Anda di halaman 1dari 12

GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE (GERD)

DEFINISI
Penyakit Reflux Gastroesofageal adalah suatu keadaan patologis akibat refluks
kandungan lambung ke dalam esophagus, dengan beberapa gejala yang timbul akibat
keterlibatan esophagus, faring, laring, dan saluran nafas.
ANATOMI ESOFAGUS-GASTER
1. ESOFAGUS
- Merupakan tabung muscular, panjang = 25 cm, diameter = 2 cm
- Mendorong makanan ke dalam perut (lambung)
- Akan kolaps saat kosong
- Kelanjutan dari faring, dimulai pada tengah leher, batas inferior dari kartilago
krikoid (C 6) di thorax terletak pada bagian anterior dari kolumna vertebra
dan di belakang trakea&jantung menjadi hiatus esophageal pada diafragma

2.

(Th 10) memasuki abdomen (Th 11)


- Menyempit pada 4 tempat :
- A. di leher perbatasan laringofaring menjadi esophagus
- B. di superior mediastinum persimpangan dengan arcus aorta
- C. di posterior mediastinum terdesak oleh bronkus principalis sinistra
- D. di posterior mediastinum hiatus esophageal (saat memasuki diafragma)
GASTER
- Berbentuk huruf J
- Berada pada regio epigastik, umbilical, dan hipokondrium kiri pada abdomen
- Merupakan bagian terlebar pada saluran pencernaan
- Makanan berada di dalam lambung selama 4 jam
- Mensekresi pepsin
- Mengabsorbsi air, elektrolit, lapisan obat (contoh: aspirin)
- Kapasitas maksimal : 4 Liter (1 galon)
- Terdapat Chyme : cairan tubuh yang menghancurkan makanan

FISIOLOGI ESOFAGUS-GASTER
1. ESOFAGUS
Fungsi dasar esofagus adalah membawa material yang ditelan dari faring ke
lambung. Yang kedua, refluks gastrik ke esofagus dicegah oleh sfingter bawah
esofagus dan masuknya udara ke esofagus pada saat inspirasi dicegah oleh sfingter
atas esofagus, sfingter atas normalnya selalu tertutup akibat kontraksi tonik otot

krikofaringeus.
Ketika makanan mencapai esofagus, makanan akan didorong ke lambung oleh
gerakan peristaltik. Kekuatan kontraksi peristaltik tergantung kepada besarnya bolus
makanan yang masuk ke esofagus. Gerakan peristaltik esofagus terdiri dari gerakan
peristaltik primer dan gerakan peristaltik sekunder. Gerak peristaltik primer adalah
gerak peristaltik yang merupakan lanjutan dari gerakan peristaltik pada faring yang
menyebar ke esofagus. Gerakan ini berlangsung dengan kecepatan 3-4 cm/ detik, dan
membutuhkan waktu 8-9 detik untuk mendorong makanan ke lambung. Gerakan
peristaltik sekunder terjadi oleh adanya makanan dalam esofagus. Sesudah gerakan
peristaltik primer dan masih ada makanan pada esofagus yang merangsang reseptor
regang pada esofagus, maka akan terjadi gelombang peristaltik sekunder. Gelombang
peristaltik sekunder berakhir setelah semua makanan meninggalkan esofagus.
Esofagus dipisahkan dari rongga mulut oleh sfingter esofagus proksimal atau sfingter
atas esofagus (upper esopaheal spinchter/ UES), dan dipisahkan dengan lambung oleh
sfingter esofagus distal atau sfingter bawah esofagus (lower esophageal spinchter/
LES). Sfingter esofagus proksimal terdiri dari otot rangka dan diatur oleh n. vagus.
Tonus dari otot ini dipertahankan oleh impuls yang berasal dari neuron post ganglion
n. vagus yang menghasilkan asetilkolin.
Sfingter esofagus distal yang terletal 2-5 cm di atas hubungan antara esofagus
dan lambung merupakan otot polos. Secara anatomis, strukturnya tidak berbeda
dengan esofagus tetapi secara fisiologis berbeda oleh karena dalam keadaan normal
sfingter selalu konstriksi.
Proses menelan dapat di bagi menjadi 3 tahap yaitu :
-

