Anda di halaman 1dari 70

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN RAWAN BENCANA

LETUSAN GUNUNG TANGKUBAN PERAHU BERBASIS


MITIGASI DI LEMBANG JAWA BARAT

BAGUSTIO ARDHITYA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN


SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Tata
Ruang Kawasan Rawan Bencana Letusan Gunung Tangkuban Perahu Berbasis
Mitigasi di Lembang Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014

Bagustio Ardhitya
NIM A44090032

ABSTRAK
BAGUSTIO ARDHITYA. Perencanaan Tata Ruang Kawasan Rawan Bencana
Letusan Gunung Tangkuban Perahu Berbasis Mitigasi di Lembang Jawa Barat.
Dibimbing oleh AFRA DN MAKALEW.
Indonesia memiliki banyak gunung berapi di setiap pulau di Indonesia
sehingga dikenal sebagai daerah cincin api. Gunung Tangkuban Perahu
merupakan gunung api yang masih aktif yang terletak di Kecamatan Lembang
Kabupaten Bandung Barat. Menurut sejarah erupsi Gunung Tangkuban Perahu,
bahaya dari potensi letusan mencapai 5 km melebar keseluruh kawasan
Kecamatan Lembang. Hal itu membuat Kota Lembang menjadi kawasan rawan
bencana sehingga dibutuhkan perencanaan tata ruang kota berbasis bencana.
Tujuan penelitian ini adalah melakukan identifikasi, klasifikasi, dan tata ruang
Kecamatan Lembang berbasis mitigasi. Perencanaan tata ruang dengan metode
analisis data spasial dengan meng overlay data spasial gunung api Tangkuban
Perahu dengan data spasial kondisi umum Kecamatan Lembang. Metode tersebut
menghasilkan data spasial berupa tingkat kerentanan suatu daerah. Lalu
menentukan blockplan dengan menggunakan metode permodelan spasial. Dengan
konsep dasar mitigasi, perencanaan tata ruang Kecamatan Lemb ang memiliki
prioritas utama untuk memperkecil tingkat resiko bencana. Hasil dari penelitian
ini adalah tiga model ruang evakuasi yaitu zona evakuasi mikro, meso, dan makro.
Kata kunci : Mitigasi bencana, letusan gunung api, Tangkuban Perahu, tata ruang
kota, Kota Lembang

ABSTRACT
BAGUSTIO ARDHITYA. An Arrangement Planning Of Urban Space In
Vulnerability Area of Tangkuban Perahu Vulcanos Eruption Base of Mitigation
At Lembang, West Java . Supervised by AFRA DN MAKALEW.
Indonesia has many volcanoes in every island and known as the ring of fire
area. Tangkuban Perahu is still an active volcano located in the Lembang City,
Bandung Barat District. According to the eruption history of Tangkuban Perahu,
the eruption could reach 5 km widely to whole of Lembang City. It makes
Lembang city into a disaster-prone areas and that is why It needs an arrangement
of urban space-based disaster. The objective of this research is to identify, classify
and arrange Lembang districtbase of mitigation. The arrangement was done by
analysis of spatial data with spatial that will result a vulnerability level for each
areas. Then define a blockplan by modeling spatial.With mitigation as a base
concept, an arrangement planning of urban space has highly priority to to
minimize disaster risk. The result of this research is evacuation space model
which are micro evacuation space, meso evacuation space, and macro evacuation
space .
Keywords: Disaster mitigation, volcanic eruptions, Tangkuban Perahu, urban
spatial arrangement, the City Lembang

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014


Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau peninjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN RAWAN BENCANA


LETUSAN GUNUNG TANGKUBAN PERAHU BERBASIS
MITIGASI DI LEMBANG JAWA BARAT

BAGUSTIO ARDHITYA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi :Perencanaan Tata Ruang Kawasan Rawan Bencana Letusan


Gunung Tangkuban Perahu Berbasis Mitigasi di
Lembang Jawa Barat
Nama
:Bagustio Ardhitya
NIM
:A44090032

Disetujui oleh

Dr Ir Afra DN Makalew, M.Sc


Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Bambang Sulistyantara M.Agr


Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat ilmu, rahmat,
dan hidayah kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
penelitian ini. Judul skripsi yang dipilih adalah Perencanaan Tata Ruang Kawasan
Rawan Bencana Letusan Gunung Tangkuban Perahu Berbasis Mitigasi d i
Lembang Jawa Barat.
Terimakasih penulis haturkan kepada Dr Ir Afra DN Makalew, M.Sc selaku
pembimbing skripsi yang selalu senantiasa membimbing dalam penilitian ini.
Terimakasih pula kepada kedua orang tua yang selalu mendoakan yang terbaik
kepada penulis sebagai anaknya. Terimakasih juga kepada teman teman
seperjuangan untuk segala motivasi yang sangat membangun dalam pengerjaan
skripsi ini.
Demikian skripsi penelitian ini dibuat, semoga karya ilmiah ini bermanfaat
bagi pihak Pemerintah Kota Bogor dan pihak lain yang memerlukan.

Bogor, September 2014


Bagustio Ardhitya

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

xi

DAFTAR TABEL

xiii

DAFTAR GAMBAR

xiv

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian

Kerangka Pikir Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA

Bencana

Letusan Gunung Berapi

Bahaya Utama (Primer)

Bahaya Ikutan (Sekunder)

Sejarah Gunung Tangkuban Perahu


Kegiatan Gunung Tangkuban Perahu

5
5

Mitigasi Bencana

Perencanaan

METODOLOGI

Lokasi dan Waktu Penelitian

Alat dan Bahan Penelitian

Batasan Penelitian

Metode dan Tahap Penelitian

Metode Pengumpulan Data

Metode Pengolahan Data

11

KONDISI UMUM

18

Aspek Biofisik

19

Topografi

19

Hidrogeologi

21

Iklim

22

Kawasan Hutan

24

Tata Guna Lahan

25

Sarana dan Prasarana

26

Aspek Sosial

30

Kepemerintahan

30

Kependudukan

31

HASIL DAN PEMBAHASAN


Identifikasi Tipologi Daerah Rawan Bencana Erupsi Gunung Berapi

34
34

Bahaya Primer

34

Bahaya Sekunder

34

Analisis Tingkat Kerentanan (vulnerability)Bencana

36

Analisis Pengaruh Jenis Tanah Terhadap Tingkat Kepekaan Bahaya Longsor


36
Analisis Pengaruh Kemiringan Tapak Terhadap Tingkat Kepekaan Bahaya
Longsor
38
Analisis Pengaruh Curah Hujan Terhadap Tingkat Kerentanan Bahaya Banjir
Lahar Dingin
41
Analisis Pengaruh Ketinggian Tapak Terhadap Tingkat Kerentanan Bahaya
Banjir Lahar Dingin
41
Overlay

44

Sintesis

47

Konsep Perencanaan Tata Ruang

54

Konsep Dasar

54

Pengembangan Konsep

54

Perencanan Lanskap Berbasis Mitigasi

58

Rencana Ruang

58

Rencana Aktivitas

61

Rencana Sarana dan Prasarana

61

Rencana Sirkulasi

63

Rencana Vegetasi

64

Rencana Daya Dukung

64

SIMPULAN DAN SARAN

68

Simpulan

68

Saran

68

DAFTAR PUSTAKA

69

RIWAYAT HIDUP

70

DAFTAR TABEL
1. Sejarah kegiatan Gunung Berapi Tangkuban Perahu
2. Alat dan bahan penelitian
3. Tahap Penelitian
4. Metode pengumpulan data
5. Penentuan tipologi kawasan rawan bencana letusan gunung berapi
6. Tingkat kepekaan jenis tanah terhadap bahaya longsor
7. Kemiringan tapak
8. Data bentuk geografis berdasarkan desa di Kecamatan Lembang
9. Struktur penggunaan lahan menurut desa di Kecamatan Lembang
10. Struktur penggunaan lahan menurut desa di Kecamatan Lembang
11. Jarak antar desa di Kecamatan Lembang
12. Jenis sarana dan prasarana komunikasi yang digunakan menurut desa
di Kecamatan Lembang
13. Jumlah sarana kesehatan yang berada di desa/kelurahan di Kecamatan
Lembang
14. Jumlah tempat/lapangan kegiatan olahraga menurut desa/kelurahan di
15. Jumlah RT dan RW menurut Desa di Kecamatan Lembang
16. Jumlah penduduk Kecamatan Lembang
17. Jumlah Sekolah di Kecamatan Lembang
18. Penentuan skor pada setiap kriteria analisis
19. Skor tingkat kerentanan bencana pada zona zona peta komposit
20. Rencana aktivitas dan rencana sarana dan prasarana.
21. Kebutuhan Ruang Terbuka Sebagai Zona Evakuasi

6
9
9
10
12
13
13
19
20
26
27
28
29
30
31
32
33
44
46
62
64

DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka Pikir
2. Peta orientasi Kecamatan Lembang
3. Alur pengolahan data
4. Ilustrasi tehnik weighted overlay dan scoring
5. Proses permodelan spasial
6. Peta administrasi Kecamatan Lembang
7. Peta kemiringan Kecamatan Lembang
8. Peta geologi Kecamatan Lembang
9. Peta jenis tanah Kecamatan Lembang
10. Peta sumber air Kecamatan Lembang
11. Kelembaban ratarata dari Tahun 20022011
12. Suhu ratarata dari Tahun 20022011
13. Curah hujan ratarata dari Tahun 20022011
14. Peta Kawasan Hutan Kecamatan Lembang
15. Peta sirkulasi Kecamatan Lembang
16. Peta Tipologi daerah rawan bencana erupsi gunung
17. Peta analisis pengaruh jenis tanah terhadap tingkat kepekaan bahaya
longsor
18. Peta analisis pengaruh kemiringan tapak terhadap tingkat kepekaan
bahaya longsor
19. Peta analisis pengaruh curah hujan terhadap tingkat kere ntanan
bahaya banjir lahar dingin
20. Peta analisis pengaruh ketinggian tapak terhadap tingkat kerentanan
bahaya banjir lahar dingin
21. Peta Komposit
22. Zonasi mitigasi Kecamatan Lembang
23. Peta rencana struktur bangunan
24. Rencana blok (block plan) Desa Lembang
25. Peta existing zona aman mikro
26. Peta existing zona aman meso
27. Peta existing zona aman makro
28. Alur konsep
29. Diagram konsep ruang
30. Konsep sirkulasi
31. Diagram konsep vegetasi
32. Rencana ruang zona aman mikro
33. Rencana ruang zona aman meso
34. Rencana ruang zona aman makro
35. Contoh rambu evakuasi
36. Rencana sirkulasi Desa Lembang
37. Rencana tapak zona aman mikro
38. Rencana tapak zona aman meso
39. Rencana tapak zona aman makro

3
8
11
14
16
18
20
21
22
23
23
24
24
25
27
35
39
40
42
43
1
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
62
63
65
66
67

18

KONDISI UMUM
Menurut Statistika Daerah Kecamatan Lembang (2013), Kecamatan
Lembang berada pada Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Secara
geografis Kecamatan Lembang terletak diantara 107o 1.10 BT 107o 4.40 BT
dan 6o 3.73 LS 7o 1.031 LS dengan luas wilayah 95.58 Km2 . Wilayah
Kecamatan Lembang merupakan salah satu kawasan yang berdekatan dengan
potensi hazard Gunung Tangkuban Perahu yang memiliki batas wilayah sebagai
berikut:
a) Sebelah Barat
: berbatasan dengan Kabupaten Subang.
b) Sebelah Timur
: berbatasan dengan Kabupaten Subang dan Kabupaten
Bandung.
c) Sebelah Utara
: berbatasan dengan Kecamatan Parompong
d) Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kota Bandung
Kondisi umum Kecamatan Lembang dibagi menjadi dua yaitu aspek
biofisik dan aspek sosial. Aspek bio fisik memaparkan tentang kondisi fisik yang
berkaitan dengan ruang lingkup pengembangan kawasan Kecamatan Lembang
serta menjelaskan tentang kondisi alami secara spasial yang berkaitan dengan
fungsi hutan dalam upaya mitigasi. Aspek sosial memaparkan tentang kondisi
sosial yang mempengaruhi tentang perkembangan masyarakat pada Kecamatan
Lembang. Secara khusus kondisi umum di Kecamatan Lembang menjelaskan
keadaan kawasan yang berpengaruh kepada segi kebencanaan. Peta administrasi
Kecamatan Lembang disajikan pada Gambar 6.

