Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tonsil atau yang lebih sering dikenal dengan amandel adalah massa yang
terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus
didalamnya, bagian organ tubuh yang berbentuk bulat lonjong melekat pada kanan
dan kiri tenggorok. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil
palatina, dan tonsil lingual yang membentuk lingkaran yang disebut cincin
Waldeyer. Semuanya mempunyai struktur dasar yang sama massa limfoid
ditunjang kerangka retinakulum jaringan penyambung.
Adenoid (tonsila faringeal) mempunyai struktur limfoidnya tersusun
dalam lipatan, sedangkan tonsila palatina mempunyai susunan limfoidnya sekitar
pembentukan seperti kripta. Sistem kripta yang kompleks dalam tonsila palatina
mungkin bertanggung jawab pada kenyataan bahwa tonsila palatina lebih sering
terkena penyakit daripada komponen cincin limfoid lainnya.
Tonsila lingualis mempunyai kripta-kripta kecil yang tidak terlalu
berlekuk-lekuk atau bercabang dibandingkan dengan tonsila palatina. Prevalensi
penyakit tonsillitis akut lebih sering terkena pada anak-anak, sedangkan tonsillitis
lingualis lebih sering terkena pada orang dewasa.
Tonsillitis merupakan salah satu dari penyakit THT yang sering
dikeluhkan pasien ketika berobat ke dokter. Banyak aspek yang harus diperhatikan
dalam penanganan tonsillitis ini. Dari sisi penyakitnya, terapinya, tindakannya,
akibat akibat yang ditimbulkan baik dari penyakitnya sendiri maupun dari terapi
atau tindakan yang dilakukakan.

B. Tujuan
Tujuan umum dari laporan kasus ini adalah untuk dapat lebih mendalami dan
memahami atas kasus kasus tentang tonsillitis. Tujuan khususnya adalah sebagai
pemenuhan tugas kepaniteraan stase THT.

BAB II
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS
Nama
Umur
JenisKelamin
Alamat
Tanggal MRS

: Ny. NN
: 49 Tahun
: Perempuan
: Kemayoran Jakarta Pusat
: 10 Januari 2015

B. ANAMNESIS (autoanamnesis)
KeluhanUtama:
Sakit tenggorokan 2 bulan
Keluhan Tambahan:
Os merasakan sakit pada telinga bagian kanan dan bunyi mendenging yang
dirasakan sudah 2 hari, tidak ada cairan yang keluar dari telinga. Os
merasakan demam yang hilang timbul 1 minggu.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Perempuan 49 tahun datang ke poli klinik THT dengan keluhan sakit
tenggorokan 2 bulan, demam 1 minggu disertai sakit telinga kanan dan
bunyi berdenging pada telinga kiri 2 hari akan tetapi tidak keluar cairan. Os
merasa terganggu saat tidur karena susah bernafas (sesak nafas), pada saat
tidur Os mendengkur. Os tidak sedang pilek dan batuk.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Os menyatakan tidak pernah mengalami hal serupa sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Os menyatakan tidak ada keluhan yang sama dalam keluarga.
Riwayat alergi :
Alergi terhadap cuaca dingin, akan tetapi alergi obat dan makanan disangkal.

Riwayat pengobatan :
Berobat ke puskesmas namun tidak ada perubahan. Dokter puskesmas
memberikan obat antibiotik dan antipeuretik, demam hilang akan tetapi sakit
pada tenggorokannya masih ada.
Riwayat Kehidupan Sosial:
Os tidak merokok, tidak suka makan makanan yang pedas.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran

: composmentis

Berat badan

: 64 kg

Tanda Vital
Tekanan darah : 120 / 80 mmHg
Penafasan

: 18 x/ menit

Nadi

: 72 x/menit

Suhu

: Afebris

D. Status Generalis
Kepala

: Normocephal,rambut bewarna hitam dan ada uban sedikit

Mata

distribusi rata
: Konjungtiva

anemis

(-/-),

konjungtiva

hiperemis

(-/-),sklera ikterik (-/-), refleks pupil (+/+) isokor,

Telinga
Hidung
Mulut
Tenggorok
Leher
Thorax
Inspeksi
Palpasi

:
:
:
:
:
:
:
:

pergerakan mata kesegala arah baik


Lihat status lokalis
Lihat status lokalis
Lihat status lokalis
Lihat status lokalis
Lihat status lokalis
Normochest, simetris, retraksi dinding dada (-)
Tidak ada bagian dada yang tertinggal saat bernapas

Perkusi
Auskultasi

: Sonor pada semua lapang paru


: Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi
: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra
Perkusi
: Batas jantung relatif dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, bising jantung (-)
Abdomen
Inspeksi
: Perut kembung (-), scar (-)
Palpasi
: Nyeri tekan (-), massa (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-)
Perkusi
: Timpani pada seluruh kuadran abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) normal 6 x/menit
Ekstremitas
Superior

: Akral hangat, udem (-/-), RCT < 2 detik, sianosis (-/-)

Inferior

: Akral hangat, udem (-/-), RCT < 2 detik, sianosis (-/-)

E. Status lokalis THT


1. Telinga
Tabel 1. Pemeriksaan telinga
AD
normotia, tanda radang

AS
Aurikula

normotia, tanda

(-), nyeri tarik aurikula

radang (-), nyeri tarik

(-), nyeri tekan tragus (-)

aurikula (-), nyeri


tekan tragus (+)

preaurikula appendege

Preaurikula

preaurikula

(-) tanda radang (-), pus

appendege (-) tanda

(-), nyeri tekan (-), fistula

radang (-), pus (-),

(-)

nyeri tekan (+),


fistula(-)

tenang, udem(-), fistel

Retroaurikula

tenang, udem(-),

(-), sikatriks (-), nyeri

fistel (-), sikatriks (-),

tekan (-)

nyeri tekan (-)

Hiperemis(-), udem(-),

MAE

Hiperemis (-), udem

sekret(-), serumen(-),

(-), serumen (-),

tanda radang(-),

sekret(-), tanda

massa(-)

radang(-), massa(-)

intak (+), tenang, reflek


cahaya (+)

