Anda di halaman 1dari 22

1

BAB I
PENDAHULUAN

Pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang penting dalam


pelayanan kesehatan. Tindakan pembedahan merupakan salah satu tindakan medis
yang bertujuan untuk menyelamatkan nyawa, mencegah kecacatan dan
komplikasi. Namun demikian, pembedahan yang dilakukan juga dapat
menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan nyawa. 1 Data World Health
Organization (WHO) menunjukkan bahwa selama lebih dari satu abad perawatan
bedah telah menjadi komponen penting dari perawatan kesehatan di seluruh dunia.
Diperkirakan setiap tahun ada 230 juta operasi utama dilakukan di seluruh dunia,
satu untuk setiap 25 orang hidup.2
Perawatan bedah telah menjadi komponen penting dari layanan kesehatan
di seluruh dunia selama lebih dari satu abad. Seiring dengan insidensi dari luka
trauma, kanker, dan penyakit jantung yang terus meningkat berdampak dengan
berkembangnya intervensi bedah pada sistem kesehatan masyarakat. Diperkirakan
234 juta operasi besar dilakukan di seluruh dunia setiap tahun, yang berarti 1
operasi untuk setiap 25 orang hidup.

Namun, layanan bedah kurang merata

dengan dari 30% dari populasi bedah hanya 75% yang mengalami operasi besar.
Kurangnya akses ke perawatan bedah yang berkualitas tinggi masih menjadi
masalah yang signifikan di dunia meskipun fakta bahwa intervensi bedah lebih
efektif dalam menyelamatkan nyawa dan menghindari kecacatan. Bedah sering
menjadi satu- satunya terapi yang dapat meringankan cacat dan mengurangi risiko
kematian dari kondisi yang umum. Setiap tahun diperkirakan sekitar 63 juta orang
menjalani pembedahan karena luka trauma, 10 juta yang lain menjalani
pembedahan karena komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan, dan 31 juta
lebih menjalani pembedahan untuk mengobati keganasan.6

Salah satu dari usaha pencegahan komplikasi tersebut adalah surgical safety
checklist yang didesain oleh WHO pada tahun 2008 yang terdiri dari 19 item dan
diimplementasikan oleh mayoritas rumah sakit di seluruh dunia. Dengan
menurunkan risiko komplikasi pembedahan tersebut, diharapkan angka morbiditas
dan mortalitas pasien yang menjalani prosedur pembedahan dapat menurun.
Saat ini isu penting dan global dalam Pelayanan Kesehatan adalah
Keselamatan Pasien (Patient Safety). Isu ini praktis mulai dibicarakan kembali
pada tahun 2000-an, sejak laporan dan Institute of Medicine (IOM) yang
menerbitkan laporan: to err is human, building a safer health system.
Keselamatan pasien adalah suatu disiplin baru dalam pelayanan kesehatan yang
mengutamakan pelaporan, analisis, dan pencegahan medical error yang sering
menimbulkan Kejadian Tak Diharapkan (KTD) dalam pelayanan kesehatan. Data
WHO menunjukkan komplikasi utama pembedahan adalah kecacatan dan rawat
inap yang berkepanjangan 3-16% pasien bedah terjadi di negara-negara
berkembang. Secara global angka kematian kasar berbagai operasi sebesar 0,210%. Diperkirakan hingga 50% dari komplikasi dan kematian dapat dicegah di
negara berkembang jika standar dasar tertentu perawatan diikuti. 2
Rumah sakit berada di bawah tekanan yang meningkat untuk
mengembangkan sistim rumah sakit demi mencegah kejadian KTD, yaitu
Kejadian Tidak Diharapkan yang dapat mengakibatkan kematian atau cedera
serius. Meningkatkan keselamatan pasien merupakan peningkatan prioritas bagi
ahli bedah dan rumah sakit sejak KTD dapat menjadi bencana bagi pasien,
perawat dan lembaga. Inisiatif keselamatan pasien yang ditujukan untuk
menciptakan budaya ruang operasi yang aman semakin sering diadopsi, tetapi
sarana yang dapat diandalkan untuk mengukur dampaknya untuk saat ini belum
ada. 4
Referat ini akan membahas mengenai Surgical Safety secara menyeluruh.
Referat ini bertujuan untuk memahami Surgical Safety, sehingga dapat dilakukan

tindakan Pembedahan yang aman dan dapat menghindari kejadian yang tak
diinginkan (KTD).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera
yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil.3 Sehingga dapat disimpulkan
bahwa Surgical Safety atau Keselamatan Pasien Bedah adalah merupakan suatu
sistem agar membuat pasien lebih aman dalam tindakan pembedahan.