Faseoral, yang mencetuskan proses menelan


Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan bercampur dengan
liur akan membentuk bolus makanan melalui dorsum lidah ke orofaring akibat
kontraksi otot intrinsik lidah. Kontraksi m. levator veli palatini mengakibatkan rongga
pada tekukan dorsum lidah diperluas, palatum mole dan bagian atas dinding posterior
faring (Passavants ridge) terangkat penutupan nasofaring akibat kontraksi m.
levator veli palatine kontraksi m. Palatoglosus ismus fausium tertutup
kontraksi m. palatofaring, sehingga bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga

mulut.
Fase faringeal, terjadi secara refleks pada akhir fase oral, membantu jalannya

makanan dari faring kedalam esophagus. Faring dan taring bergerak ke atas oleh
kontraksi m.stilofaring, m. salfingofaring, m.tirohioid dan m. palatofaring. Aditus
laring tertutup oleh epiglotis, sedangkan ketiga sfingter laring, yaitu plika
ariepiglotika, plika ventrikularis dan plika vokalis tertutup karena kontraksi m.
ariepiglotika dan m. aritenoid obliges penghentian aliran udara ke laring karena
refleks yang menghambat pernapasan (bolus tidak akan masuk ke sal.nafas
-

meluncur ke arah esophagus.


Fase esofageal, fase involunter lain yang mempermudah jalannya makanan dari
esofagus ke lambung. Rangsangan makanan pada akhir fase faringeal relaksasi m.
krikofaring introitus esofagus terbuka dan bolus makanan masuk kedalam
esofagus. sfingter berkontraksi > tonus introitus esofagus saat istirahat, refluks
dapat dihindari. Akhir fase esofageal sfingter ini akan terbuka secara refleks ketika
dimulainya peristaltik esofagus servikal untuk mendorong bolus makanan ke distal.
Selanjutnya setelah bolus makanan lewat, maka sfingter ini akan menutup kembali.

2. GASTER
Secara histologi, lambung terdiri atas 5 lapisan,yaitu: mukosa, submukosa,
muskularis, subserosa & serosa. Pada cardia terdapat kelenjar yang menghasilkan
musin/lendir.
Fundus dan corpus merupakan 4/5 dari permukaan lambung memiliki 3
macam sel, yaitu:
-

Sel musin yang menghasilkan lendir, terutama terletak di bagian atas

Sel utama menghasilkan pepsinogen

Sel parietal menghasilkan HCl dan faktor intrinsik Castle. Jika bercampur dengan

faktor ekstrinsik akan membentuk vitamin B12 (faktor antianemia).


Juga ditemukan sel argentafin yang tersebar, yaitu sel yang dapat dipulas
dengan perak dan mempunyai fungsi endokrin.
Mukosa, lapisan dalam lambung tersusun dari lipatan-lipatan longitudinal
yang disebut rugae, sehingga dapat berdistensi waktu diisi makanan.
Submukosa, Jaringan areolar yang menghubungkan lapisan mukosa dan
muskularis bergerak bersama gerakan peristaltik mengandung pleksus saraf,
pembuluh darah dan saluran limfe.
Muskularis, tiga lapis otot polos: lapisan longitudinal (luar), lapisan
sirkular (tengah) & lapisan oblik (dalam)memecahkan, mengaduk & mencampur

dengan cairan lambung, dan mendorongnya ke arah duodenum.