Membran timpani

intak (+), tenang,


refleks cahaya(+)

Uji Rinne

Tidak ada lateralisasi

Uji Weber

Tidak ada lateralisasi

Sama dengan pemeriksa

Uji Schwabach

Sama dengan
pemeriksa

2. Hidung
Tabel 2. Pemeriksaan hidung
Pemeriksaan

Inspeksi
Rhinoskopi
anterior

Dextra

Sinistra

Dalam batas
normal
tenang

Bentuk dan
ukuran
mukosa

dalam batas
normal
tenang

sekret

eutrofi

konka
inferior
septum

lurus

eutrofi
lurus

polip /tumor
pasase

udara

Sinus paranasal:
Inspeksi

: pembengkakan pada wajah (-), bagian bawah

mata

(-), daerah diatas mata(-)


Palpasi

: nyeri tekan kedua pipi (-), atas orbita (-), medius


kontur (-)

Tes penciuman

Kanan: kopi, jarak 20 cm


Kiri
: kopi, jarak 20 cm
Kesan : normosmia

Transluminasi

Sinus maksilaris

nyeri tekan (-)


Sinus frontalis : tampak terang pada sinus frontalis, nyeri

: tampak terang pada sinus maksilaris,

tekan (-)

3. Tenggorok
Tabel 3. Pemeriksaan orofaring
Bagian

Pemeriksaan

Keterangan

Orofaring
Mulut

Mukosa mulut
Lidah
Palatum molle
Gigi geligi
Uvula

tenang
bersih, basah
tenang
gigi berlubang bawah
kiri
simetris

Tonsil

Mukosa

Hiperemis

Besar

TIII/TIIhiperemis

Kripta

Melebar +/+

Detritus

-/-

Perlengketan
Mukosa

-/tenang

Granula

Post nasal drip

Faring

Nasofaring (Rhinoskopi posterior)

Sulit dinilai

Laringofaring (Laringoskopi indirect)

Sulit dinilai

Tabel 4. Tes pengecapan

Manis
Asin
Asam
Pahit

+
+
+
+
Gambar 1. lingua

4. Pemeriksaan maksilofasial
Tabel 5. Pemeriksaan maksilofasial
Kanan
I.

Nervus
Olfaktorius

II.

Penciuman
Optikus

normosmia

Kiri
normosmia

Visus normal

Visus normal

(+)

Daya penglihatan

(+)

Refleks pupil
III. Okulomotor
(+)
(+)

Membuka kelopak mata

Gerakan bola mata ke

(+)

superior

(+)
(+)

(+)
(+)
(+)

Gerakan bola mata ke

(+)

inferior

(+)

Gerakan bola mata ke


medial

Gerakan bola mata ke

laterosuperior
IV. Troklear
(+)

Gerakan bola mata ke


V.

lateroinferior
Trigeminal

(+)
(+)
(+)
(+)

Tes sensoris

- Cabang oftalmikus (V1)


- Cabang maksila (V2)
- Cabang mandibula (V3)
VI. Abdusen
Gerakan bola mata ke lateral
VII. Fasial

(+)
(+)
(+)
(+)

(+)

Mengangkat alis

Kerutan dahi

Menunjukkan gigi

Daya kecap lidah 2/3


anterior

VIII. Akustikus

(+)
(+)
(+)

(+)

(+)
(+)
(+)
(+)

+
Lateralisasi (-)
Sama dg pemeriksa

Tes garpu tala


Uji rinne
Uji weber
Uji schwabach
IX. Glossofaringeal

(+)
(+)
X.
(+)

Refleks muntah
Daya kecap lidah 2/3

(+)
(+)
(+)

(+)
(+)

anterior
Vagus

Refleks muntah dan


menelan

(-)

+
Lateralisasi (-)
Sama dg pemeriksa

Deviasi uvula

(+)
(-)
(+)

Pergerakan palatum
XI. Assesorius

Memalingkan kepala

(+)
(+)

Kekuatan bahu
XII. Hipoglossus

(-)

Tremor lidah

(-)

Deviasi lidah

(-)
(-)

5. Leher
Thyroid
: Normal, pembesaran (-), nyeri tekan (-)
Kelenjar submental
: Pembesaran (-) nyeri tekan (-)
Kelenjar submandibula : Pembesaran (-) nyeri tekan (+/+)
Kelenjar jugularis
Superior : Pembesaran (-) nyeri tekan (-/-)
Media
: Pembesaran (-) nyeri tekan (-/-)
Inferior
: Pembesaran (-) nyeri tekan (-)
Kelenjar suprasternalis : Pembesaran (-) nyeri tekan (-)
Kelenjar supraklavikularis: Pembesaran (-) nyeri tekan (-)
F. Resume
Perempuan 49 tahun datang ke poli THT dengan keluhan sakit menelan
yang hilang timbul sejak 2 bulan yang lalu. Os mengeluhkan sakit
menelan saat makan, sering susah tidur karena sesak nafas, jika tidur bunyi
mendengkur, merasakan demam 1 minggu yang lalu (demam hilang

10

timbul). Os juga mengeluhkan adanya rasa sakit pada telinga sebelah


kanan dan bunyi mendenging pada telinga sebelah kiri sejak 2 hari pada
saat datang ke poli THT. Os menyatakan adanya alergi terhadap cuaca
dingin. Sebelum datang ke poli THT Os berobat ke PUSKESMAS namun
tidak ada perubahan. Os nampak sakit ringan, pada pemeriksaan telinga
didapatkan adanya nyeri tekan pada tragus sign telinga kiri, tonsil terlihat
membesar dengan ukuran TIII/TII, kripta melebar, terdapat nyeri tekan pada
kelenjar getah bening di bagian submandibula kanan dan kiri.
G. Diagnosis banding
1. Tonsillitis kronis hipertrofikans
2. Abses peritonsillar dekstra
H. Diagnosa Kerja
Tonsillitis kronis hipertrofikans
I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium:
darah rutin (Hemoglobin, Hematokrit, Trombosit, Leukosit)
Kultur dan resistensi apus tenggorok
Rontgen thorax PA
J. Penatalaksanaan
Non-medikamentosa
Stop merokok
Hindari konsumsi makanan pedas dan minuman dingin
Medikamentosa
Cefadroksil 3 x 500 mg
Tramadol 3 x 500 mg
Cetirizine 1 x 10 mg
Metil prednisolon 3 x 8 mg
Ambriksol 3 x 30 mg
Rencana Tonsillektomi bilateral
K. PROGNOSA
Quo ad vitam
Quo ad functionam

