Anda di halaman 1dari 28

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1; Latar Belakang

Air sungai merupakan substansi penting yang berpengaruh pada kehidupan.


Air sungai merupakan aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara
terus menerus dari hulu menuju hilir dan terbentuk secara alami. Aliran air sungai
yang terdapat di dalamnya berpotensi membawa mikroorganisme yang dapat
membahayakan kesehatan manusia. Beberapa sungai-sungai di kota besar saat ini
banyak yang telah mengalami pencemaran, baik dari segi bilogis, kimiawi ,dan
secara fisik.
Begitu pentingnya substansi air bagi makhluk hidup, hal ini seperti yang
tertulis dalam Al-Quran surat Az Zumar ayat 21 bahwa :

Artinya :
Apakah

kamu

tidak

memperhatikan,

bahwa

sesungguhnya

Allah

menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi
kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacammacam warnanya, lalu ia menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuningkuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang
mempunyai akal.
Ayat di atas menjelaskan betapa pentingnya air untuk kehidupan di bumi.
Air yang sangat berperan dalam kehidupan manusia hingga sedemikian detailnya
disebutkan dalam ayat Al Quran. Begitu pentingnya air tidak hanya digunakan
manusia untuk kebutuhan sehari-harinya tetapi air juga merupakan salah satu
komponen yang terbesar dalam tubuh manusia. Makhluk hidup membutuhkan air
sesuai dengan tingkat kebutuhannya masing-masing.

Masalah yang nyata dihadapi pada saat ini tentang air adalah pencemaran
air. Menurut Muntalib (2012) pencemaran sungai merupakan masalah yang sangat
kompleks karena melibatkan banyak faktor. Selain itu terlihat jelas adanya
korelasi positif antara aktivitas sehari-hari manusia seperti membuang sampah,
pembuangan limbah pabrik dan domestik, dan sebagainya dengan penurunan
kualitas air sungai.
Menurut UU No. 115 tahun 2003 tentang lingkungan hidup Pasal
1(menyebutkan bahwa kualitas air dapat dilihat dari standart kualitas fisik, kimia,
dan mikrobiologi. Kualitas fisik, dalam menentukan kualitas fisik air
dilihat dari paameter umum yang meliputi warna bau, rasa, dan
kekeruhan. Kualitas kimia dapat dinyatakan kualitas air secara
kimia meliputi nilai pH, kandungan senyawa kimia didalam air,
kandungan residu atau sisa, misalnya residu peptisida, deterjen,
kandungan senyawa toksin atau racun. Kualitas biologis, kualitas
biologis biasanya paling banyak digunakan untuk menentukan
kualitas perairan melalui parameter mikrobiologinya. Misalnya
kehadiran mikroba khusus bakteri coliform, coli tinja ataupun
E.coli.
Salah satu penyebab terjadinya pencemaran air adalah adanya limbah
domestik di dalam perairan yang disebabkan karena aktivitas pemukiman serta
kurang sadarnya masyarakat dalam menjaga kebersihan. Menurut (Kholifah,
2013) bagian yang paling berbahaya dari limbah domestik adalah mikroorganisme
patogen yang terkandung dalam tinja karena dapat menularkan berbagai macam
penyakit apabila masuk ke dalam tubuh manusia.
Mikroorganisme yang menjadi parameter dalam kualitas air sungai yang
masuk pada golongan air badan air adalah bakteri coliform dan coli tinja. Menurut
Muntalif (2012) bakteri coliform dijadikan sebagai bakteri indikator karena tidak
pathogen, mudah serta cepat dikenal dalam tes laboratorium serta dapat
dikuantifikasikan, jumlahnya dapat dikorelasikan dengan probabilitas adanya
bakteri pathogen, serta dapat bertahan lebih lama daripada bakteri pathogen dalam
lingkungan yang tidak menguntungkan.
Sehubungan dengan keadaan air sungai yang berpotensi mengandung
bakteri coliform maupun coli tinja, perlu dilakukan pemeriksaan secara

mikrobiologis untuk menghindari adanya pencemaran yang lebih jauh. Penelitian


ini melakukan pemeriksaan secara mikrobiologi yang bertujuan untuk
mengidentifikasi keberadaan bakteri coliform tersebur di perairan, khususnya
pada air sungai kota Surabaya.

1.2; Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :


1; Berapakah hasil uji MPN (Most Probable Number) pada air sungai dari
sampel 9078, 9079, dan 9117 dari kota Surabaya ?
2; Bagaimana hasil uji MPN (Most Probable Number) pada air sungai dari
sampel 9078, 9079, dan 9117 dari kota Surabaya ?

1.3; Tujuan

Tujuan dalam penelitian ini adalah :


1; Untuk mengetahui jumlah hasil uji MPN (Most Probable Number) pada air
sungai dari sampel 9078, 9079, dan 9117 dari kota Surabaya.
2; Untuk mengetahui hasil uji MPN (Most Probable Number) pada air sungai
dari sampel sampel 9078, 9079, dan 9117 dari kota Surabaya.
1.4; Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :


1; Sampel air yang digunakan adalah sampel air sungai 350 ml.
2; Sampel diperoleh dari air sungai di kota Surabaya.
3; Media yang digunakan adalah media LTB (Lactose Broth) % dan BGLB
(Brilliant Green Lactose Broth).
4; Parameter yang digunakan adalah ada tidaknya kekeruhan dan gelembung
udara pada tabung reaksi.
5; Lokasi penelitian adalah di Balai Besar Teknik Kesehatan dan
Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Surabaya.

1.5; Manfaat
1; Memberikan manfaat kepada pembaca tentang hasil uji MPN (Most

Probable Number) sampel air sungai kota Surabaya sehingga dapat


digunakan untuk sumber referensi penelitian berikutnya.

2; Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pencemaran air sungai

sehinga masyarakat mengetahui mana air sungai yang dapat dimanfaatkan


untuk konsunsi

1.6; Hipotesis

Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah terdapat bakteri coliform
dan coliform tinja yang dapat diuji secara kualitatif.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air
2.1.1 Definisi Air
Air merupakan zat yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Komposisi tubuh
manusia sebagian besar adalah air (cairan), yaitu sekitar 60-70 % (Setiadi, 2007).
Karena itu, air memegang peranan yang sangat penting dan tidak tergantikan. Air
adalah materi esensial dan tidak disintesakan. UU No.7 tahun 2004 tentang
sumber daya air pasal 29 ayat 1 dan 2 menyatakan penyediaan sumber daya air
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan air sesuai dengan kualitas dan
kuantitas.
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan
menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai batasannya, air
bersih adalah air yang memenuhi persyaratan bagi sistem penyediaan airminum.
Adapun persyaratan yang dimaksud adalah persyaratan dari segikualitas air yang
meliputi kualitas fisik, kimia, biologi dan radiologis, sehingga apabila dikonsumsi
tidak

menimbulkan

efek

samping

(Ketentuan

Umum

Permenkes

No.416/Menkes/PER/IX/1990).
Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang
banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air
harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta
makhluk hidup yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus
dilakukan secara bijaksana, dengan memperhitungkan kepentingan generasi
sekarang maupun generasi mendatang. Aspek pengamatan dan pelestarian sumber
daya air harus ditanam pada segenap pengguna air (Effendi, 2003).
Air sungai mempunyai peranan yang sangat strategis dalam kehidupan
manusia dan makhluk hidup lainnya.Sungai memiliki sifat dinamis, maka dalam
pemanfaatannya dapat berpotensi mengurangi nilai manfaat dari sungai itu sendiri
dan dampak lainnya dapat membahayakan lingkungan secara luas (Maruru, 2012).
2.1.2 Air Sungai dan Peranannya

Air sungai mempunyai peranan yang sangat strategis dalam kehidupan


manusia dan makhluk hidup lainnya. Sungai memiliki sifat dinamis, maka dalam
pemanfaatannya dapat berpotensi mengurangi nilai manfaat dari sungai itu sendiri
dan dampak lainnya dapat membahayakan lingkungan secara luas (Maruru, 2012).
Menurut peraturan pemerintah republik Indonesia nomor 38 tahun 2011
tentang sungai menyebutkan bahwa sejarah telah mencatat bahwa sungai adalah
tempat berawalnya peradaban. Sejak dahulu kala sungai telah dimanfaatkan untuk
berbagai kepentingan. Sungai memiliki berbagai fungsi bagi kehidupan manusia
dan alam. Fungsi sungai bagi kehidupan manusia sangat banyak dan penting,
antara lain pemanfaatan sungai untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, sanitasi
lingkungan, pertanian, industri,

pariwisata, olah raga, pertahanan, perikanan,

pembangkit tenaga listrik, transportasi, dan sebagainya. Demikian pula fungsinya


bagi alam sebagai pendukung utama kehidupan flora dan fauna sangat
menentukan. Kondisi ini perlu dijaga jangan sampai menurun. Oleh karena itu
sungai perlu dipelihara agar dapat menjalankan fungsinya secara baik dan
berkelanjutan.
Sungai merupakan jalan air alami, mengalir menuju samudera, danau, laut,
atau ke sungai yang lain. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun
2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air, sungai
dikelompokan menjadi 4 kelas yaitu (Rahayu, 2012) :
;

Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air
minum.

Kelas

dua,

air

yang

peruntukannya

dapat

digunakan

untuk

prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan,


dan air untuk mengairi pertanaman.
;

Kelas

tiga,

air

yang

peruntukannya

dapat

digunakan

untuk

pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi


pertanaman.
;

Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi


pertanaman.

2.1.3 Pencemaran Air


Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001, pencemaran air
adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau
komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun
sampai ketingkat tertentu yang membahayakan yang mengakibatkan air tidak
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Mukono, 2006).
Air sungai yang ada saat ini banyak yang telah terindikasi dalam kualitas
yang tercemar. Hal ini disebutkan pada peraturan pemerintah republik Indonesia
nomor 38 tahun 2011 tentang sungai saat ini karena pertambahan jumlah
penduduk yang pesat, kecenderungan pemanfaatan lahan di sekitar sungai
semakin didesak oleh kepentingan manusia. Khususnya di wilayah perkotaan,
banyak sungai mengalami penurunan fungsi, penyempitan, pendangkalan dan
pencemaran. Fungsi sungai telah berubah menjadi tempat pembuangan air limbah
dan sampah sehingga tercemar, dangkal dan rawan terhadap banjir serta masalah
lingkungan lainnya. Untuk kepentingan masa depan kecenderungan tersebut perlu
dikendalikan dan dihentikan agar dapat dicapai keadaan yang harmonis dan lestari
antara kehidupan manusia dan fungsi sungai (Supangat, 2008).
Banyak aliran sungai di Indonesia yang telah tercemar dan tidak layak lagi
dikonsumsi untuk berbagai kebutuhan bahkan air sungai dari dalam kawasan
hutan pun disinyalir telah banyak terkontaminasi zat pencemar. Kondisi kualitas
air sungai yang berasal dari kawasan hutan sangat erat kaitannya dengan kondisi

penggunaan lahan yang ada serta pengaruhnya terhadap kualitas air sungai.
Penggunaan lahan yang kurang memperhatikan kelestarian dan kesehatan air
sungai dapat meningkatkan kandungan polutan ke dalam badan air sungai
(Supangat, 2008).
Salah satu hal yang dapat menyebabkan penurunan kualitas air sungai
adalah adanya limbah rumah tangga yang dibuang ke sungai. Masyarakat banyak
yang tidak sadar dalam menjaga sungai agar tetap bersih dan indah. Menurut
Khotimah (2012) aktivitas penduduk yang semakin meningkat di sepanjang aliran
sungai seperti bertambahnya pemukiman penduduk, keberadaan pasar, rumah
sakit dan lain-lain, yang umumnya membuang limbah di perairan sungai tersebut
juga telah mempengaruhi kualitas air sungai.
Menurut Mukono (2006) beberapa faktor yang mempengaruhi pencemaran
air, meliputi:
1; Mikroorganisme: air yang tercemar umumnya mempunyai kadar bahan
organik yang tinggi sehingga pada umumnya banyak mengandung
mikroorganisme heterotropik yang akan menggunakan bahan organik
tersebut untuk metabolisme, misalnya bakteri coliform.
2; Curah Hujan : curah hujan yang cukup tinggi sepanjang musim dapat
lebih mengencerkan air yang tercemar.
3; Kecepatan Aliran air (Stream Flow): bila suatu badan air memiliki
aliran yang cepat, maka keadaan itu dapat memperkecil kemungkinan
timbulnya pencemaran air karena bahan polutan dalam air akan lebih
cepat terdispersi.
4; Kualitas Tanah: kualitas tanah (pasir atau lempung) juga mempengaruhi
pencemaran air, ini berkaitan dengan pencemaran tanah yang terjadi di
dekat sumber air.
2.2 Syarat dan Kualitas Air Bersih
Berdasarkan Permenkes RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010