Sumber: Albu m Peta RTRW BAPPEDA Bandung Barat. (2009).

Gambar 6 Peta administrasi Kecamatan Lembang

19
Aspek Biofisik
Topografi
Kecamatan Lembang adalah wilayah administrasi yang berada dalam
kawasan kaki Gunung Tangkuban Perahu. Keberadaan Gunung Tangkuban
Perahu sangat mempengaruhi bentuk topografi kecamatan lembang. Bentukan
geografis Kecamatan Lembang terdiri dari dua bentukan yaitu lereng atau
punggung bukit dan dataran. Bentukan geografis tersebut disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Data bentuk geografis berdasarkan desa di Kecamatan Lembang
Bukan pesisir
Pesisir/Tepi
Lereng/
No
Desa
Lembah/Daerah
laut
Punggung Dataran
aliran sungai
bukit
1
Gudang Kahuripan
2
Wangunsari

3
Pagerwangi

4
Mekarwangi

5
Langensari

6
Kayuambon

7
Lembang

8
Cikahuripan

9
Sukajaya

10 Jayagiri

11 Cibogo

12 Cikole

13 Cikidang

14 Wangunharja

15 Cibodas

16 Suntenjaya

Jumlah
11
5
Sumber : Kecamatan Lembang Dalam Angka. (2013).

Bentukan geografis tersebut secara detil dijelaskan dalam topografi


Kecamatan Lembang. Topografi merupakan komponen dasar analisis tapak
dengan tujuan untuk mendefinisikan kesesuaian lahan terhadap aktifitas manusia.
Komponen topografi yang mendasar adalah kemiringan dan ketinggian lahan yang
mengandung potensi bahaya. Potensi bahaya tersebut ditentukan dengan nilai nilai
pada setiap tingkatan kemiringan dan ketinggian. Secara spasial wilayah
Kecamatan Lembang memiliki kemiringan lahan yang berbeda sebagai berikut,
persentase kemiringan lebih dari 40%, persentase kemiringan 1525 dan
persentase kemiringan 08%. Persentase kemiringan lebih dari 40% memiliki
kawasan yang paling luas sehingga menempatkan wilayah lembang sebagai
daerah rawan bencana. Keadaan kemiringan Kecamatan Lembang disajikan dalam
Gambar 7. Dengan berbagai macam topografi yang ada pada bentukan kawasan di
Kecamatan Lembang maka bermacammacam pula penggunaan lahannya.
Penggunaan lahan berdasarkan desa di Kecamatan Lembang disajikan pada Tabel
9.

20

Sumber: RTRW Kabupaten Bandung Barat. (2009).

Gambar 7 Peta kemiringan Kecamatan Lembang


Tabel 9 Struktur penggunaan lahan menurut desa di Kecamatan Lembang
No

Desa

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Gudang Kahuripan
Wangunsari
Pagerwangi
Mekarwangi
Langensari
Kayuambon
Lembang
Cikahuripan
Sukajaya
Jayagiri
Cibogo
Ciko le
Cikidang
Wangunharja
Cibodas
Suntenjaya
Jumlah

Lahan pertanian sawah (ha)


Lahan
Lahan
pertanian
Luas
Lahan
Non
Lahan
Lahan
bukan
Desa
tidak
pertanian
berpengai pertanian
sawah
(Ha)
berpeng
(Ha)
ran teknis nonteknis
(Ha)
airan
241.5
213.2
454.7
257.98
121.3
379.3
257
158.5
415.5
240.2
83.6
323.8
210
259.1
469.1
31.3
148.9
180.2
35.8
284.8
320.6
687.8
61.4
749.2
463.3
94.6
557.9
937.9
36.1
974
234.2
180.6
423.8
147
195.9
342.9
280.8
207.6
35.4
523.8
421.5
60.9
482.4
890.8
21.6
912.4
467.8
108.7 576.5
280.8 5740.68
2064.6 8086.08

Sumber :Kecamatan Lembang Dalam Angka. (2013).

21
Hidrogeologi
Keadaan geologi di Kecamatan Lembang merupakan material batuan yang
berasal dari Gunung Tangkuban Perahu dan gununggunung kecil di sekitarnya.
Profil geologi tersebut meliputi tuf campuran yang berasal dari Gunung
Tangkuban Perahu dan Gunung Dano, tuf yang berasal dari Gunung Tangkuban
Perahu, endapan gunung berapi, dan batuan yang berasal dari aliran lava. Tuf atau
tufa adalah batuan yang dihasilkan oleh endapan gas pyroclastic atau awan panas
yang terfragmentasi selama erupsi gunung berlangsung dan memiliki struktur
berupa abu. Endapan gunung berapi yang tak dapat diuraikan adalah batuan
batuan hasil dari aktivitas pendinginan magma gunung berapi dan waktu
pendinginan magma yang bervariasi juga mempengaruhi variasi jenis batuan
tersebut. Batuan yang berasal dari lava terbentuk oleh aktivitas pendinginan
magma yang mengalir di sepanjang jalurnya. Keadaan geologi Kecamatan
Lembang disajikan pada Gambar 8.

Sumber: RTRW Kabupaten Bandung Barat. (2009).

Gambar 8 Peta geologi Kecamatan Lembang


Tanah di Kecamatan Lembang sangat dipengaruhi pada keadaan kawasan
yang merupakan kawasan vulkanis. Jenis tanah pada Kecamatan Lembang
sebagian besar adalah andosol coklat, regosol coklat, latosol coklat, regosol
kelabu, dan litosol. Persebaran jenis tanah pada Kecamatan Lembang dapat
disajikan pada Gambar 9.

22

Sumber: RTRW Kabupaten Bandung Barat. (2009).

Gambar 9 Peta jenis tanah Kecamatan Lembang


Secara kasat mata spasial keadaan hidrologi Kecamatan Lembang tidak
memiliki badan air yang besar dan terpusat melainkan banyak sungai kecil beserta
alirannya. Pemenuhan kebutuhan air bersih rumahtangga merupakan komponen
kesejahteraan rumahtangga. Menurut Statistika Daerah Kecamatan Lembang
(2013), rumahtangga yang menggunakan sumber air minum yang berasal dari air
kemasan dan ledeng merupakan jumlah terbesar yaitu mencapai 15 308
rumahtangga, diikuti oleh sumur terlindung dan air tidak bersih masingmasing
sebesar 12 016 rumah tangga dan 7 228 rumahtangga, mata air terlindung sebersar
6.424 rumahtangga dan Pompa air sebesar 5 271 rumahtangga. Sedangkan
menurut Data Statistika Kecamatan Lembang Tahun (2012), sumber air minum
rumah tangga terbesar ada pada mata air terlindung sebesar 24 674.
Sumber air penduduk di Kecamatan Lembang bertopang pada aliran air
tanah yang di pengaruhi oleh kualitas kemampuan penyerapan air hujan oleh
Gunung Tangkuban Perahu. Zona sumber air yang memancar yang disajikan
dalam Gambar 10.
Iklim
Kecamatan Lembang mempunyai iklim yang sejuk dengan suhu ratarata
20.04C, persentase kelembaban ratarata 84.63% dan curah hujan 160.58 mm
selama sepuluh tahun terakhir. Keseluruhan data iklim disajikan dalam Gambar 11,
Gambar 12, dan Gambar 13.

23

Sumber: RTRW Kabupaten Bandung Barat. (2009).

Gambar 10 Peta sumber air Kecamatan Lembang


88.00

Kelembaban Rata Rata (%)

87.00
86.00
85.00

84.00
83.00

82.00
81.00

80.00
2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

Tahun
Sumber: Bappeda Kabupaten Bandung Barat. (2010).

Gambar 11 Kelembaban ratarata dari Tahun 20022011

2011

24

Suhu RataRata (C)

20.40

20.20
20.00
19.80
19.60

19.40
19.20
19.00
2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

Tahun
Sumber: Bappeda Kabupaten Bandung Barat. (2010).

Gambar 12 Suhu ratarata dari Tahun 20022011

300.00

Curah Hujan (mm)

250.00
200.00
150.00
100.00
50.00
0.00
2002

2003

2004

2005

2006 2007
Tahun

2008

2009

2010

2011

Sumber: Bappeda Kabupaten Bandung Barat. (2010).

Gambar 13 Curah hujan ratarata dari Tahun 20022011


Kawasan Hutan
Kecamatan Lembang memiliki beberapa kawasan hutan yaitu hutan lindung,
hutan rakyat, taman hutan raya, dan taman wisata alam. Masingmasing fungsi
jenis kawasan hutan adalah untuk meningkatkan keanekaragaman hayati, sebagai
habitat fauna, sebagai tempat koleksi flora dan pepohonan, sebagai tempat
rekreasi masyarakat, dan lainlain. Dalam pendekatan mitigasi, hutan bisa
menjadi buffer bencana dan juga sumber bencana sekunder, tergantung dari letak
lokasi hutan pada saat erupsi gunung berapi terjadi. Kawasan hutan Kecamatan
Lembang dapat di jelaskan pada Gambar 14.

25

Sumber: RTRW Kabupaten Bandung Barat. (2009).

Gambar 14 Peta Kawasan Hutan Kecamatan Lembang


Tata Guna Lahan
Penggunaan lahan di Kecamatan Lembang didominasi dengan penggunaan
lahan sebagai lahan pertanian. Sektor pertanian merupakan sector potensi untuk
perekonomian Kecamatan Lembang. Namun bukan sub sector tanaman pangan
yang menjadi unggulan, melainkan budidaya tanaman hortikultura khususnya
tanaman sayuran yang menjadi unggulan di Kecamatan Lembang. Lembang
memberikan kontribusi terhadap produksi sayur mayur yang merupakan andalan
dibidang hortikultura di Kabupaten Bandung Barat.
Kecamatan Lembang juga terkenanl dengan obyek wisata agro tanaman hias.
Penggunaan lahan di Kecamatan Lembang yang paling banyak adalah lahan
pertanian bukan sawah lalu diikuti dengan penggunaan lahan non pertanian dan
lahan pertanian non sawah. Lahanpertanian sawah walaupun ada namun
penggunaannya sudah beralih fungsi menjadi kefungsi lain karena kurangnya
sumber air. Tabel penggunaan lahan di Kecamatan Lembang disajikan dalam
Tabel10.
Alih fungsi lahan adalah masalah yang dikhawatirkan. Pengalihan fungsi
lahan tanpa mengindahkan peraturan yang ada maka pengalihan fungsi laha n
tersebut ilegal. Dalam hal ini, Kecamatan Lembang merupakan kawasan rawan
bencana yang telah diatur dalam peraturan peraturan sehingga pengalihan fungsi
lahan tanpa mengikuti aturan akan menambah tingkat resiko bencana di
Kecamatan Lembang.

