Anda di halaman 1dari 25

Kisah Kaum Durhaka: Al-Walid

bin Al-Mughirah (Bagian 1)


Allah Menurunkan Ayat berkenaan dengan Al-
Walid bin Al-Mughirah
–  Allah menurunkan firman-Nya berkenaan dengan Al-Walid

“Dan mereka berkata, ‘Mengapa Alquran ini tidak diturunkan kepada seorang
besar dari salah satu dua negeri (Mekah dan Tha’if) ini?’” (QS. Az-Zukhruf: 31)

Dan firman-Nya:

“Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya


sendirian.” (QS. Al-Muddatstsir: 11)

–  Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Allah Ta’ala menurunkan sebanyak


104 ayat berkenaan denagn Al-Walid bin al-Mughirah.”

–  Al-Walid termasuk orang-orang yang mengejek Rasulullah shallallahu


‘alaihi wa sallam dan mengganggu Beliau.

–  Dia termasuk orang yang divonis masuk Neraka dengan firman Allah

“Aku akan memasukkannya ke dalam (Neraka) Saqar.” (QS. Al-Muddatstsir: 26)

Kemewahan dan Kedudukan

Sebelum terbitnya cahaya Islam, sebagian rumah dan keluarga Quraisy


terkenal dengan kekayaannya, harta yang berlimpah dan kehidupan yang
mewah. Di antara keluarga yang kaya ini adalah Bani Makhzum.

Di Bani Makhzum al-Walid Ibnul Mughirah bin Abdillah bin Amr al-


Makhzumi al-Qurasyi tumbuh berkembang. Dia lahir di Mekah sekitar 95
tahun sebelum hijrah Nabawiyah. Sejak membuka kedua matanya dia
mengetahui bahwa keluarganya tergolong paling mulia di keluarga Quraisy
dan paling tinggi, terhormat dan paling kaya. Ayah atau saudaranya adalah
pemimpin terhormat yang kedudukannya hampir menyamai kedudukan para
pemimpin Quraisy.
Ayahnya adalah al-Mughirah bin Abdillah, sosok lelaki yang memberi kesan
kepada setiap orang dari bani Makhzum untuk menasabkan diri kepadanya,
hingga dikatakan Al-Mughiri, sebagai kehormatan menisbatkan diri
kepadanya.

Saudaranya Hisyam Ibnul Mughirah pemimpin Bani Makhzum dalam Harbul


Fijar. Tatkala Hisyam meninggal, suku Quraisy mencatat hari kematiannya
seakan sejarah yang agung. Pasar diutup selama tiga hari karena kematiannya.

Saudaranya al-Faqih Ibnul Mughirah, salah seorang paling dermawan dari


bangsa Arab di masanya. Dia memiliki rumah yang disediakan untuk para
tamu, siapa saja yang bisa menempatinya tanpa meminta izin dan kapan saja.

Saudara yang lainnya adalah Abu Hudzaifah Ibnul Mughirah, salah seorang
dari empat orang termulia yang ikut mengambil ujung kain guna memikul
Hajar Aswad untuk dikembalikan ke tempatnya di Ka’bah yang mulia, sebagai
petunjuk dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum masa kenabian.

Adapun saudaranya Abu Umayyah Ibnul Mughirah yang dijuluki dengan


‘Pemberi bekal bagi Musafir’, dia salah seorang ahli hikmah di kalangan
Quraisy. Dialah yang mengusulkan mereka, untuk menjatuhkan pilihan kepada
orang yang memasuki pintu masjid pertama kali, untuk mengangkat Hajar
Aswad ke tempatnya yang semula, mereka pun ridha dengan keputusan itu.
Telah nampak kebenaran apa yang disyaratkannya dengan fakta, bahwa
mereka semua rela pada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk
meletakkan Hajar Aswad.

Adapun julukannya ‘Pemberi bekal bagi Musafir’ telah disebutkan dalam


referensi, bahwa dia mencukupi teman-temannya dalam perjalanan dengan
apa yang mereka butuhkan, hingga mereka tidak bersiap dengan perbekalan.

Agar kita mengetahui kedudukan Bani Makhzum, mesti kita mengetahui


bahwa mereka mempunyai 30 kuda dalam peperangan Badr, padahal suku
Quraisy secara keseluruhan hanya 70 kuda. Mereka memiliki 200 unta dan
emas dalam ribuan timbangan. Juga ditambah dengan bekal dan bantuan dan
lainnya.
Dari kaca mata yang terbatas ini, kita ketahui betapa agungnya dia di sisi
mereka. Jiwa Al-Walid Ibnul Mughirah –khususnya- tidak rela diungguli
kemuliaan dan kewibawaannya oleh seorang pun, siapa pun dia.

Di Antara Kabar al-Walid di Masa Jahiliyyah

Agar pengamatan lebih luas dengan bentuk lebih jelas, marilah kita
berkenalan dengan sebagian kabar al-Walid dalam kehormatannya. Kita
masuk sedikit ke dalam jiwanya untuk mengenal bualannya.

Al-Walid Ibnul Mughirah merupakan salah seorang kaya dari Bani Makhzum
yang menjadi rujukan. Kun-yahnya Abu Abdi Syams, Quraisy memberikannya
julukan al-Idl sebagaimana dia dijuluki pula Al-Wahiid (satu-satuya) –satu-
satunya orang Arab- karena dia seorang diri yang membuat kiswah Ka’bah
pada suatu tahun, dan di tahun berikutnya dilakukan oleh seluruh kaum
Quraisy.

Quraisy tidak mencukupkan (julukan) al-Idl atau al-Wahid, mereka


menjulukinya dengan laqab lain yaitu Raihanah Quraisy, tatkala diketahui
bahwa dia menggunakan pakaian yang berhias. Di masa Jahiliyah mereka
mengatakan, “Tidak, demi baju Walid yang lama dan yang baru.” Dan
dinyatakan bahwa Hajar Aswad dibawa dan diletakkan dengan pakaian al-
Walid bin al-Mughirah.

Di bidang hukum, al-Walid merupakan salah seorang hakim Arab di masa


Jahiliyah dan salah seorang pemimpin Quraisy di Daar an-Nadwah.

Al-Walid sebagai Pionir

Sejarah mencatat Al-Walid sebagai Pionir dalam ragam peristiwa di masa


Jahiliyah, di antaranya:

Dia orang pertama yang menghapus sumpah di masa Jahiliyah, maka


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkannya dalam Islam.

Dia adalah orang pertama yang melepaskan sepatu dan sandal saat akan
memasuki Ka’bah yang mulia di masa Jahiliyah, kemudian di masa Islam
orang-orang melepaskan sandal-sandal mereka.
Dikatakan, bahwa dia orang pertama yang mengharamkan khamr terhadap
dirinya di masa Jahiliyah dan memukul anaknya Hisyam karena meminumnya.

Al-Walid adalah orang pertama yang memotong tangan pencuri di masa


Jahiliyah, lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan hukum
tersebut di masa Islam.

