FIQIH SHIYAM
FIQIH SHALAT TARAWIH
FIQIH ZAKAT FITRAH &
'IEDUL FITHRI
SHIYAM RAMADHAN
A. Definisi Shiyam
Puasa secara bahasa berarti : menahan sesuatu.
Allah berfirman berkenaan dengan nadzarnya Maryam :
"Sesungguhnya aku bernadzar kepada Allah untuk menahan diri dari
berbicara kepada sispa pun." (QS. Maryam ; 26)
Secara syar'i berarti : menahan diri dari hal-hal yang membatalkan
puasa sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari, oleh orangorang yang wajib berpuasa dengan disertai niat.
Adapun hal-hal yang membatalkan puasa adalah :
1. Syahwat kemaluan
2. Syahwat perut
3. Segala sesuatu yang tampak yang masuk ke dalam perut.
Sedangkan orang yang wajib berpuasa adalah :
1. Orang Muslim
2. Berakal
3. Tidak dalam keadaan haidl dan nifas
Dan niat adalah : Keinginan yang kuat dari hati untuk melakukan
sesuatu perbuatan, tanpa ada keraguan sedikitpun.
B. Rukun Shiyam
Rukun puasa yaitu :
1. Niat. (barangsiapa yang tidak berniat puasa sebelum terbitnya fajar,
maka tidak ada puasa baginya)
2. Menahan dari syahwat kemaluan dan perut.
C. Waktu Shiyam
Dari terbit fajar (fajar shadiq) sampai terbenam matahari.
Firman Allah : "Makan dan minumlah sampai jelas bagi kalian benang
putih dan benang yang merah dari fajar." (QS. Al Baqarah : 187)
Sabda Nabi : "Sesungguhnya Bilal adzan di waktu malam, maka
makan dan minumlah sampai Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan
adzan."
Ini menunjukkan bahwa batas akhir waktu sahur adalah masuknya
waktu subuh, dan bagi negara-negara yang waktu siangnya hanya
beberapa jam, maka harus disamakan dengan yang terdekat dan waktu
siangnya lebih normal.
D. Tujuan dan Hikmah Puasa
Adapun tujuan teragung dari puasa adalah membentuk pribadi-pribadi
menjadi manusia Muttaqien, serta mempertahankan ketaqwaan yang
sudah diraih di bulan Ramadhan. (QS. Al Baqarah : 183).
Dan hikmah-hikmah shiyam Ramadhan adalah sebagai berikut :
1. Mendapatkan pahala yang tak terbatas dan masuk surga dari pintu
Ar Rayyan.
Sabda Rasulullah :
"Demi Dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, bau mulut orang
yang berpuasa itu lebih harum disisi Allah dari pada bau wangi misk
(minyak kesturi), karena ia tanggalkan makan dan minum serta
nafsunya demi Aku (Allah), Shiyam itu untuk-Ku dan Akulah yang
akan membalasnya, dan bagi orang yang berpuasa itu ada dua
kebahagiaan, kebahagiaan disaat berbuka dan kebahagiaan disaat
bertemu Rabbnya." (HR. Muslim)
Dan sabda beliau :
"Di surga ada sebuah pintu yang bernama Ar Rayyan. Maka akan
diseru : "Dimanakah orang-orang yang berpuasa? Maka akan
masuk lewat pintu itu orang-orang yang berpuasa, jika telah masuk
semua orang-orang yang berpuasa semua pintu itu akan ditutup."
(HR. Bukhary-Muslim).
2. Akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.
Rasulullah bersabda :
()
hanya
2. Baligh
3. Berakal
Apabila seseorang telah baligh ia wajib berpuasa Ramadhan,
sedangkan anak-anak yang belum baligh diharuskan bagi para wali
mereka untuk menyuruhnya berpuasa jika mereka telah berumur
tujuh tahun, dan dipukul jika meninggalkannya jika mereka telah
berumur sepuluh tahun, seperti shalat, namun puasa lebih berat
dari shalat, maka kemampuan anak harus diperhatikan, tidak boleh
memaksa mereka yang tidak kuat.
