Anda di halaman 1dari 34

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
A. Identitas Pasien
Nama

: Hanifah

Umur

: 1 tahun 5 bulan

Jenis Kelamin

: perempuan

Agama

: Islam

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta,


Alamat

: Lagoa, Jakarta Utara

Masuk RS

: 18 Februari 2011 , Pukul 12.41 WIB

B. Identitas Orang Tua


Ayah

Ibu

Nama

: Tn. Edi

Ny. Nur Asyiah

Umur

: 34 tahun

29 tahun

Agama

: Islam

Islam

Pendidikan

: SMK

SMA

Pekerjaan

: pedagang

Ibu rumah tangga

Penghasilan

: Rp. 1.500.000,-

Hubungan dengan orang tua

: Anak kandung

Suku bangsa

: Jawa

II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 22 Mei 2010.
A. KELUHAN UTAMA
Kejang beberapa menit sebelum masuk rumah sakit
1

B. KELUHAN TAMBAHAN
Batuk berdahak dan pilek.
C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien seorang anak perempuan berusia 1 tahun 5 bulan, datang dibawa oleh
kedua orangtuanya ke IGD RSUD Koja dengan keluhan kejang selama 10 menit,
terjadi sejak 20 menit SMRS.
Demam yang dialami pasien sudah terjadi sejak 2 minggu SMRS, demam terjadi
sepanjang hari dan tidak terlalu tinggi (demam turun setelah diberi obat penurun panas).
Demam mulai dirasa tinggi sejak 5 hari SMRS disertai menggigil serta mata merah
berair. Pasien juga mengalami batuk berdahak dan pilek dengan ingus warna bening
encer 5 hari setelah munculnya demam, namun tidak disertai sesak napas. Pada tanggal
18 Februari 2010, pasien dibawa berobat oleh ibunya ke poliklinik anak RSUD Koja, saat
perjalanan pulang ke rumah tiba-tiba pasien tampak diam, kaku seluruh badan dan mata
melihat ke atas selama kurang lebih 10 menit (Sesaat sebelum kejang, demam yang
dialami pasien memang sangat tinggi, mencapai 38 C, kemudian terjadi kejang).
Kemudian pasien dibawa ke IGD RSUD Koja, setelah kejang pasien tetap dalam keadaan
sadar, menangis, bibir berwarna biru dan keluar busa dari mulut.
Pasien dirawat di RSUD Koja tanggal 18 Februari 2010. Pada tanggal 20 Februari
2010 malam hari, tiba-tiba muncul bintik-bintik kemerahan terasa gatal yang muncul
dileher belakang kemudian menjalar ke wajah,badan dan kedua ekstremitas atas. Selain
itu mata pasien merah dan berair muncul sejalan dengan timbulnya bercak-bercak
kemerahan. Sejak sakit, nafsu makan pasien berkurang serta timbul sariawan pada
mukosa bibir dan bibir pecah-pecah. BAB setiap hari 1 kali, konsistensi padat berwarna
coklat. BAK tidak ada keluhan. Orangtua pasien menyangkal adanya mencret,
D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Penyakit

Umur

Penyakit

Umur

Penyakit

Umur

Alergi

Difteri

Jantung

Cacingan

Diare

Ginjal

Demam

Kejang

10 bulan & 12Darah

berdarah
Demam

bulan
-

Kecelakaan

Radang Paru

Otitis

Morbili

Tuberkulosis

Parotitis

Operasi

Lainnya

Typhoid

Pasien sudah pernah mengalami kejang sebelumnya, yakni saat usia 10 bulan dan
12 bulan. Kejang didahului oleh demam tinggi, berlangsung selama 5 menit,
seluruh badan kaku, setelah kejang pasien menangis. Kejang hanya berlangsung
sekali, kemudian diberi obat anti kejang, namun tidak dirawat di rumah sakit.

Riwayat trauma kepala (-)

Riwayat penyakit paru (-)

Riwayat alergi obat- obatan dan makanan (-)

E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami keluhan yang sama.
Orangtua pasien tidak ada yang menderita penyakit keturunan seperti hipertensi, asma
bronchial, diabetes mellitus, maupun penyakit jantung. Tidak ada anggota keluarga yang
menderita epilepsi. Ibu pasien pernah memiliki riwayat penyakit TB paru namun sudah
sembuh dan menjalani pengobatan tuntas.
F. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN

KEHAMILAN
KELAHIRAN

Morbiditas kehamilan
Perawatan antenatal
Tempat kelahiran
Penolong persalinan

Rutin kontrol
Rumah bersalin
Bidan

Cara persalinan
Masa gestasi
Keadaan bayi

Spontan
Cukup bulan (38 minggu)
o Berat lahir
: 3600 gr
o Panjang
o Lingkar kepala

: 52 cm
:-

o Langsung menangis : Ya
o Nilai APGAR

:-

o Kelainan bawaan : Kesan: Riwayat kehamilan dan persalinan baik.


G. RIWAYAT PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
o Pertumbuhan gigi I : 8 bulan (Normal 5-9 bulan)
o Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
o Psikomotor
Tengkurap

: 7 bulan

(Normal: 6-9 bulan)

Duduk

: 9 bulan

(Normal: 6-9 bulan)

Berdiri

: 12 bulan

(Normal: 9-12 bulan)

Berjalan

: 16 bulan

(Normal: 12-18 bulan)

Bicara

: 18 bulan

(Normal: 12-18 bulan)

Kesan: Riwayat perkembangan baik.

H. RIWAYAT MAKANAN
Umur (bln)
0 - 2
2 - 4

ASI/PASI Buah/biskuit

Bubur susu

Nasi tim

4 - 6
6 - 8
8 - 10
10 - 12
12 - 14
14 - 16
16 - 18
18 20
20 - 22
22 - 23

Umur di atas 1 tahun


Jenis makanan
Nasi/pengganti
Sayur
Daging
Telur
Ikan
Tahu
Tempe
Susu
Kesulitan makan : ( - )
Kesan

Frekuensi dan jumlah


Sering, 3x / hari
1-2x / hari
Tidak pernah
1x / 3 hari
1x / 3 hari
Tidak pernah (anak tidak suka)
Tidak pernah (anak tidak suka)
1 botol / hari (susu dancow)

: Kualitas dan kuantitas makanan kurang

I. RIWAYAT IMUNISASI DASAR

BCG

: umur 1 bulan

DPT/DT I,II,III

: umur 2, 4, 6 bulan

POLIO I,II,III,IV

: baru lahir, umur 2, 4, 6 bulan

CAMPAK

: (-)

HEPATITIS B I,II,III

: baru lahir, umur 1, 6 bulan

Kesan : Riwayat imunisasi dasar tidak lengkap.

J. RIWAYAT KELUARGA
Pasien merupakan anak kedua dari 2 bersaudara, berjenis kelamin perempuan. Kakak
pasien perempuan berusia 6 tahun. Tidak ada lahir mati dan abortus.

K. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI


Ayah pasien adalah bekerja sebagai pedagang dengan penghasilan kurang lebih Rp.
1.500.000,- /bulan. Menurut ibu pasien penghasilan tersebut cukup untuk memenuhi
kebutuhan pokok sehari-hari.
Kesan : Kebutuhan pokok sehari-hari cukup terpenuhi.
L. RIWAYAT PERUMAHAN DAN SANITASI
Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya, di sebuah rumah tinggal sewaan, mempunyai
1 kamar tidur yang berjendela, 1 kamar mandi, dapur, beratap genteng, berlantai ubin,
berdinding tembok. Sinar matahari yang masuk ke dalam rumah cukup baik, ventilasi
udara cukup baik. Penerangan listrik dari PLN, sumber air bersih dari air sumur. Air
limbah rumah tangga disalurkan dengan baik dan pembuangan sampah setiap harinya
diangkut oleh petugas kebersihan. Perumahan di lingkungan padat penduduk, terletak di
pinggir jalan besar
Kesan: Riwayat perumahan dan sanitasi cukup baik, namun sering berdebu.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Dilakukan pada tanggal 22 Februari 2011 di RSUD Koja, Pukul 13.00 WIB.
Keadaan umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda Vital
Nadi

: 180 x/menit

Frekuensi napas

: 50 x/menit

Suhu

: 37,8 0C

Data antropometri
Berat badan

: 7,8 kg

Panjang badan

: 76 cm

Status gizi: (NCHS)


BB/U

: 7,8 kg X 100%

= 74 % (Gizi kurang)

10.6 kg
TB/U

: 76 cm X 100%

= 95 % (Tinggi Normal)
6

80 cm
BB/TB

:7,8 kg X100 %

= 77 % (Gizi kurang )

10,1 kg
Kesan: Gizi kurang.
STATUS GENERALIS
Kepala

Normocephali, rambut hitam merata, tidak mudah dicabut

Mata

Pupil bulat isokor, Conjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-,


konjungtiva hiperemis (+), lakrimasi (+), palpebra tidak cekung

Telinga

Normotia, sekret (-), serumen (-), membran timpani tidak dapat


dinilai

Hidung

Bentuk normal, nafas cuping hidung (-), sekret (+/+), septum


deviasi (-)

Mulut

Trismus (-), halitosis (-), gusi tidak meradang, tidak merah dan
bengkak (-), sariawan (+), bercak koplik (tidak dapat dievaluasi)

Bibir

Bibir kering dan pecah- pecah (+), cianosis (-)

Lidah

Bercak- bercak putih pada lidah (-), tremor (-)

Tenggorokan

Tonsil T1- T1 tenang, faring hiperemis (-)

Leher

Trakea terletak ditengah, kel. tiroid tidak teraba membesar, KGB


cervikalis dekstra teraba membesar

Toraks

Jantung
Inspeksi

Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

Ictus cordis teraba di sela iga ke 5

Perkusi

Batas jantung normal

Auskultasi

Bunyi jantung 1& 2 reguler, bising (-), irama derap kuda ( - )

Bentuk dada normal, pernapasan simetris dalam keadaan statis dan

Paru
Inspeksi

dinamis, retraksi sela iga (-)


Palpasi

Vokal Fremitus kanan dan kiri sama

Perkusi

Sonor di kedua hemitoraks


7

Auskultasi
Abdomen

Suara napas vesikuler, ronki (+/+), wheezing (-/-).

Datar, supel, tidak ada pembesaran hati dan limpa,


perkusi timpani, bising usus (+) normal

Extremitas

Akral hangat, oedem (-)

Kulit

Seluruh kulit tampak eksantem makulopapular

STATUS NEUROLOGIS
A. Rangsangan meningeal:

Kaku kuduk

(-)

kanan

kiri

Kernig

>135

>135

Brudzinski 1

Negatif

Negatif

Brudzinski 2

Negatif

Negatif

Laseq

Negatif

Negatif

B. Motorik

Tonus

: Normotonus

Refleks Fisiologis :
- Biceps

+/+

- Triceps

+/+

- Tumit

+/+

- Patella

+/+

Refleks Patologis
Babinski

Kanan

Kiri

(-)

(-)

Kesan: Tidak didapatkan rangsang meningeal maupun refleks patologis.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


LABORATORIUM HEMATOLOGI DAN HEMOSTASIS
Tanggal 17 Februari 2010
8

Pemeriksaan
Hematologi & hemostasis

Hasil

Nilai normal

11,9

12,0 16,00 g/dL

6300

4.100 10.900 /uL

36

36 46 %

4.59

4,0 5,0 juta/uL

78

80 100 fL

26

26 34 pg

33

31 36 g/dL

02%

05%

26%

43

47 80 %

41

13 40 %

14

2 11 %

376.000

140.000 440.000 /uL

17

< 15 mm/jam

15.6

11,6 14,8

SGOT/SGPT

40

10 31 U/L

SGPT/ALAT

16

9 36 U/L

Hematologi lengkap

Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
Hitung jenis :
- Basofil
- Eosinofil
- Batang
- Segmen
- Limfosit
- Monosit
Trombosit
LED
RDW

Kimia (fungsi hati)

Tanggal 18 Februari 2011


Pemeriksaan
Hematologi & hemostasis

Hasil

Nilai normal

11,9

12,0 16,00 g/dL

6300

4.100 10.900 /uL

36

36 46 %

Hematologi lengkap

Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit

376.000

140.000 440.000 /uL

GDS
Elektrolit

159

60 100 mg/dL

Na

139

134 146 mmol/L

3,52

3,4 4,5 mmol/L

Cl
Lain-lain

105

96 108 mmol/L

pH

7,399

7,35 7,45

PCO2

35,4

32,0 45,0 mmHg

PO2

143,8

95,0 100,0 mmHg

HCO3

21,4

21,0 28,00 meq/L

BE

-3,5

-2,50 2,50 meq/L

O2 saturasi

95,9

94,0 100,0 %

Kimia (diabetes)

Analisa gas darah/ASTRUP

Tanggal 19 Februari 2011


Pemeriksaan
Hematologi & hemostasis

Hasil

Nilai normal

10,9

12,0 16,00 g/dL

12.800

4.100 10.900 /uL

33

36 46 %

4.24

4,0 5,0 juta/uL

78

80 100 fL

26

26 34 pg

33

31 36 g/dL

02%

05%

26%

82

47 80 %

17

13 40 %

Hematologi lengkap

Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
Hitung jenis :
- Basofil
- Eosinofil
- Batang
- Segmen
- Limfosit
- Monosit
Trombosit
LED

10

2 11 %

168.000

140.000 440.000 /uL

20

< 15 mm/jam

16,4

11,6 14,8

GDS
Elektrolit

188

60 100 mg/dL

Na

140

134 146 mmol/L

3,93

3,4 4,5 mmol/L

Cl
Lain-lain

107

96 108 mmol/L

pH

7,397

7,35 7,45

PCO2

33,8

32,0 45,0 mmHg

PO2

99,6

95,0 100,0 mmHg

HCO3

20,3

21,0 28,00 meq/L

BE

-4,5

-2,50 2,50 meq/L

O2 saturasi

97,6

94,0 100,0 %

Hasil

Nilai normal

11,1

12,0 16,00 g/dL

5.900

4.100 10.900 /uL

34

36 46 %

319.000

140.000 440.000 /uL

RDW

Kimia (diabetes)