tentang

persyaratan kualitas air minum menyebutkan bahwa secara mikrobiologi air


minum tersebut harus memenuhi persyaratan parameter wajib yang telah
ditetapkan. Parameter wajib tersebut meliputi bakteri indikator sanitasi yaitu
E.coli dengan jumlah per 100 ml sampel kadar maksimum yang diperbolehkan

adalah 0 (nol), dan Total bakteri coliform dengan jumlah per 100 ml sampel kadar
maksimum yang diperbolehkan adalah 0 (nol).
Status kualitas air adalah tingkat kondisi kualitas air yang menunjukkan
kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu
dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan (Daud,2011).
Kualitas air permukaan dapat ditentukan dengan menggunakan kombinasi
parameter fisik, kimia dan biologis.
Menurut Retno (2012) kualitas air bersih sangat erat kaitannya dengan
kualitas air bakunya. Umumnya air baku dari air sumber (air tanah) kualitasnya
sudah cukup baik sehingga tidak sulit menjadikannya air bersih yang memenuhi
persyaratan kesehatan. Pada sisi lain air bersih dalam jumlah banyak harus
mengambil dari sumber air yang besar pula. Ini sering terjadi di kota besar dan
akhirnya memilih air sungai yang ada di dekatnya sebagai sumber air baku.
Kualitas air sungai sebagai air permukaan jelas berbeda dengan air sumber dan air
tanah dalam sehingga perlu proses yang lebih banyak. Pada awalnya proses itu
pun tidak begitu berat karena air sungai hanya terkait dengan limbah rumah
tangga yang jumlahnya pun terbatas sehingga proses penjernihannya pun relatif
sederhana .
Kualitas air bersih apabila ditinjau berdasarkan kandungan bakterinya
menurut SK. Dirjen PPM dan PLP No. 1/PO.03.04.PA.91 dan SK JUKLAK
Pedoman Kualitas Air Tahun 2000/2001, dapat dibedakan ke dalam 5 kategori
sebagai berikut.
1; Air bersih kelas A ketegori baik mengandung total Coliform kurang dari
50
2; Air bersih kelas B kategori kurang baik mengandung Coliform 51-100
3; Air bersih kelas C kategori jelek mengandung Coliform 101-1000
4; Air bersih kelas D kategori amat jelek mengandung Coliform 1001-2400
5; Air bersih kelas E kategori sangat amat jelek mengandung Coliform lebih
2400.
Kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur dan atau diuji
berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 KepMenLH Nomor : 115

10

Tahun 2003). Kualitas air dapat dinyatakan dengan parameter kualitas air.
Parameter ini meliputi parameter fisik, kimia, dan mikrobiologis (Rahayu, 2012).
2.3 Parameter Bakteri Indikator Sanitasi
2.3.1 Bakteri Coliform
Coliform merupakan mikroba yang paling sering ditemukan di badan air
yang telah tercemar. Hal ini dikarenakan sekitar 90% bakteri coliform dikeluarkan
dari dalam tubuh setiap hari dan bakteri yang paling dominan ditemukan adalah
Escherichia coli. Sehingga pencemaran limbah domestik dapat dideteksi dengan
cara menghitung kepadatan coliform yang terbawa oleh tinja manusia dan masuk
ke dalam perairan (Khotimah, 2013).
Bakteri coliform adalah golongan bakteri intestinal, yaitu hidup didalam
saluran pencernaan manusia. Bakteri coliform adalah bakteri indikator keberadaan
bakteri patogenik lain. Lebih tepatnya, bakteri coliform fekal adalah bakteri
indikator adanya pencemaran bakteri patogen. Penentuan coliform fekal menjadi
indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif
dengan keberadaan bakteri patogen. Selain itu, mendeteksi coliform jauh lebih
murah, cepat, dan sederhana daripada mendeteksi bakteri patogenik lain. Contoh
bakteri coliform adalah, Escherichia coli dan Enterobacter aerogenes. Jadi,
coliform adalah indikator kualitas air. Makin sedikit kandungan coliform, artinya,
kualitas air semakin baik (Mukono, 2006) :
Beberapa sifat bakteri coliform dapat diketahui sebagai :
a; Mampu

tumbuh

baik

pada

beberapa

jenis

substrat

dan

dapat

mempergunakan berbagai jenis karbohidrat dan komponen organik lain


sebagai sumber energi dan beberapa komponen nitrogen sederhana sebagai
sumber nitrogen.
b; Mempunyai interval suhu pertumbuhan antara 10-46,50C
c;

Mampu menghasilkan asam dan gas gula

d; Dapat menghilangkan rasa pada bahan pangan


Bakteri kelompok coliform meliputi semua bakteri berbentuk batang, gram
negatif, tidak membentuk spora dan dapat memfermentasi laktosa dengan
memproduksi gas dan asam pada suhu 37 0C dalam waktu kurang dari 48 jam.
Adapun bakteri E.Coli selain memiliki karakteristik seperti bakteri coliform pada