Serosa/Subserosa Merupakan bagian dari peritoneum viseralis. Dua lapisan
peritoneum viseralis menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum dan
memanjang ke arah hati, membentuk omentum minus.
Fungsi lambung sebagai berikut :
A. Fungsi motorik :
Fungsi Reservoir : Menyimpan makanan.
Fungsi Mencampur : Memecahkan menjadi pertikel kecil dan mencampurnya dengan
getah lambung melalui kontraksi otot yang mengelilingi lambung.
Fungsi Pengosongan: Pengosongan diatur oleh faktor saraf dan hormonal.
B. Fungsi pencernaan dan sekresi :
Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL dimulai disini.
Sintesis & skresi gastrin dipengaruhi oleh protein yang dimakan,peregangan
antrum,alkalinisasi antrum dan rangsangan vagus.
Sekresi faktor intrinsik absorpsi vitamin B12 dari usus halus bagian distal.
Sekresi mukus Melindungi lambung & sebagai pelumas.
Faktor pertahanan mukosa gastro-duodenal
Epitel lambung diiritasi oleh 2 faktor yaitu endogen (HCL,pepsinogen/ pepsin
& garam empedu) dan eksogen (obat-obatan,alkohol dan bakteri), maka terdapat
sistem pertahanan mukosa gastroduodenal yang terdiri dari :
Lapisan pre epitel: Berisi mukus bikarbonat (air 95% & lipid glikoprotein) sebagai
rintangan fisikokemikal terhadap molekul seperti ion hydrogen.
Sel epitel : Menghasilkan mukus,transportasi ionik sel epitel serta produksi
bikarbonatmempertahankan pH (6-7) intraseluler, intracellular tight junction.
Sub epitel : Sistem mikrovaskuler dalam lapisan submukosa lambung adalah
komponen kunci dari pertahanan sub epitel.
Fisiologi Sekresi Lambung
-

Fase sefalik. Menghasilkan sekitar 10% dari sekresi lambung normal yang
berhubungan dengan makanan. Penglihatan,penciuman dan rasa dari makanan
merupakan komponen fase sefalik melalui perangsangan nervus vagus.Sinyal

neurogenik yag menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks serebri atau
-

pusat nafsu makan.


Fase Gastrik. Terjadi pada saat makanan masuk kedalam lambung,komponen
sekresi adalah kandungan makanan yang terdapat didalamnya (asam amino
dan amino bentuk lainnya) yang secara langsung merangsang sel G untuk
melepaskan gastrin yang selanjutnya mengaktifasi sel-sel parietal melalui
mekanisme langsung maupun tidak langsung.Peregangan dinding lambung

memicu pelepasan gastrin dan produksi asam.


Fase intestinal. Sekresi asam lambung dimulai pada saat makanan masuk
kedalam usus dan diperantarai oleh adanya peregangan usus dan
pencempuran kandungan makanan yang ada.

EPIDEMIOLOGI
-

Keadaan ini umum ditemukan di Negara Barat, diduga disebabkan karena

factor diet dan meningkatnya obesitas.


Relatif jarang rendah insidennya pada Negara Asia-Afrika.
Di Amerika, dilaporkan 1 dari 5 orang dewasa mengalami gejala reflux
(heartburn dan/atau regurgitasi) sekali dalam seminggu, serta lebih dari 40%

mengalami gejala tersebut sekali dalam sebulan.


Prevalensi esofagitis di Amerika mendekati 7%, di Negara non-western lebih

rendah (1,5% di Cina dan 2,7% di Korea)


Di Indonesia belum ada data epidemiologi mengenai penyakit ini, namun di
Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSUPN
Cipto Mangunkusumo Jakarta didapatkan kasus esofagitis sebanyak 22,8%
dari semua pasien yang menjalani endoskopi atas indikasi dyspepsia.

ETIOLOGI
Penyakit reflux esophageal bersifat multifaktorial.
Esophagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona bertekanan tinggi yang dihasilkan
oleh kontraksi lower esophageal sphincter (LES). Pada individu normal, pemisah ini
akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad, yaitu pada saat
menelan, atau aliran retrograd, yang terjadi saat sendawa atau muntah. Aliran balik
dari gaster ke esophagus melalu LES hanya terjadi bila tonus LES tidak ada atau
sangat rendah (<3 mmHg).

Reflux gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme :


1. reflux spontan pada saat relaksasi LES tidak adekuat
2. aliran retrograd yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan
3. meningkatnya tekanan intra abdomen
PATOGENESIS
Patogenesis terjadinya GERD menyangkut keseimbangan antara factor defensif dari
esophagus dan factor ofensif dari bahan refluksat.
Factor defensif esophagus adalah :
1. Pemisah anti refluks
Pemeran terbesarnya adalah tonus LES. Menurunnya tonus LES dapat
menyebabkan timbulnya refluks retrograd pada saat terjadinya peningkatan intra
abdomen. Factor-faktor yang dapat menurunkan tonus LES antara lain
-

hiatus hernia dapat memperpanjang waktu yang dibutuhkan untuk bersihan

asam dari esophagus serta menurunkan tonus LES


panjang LES makin pendek, makin rendah tonusnya
obat obatan antikolinergik, beta adrenergic, teofilin, opiat, dll. , dan
factor hormonal ada kehamilan, Peningkatan progesterone dapat
menurunkan tonus LES.