2.2. Sejarah Surgical Safety


Perawatan bedah telah menjadi komponen penting dari sistem kesehatan di
seluruh dunia selama lebih dari satu abad. Meskipun telah ada perkembangan
yang besar selama beberapa dekade terakhir, kualitas dan keamanan dari
perawatan bedah bervariasi pada tempat yang berbeda di dunia.6
Pada bulan Oktober 2004, World Health Organization (WHO)
meluncurkan World Alliance for Patient Safety sebagai respon dari resolusi World
Health Assembly mendesak WHO dan negara- negara anggota untuk lebih
memerhatikan masalah keselamatan pasien. Aliansi meningkatkan kesadaran dan
komitmen politik untuk meningkatkan keselamatan dari perawatan kesehatan dan
mendukung

negara-

negara

anggota

untuk

mengembangkan

kebijakan

keselamatan pasien dan praktek. Setiap tahun, aliansi menyelenggarakan program


untuk meninngkatkan keselamatan pasien di seluruh dunia. 6
WHO mempublikasikan Global Patient Safety Challenge: Safe Surgery
Saves Lives (SSSL) pada tahun 2006 yang terdiri dari empat tantangan utama
dalam pelaksanaan prosedur pembedahan yaitu sebagai berikut.
a. Pembedahan sebagai pelayanan utama kesehatan publik
Prosedur pembedahan telah menjadi suatu bentuk pelayanan kesehatan global
yang terintegrasi dengan estimasi 234 juta operasi yang dilakukan setiap
tahunnya. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya angka kejadian penyakit
sistemik yang memerlukan pembedahan seperti penyakit kardiovaskular,
keganasan, trauma dan kecelakaan, serta meningkatnya angka harapan hidup.
b. Memastikan intervensi pembedahan yang dilakukan sesuai dengan evidencebased yang dapat dipercaya
c. Data preoperatif yang tidak memadai
d. Mengidentifikasi permasalah intraoperatif baik non-technical skills error
maupun human error
Permasalah an intraoperatif dan pasca operatif antara lain adalah kejadian
infeksi pada daerah operasi disebabkan waktu pemberian antibiotik profilaksis
yang tidak konsisten, komplikasi anestesi meningkat 100-1000 kali lebih tinggi
pada negara berkembang yang tidak melakukan standar monitoring, serta
kesalahan identifikasi pasien dan kesalahan lapangan operasi.
WHO telah melakukan sejumlah inisiasif global dan regional untuk
mengatasi masalah keselamatan bedah atau surgical safety. The Global Initiative
for Emergency and Essential Surgical Care dan the Guidelines for Essential
Trauma Care berfokus pada akses dan kualitas. . Tantangan global kedua pada
masalah keselamatan pasien: Safe Surgery Saves Lives membahas tentang
keselamatan dari perawatan bedah. The World Alliance for Patient Safety memulai
bekerja pada tantangan ini pada bulan Januari 2007. Tujuan dari tantangan ini
adalah untuk meningkatkan keamanan perawatan bedah di seluruh dunia dengan

cara mendefinisikan seperangkat inti standar keselamatan yang dapat diterapkan


pada semua negara anggota WHO. Untuk tujuan ini, kelompok ahli internasional
memulai untuk meninjau literatur dan pengalaman dokter di seluruh dunia.
Mereka mencapai konsesus pada empat bidang di mana perbaikan yang dramatis
dapat dibuat untuk keselamatan pasien bedah. Hal itu adalah: surgical site
infection prevention, safe anaesthesia, safe surgical teams dan measurement of
surgical services.6
1.

Surgical site infection prevention: Infeksi dari tempat pembedahan


tetap menjadi salah satu penyebab paling umum dari komplikasi
bedah yang serius. Bukti menunjukkan bahwa langkah- langkah
yang telah terbukti misalnya pemberian antibioktik profilaksis
satu jam sebelum insisi dan sterilisasi dari instrumen bedah tidak
secara konsisten diikuti. Hal ini sering bukan karena masalah biaya
atau kurangnya sumber daya, namun karena sistem yang lemah.
Antibioktik misalnya, diberikan perioperatif baik pada negara maju
dan berkembang namun seringkali obat ini diberikan terlalu dini,
terlambat, atau tidak teratur, membuat antibiotik menjadi tidak

2.

efektif dalam mengurangi bahaya pada pasien.


Safe anaesthesia: Komplikasi anestesi tetap merupakan penyebab
besar kematian pasien bedah di dunia, meskipun standar keselamatan
dan monitoring yang telah secara signifikan mengurangi kematian
yang tidak perlu dan kecacatan di negara maju. Tiga dekade yang
lalu pasien yang menjalani anestesi umum memiliki kemungkinan
kematian satu dari 5000 orang. Dengan berkembangnya pengetahuan
dan standar dasar dari perawatan, risiko ini telah turun ke satu dari
200.000 orang di negara maju peningkatan sebanyak 40 kali lipat.
Sayangnya, angka kematian terkait anestesi di negara berkembang
tampak 100 1000 kali lebih tinggi, menunjukkan keseriusan

3.

masalah kurangnya anestesi yang aman pada pembedahan.