Adapun orang yang gila dan orang yang pingsan atau mabuk maka
tidak wajib baginya berpuasa, karena tidak terpenuhinya sayarat
pada diri mereka yaitu akal. Sabda Nabi : "Diangkat pena dari tiga
golongan; dari anak kecil sampai ia baligh, dari orang gila sampai ia
sembuh, dan dari orang yang tidur sampai ia bangun."
Menurut madzhab Syafi'i jika anak kecil baligh atau orang gila
sembuh dan orang kafir masuk Islam di tengah hari Ramadhan,
maka tidak ada qadha' bagi mereka, dan jika orang siuman (sadar)
dari pingsannya atau orang masuk Islam setelah murtad atau
normal dari mabuk, maka puasa yang ditinggalkannya mereka wajib
mengqadha'nya.
Khusus untuk orang pingsan, puasanya sah jika ia pingsan setelah
berniat puasa di malam hari, walaupun ia hanya siuman sebentar
saja pada siang harinya, dan jika ia telah berniat di malam hari
kemudian pada siang harinya tidak siuman, maka puasanya tidak
sah.
4. Mampu dan bermukim
Orang yang sakit atau bepergian tidak wajib atasnya berpuasa dan
wajib untuk mengqadha'nya, namun jika berpuasa sah puasanya.
Allah berfirman : "Maka barangsiapa yang sakit atau dalam
perjalanan (safar), maka ia harus menggantinya pada waktu yang
lain." (QS. Al Baqarah : 184)
K. Syarat Sah Shiyam Ramadhan
Syarat sah shiyam Ramadhan ada 4 (empat) macam :
1. Islam
Niat juga harus kuat dan kokoh dalam hati dan tidak boleh ada
keraguan, jika ia ragu dalam berniat, seperti : jika besok pagi
Ramadhan saya puasa, jika tidak maka saya puasa sunnat atau
puasa-puasa yang lainnya. Maka jika semacam ini, tidak sah salah
satu dari puasa-puasa tersebut karena tidak ada ketetapan dalam
berniat. Ini adalah pendapat Jumhur.
Niat juga harus dilaksanakan setiap malam, sebab setiap hari
adalah merupakan ibadah yang tersendiri. Hal ini sesuai dengan
sabda Rasulullah yang menerangkan tentang kaeharusan berniat
di malam hari. Ini adalah pendapat Jumhur.
Tempat niat adalah hati, tidak disayaratkan untuk diucapkan.
L. Hal-hal Yang Disunnahkan Dalam Berpuasa
Adapaun hal-hal yang disunnahkan dalam berpuasa sebagai berikut :
1. Makan sahur, meskipun hanya seteguk air, dan mengakhirkannya di
akhir waktu sahur.
Sabda Rasulullah : "Sahurlah, karena di dalam sahur terdapat
barakah." Dan sabdanya lagi : "Umatku senantiasa dalam kebaikan
selama mereka mempercepat berbuka puasa dan mengakhirkan
sahur."
2. Mempercepat berbuka ketika telah masuk waktu, dan disunnahkan
berbuka dengan ruthab, kalau tidak ada makan kurma, kalau tidak
ada makan yang manis-manis, dan kalau tidak ada juga cukup
minum air putih. Disunnahkan dengan dengan jumlah yang ganjil.
Anas berkata : "Nabi berbuka dengan memakan ruthab sebelum
ia shalat, kalau tidak ada baru ia makan kurma, kalau tidak ada, ia
minum air putih." (HR. Ahmad)
3. Berdo'a disaat berbuka
Nabi berdo'a ketika berbuka :
SHALAT TARAWIH
I.
Pengertian
Shalat Tarawih adalah shalat malam yang dilaksanakan pada bulan
Ramadlan. Dan shalat malam disebut juga shalat Tahajjud,
sebagaimana Ibnu Faris mengatakan : "
( " orang yang shalat di
malam hari).
Sedangkan Tarawih adalah bentuk jama' dari : , yang artinya
istirahat setelah empat rakaat.
Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan dari
Aisyah Radliyallahu 'Anha, yang artinya :
"Aisyah berkata : "Adalah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam shalat
empat rakaat pada suatu malam ke malam, beliau istirahat. Kemudian
beliau shalat lagi dengan panjang sehingga aku pun merasa iba kepada
beliau, lantas aku berkata : "Wahai Rasulullah, sungguh Allah telah
mengampuni dosa-dosa engkau, baik yang telah lalu maupun yang
akan datang." Kemudian beliau menjawab : "Tidak bolehkah aku
menjadi hamba yang bersyukur." (HR. Al Baihaqy).
Berangkat dari hadits di atas dan atsar yang menguatkannya, maka
disunnahkan duduk istirahat setelah satu tarawih (empat rakaat). Dan
empat Imam Madzhab telah mensepakati hal itu. Namun mereka
berbeda pendapat dalam kegiatan apa yang dilakukan dalam duduk
istirahat tersebut.
Al Hanafiyah berpendapat : Duduk seperti ini disunnahkan dan
lamanya seperti lamanya shalat empat rakaat dan hendaklah ketika
duduk istirahat itu menyibukkan diri dengan dzikir, tahlil atau diam.
Al 'Allamah Al Halby berkata : "Sedangkan istirahat di sela-sela shalat
tarawih adalah duduk setelah empat rakaat dan lamanya sama dengan
satu tarawih, demikian juga istirahat tersebut dilakukan sebelum shalat
witir dan duduk istirahat ini bukan hanya sekedar duduk, akan tetapi
ketika duduk istirahat dan menunggu (diteruskannya shalat tarawih)
ada beberapa pilihan. Kalau ia suka, boleh duduk dengan diam, boleh
juga membaca tahlil atau tasbih atau membaca Al Qur'an dan atau
shalat nafilah sendirian. Landasan duduk istirahat yang hukumnya
Mustahab adalah kebiasaan penduduk dua kota al haram (Mekah dan
Madinah). Penduduk Mekah biasanya mereka melakukan Thawaf
setelah setiap satu tarawih (empat rakaat) dan juga shalat dua rakaat
setelah Thawaf. Sedangkan penduduk Madinah biasanya mereka
shalat empat rakaat setelah satu tarawih. Berangkat dari sana
(kebiasaan penduduk dua kota al haram) ditetapkan agar memisahkan
atau membuat tenggang waktu (untuk istirahat) antara dua tarawih,
sedangkan lamanya satu tarawih.
Sedangkan Al Hanabilah dan As Syafi'i berpendapat : "Tidak ada
disebutkan dalam satu riwayat tentang adanya do'a, dzikir atau shalat
dalam duduk istirahat diantara dua tarawih. Sedangkan Imam Ahmad
memakruhkan shalat sunnah diantara shalat tarawih dan beliau berkata
: "Shalat tathawwu' itu adanya setelah shalat wajib dan tidak ada shalat
tathawwu' diantara shalat tarawih, tapi jika seseorang shalat tathawwu'
setelah shalat tarawih dengan cara berjamaah atau dia shalat tarawih
lagi degan jamaah yang lain." maka menurut beliau tidak apa-apa.
II. Disyari'atkannya Shalat Tarawih, Hukum Dan Fadlilahnya
Hadits Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam, yang artinya :
"Dari Abu Hurairah RA ia berkata : "Adalah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi
Wasallam menganjurkan bangun (untuk shalat malam) pada bulan
Ramadlan dengan tidak mewajibkannya sehingga beliau bersabda :
"Barangsiapa yang bangun (untuk shalat tarawaih) di bulan Ramadlan
dengan keimanan (membenarkan wajibnya ibadah shiyam, shalat
tarawih itu benar dan meyakini keutamaannya) dan hanya mengharap
ridla Allah semata (hatinya senang, tidak membenci dan tidak merasa
berat dalam melaksanakannya serta tidak mengharapkan perhatian
manusia), maka akan diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu." (HR.
Bukhary, Fathul Baari-IV/314-315, No. 2008-2009).
Hadits di atas menunjukkan :
1. Disyari'atkannya shalat Tarawih
2. Hukum shalat Tarawih adalah Sunnah Muakkadah, baik bagi lakilaki maupun perempuan.
3. Fadlilah shalat Tarawih, diantaranya :
- Diampuni dosa-dosa yang telah lampau atau yang akan datang.