26

Tabel 10 Struktur penggunaan lahan menurut desa di Kecamatan Lembang

No

Desa

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Gudang Kahuripan
Wangunsari
Pagerwangi
Mekarwangi
Langensari
Kayuambon
Lembang
Cikahuripan
Sukajaya
Jayagiri
Cibogo
Ciko le
Cikidang
Wangunharja
Cibodas
Suntenjaya
Jumlah

Lahan pertanian sawah (ha)


Lahan
Lahan
Lahan
pertani
berpenga
tidak
an
iran
berpeng
nontek
teknis
airan
nis
280.8
280.8

Lahan
Lahan
pertanian
Non
bukan
pertanian
sawah
(Ha)
(Ha)
241.5
257.98
257
240.2
210
31.3
35.8
687.8
463.3
937.9
234.2
147
207.6
421.5
890.8
467.8
5740.68

Luas
Desa
(Ha)

213.2
454.7
121.3
379.3
158.5
415.5
83.6
323.8
259.1
469.1
148.9
180.2
284.8
320.6
61.4
749.2
94.6
557.9
36.1
974
180.6
423.8
195.9
342.9
35.4
523.8
60.9
482.4
21.6
912.4
108.7
576.5
2064.6 8086.08

Sumber :Kecamatan Lembang Dalam Angka 2013

Sarana dan Prasarana


Kecamatan Lembang memiliki jalur sirkulasi berupa jalan lokal dan jalan
kolektor serta tiga terminal jenis C. Jalur sirkulasi memiliki peran sebagai jalur
evakuasi warga untuk menjauh dari bahaya. Jalur evakuasi tersebut diperoleh dari
analisis daerah bahaya. Jalur sirkulasi Kecamatan Lembang disajikan dalam
Gambar 15. Jalur sirkulasi Kecamatan lembang memiliki fungsi untuk mobilitas
distribusi antar desa dengan berbagai kepentingan.. Jarak antar desa di Kecamatan
Lembang disajikan dalam Tabel 11.
Masyarakat Kecamatan Lembang menggunakan sarana jenis transportasi
darat. Menurut Kecamatan Lembang dalam angka (2013), Masyarakat Kecamatan
Lembang lebih banyak menggunakan kendaraan motor roda dua yaitu sebanyak
18 252 kepala keluarga. Sedangkan, masyarakat Kecamatan Lembang yang
menggunakan kendaraan bermotor roda empat hanya mencapai 2 711 kepala
keluarga. Sarana infrastruktur jalan terluas pada Kecamatan Lembang sudah
menggunakan lapisan aspal dan beton.
Sarana komunikasi sangat penting dalam hal mitigasi. Hal penting tersebut
menyangkut dengan distribusi pesan informasi yang berhubungan dengan
peringatan dini bahaya bencana dan distribusi barang berupa bantuan ligistik dan
semacamnya untuk menunjang kegiatan evakuasi. Kegiatan koordinasi antar
masyarakat tersebut sangatlah penting dalam upaya mitigasi.

27

Sumber: RTRW Kabupaten Bandung Barat. (2009).

Gambar 15 Peta sirkulasi Kecamatan Lembang

5.1
8.3
11.3
7.8
5.9
3.5
5.3
5.9
3.4
6.8
9.0
10.6
11.7
12.3
13.1

Wangunharja

Cikahuripan

Kayuambon

Mekarwangi

7.2
5.3
4.4
4.7
7.9
8.6
4.9
5.9
8.2
10.3
10.8
11.4
12.2

3.3
4.0
0.4
3.4
5.1
8.2
8.4
8.7
9.5

7.3
7.9
10.9
7.6
5.7
3.3
0.7
3.2
6.6
8.8
11
12.5
12.6
13.4

Sumber :Kecamatan Lembang Dalam Angka. (2013).

3.9
7.3
9.5
11.7
12.6
12.7
13.5

4.7
4.9
7.9
4.4
2.5
0.4
3.2
3.9
3.1
5.3
7.3
8.2
8.2
9.0

7.8
5.9
8.9
5.4
3.5
3.4
6.6
7.3
3.1
2.2
4.9
5.3
8.6
9.5

9.8
8.2
10.3
7.6
5.5
5.1
8.8
9.5
5.3
2.2
2.7
3.1
5.3
6.1

12
10.3
9.7
5.6
7.8
8.2
11
11.7
7.3
4.9
2.7
1.2
4.2
4.8

13.5
10.8
7.4
3.9
5.6
8.4
12.5
12.6
8.2
5.3
3.1
1.2
3.3
3.9

13.6
11.4
7.6
4.4
6.3
8.7
12.6
12.7
8.2
8.6
5.3
4.2
3.3
1.2

Suntenjaya

Cibodas

8.1
8.6
11.6
8.3
6.4
4.0
0.7

4.4
4.7
7.8
4.3
2.4

Cikidang

10.2 8.8 6.9


7.2 5.3 4.4
3.5 5.4
3.5
1.9
5.4 1.9
7.8 4.3 2.4
10.9 7.6 5.7
11.6 8.3 6.4
7.9 4.4 2.5
8.9 5.4 3.5
10.3 7.6 5.5
9.7 5.6 7.8
7.4 3.9 5.6
7.6 4.4 6.3
8.4 5.2 7.1

Cikole

8.8
8.8
10.2
8.8
6.9
4.4
7.3
8.1
4.7
7.8
9.8
12
13.5
13.6
14.4

Cibogo

5.9 3.4 6.8 9.0 10.6 11.7 12.3 13.1

Jayagiri

11.3 7.8 5.9 3.5 5.3

Sukajaya

8.3

Lembang

5.1

Langensari

Pagerwangi

Gudang
Kahuripan
Wangunsari
Pagerwangi
Mekarwangi
Langensari
Kayuambon
Lembang
Cikahuripan
Sukajaya
Jayagiri
Cibogo
Ciko le
Cikidang
Wangunharja
Cibodas
Suntenjaya

Wangunsari

Jarak Antar
Desa (Km)

Gudang
Kahuripan

Tabel 11 Jarak antar desa di Kecamatan Lembang

14.4
12.2
8.4
5.2
7.1
9.5
13.4
13.5
9.0
9.5
6.1
4.8
3.9
1.2

28
Masyarakat Kecamatan Lembang menggunakan telepon kabel sebagai
sarana komunikasi karena tidak adanya telepon umum. Namun, penggunaan
telepon kabel pun tidak merata. Menurut Kecamatan Lembang dalam Angka
(2013),. Dengan melesatnya tingkat kacanggihan teknologi, kegiatanan distribusi
penyampaian pesan dan dilakukan dengan menggunakan alat komunikasi berupa
telepon genggam ataupun telepon kabel. Namun, dalam hal distribusi berupa
barang ataupun dokumen penting masih menggunakan jasa pengiriman PT. Pos
Indonesia (perseroan).Menurut Kecamatan Lembang dalam angka (2013), Jumlah
kantor pos,pos keliling, dan jarak ke kantor pos yang digunakan menurut
desa/kelurahan di Kecamatan Lembang disajikan dalam Tabel 12.
Tabel 12 Jenis sarana dan prasarana komunikasi yang digunakan menurut
desa/kelurahan di Kecamatan Lembang
No

Desa/
Kelurahan

Ruta
telepon
kabel

Telepon
umu m

kiospon

Wartel/

Warnet

Kantor
pos

Jarak ke
Kantor
pos

Pos
keliling

Gudang
Kahuripan

556

Wangunsari

263

Pagerwangi

202

Mekarwangi

153

Langensari

156

Kayuambon

827

Lembang

280

25

Cikahuripan

112

Sukajaya

302

10

Jayagiri

1 070

11

11

Cibogo

172

12

Ciko le

312

13

Cikidang

14

Wangunharja

10

15

Cibodas

80

16

Suntenjaya

311

13

Jumlah

4 812

32

78

75

Sumber :Kecamatan Lembang Dalam Angka. (2013).

Sarana dan prasana kesehatan memiliki nilai sangat penting baik dalam
kebutuhan biasa maupun dalam kebutuhan yang sangat mendadak. Dalam hal
yang berhubungan dengan mitigasi bencana, sarana dan prasarana kesehatan
dibutuhkan dalam keadaan mendadak untuk menampung para korban bencana
letusan gunung api. Sarana dan prasarana kesehatan menyediakan bahan dan alat
medis yang mendukung minimal memiliki alat paket pertolongan pertama (First
Aid Kit). Sarana dan prasarana kesehatan dalam tingkat regional kecamatan dapat
berupa rumah sakit, rumah bersalin, poliklinik, puskesmas, puskesmas pembantu,

29
tempat praktek dokter, tempat praktek bidan, posyandu, poliklinik desa (Polindes),
apotek, dan toko obat. Jumlah sarana kesehatan yang berada di desa/kelurahan di
Kecamatan Lembang disajikan dalam Tabel 13.
Tabel 13 Jumlah sarana kesehatan yang berada di desa/kelurahan di Kecamatan
Lembang.
Desa/
Kelurahan

Rumah
sakit

Rumah
ber
salin

Poli
kli
nik

Pus
kes
mas

Pus
kesmas
pem
bantu

Tempat
praktek
dokter

Tempat
praktek
bidan

Pos
yan
du

Po
lin
des

Apo
tek

To
ko
ob
att

Gudang
Kahuripan

14

Wangunsari

15

Pagerwangi

14

--

M ekarwangi

Langensari

16

Kayuambon

11

Lembang

14

Cikahuripan

10

Sukajaya

16

Jayagiri

19

Cibogo

13

Cikole

16

Cikidang

11

Wangunharja

Cibodas

17

Suntenjaya

17

Jumlah

10

10

20

42

221

10

Sumber :Kecamatan Lembang Dalam Angka. (2013).

Dalam ruang lingkup permukiman tedapat sarana dan prasarana umum yang
dapat digunakan sebagai tempat evakuasi karena memiliki kemampuan untuk
menampung massa korban bencana yang banyak. Dengan luasan tertentu, sarana
dan prasara umum dapat menjadi ruang evakuasi. Sarana dan prasarana tersebut
berupa tempat olah raga yang memiliki luasan wilayah yang memadai dan
merupakan ruang terbuka yang terbebas dari gedung gedung tinggi yang
berbahaya pada saat terjadinya bencana. Sarana dan prasarana tersebut nantinya
akan menjadi tempat didirikannya tenda tenda pengungsian yang dapat menjadi
tempat sementara bagi pengungsi atau menjadi tempat berlindung sementara dari
guncangan gempa saat erupsi. Sarana dan prasarana tersebut dapat berupa
lapangan sepak bola, lapangan basket, lapangan tenis, lapangan bola voli dan
lapangan bulu tangkis. Jumlah tempat/lapangan kegiatan olahraga menurut
desa/kelurahan di Kecamatan Lembang disajikan dalam Tabel 14.