: ad bonam
: ad malam

11

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Tonsil
Tonsil atau yang lebih sering dikenal dengan amandel adalah massa yang
terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus
didalamnya, bagian organ tubuh yang berbentuk bulat lonjong melekat pada
kanan dan kiri tenggorok. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringal
(adenoid), tonsil palatina, dan tonsil lingual yang membentuk lingkaran yang
disebut cincin Waldeyer. Tonsil terletak dalam sinus tonsillaris diantara kedua
pilar fausium dan berasal dari invaginasi hipoblas di tempat ini. Tonsil
palatina yang biasanyadisebuttonsil saja terletakdidalam fosa tonsil.
Fosa tonsildibatasioleharkusfaring anterior dan arkusfaring posterior.
Arkusfaring

anterior

dibentukolehmuskuluspalatoglosus

yang

kerjanyamenyempitkanismusfaring, ototinidipersarafiolehnervusvagus (N.X).


Sedangkanarkusfaring posterior dibentukolehmuskuluspalatofaring, ototini
juga

dipersarafiolehnervusvagus

tonsiladalahmuskuluskonstriktorfaring

(N.X).

Batas

superior.

Pada

lateral
batas

atas

fosa
yang

disebutkutub atas (upper pole) terdapatsuaturuangkecil yang dinamakan fosa


supra

tonsil.

Fosa

iniberisijaringanikatjarang

biasanyamerupakantempatnanahmemecahkeluarbilaterjadiabses.
tonsildiliputiolehfasia

yang

merupakanbagiandarifasiabukofaring,

disebutkapsul yang sebenarnyabukanmerupakankapsul yang sebenarnya.

12

dan
Fosa
dan

Gambar 2. CincinWaldeyer
Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang
merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya
melekat pada dasar lidah. Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam
dan mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil adalah
epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus.
Didalam kriptus biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang
terlepas, bakteri dan sisa makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada
fasia faring yang sering juga disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat
erat pada otot faring, sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsillektomi.
Tonsil mendapat darah dari arteri palatina minor, arteri palatina asendens,
cabang tonsil arteri maksila eksterna, arteri faring asendens dan arteri lingualis
dorsal.
Tonsil lingual terletak didasar lidah dan dibagi menjadi 2 oleh ligamentum
glosoepiglotika. Digaris tengah, disebelah anterior massa ini terdapat foramen
sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila sirkumvalata.
Tempat ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus dan
secara klinik merupakan tempat penting bila ada massa tiroid lingual (lingual
thyroid) atau kista duktus tiroglossus.

13

Tonsil diperdarahi oleh beberapa cabang pembuluh darah, yaitu:


-

A. palatina ascenden, cabang A. fasialis, memperdarahi daerah


postero-inferior

A. tonsilaris, cabang A. fasialis, memperdarahi daerah antero-inferior

A. lingualis dorsalis, cabang A. maksilaris interna, memperdarahi


daerah antero-media

A. faringeal ascenden, cabang A. karotis eksterna, memperdarahi


daerah postero-superior

A. palatida descenden dan cabangnya, A. palatina mayor dan A.


palatina minor, memperdarahi daerah antero-superior
Daerah vena dialirkan melalui pleksus venosus perikapsular ke V.

lingualis dan pleksus venosus faringeal, yang kemudian bermuara ke V.


jugularis interna. Pembuluh darah vena tonsil berjalan dari palatum,
menyilang bagian lateral kapsula dan selanjutnya menembus dinding
faring.

Gambar 3. Vaskularisasi tonsil

14

Tonsil tidak mempunyai sistem limfatik aferen. Aliran limfe dari


parenkim tonsil ditampung pada ujung pembuluh limfe eferen yang
terletak pada trabekula yang kemudian membentuk pleksus pada
permukaan luar tonsil dan berjalan menembus M. konstrikstor faringeus
superior, selanjutnya menembus fasia bukofaringeus dan akhirnya menuju
kelenjar servikalis profunda yang terletak sepanjang pembuluh darah besar
leher, dibelakang dan di bawah arkus mandibula. Kemudian aliran limfe
ini dilanjutkan ke nodulus limfatikus daerah dada, untuk selanjutnya
bermuara ke duktus toraksikus.

Gambar 4. Aliran limfe tonsil


Inervasi tonsil terutama melalui N. palatina mayor dan minor
(cabang N. V2) dan N. lingualis (cabang N. IX). Nyeri pada tonsillitis
sering menjalar ke telinga, hal ini terjadi karena N. IX juga mempersarafi
membran timpani dan mukosa telinga tengah melalui Jacobsons nerve.
Peranan tonsil dalam mekanisme pertahanan tubuh masih
diragukan meskipun fungsinya memproduksi sel-sel limfosit. Berdasarkan
penelitian, ternyata tonsil memegang peranan penting dalam fase-fase awal