Analisagas darah/ASTRUP

Tanggal 20 Februari 2011


Pemeriksaan
Hematologi & hemostasis
Hematologi lengkap

Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit

PEMERIKSAAN FOTO RONTGEN THORAKS AP

11

Tanggal 18 Februari 2011


Thorax (AP)
o Cor

: dalam batas normal

o Pulmo

: tampak infiltrat pada kedua suprahiler dan parakardial. Hilus kanan

menebal, hilus kiri tidak menebal


o Diafragma dan sinus normal
Kesan : suspek TB paru duplex

V. RESUME
ANAMNESIS
Pasien seorang anak perempuan berusia 1 tahun 5 bulan, datang dibawa oleh
kedua orangtuanya ke IGD RSUD Koja dengan keluhan kejang selama 10 menit,
terjadi sejak 20 menit SMRS (diam, kaku seluruh tubuh dan mata melihat ke atas, sesaat
sebelum kejang, demam yang dialami pasien memang sangat tinggi, mencapai 38 C,
kemudian terjadi kejang. Setelah kejang pasien tetap dalam keadaan sadar, menangis,
bibir berwarna biru dan keluar busa dari mulut). Demam yang dialami pasien sudah
terjadi sejak 2 minggu SMRS, demam sepanjang hari namun tidak tinggi (demam turun
setelah diberi obat penurun panas). Namun demam dirasa tinggi sejak 5 hari SMRS
disertai menggigil serta mata merah berair. Pasien juga mengalami batuk berdahak dan
12

pilek dengan ingus warna bening encer 5 hari setelah munculnya demam, namun tidak
disertai sesak napas.
Pasien dirawat di RSUD Koja tanggal 18 Februari 2010. Pada tanggal 20 Februari
2010 malam hari, tiba-tiba muncul bintik-bintik kemerahan terasa gatal yang muncul
dileher belakang kemudian menjalar ke wajah,badan dan kedua ekstremitas atas. Selain
itu mata pasien merah dan berair muncul sejalan dengan timbulnya bercak-bercak
kemerahan. Sejak sakit, nafsu makan pasien berkurang serta timbul sariawan pada
mukosa bibir dan bibir pecah-pecah. Orangtua pasien menyangkal adanya mencret,
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
: Sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda vital
- Nadi
: 180 x/ menit
- Suhu
: 37,8 0C
- Laju napas
: 50 x/ menit
Berat badan
: 7,8 kg
Panjang badan
: 76 cm
Gizi
: Kurang
Rhonkhi
: +/+
Konjungtiva
: hiperemis dan lakrimasi (+)
KGB
: teraba pembesaran KGB servikalis dekstra
Kulit
: eksantema makulopapular di seluruh tubuh
Pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal.
LABORATORIUM (tanggal 19 Februari 2011)
Leukosit
: 12.9\800 /Ul Leukositosis
LED
: 20 mm/jam infeksi
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Kesan
: suspek TB paru dextra

VI.

DIAGNOSA KERJA
1. Kejang Demam Sederhana
2. Morbili dengan komplikasi bronkopneumonia deksta dan TB paru dekstra

VII. DIAGNOSA BANDING


1. Campak Jerman ( Rubella )
2. Eksantem Subitum
3. Erupsi obat

VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN


13

- Setelah pasien dinyatakan sembuh dari Morbili (setelah 2 3 minggu) dilakukan Tes
Mantoux dan foto Rontgen toraks AP.

IX.

PENATALAKSANAAN
Terapi saat di IGD

- Penanganan kejang demam dan penurun demam


Terapi kausal

: pemberian cairan yang cukup, suplemen nutrisi, antibiotik jika

ada infeksi sekunder, antikonvulsi bila kejang


Terapi simptomatis

IVFD KaEN 1B + Aminofilin 1 cc 10 tetes/menit


Ceftizoxim 2 x 300 mg
Sagestam 2 x 20 mg
Somerol 2 x 10 mg (lalu di stop pada hari ke 5 rawat inap)
Ranitidin 2 x 10 mg
Fartolin sirup 3 x 0,5 cth
Parasetamol sirup 3 x 0,5 cth
Vit.A 200.000 iu/hari,selama 1 hari(1x1)
Oksigen 1 liter
Diazepam 5 mg supp bila kejang
Makanan lunak
Banyak minum
Pemeriksaan darah (Hb, Ht, Leukosit, Trombosit) / 12 jam
Rencana pengobatan OAT
o Penatalaksanaan pada kasus morbili hanya bersifat simptomatik dan suportif. Pasien
harus rawat inap.

X.

PROGNOSIS
Ad vitam

: Bonam

Ad fungtionam

: Bonam

Ad sanationam

: Bonam

XI. FOLLOW UP
14

Tanggal 22 Februari 2011

S:
batuk berdahak (+), pilek (+), demam (+), sariawan,
bercak kemerahan sudah sampai perut dan lengan atas kanan
dan kiri, kejang(-), mencret(-)

A;

O;

P;
IVFD KaEn IB + aminofilin
1cc (10 tetes/menit)
Ceftizoxime 2 x 300mg
Sagestam 2 x 20mg
Ranitidin 3 x 10mg
Fartolin exp 3 x CTH
Paracetamol syrup 3x1/2cth
Oksigen 1 liter/menit

KU
:
Kesadaran
:
Nadi
:
Suhu
:
Pernafasan
:
Status Generalis
Kepala
:
THT
:
Leher
:
Mata
:
Jantung
:
Paru
:
Abdomen
:
Ekstremitas

TSS
CM
180x / menit
37,8 oC
46x / menit

BB

: 7,8 kg

Normocephali, ruam (+)


Nafas cuping hidung (-)
KGB servikal dekstra teraba, ruam (+)
CA -/-, SI -/S1, S2 reguler, M(-), G(-)
SN vesikuler, Rh +/+, Wh -/datar, supel, BU (+) N,
NT (-), NL (-), NK (-), ruam (+)
: akral hangat +
+ ruam +
+
+
+
-

-Bronkopneumoni
-Morbili stadium erupsi

Tanggal 23 Februari 2011

S: :
batuk berdahak (+), pilek (+), demam (-), sariawan,
bercak kemerahan sudah di seluruh tubuh, kejang(-), mencret(-)

A;

-Bronkopneumoni
-Morbili stadium erupsi

15

O;

KU
:
Kesadaran
:
Nadi
:
Suhu
:
Pernafasan
:
Status Generalis
Kepala
:
THT
:
Leher
:
mengecil, ruam (+)
Mata
:
Jantung
:
Paru
:
Abdomen
:
Ekstremitas

TSS
CM
132x / menit
36,7 oC
40x / menit

BB

: 7,8 kg

Normocephali, ruam (+)


Nafas cuping hidung (-)
KGB servikal dekstra teraba namun

P;
IVFD KaEn IB + aminofilin
1cc (10 tetes/menit)
Ceftizoxime 2 x 300mg
Sagestam 2 x 20mg
Ranitidin 3 x 10mg
Fartolin exp 3 x CTH
Paracetamol syrup 3x1/2cth
Oksigen 1 liter/menit

CA -/-, SI -/S1, S2 reguler, M(-), G(-)