30

Tabel 14 Jumlah tempat/lapangan kegiatan olahraga menurut desa/kelurahan di


Kecamatan Lembang
Desa/
No Kelurahan

Sepakbola

Bolavoli

Bulu tangkis

Gudang
Kahuripan

Wangunsari

Pagerwangi

Mekarwangi

Langensari

Kayuambon

Lembang

Cikahuripan

Sukajaya

10

Jayagiri

11

Cibogo

12

Cikole

10

13

Cikidang

14

Wangunharja

15

Cibodas

16

Suntenjaya

Jumlah

17

82

46

11

12

Bola
basket

Tenis
lapangan

Sumber :Kecamatan Lembang Dalam Angka. (2013).

Menurut Baseline Kegunung Apian Indonesia BNPB (2012), Gunung


Tangkuban Perahu memiliki daya resiko terhadap Kawasan Rawan Bencana
(KRB). KRB Gunung Tangkuban Perahu memiliki radius tertentu maka dari itu
KRB meliputi beberapa wilayah administrasi dalam radius KRB Gunung
Tangkuban Perahu. Penduduk yang terpapar akibat awan panas, lava, dan hujan
abu 3 525 jiwa dan bangunan yang berpotensi terpapar pada KRB Gunung
Tangkuban Perahu sebanyak 2 253 unit bangunan. Dalam hal sarana dan
prasarana Kecamatan Lembang, rumah masyarakat yang berpotensi terpapar
bencana letusan Gunung Tangkuban perahu sebanyak 400 unit, sarana dan
prasaran pendidikan yang berpotensi terpapar sebanyak 3 unit begitu juga dengan
sarana kesehatan di Kecamatan Lembang.
Aspek Sosial
Kepemerintahan
Menurut pandangan sosiologi, struktur sosial atau kepemerintahan sangat
berpengaruh terhadap kepekaan penduduk terhadap bencana. Str uktur sosial yang

31
kokoh akan membentuk suatu solidaritas sosial yang kokoh pula. Hal ini akan
membangun koordinasi per individu sehingga kepekaan akan terjadinya bencana
sangat tinggi (pre disaster). Selain itu pula, terbentuknya struktur sosial yang
solid akan membangun mempercepat tingkat penanggulangan bencana ( post
disaster ) (maarif,2010).
Menurut Stastitik Daerah Kecamatan Lembang (2013), bentuk
kepemerintahan yang dimiliki oleh Kecamatan Lembang yaitu 887 Rumah
Tangga, 220 Rukun Warga, 56 Dusun, dan 16 Desa. Data statistik jumlah satuan
lingkungan Rukun Tetangga dan Rukun Warga tersebut mengalami peningkatan
jumlah dari tahun 2012 ke 2013 yaitu sebesar 1.85 persen dan 1.30 persen hal ini
di karenakan terjadi pemekaran wilayah satuan lingkungan setempat. Dalam hal
ini Desa Jayagiri menempati Desa teratas dengan jumlah satuan lingkungan
terbanyak yaitu 19 Rukun Warga dan 96 Rukun Tetangga. Sedangkan, Desa
Kayuambon memiliki satuan lingkungan Rukun Tetangga paling sedikit yaitu 35
RT serta Desa Mekarwangi dan Wangunharja merupaka n desa yang memiliki
jumlah satuan lingkungan Rukun Warga paling sed ikit dengan jumlah 9 RW.
Dalam hal mitigasi, dinamika kepemerintahan ini sangat penting dalam hal
koordinasi dan komunikasi kesiapan menghadapi bencana yang tepat dan terarah.
Jumlah RT dan RW menurut Desa di Kecamatan Lembang disajikan dalam
Tabel 15.
Tabel 15 Jumlah RT dan RW menurut Desa di Kecamatan Lembang
Desa
Dusun
Rukun Warga
Rukun Tetangga
Gudang Kahuripan
5
14
58
Wangunsari
4
15
56
Pagerwangi
4
14
69
Mekarwangi
2
9
40
Langensari
3
16
54
Kayuambon
2
11
35
Lembang
4
14
57
Cikahuripan
3
10
58
Sukajaya
4
16
52
Jayagiri
4
19
96
Cibogo
4
13
46
Cikole
4
15
67
Cikidang
5
11
48
Wangunharja
3
9
38
Cibodas
3
17
66
Suntenjaya
2
17
47
Jumlah
56
220
887
Sumber: Statistika Daerah Kecamatan Lembang. (2013).

Kependudukan
Menurut Maarif (2010), Kerentanan penduduk merupakan satu konstruksi
yang kompleks yang meliputi faktor faktor seperti tempat tinggal di daerah rawan
bencana, sumber daya materi, usia, gender, pengetahuan tentang langkah
penyelamatan, modal sosial, kemampuan untuk mengakses dengan lembaga-

32
lembaga masyarakat utama. Kerentanan penduduk merupakan salah satu faktor
terjadinya bencana.
Jumlah penduduk di Kecamatan Lembang mencapai 180 526 jiwa.Penduduk
laki laki sebanyka 92 300 jiwa sedangkan pend uduk perempuan sebanyak 88 226
jiwa. Perkembangan jumlah penduduk laki laki dan penduduk relatif seimbang
sehingga pencapaian suatu pembangunan daerah dalam peranan gender sangatlah
tidak membedakan gender. Dengan luas wilayah sekitar 95.56 km2 maka
kepadatan penduduk Kecamatan Lembang mencapai 1 889 jiwa/km2 lebih tinggi
di bandingkan kepadatan penduduk di Kabupaten Bandung Barat itu sendiri yaitu
1 193 jiwa/km2 .
Menurut Satistika Daerah Kecamatan Lembang (2013), berdasarkan jumlah
penduduk, Desa Jayagiri merupakan desa dengan jumlah penduduk terbanyak di
Kecamatan Lembang yaitu mencapai sebanyak 11 persen dari jumlah penduduk
Kecamatan Lembang atau sebanyak 19 356 jiwa dan diikuti secara berurutan
dengan Desa Lembang sebanyak 10 persen, Desa Gudang Kahuripan sebanyak 8
persen. Sedangkan, Desa yang memiliki jumlah penduduk terkecil yaitu Desa
Mekarwangi sebanyak 3 persen dari jumlah penduduk Kecamatan Lembang.
Dalam upaya pengurangan resiko bencana, penduduk di tempatkan pada
posisi korban bencana yang harus jamin keselamatan dan keamanannya agar
mengurangi adanya resiko korban jiwa.Persebaran jumlah penduduk Kecamatan
Lembang berdasarkan desa disajikan dalam Tabel 16.
Tabel 16 Jumlah penduduk Kecamatan Lembang
Nama Desa
Jumlah Penduduk
Gudang Kahuripan
13 829 jiwa
Wangunsari
10 110 jiwa
Pagerwangi
9 164 jiwa
Mekarwangi
5 640 jiwa
Langensari
12 308 jiwa
Kayuambon
8 197 jiwa
Lembang
16 797 jiwa
Cikahuripan
10 576 jiwa
Sukajaya
11 831 jiwa
Jayagiri
18 587 jiwa
Cibogo
10 879 jiwa
Cikole
13 047 jiwa
Cikidang
7 501 jiwa
Wangunharja
7 412 jiwa
Cibodas
10 113 jiwa
Suntenjaya
7 359 jiwa
Jumlah
180 526 jiwa
Sumber: Statistika Daerah Kecamatan Lembang. (2013).

Pemahaman konsep mitigasi pada setiap individu juga sangat penting dalam
upaya penanggulangan bencana. Keadaan pendidikan sangat mencerminkan
dalam pemahaman konsep mitigasi. Jumlah Sekolah di Kecamatan Lembang
disajikan dalam Tabel 17.

33
Dalam upaya penanggulangan bencana sebagai upaya proaktif di butuhkan
tahap penyebar luasan informasi tentang upaya upaya pencegahan bencana. Cara
terbaik dalam mengantisipasi bencana melalui pendidikan oleh lembaga lembaga
pendidikan. Kecamatan Lembang memiliki jumlah sekolah terdiri 71 TK, 63 SDN,
3 SD Swasta, 5 SLTPN, 15 SLTP Swasta, 1 SMUN, 7 SMU Swasta, 1 SMKN dan
4SMK swasta.
Tabel 17 Jumlah Sekolah di Kecamatan Lembang
Jenis Sekolah
Status
Jumlah
Negeri
TK
Swasta
71
Negeri
63
SD
Swasta
3
Negeri
5
SLTP
Swasta
15
Negeri
1
SMU
Swasta
7
Negeri
4
SMK
Swasta
Negeri
AKADEMI
Swasta
Negeri
Perguruan Tinggi
Swasta
Negeri
Ponpes / Diniyah
Swasta
49
Sumber: Statistika Daerah Kecamatan Lembang. (2013).

34

HASIL DAN PEMBAHASAN


Identifikasi Tipologi Daerah Rawan Bencana Erupsi Gunung Berapi
Identifikasi tipologi daerah rawan bencana erupsi gunung berapi merupakan
penentuan zona rawan bencana erupsi gunung berapi berdasarkan dengan
pencapaian suatu spasial bahaya bencana tersebut terhadap sua tu daerah. Menurut
Hadisantono et al (2005), bahaya gunung berapi itu dapat terjadi apabila suatu
daerah pemukiman atau tata guna lahan lainnya terancam produk erupsi gunung
berapi, seperti awan panas, lava, lontaran batu pijar, hujan abu, gas beracun, lahar
dan lain lain.
Bahaya gunung berapi dibagi menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya
sekunder. Bahaya primer adalah bahaya sebagai akibat langsung dari pusat erupsi
gunung berapi meliputi, material freatik, lontaran batu pijar, hujan abu, hujan
lumpur, gas beracun, awan panas, dan aliran lava. Bahaya sekunder adalah bahaya
ikutan atau yang terjadi setelah terjadinya erupsi bahaya tersebut berupa banjir
lahar dingin. Menurut Hadisantono (2005) dalam Peta Kawasan Rawan Bencana
Gunung berapi Tangkuban Perahu, Kecamatan Lembang berpotensi bahaya
primer gunung berapi berupa lontaran batu pijar dan hujan abu lebat. Sedangkan
bahaya sekundernya adalah banjir lahar dingin.
Bahaya Primer
Menurut Hadisantono et al (2005) Bahaya primer berupa lontaran batu pijar
dan hujan abu lebat yang akan terjadi yaitu seluas radius 5 km dari pusat erupsi.
Data ini diperoleh dari pengamatan geologi yang juga mengungkapkan umur
aktivitas magmatis Gunung Tangkuban Perahu yang berkisar antara 17 700
hingga 8 700 tahun yang lalu. Pernyataan itu juga menyimpulkan bahwa Gunung
Tangkuban Perahu adalah Gunung yang aktivitas magmatisnya termuda. Dalam
hal ini wilayah lembang yang terkena dampak bahaya primer gunung berapi
adalah daerah cikole pada lereng tenggara gunung tangkuban perahu.
Bahaya Sekunder
Kawasan yang berpotensi dilanda banjir lahar dingin adalah sepanjang
sungai dengan tebing rendah terutama pada tikungan sungai. Aliran lahar ini
membawa material hasil erupsi dari puncak gunung setelah terjadinya hujan lebat.
Daerah yang terkena banjir lahar dingin ini di wilayah lembang yaitu sepanjang
sungai Cikole, Cibogo, Cicalung, Cikapundung, dan Cihideung serta daerah yang
terkena bahaya sekunder secara keseluruhan adalah daerah Cikahuripan, Gudang
Kahuripan, Jayagiri, Cikole, Cibogo, Langensari,Mekarwangi, dan Lembang.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 21/PRT/2007 yang
disajikan dalam Tabel 5 sebelumnya, tipologi kawasan rawan bencana letusan
gunung berapi dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) tipe yang masing masing
penentuannya dipengaruhi dengan terjadi atau tidaknya suatu bahaya bencana
erupsi gunung berapi terjadi pada suatu desa. Dalam hal ini penentuan tipologi
daerah rawan bencana erupsi gunung berapi didasarkan menurut desa di
Kecamatan Lembang disajikan dalam Gambar 16.