15

kehidupan, terhadap infeksi mukosa nasofaring dari udara pernafasan


sebelum masuk kedalam saluran nafas bagian bawah.
Hasil penelitian, mengenai kadar antibodi tonsil menunjukkan
bahwa parenkim tonsil memang mampu memproduksi antibodi. Penelitian
terakhir menyatakan bahwa tonsil memegang peranan dalam memproduksi
IgA, yang menyebabkan jaringan lokal resisten terhadap organisme
patogen.
Sewaktu baru lahir tonsil secara histologis tidak mempunyai
centrum germinativum, biasanya berbentuk kecil. Setelah antibodi ibu
habis, barulah mulai terjadi pembesaran tonsil dan adenoid, yang pada
permulaan kehidupan masa kanak-kanak dianggap normal dan dipakai
sebagai indeks aktifitas sistem imun. Pada waktu pubertas atau sebelum
masa pubertas, terjadi kemunduran fungsi tonsil yang disertai proses
involusi.
Organisme-organisme patogen yang terdapat pada flora normal
tonsil dan faring tidak menimbulkan peradangan, karena pada daerah ini
terdapat mekanisme pertahanan dan hubungan timbal balik antara berbagai
jenis organisme.
B. Tonsillitis
Tonsillitis sendiri adalah inflamasi pada tonsila palatine yang disebabkan oleh
infeki virus atau bakteri. Saat bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui
hidung atau mulut, tonsil berfungsi sebagai filter/penyaring menyelimuti
organisme yang berbahaya tersebut dengan sel-sel darah putih. Hal ini akan
memicu sistem kekebalan tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang
akan datang. Tetapi bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau
virus tersebut maka akan timbul tonsillitis. Dalam beberapa kasus ditemukan 3
macam tonsillitis, yaitu tonsillitis akut, tonsillitis membranosa, dan tonsillitis
kronis.

16

1. Tonsillitis akut
a. Etiologi
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A streptokokus
hemolitikus, pneumokokus, streptokokus viridan, dan streptokokus
pyogenes. Hemofilus influenzae merupakan penyebab tonsillitis akut
supuratif.
b. Patofisiologi
Penularan

penyakit

ini

terjadi

melalui

droplet.

Kuman

menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila kuman ini mengikis maka


jaringan limfoid superficial bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan
infiltrasi leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus
ini merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang
terlepas. Secara klinis detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak
sebagai bercak kuning.
Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsillitis
folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk aluralur maka akan terjadi tonsillitis lakunaris. Bercak detritus ini dapat
melebar sehingga terbentuk membran semu (pseudomembrane) yang
menutupi tonsil.

Gambar 5. Tonsilitis akut

17

c. Manifestasi klinik
Gejala dan tanda-tanda yang ditemukan dalam tonsillitis akut ini
meliputi demam dengan suhu tubuh yang tinggi, nyeri tenggorok dan nyeri
sewaktu menelan, nafas yang berbau, rasa lesu, rasa nyeri di persendian,
tidak nafsu makan, dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Rasa nyeri ditelinga
ini karena nyeri alih (referred pain) melalui saraf n.glosofaringius (n.IX).
Pada pemeriksaan juga akan nampak tonsil membengkak, hiperemis, dan
terdapat detritus berbentuk folikel, lacuna atau tertutup oleh membrane
semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan.
d. Komplikasi
Otitis media akut (pada anak- anak), abses peritonsillar, abses
parafaring, toksemia, septikemia, bronkitis, nefritis akut, miokarditis, dan
arthritis.
e. Pemeriksaan
1) Tes Laboratorium
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah
bakteri yang ada dalam tubuh pasien merupkan bakteri grup A, karena
grup ini disertai dengan demam reumatik, glomerulonefritis.
2) Pemeriksaan penunjang
Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.
3) Terapi
Dengan menggunakan antibiotic spektrum lebar dan sulfonamide,
antipiretik, dan obat kumur yang mengandung desinfektan.

18

f. Perawatan
Perawatan yang dilakukan pada penderita tonsillitis biasanya dengan perawatan
sendiri dan dengan menggunakan antibiotik. Tindakan operasi hanya dilakukan
jika sudah mencapai tonsillitis yang tidak dapat ditangani sendiri.
1) Perawatan sendiri
Apabila penderita tonsillitis diserang karena virus sebaiknya biarkan virus itu
hilang dengan sendirinya. Selama satu atau dua minggu sebaiknya penderita
banyak istirahat, minum minuman hangat.
2) Antibiotik
Jika tonsillitis disebabkan oleh bakteri maka antibiotik yang akan berperan
dalam proses penyembuhan. Antibiotik oral perlu dimakan selama setidaknya
10 hari.
3) Tindakan operasi
Tonsillektomi biasanya dilakukan jika pasien mengalami tonsillitis selama
tujuh kali atau lebih dalam setahun, pasien mengalami tonsillitis lima kali atau
lebih dalam dua tahun, tonsil membengkak dan berakibat sulit bernafas,
adanya abses.
2. Tonsillitis membranosa
Ada beberapa macam penyakit yang termasuk dalam tonsillitis
membranosa beberapa diantaranya yaitu Tonsillitis difteri, Tonsillitis septik, serta
Angina plaut vincent, penyakit kelainan darah seperti leukemia akut, anemia
pernisiosa, neutropenia maligna serta infeksi mononukleosis, proses spesifik luas
dan tuberkulosis, infeksi jamur moniliasis, aktinomikosis dan blastomikosis, serta
infeksi virus morbili, pertusis, dan skarlatina.

19

Gambar 6. Detritus pada tonsil.

a. Tonsillitis difteri

Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah kuman Corynebacterium diphteriae yaitu

suatu bakteri gram positif pleomorfikpenghuni saluran pernapasan atas yang


dapat menimbulkan abnormalitas toksik yang dapat mematikan bila terinfeksi
bakteriofag.

Patofisiologi
Bakteri masuk melalui mukosa lalu melekat serta berkembang biak pada

permukaan mukosa saluran pernapasan atas dan mulai memproduksi toksin


yang merembes ke sekeliling lalu selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh
melalu pembuluh darah dan limfe. Toksin ini merupakan suatu protein yang
mempunyai 2 fragmen yaitu aminoterminal sebagai fragmen A dan fragmen B,
carboxyterminal yang disatukan melalui ikatan disulfide.

Manifestasi klinis
Tonsillitis difteri ini lebih sering terjadi pada anak-anak pada usia 2-5

tahun.