Barangkali tanda-tanda kemuliaan ini menanamkan dalam jiwa al-Walid benih-


benih kibr (sombong) yang menjadikan dia melihat dirinya sebagai pemuka
Quraisy. Karena itu tatkala Usaid bin Abil Aish bertepuk dada, al-Walid berkata,
“Aku lebih baik darimu dari sisih ayah dan ibu, serta aku lebih kokoh
daripadamu di mata Quraisy dalam hal nasab.”

Perannya Dalam Pembangunan Ka’bah

Referensi menunjukkan dan menetapkan bahwa al-Walid Ibnul Mughirah


termasuk orang yang memiliki kecerdikan dan keberanian. Terbukti di saat
Ka’bah yang mulia diperebutkan –sebelum masa kenabian- yakni tatkala kaum
musyrikin hendak merobohkannya untuk dibangun kembali dengan bangunan
baru, sebagai bentuk kehormatan yang dahulu mereka agungkan dengan
khusyu.

Al-Walid punya andil yang menonjol tatkala Ka’bah dihancurkan dan dibangun
kembali oleh Quraisy.

Sebelumnya kaum Quraisy berfikir panjang mengenai perkara Ka’bah, dahulu


Ka’bah tidak beratap, bangunannya rendah. Suatu hal yang menjadikannya
tidak aman dari para pencuri yang datang untuk mengambil sebagian harta
simpanan orang-orang Quraisy yang dijaga dan disimpan dalam Ka’bah.

Dahulu ketinggian Ka’bah sekitar 7 meter dalam keadaan tidak beratap,


sedangkan pintunya rendah bisa dimasuki siapa saja. Yang punya nadzar
menunaikan nadzarnya dengan melempar emas, perhiasan dan wewangian ke
dalam Ka’bah yang berfungsi sebagai kotak nadzar, yakni berupa sumur di
dekat pintunya di sebelah kanan bagian dalam.

Dahulu tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berumur 35 tahun,


datanglah banjir besar yang melahap dinding Ka’bah dan merapuhkan
pondasinya. Sebelumnya Ka’bah pernah terbakar disebabkan seorang wanita
membakar dupa. Hal ini menjadikan Quraisy terdesak untuk mengambil
keputusan melangkah ke depan guna memperbaikinya. Situasi dan kondisi
saat itu memungkinkan Quraisy melakukan perbaikan Ka’bah. Lautan telah
menghempaskan perahu salah seorang pedagang ke Jeddah. Maka keluarlah
utusan Quraisy yang dipimpin oleh al-Walid Ibnul Mughirah ke Jeddah untuk
membeli perahu itu, mereka mengambil kayunya untuk dijadikan atap.

Quraisy ingin merobohkan Ka’bah, akan tetapi tujuan mereka terbendung


dikarenakan kedudukan Ka’bah di hati mereka, sehingga mereka takut
tertimpa bencana, kala itu al-Walid berkata pada mereka, “Apakah kalian
menginginkan perombakan untuk perbaikan atau berniat jelek?”

Mereka berkata, “Kami menginginkan perbaikan wahai Abu Abdi Syamsy.”

Al-Walid menjawab, “Sesungguhnya Allah tidak akan mencelakakan orang


yang berbuat kebaikan.”

Mereka berkata, “Siapakah yang akan memanjatnya lantas


menghancurkannya?”

Al-Walid berkata, “Aku yang akan memanjatnya, lalu menghancurkannya.”

Kemudian al-Walid mendaki ke atas Ka’bah dengan membawa palu seraya


berkata, “Ya Allah, kami tidak menghendaki melainkan perbaikan.” Lalu dia
mengambil palu dan mulai menghancurkannya. Tatkala orang-orang Quraisy
melihat sebagian Ka’bah telah hancur dan tidak datang adzab yang mereka
takutkan, mereka pun ikut menghancurkannya. Tatkala mereka mulai
membangun, Al-Walid berkata pada mereka, “Janganlah kalian memasukkan
ke dalam rumah Rabb kalian melainkan harta terbaik kalian. Janganlah kalian
memasukkan ke dalam pembangunannya harta dari hasil riba, judi, upah lacur,
dan hindarkanlah harta jelek kalian, sesungguhnya Allah tidak menerima
kecuali yang baik.”

Kaum Quraisy meneruskan proyek pembangunan Ka’bah. Tatkala sampai pada


peletakkan Hajar Aswad, mereka berselisih pendapat tentang siapa yang
berhak untuk meletakkannya, hingga hampir saja terjadi peperangan di antara
mereka.

Abu Umayyah Ibnul Mughirah –saudara al-Walid- berkata, “Marilah kita


menetapkan hukum, bagi orang pertama muncul dari pintu masjid –sekarang
Baab as-Salaam-.” Mereka pun sepakat atas hal itu. Leher-leher mereka
mendongak ke arah pintu. Muncullah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
lantas memutuskan perkara mereka.

Beliau meminta batu itu didatangkan, lantas diletakkan di atas kain kemudian
berkata, “Hendaklah setiap suku mengambil bagian dari ujung kalin.”

Kemudian Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam naik dan meminta mereka


mengangkat batu kepadanya, lantas Beliau meletakkan Hajar Aswad dengan
tangannya yang mulia. Dengan begitu kedudukan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam semakin tinggi dibanding semula di sisi mereka,
penghormatan di atas penghormatan. Beliau telah menghindarkan Quraisy
dari sejelek-jelek pertempuran yang hampir saja terjadi, kalau tidak karena
karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala dan keutamaan-Nya atas mereka dan
keberkahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Nampaknya jiwa Al-Walid Ibnul Mughirah terkesan dengan kejadian ini,


terlukis dalam jiwanya bekas yang menyibak penutup yang menghalangi
pandangan selama ini, sedikit demi sedikit. Khususnya, tatkala ada yang
berkata di antara yang hadir bersama mereka karena kagum dengan kejadian
yang dilihatnya dan penghargaan yang diberikan kepada orang yang lebih
muda dari mereka, “Alangkah mengagumkan kaum yang menyandang
kemuliaan dan kepemimpinan, orang tua maupun orang muda, menyerahkan
pada orang yang lebih muda umurnya, paling sedikit hartanya, mereka
menjadikannya pemimpin dan hakim! Adapun Laata dan Uzza akan tersisih,
mereka akan berebut bagian dan pamor sesama mereka dan setelah hari ini
akan terjadi perkara dan berita yang agung.”

Kabar agung itu menjadi nyata, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutusnya


setelah lima tahun usai pembangunan Ka’bah. Pada saat itu Al-Walid berdiri
menghadang untuk memalingkan manusia dari jalan Allah dan apa yang
diturunkan-Nya berupa kebenaran untuk menjadi penghuni nereka.

Apakah Alquran Diturunkan Kepada Muhammad?!

Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa


sallam untuk menyampaikan Islam kepada manusia. Alquran yang mulia turun
dengan bahasa Arab. Al-Walid dan kaum musyrikin Quraisy mengetahui
dengan rasa bahasa Arab yang mereka miliki, bahwa Alquran tidak mungkin
datang dari manusia, karena itu mereka sendiri menghadang lagi memerangai
Alquran dan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Mereka berkata, ‘Kami tidak akan beriman sehingga diberikan kepada kami
yang serupa dengan apa yang telah diberikan kepada utusan-utusan Allah’.”
(QS. Al-An’am: 124)

Karena itu, suatu hari al-Walid Ibnul Mughirah berdiri seraya berkata,
“Akankah Alquran turun kepada Muhammad, sementara aku tidak
mendapatkannya, padahal aku pembesar Quraisy dan pemimpinnya?!
Mengenyampingkan Abu Mas’ud ats-Tsaqif, padahal kami dua orang
pembesar negeri –Mekah dan Tha’if-.” Maka Allah Subhanahu wa
Ta’ala menurunkan:

“Dan mereka berkata, ‘Mengapa Alquran ini tidak diturunkan kepada seorang
besar dari salah satu dua negeri (Mekah dan Thaif) ini?’ Apakah mereka yang
membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka
penghidupan mereka…” (QS. Az-Zukhruf: 31-32)

Ini menjadi bukti atas kecongkakan al-Walid dan kesombongannya, perbuatan


dosanya, dan pelecehannya terhadap perkara risalah. Maka Alahlah yang
Maha mengetahui dalam menjatuhakan risalah-Nya. Alangkah bagusnya apa
yang dikatakan al-Bushiri dalam syairnya:

Apabila keterangan tidak memberikan manfaat sedikit pun, maka meraba


petunjuk merupakan suatu kebodohan. Jika akal tersesat dalam mencapai
ilmu, maka apakah yang bisa diucapkan oleh para penyair yang fasih?!

Sarana yang dijadikan senjata pamungkas oleh Al-Walid untuk menyumbat


dakwah Islam, menyingkap tanda kebodohan dan buruk pemikirannya. Hal itu
dimaksudkan untuk melaksanakan tujuan-tujuannya yang hina.

Di antaranya, sekumpulan kaum musyrikin Quraisy bergegas menemui Abu


Thalib dengan arahan dari al-Walid. Ikut bersama mereka ‘Ammarah anaknya,
mereka berkata padanya:

“Wahai Abu Thalib inilah ‘Ammarah Ibnul Walid, pemuda paling kuat di suku
Quraisy dan paling tampan. Ambillah dia untukmu dengan kecerdasan dan
pertolongannya, jadikanlah dia anakmu maka dia untukmu, dan serahkan
kepada kami anak saudaramu yang menyelisihi agamamu dan agama nenek
moyangmu, dia memecah belah kaummu juga membodohkan penalaran
mereka. Kami akan membunuhnya, dengan demikian seimbang, satu lelaki
ditukar satu lelaki.”
Abu Thalib berkata, “Demi Allah, alangkah buruk rayuan kalian! Akankah kalian
memberikan anak kalian kepadaku untuk kuberi makan sedangkan kalian
meminta anakku untuk kalian bunuh? Tidak, demi Allah hal ini tidak akan
terjadi selamanya.”

Taktik picisan ini tidak bermanfaat bagi al-Walid, untuk meredupkan dakwah
dan menghancurkannya. Dia beralih ke cara lain lebih ampuh guna meloloskan
diri dari apa yang dianggap aib dalam pandangan umum. Karena itu dia
berfikir dalam kejahatan, untuk memalingkan para delegasi Arab yang datang
ke Mekah untuk menunaikan haji. Berikut ini akan kita lihat sebagian dari
pendapatnya dan tipu dayanya yang mengakibatkan kesengsaraan.

Bersambung insya Allah…

Read more https://kisahmuslim.com/3412-kisah-kaum-durhaka-al-walid-bin-al-mughirah-
bagian-1.html

Kisah Kaum Durhaka: Al-Walid


bin Al-Mughirah (Bagian 2)
Pendapat yang Jahat dari Pemimpin yang Jahat Pula

Al-Walid Ibnul Mughirah dengan para sahabatnya mengamati bahwa


kebanyakan suku Arab, termasuk orang pandai di antara mereka dan ahli
hikmah, pulang di musim-musim tertentu seperti haji dan pasar bersama.
Yang hanya mereka bicarakan adalah perkara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan dakwahnya serta kenabiannya, sifat-sifatnya yang mulia dan
tingginya kepirbadian Beliau.

Hal ini merupakan salah satu perkara yang membuat gelisah menghinggapi
hati kaum musyrikin dan ketakutan mencekam mereka, tatkala musim haji
semakin dekat berkumpullah para pembesar yang beridiri dan orang-orang
yang dengki di Daarun Nadwah di bawah kepemimpinan Bani Makhzum yang
melampaui batas, Al-Walid Ibnul Mughirah. Dari segi umur dia sudah tua,
kepalanya telah beruban, sementara hatinya terbakar oleh api kedengkian.
Tatkala anggota yang hadir dalam majlis memenuhi jiwanya yang tergambar
dari raut wajahnya yang mendendam:

“Wahai bangsa Quraisy, sesungguhnya musim ini telah tiba, dan sebagaimana
kalian ketahui, para utusan dari orang-orang Arab dari segala penjuru telah
mendengar perkara teman kalian ini, maka bersatulah dalam satu pendapat
dan jangan bercerai-berai hingga kalian saling mendustakan antar sesama,
dan saling membantah antara sesama pula, akhirnya harapan kita menjadi
hancur.”

Para pembesar Quraisy berkata, “Wahai Abu Abdi Syams, katakanlah


pendapatmu dan tegaskanlah pendapatmu hingga kami mengambilnya.”

Al-Walid berkata, “Kemukakan dulu pendapat kalian!” Dia hendak memancing


–melemahkan- pendapat mereka, agar dia menjadi penentu kalimat terakhir,
inilah puncak kebusukkannya.

Mereka berkata, “Kita katakan dia seorang tukang ramal (dukun).”

Al-Walid berkata, “Demi Allah, dia bukan tukang ramal, kita tahu bagaimana
tukang ramal itu.”

Orang-orang yang melampaui batas berkata, “Kita katakan dia itu gila.”

Si thaghut tua itu berkata, “Dia tidaklah gila, kita telah melihat bagaimana
penyakit gila, dia tidak menderita was-was, emosi, juga kegilaan.”

Para pembesar kufur dan syirik berkata, “Kalau begitu kita katakan dia itu
penyair.”

Pembesar yang sombong berkata, “Dia bukanlah penyair, kita mengetahui


semua syiar, bait dan intonasinya, puisi dan koridor serta bentengannya, ia
bukan penyair.”

Para pembesar berkata saat kehabisan ungkapan, “Kita katakan dia tukang
sihir wahai Abu Abdi Syams.”
Setelah mengetahui ketidakmampuan mereka, Al-Walid berkata, “Wahai kaum
Quraisy, demi Allah dia bukan tukang sihir, kita telah melihat para penyihir dan
sihir mereka, dia bukanlah tiupan penyihir atau tali ikatan mereka.”

Tatkala hilang kesabaran dan habis kedengkian serta kebejatan mereka, hilang
pula cara berbuat kejahatan di otak mereka yang kosong, mereka berkata,
“Lantas apa yang akan kita katakan wahai Abu Abdi Syams?!”