SN vesikuler, Rh +/+, Wh -/datar, supel, BU (+) N,
NT (-), NL (-), NK (-), ruam (+)
: akral hangat +
+ ruam +
+
+
+
+
+

ANALISA KASUS
Telah diajukan kasus seorang anak perempuan umur 1 tahun 5 bulan, datang dengan
kejang (kaku seluruh tubuh, mata mendelik ke atas, berlangsung 10 menit, setalah kejang pasien
menangism bibir sianosi dan mengeluarkan busa dari mulut, kejang didahului oleh demam
tinggi. Selain itu, terdapat panas sejak 2 minggu SMRS namun demam dirasakan tinggi sejak 5
hari SRMS disertai mengigil serta mata merah berair. Batuk berdahak tanpa sesak nafas serta
pilek muncul 5 hari setelah demam muncul. Bercak-bercak kemerahan yang munculnya pertama
kali pada daerah belakang telinga saat hari ke 5 demam tinggi, bercak kemerahan menyebar ke
wajah, perut, punggung, ekstremitas atas dan bawah. Pada saat pemeriksaan, bercak kemerahan
sudah merata di seluruh tubuh, demam sudah tidak terlalu tinggi, batuk berdahak, pilek, mata
merah berair, masih teraba pembesaran KGB servikal dekstra serta tidak ada kejang lagi. Dari
allo-anamnesis diketahui bahwa pasien sudah mendapatkan semua vaksinasi kecuali vaksinasi
campak.

16

Pada pemeriksaan fisik didapatkan eksantem makulopapular di seluruh tubuh,


konjungtiva hiperemis, lakrimasi, sekret pada hidung. Kelenjar getah bening servikal dekstra
teraba membesar, multipel, tidak nyeri tekan .
Pada kasus ini pasien menunjukkan gejala-gejala yang khas untuk penyakit morbili
seperti adanya panas, batuk, coryza, konjungtivitis, dan eksantema makulopapular, hanya saja
tanda patognomonik dari morbili, yaitu bercak Koplik, tidak dapat dipastikan karena
pemeriksaan dilakukan pada saat hari ke 4 setelah ruam muncul (bercak koplik biasanya muncul
setelah fase prodromal dan menghilang setelah 12-24 jam dan tidak pada semua kasus dapat
ditemukan).
Pada pasien ini ditemukan tanda-tanda adanya komplikasi berupa kejang demam
sederhana serta batuk berdahak dan terdengarnya rhonkhi pada kedua paru. Kejang terjadi sesaat
setelah demam tinggi, berlangsung 10 menit di seluruh tubuh dan tidak berulang dalam 24 jam
serta terdapat riwayat kejang demam 2x, maka dari itu disebut kejang demam sederhana. Pasien
juga mengalami batuk berdahak tanpa sesak, bias diperkirakan pasien terkenan suspek
bronkopneumonia atau suspek TB paru, maka dari itu dilakukan pemeriksaan radiologi berupa
foto Rontgen toraks dan didapatkan kesan suspek TB paru. Pada kasus ini tidak dapat dilakukan
tes Mantoux karena pasien mengidap morbili dimana hasil tes Mantoux akan negative (anergi),
oleh karena itu 2-3 minggu setelah pasien dinyatakan sembuh baru dilakukan tes Mantoux dan
pemeriksaan foto thoraks ulang agar dapat mendapatkan diagnosis pasti TB paru.
Pada kasus ini pasien juga menderita penyakit TB & pada pemeriksaan fisik ditemukan
pembesaran KGB servikalis dekstra, oleh sebab itu dapat kita pikirkan bahwa terjadinya batuk
batuk pada pasien apakah terjadi karena bertambah aktifnya TB yang diderita pasien karena
biasanya pasien pasien Morbili dengan TB dapat memperberat TB-nya, ataukah batuk tersebut
merupakan salah satu komplikasi yang sering diakibatkan oleh penyakit Morbili itu sendiri,
yaitu morbilli dapat mengaktivkan TB laten.
Komplikasi tidak selalu terjadi pada setiap kasus morbili. Pada pasien ini tetap perlu
dikhawatirkan terjadinya komplikasi seperti otitis media akut, bronkhopneumonia, ataupun
encephalitis.

Maka dari itu pasien diharapkan tetap kontrol untuk dilakukan pemantauan

terhadap kemungkinan terjadinya komplikasi-komplikasi tersebut di atas.

17

TINJAUAN PUSTAKA
MORBILI
I.

Definisi
Campak atau Morbili adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh virus campak.

Penyakit ini sangat infeksius, dapat menular sejak masa prodromal sampai kurang lebih 4 hari
setelah munculnya ruam. Penyebaran infeksinya terjadi dengan perantara droplet & kontak.
Angka kejadian campak di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih tinggi sekitar 3000
4000 kasus per tahun, demikian juga frekuensi terjadinya kejadian luar biasa tampak meningkat
dari 23 kali per tahun menjadi 174. Namun case fatality rate telah dapat diturunkan dari 5,5 %
menjadi 1,2 %.1

18

II.

Etiologi
Penyebabnya adalah virus Morbili yang terdapat dalam sekret nasofaring dan darah

selama masa prodromal sampai 24 jam setelah timbulnya ruam kemerahan.1


Campak adalah virus RNA dari Famili Paramixoviridae, genus Morbilivirus. Hanya satu
tipe antigen yang diketahui. Perubahan sitopatik, tampak dalam 5 10 hari, terdiri dari sel
raksasa multinukleus dengan inklusi intranuklear. Antibody di dalam sirkulasi dapat dideteksi
bila ruam muncul.2
III.

Infektivitas
Penyebaran virus maksimal adalah dengan tetes-tetes semprotan selama masa prodromal

(stadium kataral). Penularan terhadap kontak rentan sering terjadi sebelum diagnosis kasus
aslinya. Orang yang terinfeksi menjadi menular pada hari ke 9-10 sesudah pemajanan (mulai
fase prodromal), pada beberapa keadaan seawal hari ke 7. Tindakan pencegahan isolasi terutama
di rumah sakit atau instisusi lain, harus dipertahankan dari hari ke 7 sesudah pemajanan sampai
hari ke 5 sesudah ruam muncul.2
IV.

Epidemiologi
Di Indonesia, menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), campak menduduki

tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada bayi (0,7%) dan tempat ke-5 dalam
urutan 10 macam penyakit utama pada anak usia 1 4 tahun (0,77%).
Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan
seumur hidup.bayi yang dilahirkan oleh ibu yng pernah menderita morbili akan mendapatkan
kekebalan secara pasif ( melalui plasenta )sampai umur 4 6 bulan dan setelah umur tersebut
kekebalan akan mengurang sehingga si bayi dapat menderita morbili. Bila si ibu belum penah
menderita morbili maka bayi yang dilahirkan tidak akan memiliki kekebalan terhadap morbili
dan dapat menderita penyakit ini setelah dilahirkan. Bila seeorang wanita menderita morbili
ketika ia hamil 1 atau 2 bulan, kemungkinan 50 % akan mengalami abortus, sedangkan jika
mederita morbili pada trimester I,II, atau III maka ia mungkin melahirkan anak dengan kelainan
bawaan atau bayi BBLR atau lahir mati ataupun anak yang akan meninggal sebelum usia 1
tahun.