Gambar 16 Peta Tipologi daerah rawan bencana erupsi gunung

35

36
Berdasarkan penyajian Gambar 16 sebelumnya, Kecamatan Lembang tidak
memiliki daerah yang paling rawan bencana erupsi gunung berapi yaitu tipologi C.
Namun, daerah tipologi B berada di Desa Cikahuripan, Desa Jayagiri, Desa
Cikole dan Desa Cibogo karena merupakan daerah jangkauan hujan abu yang
paling lebat dan kemungkinan terkena batu pijar. Selain itu, desa desa tersebut
berpotensi terkena banjir lahar dingin karena sungai Cikole, Cibogo, Cicalung,
Cikapundung, dan Cihideung yang mengalirkan lava. Desa yang termasuk
tipologi A adalah Desa Sukajaya dan Desa Cikidang karena hanya memiliki
kemungkinan terjadi hujan abu dan batu pijar sedangkan Desa Lembang, Desa
Gudang Kahuripan, Desa Mekarwangi, dan Desa Langensari hanya memiliki
kerawanan terhadap aliran banjir lahar dingin dikarenakan lokasi administrasi
desa berdekatan dengan sungai Cicalung, Cikapundung, dan Cihideung.
Sedangkan Desa Wangunharja, Desa Cibodass, Desa Suntenjaya, Desa Kayu
Ambon, Desa Wangunsari, dan Desa Pagerwangi tidak termasuk kedalam tipologi
daerah rawan bencana erupsi gunung berapa namun tidak menutup kemungkinan
bahwa keadaan lingkungan pada setiap desa tersebut memiliki resiko bencana.
Analisis Tingkat Kerentanan (vulnerability)Bencana
Bencana alam adalah suatu interaksi dari bahaya lingkungan/alam dengan
kerentanan bencana (Awotona,1997). Kerentanan (vulnerability) merupakan suatu
keadaan yang ditentukan oleh faktor faktor atau proses proses fisik, sosial,
ekonomi dan lingkungan yang mengakibatkan peningkatan kerawanan masyarakat
dalam menghadapi bahaya (hazard). Namun dalam penelitian ini, hanya aspek
spasial yang menjadi bahan analisis. Hal itu dikarenakan untuk mendukung
konsep mitigasi yang tujuannya lebih di arahkan pada identifikas i daerah daerah
rawan bencana, mengenali pola pola yang dapat menimbulkan kerawanan dan
melakukan mitigasi secara struktural dan non struktural. Tingkat kerentanan yang
akan ditinjau adalah kerentanan alam.
Dasar dari analisis ini ditinjau dari bahaya gunung berapi yaitu bahaya
primer (utama) dan bahaya sekunder (ikutan). Potensi kerentanan yang dianalisis
adalah bahaya sekunder (ikutan) seperti banjir lahar yang tingkat resikonya
dipengaruhi dengan banyaknya material abu vulkanik dan bekas aliran lava yang
tersapu oleh hujan lebat, longsor tanah yang disebabkan oleh gempa vulkanik
terhadap kepekaan jenis tanah di suatu kemiringan tana h tertentu atau longsor
yang disebabkan oleh menumpuknya abu vulkanik yang bersifat lengang dan
gempang tergerus air dalam curah hujan tertentu dan pada kemiringan tertentu
pula. Berdasarkan pernyataan diatas, terdapat variabel yang menentukan tingkat
kerawanan bencana meliputi tingkat curah hujan, persentase kemiringan lahan,
tingkat ketinggian daratan dan jenis tanah. Sela njutnya variabel tersebut akan
dianalisis secara deskriptif spasial.
Analisis Pengaruh Jenis Tanah Terhadap Tingkat Kepekaan Bahaya
Longsor
Menurut Bappeda Kabupaten Bandung Barat (2009) pada penyajian
Gambar 9 sebelumnya menjelaskan bahwa Kecamatan Lembang memiliki empat
kategori daerah berdasarkan jenis tanah, yaitu 1) daerah yang memiliki jenis tanah
Andosol berwarna coklat dan Regosol coklat, 2) daerah yang memiliki jenis tanah

37
Andosol berwarna coklat, 3) daerah yang memiliki jenis tanah Regosol kelabu dan
Litosol, dan 4) daerah yang memiliki jenis tanah Latosol coklat.
Menurut Sarwono (2007), tanah Andosol merupakan tanah yang pada
umumnya berwarna hitam (epipedon mollik atau umbrik) dan mempunyai horizon
kambik, bulk density (kerapatan limbak) kurang dari 0.85 g/cm3 , banyak
mengandung bahan amorf atau lebih dari 60% terdiri dari abu vulkanik dan bahan
pyroclastic. Jenis tanah andosol yang ada di Kecamatan Lembang berwarna coklat
sehingga jenis tanah ini berada pada epipedon mollik atau umbrik yang berada
pada lapisan atas yaitu horizon A yang mengandung bahan organik lebih dari 1%
(0.6% COrganik), tebal 18 cm atau lebih, memiliki struktur tanah gra nul atau
remah, kejenuhan basa lebih dari 50% dan memiliki warna lembab dengan value
kurang dari 3. Menurut Munsell Soil Color Chart dalam Arsyad (1979), warna
yang memiliki value kurang dari 3 adalah warna yang gelap dan dalam klasifikasi
karakteristik lahan, lapisan permukaan tanah yang berwarna coklat memiliki
drainase tanah yang sangat buruk.
Menurut Sarwono (2007), tanah Latosol adalah tanah yang memiliki
struktur liat dengan tekstur gembur, gumpal, dan remah. Memiliki kejenuhan
kurang dari 50% sehingga ketersediaan unsur hara sedang. Dengan tektur tanah
yang liat dan warna actual tanah di Kecamatan Lembang adalah coklat, maka
pengaruh tanah latosol terhadap kepekaan longsor adalah pada drainase yang
kurang baik.
Menurut Sarwono (2007), tanah Regosol adalah tanah yang memiliki
tekstur kasar dengan kadar pasir lebih dari 60%, horison pencirinya adalah
epipedon ochrik, epipedon histik dan sulfurik. Epipedon ochirk adalah horison
berwarna terang value lebih dari 3, bahan organik kurang dari 1% atau keras.
Epipedon histik adalah horison permukaan dengan tebal 2040 cm yang
mengandung bahan organik tinggi, sedangkan horison bawah penciri sulfurik
adalah horison yang banyak mengandung sulfat masam (cat clay) dengan ph
kurang dari 3.5 dan terdapat banyak karatan jarosit. Jenis tanah regosol yang
terdapat pada Kecamatan Lembang yaitu regosol yang berwarna coklat dan kelabu.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa regosol yang berwarna
kelabu dapat di klasifikasikan kedalam horison epipedon ochirk sedangkan
regosol yang berwarna coklat dapat d klasifikasikan kedalam horison epipedo n
histik dan bersifat horizon sulfurik karena daerah jenis tanah ini berdekatan pada
pusat erupsi yang menghasilkan zat sulfur. Tanah Litosol adalah jenis tanah yang
berada pada lapisan bawah yang merupakan endapan tua didominasi dengan
bahan mineral yang rendah akan unsur hara dan hanya memilki kedalaman kurang
dari 20 cm. Di bawah lapisan ini merupakan batuan padu .
Berdasarkan analisis diatas, jenis tanah sangat berpotensi terhadap resiko
bencana longsor. Hal itu dapat diketahui dari drainase tanah yang dipengaruhi
dengan kemampuan daya serap air dan kerapatan partikel masingmasing jenis
tanah. Jenis tanah pada Kecamatan Lembang terbentuk dari proses pengendapan
bahan bahan vulkanik dan terdapat pada horizon lapisan atas. Bahan vulkanik
yang mengendap tersebut memiliki banyak kandungan bahan organik sehingga
ratarata tekstur tanah dan strukturnya sangat peka terhadap bahaya longsor.
Keberadaan jenis tanah tersebut pada horizon lapisan atas mengakibatkan
banyaknya jumlah perpindahan tanah atau longsoran tanah. Hal tersebut semakin
menambah tingkat kerawanan bencana pada Kecamatan Lembang.

38
Berdasarkan penyajian Tabel 6 sebelumnya mengenai tingkat kepekaan
jenis tanah terhadap bahaya longsor, setiap jenis tanah yang terdapat pada
Kecamatan Lembang memiliki tingkat kepekaan yang berbedabeda. Pada
kategori daerah jenis tanah Andosol coklat dan Regosol coklat memiliki tingkat
kepekaan terhadap bahaya longsor yang sangat peka. Pada kategori daerah jenis
tanah Andosol coklat memiliki tingkat kepekaan terhadap bahaya longsor yang
peka. Pada kategori daerah jenis tanah Latosol coklat memiliki tingkat kepekaan
terhadap bahaya longsor yang agak peka. Kemudian pada kategori daerah jenis
tanah Regosol kelabu dan Litosol memiliki tingkat kepekaan terhadap bahaya
longsor yang sangat peka. Tingkat kepekaan jenis tanah terhadap bahaya longsor
tersebut mempersempit setiap kategori daerah jenis tanah menjadi tiga kategori
daerah tingkat kepekaan jenis tanah terhadap bahaya longsor. Hal itu juga dapat
disimpulkan bahwa pada kategori daerah jenis tanah Andosol coklat dan Regosol
coklat dan pada kategori daerah jenis tanah Regosol kelabu dan Litosol memiliki
tingkat kerentanan terhadap bencana yang tinggi. Pada kategori daerah jenis tanah
andosol coklat memiliki tingkat kerentanan terhadap bencana yang sedang, dan
pada kategori daerah jenis tanah Latosol coklat memiliki tingkat kerentanan
terhadap bencana yang rendah. Peta analisis pengaruh jenis tanah terhadap tingkat
kepekaan bahaya longsor disajikan dalam Gambar 17.
Analisis Pengaruh Ke miringan Tapak Terhadap Tingkat Kepekaan Bahaya
Longsor
Menurut Bappeda Kabupaten Bandung Barat (2009) pada penyajian
Gambar 5 sebelumnya bahwa Kecamatan Lembang memiliki tiga kategori
kemiringan tapak yaitu >40%, antara 1525%, dan 08%. Daerah yang memiliki
kemiringan tapak >40% berada dari sebelah Barat Laut menyusuri tengah
Kecamatan Lembang hingga di sebelah tenggara Kecamatan Lembang meliputi
sebagian Desa Jayagiri, Desa Cikahuripan, Desa Cikole, Desa Cikidang, Desa
Cibogo, Desa Langensari, Desa Mekarwangi, Desa Cibodas, Desa Wangunharja
dan Desa Suntenjaya. Daerah yang memiliki kemiringan tapak antara 1525%
berada di hampir seluruh Kecamatan Lembang baik meliputi sebagian luas desa
maupun seluruh luas desa. Daerah yang memiliki kemiringan tapak antara 08%
sebagian berada Desa Cibodas, Desa Wangunharja, Desa Lembang, Desa Gudang
Kahuripan, Desa Sukajaya, dan Cikahuripan.
Berdasarkan penyajian Tabel 7 sebelumnya mengenai kelas kemiringan
tapak, persentase kemiringan tapak mewakili berapa derajat kemiringan suatu
tapak dari puncak lereng hingga kaki lereng. Ketiga kategori kemiringan tapak
yang masing masing memiliki keterangan datar, agak curam, dan sangat curam.
Hal itu dapat menyimpulkan bahwa pada kategori kemiringan tapak >40%
memiliki tingkat kerentanan terhadap bencana yang tinggi, pada kategori
kemiringan tapak antara 1525% memiliki tingkat tingkat kerentanan terhadap
bencana yang sedang, dan pada kategori kemiringan tapak antara 08% memiliki
tingkat tingkat kerentanan terhadap bencana yang rendah. Peta analisis pengaruh
kemiringnan tapak terhadap tingkat kepekaan bahaya longsor disajikan dalam
Gambar 18.