Dia menjawab, “Demi Allah, pada perkataannya terdapat rasa manis, akar
pokoknya kelapangan, cabangnya bunga yang tumbuh, dan tidaklah kalian
mengarang sesuatu pun yang mirip, melainkan diketahui bahwasanya itu
bathil.”

Nampaknya kebenaran ada pada si thaghut ini yang mengakui keindahan


Alquran dan kehebatannya, menimbulkan benang-benang cahaya di langit
kebenaran. Maka hal itu menyentuh hatinya, akan tetapi ia kembali pada
kecongkakan dan kekufurannya serta tertipu lagi berbuat kejahatan. Dia
berkata:

“Perkataan yang tepat untuk diucapkan bagi Muhammad, adalah penyihir


yang berkata dengan sihir, yang memisahkan antara ayah dengan anaknya,
atau seseorang dengan ayahnya, seseorang dengan saudaranya, seseorang
dengan istrinya, dan seseorang dengan keluarganya.”

Mereka Tidak Mendapati Kebenaran

Para pembesar Quraisy berpencar, menurut petunjuk jelek lagi dengki


pemimpin mereka. Mereka duduk di jalan yang dilalui orang-orang tatkala
datang musim haji, tidaklah seorang pun yang lewat, melainkan mereka
peringatkan dari Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mereka
menyebarkan dusta dan membuat tipu daya yang amat besar tentang Beliau.

Akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala mengembalikan tipu daya tersebut


pada diri mereka sendiri, hingga mereka tidak meraih sedikit pun kebaikan,
bahkan tipu daya yang mereka rencanakan justru menjadi sebab tersebarnya
dakwah ke penjuru negeri Arab. Makar dan rencana yang diusulkan oleh
thaghut mereka yang dengki dan sengsara berbalik arah kepada mereka
sendiri. Sedangkan kebaikan, keberkahan tercurah kepada junjungan kita
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Neraka serta ancaman untuk Al-
Walid. Allah menurunkan firman-Nya mengenai Al-Walid”
“Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya
sendirian.” (QS. Al-Muddatstsir: 11)

Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan untuk orang-orang yang


bersamanya:

“(yaitu) orang-orang yang telah menjadikan Alquran itu terbagi-bagi. Maka


demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua.” (QS. Al-Hijr: 91-92)

Alangkah indahnya perkataan Al-Bushiri:

Sungguh aneh orang-orang kafir yang semakin sesat padahal dengan otaknya
orang bisa mengambil petunjuk. Orang yang bertanya tentang kisah yang
diturunkan padanya yang mendatangi mereka dan meninggikannya.

Al-Walid dan Abu Jahal

Referensi menyebutkan kisah yang dapat dijadikan dasar, bahwa Al-Walid


Ibnul Mughirah menyimak Alquran yang mulia dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam lebih dari satu kali. Hampir saja dia beriman sekiranya tidak
didahului taqdir, kufur dan kesombongan Jahiliyyah.

Diriwayatkan bahwa Al-Walid datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa


sallam yang sedang membacakan Alquran, seakan-akan dia simpati terhadap
Beliau. Lantas berita tersebut sampai kepada keponakan Al-Walid –musuh
Allah- Abu Jahal, lalu dia mendatanginya seraya berkata, “Wahai pamanku,
sesungguhnya kaummu akan mengumpulkan harta agar diberikan
kepadamu.”

Al-Walid merasa heran dan berkata, “Untuk apa wahai anak saudaraku?!”

Abu Jahal si Laknat berkata, “Untuk memberimu, engkau mendatangi


Muhammad untuk memaparkan apa yang diperolehnya!”

Al-Walid berkata dengan kesal lagi menyombongkan diri, “Demi Allah, kaum
Quraisy mengetahui bahwa akulah orang yang kaya di antara mereka.”
Di sini Abu Jahal berkata dengan logat orang yang membela, “Wahai paman,
katakanlah mengenai Alquran kepada kaummu bahwa ia munkar dan engkau
membencinya.”

Al-Walid berkata, “Apa yang akan kukatakan?! Demi Allah, tidak ada di antara
kalian lelaki yang lebih mengetahui dan lebih luas wawasannya tentang syair
dariapdaku, dan demi Allah dia tidak mirip dengan syair sama sekali.”

Demi Allah berkata, “Apa yang akan kukatakan?! Demi Allah, tidak ada di
antara lelaki yang lebih mengetahui dan lebih luas wawasannya tentang syair
daripadaku, dan demi Allah dia tidak mirip dengan syair sama sekali.”

Demi Allah, perkataan yang diucapkannya adalah sesuatu yang manis, dia
memiliki keindahan, dan ada buah di atasnya, sementara di bawahnya lebat.
Sungguh, ia amat tinggi dan tiada tara, dia pun akan menghancurkan apa
yang di bawahnya.

Maka Abu Jahal berkata dengan logat yang buruk untuk membangkitkan
dasar-dasar kekufuran di hati Al-Walid yang paling dalam, “Demi Allah,
kaummu tidak rela terhadapmu sehingga engkau mengatakan komentar
buruk tentangnya.”

Al-Walid berkata, “Biarkan aku berfikir.” Sesudah berfirkir keras, berperang


melawan jiwa, berfikir dengan bantuan gerombolan setan dalam dirinya, dia
berkata, “ini adalah sihir yang membekas.” Kemudian turun ayat:

“Biarkanlah aAku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya


sendirian.”

Hingga firman Allah:

“Ini tidak lain hanyalah perkataan manusia.” (QS. Al-Muddattsir: 11-25)

Dia Menyelisihi Watad dan Fithrah

Al-Walid Ibnul mughirah mengetahui dengan fithrahnya sebagai orang Arab


dan wataknya yang benar, bahwa Alquran yang mulia tidak mungkin berasal
dari manusia. Dia berkata sebatas perkataan yang terlontar sebagai wujud rasa
yang mendalam dan sastra bahasanya, tanpa menjadikan suatu beban yang
menguasa melainkan fithrah dan perasaannya, tanpa pembicaraan yang
bertele-tele dan ungkapan yang berputar-putar, bahwa
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam orang paling jauh orang dari
perdukunan, syair dan sihir serta bisikannya. Pada rangkaian perkataannya
terdapat kelezatan yang dirasakan oleh para pemimpin sastra dan pemuka
yang fasih berbahasa Arab serta khatib yang handa, ia adalah perkataan yang
tetap dalam puncak kejelasan, cabangnya bertaburan di langit sastra, tiang-
tiangnya menancap di lubuk kejujuran dan petunjuk.

Hanya saja kecongkakan Al-Walid, kelalaian dan kekufurannya juga kekufuran


keponakannya fir’aun umat ini, taklid yang dominan, demikian pula
kefanatikan yang terwarisi, menjadikan Al-Walid mengundurkan diri
membalikkan kedua kakinya, jiwanya berkecamuk, dia takut akan ungkapan
Abu Jahal terhadapnya di depan para pembesar yang buruk dari kalangan
Quraisy, dia dikuasai kesesngsaraan hingga menempuh jalan yang menentang.