19

Pengalaman menunjukkan bahwa epidemic campak di Indonesia timbul secara tidak


teratur. Di daerah perkotaan epidemik campak terjadi setiap 2-4 tahun. Wabah terjadi pada
kelompok anak yang rentan terhadap campak, yaitu di daerah dengan populasi balita banyak
mengidap gizi buruk dan daya tahan tubuh yang lemah. Telah diketahui bahwa campak
menyebabkan penurunan daya tahan tubuh secara umum, sehingga mudah terjadi infeksi
sekunder atau penyulit. Penyulit yang sering dijumpai adalah bronkopenumonia (75,2%),
gastroenteritis (7,1%), ensefalitis (6,7%), dan lain-lain (7,9%).1,2,3.

Measles Annual Global Cases.4

20

V.

Patologi
Sebagai reaksi terhadap virus maka terjadi eksudat yang serous dan proliferasi se

mononukleus dan beberapa sel polimorfonukleus disekitar kapiler. Biasanya ada hyperplasia
jaringan limfoid, terutama pada appendix (biasanya ditemukan sel raksasa retikuloendothelial
Warthin-Finkeldey). Di kulit reaksi terutama menonjol disekitar kelenjar sebasea & folikel
rambut. Bercak Koplik terdiri dari eksudat serosa & proliferasi sel endotelserupa dengan bercak
lesi pada kulit. Reaksi radang menyeluruh pada mukosa bucal & faring meluas dalam jaringan
limfoid & membrana mukosa trakeobronkial. Bronchopneumonia dapat disebabkan oleh infeksi
bakteri sekunder. Ensefalomielitis yang mematikan terjadi apabila terjadi demielinisasi
perivaskuler pada daerah otak & medulla spinalis. Subacute Sclerosing Pan Encephalitis terjadi
karena ada degenerasi kortex & substansia alba dengan benda benda inklusi intranuklear &
intrasitoplasmik.2,3
VI.

Gejala Klinis

Masa tunas 10- 20 hari dan kemudian timbul gejala-gejala yang dibagi dalam 3 stadium.3
1.

Stadium kataral (prodromal) berlangsung 4-5 hari. Gejala menyerupai influenza, yaitu
demam setinggi 105o F (40,6oC), malaise, batuk, fotofobia, konjungivitis, dan koriza.
Menjelang akhir stadium kataral dan 24 48 jam sebelum timbul eksantem, timbul
bercak Koplik yang patognomonik bagi morbili, tetapi sangat jarang dijumpai.
Lesi ini dideskripsi oleh Koplik pada tahun 1986 sebagai suatu bintik berwarna putih
kelabu, sebesar ujung jarum dengan diameter sekitar 1 mm, dikelilingi oleh eritema, dan
berlokalisasi di mukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah. Jarang ditemukan di
bibir bawah tengah atau palatum. Timbulnya kopliks spot hanya berlangsung sebentar,
kurang lebih 12 jam, sehingga sukar terdeteksi dan biasanya luput pada waktu dilakukan
pemeriksaan klinis.
Kadang-kadang terdapat makula halus yang kemudian menghilang sebelum stadium
erupsi. Gambaran darah tepi ialah limfositosis dan leukopenia. Secara klinis, gambaran
penyakit menyerupai influenza dan sering didiagnosis sebagai influenza.

Diagnosis

perkiraan yang besar dapat dibuat bila ada bercak Koplik dan penderita pernah kontak
dengan penderita morbili dalam waktu 2 minggu terakhir.
21

2.

Stadium erupsi berlangsung selama 5 sampai 10 hari. Gejala pada stadium kataral
seperti koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantem atau titik merah di palatum
durum dan palatum mole. Kadang-kadang terlihat pula bercak Koplik. Kemudian terjadi
ruam eritematosa yang berbentuk makula-papula disertai meningkatnya suhu badan. Di
antara makula terdapat kulit yang normal. Ruam mula-mula timbul di belakang telinga,
di bagian lateral tengkuk, sepanjang rambut, dan bagian belakang bawah. Dapat terjadi
perdarahan ringan, rasa gatal, dan muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada
hari ketiga dan menghilang sesuai urutan terjadinya. Dapat terjadi pembesaran kelenjar
getah bening mandibula dan leher bagian belakang, splenomegali, diare, dan muntah.
Variasi lain adalah black measles, yaitu morbili yang disertai perdarahan pada kulit,
mulut, hidung, dan traktus digestivus.

3.

Stadium konvalesensi. Gejala-gejala pada stadium kataral mulai menghilang, erupsi


kulit berkurang dan meninggalkan bekas di kulit berupa hiperpigmentasi yang lamakelamaan akan hilang sendiri dengan sempurna setelah 2-3 minggu.

Selain

hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering ditemukan pada kulit yang bersisik.
Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk morbili. Pada penyakitpenyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam kulit menghilang tanpa
hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi.3

Pemunculan tanda dan gejala dari campak sebagai berikut:


o

Hari 0-1

: Prodromal mulai

Hari 2-3

: Bercak Koplik muncul

Hari 4-5

: Ruam morbilliform muncul

Hari 6

: Bercak Koplik menghilang

Hari 7-8

: Ruam sangat hebat

Hari 10

: Ruam mulai menghilang

22

Bercak Koplik pada Morbili.


VII.

Komplikasi
Pada penyakit morbili terdapat resistensi umum yang menurun sehingga dapat terjadi

anergi (uji tuberkulin yang semula positif berubah menjadi negatif). Keadaan ini menyebabkan
mudahnya

terjadi

komplikasi

sekunder

seperti

otitis

media

akut,ensefalitis,

dan

bronkopneumonia.
Kejang demam dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak demam saat
ruam keluar.
Laringitis akut timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran napas, yang
bertambah berat pada saat demam mencapai puncaknya. Ditandai dengan distress pernapasan,
sesak, sianosi dan stridor. Ketika demam turun keadaan akan membaik.
Otitis media adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada morbili. Agen penyebab
dari otitis media pada campak tidak berbeda dengan anak lain yang juga menderita OMA tanpa
campak, maka terapi antibiotik konvensional diperlukan. Kuman penyebab utama pada OMA
ialah bakteri piogenik, seperti Streptokokus hemolitikus, Stafilokokus aureus, Pneumokokus.
Selain itu kadang-kadang ditemukan juga Hemofilus influenza, Escheria coli, Streptococcus
anhemoliticus, Proteus vulgaris dan Pseudomonas aerugenosa.

Hemofillus influenza sering

ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun. Telinga tengah biasanya steril, meskipun
terdapat mikroba di nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan
masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim dan
antibodi. Otitis media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu. Sumbatan tuba
Eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi tuba Eustachius
terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah terganggu, sehingga kuman masuk
23

ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan. Dikatakan juga, bahwa pencetus terjadinya
OMA ialah infeksi saluran nafas atas. Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran
nafas, makin besar kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi terjadinya OMA dipermudah oleh
karena tuba Eustachiusnya pendek, lebar dan agak horisontal letaknya.
Bronkopneumonia adalah komplikasi yang umum ditemui pada campak.