11

umumnya juga dapat menghasilkan senyawa indole didalam air pepton yang
mengandung asam amino triptofan, serta tidak dapat menggunakan natrium sitrat
sebagai satu-satunya sumber karbon.
2.2.2 Coli Tinja
Bakteri fecal coliform adalah bakteri yang ditemukan dalam tinja. Coliform
tinja adalah subset dari kelompok yang lebih besar dari organisme yang dikenal
sebagai bakteri coliform. Bakteri coliform dijelaskan dalam Metode Standar untuk
Pemeriksaan Air dan Air Limbah, edisi 19, sebagai anaerob fakultatif (organisme
yang mampu bertahan tanpa adanya oksigen), gram negatif, bakteri pembentuk
spora, berbentuk batang yang laktosa fermentasi ( sejenis gula), menghasilkan gas
dan asam dalam waktu 48 jam ketika dikultur pada 35 oC. Kurangnya kemampuan
mereka untuk membentuk spora membuat mereka lebih rentan terhadap kerusakan
oleh kondisi lingkungan. Apabila suatu air yang mengandung coli tinja berarti air
tersebut tercemar tinja. Tinja dari penderita sangat potensial menularkan penyakit
yang berhubungan dengan air.
Beberapa patogen yang telah dikenal sejak beberapa dekade lalu adalah
giardia lamblia (giardiasis), cryptosporidium (cryptosporidiosis), hepatitis A
(penyakit terkait hati), dan helminthes (cacing parasit). Bakteri Coliform dapat
digunakan sebagai indikator karena densitasnya berbanding lurus dengan tingkat
pencemaran air. Bakteri ini dapat mendeteksi patogen pada air seperti virus,
protozoa, dan parasit. Selain itu, bakteri ini juga memiliki daya tahan yang lebih
tinggi dari pada patogen serta lebih mudah diisolasi dan ditumbuhkan (Hidayati,
2006).
Sementara itu, fecal coliform dan E. coli terindikasi kuat diakibatkan oleh
pencemaran tinja, keduanya memiliki risiko lebih besar menjadi patogen di dalam
air. Bakteri fecal coliform atau E. coli yang mencemari air memiliki risiko yang
langsung dapat dirasakan oleh manusia yang mengonsumsinya. Kondisi seperti ini
mengharuskan pemerintah bertindak melalui penyuluhan kesehatan, investigasi,
dan memberikan solusi untuk mencegah penyebaran penyakit yang ditularkan
melalui air (Zuhri, 2009).
2.4 Metode Pemeriksaan Kualitas Air Bersih

12

Analisis kualitas air dapat dilakukan di laboratorium maupun secara


sederhana. Pemerikasaan di laboratorium akan menghasilkan data yang lengkap
dan bersifat kuantitatif, sedangkan pemeriksaan sederhana hanya bersifat
kualitatif. Pemeriksaan sederhana mempunyai keuntungan karena murah dan
mudah sehingga setiap orang dapat melakukannya tanpa memerlukan bahanbahan yang mahal (Hidayati, 2006).
MPN (Most Probable Number) merupakan metode penentuan jumlah
bakteri yangtumbuh pada pengenceran beberapa seri tabung dengan tabel MPN
(Most Probable Number) coliform. Metode MPN (Most Probable Number)
inilebih baik bila dibandingkan dengan metode hitung cawan, karena lebih sensitif
dan dapatmendeteksi coliform dalam jumlah yang sangat rendah di dalam sampel
pangan (Fardiaz, 1989).
Metode MPN menggunakan medium cair didalam tabung reaksi.
Perhitungan MPN berdasarkan pada jumlah tabung reaksi yang positif, yakni yang
ditumbuhi oleh mikroba setelah inkubasi pada suhu dan waktu tertentu.
Pengamatan tabung yang positif dapat dilihat dengan mengamati tumbuhnya
kekeruhan atau terbetuknya gas didalam tabung kecil (durham) yang diletakkan
pada posisi terbalik yaitu dengan jasad renik yang membentuk gas. Untuk setiap
pengenceran pada umumnya dengan menggunkan tiga atau lima seri tabung.
Lebih banyak tabung yang digunakan menunjukkan ketelitian yang lebih tinggi.
Tetapi alat gelas (tabung reaksi) yang digunakan juga lebih banyak.
Menurut Standard Methode 22ND Ed

2012 (9221 B) bahwa prinsip

pemeriksaan total coliform adalah bakteri coliform berbentuk batang, bersifat


aerob atau fakultatif aerob,tak membentuk spora, bersifat gram negatif dan dapat
meragikan laktose serta membetuk gas dalam waktu 24 2 jam, dan jika belum
ada pertumbuhan, dilanjutkan sampai 48 3 jam pada suhu 35 0,5 oC.
Metode MPN biasanya dilakukan untuk menghitung jumlah mikroba dalam
berbentuk cair, meskipun dapat pula digunakan untuk contoh berbentuk padat
dengan terlebih dahulu (Fardiaz, 1993). Misalnya digunakan medium kaldu
laktosa, diunjukkan dengan terbentukknya dalam tabung durham.Cara ini dapat
digunakan untuk menentukan MPN kelompok bakteri Coliform, termasuk juga
bakteri-bakteri yang dapat menfermentasikan laktosa (Halauddin, 2012).

13

2.5 Teknik Sampling


Pengambilan sampel yang telah direncanakan dengan baik akan mendukung
pelaksanaan yang optimal. Dengan demikian pengambilan sampel merupakan
tahap awal yang dilakukan dalam penentuan kualitas air, yang akan menentukan
hasil pekerjaan pada berikutnya. Secara garis besar prosedur pengambilan sampel
terdiri dari perencanaan, persiapan, pelaksanaan pengambilan sampel serta
Quality Asurance (QA) dan Quality Control (QC) pengambilan sampel
(Effendi,2003).
Untuk mendapatkan sampel yang homogen dilakukan pengambilan sampel
yang representatif, yaitu sampel yang dapat mewakili pada daerah purposif
sekitarnya. Dengan pengambilan sampel yang representatif data hasil pengujian
dapat

menggambarkan

kualitas

lingkungan

yang

mendekati

kondisi

sesungguhnya. Pengambilan sampel merupakan bagian dari penelitian yang sangat


penting, karena sampel merupakan cerminan dan populasi yang ada. Metode
pengambilan sampel menggunakan metode purposif sampling yaitu sampel dipilih
berdasarkan pertimbangan tertentu (Anwar, 2007).
Langkah awal dalam pelaksanaan pengambilan sampel
adalah menentukan lokasi pengambilan sampel pada sungai
dengan mengetahui keadaan geografi sungai dan aktivitas di
sekitar daerah aliran sungai. Lokasi pengambilan sampel meliputi
Anwar (2007) :
a;

b;

c;

Daerah hulu atau sumber air alamiah, yaitu pada lokasi


yang belum atau sedikit terjadi pencemaran, atau
terkontaminasi sumber pencemar.
Sumber air tercemar, yaitu pada lokasi yang mengalami
perubahan/penurunan kualitas air yang diakibatkan
oleh aktivitas industri, pertanian, domestik, dan
sebagainya (sumber pencemar).
Sumber air yang dimanfaatkan, yaitu lokasi tempat
penyadapan/pemanfaatan badan air untuk aktivitas
industri, pertanian, perikanan, dan lain-lain.