Safe surgical teams: Kerjasama tim adalah inti dari sistem
fungsional yang efektif yang melibatkan banyak orang. Di kamar

operasi, dimana tekanan mungkin tinggi dan kehidupan diujung


tanduk, kerjasama tim merupakan komponen yang penting. Kualitas
dari kerjasama tim bergantung pada budaya dari tim dan pola
komunikasi, begitu juga dengan kemampuan klinis dan kesadaran
akan situasi oleh setiap anggota tim. Meningkatkan karakteristik tim
dapat meningkatkan komunikasi dan menurunkan risiko melukai
4.

pasien.
Measurement

of

surgical

services:

Masalah

utama

dalam

keselamatan bedah adalah kurangnya data dasar. Upaya untuk


mengurangi kematian maternal dan neonatal saat melahirkan
bergantung pada pengawasan rutin dari tingkat kematian dan sistem
perawatan obstetrik untuk memantau keberhasilan dan kegagalan.
Surveilans yang sama secara umum belum dilakukan untuk
perawatan bedah. Data dari pembedahan hanya tersedia untuk
sebagian kecil negara dan tidak terstandar. Surveilans rutin untuk
mengevaluasi dan mengukur layanan bedah harus ditetapkan jika
sistem

kesehatan

publik

ingin

memastikan

kemajuan

dan

meningkatkan keselamatan perawatan bedah.

Sementara prosedur pembedahan bertujuan untuk menyelamatkan nyawa,


perawatan bedah yang tidak aman dapat menyebabkan bahaya besar. Mengingat
hal tersebut dalam pembedahan memiliki implikasi yang signifikan bagi kesehatan
masyarakat. Di negara- negara industri, komplikasi dilaporkan terjadi pada 3-16%
dari prosedur bedah rawat inap, dengan tingkat kecacatan atau kematian permanen
sekitar 0,4 0,8%. Di negara- negara berkembang, penelitian menunjukkan
tingkat kematian 5-10% selama operasi besar. Kematian dari anestesi umum saja
dilaporkan setinggi satu dari 150 orang di bagian sub-sahara Afrika. Infeksi dan
penyebab kematian post operatif lainnya juga menjadi perhatian serius di seluruh
dunia. Minimal tujuh juta pasien bedah dirugikan oleh komplikasi bedah setiap
tahun termasuk setidaknya satu juta pasien yang meninggal selama atau segera
setelah prosedur pembedahan. 6

Masalah keselamatan bedah telah diakui di seluruh dunia. Di negaranegara maju, penelitian menunjukkan besarnya masalah ini. Di negara
berkembang infrastruktur dan peralatan yang kurang, perlengkapan dan kualitas
obat yang tidak dapat diandalkan, kekurangan dalam manajemen organisasi dan
pengendalian infeksi, kapasitas dan pelatihan personil yang tidak memadai, dan
kurangnya pembiayaan berkontribusi terhadap kesulitan untuk menhindari
masalah

keselamatan

bedah.

Oleh

karena

itu,

gerakan

global

untuk

mempromosikan perawatan bedah yang lebih aman dapat menyelamatkan nyawa


jutaan orang di seluruh dunia.6

2.3 Pre Operative Surgical Safety


Suatu kerangka kerja dibuat untuk perawatan intraoperatif yang lebih
aman di rumah sakit melibatkan kejadian yang rutin dari evaluasi pasien,
intervensi pembedahan dan persiapan pre operatif untuk perawatan post operatif
yang lebih sesuai masing-masing dengan risiko tertentu. Pada tahap pre operatif,
memperoleh informed consent, mengkonfirmasi identitas pasien dan situs operasi
serta prosedur yang akan dilakukan, memeriksa mesin anestesi dan ketersediaan
obat-obatan darurat, dan persiapan yang memadai untuk seluruh fase intraoperatif,
seluruhnya bisa diintervensi. Selama operasi, penggunaan antibiotik yang tepat
dan bijaksana , ketersedian dari hasil pencitraan yang penting, monitoring pasien
yang tepat, kerjasama tim yang efisien, anestesi dan penilaian bedah yang
kompeten, teknik bedah yang teliti dan komunikasi yang baik antar dokter bedah,
dokter anestesi, dan perawat diperlukan untuk memastikan hasil yang baik.
Setelah operasi, rencana perawatan yang jelas, pemahaman tentang kejadian
intraoperatif dan komitmen