Dapat

disebabkan oleh virus morbili atau oleh Pneumococcus, Streptococcus, Staphylococcus.


Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan kematian bayi yang masih muda, anak dengan
malnutrisi energi protein, penderita penyakit menahun (misal tuberkulosis), leukemia dan lainlain. Oleh karena itu pada keadaan tertentu perlu dilakukan pencegahan. Gambaran pada foto
thorax yang sering dijumpai adalah hiperinflasi, infiltrat perihiler, atau bintik-bintik perihiler,
dan penebalan hilus. Konsolidasi sekunder atau efusi pleura dapat dijumpai.
Bronkopneumonia ditandai dengan batuk, meningkatnya frekuensi napas, dan adanya
ronkhi basah halus. Pada saat suhu turun, apabila disebabkan oleh virus, gejala pneumonia akan
hilang, kecuali batuk yang masih dapat berlanjut sampai beberapa hari lagi. Apabila suhu tidak
juga turun pada saat yang diharapkan dan gejala saluran nafas masih terus berlangsung, dapat
diduga adanya pneumonia karena bakteri yang telah mengadakan invasi pada sel epitel yang
telah dirusak oleh virus.
Konjungtivitis terjadi pada semua kasus campak, ditandai dengan adanya mata merah,
pembengkakan kelopak mata, lakrimasi dan fotofobia. Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder
oleh bakteri. Virus campak atau antigennya dapat dideteksi pada lesi konjungtiva pada hari-hari
pertama sakit. Konjungtivitis dapat memburuk dengan terjadinya hipopion dan pan-oftalmitis
hingga menyebabkan kebutaan. Dapat pula timbul ulkus kornea.
Komplikasi neurologis pada morbili dapat berupa hemiplegia, paraplegia, afasia,
gangguan mental, neuritis optika dan ensefalitis.
Ensefalitis morbili dapat terjadi sebagai komplikasi pada anak yang sedang menderita
morbili atau dalam satu bulan setelah mendapat imunisasi dengan vaksin virus morbili hidup
(ensefalitis morbili akut); pada penderita yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif
(immunosuppresive measles encephalopathy) dan sebagai subacute sclerosing panencephalitis
(SSPE).
Ensefalitis morbili akut ini timbul pada stadium eksantem, angka kematian rendah dan
sisa defisit neurologis sedikit. Angka kematian ensefalitis setelah infeksi morbili ialah 1: 1000
24

kasus, sedangkan ensefalitis setelah vaksinasi dengan virus morbili hidup adalah 1,16 tiap
1.000.000 dosis.
SSPE adalah suatu penyakit degenerasi yang jarang dari susunan saraf pusat. Penyakit
ini progresif dan fatal serta ditemukan pada anak dan orang dewasa. Ditandai oleh gejala yang
terjadi secara tiba-tiba seperti kekacauan mental, disfungsi motorik, kejang dan koma.
Perjalanan klinis lambat dan sebagian besar penderita meninggal dunia dalam 6 bulan - 3 tahun
setelah terjadi gejala pertama. Meskipun demikan remisi spontan masih bisa terjadi.
Penyebab SSPE tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa virus morbili memegang peranan
dalam patogenesisnya. Biasanya anak menderita morbili sebelum umur 2 tahun sedangkan SSPE
bisa timbul sampai 7 tahun setelah morbili. SSPE yang terjadi setelah vaksinasi morbili
didapatkan kira-kira

3 tahun kemudian.

Kemungkinan menderita SSPE setelah vaksinasi

morbili adalah 0,5-1,1 tiap 10 juta; sedangkan setelah infeksi morbili sebesar 5,2-9,7 tiap 10 juta.
Ensefalomielitis diseminata akuta (pasca vaksinasi atau pasca infeksi) walaupun jarang
terjadi, tetapi merupakan gangguan demielinisasi lain yang patut disebutkan karena penyakit ini
pada hakekatnya dapat dicegah. Penyakit ini merupakan suatu mielitis atau ensefalitis akut
dengan perjalanan yang bervariasi dan ditandai dengan gejala-gejala yang merupakan indikasi
kerusakan pada substansia alba otak atau medula spinalis.

Gambaran patologis berupa

demielinisasi sirkumskripta yang banyak terdapat pada daerah perivaskular. Sekitar 1 minggu
sesudah campak, dapat timbul gejala-gejala neurologik secara cepat berupa sakit kepala,
mengantuk, stupor, kelumpuhan otot mata dan seringkali disertai lesi transversal medula spinalis
sehingga keempat anggota badan (tungkai dan lengan) mengalami paralisis flaksid. Tingkat
paralisis seringkali bervariasi.
Ensefalomielitis pasca infeksi terjadi sesudah infeksi virus, terutama campak, yaitu pada
satu dari 1000 kasus. Angka kematian mencapai 10 hingga 20%, dan sekitar 50% di antara
mereka yang dapat bertahan akan mengalami kerusakan neurologik. Penggunaan vaksin campak
di Amerika Serikat sangat mengurangi kasus ensefalomielitis. Ada beberapa bukti bahwa virus
campak berperanan dalam etiologi sklerosis multipel. Pada penderita sklerosis multipel ternyata
serum dan cairan serebrospinal mengandung berbagai antibodi campak, dan ada bukti yang
menyatakan bahwa zat anti tersebut dihasilkan dalam otak. Jika memang virus campak yang
memegang peranan, maka agaknya virus itu tetap dorman (dalam stadium pasif) selama beberapa
tahun, dan kemudian merangsang respons otoimun.
25

Komplikasi lain yang juga mungkin terjadi adalah appendisitis. Nyeri abdominal akut
dapat terjadi secara kebetulan pada campak primer, dan dapat diakibatkan oleh adanya adenitis
mesenterik umum yang disebabkan virus campak.
Penyulit lainnya diantara lain adalah aktivasi tuberculosis, enteritis, miokarditis, adenitis
servikal, purpura trombositopenik, aktivasi tuberculosis, emfisema subkutan, gangguan gizi,
infeksi piogenik pada kulit serta pada ibu hamil dapat terjadi abortus, partus prematurus dan
kelainan congenital pada bayi.1,3.
VIII.

Diagnosis
Biasanya ditegakkan dari gambaran klinis khas; konfirmasi laboratorium jarang

diperlukan. Selama stadium prodromal, sel raksasa multinuclear dapat diperagakan pada pulasan
mukosa hidung. Virus dapat diisolasi pada biakan jaringan, dan diagnostik naik pada titer
antibodi dapat dideteksi antara serum akut dan konvalesen. Angka sel darah putih cenderung
rendah dengan limfositosis relative. Pungsi lumbal pada penderita dengan ensefalitis campak
biasanya menunjukkan kenaikan protein dan sedikit kenaikan limfosit. Kadar glukosa normal.3
IX.

Diagnosa Banding

Campak Jerman ( Rubella )


Bercak Koplik tidak ada, Limfadenitis banyak yaitu terdapat pembesaran KGB sub
obcipital servical posterior, belakang telinga.5

Eksantem Subitum (Roseola Infantum)


Dibedakan dari campak dimana ruam dari roseola infantum tampak ketika demam
menghilang.1

Erupsi obat
Papul vesikel, gatal, tidak ada gejala prodromal seperti pada morbilli, dan terjadi setelah
minum obat tertentu.1

X.