Penularan

melalui

udara,

benda

atau

makanan,

dan

uang

terkontaminasai dengan masa inkubasi 2-7 hari. Gambaran klinik dibagi dalam
3 golongan yaitu:

20

Gejala umum dari penyaki ini adalah terjadi kenaikan suhu subfebris,
nyeri menelan, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, dan nadi
lambat.
Gejala lokal berupa nyeri tenggorok, tonsil membengkak ditutupi bercak
putih kotor makin lama makin meluas dan menyatu membentuk membran
semu. Membran ini melekat erat pada dasar dan bila diangkat akan timbul
pendarahan. Jika menutupi laring akan menimbulkan serak dan stridor
inspirasi, bila menghebat akan terjadi sesak nafas. Bila infeksi tidak
terbendung, kelenjar limfa leher akan membengkak menyerupai leher sapi
(bull neck).
Gejala eksotoksin akan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu
pada jantung berupa miokarditis sampai decompensation cordis, mengenai
saraf kranial menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot
pernapasan, dan pada ginjal menimbulkan albuminoria.

Diagnosis
Diagnosis tonsillitis difteri harus dibuat berdasarkan pemeriksaan klinis

karena

penundaan

pengobatan

akan

membahayakan

jiwa

penderita.

Pemeriksaan preparat langsung diidentifikasi secara fluorescent antibody


technique yang memerlukan seorang ahli. Diagnosis pasti dengan isolasi C,
diphteriae

dengan

pembiakan

pada

media

Loffler

dilanjutkan

tes

toksinogenesitas secara vivo dan vitro. Cara PCR (Polymerase Chain


Reaction) dapat membantu menegakkan diagnosis tapi pemeriksaan ini mahal
dan masih memerlukan pengawasan lebih lanjut untuk menggunakan secara
luas.

Pemeriksaan
Tes Laboratorium
Dilakukan dengan cara preparat langsung kuman(dari permukaan
bawah membran semu). Medium transport yang dapat dipakai adalah agar
Mac conkey atau Loffler.

21

Tes Schick (tes kerentanan terhadap difteria)


Terapi
Anti difteri serum diberikan segera tanpa menunggu hasil kultur dengan dosis
20.000-100.000 unit tergantung dari umur dan beratnya penyakit itu.

Pengobatan
Tujuan dari pengobatan penderita diphtheria adalah menginaktivasi toksin

yang belum terikat secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar penyulit


yang terjadi minimal, mengeliminasi C.diphteriae untuk mencegah penularan
serta mengobati infeksi penyerta dan penyulit diphtheria. Secara umum dapat
dilakukan dengan cara istirahat selama kurang lebih 2 minggu serta pemberian
cairan.
Secara khusus dapat dilakukakan dengan pemberian :
Antitoksin : serum anti diphtheria (ADS)
Anti microbial : untuk menghentikan produksi toksin, yaitu penisilin
prokain 50.000-100.000 KI/BB/hari selama 7-10 hari, bila alergi diberikan
eritromisin 40 mg/kg/hari.
Kortikosteroid : diberikan kepada penderita dengan gejala obstruksi
saluran nafas bagian atas dan bila terdapat penyulit miokardiopati toksik.
Pengobatan penyulit : untuk menjaga agar hemodinamika penderita tetap
baik oleh karena penyulit yang disebabkan oleh toksin umumnya
reversible.
Pengobatan carrier : ditujukan bagi penderita

yang tidak mempunyai

keluhan.

Komplikasi
Laringitis difteri, miokarditis, kelumpuhan otot palatum mole, kelumpuhan

otot mata, otot faring laring sehingga suara parau, kelumpuhan otot
pernapasan, dan albuminuria.

22

Pencegahan
Untuk mencegah penyakit ini dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan

pada diri anak serta memberikan penyuluhan tentang penyakit ini pada anakanak. Selain itu juga diberikan imunisasi yang terdiri dari imunisasi DPT dan
pengobatan carrier.

Tes kekebalan

Kekebalan aktif diperoleh dengan cara inapparent infection dan imunisasi


dengan toksoid diphtheria.
Kekebalan pasif diperoleh secara transplasental dari ibu yang kebal
terhadap diphtheria (sampai 6 bulan) dan suntikan antitoksin (2-3 minggu).
b. Tonsillitis septik
Penyebab dari tonsillitis ini adalah Streptokokus hemolitikus yang terdapat
dalam susu sapi sehingga dapat timbul epidemik. Oleh karena itu perlu adanya
pasteurisasi sebelum mengkonsumsi susu sapi tersebut.
c. Angina plaut vincent
Etiologi
Penyakit ini disebabkan karena kurangnya hygiene mulut, defisiensi
vitamin C serta kuman spirilum dan basil fusi form.
Manifestasi klinis
Penyakit ini biasanya ditandai dengan demam sampai 39o celcius, nyeri
kepala, badan lemah, dan terkadang terdapat gangguan pencernaan. Rasa nyeri di
mulut, hipersalivasi, gigi, dan gusi berdarah.
Pemeriksaan
Mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak membrane putih keabuan di
atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta prosesus alveolaris, mulut berbau dan
kelenjar submanibula membesar.

23

Pengobatan
Memperbaiki hygiene mulut, antibiotika spektrum luas selama 1 minggu,
juga pemberian vitamin C dan B kompleks.
3. Tonsillitis kronis
Etiologi
Bakteri penyebab tonsillitis kronis sama halnya dengan tonsillitis akut ,
namun terkadang bakteri berubah menjadi bakteri golongan Gram negatif.
Faktor predisposisi
Hygiene mulut yang buruk, pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat,
rangsangan kronik karena rokok maupun makanan.
Patofisiologi
Karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid
terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti dengan
jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga ruang antara kelompok
melebar yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas hingga menembus kapsul
dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fosa tonsillaris.
Pemeriksaan
1) Terapi
Terapi mulut (terapi lokal) ditujukan kepada hygiene mulut dengan berkumur
atau obat isap.
Terapi radikal dengan tonsillektomi bila terjadi infeksi yang berulang atau
kronik, gejala sumbatan serta curiga neoplasma.
2) Faktor penunjang

24

Kultur dan uji resistensi kuman dari sedian apus tonsil.