untuk pemantauan berkualitas tinggi dapat

meningkatkan seluruh sistem pembedahan, sehingga meningkatkan keselamatan


pasien dan meningkatkan hasil. Ada juga kebutuhan untuk personil yang terlatih
dan sumber daya yang berfungsi, misalnya pencahayaan yang memadai dan

peralatan sterilisasi. Akhirnya, operasi yang aman memerukan jaminan kualitas


berkelanjutan dan pemantauan.
Kerjasama tim, anestesi dan pencegahan infeksi dari lokasi pembedahan
sangat penting untuk meningkatkan keselamatan operasi dan menyelamatkan
nyawa : tim bedah yang aman, dengan cara meningkatkan komunikasi antar
anggota tim untuk memastikan bahwa setiap langkah persiapan dicapai secara
tepat waktu dan memadai dengan penekanan pada kerja tim; anestesi yang aman,
dengan pemantauan pasien yang tepat dan persiapan lebih awal untuk
mengidentifikasi masalah yang berpotensi mematikan pada tindakan anestesi dan
resusitasi sebelum masalah ini menimbulkan kerusakan yang ireversibel;
Pencegahan infeksi lokasi pembedahan, melalui antiseptic dan pengendalian
kontaminasi di semua tingkat perawatan pasien; dan pengukuran layanan
bedah, dengan cara menciptakan suatu tolak ukur pada kesehatan masyarakat
untuk megukur penyediaan dan hasil dari perawatan bedah.

Tabel 1. The nature of the challenge

2.4 Surgical Safety Checklist

10

Pelayanan bedah merupakan pelayanan di rumah sakit yang sering


menimbulkan cidera medis dan komplikasi. Kematian dan komplikasi akibat
pembedahan dapat dicegah. Langkah yang dilakukan tim bedah terhadap pasien
yang akan di lakukan operasi untuk meningkatkan keselamatan pasien selama
prosedur pembedahan, mencegah terjadi kesalahan lokasi operasi, prosedur
operasi serta mengurangi komplikasi kematian akibat pembedahan sesuai dengan
sepuluh sasaran dalam safety surgery. Yaitu:6
1. Tim bedah akan melakukan operasi pada pasien dan lokasi tubuh yang
benar
2. Tim bedah akan menggunakan metode yang sudah di kenal untuk
mencegah bahaya dari pengaruh anestresia, pada saat melindungi
pasien dari rasa nyeri.
3. Tim bedah mengetahui dan secara efektif mempersiapkan bantuan
hidup dari adanya bahaya kehilangan atau gangguan pernafasan.
4. Tim bedah mengetahui dan secara efektif mempersiapkan adanya
resiko kehilangan darah.
5. Tim bedah menghindari adanya reaksi alergi obat dan mengetahui
adanya resiko alergi obat pada pasien.
6. Tim bedah secara konsisten menggunakan metode yang sudah dikenal
untuk meminimalkan adanya resiko infeksi pada lokasi operasi.
7. Tim bedah mencegah terjadinya tertinggalnya sisa kassa dan
instrument pada luka pembedahan.
8. Tim bedah akan mengidentifikasi secara aman dan akurat, specimen
(contoh bahan) pembedahan.
9. Tim bedah akan berkomunikasi secara efektif dan bertukar informasi
tentang hal-hal penting mengenai pasien untuk melaksanakan
pembedahan yang aman.
10. Rumah sakit dan system kesehatan masyarakat akan menetapkan
pengawasan yang rutin dari kapasitas , jumlah dan hasil pembedahan.
Surgery safety ceklist WHO merupakan penjabaran dari sepuluh hal
penting tersebut yang diterjemahkan dalam bentuk formulir yang diisi dengan
melakukan ceklist. Surgical safety checklist (SSCL) WHO diterapkan di bagian
bedah dan anestesi untuk meningkatkan kualitas dan menurunkan kematian dan

11

komplikasi akibat pembedahan. Tindakan pembedahan memerlukan persamaan


persepsi antara ahli bedah, anestesi, dan perawat.5 Surgical Safety Checklist di
kamar operasi digunakan melalui 3 tahap, masing-masing sesuai dengan alur
waktu yaitu sebelum induksi anestesi (Sign In), sebelum insisi kulit (Time Out)
dan sebelum mengeluarkan pasien dari ruang operasi (Sign Out).1
Implementasi Surgery Safety Checklist memerlukan seorang koordinator
untuk bertanggung jawab untuk memeriksa checklist. Koordinator biasanya
seorang perawat atau dokter atau profesional kesehatan lainnya yang terlibat
dalam operasi. Pada setiap fase, koordinator checklist harus diizinkan untuk
mengkonfirmasi bahwa tim telah menyelesaikan tugasnya sebelum melakukan
kegiatan lebih lanjut. Koordinator memastikan setiap tahapan tidak ada yang
terlewati, bila ada yang terlewati , maka akan meminta operasi berhenti sejenak
dan melaksanakan tahapan yang terlewati.6

