Gastroesophageal Reflux Disease
Gastroesophageal Reflux Disease
DEFINISI
Penyakit Reflux Gastroesofageal adalah suatu keadaan patologis akibat refluks
kandungan lambung ke dalam esophagus, dengan beberapa gejala yang timbul akibat
keterlibatan esophagus, faring, laring, dan saluran nafas.
ANATOMI ESOFAGUS-GASTER
1. ESOFAGUS
- Merupakan tabung muscular, panjang = 25 cm, diameter = 2 cm
- Mendorong makanan ke dalam perut (lambung)
- Akan kolaps saat kosong
- Kelanjutan dari faring, dimulai pada tengah leher, batas inferior dari kartilago
krikoid (C 6) di thorax terletak pada bagian anterior dari kolumna vertebra
dan di belakang trakea&jantung menjadi hiatus esophageal pada diafragma
2.
FISIOLOGI ESOFAGUS-GASTER
1. ESOFAGUS
Fungsi dasar esofagus adalah membawa material yang ditelan dari faring ke
lambung. Yang kedua, refluks gastrik ke esofagus dicegah oleh sfingter bawah
esofagus dan masuknya udara ke esofagus pada saat inspirasi dicegah oleh sfingter
atas esofagus, sfingter atas normalnya selalu tertutup akibat kontraksi tonik otot
krikofaringeus.
Ketika makanan mencapai esofagus, makanan akan didorong ke lambung oleh
gerakan peristaltik. Kekuatan kontraksi peristaltik tergantung kepada besarnya bolus
makanan yang masuk ke esofagus. Gerakan peristaltik esofagus terdiri dari gerakan
peristaltik primer dan gerakan peristaltik sekunder. Gerak peristaltik primer adalah
gerak peristaltik yang merupakan lanjutan dari gerakan peristaltik pada faring yang
menyebar ke esofagus. Gerakan ini berlangsung dengan kecepatan 3-4 cm/ detik, dan
membutuhkan waktu 8-9 detik untuk mendorong makanan ke lambung. Gerakan
peristaltik sekunder terjadi oleh adanya makanan dalam esofagus. Sesudah gerakan
peristaltik primer dan masih ada makanan pada esofagus yang merangsang reseptor
regang pada esofagus, maka akan terjadi gelombang peristaltik sekunder. Gelombang
peristaltik sekunder berakhir setelah semua makanan meninggalkan esofagus.
Esofagus dipisahkan dari rongga mulut oleh sfingter esofagus proksimal atau sfingter
atas esofagus (upper esopaheal spinchter/ UES), dan dipisahkan dengan lambung oleh
sfingter esofagus distal atau sfingter bawah esofagus (lower esophageal spinchter/
LES). Sfingter esofagus proksimal terdiri dari otot rangka dan diatur oleh n. vagus.
Tonus dari otot ini dipertahankan oleh impuls yang berasal dari neuron post ganglion
n. vagus yang menghasilkan asetilkolin.
Sfingter esofagus distal yang terletal 2-5 cm di atas hubungan antara esofagus
dan lambung merupakan otot polos. Secara anatomis, strukturnya tidak berbeda
dengan esofagus tetapi secara fisiologis berbeda oleh karena dalam keadaan normal
sfingter selalu konstriksi.
Proses menelan dapat di bagi menjadi 3 tahap yaitu :
-
mulut.
Fase faringeal, terjadi secara refleks pada akhir fase oral, membantu jalannya
makanan dari faring kedalam esophagus. Faring dan taring bergerak ke atas oleh
kontraksi m.stilofaring, m. salfingofaring, m.tirohioid dan m. palatofaring. Aditus
laring tertutup oleh epiglotis, sedangkan ketiga sfingter laring, yaitu plika
ariepiglotika, plika ventrikularis dan plika vokalis tertutup karena kontraksi m.
ariepiglotika dan m. aritenoid obliges penghentian aliran udara ke laring karena
refleks yang menghambat pernapasan (bolus tidak akan masuk ke sal.nafas
-
2. GASTER
Secara histologi, lambung terdiri atas 5 lapisan,yaitu: mukosa, submukosa,
muskularis, subserosa & serosa. Pada cardia terdapat kelenjar yang menghasilkan
musin/lendir.