Gambar 7. Tonsilitis kronik


Komplikasi
Timbul rinitis kronis, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum,
endokarditis, arthritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitus, dermatitis,
pruritus, urtikaria, dan furunkulosis.
C. Indikasi tonsillektom
Tonsillektomi menurut American Academy of Otolaryngology (AAO) adalah:
1. Indikasi Absolut
a. Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran
napas, disfagia berat, gangguan tidur dan komplikasi
kardiopulmoner.
b. Abses peritonsillar yang tidak membaik dengan pengobatan
medis dan drainase.
c. Tonsillitis yang menimbulkan kejang demam.
d. Tonsillitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan
patologi anatomi
2. Indikasi Relatif
a. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan
terapi antibiotik adekuat.

25

b. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik


dengan pemberian terapi medis.
c. Tonsillitis kronik atau berulang pada karier streptokokus
yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik laktamase resisten
D. Teknik teknik tonsillektomi
1. Guillotine
Tonsilektomi cara guillotine dikerjakan secara luas sejak
akhir abad ke 19, dan dikenal sebagai teknik yang cepat dan
praktis untuk mengangkat tonsil. Namun tidak ada literatur
yang

menyebutkan

kapan

tepatnya

metode

ini

mulai

dikerjakan. Tonsillotom modern atau guillotine dan berbagai


modifikasinya merupakan pengembangan dari sebuah alat yang
dinamakan uvulotome. Uvulotome merupakan alat yang
dirancang untuk memotong uvula yang edematosa atau
elongasi.
Laporan operasi tonsillektomi pertama dilakukan oleh
Celcus pada abad ke-1, kemudian Albucassis di Cordova
membuat sebuah buku yang mengulas mengenai operasi dan
pengobatan secara lengkap dengan teknik tonsillektomi yang
menggunakan pisau seperti guillotine. Greenfield Sluder pada
sekitar akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 merupakan
seorang ahli yang sangat merekomendasikan teknik Guillotine
dalam tonsillektomi. Beliau mempopulerkan alat Sluder yang
merupakan modifikasi alat guillotine.
Hingga kini, di UK tonsillektomi cara guillotine masih
banyak digunakan. Hingga dikatakan bahwa teknik Guillotine
merupakan teknik tonsillketomi tertua yang masih aman untuk
digunakan hingga sekarang. Negara-negara maju sudah jarang
yang melakukan cara ini, namun di beberapa rumah sakit masih

26

tetap dikerjakan. Di Indonesia, terutama di daerah masih lazim


dilakukan cara ini dibandingkan cara diseksi.
Kepustakaan lama menyebutkan beberapa keuntungan
teknik ini yaitu cepat, komplikasi anestesi kecil, biaya kecil.

2. Diseksi
Kebanyakan tonsillektomi saat ini dilakukan dengan
metode diseksi. Hanya sedikit ahli THT yang secara rutin
melakukan tonsillektomi dengan teknik sluder. Di negaranegara barat, terutama sejak para pakar bedah mengenal
anestesi umum dengan endotrakeal pada posisi rose yang
mempergunakan alat pembuka mulut davis, mereka lebih
banyak mengerjakan tonsillektomi dengan cara diseksi. Cara
ini juga banyak digunakan pada pasien anak.
Walaupun telah ada modifikasi teknik dan penemuan
peralatan dengan desain yang lebih baik untuk tonsillektomi,
prinsip dasar teknik tonsillektomi tidak berubah. Pasien
menjalani anestesi umum (general endotracheal anesthesia).
Teknik operasi meliputi: memegang tonsil, membawanya ke
garis tengah, insisi membran mukosa, mencari kapsul tonsil,
mengangkat dasar tonsil dan mengangkatnya dari fossa dengan
manipulasi hati-hati. Lalu dilakukan hemostasis dengan
elektokauter atau ikatan. Selanjutnya dilakukan irigasi pada
daerah tersebut dengan salin.
Bagian penting selama tindakan adalah memposisikan
pasien dengan benar dengan mouth gag pada tempatnya.
Lampu kepala digunakan oleh ahli bedah dan harus diposisikan
serta dicek fungsinya sebelum tindakan dimulai. Mouth gag
diselipkan dan bilah diposisikan sehingga pipa endotrakeal
terfiksasi aman diantara lidah dan bilah. Mouth gag paling baik
ditempatkan dengan cara membuka mulut menggunakan
jempol dan 2 jari pertama tangan kiri, untuk mempertahankan

27

pipa endotrakeal tetap di garis tengah lidah. Mouth gag


diselipkan dan didorong ke inferior dengan hati-hati agar ujung
bilah tidak mengenai palatum superior sampai tonsil karena
dapat menyebabkan perdarahan. Saat bilah telah berada
diposisinya dan pipa endotrakeal dan lidah di tengah, wire bail
untuk gigi atas dikaitkan ke gigi dan mouth gag dibuka.
Tindakan ini harus dilakukan dengan visualisasi langsung
untuk menghindarkan kerusakan mukosa orofaringeal akibat
ujung bilah. Setelah mouth gag dibuka dilakukan pemeriksaan
secara hati-hati untuk mengetahui apakah pipa endotrakeal
terlindungi adekuat, bibir tidak terjepit, sebagian besar dasar
lidah ditutupi oleh bilah dan kutub superior dan inferior tonsil
terlihat. Kepala di ekstensikan dan mouth gag dielevasikan.
Sebelum memulai operasi, harus dilakukan inspeksi tonsil, fosa
tonsilar dan palatum durum dan molle.
Mouth gag yang dipakai sebaiknya dengan bilah yang
mempunyai alur garis tengah untuk tempat pipa endotrakeal
(ring blade). Bilah mouth gag tersedia dalam beberapa ukuran.
Anak dan dewasa (khususnya wanita) menggunakan bilah no. 3
dan laki-laki dewasa memerlukan bilah no. 4. Bilah no. 2
jarang digunakan kecuali pada anak yang kecil. Intubasi nasal
trakea lebih tepat dilakukan dan sering digunakan oleh banyak
ahli bedah bila tidak dilakukan adenoidektomi.

28

Gambar 8.Tonsillektomi

3. Electrosurgery (Bedah listrik)


Awalnya, bedah listrik tidak bisa digunakan bersama
anestesi umum, karena mudah memicu terjadinya ledakan.
Namun, dengan makin berkembangnya zat anestetik yang
nonflammable

dan

perbaikan

peralatan

operasi,

penggunaan teknik bedah listrik makin meluas.