Menentang adalah jalan menuju dosa dan penipuan serta kejahatan paling
besar. Dia mengira bahwa kemuliaan hanyalah memakai baju yang bagus,
memakan makanan yang empuk. Sementara dia menjauhkn diri dari
kemuliaan akhlak, dan akhlak itu sendiri berlepas diri darinya. Alangkah
bagusnya orang itu berkata:

Sesungguhnya aku mendapati, kemuliaan hanyalah cukup dengan memakai


pakaian sutera dan keadaan kenyang. Apabila kemuliaan itu menjadi cela
dalam majlis kalian sekali saja, maka terimalah akibatnya.

Bersambung insya Allah…

Read more https://kisahmuslim.com/3414-kisah-kaum-durhaka-al-walid-bin-
al-mughirah-bagian-2.html

Kisah Kaum Durhaka: Al-Walid


bin Al-Mughirah (Bagian 3)
Uji Coba yang Gagal
Al-Walid Ibnul mughirah tidak tenang, khususnya saat Quraisy berpaling
darinya dan berubah arah mendukung Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam mereka beriman dengan apa yang Allah utus dengannya. Pemikiran
setan mendektenya untuk melepaskan diri dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam dengan membunuhnya, hal itu dibantu oleh beberapa orang dari
Bani Makhzum yang diselimuti kedengkian hingga membutakan mereka.
Mereka menjadi tidak melihat jalan petunjuk. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
menggelapkan mereka sehingga tidak melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang Mulia hingga mereka mengganggunya.

Diriwayatkan bahwa segerombolan Bani Makhzum, di antaranya Al-Walid


Ibnul Mughirah dan Abu Jahal mengikuti jejak Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan saling berpesan untuk membunuhnya. Tatkala Nabi berdiri shalat,
mereka mendengar bacaan Beliau, mereka mengutus Al-Walid untuk
membunuhnya. Lelaki jahat itu bersegera mendatangi tempat shalat
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia mendengarkan bacaan Nabi tanpa
diketahui Beliau. Al-Walid menemui mereka dan memberi tahu mereka
tentang hal itu, lantas mereka mendatanginya dan tatkala sampai, mereka pun
mendengar bacaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka mendakati
suara itu seakan-akan dari belakang mereka mendekatinya, akan tetapi suara
itu ada di depan mereka, mereka tetap dalam keadaan demikian hingga
membubarkan diri pertanda kekalahan.

Walhasil, mereka tidak mendapati jalan untuk membunuhnya. Hal itu sesuai
dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Dan Kami dihadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula),
dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat Melihat.” (QS.
Yaasiin: 9)

Dialog yang Berbelit-belit

Al-Walid gagal dalam usahanya, hal ini menunjukkan sifat pengecut dan
kedengkiannya, dia kembali dengan tipu dayanya yang jelek, mencari jalan lain
yang dikiranya bisa mematikan Islam. Dia melakukan penawaran, dia berusaha
–menurut pengakuannya- untuk mencari titik temu antara Islam dengan
Jahiliyyah sehingga kedua belah pihak setuju, yakni mereka ingin jika
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan sebagian yang mereka tapaki.
“Maka, mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka
bersikap lunak (pula kepadamu).” (QS. Al-Qalam: 9)

Terdapat satu riwayat yang dibawakan Ath-Thabari Rahimahullah yang


memberitahukan bahwa kaum musyrikin menawarkan kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar Beliau menyembah tuhan mereka
satu tahun, dan mereka menyembah Rabb Beliau radhiyallahu ‘anhu satu
tahun.

Ada riwayat lain yang memberitahukan bahwa mereka berkata, “Sekiranya


engkau menerima tuhan kami maka kami akan menyembah Rabbmu.”

Dan begitu banyak penawaran serta upaya yang dilakukan, salah satunya
dipimpin oleh kepala kekufuran Al-Walid Ibnul Mughirah.

Ibnu Ishaq Rahimahullah meriwayatkan dengan sanadnya:


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang thawaf di Ka’bah, lalu dihadang
oleh Al-Aswad Ibnul Mutthalib bin Asad bin Abdul Uzza, Al-Walid Ibnul
Mughirah, Umayyah bin Khalaf, Al-Ash bin Wa’il as-Sahmi –mereka para
pemuka kaumnya- lantas mereka berkata:

“Wahai Muhammad, kami akan menyembah apa yang engkau sembah dan
engkau menyembah apa yang kami sembah, kita berbagi dalam hal ini. Jika
yang kami sembah lebih baik dari yang engkau sembah berarti engkau telah
mendapat bagian darinya.” Maka Allah menurunkan firman-Nya:

“Katakanlah: ‘Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang
kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan
aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu
tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu
agamamu, dan untukkulah, agamaku’.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pergi ke Masjidil Haram yang di sana


terdapat para pembesar Quraisy. Beliau membacakan kepada mereka, hingga
selesai surat tersebut, mereka berputus asa ketika itu pula.

Allah memutuskan penawaran mereka yang lucu dan remeh dengan cara yang
tegas dan tajam. Allah menghinakan Al-Walid dan sahabatnya, mereka
memunculkan perkataan hina dan Allah meruntuhkan semua tipu daya
mereka.
Tamparan yang Pedih untuk Al-Walid

Utsman bin Madz’un termasuk orang yang pertama kali beriman, dia memeluk
Islam setelah 13 orang sebelumnya, dia ikut hijrah ke Habasyah pada hijrah
yang pertama, dia merupakan sosok yang selalu berpuasa, menegakkan shalat
dan taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sekembali dari hijrah, dia dilindungi oleh Al-Walid Ibnul Mughirah selama
berhari-hari, kemudian dia mengembalikan kepada Al-Walid jaminan
perlindungannya. Hal ini merupakan tamparan bagi kesombongan Al-Walid
yang ditiupkan setan melalui kedua sisinya. Setena bermain di semua sisi
hidupnya, terlebih Quraisy melihat Al-Walid dengan penghormatan dan
pengagungan.

Referensi meriwayatkan bahwa Utsman bin Madz’un al-Jumahi radhiyallahu


‘anhu, kembali dari Habasyah bersama sekelompok kaum Muhajirin, dia dalam
jaminan perlindungan dari Al-Walid Ibnul Mughirah al-Makhzumi untuk
mencegah dan melindunginya dari gangguan Quraisy, tatkala Utsman melihat
ujian dan kezhaliman yang dialami para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam dia datang dan pergi dengan jaminan keamanan dari Al-Walid, dia
merasa sakit dan menyayangkan, hatinya tidak merasa tenang dalam hidup
dalam jaminan orang yang musyrik, sedangkan orang yang seagama
dengannya menerima cobaan dan gangguan dalam menjalankan agama Allah,
maka perasaannya menolak hal itu hingga mengungguli jiwanya, maka dia
melangkahkan kaki menuju Al-Waid Ibnul Mughirah lantas berkata padanya:

“Wahai Abu Abdi Syams jaminanmu telah sempurna, aku kembalikan jaminan
perlindunganmu.”