(Ibnu Hajar Al Atsqalani)
ITIKAF
I.
Definisi Itikaf
Itikaf secara bahasa : melazimi sesuatu.
Secara syari : tinggal selama beberapa waktu bagi seorang muslim
berakal, mumayyiz dan merdeka, di masjid dengan niat Itikaf.
Dalam Al Quran ada beberapa ayat yang menunjukkan kepada satu
makna, yaitu menetapi sesuatu dan mengkhususkannya.
Allah berfirman :
Kami telah menyelamatkan Bani Israil untuk mnyeberangi laut Merah.
Lalu Bani Israil bertemu dengan suatu kaum yang menyembah
berhala-berhala mereka. Bani lsrail berkata: "Wahai Musa. buatkanlah
tuhan untuk Kami seperti tuhan-tuhan yang mereka punyai. Musa
berkata: Kalian adalah kaum yang benar-benar mati hatinya". (Al
Araf : 138)
Dan firman-Nya :
......
.
Pada saat itu, lihatlah tuhan kamu, patung anak sapi yang selalu
kamu sembah di dunia itu. (Thaha : 97)
Wahai kaum Quraisy, ingatlah ketika kami jadikan Kabah sebagai
tempat manusia berhaji dan tempat yang aman. Dan hendaklah tempat
bekas berdirinya Ibrahim kalian jadikan sebagai tempat shalat. Kami
telah memerintahkan kepadaa Ibrahim dan Ismail supaya
membersihkan Kabah, rumah-Ku dari berhala. Bersihkanlah rumah-Ku
untuk orang-orang yang thawaf, orang-orang yang Itikaf (berdzikir),
dan orang-orang yang shalat.
Sedangkan diantara ayat yang menyebutkan tentang adab-adab Itikaf
adalah :
Janganlah kalian berkumpul dengan istri kalian ketika kalian
beritikaf di masjid. Itulah syariat Allah. Wahai kaum mukmin,
janganlah kalian melanggar syariat-Nya. Demikianlah Allah jelaskan
syariat-Nya dengan rinci kepada manusia supaya mereka beruntung
mendapatkan rahmat-Nya. (Al Baqarah : 187)
Begitu juga firman-Nya dalam surat Al Hajj ayat 25:
Sesungguhnya Kami pasti timpakan adzab yang pedih kepada orangorang kafir, orang-orang yang menyalahi agama Allah, dan orangorang yang menghalangi kaum muslimin masuk ke Masjidil Haram.
Masjidil Haram Kami jadikan tempat yang aman bagi seluruh kaum
muslimin, baik yang tinggal di Makkah maupun pendatang. Siapa saja
yang melakukan kejahatan secara zhalim di tempat ini, maka Kami
timpakan adzab yang pedih kepadanya.
II.
Hukum Itikaf
Itikaf hukumnya adalah Sunnah Masyru dengan dalail :
a. Al Quran, sebagaimana yang tersebut di atassecara makna.
b. Sabda Rasulullah SAW.
c. Perbuatan istri-istri Nabi SAW dan sebagian para sahabatnya.
d. Dilakukan oleh ummat ini, baik dulu maupun sekarang.
Syarat-syarat Itikaf
Syarat-syarat Itikaf adalah:
1. Islam
2. Berakal
3.
4.
5.
6.
7.
Tamyiz
Suci ketika memulai
Niat (karena ia dasar dari seluruh amalan)
Berada di masjid
Shaum (disyaratkan mutlak oleh Maliky dan Hanafiyah dan
tidak disyaratkan oleh Syafiiyyah dan Hanabilah)
8. Izin dari suami bagi seorang istri (disyaratkan oleh Hanafiyyah,
Syafiiyyah dan Hanabilah). (Al Fiqhul Islam 2/705-706)
VI. Tempat-tempat Yang Dibolehkan Untuk Itikaf
Ada 4 (empat) pendapat:
1. Boleh diseluruh masjid-masjid yang ada. Ini pendapat Imam Malik,
Syafiiyyah dan Abu Daud. (Al Aujazul Masadik 5/201, Majmu
6/413, Nailul Authar 2/410).