Pengobatan1,6.
Pasien diisolasi untuk mencegah penularan. Perawatan yang baik diperlukan terutama

kebersihan kulit, mulut, dan mata. Pengobatan yang diberikan simtomatik, yaitu antipiretik bila
suhu tinggi, sedatif, obat antitusif, dan memperbaiki keadaan umum dengan memperhatikan
26

asupan cairan dan kalori serta pengobatan terhadap komplikasi. Pencegahan penyakit dilakukan
dengan pemberian imunisasi. Bila demam diatas 103oF (39.4oC) beerikan antipiretik nonaspirin.
Jangan berikan aspirin pada anak dengan infeksi virus karena pada beberapa kasus dapat
mengakibatkan sindrom Reye. Indikasi rawat inap yaitu hiperpireksia, dehidrasi, kejang, asupan
oral sulit dan adanya komplikasi
Dorong anak untuk minum air bersih, jus buah, dan teh. Cairan membantu menggantikan
kehilangan cairan tubuh akibat panas dan berkeringat waktu demam.

Cairan juga akan

membantu mengurangi kemungkinan infeksi paru (pneumonia) karena mencegah sekresi paru
menjadi tebal.
Gunakan vaporizer uap dingin untuk melegakan batuk dan pernafasan. Bersihkan
vaporizer setiap hari untuk mencegah pertumbuhan jamur. Hindari vaporizer air panas yang
dapat mengakibatkan luka bakar pada anak.
Anak dengan campak tidak dianjurkan untuk membaca atau menonton televisi karena
mata mereka sensitif terhadap cahaya. Mereka harus beristirahat dan menghindari aktivitas
berat. Mereka dapat kembali ke sekolah setelah 7 sampai 10 hari setelah demam dan ruam
menghilang.
Pemberian suplemen vitamin A dosis tinggi dilaporkan dapat mengurangi angka kematian
lebih dari 50% pasien campak sedang maupun berat.

Dari penelitian didapatkan bahwa

pengobatan dengan suplementasi vitamin A dosis tinggi dapat mengurangi angka morbiditas dan
mortalitas dan dianjurkan untuk memberikan suplementasi vitamin A pada semua pasien campak
baik pada anak dengan gizi baik maupun malnutrisi. Vitamin A dapat menghambat replikasi
virus vaksin campak maka pada pasien campak sangat dianjurkan untuk memeberikan
suplementasi vitamin A dosis tinggi yaitu sampai 400.000 IU pada saat terjadi ruam dalam 2 hari
berturut-turut dan pada anak di bawah usia 1 tahun dapat diberikan dosis sampai 100.000 IU
tanpa efek samping yang berarti.
Pada penelitian, pengobatan dengan vitamin A, setidaknya dua dosis 200 000 IU untuk
anak-anak 1 tahun usia dan 100.000 IU untuk bayi ditemukan bahwa terdapat pengurangan

27

angka kematian campak sebesar 62% [RR 0,38, 95% CI (0,18-0,81)]. Hasil ini mendukung
rekomendasi saat ini yaitu dua dosis vitamin A untuk kepada anak-anak dengan campak.9
Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi penyulit yang
timbul, yaitu :
1. Bronkopneumonia
Diberikan antibiotic

ampisilin

100

mg/kgBB/hari

dalam

dosis

intravena

dikombinasikan dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis, sampai


gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per oral. Antibiotic diberikan
sampai 3 hari demam reda. Apabila dicurigai infeksi spesifik, maka uji tuberculin
dilakukan setelah anak sehat kembali (3-4 minggu kemudian) oleh karena uji tuberculin
biasanya negative (anergi) pada saat anak menderita campak. Gangguan reaksi delayed
hypersensitivity disebabkan oleh sel limfosit T yang terganggu fungsinya.
2. Enteritis
Pemberian cairan intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis dan
dehidrasi
XI.

Prognosis
Baik pada anak dengan keadaan umum yang baik. Prognosis buruk bila keadaan umum

buruk, anak yang sedang menderita penyakit kronis atau bila ada komplikasi.5
XII.

Pencegahan

Imunisasi aktif
Ini dilakukan dengan pemberian live attenuated measles vaccine. Mula-mula digunakan
strain Edmonston B, tetapi karena strain ini menyebabkan panas tinggi dan eksantem pada hari
ke tujuh sampai hari kesepuluh setelah vaksinasi, maka strain Edmonston diberikan bersamasama dengan globulin-gama pada lengan yang lain.
Sekarang digunakan strain Schwarz dan Moraten dan tidak diberikan globulin-gamma.
Vaksin tersebut diberikan secara subkutan dan menyebabkan imunitas yang berlangsung lama.
Pada penyelidikan serologis ternyata bahwa imunitas tersebut mulai mengurang 8-10 tahun
setelah vaksinasi. Dianjurkan untuk memberikan vaksin morbili tersebut pada anak berumur 15
bulan yaitu karena sebelum umur 15 bulan diperkirakan anak tidak dapat membentuk antibodi
28

secara baik karena masih ada antibodi dari ibu. Tetapi dianjurkan pula agar anak yang tinggal di
daerah endemis morbili dan terdapat banyak tuberkulosis diberikan vaksinasi pada umur 6 bulan
dan revaksinasi dilakukan pada umur 15 bulan. Diketahui dari penelitian Linnemann dkk.
(1982) pada anak yang divaksinasi sebelum umur 10 bulan tidak ditemukan antibodi; begitu pula
setelah revaksinasi kadang-kadang titer antibodi tidak naik secara bermakna. Di Indonesia saat
ini masih dianjurkan memberikan vaksin morbili pada anak berumur 9 bulan ke atas.

Vaksin

morbili tersebut di atas dapat pula diberikan pada orang yang alergi terhadap telur, karena vaksin
morbili ini ditumbuhkan dalam biakan jaringan janin ayam yang secara antigen adalah berbeda
dengan protein telur. Hanya bila terdapat suatu penyakit alergi sebaiknya vaksinasi ditunda
sampai 2 minggu sembuh. Vaksin morbili juga dapat diberikan kepada penderita tuberkulosis
aktif yang sedang mendapat tuberkulostatika. Vaksin morbili tidak boleh diberikan kepada
wanita hamil, anak dengan tuberkulosis yang tidak diobati, penderita leukemia dan anak yang
sedang mendapat pengobatan imunosupresif.
Vaksin morbili dapat diberikan sebagai vaksin morbili saja atau sebagai vaksin measlesmumps-rubella (MMR).
Di Indonesia digunakan pula vaksin morbili buatan Perum Biofarma yang terdiri dari
virus morbili yang hidup dan sangat dilemahkan, strain Schwarz dan ditumbuhkan dalam
jaringan janin ayam dan kemudian dibeku-keringkan.

Tiap dosis dari vaksin yang sudah

dilarutkan mengandung virus morbili tidak kurang dari 1000 TCID50 dan neomisin B sulfat
tidak lebih dari 50 mikrogram.
Vaksin ini diberikan secara subkutan di bagian luar lengan atas sebanyak 0,5 ml pada
umur 9 bulan.

