h. Keturunan/genetic
dada)
Sesak napas
3.
4.
5.
6.
7.
4.
PATOFISIOLOGI
Aktivasi fokal fokus diawali biasanya dari daerah vena pulmonalis timbulnya
gelombang yang menetap dariMultiple wavelet reentry depolarisasi atrial atau wavelets
yang dipicu oleh depolarisasi atrial premature atau aktivitas aritmogenik dari fokus yang
tercetus secara cepat. Mekanisme fibrilasi atrium identik dengan mekanisme fibrilasi
ventrikel kecuali bila prosesnya ternyata hanya di massa otot atrium dan bukan di massa
otot ventrikel. Penyebab yang sering menimbulkan fibrilasi atrium adalah pembesaran
atrium akibat lesi katup jantung yang mencegah atrium mengosongkan isinya secara
adekuat ke dalam ventrikel, atau akibat kegagalan ventrikel dengan pembendungan
darah yang banyak di dalam atrium. Dinding atrium yang berdilatasi akan menyediakan
kondisi yang tepat untuk sebuah jalur konduksi yang panjang demikian juga konduksi
lambat, yang keduanya merupakan faktor predisposisi bagi fibrilasi atrium.
Karakteristik
Pemompaan
Atrium
Selama
Fibrilasi
Atrium.
Atrium tidak akan memompa darah selama AF berlangsung. Oleh karena itu atrium
tidak berguna sebagai pompa primer bagi ventrikel. Walaupun demikian, darah akan
mengalir secara pasif melalui atrium ke dalam ventrikel, dan efisiensi pompa ventrikel
akan menurun hanya sebanyak 20 30 %. Oleh karena itu, dibanding dengan sifat yang
mematikan dari fibrilasi ventrikel, orang dapat hidup selama beberapa bulan bahkan
bertahun-tahun dengan fibrilasi atrium, walaupun timbul penurunan efisiensi dari
seluruh daya pompa jantung.
Patofisiologi Pembentukan Trombus pada AF. Pada AF aktivitas sitolik pada
atrium kiri tidak teratur, terjadi penurunan atrial flow velocities yang menyebabkan
statis pada atrium kiri dan memudahkan terbentuknya trombus. Pada pemeriksaan TEE,
trombus pada atrium kiri lebih banyak dijumpai pada pasien AF dengan stroke emboli
dibandingkan dengan AF tanpa stroke emboli. 2/3 sampai stroke iskemik yang terjadi
pada pasien dengan AF non valvular karena stroke emboli. Beberapa penelitian
menghubungkan AF dengan gangguan hemostasis dan thrombosis. Kelainan tersebut
mungkin akibat dari statis atrial tetapi mungkin juga sebgai kofaktor terjadinya
PATHWAY
Agen Streptococus hemolitik
group A menginfeksi manusia
Faringitis
streptococcu
s
B cell memproduksi
antibodi antistreptokokus
Miokarditis, Valvulitis
Bacteria
endokarditis
Atrial fibrilasi
Perikarditis
Konsekuensi hemodinamik
Hipertropi Atrium
Penurunan curah
jantung
Edema paru
Pengaktivan
simpatis
Katekolamin
HR
SVT
Kerja
jantung
CHF/gagal
jantung
CVP, JVP
Hepatomega
li
Pelepasan renin
ADH
Reabsorbsi
Angiotensin
I
air
Volume
plasma
Angiotensin
II
Retensi
Na-H2O
Mekanisme
kompensas
i
LVEDP,
LAP
Aldostero
n
Vasokonstrik
si perifer
BP
Pengisian
kapiler paru
> pengisian
pembuluh
darah
Perfusi
jaringan
Ketidakefektifan perfusi
jaringan
Kelebih
an
jalan nafas
volume Bersihan
Transudasi
ronki
Edema
alveoli
tidak efektif
cairan
Ketidakefektifan pola
Peningkatan tekanan
nafas orthopnea,
Gangguan
Dispnea,
arteri ventrikel kanan/ kiri
- Intoleran aktivitas
-
mual
Resiko ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
6.
KOMPLIKASI
AF memiliki dua komplikasi utama - stroke dan gagal jantung.
7.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laboratorium : hematokrit ( anemia ), TSH ( penyakit gondok ), enzim jantung bila
dicurigai terdapat iskemia jantung.
2. Pemeriksaan EKG : dapat diketahui antara lain irama ( verifikasi AF ), hipertrofi
ventrikel kiri. Pre-eksitasi ventrikel kiri, sindroma pre-eksitasi ( sindroma WPW ),
identifikasi adanya iskemia.
3. Foto Rontgen Toraks : Gambaran emboli paru, pneumonia, PPOK, kor pulmonal.
4. Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari atrium dan
ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri, obstruksi outflow dan TEE
( Trans Esophago Echocardiography ) untuk melihat trombus di atrium kiri.
5. Pemeriksaan Fungsi Tiroid. Tirotoksikosis. Pada AF episode pertama bila laju irama
ventrikel sulit dikontrol.
6. Uji latih : identifikasi iskemia jantung, menentukan adekuasi dari kontrol laju irama
jantung.
7. Pemeriksaan lain yang mungkin diperlukan adalah holter monitoring studi
elektrofisiolagi.
8.
PENATALAKSANAAN
e)
f)
g)
EKG
Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).
Bunyi ekstra (S3 & S4)
Penurunan keluaran urine
Nadi perifer tidak teraba
Kulit dingin kusam
Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.
Tujuan :
Klien akan : Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia
terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung , Melaporkan penurunan
epiode dispnea, angina, Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja
jantung.
Intervensi
1. Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung
Rasional : Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk
mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
2. Catat bunyi jantung
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama
Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kesermbi yang disteni.
Murmur dapat menunjukkan Inkompetensi/stenosis katup.
3. Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial,
popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak
teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.
4. Pantau TD
Rasional : Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat. Pada
HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi danhipotensi tidak dapat
norml lagi.
5. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder terhadap tidak
dekutnya curh jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai
refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atu belang karena
peningkatan kongesti vena.
6. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi
(kolaborasi)
Rasional : Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk
melawan
efek
hipoksia/iskemia.
Banyak
obat
dapat
digunakan
untuk
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat
(vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.
2. Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia,
dispnea berkeringat dan pucat.
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan
volume sekuncup selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera
frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan
kelemahan.
3. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada
kelebihan aktivitas.
4. Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari
kerja
DAFTAR PUSTAKA
Beers, Marck, MD et all. The Merck Manual of Diagnosis and Therapy. Merck Laboratories.
USA. 2006
Mappahya AA. Atrium Fibrilation Theraphy To Prevent Stroke: A Review. The Indonesian
Journal of Medical Science Volume 1 No.8 April 2009 p. 477-489.
Firdaus I. Fibrilasi Atrium Pada Penyakit Hipertiroidisme. Patogenesis dan Tatalaksana.
Jurnal Kardiologi Indonesia; September 2007: Vol. 28, No. 5.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.
Nasution SA, Ismail D. Fibrilasi Atrial. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam Ed.3. Jakarta: EGC,
2006.
Emergency Cardiovascular Care Program, Advanced Cardiac Life Support, 1997-1999,
American Heart Association.
Nurarif AH dan Kusuma H. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnose Medis dan
Nanda-NIC-NOC jilid 1 dan 2. Panduan Penyusunan Asuhan keperawatan professional.
Yogyakarta: Media Action, 2013.
Bulecheck, Gloria M, et al. Nursing Intervention Classification (NIC) Fifth Edition. USA:
Mosbie Elsevier, 2010.