2. Masjid yang dipakai untuk shalat lima waktu dan ada jamaahnya. Ini
pendapat Imam Ahmad dan Abu hanifah. Hal ini bagi mereka yang
diwajibkan shalat berjamaah, ini pendapat Ali , Urwah, Ibnu
Abbas, Al Hasan dan Al Zuhry.
3. Di masjid Jami yang ditegakkan shalat berjamaah. Hal ini lebih
disukai/mustahab menurut As Syafiiyyah dan Hanabilah.
4. Itikaf di tiga masjid yang boleh diziarahi, ini pendapat Hudzaifah
dan Said bin Musayyib. Namun tertolak dengan dalil-dalil yang lain.
(Nailul Authar 4/321, Mushannaf Abdur Razaq 346).
VII. Adab-adab Itikaf
1. Menyibukkan diri dengan shalat, tilawatul Quran dan dzikir.
2. Disunnahkan berpuasa (pendapat jumhur)
3. Disunnahkan beritikaf di masjid Jami
4. Disunnahkan Itikaf di bulan Ramadhan
5. Disunnahkan tetap tinggal di masjid pada malam Ied.
6. Menjauhi hal-hal yang tidak bermanfaat. (Fiqh Islam, 2/715-716)
VIII. Hukum Keluar dari Tempat Itikaf
Yang diperbolehkan secara Ijma dan tidak membatalkan :
a. Qadhaul Hajat
b. Makan apabila ia di luar masjid
c. Mengantar istrinya pulang
IX. Hal-hal yang Membatalkan Itikaf
Hukumnya
Jumhur ulama berpendapat bahwa zakat fithrah ini hukumnya wajib,
kecuali beberapa ulama mutaakhirin dari pengikut madzhab Malikiyah.
Mereka berpendapat bahwa zakat fithrah hukumnya sunnah. (Bidayatul
Mujtahid, Ibnu Rusyd 3/131 dan Al Mughni, Ibnu Qudamah 4/281).
Adapun dalil yang dipakai Jumhur adalah sabda Rasulullah :
.
Dari Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah telah mewajibkan zakat fithrah
satu sha kurma atau satu sha gandum atas setiap orang muslim, merdeka
ataupun hamba sahaya, laki-laki ataupun perempuan. (HR. Bukhary No.
1504, Muslim 2/677 dan Ashhabus Sunan).
Dalam riwayat lain disebutkan :
......
bagi anak kecil maupun orang dewasa, orang merdeka atau hamba
sahaya. (HR. Bukhary, No. 1512).
hati lantaran telah memperoleh makanan yang cukup pada hari itu.
(lihat Fiqh Zakat, Dr. Yusuf Qardhawi 2/922 dan Az Zakat, At
Thayyar 125-126).
Hal ini didasarkan pada sebuah hadits Rasulullah :
Dari Ibnu Abbas ia berkata, Rasulullah mewajibkan zakat fithrah
untuk membersihkan orang yang berpuasa dari perkataan yang sia-sia
dan perbuatan yang tidak terpuji serta untuk memberi makan kepada
orang-orang msikin. Barangsiapa membayarkannya sebelum shalat,
maka zakatnya diterima. Dan barangsiapa membayarkannya setelah
shalat, maka itu hanya bernilai shadaqah saja. (HR. Abu Daud No.
1371 dan Ibnu Majah No. 1831, dan dishahihkan oleh Al Bani dalam
Irwaul Ghalil, No. 834).
Dan Waki bin Jarrah Rahimahullah berkata :
Zakat Fithrah pada bulan Ramadhan itu seperti sujud sahwi dalam
shalat, dapat menutupi kekurangan dalam puasa, seperti sujud sujud
sahwi dapat menutupi kekurangan dalam shalat. (Nihayatul Muhtaj
Ila Syarhil Minhaj, Al Allamah Ar Ramli 2/108).
orang yang berhak untuk menerimanya. (lihat Al Mughni 4/307 dan Fiqh
Zakat, Dr. Yusuf Qardhawi 2/930).