Dia menjawab, “Mengapa wahai putra saudaraku? Barangkali ada seseorang


yang mengganggumu dari kalangan kaumkua?”

Utsman berkata, “Tidak, akan tetapi aku rela dengan jaminan Allah, dan aku
tidak ingin meminta jaminan dari selain-Nya.”

Al-Walid berkata, “Pergilah ke masjid dan kembalikanlah jaminanku secara


terang-terangan, sebagaimana aku memberikannya terang-terangan.”
Maka keduanya beranjak hingga sampai di Masjidil Haram, keduanya berdiri di
hadapan khalayak ramai. Al-Walid Ibnul Mughirah berkata, “Inilah Utsman
telah datang untuk mengembalikan jaminanku.”

Utsman berkata, “Dia benar, aku telah mendapatinya tepat janji dan
menampakkan kemuliaan dalam perlindungan, akan tetapi aku tidak ingin
meminta jaminan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan telah
kukembalikan kepadanya jaminannya.” Kemudian keduanya beranjak bubar
untuk mengurus urusannya masing-masing.

Bersambung insya Allah…

Read more https://kisahmuslim.com/3416-kisah-kaum-durhaka-al-walid-bin-
al-mughirah-bagian-3.html

Kisah Kaum Durhaka: Al-Walid


bin Al-Mughirah (Bagian 4 –
Selesai)
Kapan Terjadi Kejadian Ini Pada Kalian

Utsman Ibnu Mazh’un radhiyallahu ‘anhu memakai pakaian keperkasaan


dengan agama Allah, kemudian dia pergi ke majlis Quraisy lantas duduk
bersama mereka. Labid bin Rabi’ah adalah seorang penyair ternama, dia
membacakan sebagian syair-syairnya untuk mereka. Labid berkata:

“Ketahuilah, bahwa segala sesuatu selain Allah bathil adanya.”

Utsman berkata, “Engkau benar wahai Abu Aqil –Kunyah Labid-.”

Labid berkata,

“Dan setiap kenikmatan itu pasti akan sirna keberadaannya.”

Utsman berkata, “Engkau dusta, kenikmatan surga tidak akan berakhir.”


Labid berkata, “Wahai kaum Quraisy demi Allah, teman kalian ini tidak pernah
diganggu, sejak kapan hal ini terjadi pada kalian?”

Berkatalah salah seorang dari kaum tersebut, Sesungguhnya ia seorang dari


orang bodoh yang bersamanya (Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam),
mareka telah meninggalkan agama kita, janganlah engkau hiraukan
perkataannya.”

Maka Utsman bin Madz’un radhiyallahu ‘anhu membantah dan menjelaskan


kepadanya, bahwa orang bodoh itu adalah yang menyembah patung. Lantas
berdirilah lelaki itu menampar matanya hingga lebam berbekas hitam.

Saat itu Al-Walid Ibnul Mughirah dekat dari keduanya, dia melihat apa yang
menimpa Utsman dan berkata, “Ketahuilah demi Allah, wahai putra saudaraku,
sesungguhnya matamu amat berharga untuk dianiaya seperti itu! Engkau
tadinya dalam tanggungan yang aman.”

Al-Walid mengira bahwa Utsman akan kembali ke pangkuannya, akan tetapi


dia mendapati jawaban yang membakar api dalam hatinya, menambah
kepedihan di atas kepedihannya. Utsman menjawab, “Demi Allah,
sesungguhnya mataku yang sehat (sebelah mata yang satunya) membutuhkan
apa yang menimpa saudaranya yang seagama (mata yang terkena hantaman
pukulan.”

Maka berkatalah Al-Walid dengan kelicikan yang dibuat-buat, “Kemarilah


wahai putra saudaraku, kembalilah ke jaminanmu jika engkau mau.”

Utsman berkata, “Tidak, demi Penguasa Baitul Haram (Allah), aku di sisi Dzat
yang lebih berwibawa darimu dan lebih kuasa wahai Abu Abdi Syams.”

Dengan perlakuan ini, semakin kerdillah kesombongan Al-Walid dan runtuhlah


pagar kesombongan fana yang dibangun untuk dirinya, agar dikatakan dalam
berbagai majlis dan dipuji-puji di kalangan pembesar, bahwa dialah seorang
yang mulia dari Quraisy.

Hassan bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu telah menggambarkan dengan baik,


kepribadian Al-Walid dalam Hija (sindiran pedas) syairnya:
Abdu Syams menyerupai orang-orang mulia. Padahal dia jahat dari keturunan
yang jahat pula. Saat engkau mengkritik orang yang tinggi derajatnya
perkataannya hanyalah ungkapan usang…

Di kesempatan lain dia berkata, kapan Quraisy menisbatkannya atau


mendapatkannya. Kamu sama sekali tidak dianggap penting olehnya. Engkau
ibnul Mughirah seorang hamba yang ringan. Telah membebani pundakmu
dengan memikl wadah susu. Apabila dihitung orang-orang baik dari Quraisy.
Banyak terkumpul tanpa memasukkan kalian para anjing.

Sesungguhnya Kami Memelihara Kamu dari (Kejahatan) Orang-orang yang


Memperolok-olok

Al-Walid Ibnul Mughirah mencari-cari jlan, guna mengganggu


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia mengganggu Beliau dan para
sahabatnya. Dia membantah wahyu, mendustakannya dan mengganggu
dakwahnya. Dia mengumpulkan delegasi Arab untuk menentang Beliau.
Masalahnya semakin runyam, dia menempuh jalan orang zindiq. Dia belajar
bersama salah seorang kaum musyrikin dari Nashara yang kebingungan.

Demikianlah dia, membawa bendera dusta dan ejekan serta cibiran terhadap
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia menjadi salah seorang pengejek
yang mengganggu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Allah telah
mencukpkan perkara mereka dan melenyapkan mereka sampai ke akar-
akarnya.

Referensi meriwayatkan dengan sanad yang terpercaya mengenai kabar


mereka dan cerita kesudahannya.

Para pembesar yang mengejek Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ada


lima orang: Al-Walid Ibnul Mughirah, Abu Zama’ah Ibnul Aswad Ibnul
Muththalib bin Asad, Al-Usud bin Abdi Yaghuts az-Zuhri, Al-Ash bin Wa’il dan
Al-Harits bin ath-Thulathulah as-Sahmi. Mereka mengejek
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencibir dan mengganggu Beliau,
maka Jibril mendatangi Beliau, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun
mengadukan mereka kepadanya. Ketika mereka sedang thawaf di Ka’bah,
Muththalib bin Asad, AI-Usud bin ‘Abdi Yaghuts az-Zuhri, Al’Ash bin Wa’il dan
AI-Harits bin ath-Thulathulah as-Sahmi. Mer-eka mengejek
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencibir dan mengganggu Beliau,
maka Jibril mendatangi Beliau, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun
mengadukan mereka kepadanya. Ketika mereka sedang thawaf di Ka’bah, Dia
berdiri dan Beliau pun berdiri di sekitar orang-orang yang mengejek,
kemudian lewatlah Al-Aswad bin ‘Abdi Yaghuts, Jibril  memberi isyarat pada
perutnya lantas perutnya haus minta air, matilah dia karena perutnya
kembung dengan nanah.