Pada bedah listrik transfer energi berupa

maka
radiasi

elektromagnetik (energi radiofrekuensi) untuk menghasilkan


efek pada jaringan. Frekuensi radio yang digunakan dalam
spektrum elektromagnetik berkisar pada 0.1 hingga 4 MHz.
Penggunaan gelombang pada frekuensi ini mencegah terjadinya
gangguan konduksi saraf atau jantung. Pada teknik ini
elektroda tidak menjadi panas, panas dalam jaringan terbentuk
karena adanya aliran baru yang dibuat dari teknik ini. Teknik
ini menggunakan listrik 2 arah (AC) dan pasien termasuk
dalam jalur listrik (electrical pathway).
Teknik bedah listrik yang paling paling umum adalah
monopolar blade, monopolar suction, bipolar dan prosedur
dengan bantuan mikroskop. Tenaga listrik dipasang pada
kisaran 10 sampai 40 W untuk memotong, menyatukan atau

29

untuk koagulasi. Bedah listrik merupakan satu-satunya teknik


yang dapat melakukan tindakan memotong dan hemostase
dalam satu prosedur. Dapat pula digunakan sebagai tambahan
pada prosedur operasi lain.

4. Radiofrekuensi
Pada teknik radiofrekuensi, elektroda disisipkan langsung
ke jaringan. Densitas baru di sekitar ujung elektroda cukup
tinggi untuk membuat kerusakan bagian jaringan melalui
pembentukan panas. Selama periode 4-6 minggu, daerah
jaringan yang rusak mengecil dan total volume jaringan
berkurang. Pengurangan jaringan juga dapat terjadi bila energi
radiofrekuensi diberikan pada medium penghantar seperti
larutan salin. Partikel yang terionisasi pada daerah ini dapat
menerima cukup energi untuk memecah ikatan kimia di
jaringan. Karena proses ini terjadi pada suhu rendah (40 C 70 C), mungkin lebih sedikit jaringan sekitar yang rusak.
Alat radiofrekuensi yang paling banyak tersedia yaitu alat
Bovie, Elmed Surgitron system (bekerja pada frekuensi 3,8
MHz), the Somnus somnoplasty system (bekerja pada 460 kHz),
the

ArthroCare

coblation

system

dan

Argon

plasma

coagulators. Dengan alat ini, jaringan tonsil dapat dibuang


seluruhnya, ablasi sebagian atau berkurang volumenya.
Penggunaan

teknik

radiofrekuensi

dapat

menurunkan

morbiditas tonsillektomi. Namun masih diperlukan studi yang


lebih besar dengan desain yang baik untuk mengevaluasi
keuntungan dan analisa biaya dari teknik ini.

5. Skalpel harmonik

30

Skalpel harmonik menggunakan teknologi ultrasonik untuk


memotong dan mengkoagulasikan jaringan dengan kerusakan
jaringan minimal. Teknik ini menggunakan suhu yang lebih
rendah

dibandingkan

elektrokauter

dan

laser.

Dengan

elektrokauter atau laser, pemotongan dan koagulasi terjadi bila


temperatur sel cukup tinggi untuk tekanan gas dapat memecah
sel tersebut (biasanya 150 C 400 C), sedangkan dengan
skalpel harmonik temperatur disebabkan oleh friksi jauh lebih
rendah (biasanya 50 C - 100 C). Sistem skalpel harmonik
terdiri atas generator 110 Volt, handpiece dengan kabel
penyambung, pisau bedah dan pedal kaki.
Alatnya memiliki 2 mekanisme memotong yaitu oleh pisau
tajam yang bergetar dengan frekuensi 55,5 kHz sejauh lebih
dari 80 m (paling penting), dan hasil dari pergerakan maju
mundur yang cepat dari ujung pemotong saat kontak dengan
jaringan yang menyebabkan peningkatan dan penurunan
tekanan jaringan internal, sehingga menyebabkan fragmentasi
berongga dan pemisahan jaringan. Koagulasi muncul ketika
energi mekanik ditransfer kejaringan, memecah ikatan hidrogen
tersier menjadi protein denaturasi dan melalui pembentukan
panas dari friksi jaringan internal akibat vibrasi frekuensi
tinggi.
Skalpel harmonik memiliki beberapa keuntungan dibanding
teknik bedah lain, yaitu: Dibandingkan dengan elektrokauter
atau laser, kerusakan akibat panas minimal karena proses
pemotongan dan koagulasi terjadi pada temperatur lebih rendah
dan charring, desiccation (pengeringan) dan asap juga lebih
sedikit. Tidak seperti elektrokauter, skalpel harmonik tidak
memiliki energi listrik yang ditransfer ke atau melalui pasien,
sehingga tidak ada strayenergy (energi yang tersasar) yang
dapat menyebabkan shock atau luka bakar. Dibandingkan
teknik skalpel, lapangan bedah terlihat jelas

31

karena lebih

sedikit perdarahan, perdarahan pasca operasi juga minimal.


Dibandingkan dengan teknik diseksi standar dan elektrokauter,
teknik ini mengurangi nyeri pascaoperasi. Teknik ini juga
menguntungkan bagi pasien terutama yang tidak bisa
mentoleransi kehilangan darah seperti pada anak-anak, pasien
dengan anemia atau defisiensi faktor VIII dan pasien yang
mendapatkan terapi antikoagulan.
6. Coblation
Teknik coblation juga dikenal dengan nama plasmamediated tonsillar ablation, ionised field tonsillar ablation;
radiofrequency tonsillar ablation; bipolar radiofrequency
ablation; cold tonsillar ablation.
Teknik ini menggunakan bipolar electrical probe untuk
menghasilkan listrik radiofrekuensi (radiofrequency electrical)
baru melalui larutan natrium klorida.