Fundus dan corpus merupakan 4/5 dari permukaan lambung memiliki 3
macam sel, yaitu:
-
Sel parietal menghasilkan HCl dan faktor intrinsik Castle. Jika bercampur dengan
Fase sefalik. Menghasilkan sekitar 10% dari sekresi lambung normal yang
berhubungan dengan makanan. Penglihatan,penciuman dan rasa dari makanan
merupakan komponen fase sefalik melalui perangsangan nervus vagus.Sinyal
neurogenik yag menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks serebri atau
-
EPIDEMIOLOGI
-
ETIOLOGI
Penyakit reflux esophageal bersifat multifaktorial.
Esophagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona bertekanan tinggi yang dihasilkan
oleh kontraksi lower esophageal sphincter (LES). Pada individu normal, pemisah ini
akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad, yaitu pada saat
menelan, atau aliran retrograd, yang terjadi saat sendawa atau muntah. Aliran balik
dari gaster ke esophagus melalu LES hanya terjadi bila tonus LES tidak ada atau
sangat rendah (<3 mmHg).
Berdasarkan hasil perkembangan teknik pemeriksaan manometri, pada tonus LES yag
normal ditemukan adanya peranan transient LES relaxation (TLESR), yaitu relaksasi
LES yang bersifat spontan dan berlangsung lebih kurang 5 detik tanpa didahului
proses menelan, yang pada beberapa individu diketahui ada hubungannya dengan
pengosongan lambung lambat dan dilatasi lambung.
2. Bersihan asam dari lumen esophagus
factor-faktor yang berperan pada bersihan asam dari lumen esofagus:
-
gravitasi
peristaltic
ekskresi air liur
bikarbonat
setelah terjadi reflux, sebagian besar bahan refluksat akan kembali ke lambung
dengan dorongan gerakan peristaltic yang dirangsang oleh proses menelan sisanya
akan dinetralisir oleh bikarbonat yang disekresi oleh kelenjar saliva dan kelenjar
esophagus.
Mekanisme bersihan ini sangat penting, karena semakin lama kontak antara bahan
refluksat dengan esophagus (waktu transit esophagus) makin besar kemungkinan
terjadinya esofagitis.
Reflux malam hari (nocturnal refux) lebih besar berpotensi menimbulkan kerusakan
esophagus karena selama tidur sebagian besar mekanisme bersihan esophagus tidak
aktif.
3. Ketahanan epithelial esofagus
berbeda dengan lambung dan duodenum, esophagus tidak memiliki lapisan
mucus yang melindungi mukosa esophagus.
Mekanisme ketahanan epithelial esophagus terdiri dari :
-
membran sel
batas intraselular (intracellular junction) yang membatasi difusi H+ ke jaringan
esophagus
aliran darah esophagus yang mensuplai nutrien, oksigen dan bikarbonat, serta
YANG
DAPAT
MEMPENGARUHI
TIMBULNYA
GEJALA GERD
nikotin dapat mebghambat transport ion Na melalui epitel esophagus
alcohol dan aspirin meningkatkan permeabilitias epitel terhadap ion H
factor ofensif adalah potensi daya refluksat, kandungan lambung yang menambah
potensi daya rusak refluksat : HCl, pepsin, garam empedu, enzim pancreas
derajat kerusakan mukosa meningkat pada pH < 2, atau dengan adanya pepsin atau
garam empedu
yang memiliki potensi daya rusak paling tinggi : asam
kelainan di lambung yang meningkatkan terjadinya refluks fisiologis : dilatasi
lambung, obstruksi gastric outlet, delayed gastric emptying
peranan infeksi Helicobacter pylori dalam patogenesis GERD relatif kecil dan
kurang didukung oleh data yang ada, namun ada hubungan terbalik antara infeksi
H.pilory dangan strain virulens (Cag A positif) dangan kejadian esofagitis, Barretts
esophagus, dan adenocarsinoma esophagus.