14

d; Lokasi masuknya air ke waduk atau danau, dengan

tujuan untuk mengetahui kualitas air pada badan air


secara keseluruhan.

15

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini termasik dalam penelitian analisis deskriptif, dimana hasil
uji laboratorik dibandingkan dengan tabel baku mutu air.
3.2 Populasi dan Sampel
Jenis sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah air sungai yang
berasal dari beberapa sungai Kota Surabaya, Jawa Timur
3.3 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 23 Juli 23 Agustus 2014.
Penelitian dilaksanakan Di Laboratorium Instansi Mikrobiologi, Balai Besar
Teknik Kesehatan Lingkungan Kesehatan dan Pengendalian Penyakit Surabaya,
jalan Sidoluhur no 12, Surabaya.
3.4; Prinsip Kerja

Berdasarkan Standard Methode 22ND Ed

2012 (9221 B) standart

pemeriksaan MPN total coliform adalah bakteri coliform berbentuk batang,


bersifat aerob atau fakultatif aerob,tak membentuk spora, bersifat gram negatif
dan dapat meragikan laktose serta membetuk gas dalam waktu 24 2 jam, dan
jika belum ada pertumbuhan dilanjutkan sampai 48 3 jam pada suhu 35 0,5 oC
.
3.5 Alat dan Bahan
3.5.1 Alat
Berdasarkan Standard Methode 22ND Ed

2012 (9221 B), alat yang

digunakan adalah :
1; Pipet 10ml/ pipet ukur 10ml
2; Pipet 1 ml / pipet ukur 1 ml
3; Pipet 01 ml / pipet ukur 1 ml
4; Lampu bunsen
5; Ose
6; Rak tabung reaksi
7; Bulb (karet penghisap)
8; Inkubator 44oC-45oC

5 buah
5 buah
5 buah
1 buah
1 buah
5 buah
1 buah
1 buah

16

9; Tabung durham
10; Tabung reaksi

15 buah
15 buah

3.5.2 Bahan
Berdasarkan Standard Methode 22ND Ed

2012 (9221 B), bahan yang

digunakan adalah :
1; Sampel air sungai dari Surabaya kota
2; Buffer phosphat
3; Media LTB atau (Lauryl triptose broth singgle strength)
4; Media BGLB (brilliant green lactose broth)

250 ml
36 ml
1 liter
0,5 l

3.6 Langkah Kerja


Berdasarkan Standard Methode 22ND Ed 2012 (9221 B), langkah kerja
yang dilakukan adalah :
1; Uji Praduga ( Presumtif Test )

a;

Disiapkan 15 tabung Lauryl triptose broth singgle strength ( 35,6 gr/lt isi @10 ml ) siapkan pula air pengencer buffer phospat sebanyak 4
tabung ( isi @ 9 ml ).

b; Dikocok contoh uji hingga homogen ke dalam tabung pengencerm I


tambahkan 10 ml contoh, kocok sampai homogen maka diperoleh
pengenceran 10-1.
c;

Ditambahkan ke dalam tabung air pengencer ke II 10 ml contoh dari


pengenceran 10-1 dikocok sampai homogen maka diperoleh pengenceran
contoh uji 10-2

d; Dilakukan pengenceran pada contoh uji hingga didapat pengenceran 10-3


dan 10-4 atau dibuat sesuai pengenceran yang dikehendaki.
e;

Diinokulasikan ke dalam 5 tabung Lauryl triptose broth single strength


masing- masing dengan 1 ml contoh dari pengenceran 10-2 ke dalam 5
tabung Lauryl triptose broth single strength masing- masing diinokulasi
dengan 1 ml contoh dari pengenceran 10-3 dan ke dalam 5 tabung Lauryl
triptose broth single strength yang lain masing- masing diinokulasi
dengan 1 ml contoh dari pengenceran 10-4.

17

f;

Diinkubasi semua tabung Lauryl triptose broth single strength Lauryl


triptose broth pada suhu 35 0,5 oC selama 48 3 jam.

2; Uji Penegasan ( Confirmasi Test )

a; Dikocok dan diambil masing masing 1 ose dari setiap tabung yang
menunjukkan gas positip pada uji presumtif,
b; Diinokulasikan pada tabung BGLB, lalu diinkubasi pada suhu 35
0,5 oC selama 48 3 hari
c; Dicatat jumlah tabung BGLB yang positip gas dan hasilnya dirujuk ke
tabel MPN Angka yang diperoleh dari tabel menunjukan MPN
Coliform per 100 ml contoh uji
3.7 Analisis Data
Analisis kualitas air akan kehadiran bakteri Coliform dari uji penduga
dilakukan berdasarkan metode standar dari APHA (American Public Health
Association, 1989) dan Standar Methods for the Examination of

Water and

Wastewater, 14th edition. American Water Works Asssociation, Water Polution


Control Federation, Washington, D.C., 1975 dibandingkan dengan tabel MPN/JT
(Cappuccino dan Sherman., 1987). Tabel tersebut dapat digunakan untuk
memperkirakan jumlah bakteri Coliform dalam 100 ml sampel air). Pembacaan
hasil uji dilihat dari beberapa tabung uji yang menghasilkan gas dan asam (5 seri
pertama, kedua, dan ketiga), hasil yang positif asam dan gas dibandingkan dengan
tabel MPN/JT. Data dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif . Data dari hasil uji
sampel air setelah dianalisis di Laboratorium , akan dibandingkan dengan
Permenkes No 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan
kualitas air.