Gambar 1. Surgical Safety Checklist.6

SIGN IN 6
Selama "sign in" sebelum induksi anestesi, koordinasitor checklist secara
lisan akan memastikan

identitas pasien telah dikonfirmasi, rencana prosedur

operasi dan lapangan operasi sudah tepat, dan bahwa persetujuan untuk operasi

12

telah disetuju pasien dan keluarga pasien secara tertulis. Koordinator akan
mengkonfirmasi bahwa lapangan operasi telah ditandai (marker). Koordinator
secara lisan meninjau dengan profesional risiko pada pasien dari kehilangan
darah, kesulitan bernapas, dan reaksi alergi dan apakah pemeriksaan keamanan
anestesi telah selesai. Rincian untuk masing-masing kotak di " Sign In" adalah
sebagai berikut :

PASIEN TELAH DIKONFIRMASI IDENTITAS, LAPANGAN OPERASI,


PROSEDUR, DAN PERSETUJUAN
Walaupun mungkin tampak berulang-ulang, langkah ini sangat penting
untuk memastikan bahwa tim tidak melakukan operasi pada pasien yang salah
atau melakukan prosedur yang salah. Konfirmasi pada wali aau anggota keluarga
lainnya dapat dilakukan pada kasus anak-anak. Jika wali atau anggota keluarga
tidak ada, maka langkah ini dapat dilewati seperti dalam keadaan darurat, kotak
harus dibiarkan tidak dicentang.

PENANDAAN BAGIAN YANG AKAN DIOPERASI


Koordinator Checklist harus mengkonfirmasi bahwa ahli bedah melakukan
telamenandai

bagian tubuh yang akan dioperasi biasanya permanen marker

berupa spidol terutama pada kasus yang melibatkan bagian tubuh yang lateralisasi
(perbedaan kiri atau kanan) atau beberapa struktur atau tingkat (misalnya jari
tertentu, kaki, lesi kulit, tulang belakang). Sitemarking untuk struktur garis tengah
(misalnya tiroid) atau struktur tunggal (misalnya limpa) akan mengikuti standar
praktek lokal.

MENYELESAIKAN ANESTESHESIA SAFETY CHECK


Koordinator meminta dokter anestesi

untuk memverifikasi checklist

pemeriksaan keamanan anestesi, yang terdiri dari pemeriksaan formal peralatan


anestesi, obat-obatan dan risiko pasien apabila menjalani prosedur anestesi. Selain
mengkonfirmasikan bahwa pasien cocok untuk operasi, dokter anestesi harus

13

menyelesaikan ABCDEs persiapan alat-alat untuk manajemen

Airway,

Breathing (termasuk oksigen dan agen inhalasi), suCtion, Drugs dan Emergency
medications terdiri dari obat-obatan dan perangkat untuk keadaan gawat darurat
medis.

PULSE OXIMETRY

TERPASANG PADA PASIEN DAN BERFUNGSI

DENGAN BAIK
Koordinator Checklist memastikan pulse oxymetri telah dipasang pada
pasien dan berfungsi dengan benar sebelum induksi anestesi. Idealnya, pulse
oximetri dapat dengan mudah dipantau oleh tim operasi dan sebuah sistem yang
dapat memberikan sinyal suara

harus digunakan bila memungkinkan untuk

mengingatkan tim operasi tentang informasi denyut nadi dan saturasi oksigen.
Pulse oximetry telah sangat direkomendasikan sebagai komponen penting dari
perawatan anestesi yang aman oleh WHO. Jika tidak pulse oximetry yang tersedia,
ahli bedah dan anestesi profesional harus mengevaluasi kondisi pasien dan
mempertimbangkan

menunda

operasi.

Dalam

keadaan

mendesak

untuk

menyelamatkan hidup atau anggota badan pasien, persyaratan ini bisa dicabut,
tapi kotak harus dibiarkan tidak dicentang.

APAKAH PASIEN MEMILIKI RIWAYAT ALERGI?


Koordinator harus bertanya apakah pasien memiliki riwayat alergi yang
dikenal. Hal ini harus dilakukan walaupun riwayat alergi telah tertulis dalam
rekam medik pasien dan mengkomunikasikan kemungkinan adanya alergi kepada
dokter anestesi.

APAKAH PASIEN MEMILIKI KEMUNGKINAN DIFFICULT AIRWAY ATAU


RISIKO ASPIRASI?