Pengaruh H.pilory terhadap GERD merupakan konsekuensi logis dari gastritis serta
pengaruhnya terhadap sekresi asam lambung. Oleh sebab itu, pemeriksaan serta
eradikasi H.pilory dianjurkan pada pasien GERD sebelum pengobatan PPI jangka
panjang
non-acid relux (reflux gas) berperan dalam patogenesis timbulnya gejala GERD,
diduga karena hipersensitivitas visceral
MANIFESTASI KLINIK
Gejala klinik yang khas : nyeri/rasa tidak enak di epigastrium atau retrosternal bagian
bawah
-
pektoris
kadang-kadang bercampur dengan gejala dysfagia (sulit menelan) timbul
saat makan makanan padat, kemungkinan karena terjadi striktur atau Barretts
esophagus odinofagia (nyeri menelan) bisa timbul jika sudah terjadi
bronkiektasis, asma
beberapa penyakit paru dapat menjadi factor predesposisi timbulnya gejala
GERD karena timbulnya perubahan anatomis di daerah gastroesofageal high
pressures zone, akibat penggunaan obat-obatan yang menurunkan tonus LES
(missal:teofilin)
gejala GERD biasanya terjadi perlahan-lahan, sangat jarang terjadi episode
akut atau keadaan yang mengancam nyawa, karena itu umumnya pasien
dengan GERD memerlukan penatalaksanaan secara medik
DIAGNOSIS
Disamping anamnesis dan pemeriksaan fisik, beberapa pemeriksaan penunjang yang
dapat diakukan untuk menegakan diagnosis GERD :
1. Endoskopi saluran cerna bagian atas
Gambaran endoskopi
Erosi kecil-kecil pada mukosa esophagus
mukosa
berhubungan
Lesi yang
konfluen
tetapi
(mengelilingi
tidak
seluruh
mukosa esophagus)
2. Esofagografi dengan barium
dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan sering tidak
menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis ringan
pada kasus esofagitis berat, gambaran radiologi dapat berupa penebalan dinding
dan lipatan mukosa, ulkus, atau penyempitan lumen
pemeriksaan ini memiliki kelebihan disbanding endoskopi pada keadaan :
stenosis esophagus derajat ringan akibat esofagitis peptic dengan gejala dyspepsia,
hiatus hernia
3. Pemantauan pH 24 jam
episode reflux esophagus menimbulkan asidifikasi bagian distal esophagus
dapat diukur dengan meletakan mikroelektroda pH pada bagian distal esophagus
pH di bawah 4 pada jarak 5cm di atas LES dianggap diagnostik untuk reflux esofagus
4. Tes Bernstein
mengukur sensitifitas mukosa dengan memasang selang transnasal dan melakukan
perfusi bagian distal esophagus dengan HCl 0,1 M dalam waktu kurang dari 1 jam
bersifat pelengkap terhadap pemantauan pH 24 jam
bila larutan ini menimbulkan nyeri dada seperti yang dialami pasien, tetapi larutan
NaCl tidak menimbulkan rasa nyeri, maka tes dianggap positif
hasil yang negatif tidak menyingkirkan adanya nyeri yang berasal dari esofagus
5. Manometri esophagus
memberi manfaat yang berarti jika pada pasien dengan nyeri epigastrium dan
regurgitasi yang nyata didapatkan esofagografi barium dan endoskopi yang normal
6. Sintigrafi gastroesofageal
menggunakan cairan atau makanan cair dan padat yang dilabel dengan radioisotop
yang tidak diabsorbsi (biasanya digunakan technetium) penghitung gamma
(gamma counter) eksternal akan memonitor transit makanan/cairan yang dilabel
tersebut
7. Tes penghambat pompa proton (proton pump inhibitor/PPI test) atau tes
supresi asam (acid suppression test)
merupakan terapi empirik untuk menilai gejala GERD dengan memberikan PPI
dosis tinggi selama 1-2 minggu sambil melihat respons yang terjadi
terutama dilakukan jika tidak teradapat modalitas diagnostik seperti endoskopi
tes ini dianggap positif jika terdapat perbaikan 50-75% gejala
merupakan salah satu tata laksana GERD yang idanjurkan sebagai lini pertama
pasien
yang
tidak
disertai
hematemesis/melena,
disfagia,
dengan
odinofagia,
gejala
alarm
riwayat
(BB
turun,
anemia,
keluarga
kanker
Meninggikan posisi kepala saat tidur serta menghindari makan sebelum tidur
meningkatkan kebersihan asam selama tidur serta mencegah terjadinya
gagal diberikan obat yang lebih kuat dengan masa terapi lebih lama
Terapi supresi asam lebih efektif dibanding dendan obat-obatan prokinetik
beberapa hari sampai dua minggu jika ada kekambuhan sampai gejala hilang)
Antasid
Antagonis resepto H2
Obta-obatan prokinetik
Sukralfat
Penghambat pompa proton (PPI)
KOMPLIKASI
-
Striktur esophagus
Esophagus Barretts
Ulserasi
Perdarahan
PROGNOSIS
Prognosis pada GERD umumnya baik dengan terapi antacid. Beberapa orang
mungkin membutuhkn terapi lain dan tidak diketahui sampai kapan terapi tersebut
harus dilakukan untuk mencapai recovery. Pada beberapa kasus, recovery bisa bersifal
sementara atau parsial.