18

SKEMA PEMERIKSAAN MPN TOTAL COLIFORM


1
ml

1
ml

1
ml

1
ml

Samp

1 ml

1 ml

Diinkubasi 35 0C selama 48 jam

1 ml

19

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Pengamatan
Tgl

No

Tahap Uji
Konfirmasi
BGLB (350C)
EC Broth

Presumtif
LTB (350C)

Lab

MPN
Coliform

Fecal Coli

(440C)
5x10 5x1 5x0,1 5x10 5x1 5x0,1 5x10 5x1 5x0,1
26 Juni 9078

ml
2

ml
1

ml
0

ml
2

ml
1

ml
0

ml
2

ml
1

ml
0

6,8x103

CFU/ml
1600x103

CFU/ml
1600x103

CFU/ml
33 x 103

CFU/ml
13x 103

CFU/ml

CFU/ml

2014
9079
9117

6,8x103

4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa
sampel yang digunakan adalah air sungai yang diperoleh dari kota Surabaya. Air
sungai termasuk dalam pengujian air badan air (ABA). Pengujian terdiri dari dua
tahapan yaitu uji presumtif pada media LTB atau LTB (Lactose Broth) dan
diinkubasi selama 48 jam dengan suhu 350C dan tahapan berikutnya adalah uji
konfirmasi pada media BGLB atau EC pada inkubasi selama 24 jam dengan suhu
350C untuk media BGLB dan 440C untuk media EC.
Menurut Suryadi (2008) dalam pemeriksaan bakteri coliform dilakukan
dengan nilai uji terdekat, yaitu melalui uji prakiraan dan uji konfirmasi. Uji
konfirmasi dilakukan dengan meyakinkan keberadaan uji coliform karena pada uji
prakiraan hasil yang positif tidak selalu disebabkan oleh adanya bakteri coliform.
Hasil uji positif dapat juga disebabkan oleh bakteri lain yang dapat
memfermentasi laktosa yang disertai dengan pembentukan gas dan asam atau
dikarenakan oleh bakteri-bakteri yang bersifat sinergis sehingga dapat
menguraikan karbohidrat.

20

Tahapan pengujian kualitas air secara mikrobiologis, hal pertama yang


dilakukan adalah mengambil sampel dari lokasi yaitu di beberapa titik pada air
sungai kota Surabaya. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan botol kaca
steril yang berwarna gelap. Botol kaca tersebut dapat menampung sampel
sebanyak 200-500 ml sampel. Sampel yang telah dimasukkan ke dalam botol
sampel,

selanjutnya

dibawa

ke

laboratorium

untuk

diuji

kualitas

mikrobiologisnya. Tahapan selanjutnya adalah pengujian tahap presumtif dan


konfirmasi.
Metode yang digunakan dalam pengujian air sungai ini adalah
menggunakan 15 tabung dengan pengenceran. Pengenceran yang digunakan
dalam pengujian ini adalah 10-2, 10-3, dan 10-4. Berdasarkan Standard Methode
22ND Ed 2012 (9221 B) pada pemeriksaan air secara mikrobiologi pengujian
MPN coliform terdapat dua tahap pengujian yaitu uji presumtif dan uji
konfirmasi. Uji presumtif digunakan media LTB dan hasil penanaman sampel
air sungai diinkubasi selama 24 jam, tahapan kedua adalah uji konfirmasi yang
menggukan media BGLB dan EC dengan inkubasi selama 48 jam dengan suhu
440C.
Tabung reaksi yang berisi media LTB dikatakan positif mengandung bakteri
coliform adalah apabila dalam tabung durham tersebut mengeluarkan gelembung
gas. Gas yang berada di dalam tabung durham tersebut adalah hasil metabolisme
bakteri yang berada di dalam media karena lenguraikan laktosa. Tabung LTB yang
positif kemudian diinokulasikan ke dalam media baru yaitu BGLB dan EC yang
kemudian dilakukan uji lanjut.
Metode 15 tabung memisahkan tiap 5 tabung dengan jumlah sampel yang
dimasukkan ke dalam media juga berbeda, yaitu 10 ml sampel untuk tabung 10 -1 ,
1 ml untuk 10

-2,

dan 0,1 ml untuk 10-3. Bahan yang digunakan sebagai media

pengencer adalah buffer phosphat 10 ml. Mula-mula diambil 1 ml sampel


kemudian di pindahkan ke dalam 9 ml buffer phosphat (10 -1), kemudian dari
pengencer pertama tersebut dipindahkan ke pengencer berikutnya (10 -2), dari
pengencer kedua maka sampel dipindahkan pada media LTB sebanyak 1 ml. Dari
sampel dalam buffer phosphat kedua tersebut lalu dipindahkan lagi ke

21

pengenceran berikutnya (10-3) dan dipindahkan ke media LB. Sampel dari


pengencer ketiga kemudian dipindahkan ke media LTB (10-4).
Hasil pengujian pada tahap media LTB sampel air sungai kode 9078
menunjukkan bahwa nilai tabung yang positif pada uji presumtif dan konfirmasi
adalah 2 1 0 sehingga pada standart pengukuran dapat diketahui nilai MPN
Coliform dan total bakteri fecal coli (coli tinja) adalah 6,8x103 CFU/ml.
sedangkan pada sampel 9079 memiliki nilai uji presumtif dan konfirmasi yang
menunjukkan positif dengan nilai tabung 5 5 5. Hal tersebut dimasukkan dalam
nilai MPN pada bakteri coliform adalah 1600x103 CFU/ml dan fecal coli sebesar
1600x103 CFU/ml. Sedangkan pada sampel 9117 hasil pada uji presumtif dan
konfirmasi adalah 5 1 0 dan nilai coliformnya adalah 33 x 10 3 CFU/ml sedangkan
coliform tinja adalah 13 x 103 CFU/ml.
Uji presumtif dilakukan dengan menggunakan media LTB. Media ini
merupakan media pengkaya yaitu yang mengkondisikan coliform agar dapat
menyesuaikan dengan lingkungannya. Menurut Merta (2013) Lactose broth
dibuat dengan komposisi ekstrak beef , pepton dan laktosa.
Pepton dan ekstrak beef menyediakan nutrien esensial untuk
memetabolisme

bakteri.

Laktosa

menyediakan

sumber

karbohidrat yang dapat difermentasi untuk organisme koliform.