Gambar 17 Peta analisis pengaruh jenis tanah terhadap tingkat kepekaan bahaya longsor

39

Gambar 18 Peta analisis pengaruh kemiringan tapak terhadap tingkat kepekaan bahaya longsor

40

41
Analisis Pengaruh Curah Hujan Terhadap Tingkat Kerentanan Bahaya
Banjir Lahar Dingin
Menurut Bappeda Kabupaten Bandung Barat (2009), Kecamatan Lembang
menjadi tiga kategori curah hujan berdasarkan jumlahnya yaitu 15002000
mm/tahun, 20002500 mm/tahun, dan 25003000 mm/tahun. Curah hujan
sebanyak 15002000 mm/jam tersebar di sebelah Barat, Barat Daya, dan Selatan
Kecamatan Lembang meliputi Desa Gudang Kahuripan, Desa Wangunsari, Desa
Pagerwangi, dan Desa Mekarwangi. Curah hujan sebanyak 20002500 mm/jam
tersebar di sebelah Barat, Tengah, dan Tenggara Kecamatan Lembang meliputi
Desa Sukajaya, Desa Cikahirupan, Desa Lembang, Desa Jayagiri, Desa Cibogo,
Desa Kayuambon, Desa Langensari, dan Desa Mekarwangi. Curah hujan
sebanyak 25003000mm/jam tersebar di Utara, Timur Laut, dan Timur
Kecamatan Lembang meliputi Desa Jayagiri, Desa Cibogo, Desa Cikole, Desa
Cikidang, Desa Wangunharja, Desa Suntenjaya, Desa Cibodass, sebagian Desa
Cikahuripan dan Desa Sukajaya.
Menurut grafik curah hujan yang disajikan dalam Gambar 13 sebelumnya,
menjelaskan bahwa terjadinya peningkatan curah hujan pada tahun ke tahun,
mengingat bahwa isu global pemanasan suhu bumi yang menyebabkan perubahan
cuaca ekstrim sehingga tidak menutup kemungkinan curah hujan akan ada pada
tingkat ekstrim. Maka dari itu secara spasial daerah curah hujan yang memiliki
tingkat kerentanan terhadap bencana tinggi adalah daerah yang memiliki curah
hujan antara 25003000mm/tahun, tingkat kerentanan terhadap sedang adalah
daerah yang memiliki curah hujan antara 20002500mm/tahun dan daerah yang
tingkat kerentanan terhadap bencana rendah adalah daerah yang memiliki curah
hujan 15002000mm/tahun. Peta analisis pengaruh curah hujan terhadap tingkat
kerentanan bahaya banjir lahar dingin disajikan dalam Gambar 19.
Analisis Pengaruh Ketinggian Tapak Terhadap Tingkat Kerentanan Bahaya
Banjir Lahar Dingin
Menurut Bappeda Kabupaten Bandung Barat (2009), Kecamatan Lembang
dikelompokan menjadi tiga kategori ketinggian yaitu antara 15002000 m dpl,
antara 10001500 m dpl, dan antara 5001000 m dpl. Daerah yang memiliki
ketinggian antara 15002000 m dpl berada di sebelah Barat Laut Kecamatan
Lembang meliputi Desa Jayagiri, Desa Cikahuripan, dan Desa Sukajaya serta
dekat dengan pusat erupsi Gunung Tangkuban Perahu. Daerah yang memiliki
ketinggian antara 10001500 m dpl berada di hampir seluruh Kecamatan
Lembang. Daerah yang memiliki ketinggian antara 5001000 m dpl berada di
sebelah selatan Kecamatan Lembang yaitu Desa Mekarwangi.
Pola ketinggian yang di deskripsikan secara spasial pada gambar yaitu
ketinggian tertinggi ada pada pusat erupsi yaitu Gunung Tangkuban Perahu yang
berada di sebelah barat laut, lalu menurunkan ketinggian secara menyebar menuju
arah Timur, Tenggara, dan Selatan Kecamatan Lembang. Pola ketinggian tersebut
menjelaskan tentang acuan secara spasial bahwa aliran lahar baik dari pusat
erupsi maupun banjir luapan sungai hasil aliran lahar memiliki orientasi dari arah
Barat Daya menyebar menuju arah Timur, Tenggara, dan Selatan Kecamatan
Lembang. Peta analisis pengaruh ketinggian tapak terhadap tingkat kerentanan
bahaya banjir lahar dingin disajikan pada gambar 20.

Gambar 19 Peta analisis pengaruh curah hujan terhadap tingkat kerentanan bahaya banjir lahar dingin

42

Gambar 20 Peta analisis pengaruh ketinggian tapak terhadap tingkat kerentanan bahaya banjir lahar dingin

43

44
Penyajian Peta analisis pengaruh curah hujan terhadap tingkat kerentanan
bahaya banjir lahar dingin dalam Gambar 20 sebelumnya menunjukan Tingkat
kerentanan terhadap bencana pada aspek ketinggian ini juga sangat dipengaruhi
dengan kondisi curah hujan pada suatu daerah. Keterkaitan aspek ketinggian dan
aspek curah hujan ini sangat menentukan nilai resiko bencana pada daerah
tersebut. Menurut Lavigne dkk (2000), resiko bencana tertinggi pada aliran lahar
yaitu pada ketinggian antara 600450 m dpl. Oleh karena itu tingkat kerentanan
terhadap bencana tertinggi ada pada daerah dengan ketinggian antara 5001000 m
dpl, tingkat kerentanan terhadap bencana sedang terdapat pada daerah dengan
ketinggian antara 10001500 mdpl, dan daerah yang memiliki tingkat kerentanan
terhadap rendah adalah daerah dengan ketinggian antara 15002000 m dpl.
Overlay
Hasil analisis tingkat kerentanan terhadap bencana menghasilkan beberapa
informasi melalui dari metode deskriptif spasial. Masingmasing informasi
tersebut merupakan parameter dari kriteria analisis yang dibedakan berdasarkan
tingkat resiko bencana yang nantinya akan dikonversikan ke dalam angka (skor).
Penentuan skor pada setiap kriteria analisis disajikan pada Tabel 18. Hal itu akan
mempermudah proses overlay. Pada proses overlay semua informasi dalam
bentuk skor akan saling dikomposisikan menjadi suatu komposisi informasi
spasial yang baru yaitu peta komposit.
Peta komposit adalah suatu data spasial yang memiliki beragam informasi
yang berkaitan dengan parameter analisis yang telah memalui proses overlay atau
tumpang tindih. Peta komposit terdiri dari zonasi zonasi baru yang selanjutnya
akan dikategorikan ke bentuk yang sederhana berdasarkan total skor yang
disajikan pada Tabel 19. Penyederhanaan tersebut akan menghasilkan data spasial
yang baru yang berupa blok plan pada proses sintesis. Peta komposit disajikan
dalam Gambar 21.
Tabel 18 Penentuan skor pada setiap kriteria analisis
No
1

Kriteria
Pengaruh jenis
tanah terhadap
tingkat resiko
bencana

Parameter
Daerah jenis
tanah andosol
coklat dan
regosol coklat

Skor
3

Keterangan
Memiliki tingkat kerentanan
bencana tinggi karena jenis
tanah sangat peka terhadap
bahaya longsor

Daerah jenis
tanah litosol dan
regosol kelabu

Daerah jenis
tanah andosol
coklat

Memiliki tingkat kerentanan


bencana tinggi karena jenis
tanah sangat peka terhadap
bahaya longsor
Memiliki tingkat kerentanan
bencana sedang karena jenis
tanah peka terhadap bahaya
longsor

Daerah jenis
tanah latosol
coklat

Memiliki tingkat kerentanan


bencana rendah karena jenis
tanah agak peka terhadap
bahaya longsor

45
Lanjutan Tabel 18 Penentuan skor pada setiap kriteria analisis
No Kriteria
2
Pengaruh
kemiringan
tapak terhadap
tingkat resiko
bencana

Pengaruh curah
hujan terhadap
tingkat resiko
bencana

Pengaruh
Ketinggian
terhadap
tingkat resiko
bencana

Parameter
daerah dengan
persentase
kemiringan
>40%

Skor
3

daerah dengan
persentase
kemiringan
antara 15 5%

daerah dengan
persentase
kemiringan
antara 08%

Daerah yang
memiliki curah
hujan antara
25003000
mm/tahun
Daerah yang
memiliki curah
hujan antara
20002500
mm/tahun
Daerah yang
memiliki curah
hujan 1500
2000 mm/tahun

Daerah dengan
ketinggian
antara 500
1000 mdpl

Daerah dengan
ketinggian
antara 1000
500 mdpl

daerah dengan
ketinggian
antara 1500
2000 mdpl

Keterangan
Memiliki tingkat kerentanan bencana
tinggi karena kemampuan
meningkatkan laju aliran permukaan
(run off) sangat tinggi dan
kemungkinan terjadinya longsor
tinggi
Memiliki tingkat kerentanan bencana
sedang karena kemampuan
meningkatkan laju aliran permukaan
(run off) agak tinggi dan
kemungkinan terjadinya longsor
kecil
Memiliki tingkat kerentanan bencana
rendah karena kemampuan
meningkatkan laju aliran permukaan
(run off) rendah dan kemungkinan
terjadinya longsor tidak ada
Memiliki tingkat kerentanan bahaya
yang tinggi karena menghasilkan
debit air tinggi sehingga memiliki
kemampuan tinggi untuk membawa
partikel pasca erupsi
Memiliki tingkat kerentanan bahaya
sedang karena menghasilkan debit
air sedang sehingga namun memiliki
kemampuan untuk membawa
partikel pasca erupsi dan
Memiliki tingkat kerentanan bahaya
yang rendah karena menghasilkan
Debit air rendah sehingga memiliki
kemampuan rendah untuk membawa
partikel pasca erupsi
Memiliki tingkat kerentanan bencana
yang tinggi karena merupakan
tempat terendah yang menjadi arah
aliran lahar atau luapan banjir akibat
sedimentasi lahar pada sungai dan
penumpukan partikel pasca erupsi
yang terbawa dari dataran tertinggi
Memiliki tingkat kerentanan bencana
sedang karena pada ketinggian ini
menjadi aliran banjir tingkat
menengah karena terus mengalir
menuju daratan yang lebih rendah
Memiliki kerentanan bencana yang
rendah karena pada ketinggian ini
menjadi awal mengalirnya lava dan
belum menjadi bahaya lahar dan
banjir yang meluas.