Keadaan ini akan

menghasilkan aliran ion sodium yang dapat merusak jaringan


sekitar. Coblationprobe memanaskan jaringan sekitar lebih
rendah dibandingkan probe diatermi standar (suhu 60 C (45 85 C) dibanding lebih dari 100 C).
National Institute for clinical excellence menyatakan bahwa
efikasi teknik coblation sama dengan teknik tonsillektomi
standar tetapi teknik ini bermakna mengurangi rasa nyeri, tetapi
komplikasi utama adalah perdarahan.
7. Intracapsular partial tonsillectomy
Intracapsular

tonsillectomy

merupakan

tonsillektomi

parsial yang dilakukan dengan menggunakan mikrodebrider


endoskopi.

Meskipun

mikrodebrider

endoskopi

bukan

merupakan peralatan ideal untuk tindakan tonsilektomi, namun


tidak ada alat lain yang dapat menyamai ketepatan dan
ketelitian alat ini dalam membersihkan jaringan tonsil tanpa
melukai kapsulnya.

32

Pada tonsilektomi intrakapsular, kapsul tonsil disisakan


untuk menghindari terlukanya otot-otot faring akibat tindakan
operasi dan memberikan lapisan pelindung biologis bagi otot
dari sekret. Hal ini akan mencegah terjadinya perlukaan
jaringan dan mencegah terjadinya peradangan lokal yang
menimbulkan nyeri, sehingga mengurangi nyeri pasca operasi
dan mempercepat waktu pemulihan. Jaringan tonsil yang
tersisa akan meningkatkan insiden tonsillar regrowth. Tonsillar
regrowth dan tonsilitis kronis merupakan hal yang perlu
mendapat

perhatian khusus dalam teknik tonsillektomi

intrakapsuler. Tonsillitis kronis dikontraindikasikan untuk


teknik ini.
Keuntungan teknik ini angka kejadian nyeri dan perdarahan
pasca operasi lebih rendah dibanding tonsillektomi standar.
Tetapi masih diperlukan studi dengan desain yang baik untuk
menilai keuntungan teknik ini.
8. Laser (CO2-KTP)
Laser tonsil ablation (LTA) menggunakan CO2 atau KTP
(Potassium

Titanyl

Phospote)

untuk

menguapkan

dan

mengangkat jaringan tonsil. Teknik ini mengurangi volume


tonsil dan menghilangkan recesses pada tonsil yang
meyebabkan infeksi kronik dan rekuren.
LTA dilakukan selama 15-20 menit dan dapat dilakukan di
poliklinik dengan anestesi lokal. Dengan teknik ini nyeri
pascaoperasi minimal, morbiditas menurun dan kebutuhan
analgesia

pascaoperasi

berkurang.

Tekhnik

ini

direkomendasikan untuk tonsillitis kronik dan rekuren, sore


throat kronik, halitosis berat atau obstruksi jalan nafas yang
disebabkan pembesaran tonsil.
BAB IV

33

KESIMPULAN

A.

Kesimpulan
Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman
Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus viridians, Streptococcus
pyogenes, Pneumococcus, Haemophylus influenzae dan Staphylococcus,
dapat juga disebabkan oleh virus. Tonsilitis kronik merupakan hasil dari
serangan tonsillitis akut yang berulang. Terdapat beberapa jenis tonsiitis,
yaitu tonsilitis akut, tonsilitis foliularis, tonsilitis lakunaris, tonsilitis
membranosa, dan tonsilitis kronis.
Kuman-kuman penyebab menginfiltrasi lapisan epitel dan terjadi
reaksi jaringan limfoid superfisial. Terdapat pembendungan radang dengan
infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Proses ini tampak sebagau detritus
pada korpus tonsil. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan
epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis
folikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi
tonsillitis lakunaris.
Manifestasi klinik tonsillitis akut berupa sakit tenggorokan, sakit
saat menelan, muntah. Tonsil bengkak, panas, gatal, sakit pada otot dan
sendi, nyeri pada seluruh badan, sakit kepala dan sakit pada telinga. Pada
tonsilitis dapat mengakibatkan kekambuhan sakit tenggorokan dan keluar
nanah pada lekukan tonsil.
Komplikasi dapat berupa abses peritonsil, otitis media akut,
mastioditis, laryngitis, sinusitis, rinitis, endokarditis bakterialis, arthritis
reumatoid, GNAPS dan lain-lain.
Penatalaksanaan tonsilitis

akut

dapat

diberikan

obat-obat

simpotamatis dan antibiotik (penisilin V atau eritromisin). Sedangkan


tonsilitis kronis dapat diberikan amosisilin + asam klavulanat atau
klindamisin).
Terdapat dua indikasi tonsilektomi, yaitu indikasi yang bersifat
realtif dan absolut. Sedangkan terdapat 8 buah metode tonsilektomi.

34

B.

Saran
Tonsilitis seringkali diremehkan oleh penderita maupun orangtua
dari anak yang menderita. Sebagai dokter, maka perlu diberikan penjelasan
tentang penyakit, komplikasi, serta pilihan terapi baik dengan obat
maupun tindakan pembedahan. Dokter juga harus memberikan informasi
tentang hal-hal yang dapat menyebabkan kambuhnya penyakit ini.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Rusmarjono, Soepardi Efiaty A. Faringitis Tonsilitis,dan Hipertrofi Adenoid.


Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher.
Edisi keenam. Jakarta: FKUI, 2009. h. 217 230

35

2.

Soepardi Efiaty A, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi keenam, Fakultas Kedokteran Universitas

3.
4.

Indonesia, Jakarta. h. 102 103


Adams, George L. 1997. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC
Radang
Amandel
(Tonsilitis).
Diakses
dari
Original
Article:http://www.mayoclinic.com/health/tonsillitis/DS00273 pada tanggal

5.

25 September 2012.
Ballenger JJ. Diseases of the oropharynx. In: Otorhinolaryngology head and
the neck surgery. 15th Ed. Lea Febiger Book. Baltimore, Philadelphia,

6.

Hongkong, London, Munich, Sydney, Tokyo, 1995:236-44.


Pedoman Diagnosis Dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung,

7.

dan Tenggorok. Edisi III. RSUD Dr. Soetomo. Surabaya. 2005. h. 46 47


Standar Pelayanan Medis 10 Penyakit Terbanyak. RSHS Bandung. 2004. h.
68 69

36

Anda mungkin juga menyukai