Lewatlah Al-Walid bin Mughirah, lalu Jibril menunjuk ke talapak kakinya yang
menderita penyakit menahun akan tetapi ia menutupinya dengan menjulurkan
kain sampai menyapu ta-nab (isbal).  Ceritanya, suatu ketika ia melewati
seorang dari Bani Khuza’ah yang sedang mengasah anak panah, lalu ada
bagian dari sayatan tadi yang hinggap di sarungnya kemudian tersapu oleh
bagian bawah dari sarungnya, lalu diinjaknya dengan tidak sengaja, hingga
masuk menancap di bawah mata kakinya. Kemudian kakinya tadi
membengkak dan ia mati karenanya.

Lewatlah Al-‘Ash bin Wa’il, dia mengisyaratkan kepada Dagian bawah kakinya,
dia keluar menunggang keledai mefiuju Tha’if. Bagian kakinya terkena pohon
berduri, duri itu masuk telapak kakinya yang bawah hingga membunuhnya.

Lewatlah Al-Harits bin Thulathulah, dia mengisyaratkan kepalanya, maka


keluarlah cairan nanah dari kepalanya hingga dia mati.

Lewatlah AI-Aswad Ibnul Muththalib, kertas hijau dilemparkan ke wajahnya,


lantas dia menjadi buta dan matanya sakit, dia pun membenturkan kepalanya
ke tembok.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, mengenai mereka:

“Sesungguhnya kami memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang


yang memperolok-olokkan (kamu).”  (QS. AI-Hijr: 95)

Demikianlah Allah menjaga RasuI-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dad orang-


orang yang mengejeknya, mereka mati sebelum perang Badar ditimpa
penyakit yang ganas. Lima orang yang terkenal itulah yang dimaksud Allah
dalam firmannya:

“Sesungguhnya kami memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang


yang memperolok-olokkan (kamu).” (QS. AI-Hijr: 95)
AI-Bushiri Rahimahullah mengisyaratkan hal itu dengan balk dalam syairnya:

Cukuplah bagi orang-orang yang mengejek dan berapa banyak kaum yang
menyakiti Nabinya dengan pelecehan. Mereka menuduhnya dengan tuduhan
dari halaman rumah yang di dalamnya terdapat kelapangan bagi orang-orang
zhalim. Ada lima orang yang mereka semua ditimpa penyakit. Dan kematian
dengan salah satu bala tentaranya adalah penyakit. Al-Aswad bin Mutthalib
terkena musibah berupa kebutaan yang mematikan. Dan Al-Aswad bin
Yaghuts tertimpa gelas yang diminumnya telah menghantarkan pada
kematiannya. Al walid terkoyak-koyak panah. Suatu hal yang tidak sanggup
dilakukan oleh ular yang berbintik-bintik. Duri di atas jantung telah
menghabisi Al-Ash. Maka bagi Allah kekuasaan menyiksa dengan pernatara
itu. Dan Al-Harits yang jelek telah meleleh kepalanya, dan itulah wadah yang
paling buruk. Dengan terbunuhnya mereka, bumi menjadi suci. Maka hilanglah
penderitaan dengan tersingkirnya penghalang.

Yang patut disebutkan bahwa Al-Walid Ibnul Mughirah meninggal dalam usia
95 tahun, dan kematiannya sekitar tiga bulan setelah hijrah, ia dimakamkan di
Al-Hujun Mekah.

AI-Walid adalah seorang dermawan yang menyimpan sifat sombong, atau


sombong dalam kedermawan, dia mencegah seseorang menyalakan api di
Mina untuk masak melainkan dengan apinya, makanan untuk diberikan
kepada jama’ah haji, dia memberi infaq kepada setiap jama’ah haji dalam
jumlah banyak karena ingin disebut-sebut:

“Ketahuilah, jangan sampai ada orang menyalakan apl dibawah pintalan.

Ketahuilah, jangan ada orang yang yang menghisap asap dengan kuda.

Ketahuilah, bagi siapa yang menginginkan makanan Hais  (dari kurma dan


tepung) hendaklah mendatangi Al-Walid Ibnul Mughirah.”

Dia menginfakkan untuk sekali haji, dua puluh ribu lebih, dia tidak hanya
memberi orang miskin satu dirham. Dan orang-orang Arab badui
mengistimewakan kebaikannya yang dibuat-buat untuk disebut-sebut.

Al-Walid memiliki kebun-kebun yang banyak di Mekah dan Tha’if, diantara


sekian banyak kebunnya terdapat kebun yang tidak terputus buahnya di
musim hujan juga di musim kemarau.
Tentang banyak hartanya, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Dahulu,
hartanya melimpah sepanjang Mekah dan Tha’if, unta, kuda dan kambing
serta kebun yang banyak di Tha’if dan sungai-sungai, juga uang yang
menggunung.”

Kecongkakan Al-Walid bertambah -khususnya- tatkala Quraisy membuatkan


untuknya mahkota kemuliaan, dia mengira bahwa dirinya adalah pemimpin
Quraisy, dia berangan akan menjadi salah satu pemimpin Arab’dan penentu
kalimat dalam perjalanan kaumnya, dan memenuhi kebutuhan mereka dalam
banyak perkara.

Tatkala Islam datang berkuranglah wibawanya, beterbanganlah sisi-sisi


kesombongan dalam dirinya, maka tumbuhlah, kedengkian dalam hatinya
terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hingga ia termasuk orang-orang
yang mengejek Beliau, maka gugurlah amalnya dan jadilah dia bagian dari
orang-orang yang merugi di dunia dan akhirat.

Anak-anak yang Selalu Bersama Al-Walid

Allah Ta’ala  berfirman menggambarkan Al-Walid dan kenikmatan yang


dianugrahkan-Nya:

“Dan Aku iadikan baginya harta benda yang banyak, Dan anak-anak yang
selalu bersama Dia.”  (QS. AI-Muddatsir: 12-13)

Para pembaca yang budiman, saya ingin menunjukkan keadilan


Allah Subhanahu wa Ta’ala, dalam menyimak dua ayat yang mulia diatas. Al-
Walid Ibnul Mughirah tokoh thaghut  sang pelaku dosa dalam , kekafiran.
Sikap thaghut,  kufur dan berbuat dosa tidak hanya tampak dalam
kehidupannya yang nyata. Akan tetapi perbuatan dosa, dan sikap
thaghutnya  juga lahir dari fithrah buruknya yang dibawa sejak lahir,
mengingkari nikmat dan kebaikan.

Al-Walid -sebagaimana kita amati dalam dua ayat tadi telah Allah Subhanahu
wa Ta’ala gambarkan dengan gambaran yang baik, Allah telah mengaruniakan
nikmat yang melimpah, Allah menjadikan bermacam-macam harta yang
melimpah bagi Al-Walid, Allah mengaruniakan anak yang banyak, lagi
mengelilinginya, dia menyayangi mereka, dia gembira dengan keberadaan
mereka yang selalu di dekatnya, dia selalu tenang dengan melihat mereka.
Mereka pun menjadi kaya dengan kekayaan ayahnya, mereka tidak butuh
merantau untuk mendapatkan mata pencaharian.