Berdasarkan hasil perkembangan teknik pemeriksaan manometri, pada tonus LES yag
normal ditemukan adanya peranan transient LES relaxation (TLESR), yaitu relaksasi
LES yang bersifat spontan dan berlangsung lebih kurang 5 detik tanpa didahului
proses menelan, yang pada beberapa individu diketahui ada hubungannya dengan
pengosongan lambung lambat dan dilatasi lambung.
2. Bersihan asam dari lumen esophagus
factor-faktor yang berperan pada bersihan asam dari lumen esofagus:
-

gravitasi
peristaltic
ekskresi air liur
bikarbonat

setelah terjadi reflux, sebagian besar bahan refluksat akan kembali ke lambung
dengan dorongan gerakan peristaltic yang dirangsang oleh proses menelan sisanya
akan dinetralisir oleh bikarbonat yang disekresi oleh kelenjar saliva dan kelenjar
esophagus.

Mekanisme bersihan ini sangat penting, karena semakin lama kontak antara bahan
refluksat dengan esophagus (waktu transit esophagus) makin besar kemungkinan
terjadinya esofagitis.
Reflux malam hari (nocturnal refux) lebih besar berpotensi menimbulkan kerusakan
esophagus karena selama tidur sebagian besar mekanisme bersihan esophagus tidak
aktif.
3. Ketahanan epithelial esofagus
berbeda dengan lambung dan duodenum, esophagus tidak memiliki lapisan
mucus yang melindungi mukosa esophagus.
Mekanisme ketahanan epithelial esophagus terdiri dari :
-

membran sel
batas intraselular (intracellular junction) yang membatasi difusi H+ ke jaringan

esophagus
aliran darah esophagus yang mensuplai nutrien, oksigen dan bikarbonat, serta

menyalurkan ion H+ dan CO2


sel-sel esophagus mempunyai kemampuan untuk metransport ion H + dan Cl-

intraselular dengan Na+ dan bikarbonat ekstraselular


FAKTOR-FAKTOR

YANG

DAPAT

MEMPENGARUHI

TIMBULNYA

GEJALA GERD
nikotin dapat mebghambat transport ion Na melalui epitel esophagus
alcohol dan aspirin meningkatkan permeabilitias epitel terhadap ion H
factor ofensif adalah potensi daya refluksat, kandungan lambung yang menambah
potensi daya rusak refluksat : HCl, pepsin, garam empedu, enzim pancreas
derajat kerusakan mukosa meningkat pada pH < 2, atau dengan adanya pepsin atau
garam empedu
yang memiliki potensi daya rusak paling tinggi : asam
kelainan di lambung yang meningkatkan terjadinya refluks fisiologis : dilatasi
lambung, obstruksi gastric outlet, delayed gastric emptying
peranan infeksi Helicobacter pylori dalam patogenesis GERD relatif kecil dan
kurang didukung oleh data yang ada, namun ada hubungan terbalik antara infeksi
H.pilory dangan strain virulens (Cag A positif) dangan kejadian esofagitis, Barretts
esophagus, dan adenocarsinoma esophagus.

Pengaruh H.pilory terhadap GERD merupakan konsekuensi logis dari gastritis serta
pengaruhnya terhadap sekresi asam lambung. Oleh sebab itu, pemeriksaan serta
eradikasi H.pilory dianjurkan pada pasien GERD sebelum pengobatan PPI jangka
panjang
non-acid relux (reflux gas) berperan dalam patogenesis timbulnya gejala GERD,
diduga karena hipersensitivitas visceral
MANIFESTASI KLINIK
Gejala klinik yang khas : nyeri/rasa tidak enak di epigastrium atau retrosternal bagian
bawah
-

rasa nyeri biasanya dideskripsikan sebagai rasa terbakar (heartburn) derajat


berat-ringan heartburn tidak berkorelasi dengan temuan endoskopik
terkadang timbul rasa tidak enak retrosternal yang mirip dengan gejala angina