14

Koordinator harus secara lisan mengkonfirmasi bahwa tim anestesi telah


menilai apakah pasien memiliki kemungkinan kesulitan untuk menajemen jalan
nafas. Ada beberapa cara untuk menilai risiko kesulitan jalan nafas seperti skor
Mallampati, jarak thyromental, dan skor Bellhouse-Dor. Kematian karena
kesulitan nafas selama prosedur anestesi masih menjadi permasalahan utama dan
umum yang global tetapi dapat dicegah dengan perencanaan yang tepat. Jika
evaluasi jalan napas menunjukkan risiko tinggi untuk jalan nafas yang sulit seperti
skor Mallampati 3 atau 4, tim anestesi harus mempersiapkan rencana untuk
mengantisipasinya

mencakup

menyesuaiakan

metode

anestesi

(misalnya,

menggunakan anestesi regional jika mungkin) dan memiliki peralatan darurat


yang dapat dengan mudah diakses. Risiko aspirasi juga harus dievaluasi sebagai
bagian dari penilaian jalan napas. Jika pasien memiliki gejala refluks seperti mual
muntah atau perut penuh, tim anestesi profesional harus mempersiapkan
kemungkinan aspirasi. Risiko dapat dikurangi dengan memodifikasi rencana
anestesi, misalnya menggunakan teknik induksi cepat dan meminta bantuan dari
asisten untuk memberikan tekanan pada krikoid selama induksi. Pasien yang
dipastikan memiliki kemungkinan jalan nafas yang sulit atau memiliki risiko
aspirasi, kotak harus ditandai (dan induksi anestesi dimulai) hanya setelah ahli
anestesi menegaskan bahwa ia memiliki peralatan yang memadai dan asisten
yang mendampingi.
APAKAH PASIEN MEMILIKI RISIKO KEHILANGAN DARAH > 500 ML (7
ML / KGBB PADA ANAK)?
Dalam langkah keselamatan, koordinator meminta ahli anestesi apakah
pasien berisiko kehilangan lebih dari setengah liter darah selama operasi dalam
rangka untuk memastikan persiapan darah sebelum operasi. Bahaya yang paling
umum dan penting untuk pasien bedah dengan risiko syok hipovolemik meningkat
ketika kehilangan darah melebihi 500 ml (7 ml / kg pada anak-anak). Persiapan
transfusi darah yang memadai dan resusitasi dapat mengurangi konsekuensi ini.
Ahli bedah mungkin tidak konsisten mengkomunikasikan risiko kehilangan darah
pada ahli anestesi dan staf perawat. Oleh karena itu, jika anestesi profesional tidak

15

tahu apakah ada risiko kehilangan darah pada pasien ini, dia harus mendiskusikan
risiko tersebut dengan dokter bedah sebelum induksi anestesi. Jika ada risiko yang
signifikan dari kehilangan darah lebih dari 500 ml, sangat direkomendasikan
bahwa setidaknya dua botol infus 500ml dan central venous catheter telah
dipasang sebelum sayatan kulit. Selain itu, tim harus mengkonfirmasi
ketersediaan darah untuk resusitasi.
TIME OUT
Saat "time out", masing-masing anggota tim akan memperkenalkan diri
dengan nama dan perannya dalam tim operasi. Tim akan mengkonfirmasi bahwa
mereka melakukan operasi yang benar pada pasien yang benar dan kemudian
secara lisan meninjau dengan satu sama lain, elemen-elemen kritis dari rencana
operasi berdasarkan pertanyaan pada checklist sebagai panduan. Mereka juga
akan mengkonfirmasi bahwa antibiotik profilaksis telah diberikan setidaknya 60
menit sebelum time out dan pemeriksaan pencitraan seperti foto rontgent telah
ditampilkan.

KONFIRMASI BAHWA SEMUA ANGGOTA TIM OPERASI TELAH


MEMPERKENALKAN DIRI DENGAN NAMA DAN PERANNYA MASINGMASING
Anggota tim operasi mungkin sering berubah. Manajemen yang efektif
pada situasi berisiko tinggi mensyaratkan bahwa semua anggota tim memahami
masing-masing anggota dan peran mereka. Tim yang sudah akrab satu sama lain
dapat mengkonfirmasi bahwa semua orang telah diperkenalkan, tapi anggota baru
atau staf yang telah diputar ke ruang operasi sejak operasi terakhir harus
memperkenalkan diri, termasuk juga mahasiswa kedokteran.
DOKTER,