Menurut Suryadi (2008) bahwa bakteri coliform adalah golongan bakteri
yang merupakan campuran antara bakteri fekal dengan bakteri non fekal. Untuk
pengujian dan penghitungan bakteri coliform ini digunakan media Brilliant Green
Lactose Bile Broth 2% (BGLB). Prinsip penentuan angka bakteri coliform adalah
bahwa adanya pertumbuhan bakteri coliform yang ditandai dengan terbentuknya
gas pada tabung durham, setelah diinkubasikan pada media yang sesuai.
Pemeriksaan bakteri coliform dan coli tinja pada tahap konfirmasi
menggunakan media BGLB dan EC serta diinkubasi selama 1x 48 jam. Media
BGLB menurut Suryadi (2008) bahwa dalam uji konfirmasi digunakan media
selektif yaitu media BGLB yang mengandung garam empedu yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri gram positif yang tidak hidup dalam saluran
pencernaan manusia dan mengandung brillian yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri gram negatif tertentu selain coliform.

22

Hasil pengamatan pada tabung yang positif pada uji konfirmasi ditunjukkan
pada gelembung gas yang terdapat pada tabung durham. Menurut Effendi (2003)
Indikator yang digunakan dalam melakukan pengamatan ini adalah dengan
melihat perubahan warna yaitu menjadi kuning, ada gelembung dalam tabung
durham dan gas pada tabung reaksi, hal ini terjadi karena mikroba (bakteri
coliform) yang tumbuh mampu memfermentasikan laktosa menjadi asam dan gas.
Gelembung gas menunjukan adanya metabolisme pada bakteri tersebut. Menurut
Rahayu (2012) bakteri koliform memiliki kemampuan memfermentasi laktosa dan
menghasilkan gas CO2 pada pada suhu 35-37oC selama 24 jam.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, untuk uji konfirmasi bakteri
coliform tinja media yang digunakan adalah media EC broth. Dalam hal ini,
bakteri coliform tinja yang ditumbuhkan yaitu Ecsherischia coli. Menurut Effendi
(2003) media EC digunakan untuk mendeteksi coliform selama pemeriksaan
bakteriologi air, susu dan makanan. Media ini juga digunakan dalam metode MPN
dan sering digunakan untuk konfirmasi coliform. Prosedur menggunakan medium
EC menyediakan informasi mengenai sumber dari kelompok coliform (fecal atau
non-fecal) yang digunakan sebagai uji konfirmasi.
Berdasarkan parameter pemeriksaan pada PP No 82 Tahun 2001, batas
pemeriksaan untuk kualitas air sungai (air badan air) dibagi menjadi 4 kelas
tingkatan. Tingkatan kelas I merupakan air yang tingkatannya yang dapat
digunakanuntuk air baku untuk minum dan sejenisnya, kelas II air yang
peruntukannya

dapat

digunakan

untuk

prasarana/sarana

rekreasi

air,

pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, dan air untuk mengairi pertanaman,
kelas III air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air
tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan kelas IV air yang
peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman.
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, hingga uji konfirmasi nilai
MPN tabung yang telah dicocokkan dengan tabel MPN menunjukkan bahwa
jumlah total bakteri Coliformnya adalah 6,8x103 CFU/ml pada sampel 9078,
1600x103 CFU/ml sampel 9079, dan 33 x 10 3 CFU/ml pada sampel 9117.
Sedangkan nilai total bakteri coliform tinjanya adalah 6,8x10 3 CFU/ml sampel

23

9078, 1600x103 CFU/ml pada sampel 9079, dan 13 x 103 CFU/ml pada sampel
9117.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada sampel 9078 berdasarkan
parameter yang ditentukan, termasuk pada air badan air kelas III, hal ini karena
batas jumlah bakteri coliform pada sampel tersebut telah melebihi kualitas air
badan air kelas II adalah 6,8 x 103 CFU/ml. Artinya air tersebut sudah melebihi
dari batas kelas II sehingga dapat dimasukkan dalam kategori air badan air kelas
III, dan menurut Rahayu (2012) air tersebut bisa digunakan untuk pembudidayaan
ikan air tawar, peternakan, dan air tersebut dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman.
Sampel 9079 berdasarkan pemeriksaan bakteri coliformnya 1600x103
CFU/ml dan bakteri coliform tinja 1600x103 CFU/ml. Hasil tersebut apabila
dibandingkan dengan baku mutu kualitas air sungai (air badan air) menunjukkan
hasil berada pada ABA kelas 4, hal ini karena pada sampel air sungai ini jumlah
bakteri coliform dan coli tinja sudah melebihi total coliform 10 x10 3 CFU/ml dan
coli tinja lebih dari 2 x 10 3 CFU/ml. Menurut Rahayu (2012) air sungai kelas IV
merupakan air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman.
Pemeriksaan sampel 9117 menunjukkan total bakteri coliform 33 x
103CFU/ml dan coliform tinja sebesar 13 x 10 3 CFU/ml. Jumlah bakteri coliform
dan coli tinja pada sampel air sungai tersebut kemudian dibandingkan dengan
baku mutu air , hasil pengamatan menunjukkan bakwa pada sampel air tersebut
sudah melampaui batas standar air kelas III. Sehingga, air pada sampel tersebut
dapat dikelompokkan pada air badan air kelas IV, dimana air ini dapat digunakan
untuk mengairi pertanaman saja.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa
sampel 9078 tergolong air badan air kelas III sedangkan sampel air 9079 dan 9117
sudah tergolong air badan air kelas IV. Hal ini dimungkinkan karena banyak
aktivitas penduduk yang masih berperilaku buruk terhadap air sungai misalnya
membuang sampah, limbah rumah tangga dan limbah pabrik yang belum diolah
ke dalam sungai.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, bakteri yang digunakan
dalam parameter adalah coliform dan coliform tinja. Menurut Mukono (2006)