pektoris
kadang-kadang bercampur dengan gejala dysfagia (sulit menelan) timbul
saat makan makanan padat, kemungkinan karena terjadi striktur atau Barretts
esophagus odinofagia (nyeri menelan) bisa timbul jika sudah terjadi

ulserasi esophagus yang berat


mual
regurgitasi
rasa pahit di lidah
bisa jg terjadi gejala ekstra-esofageal yang atipik dan sangat bervariasi : mulai
dari nyeri dada non-kardiak, suara serak, laryngitis, batuk karena aspirasi,

bronkiektasis, asma
beberapa penyakit paru dapat menjadi factor predesposisi timbulnya gejala
GERD karena timbulnya perubahan anatomis di daerah gastroesofageal high
pressures zone, akibat penggunaan obat-obatan yang menurunkan tonus LES

(missal:teofilin)
gejala GERD biasanya terjadi perlahan-lahan, sangat jarang terjadi episode
akut atau keadaan yang mengancam nyawa, karena itu umumnya pasien
dengan GERD memerlukan penatalaksanaan secara medik

DIAGNOSIS
Disamping anamnesis dan pemeriksaan fisik, beberapa pemeriksaan penunjang yang
dapat diakukan untuk menegakan diagnosis GERD :
1. Endoskopi saluran cerna bagian atas

merupakan standar yang baku untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya


mucosal break di esophagus (esofagitis reflux) dengan endoskopi dapat dilihat
perubahan makroskopik dari mukosa esophagus, serta dapat menyingkirkan keadaan
patologis lain yang dapat menimbulkan gejala GERD jika tidak ditemukan
mucosal break pada pemeriksaan endoskopi pada pasien dengan gejala khas GERD,
disebut sebagai non-erosif reflux disease (NERD)
pemeriksaan histopatologi (biopso) dapat mengkonfirmasi : gejala heartburn
tersebut disebabkan oleh GERD, adanya Barretts esophagus, displasia, keganasan
pada kasus NERD tidak perlu dilakukan biopsy
Klasifikasi Los Angeles
Derajat kerusakan
A

Gambaran endoskopi
Erosi kecil-kecil pada mukosa esophagus

dengan diameter <5mm


Erosi pada mukosa/lipatan

mukosa

dengan diameter >5mm tanpa saling


C

berhubungan
Lesi yang

mengenai/mengelilingi seluruh lumen


Lesi mukosa esophagus yang bersifat
sirkumferensial

konfluen

tetapi

(mengelilingi

tidak

seluruh

mukosa esophagus)
2. Esofagografi dengan barium
dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan sering tidak
menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis ringan
pada kasus esofagitis berat, gambaran radiologi dapat berupa penebalan dinding
dan lipatan mukosa, ulkus, atau penyempitan lumen
pemeriksaan ini memiliki kelebihan disbanding endoskopi pada keadaan :
stenosis esophagus derajat ringan akibat esofagitis peptic dengan gejala dyspepsia,
hiatus hernia
3. Pemantauan pH 24 jam
episode reflux esophagus menimbulkan asidifikasi bagian distal esophagus
dapat diukur dengan meletakan mikroelektroda pH pada bagian distal esophagus
pH di bawah 4 pada jarak 5cm di atas LES dianggap diagnostik untuk reflux esofagus

4. Tes Bernstein
mengukur sensitifitas mukosa dengan memasang selang transnasal dan melakukan
perfusi bagian distal esophagus dengan HCl 0,1 M dalam waktu kurang dari 1 jam
bersifat pelengkap terhadap pemantauan pH 24 jam
bila larutan ini menimbulkan nyeri dada seperti yang dialami pasien, tetapi larutan
NaCl tidak menimbulkan rasa nyeri, maka tes dianggap positif
hasil yang negatif tidak menyingkirkan adanya nyeri yang berasal dari esofagus
5. Manometri esophagus
memberi manfaat yang berarti jika pada pasien dengan nyeri epigastrium dan
regurgitasi yang nyata didapatkan esofagografi barium dan endoskopi yang normal
6. Sintigrafi gastroesofageal
menggunakan cairan atau makanan cair dan padat yang dilabel dengan radioisotop
yang tidak diabsorbsi (biasanya digunakan technetium) penghitung gamma
(gamma counter) eksternal akan memonitor transit makanan/cairan yang dilabel
tersebut
7. Tes penghambat pompa proton (proton pump inhibitor/PPI test) atau tes
supresi asam (acid suppression test)
merupakan terapi empirik untuk menilai gejala GERD dengan memberikan PPI
dosis tinggi selama 1-2 minggu sambil melihat respons yang terjadi
terutama dilakukan jika tidak teradapat modalitas diagnostik seperti endoskopi
tes ini dianggap positif jika terdapat perbaikan 50-75% gejala
merupakan salah satu tata laksana GERD yang idanjurkan sebagai lini pertama
pasien