.
Rasulullah bersabda : (Zakat Fithrah itu adalah) satu sha gandum bagi
masing-masing anak kecil atau orang dewasa, orang merdeka atau hamba
sahaya, laki-laki maupun perempuan. Adapun orang kaya dari kalian maka
akan Allah sucikan dirinya, adapun orang yang miskin dari kalian maka
Allah akan kembalikan kepadanya lebih banyak dari apa yang telah ia
bayarkan. (HR. Abu Daud No. 1379 dan Ahmad).
...
( )
Dan janganlah kalian bersusah payah mengadakan suatu perjalanan
kecuali mengunjungi tiga buah masjid. Yaitu Masjidil Haram, Masjidil
Aqsha, dan Masjidku ini (Masjid Nabawi). (HR. Bukhary Muslim).
:
:
.
Dari Anas, ia berkata, Rasulullah datang ke Madinah, sedang penduduk
Madinah saat itu telah mempunyai dua hari besar, dimana mereka
merayakannya dengan bermain dan bersenang-senang. Kemudian
Rasulullah bertanya, Hari apa ini? Mereka menjawab, Pada kedua hari
ini kami memang senantiasa bermain/bersuakria pada masa Jahiliyah
dahulu. Kemudian Rasulullah bersabda, Sesungguhnya Allah telah
mngganti keduanya dengan hari yang lebih baik daripada dua hari raya itu,
yaitu hari raya Iedul Adhha dan hari raya Iedul Fithri . (HR. Ahmad, Abu
Daud, Al Hakim).
Dan dalil yang lainnya yaitu,
Karena Ijma itu tidak mungkin salah. Sebagaimana sabda Rasul yang
artinya, Tidak mungkin ummatku berijma/bersepakat di atas kesesatan.
(AL Mughni 2/253).
Hukum Shalat Iedul Fithri
Ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa shalat Iedul Fithri itu
hukumnya wajib. Ini adalah pendapat dari madzhab Hanafi. Sementara
menurut ulama lainnya, seperti Imam Syafii dan Imam Malik
Rahimahumallah, mengatakan bahwa shalat Iedul Fithri hukumnya sunnah
Muakkadah. Alasannya karena Rasulullah tidak pernah meninggalkan
shalat tersebut. Dikatakan Muakkadah karena dalil-dalilnya kuat,
sebagaimana hukumnya shalat fardhu berjamaah. (lihat Bidayatul
Mujtahid 2/479).
Para ulama yang mengatakan shalat Iedul Fithri hukumnya tidak wajib
menyandarkan pada sebuah riwayat,
!
:
( )
:
Dari Thalhah bin Ubaidillah bahwa seorang arab Badui datang menghadap
Rasulullah dengan rambut kusut tidak di sisir lalu bertanya, Wahai
Rasulullah, terangkan kepadaku shalat yang telah Allah wajibkan atasku
sehingga aku harus melaksanakannya? Rasul menjawab, Shalat fardhu
yang lima kecuali engkau mau menambah dengan shalat tathawwu
(sunnah). (HR. Bukhary)
Dari riwayat ini para ulama menyimpulkan bahwa tidak ada shalat yang
wajib kecuali shalat lima waktu. Selain lima waktu hukumnya sunnah,
termasuk shalat Iedul Fithri dan Iedul Adhha. Adapun Imam Ahmad
Rahimahullah, mengatakan shalat Iedul Adhha hukumnya Fardhu Kifayah.
(Al Mughni 3/253).
Waktu Shalat Iedul Fithri
Para ulama mengatakan bahwa waktu shalat Iedul Fithri dan Iedul
Adhha adalah dimulai dari naiknya matahari setinggi satu tombak sampai
tergelincir. (Minhajul Muslim : 278). Namun yang lebih afdhal shalat Iedul
Fithri agak diakhirkan daripada shalat Iedul Adhha, karena demikianlah
yang dilakukan Rasulullah . (Zaadul Maada, Ibnu Qayyim 1/442).
).