24

kehadiran bakteri coliform dan coli tinja pada air sungai dapat digunakan sebagai
indikator pencemaran suatu pencemaran air sungai. Hal ini karena bakteri
coliform merupakan bakteri yang hidup pada saluran pencernaan hewan berdarah
hangat termasuk manusia dan keluar ke lingkungan melalui feses. Pada umumnya
coliform bukan mikroba patogen, namun keberadaannya pada air dan pangan
menunjukkan kemungkinan terdapatnya bakteri patogen yang berasal dari saluran
pencernaan.
Keberadaan bakteri coliform tinja, dalam hal ini khususnya Escherischia
coli menjadi parameter adanya bakteri patogen. Menurut Rahayu (2012) bakteri
golongan Coli (Coliform bakteri) tidak merupakan bakteri patogen, tetapi bakteri
ini merupakan indikator dari pencemaran air oleh bakteri patogen. Selain itu,
walaupun kebanyakan strain Escherichia coli tidak menyebabkan penyakit,
namun terdapat beberapa strain Escherichia coli yang dapat menyebabkan infeksi
saluran pencernaan.
Hasil pemeriksaan bakteri coliform dan coli tinja pada air sungai kota
surabaya ini berdasarkan hasil pemeriksaan dapat digunakan sebagai dasar
informasi untuk pemanfaatan air sungai. Air sungai kota Surabaya pada ketiga
titik pengujian sampel menunjukkan bahwa merupakan kualitas air III dan kelas
IV. Pemeriksaan tersebut menunjukkan bahwa air sungai dari beberapa titik
sampel tersebut telah tercemar dan tidak layak untuk dikonsumsi. Menurut
Effendi (2003) air yang terkontaminasi oleh bakteri patogen saluran cerna sangat
berbahaya untuk diminum. Hal ini dapat dipastikan dengan penemuan organisme
yang ada dalam tinja manusia atau hewan dan yang tidak pernah terdapat bebas di
alam.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, sungai yang
diindikasikan tercemar dimungkinkan karena banyak faktor. Penyebab terjadinya
pencemaran air di kota Surabaya mungkin disebabkan oleh adanya industriindustri khususnya yang berada di dekat aliran sungai akan cenderung akan
membuang limbahnya ke dalam sungai yang dapat mencemari ekosistem air,
karena pembuangan limbah industri ke dalam sungai dapat menyebabkan
berubahnya susunan kimia, bakteriologi, serta fisik air. Menurut Rahayu (2012)
selain itu limbah rumah tangga juga menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya

25

penemaran sungai. Hal ini karena dari limbah rumah tangga dihasilkan beberapa
zat organik dan anorganik yang dibuang dan dialirkan melalui selokan-selokan
dan akhirnya bermuara ke sungai.

26

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian sampel air sungai dengan metode MPN (Most
Probable Number) dapat disimpulkan bahwa :
1; Nilai hasil pengujian MPN (Most Probable Number) sampel air sungai dari

kota Surabaya sampel 9078 menunjukkan total bakteri coliform adalah


6,8x103 CFU/ml dan coli tinja sebesar 6,8x103 CFU/ml, sampel 9079 total
coliform sebesar 1600x103 CFU/ml dan coli tinja sebesar 1600x103
CFU/ml, sampel 9117 total bakteri coliformnya sebesar 33 x 103 CFU/ml
dan coli tinja sebesar 13 x 103 CFU/ml.
2; Sampel air sungai kota Surabaya dimungkinkan terkontaminasi bakteri

coliform dan coli tinja karena memiliki nilai bakteri di atas 10 x 103
CFU/ml, sehingga dalam kualitas air berada pada kelas air sungai III
sehingga air sungai pada daerah tersebut dapat digunakan sebagai
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, dan air tersebut dapat
digunakan untuk mengairi pertanaman. Sedankan sampel 9079 dan 9117
menunjukkan kualitas air badan air kelas IV, karena melebihi dari total 10
x 103 CFU/ml dan air tersebut hanya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman saja dan tidak dapat dikonsumsi.
5.2 Saran
Pengujian kualitas air secara mikrobiologi masih dirasa kurang efektif
karena pengamatan masih dilakukan menggunakan pengamatan gelembung gas
yang ada di dalam tabung reaksi. Pengamatan tersebut masih didasarkan pada
ketelitian

masing-masing

individu.

Diharapkan

menggunakan metode yang lebih canggih.

pengamatan

selanjutnya

27

DAFTAR PUSTAKA
Anwar Hadi. 2007. Prinsip Pengambilan Sampel Lingkungan. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama
Dwidjoseputro, 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi. UI Press, Jakarta
Effendi. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Cetakan Kelima. Yogyakarta : Kanisius.
Fardiaz, S., 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Jakarta :Raja Grafindo Persada
Halauddin, supiyati. 2012. Karakteristik dan Kualitas Air di Muara Sungai Hitam
Provinsi Bengkulu dengan Software Som Toolbox 2. Jurnal Ilmu Fisika
Indonesia simetri. Vol.1.no 2
Hidayati, Y.A.; Harlia, E. dan Suryanto, D., 2006, Deteksi Jumlah Total Bakteri
dan Coliform pada Kompos Kotoran Domba Sebagai Indikator Sanitasi
Lingkungan, Fakultas Peternakan,

Lokakarya Nasional Keamanan

Pangan Produk Peternakan, Universitas Padjadjaran, Bandung


Khotimah, Siti. 2013. Kepadatan Bakteri Coliform di Sungai Kapuas Kota
Pontianak. Jurnal Semirata UNILA FMIPA. Lampung
khotimah,siti. 2013.

Kualitas Air Sungai Ciliowung Di Kota Bogor. Jurnal

Prosding Semirata FMIPA unila


Lewa, robertus taso. 2009. Kualitas Air Sungai Ciliwung Di Kota Bogor (Water
Quality Of Ciliwung River In Bogor). Jurnal Kualitas Perairan
Mukono. 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Universitas Airlangga.
Surabaya
Noordjwik, meine van. 2012. Peranan Agroforestri dalam Mempertahankan
Fungsi Hidrologi Daerah Aliran Sungai (DAS). Artikel Perairan
Indonesia

28

Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang


Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Tanggal 14
Desember 2001 (Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4161)
Rahayu, R.H. Widodo, Verbist,

B., S. , M.V. Noordwijk.dan

I. Suryadi..

2009. Monitoring Air di Daerah Aliran Sungai. World Agroforestry


Centre. Bogor
Supangat, Agung B. 2008. Pengaruh Berbagai Penggunaan Lahan Terhadap
Kualitas Air Sungai Di Kawasan Hutan Pinus di Gombong, Kebumen,
Jawa. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Vol.5. No. 3
Widiyanti, Ni Luh Putu. 2004. Analisis Kualitatof Bakteri Coliform Pada Depo
Air Minum Isi Ulang Di Kota Singaraja Bali. Jurnal Ekologi Kesehatan.
Vol. 3. No.1

Anda mungkin juga menyukai