah rumah tangga dihasilkan beberapa
zat organik dan anorganik yang dibuang dan dialirkan melalui selokan-selokan
dan akhirnya bermuara ke sungai.
26
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian sampel air sungai dengan metode MPN (Most
Probable Number) dapat disimpulkan bahwa :
1; Nilai hasil pengujian MPN (Most Probable Number) sampel air sungai dari
coliform dan coli tinja karena memiliki nilai bakteri di atas 10 x 103
CFU/ml, sehingga dalam kualitas air berada pada kelas air sungai III
sehingga air sungai pada daerah tersebut dapat digunakan sebagai
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, dan air tersebut dapat
digunakan untuk mengairi pertanaman. Sedankan sampel 9079 dan 9117
menunjukkan kualitas air badan air kelas IV, karena melebihi dari total 10
x 103 CFU/ml dan air tersebut hanya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman saja dan tidak dapat dikonsumsi.
5.2 Saran
Pengujian kualitas air secara mikrobiologi masih dirasa kurang efektif
karena pengamatan masih dilakukan menggunakan pengamatan gelembung gas
yang ada di dalam tabung reaksi. Pengamatan tersebut masih didasarkan pada
ketelitian
masing-masing
individu.
Diharapkan
pengamatan
selanjutnya
27
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Hadi. 2007. Prinsip Pengambilan Sampel Lingkungan. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama
Dwidjoseputro, 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi. UI Press, Jakarta
Effendi. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Cetakan Kelima. Yogyakarta : Kanisius.
Fardiaz, S., 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Jakarta :Raja Grafindo Persada
Halauddin, supiyati. 2012. Karakteristik dan Kualitas Air di Muara Sungai Hitam
Provinsi Bengkulu dengan Software Som Toolbox 2. Jurnal Ilmu Fisika
Indonesia simetri. Vol.1.no 2
Hidayati, Y.A.; Harlia, E. dan Suryanto, D., 2006, Deteksi Jumlah Total Bakteri
dan Coliform pada Kompos Kotoran Domba Sebagai Indikator Sanitasi
Lingkungan, Fakultas Peternakan,
28
Nomor 4161)
Rahayu, R.H. Widodo, Verbist,
I. Suryadi..