DOKTER

ANESTESI,

DAN

PERAWAT SECARA LISAN

MENGKONFIRMASI IDENTITAS PASIEN, BAGIAN TUBUH YANG AKAN


DIOPERASI

16

Langkah ini adalah standar "Time Out" atau "surgical pause". Sebelum
dokter bedah membuat sayatan kulit, koordinator Checklist atau anggota tim lain
akan meminta semua orang di ruang operasi untuk berhenti dan secara lisan
mengkonfirmasi nama pasien, operasi yang akan dilakukan, situs operasi, dan bila
sesuai, posisi pasien untuk menghindari operasi pada pasien yang salah. Misalnya,
perawat beredar mungkin mengumumkan, "Mari kita lakukan time out, " dan
kemudian melanjutkan, "Apakah semua orang setuju bahwa ini adalah pasien X
yang akan menjalani operasi inguinal hernia? "
Kotak ini tidak boleh diperiksa sampai ahli anestesi, dokter bedah, dan perawat
beredar secara eksplisit dan individual mengkonfirmasi kesepakatan.
MENGANTISIPASI KEMUNGKINAN KEADAAN KRITIS
Komunikasi tim yang efektif adalah komponen penting dari operasi yang
aman, kerja tim yang efisien, dan pencegahan komplikasi utama dengan
memastikan komunikasi tentang isu pasien yang kritis, selama "Time Out" yang
didiskusikan secara cepat di antara ahli bedah, staf anestesi dan perawat.
ULASAN DOKTER: APA SAJA KEMUNGKINAN LANGKAH KRITIS ATAU
TAK

TERDUGA

SELAMA

OPERASI,

DURASI

OPERASI,

DAN

KEMUNGKINAN VOLUME KEHILANGAN DARAH?


Sebuah diskusi tentang " kondisi kritis atau langkah tak terduga"
dimaksudkan untuk menginformasikan semua anggota tim dari setiap langkah
yang menempatkan pasien pada risiko untuk kehilangan darah yang cepat, cedera
atau morbiditas utama lainnya. Ini juga merupakan kesempatan untuk meninjau
langkah-langkah yang mungkin memerlukan peralatan khusus.
ULASAN AHLI ANESTESI: APAKAH ADA KONDISI SPESIFIK PASIEN
YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN?
Pada pasien berisiko untuk kehilangan darah besar, ketidakstabilan
hemodinamik atau morbiditas utama lainnya karena prosedur operasi, anggota tim
anestesi harus meninjau rencana spesifik dan kekhawatiran untuk resusitasi

17

khusunya persediaan produk darah dan penyakit komorbiditas (seperti jantung


atau paru, aritmia, kelainan darah).
ULASAN TIM PERAWAT: APAKAH STERILITAS TELAH DIKONFIRMASI?
APAKAH ADA MASALAH PERALATAN ATAU MASALAH LAINNYA?
Scrub nurse atau perawat instrumen menetapkan peralatan khusus sesuai
prosedur operasi dan harus secara lisan mengkonfirmasi sterilisasi yang
dilakukan.
APAKAH ANTIBIOTIK PROFILAKSIS TELAH DIBERIKAN DALAM 60
MENIT TERAKHIR?
Untuk mengurangi risiko infeksi bedah, koordinator akan menanyakan
apakah antibiotik profilaksis telah diberikan selama 60 menit sebelumnya.
Anggota tim yang bertanggung jawab untuk pemberian antibiotik (biasanya
anestesi profesional) harus memberikan konfirmasi verbal. Jika antibiotik
profilaksis belum diberikan, maka harus segera diberikan sebelum insisi. Jika
antibiotik profilaksis telah diberikan lagi lebih dari 60 menit sebelum operasi, tim
harus mempertimbangkan memberikan antibiotik lagi. Kotak harus dibiarkan
kosong jika tidak ada dosis tambahan yang diberikan. Jika profilaksis antibiotik
dianggap tidak tepat (misalnya kasus tanpa insisi kulit, kasus yang terkontaminasi
di mana antibiotik diberikan untuk pengobatan), kotak not applicable dapat
dicentang setelah tim secara lisan menegaskan hal ini.
APAKAH

PEMERIKSAAN

PENCITRAAN

PENTING

UNTUK

DITAMPILKAN?
Pencitraan sangat penting untuk memastikan perencanaan dan pelaksanaan
operasi yang tepat, termasuk prosedur ortopedi dan reseksi tumor. Selama "Time
Out", koordinator harus memastikan pada ahli bedah jika pencitraan perlu
ditampilkan untuk kasus ini. Jika pencitraan dibutuhkan tetapi tidak tersedia,
maka operasi harus ditunda sampai hasil pemeriksaan tersedia. Dokter bedah akan
memutuskan apakah akan melanjutkan tanpa pencitraan jika perlu tapi tidak

18

tersedia. Dalam keadaan seperti itu, bagaimanapun, kotak harus dibiarkan tidak
dicentang. Jika pencitraan tidak perlu, kotak "not applicable" harus dicentang.