Sumber: Albu m Peta RTRW BAPPEDA Bandung Barat. (2009), Sarmono(2007) ,Lavigne
dkk (2000) dan Permenpu (2007)

46

Tabel 19 Skor tingkat kerentanan bencana pada zona zona peta komposit
Skor Tingkat Kerentanan Bencana
Zona
C1
C2
C3
C4
C5
C6
C7
C8
C9
C10
C11
C12
C13
C14
C15
C16
C17
C18
C19
C20
C21
C22
C23
C24
C25
C26
C27
C28
C29
C30
C31
C32
C33
C34
C35
C36
C37
C38
C39
C40
C41
C42

Pengaruh
jenis tanah
3
3
3
3
3
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3
3
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3
2
2
3
1
1
1
1
1
1

Pengaruh
Pengaruh
kemiringan tapak ketinggian
3
2
1
1
3
2
2
1
3
3
2
2
3
1
3
2
2
2
3
3
3
2
1
2
1
1
2
3
2
1
1
2
1
2
3
3
2
2
2
3
2
2

1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
2
1
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3
2
3
3

Pengaruh
Curah
Hujan
3
3
3
2
2
3
3
2
2
2
2
2
3
2
2
2
2
2
2
3
3
3
1
1
1
2
2
2
3
2
3
3
3
3
3
3
1
2
1
2
2
1

Total Skor
10
9
8
7
9
8
9
6
8
8
8
7
10
7
9
8
8
8
9
10
11
10
6
7
6
7
8
9
9
7
8
9
9
9
10
11
6
7
7
8
8
7

Gambar 21 Peta
Komposit

47
48
Sintesis
Berdasarkan hasil overlay, pada Tabel 19 menunjukan bahwa setiap
akumulasi parameter analisis menghasilkan total skor kerentanan terhadap
bencana. Tahap salanjutnya adalah melakukan uji kecendrungan untuk
menginterpretasikan data. Tahap ini memperoleh rata rata skor yang dibandingkan
dengan skor ideal untuk selanjutnya interval skor yang didapatkan kemudian
dikategorikan dalam interpretasi tingkat kerentanan terhadap bencana. Interpretasi
tingkat kerentanan terhadap bencana merupakan klasifikasi skor dari total skor
tersebut. Rumus klasifikasi skor menggunakan rumus metode uji statistika
( + )
( )
=
, =
2

dengan X maks merupakan total skor maksimum ideal yaitu 12 (dua belas) dan X
min merupakan total skor minimum ideal yaitu 1 (satu). Interpretasi untuk
klasifikasi skor yaitu, apabila + 1.5 > sehingga nilai memiliki tingkat
kerentanan tinggi terhadap bencana, apabila 0.5 < > + 0.5 ()
sehingga nilai memiliki tingkat kerentanan sedang terhadap bencana dan apabila
< 1.5() sehingga nilai memiliki tingkat kerentanan rendah terhadap
bencana dengan merupakan total skor aktual yan dihasilkan dari data komposit.
(12+1)
Penerapan rumus klasifikasi skor, = 2 = 6.5
dan =

(121)
6

= 1.84 maka interpretasi klasifikasi skor

adalah apabila 6.5 + 1.5 1.84 > ,9.26 > sehingga nilai memiliki tingkat
kerentanan tinggi terhadap bencana, apabila 6.5 0.5 1.84 < > 6.5 +
0.5 (1.84) , 5.58 < > 7.42 sehingga nilai memiliki tingkat kerentanan
sedang terhadap bencana, dan apabila < 6.5 1.5(1.84) , < 3.74 sehingga
nilai memiliki tingkat kerentanan rendah terhadap bencana.
Berdasarkan hasil penerapan rumus klasifikasi skor tersebut, Kecamatan
lembang memiliki skor tingkat resiko bencana sedang hingga tinggi tanpa skor
rendah karena range total skor dalam data komposit hanya memiliki total skor 6
hingga 11. Skor tersebut dapat ditafsirkan kedalam zona mitigasi dan zona non
mitigasi. Zona mitigasi merupakan zona dengan tingkat kerentanan bencana
sedang sehingga memiliki cukup ruang untuk berlindung dan evakuasi
sedangkan Zona non mitigasi merupakan zona dengan tingkat kerentanan bencana
yang tinggi sehingga tidak terdapat fungsi untuk berlindung serta hanya dapat
dimanfaatkan sebagai tempat budidaya. Hasil penilaian overlay dibagi menjadi
dua kelompok yaitu zona mitigasi dan non mitigasi berdasarkan desa yang ada di
Kecamatan Lembang yang disajikan pada Gambar 22.
Penentuan zona mitigasi dan zona non mitigasi akan mememudah tahap
permodelan spasial. Tahap permodelah spasial mengacu pada rencana wilayah
pengembangan Lembang yang disajikan pada Gambar 23 dimana Kecamatan
Lembang menjadi pusat pengembangan wilayah. Setelah itu penyederhanaan
model spasial tersebut berlanjut kepada wilayah nodal atau pusat di Kecamatan
Lembang yaitu Desa Lembang selain itu juga terbukti bahwa Gambar 24 Desa
Lembang termasuk kedalam zona mitigasi. Tahap selanjutnya adalah penentuan
blockplan atau rencana blok sebagai acuan untuk melakukan perencanaan dalam
penelitian ini.

Gambar 22 Zonasi mitigasi Kecamatan Lembang

48
49

Gambar 23 Peta rencana struktur bangunan

50
49

51
50

Gambar 24 Rencana blok (block plan) Desa Lembang


Rencana blok pada Gambar 24 menjelaskan tentang area area yang dapat
direncanakan dan tidak dapat direncanakan. Area yang dapat direncanakan
ditandai dengan warna blok hijau yang merupakan ruang terbuka atau yang
memiliki potensi sebagai tempat evakuasi sementara seperti lahan perkebunan dan
unit-unit spasial yang memiliki fungsi penting dalam mitigasi bencana seperti,
unit pemadam kebakaran, kantor komunikasi, kantor kepemerintahan dan lain lain.
Sedangkan area yang tidak dapat direncanakan ditandai dengan warna blok merah
yang merupakan daerah terbangun permanen baik sebagi bangunan pemukinan
maupun bangunan perdagangan dan juga memiliki kerentanan resiko tinggi.

51
52
Berdasarkan rencana blok (block plan) dipilih tiga lokasi yang mewakili
perencanaan tata ruang berbasis mitigasi, yang terdiri atas :
1) Zona mikro
Zona aman mikro yang telah dipilih diketahui berupa sebuah area parkir
sebelah belakang Hotel Pesona Bambu. Area ini memiliki akses menuju tempat
peribadatan umat kristiani yaitu Gereja Karamel sehingga jalan sepanjang tapak
ini bernama jalan Karamel. Jalan Karamel merupakan jalan lokal yang kurang
lebih memiliki lebar jalan dua meter. Jalan Karamel terhubung langsung dengan
Jalan Raya Lembang. Peta existing zona aman mikro disajikan pada Gambar 25.

Gambar 25 Peta existing zona aman mikro

52
53
2) Zona meso
Zona aman meso merupakan alun alun masjid besar Lembang. Tapak terletak
di pusat Kecamatan Lembang yang dikelilingi dengan pusat perkantoran,
perdagangan dan sarana prasarana umum lainnya. Alun alun tersebut sering di
gunakan sebagai taman bermain dan berolahraga yang ditandai dengan terdapat
area permainan lapangan badminton dan jogging track. Tapak tersebut dekat
dengan Jalan Raya Lembang dengan arus kendaran satu arah yang menuju jalan
raya gunung Tangkuban Perahu. Tapak tersebut pun merupakan perbatasan antara
Desa Lembang dan Desa Jayagiri. Peta existing zona aman meso disajikan pada
Gambar 26.

Gambar 26 Peta existing zona aman meso

53
54
3) Zona makro
Zona aman makro merupakan sebuah lapangan sepakbola yang bernama
Lapangan Bentang yang terletak di Jalan Baruadjak yang terhubung dengan jalan
Grand Hotel. Tapak merupakan ruang terbuka yang terluas di Desa Lembang
sehingga dapat menampung pengungsi lebih dari kapasitas pengungsi area yang
berpotensi sebagai zona aman mikro dan meso. Lapangan sepakbola ini dikelilingi
dengan lahan usaha perkebunan yang sangat berpotensi seba gi area perluasan
zona aman apabila volume pengungsi mengalami penambahan secara mendadak
saat terjadinya bencana. Zona aman makro disajikan pada Gambar 27.

Gambar 27 Peta existing zona aman makro

54
55
Konsep Pe rencanaan Tata Ruang
Konsep Dasar
Konsep dasar adalah merencanakan tata ruang dengan mempertimbangkan
resiko bahaya bencana sebagai upaya mitigasi. Konsep dasar mengacu pada hasil
proses analisis dan sintesis dalam model zona mitigasi. Pengembangan konsep
mengacu pada zona mitigasi, sehingga perencanaan lebih menitik beratkan disaat
terjadinya bencana. Pengembangan konsep dalam rencana tata ruang ini meliputi
konsep ruang, konsep aktivitas, konsep saran dan prasarana, konsep sirkulasi, dan
konsep vegetasi. Berikut adalah alur konsep yang disajikan pada Gambar 28.

Gambar 28 Alur konsep


Pengembangan Konsep
Konsep ruang
Berdasarkan konsep dasar, pengembangan konsep ruang harus mengacu
kepada masa terjadinya bencana. Oleh karena itu, konsep ruang yang akan
dikembangkan adalah konsep ruang mitigasi. Konsep ruang mitigasi memiliki 3
ruang penting yaitu, ruang aman (safe zone), ruang penyelamatan (escape zone),
dan ruang panik (panic zone). Ruang aman (safe zone) adalah ruang evakuasi para
pengungsi untuk berlindung dari bencana. Ruang penyelamatan (escape zone)
adalah ruang pengungsi untuk menyelamatkan diri menuju ruang aman (safe zone)
berupa jalur jalur evakuasi. Ruang panik (panic zone) adalah ruang dimana
pengungsi masih merasakan bahaya dan mempersiapkan diri segala sesuatu untuk
menyelamatkan diri berupa zona zona aktivitas normal biasa terjadi seperti
pemukiman perdagangan dan lain lain. Konsep ruang disajikan kedalam diagram
konsep. Diagram konsep akan menjelaskan tentang keterkaitan pada setiap
konseptual ruang . Diagram ruang disajikan pada Gambar 29.