(
Shalat Jumat itu dua rakaat, shalat Iedul Fithri dua rakaat, shalat Iedul
Adhha dua rakaat dan shalat safar juga dua rakaat sempurna dengan tidak
di qashar berdasar sabda Rasulullah Muhammad . (Atsar ini
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam An Nasai).
Adapun jumlah takbir pada rakaat pertama adalah tujuh kali. Tentang ini
ada yang mengatakan termasuk Takbiratul Ihram, seperti Imam Ahmad
Rahimahullah. Tetapi juga ada yang mengatakan selain Takbiratul Ihram,
seperti Imam Syafii Rahimahullah. Dalam hal ini kita boleh memilih salah
satu dari keduanya, karena ini sifatnya ijtihadi. Atau kita tidak memakai
takbir selain takbiratul Ihram pun boleh (sah). Karena takbir itu adalah
sunnah hukumnya. Tetapi dalam hal ini kita sebaiknya mengamalkan
sunnah. (Al Mughni 2/244).
Sedangkan pada rakaat yang kedua seluruh ulama bersepakat
jumlahnya lima kali takbir, selain takbir intiqal/takbir bangkit dari sujud. Hal
ini berdasarkan riwayat dari Aisyah g :
( )
Dari Aisyah g bahwasanya Rasulullah ketika dalam shalat Iedul Fithri
dan Iedul Adlha bertakbir tujuh kali pada rakaat pertama dan lima kali pada
rakaat kedua. (HR. Ahmad dan An Nasai).
Memang nash dari hadits tidak ada, namun banyak ulama salaf yang
mengamalkan ini. Jadi, kalau kita mengamalkan seperti itu boleh, karena
ada contohnya dari para ulama. Kalaupun tidak mengamalkan seperti itu
juga tidak apa-apa. Dalam hal ini kita tidak boleh mewajibkan untuk
membacanya atau melarangnya, juga tidak boleh membidahkan orang
yang mengamalkan salah satu dari keduanya.
Imam Ibnu Qayyim Rahimahullah berkata (Zaadul Maaad 1/443):
Nabi diam sejenak diantara dua takbir, namun tidak dihafal dari beliau
dzikir tertentu yang dibaca antara dua takbir tersebut. Akan tetapi ada atsar
dari Ibnu Masud tentang hal ini. Beliau berkata :
Antara dua takbir berisi pujian dan sanjungan kepada Allah . (HR. AL
Baihaqi 3/291 dan sanadnya Jayyid).
Adapun surat yang dibaca pada rakaat pertama adalah surat Al Ala,
sedangkan pada rakaat kedua adalah surat Al Ghasiyah, seperti shalat
Jumat (HR. Muslim 878). Atau boleh juga pada rakaat pertama surat Qaf
sedangkan pada rakaat kedua adalah surat Al Qmar. (HR. Muslim 891).
Shalat Ied ini juga tidak didahului oleh shalat sunnah, baik qabliyah
ataupun badiyah serta tidak ada adzan dan tidak pula iqamah. Dasarnya
dari Jabir bin Samurah , ia berkata :
Aku telah shalat dua hari raya bersama Rasulullah lebih dari sekali dua
kali tanpa didahului adzan dan iqamah. (HR. Muslim).
Sesungguhnya kami akan berkhutbah, maka barangsiapa yang ingin tetap
duduk untuk mendengarkan khutbah hendaklah ia duduk, namun
barangsiapa yang ingin pergi silahkan pergi. (HR. Abu Daud, sanadnya
shahih, lihat Irwaul Ghalil 3/96-98).
(4/74 1/417 )
2.
(2/21 )
4.
3.
4.
dicontohkan oleh Rasulullah dan di tempuh oleh para sahabat beliau dan
orang-orang yang mengikuti jejak langkah mereka dengan ihsan. Dan
muah-mudahan kita juga dijauhkan oleh Allah dari jalan bidah dan
penyimpangan karena hal tersebut hanya akan membawa kepada
penyesalan dan kesengsaraan.
Segala puji hanya milik Allah dan semoga shalawat dan salam selalu
tercurah kepada Rasulullah . Amien !!!