SIGN OUT
Saat "sign out", tim akan meninjau bersama-sama operasi yang telah
dilakukan, menghitung kembali kassa dan instrumen yang digunakan selama
operasi, dan memberi label spesimen bedah apapun yang diperoleh. Akhirnya, tim
akan meninjau aspek hal-hal yang perlu dititikberatkan mengenai manajemen
pasca operasi dan pemulihan sebelum pasien dipindahkan dari ruang operasi ke
ruang pemulihan. "Sign Out" dapat dimulai oleh perawat beredar, ahli bedah atau
anestesi profesional dan harus diselesaikan sebelum ahli bedah meninggalkan
ruangan. Hal ini dapat berbarengan dengan penutupan luka.
PERAWAT SECARA LISAN MEMASTIKAN DENGAN TIM:

NAMA PROSEDUR TERCATAT


Prosedur operasi mungkin telah berubah atau diperluas daripada sebelum

operasi, koordinator Checklist harus mengkonfirmasi dengan dokter bedah dan


tim apa prosedur yang dilakukan.

INSTRUMEN, KASSA, DAN JARUM SUDAH DIHITUNG DENGAN


BENAR (ATAU TIDAK DIGUNAKAN)
Jumlah instrumen, kassa, dan jarum yang kemungkinan tertinggal dalam

rongga tubuh pasien dapat menyebabkan kesalahan yang fatal. Jika jumlah tidak
tepat sebelum dan sesudah operasi, tim harus mengambil langkah-langkah yang
tepat seperti memeriksa kain steril, tirai, sampah, atau jika perlu, memperoleh
gambaran radiografi.

PELABELAN SPESIMEN YANG DIDAPATKAN SELAMA OPERASI


(TERMASUK NAMA PASIEN)

19

Pelabelan spesimen patologis dapat menjadi fatal apabila kesalahan


identitas pasien dan telah terbukti menjadi penyebab utama kesalahan pada hasil
laboratorium.
APAKAH ADA MASALAH PADA PERALATAN YANG DIGUNAKAN?
DOKTER BEDAH, DOKTER ANESTESI, DAN PERAWAT MEMASTIKAN
PERMASALAHAN YANG PERLU DIPERHATIKAN UNTUK PEMULIHAN
PASIEN INI
Dokter bedah, dokter anestesi, dan perawat harus meninjau keadaan pasca
operasi meliput pemulihan dan rencana pengelolaan, dengan fokus khususnya
pada

permasalahan

intraoperatif

atau

masalah

anestesi

yang

mungkin

mempengaruhi pasien. Peristiwa yang menimbulkan risiko tertentu kepada pasien


selama pemulihan dan yang mungkin tidak jelas bagi semua yang terlibat terutama
yang bersangkutan.

20

BAB III
KESIMPULAN

1. Surgical Safety atau Keselamatan Pasien Bedah adalah merupakan suatu


sistem agar membuat pasien lebih aman dalam tindakan pembedahan.
2. Pelayanan bedah merupakan pelayanan di rumah sakit yang sering
menimbulkan cidera medis dan komplikasi. Salah satu dari usaha pencegahan
komplikasi tersebut adalah surgical safety checklist yang didesain oleh WHO
pada tahun 2008 yang terdiri dari 19 item dan diimplementasikan oleh
mayoritas rumah sakit di seluruh dunia.
3. Surgical Safety Checklist di kamar operasi digunakan melalui 3 tahap,
masing-masing sesuai dengan alur waktu yaitu sebelum induksi anestesi
(Sign In), sebelum insisi kulit (Time Out) dan sebelum mengeluarkan pasien
dari ruang operasi (Sign Out).

Daftar Pustaka

21

1. HaynesAB,WeisherTG,BerryWR,LipsitsSR, Breizat A. Hadi S, Dellinger


EP, Herbosa T, et al. A Surgical Safety Checklist to Reduce Morbidity and
Mortality in a Global Population. N Engl J Med 2009; 360:491-499.
2. World Health Organization. Forward Programme 2008-2009. WHO,
Geneva, 2009.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit. Permenkes NOMOR 1691/MENKES/PER/VIII/2011
4. Makary MA, Sexton JB, Freischlag JA, et al. Patient safety in surgery. Ann
Surg 2006;243(5):628-32
5. Weiser TG, Haynes AB, Dziekan G, Berry WR, Lipsitz SR, Gawande AA.
Effect of A 19-Item Surgical Safety Checklist During Urgent Operations in
A Global Patient Population. Ann Surg. 2010 May; 251(5):976-80.
6. World Health Organization. World Alliance for Patient Safety ; Safe Surgery
Saves Lives. First Edition. WHO Press, Switzerland, 2008.
7. World Health Organization. WHO Guidelines for Safe Surgery 2009, WHO
Press, Switzerland, 2009.
8. Suharjo JB, Cahyono B. Membangun Budaya Keselamatan Pasien dalam
Praktik Kedokteran (pp. 1-396). Kanisius, Yogyakarta, 2008.

22
Lampiran 1. Surgical Safety Checklist

Anda mungkin juga menyukai