yang

tidak

disertai

hematemesis/melena,

disfagia,

dengan

odinofagia,

esophagus/lambung) dan umur >40 tahun


PENATALAKSANAAN
Target penatalaksanaan GERD :
1.

gejala

Menyembuhkan lesi esophagus


Menghilangkan gejala/keluhan
Mencegah kekambuhan
Memperbaiki kualitas hidup
Mencegah timbulnya komplikasi
Modifikasi gaya hidup

alarm
riwayat

(BB

turun,

anemia,

keluarga

kanker

Meninggikan posisi kepala saat tidur serta menghindari makan sebelum tidur
meningkatkan kebersihan asam selama tidur serta mencegah terjadinya

reflux asam dari lambung ke esophagus


Berhenti merokok dan mengkonsumsi alcohol karena keduanya dapat

menurunkan tonus LES sehingga secara langsung mempengaruhi sel-sel epitel


Mengurangi konsumsi lemak serta mengurangi jumlah makanan yang dimakan

keduanya dapat menimbulkan distensi lambung


Menurunkan BB pada pasien kegemukan, menghindari pakaian ketat

mengurangi tekanan intra abdominal


Menghindari makanan-minuman spt coklat,teh ,peppermint, kopi, minuman

bersoda menstimulasi sekresi asam


Jika memungkinkan hindari obat-obatan yang menurunkan tonus LES, seperti:
anti-kolinergik, teofilin, diazepam, opiat, antagonis kalsium, agonis beta
adrenergic, progesterone

2. Terapi Medika Mentosa


- Terapi Step down pengobatan dimulai dengan PPI dan setelah berhasil
dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan dengan menggunakan dosis lebih
rendah, atau antagonis reseptor H2, prokinetik, antasid lebih ekonomis dari
-

segi biaya dibandingkan terapi step up


Terapi Step up dimulai dengan obat-obatan yang tegolong kurang kuat, bila

gagal diberikan obat yang lebih kuat dengan masa terapi lebih lama
Terapi supresi asam lebih efektif dibanding dendan obat-obatan prokinetik

untuk memperbaiki ganggun motilitas


Pada umumnya terapi memperlihatkan hasil kesembuhan 60-80% dalam
waktu 6-8 minggu, selanjutnya dapat dilanjutkan dengan maintenance
theraphy atau bahkan on demand theraphy (bila perlu pengobatan selama

beberapa hari sampai dua minggu jika ada kekambuhan sampai gejala hilang)
Antasid
Antagonis resepto H2
Obta-obatan prokinetik
Sukralfat
Penghambat pompa proton (PPI)

3. Terapi terhadap komplikasi

Striktur esophagus jika pasien mengeluh disfagia dengan diameter striktur


<13mm dapat dilakukan dilatasi busi (Hurst bougie, Moloney bougie, Savarry

bougie, Pneumatic bougie), jika gagal dapat dilakukan operasi


Esophagus Barretts terapi medikamentosa, terapi bedah, terapi endoskopi

KOMPLIKASI
-

Striktur esophagus
Esophagus Barretts
Ulserasi
Perdarahan

PROGNOSIS
Prognosis pada GERD umumnya baik dengan terapi antacid. Beberapa orang
mungkin membutuhkn terapi lain dan tidak diketahui sampai kapan terapi tersebut
harus dilakukan untuk mencapai recovery. Pada beberapa kasus, recovery bisa bersifal
sementara atau parsial.

Anda mungkin juga menyukai