Terjadi anergi terhadap tuberkulin selama 2 bulan setelah vaksinasi. Bila

seseorang telah mendapat inmunoglobulin atau transfusi darah maka vaksinasi dengan vaksin
morbili harus ditangguhkan sekurang-kurangnya 3 bulan. Vaksin ini tidak boleh diberikan
kepada anak dengan infeksi saluran pernafasan akut atau lainnya yang disertai yang disertai
demam, anak dengan defisiensi imunologik, anak yang sedang diberi pengobatan intensif dengan
obat imunosupresif. Untuk mencegah demam, kepada semua anak/bayi diberikan Aspilet, dan
semua bayi/anak yang divaksinasi diambil darahnya 2x, sebelum vaksinasi dan 3 minggu setelah
vaksinasi.
Gejala sampingan yang paling banyak terdapat adalah demam 5 sampai 12 hari setelah
vaksinasi. Demam biasanya hilang dalam 1 sampai 5 hari. Sedangkan gejala sampingan yang
29

berat terjadi pada 2 kasus, masing-masing 1 anak dengan kejang dan GE dehidrasi berat, dan 1
anak dengan hiperpireksi.3
Langkah Promotif / Preventif 1
Pengobatan pasien campak dengan memberikan vit.A
Imunisasi campak
o Program pengembangan imunisasi ( PPI ) : diberikan pada umur 9 bulan.
Imunisasi campak dapat diberikan bersama vaksin MMR pada umur 12 15
bulan.
o Mass campaign, bersama dengan Pekan Imunisasi Nasional
o Catch-up immunization, diberikan pada anak anak sekolah dasar (SD ) kelas 1
6.
Survailans
Imunisasi Pasif
Baik diketahui bahwa morbili yang perjalanan penyakitnya diperingan dengan pemberian
globulin-gama dapat mengakibatkan ensefalitis dan penyebaran proses tuberkulosis.

30

Immunization Coverage with Measles Containing Vaccines in Infants (2009).7

IMUNISASI CAMPAK
Pada tahun 1963, telah dibuat 2 jenis vaksin campak :
a. Vaksin yang berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan (tipe Edmonston B).
b. Vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan (virus campak yang berada dalam
larutan formalin yang dicampur dengan garam alumunium).
Dosis baku minimal untuk pemberian vaksin campak yang dilemahkan adalah 1000
TCID50 atau sebanyak 0,5 ml. untuk vaksin hidup, pemberian dengan 20 TCID50 saja mungkin
sudah dapat memberikan hasil yang baik. Pemberian yang dilanjutkan secara subkutan,
walaupun demikian dapat diberikan secara intramuscular.

31

Pada saat ini di Negara yang sedang berkembang angka kejadian campak masih tinggi dan
seringkali dijumpai menyulit, maka WHO menganjurkan pemberian imunisasi campak (MMR)
dianjurkan pada anak umur 12-15 bulan dan kemudian imunisasi kedua (booster) juga dengan
MMR dilakukan secara rutin secara rutin pada umur 4-6 tahun tetapi dapat juga diberikan setiap
waktu semasa periode anak dengan tenggang waktu paling sedikit 4 minggu dari imunisasi
pertama.
Imunisasi campak tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak dengan imunodefisiensi primer,
pasien TB yang tidak diobati, pasien kanker atau transplantasi organ, mereka yang mendapatkan
pengobatan imunosupresif jangka panjang atau immunocompromised yang terinfeksi HIV. Anak
yang terinfeksi HIV tanpa imunosupresi berat dan tanpa bukti kekebalan terhadap campak, bias
mendapat imunisasi campak.8
Imunisasi dengan vaksin campak yang dilemahkan menghasilkan

nontransmissible,

infeksi tanpa gejala. Sekitar 95% anak yang menerima vaksin campak tunggal setelah usia 12
bulan akan menjadi kebal, dan ~ 5% akan tetap rentan dan akan menjadi kegagalan vaksin
primer. Di antara anak-anak yang divaksinasi di usia 14 bulan, ~ 98% akan mengembangkan
antibodi. Kegagalan primer telah dikaitkan dengan adanya antibodi maternal sisa pada saat
vaksinasi, vaksin rusak, penerimaan immunoglobulin, faktor genetik, dan lainnya tidak lengkap.
Setelah imunisasi kedua, > 99% dari pengalaman serokonversi vaksin dan mengembangkan
kekebalan.10
Di negara berkembang dengan tingkat endemik tinggi campak, imunisasi rutin sering
dianjurkan pada usia 9 bulan karena peningkatan risiko infeksi yang parah pada awal kehidupan.
Imunisasi di usia muda menghasilkan tingkat serokonversi rata-rata 85. Secara global, 98% dari
semua kematian akibat komplikasi campak terjadi di negara-negara dimana kekurangan gizi,
terutama kekurangan vitamin A.10

Dosis dan Cara Pemberian


Dosis baku minimal untuk pemberian vaksin campak yang dilemahkan adalah 1000
TCID50 atau sebanyak 0,5 ml. Untuk vaksin hidup, pemberian dengan 20 TCID50 mungkin
sudah dapat memberikan hasil yang baik. Pemberian diberikan pada umur 9 bulan, secara
subkutan walaupun demikian dapat diberikan secara intramuscular. Daya proteksi vaksin campak
32

diukur dengan berbagai macam cara. Salah satu indicator pengaruh vaksin terhadap proteksi
adalah penurunan angka kejadian kasus campak sesudah pelaksanaan program imunisasi.
Imunisasi campak diberikan lagi pada saat masuk sekolah SD (program BIAS).8

TINJAUAN PUSTAKA
1. Soedarmo P,dkk. Campak. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi kedua.
Jakarta:Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010. Hal.109-18.
33

2. Behrman RE, Kliegman RM, Arvio. Campak. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 2.
Edisi 15. Jakarta: EGC. 2005. Hal.1068-71.
3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak, FKUI, 2007.
4. WHO.
Measles

Surveillance

Data.

Available

at

http://www.who.int/immunization_monitoring/diseases/measles_monthlydata/en/index.ht
ml. Accessed 5 March, 2011.
5. Staf Pengajar FK UI. Ilmu Kesehatan Anak 2. Edisi IX. 2000. Hal 624 628.
6. Abraham M Rudolph, Robert K, Kim J. Rudolph Fundamental Of Pediatrics. 3rd Edition.
California: MacGraw- Hill Medical publishing Division. 2002.
7. WHO.

Measles.

Available

at

http://www.who.int/immunization_monitoring/diseases/measles/en/index.html. Accessed
5 Maerch, 2011.
8. Ranuh I G N, dkk. Campak. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi ketiga.
Jakarta:Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008. Hal.171-77.
9. Sudfeld C, Navar A, Halsey N. Effectiveness of Measles Vaccination and Vitamin A
Treatment. Int. J. Epidemiol. (2010) 39 (suppl 1): i48-i55.
10. Meissner H, Strebel P, Orenstein W. Measles Vaccines and the Potential for Worldwide
Eradication of Measles. PEDIATRICS. Vol. 114 No. 4 October 2004, pp. 1065-1069.

34

Anda mungkin juga menyukai