Diriwayatkan bahwa jumlah anaknya sepuluh orang, ada juga yang


meriwayatkan lebih banyak darinya.

Muqatil bin Sulaiman Rahimahullah berkata, “Jumlah mereka tujuh orang,


semuanya laki-laki yaitu: AI-Walid Ibnul Walid, Khalid pejuang Islam yang
dijuluki Saifullah-,  ‘Ammarah, Hisyam, Al’Ash, Qais dan ‘Abdu Syams.

Yang terpenting, bahwa tiga orang dari mereka masuk Islam, yaitu: Khalid,
Hisyam dan AI-Walid.’”

Pengkhususan nikmat atas AI-Walid dengan banyak anak merupakan hujjah


yang menyangkalnya. Kaumnya benci melahirkan anak wanita sebagaimana
hal itu dikenal di antara mereka, mereka sangat suka melahirkan pria, maka
seyogyanya dia menjadi orang yang bersyukur atas nikmat Allah padanya,
berupa karunia harta dan anak. Karena -sebagaimana disebutkan oleh para
Mufassir- tidak terkenal di suku Quraisy seorang pun yang memiliki harta dan
anak yang banyak melebihi ketenaran Al-Walid, akan tetapi jeleknya batin AI-
Walid merubah nikmat Allah menjadi kekufuran, dia menghalalkan dirinya
menem-pati rumah kebinasaan, neraka jahannam yang menyala-nyala dan
itulah seburuk-buruk tempat tinggal, la berbuat congkak dan sombong,
melampaui batas atas nikmat Allah dan berbuat dosa, memerangi kebenaran,
menghalang-halangi dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal dia
mengetahui kebenaran Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya saja
dia mengingkarinya karena sombong. Hatinya membatu, kepribadiannya
menjadi keras, lancang dengan melakukan setiap maksiat, maka dia berhak
mendapat kehinaan di dunia dan adzab yang hina pula di akhirat.

Ancaman Neraka Saqar, Untuk Al-Walid

AI-Walid diungkapkan dalam Alquran secara berulang-ulang, lebih dari seratus


kali, juga penjelasan tentang ancaman yang akan didapatkannya.

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Allah menurunkan 104 ayat mengenai


AI-Walid Ibnul Mughirah.”

Al-Walid –semoga dilaknat Allah– dalam banyak Alquran merupakan contoh


yang jelek di masa kenabian, tabiatnya merupakan contoh kejelekan dan dosa
paling buruk dalam kepribadian manusia, yaitu menentang kebenaran,
melampaui batas dalam kekufuran, dan perbuatan dosa yang sewenang-
wenang. Maka, Neraka Saqar menunggunya sebagai balasan yang adil, dan
taukah engkau apakah Saqar itu?

Para Mufassir sepakat, banyak ayat turun yang memberitakan AI-Walid akan
masuk Neraka, menyifatinya dengan sifat paling buruk, perkataan dusta dan
berbohong terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu
‘alaihi wa sallam.

Dan ayat-ayat yang disepakati para Mufassir  mengenai Al-Walid, yang


menyoroti si Thaghut keras kepala ini, dengan sifat yang menandakan
lambang kejelekan yang bergelimang dosa  dalam kepribadian orang zhalim,
adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Al-Muddattsir. Marilah
kita baca bersama ayat-ayat yang penuh hikmah sekaligus menjadi hukum
yang adil:

“Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya


sendirian. Dan Aku ]adikan baginya harta benda yang banyak, Dan anak-anak
yang selalu bersama Dia, Dan Ku lapangkan baginya (rizki dan kekuasaan)
dengan selapang-lapangnya, Kemudian dia ingin sekali supaya Aku
menambahnya. Sekali-kali tidak (akan Aku tambah), Karena Sesungguhnya dia
menentang ayat-ayat kami (Alquran). Aku akan membebaninya mendaki
pendakian yang memayahkan. Sesungguhnya dia telah memikirkan dan
menetapkan (apa yang ditetapkannya), Maka celakalah dia! Bagaimana dia
menetapkan? Kemudian celakalah dia bagaimanakah dia menetapkan?
Kemudian dia memikirkan, sesudah itu dia bermasam muka dan merengut,
Kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri, Lalu dia
berkata, ‘(Alquran) Ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-
orang dahulu). Ini tidak lain hanyalah perkataan manusia.’ Aku akan
memasukkannya ke dalam (Neraka) Saqar. Tahukah kamu apakah (Neraka)
Saqar itu? Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan [maksudnya:
Apa yang dilemparkan ke dalam Neraka itu diadzabnya sampai binasa
Kemudian dikembalikannya seperti semula untuk diadzab kembali]. (Neraka
Saqar) adalah pembakar kulit manusia. Dan di atasnya ada sembilan belas
(Malaikat penjaga).” (QS. Al-Muddatsir: 11-30)
Telaah serius ayat-ayat lalu, akan menggambarkan kepada kita metode yang
memukau, pertempuran yang dahsyat dalam jiwa AI-Walid. Saat dia melihat,
kemudian bermuka masam dan merengut, dan setelah merasa sakit lagi
sempit, dia mencela dirinya sendiri dengan berkata:
“Lalu dia berkata, (Alquran) Ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari
orang-orang dahulu).” (QS. AI-Muddatsir: 14)
Dengan demikian, dia berhak mendapat murka Allah Subhanahu wa
Ta’ala pedih siksa-Nya, bahkan Allah menyifatinya dengan sifat yang tercela di
banyak tempat dalam Alquran.

AI-Qurthubi Rahimahullah berkata tentang ayat-ayat yang diturunkan


berkenaan dengan AI-Walid, “Semua ini diturunkan berkenaan, dengan AI-
Walid Ibnul Mughirah, kami tidak mengetahui bahwa Allah Subhanahu wa
Ta’ala telah menyebutkan aib seseorang sedetail yang disebutkan bagi AI-
Walid, Allah menampakkan aib yang menempel tak terpisahkan darinya di
dunia dan akhirat. Demikianlah, apakah harta dan anak AI-Walid memberi
manfaat baginya?

“(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-
orang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS. Al-Muddatstsir: 88-89)

Al-Walid berhak menerima imbalan yang setimpal lagi adil dari


Allah Subhanahu wa Ta’ala, yakni Neraka:

“Dan Rabbmu tidak menganiaya seorang jua pun.” (QS. Al-Kahfi: 49)


Maha benar Allah lagi Maha agung.

Sumber: Orang-orang yang Divonis Masuk Neraka, Pustaka Darul Ilmi,


Cetakan Pertama Sya’ban 1429 H/ Agustus 2008 M
Artikel www.KisahMuslim.com

Read more https://kisahmuslim.com/3418-kisah-kaum-durhaka-al-walid-bin-
al-mughirah-bagian-4-selesai.html

Anda mungkin juga menyukai