55
56

Gambar 29 Diagram konsep ruang


Ruang evakuasi berupa luasan ruang terbuka pada zona permukiman yang
termasuk kedalam zona lindung. Ruang evakuasi dibagi menjadi 3 yaitu ruang
evakuasi mikro yang menampung sementara warga pada setiap rukun tetangga
(RT), ruang evakuasi meso yang menampung sementara warga pada setiap rukun
warga (RW) dan ruang evakuasi makro yang merupakan ruang evakuasi akhir
berada pada pusat desa. Pembagian ruang evakuasi tersebut ditujuka n untuk
mempermudah mekanisme dan koordinasi evakuasi serta mempermudah distribusi
bantuan evakuasi.
Konsep Aktivitas
Aktivitas atau kegiatan yang terjadi pada masa terjadinya bencana
merupakan turunan dari konsep ruang yaitu aktivitas saat berada di ruang panik
(panic zone), aktivitas saat berada di ruang penyelamatan (escape zone), dan
aktivitas saat berada di ruang aman (safe zone). Aktivitas alami akan terjadi pada
saat di setiap ruang mitigasi tersebut. Namun secara konsepsional, penelitian ini
merekomendasikan terhadap aktivitas atau kegiatan yang dianjurkan pada setiap
ruang mitigasi. Adapun aktivitas yang akan terjadi saat terjadinya bencana adalah
berlari, berjalan dan berkendaraan pada ruang penyelamatan dan duduk, tidur,
P3K, mandi, memasak dll terdapat pada ruang aman.

56
57
Konsep Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam menunjang upaya mitigasi
adalah ruang evakuasi dan fasilitas penunjang mitigasi. Di dalam Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No.6/PRT/M/2009 tentang Pedoman Perencaan Umum
Pembangunan Infrastruktur di Kawasan Rawan Tsunami dijelaskan mengenai
fasilitas pelayanan penting yang harus siap di saat kritis bencana alam. Peraturan
tersebut dapat diterapkan dalam pembangunan fasilitas penunjang evakuasi. Hal
hal tersebut yaitu kantor polisi, kantor pemadam kebakaran, sarana kesehatan,
shelter kendaraan angkutan masal, jaringan komunikasi, pembangkit tenaga
cadangan dan tangki penyimpanan air. Beberapa fasilitas penunjang tersebut ada
yang sudah berada pada ruang evakuasi seperti tangki penyimpanan air, shelter
kendaraan angkutan massal dan pembangkit tenaga cadangan. Selain itu juga ada
fasilitas penunjang yang bersifat mobil dan operasional yaitu seperti kantor
pemadam kebakaran, kantor polisi dan rumah sakit. Kantor polisi dan kantor
pemadam kebakaran tersebar di beberapa titik Kecamatan Lembang yang bersifat
koordinatif yang di lengkapi dengan jaringan komunikasi. Sementara itu sarana
kesehatan harus tersebar dengan merata pada setiap daerah kawasan
pemukiman mengingat tingginya kepentingan rumah sakit dalam keadaaan yang
kritis.
Konsep Sirkulasi

Gambar 30 Konsep sirkulasi

57
58
Konsep sirkulasi disajikan pada Gambar 30 diatas .Konsep sirkulasi
mengembangkan fungsi sirkulasi sebagai jalur evakuasi dan jalur distribusi.
Sebagai jalur evakuasi, sirkulasi harus menjadi jalur masyarakat dalam
menyelamatkan diri bergerak menuju ke tempat evakuasi. Area evakuasi berada
pada daerah pemukiman, maka pola arah yang tepat bagi jalur evakuasi adalah
pola grid yang memiliki bentuk geometrik yang saling berhubungan. Pola tersebut
dibantu dengan sarana dan prasarana evakuasi sebagai penuntun arah bagi para
korban menuju tempat evakuasi. Sebagai jalur distribusi, sirkulasi memiliki peran
penting dalam kegiatan pemulihan atau pasca bencana. Hal itu menyangkut
pendistribusian bantuan korban bencana menuju tempat pengungsian atau
evakuasi. Hal yang harus diperhatikan dalam penempatan sikulasi adalah
penempatan jalan sebagai infrastruktur sirkulasi harus menjauh dari bencana
sehingga tidak memiliki kemungkinan rusak akibat bencana dan tidak
membahayakan keselamatan masyarakat yang sedang evakuasi. Rute yang
mengharuskan sirkulasi melewati sungai harus memiliki beberapa alternatif dan
infrastruktur jembatan penyebrangan harus menjauh sejauh mungkin dari pusat
erupsi. Tujuan dari pengembangan konsep sirkulasi ini adalah meningkatkan
kemampuan secara structural dengan mengatur jalur evakuasi dengan pembagian
jalur yang merata sehingga meminimalisir terjadinya kemacetan pada saat
pengungsi melakukan penyelamatan diri menuju tempat evakuasi.
Konsep Vegetasi
Berdasarkan konsep dasar, vegetasi memiliki dua fungsi yaitu fungsi
pengarah dan fungsi pelindung. Dalam mitigasi vegetasi memiliki fungsi pengarah
untuk mengarahkan masyarakat ke area evakusi dan mempertegas jalur evakuasi.
Jenis vegetasi pengarah memiliki bentuk arsitektur menjulang tinggi dan tidak
memiliki arsitektur tajuk yang terlalu lebar. Vegetasi pelindung diterapkan di
daerah evakuasi yang berfungsi untuk melindungi para pengungsi dari terik
matahari dan partikel yang jatuh ke area vegetasi. Penerapan konsep vegetasi
berada pada ruang terbuka dan sirkulasi evakuasi pada area mitigasi yang telah
ditentukan sesuai konsep ruang. Diagram konsep vegetasi disajikan dalam
Gambar 31.

Gambar 31 Diagram konsep vegetasi

58
59
Perencanan Lanskap Berbasis Mitigasi
Rencana Ruang
Rencana ruang aman mikro (micro safe zone), Penataan ruang vegetasi di
tempatkan secara fungsional agar dapat menyediakan tempat pengungsian yang
teduh untuk berlindung dari terik matahari dan partikel partikel abu vulkanik dan
ruang vegetasi tersebut ditempatkan agar di saat pengungsi lari menyelamatkan
diri dari bahaya dapat mengenali bahwa itu adalah zona aman dengan ciri vegetasi
pengarah dan tinggi. Hal penting lainnya adalah peletakan blok atau ruang ruang
parker tersebut guna memperluas area terbuka (open space) agar dapat menjadi
tempat mendirikan fasilitas evakuasi sementara bahaya masih berlangsung.
Rencana ruang aman mikro (micro safe zone) disajikan pada Gambar 32.

Gambar 32 Rencana ruang zona aman mikro

6059

Gambar 33 Rencana ruang zona aman meso


Adapun Gambar 33 diatas merupakan rencana ruang aman meso (meso safe
zone), ruang aman meso yang dipilih merupakan ruang terbuka publik yang
berupa alun alun kota di Kecamatan Lembang. Selain itu Alun alun kota tersebut
merupakan pelataran Masjid Besar Lembang yang memiliki area parker yang luas.
Perencanaan ruang yang dilakukan pada tapak ini adalah penaan ruang vegetasi
secara fungsional yang meningkatkan nilai fungsi pelindung dan pengarah
maupun identitas sebagai zona aman karena zona aman meso ini terdapat di
pinggir jalan kolektor yaitu Jalan Raya Lembang. Dengan menata ruang atau blok
vegetasi tersebut, maka dapat memperluas ruang terbuka yang direncanaakan akan
menjadi tempat pengungsi berlindung dan bertahan sementara dari bahaya yang
sedang berlangsung.
Rencana ruang aman makro (macro safe zone),tapak yang dipilih
merupakan lapangan olahraga sepak bola yaitu Stadion Bentang Lembang.

60
61
Perencanaan ruang dalam tapak ini adalah penataan ruang atau blok vegetasi yang
berada di sisi tepi lapangan dengan nilai fungsional vegetasi pelindung dan
pengarah serta penataan luasan ruang terbuka (open space) yang telah terbentuk
oleh lapangan olahraga sepakbola itu sendiri yang dapat menampung berbagai
macam kegiatan evakuasi. Berdasarkan Perda Kabupaten Bandung (2004), zona
aman makro harus memiliki luas 4.7ha namun pada tapak yang terpilih karena
paling luas ini hanya memiliki luas 1,1ha. Oleh karena itu, perencanaan ruang
aman makro ini akan memanfaatkan ruang ruang yang berpotensi di sekitar yaitu
lahan lahan perkebunan yang ada di sekitar untuk meningkatkan kapasitas
penampungan pengungsi disaat darurat bahaya berlangsung. Rencana ruang aman
makro disajikan pada Gambar 34.

Gambar 34 Rencana ruang zona aman makro

6261
Rencana Aktivitas
Rencana aktivitas terbentuk untuk mengisi ruang ruang yang telah di bentuk
dalam perencanaan ruang. Rencana aktivitas yang terjadi di ruang aman (safe
zone) meliputi, duduk, tidur (mendirikan tenda), memasak (mendirikan dapur
darurat), mandi cuci kakus (MCK), dan melakukan pertolongan pertama pada
kecelakaan (P3K). adapun aktivitas pada ruang penyelamatan (escape zone)
adalah aktivitas menyelamatkan diri dari bahaya yang sedang berlangsung dan
aktivitas in terjadi di jalur sirkulasi yaitu aktivitas berjalan, berlari, dan
berkendaran motor roda dua dan tiga. Adapun aktivitas yang terjadi pada ruang
panik (panic zone) adalah mengumpulkan anggota keluarga, menyelamatkan
barang dan document penting serta bersegera untuk menyelamatkan diri ke zona
evakuasi.
Rencana Sarana dan Prasarana
Rencana sarana dan prasarana terbentuk untuk menyediakan tempat sarana
yang berkapasitas untuk menampung aktivitas yang telah di jelaskan pada rencana
aktivitas. Dalam rencana sarana dan prasarana memiliki dua scope perencanaan
yaitu, scope sampel ruang aman (safe zone) dan scope model zona mitigasi. Scope
sampel ruang aman (safe zone) merupakan sarana dan prasarana yang yang
jangkauannya hanya di butuhkan berdasarkan ruang lingkup zona aman saja
sedangkan scope model zona mitigasi merupakan sarana dan prasarana yang di
butuhkan dengan jangkauan ruang lingkup setaraf daerah administrasi desa yaitu
pada model zona mitigasi tersebut namun tetap memiliki titik tengah pada zona
aman.
Adapun rencana sarana dan prasarana dengan scope sampel ruang aman
(safe zone) terbagi menjadi tiga tapak yang telah terpilih yaitu ruang aman mikro
meso dan makro. Rencana sarana dan prasarana pada ruang aman mikro meliputi
tersedianya kamar mandi, ruang P3K, tenda pengungsi dan dapur da rurat.
Rencana sarana dan prasarana pada ruang aman meso meliputi tersedianya kamar
mandi, ruang P3K (posyandu & Apotek), tenda pengungsi dan dapur darurat,
menara pandang, genset, dan mobil operasional evakuasi. Rencana sarana dan
prasarana pada ruang aman makro meliputi tersedianya kamar mandi, ruang P3K,
tenda pengungsi, dapur darurat dan menara pemancar komunikasi.
Adapun rencana sarana dan prasarana dengan scope model zona mitigasi
meliputi ketiga zona aman. Pada ruang aman mikro tersedia sarana dan prasarana
Kantor Polisi Sektor Lembang dengan radius 140m, Gereja Karamel dengan
radius 168m. Pada ruang aman meso tersedia sarana dan prasarana Posyandu
Melati 2 dengan radius 40m, Apotek Lembang Farma dengan redius 90m,
Kantor Pemadam Kebakaran, Kantor Pos Indonesia, Kantor Telkomsel dengan
radius 250m. Pada ruang aman makro tersedia sarana dan prasarana RSIA Buah
Hati yang memiliki fasilitas mobil operasional dengan radius 100m dan
Komplek Pemerintahan Desa Lembang dengan radius 150m.
Rencana sarana dan prasarana pada ruang penyelamatan (escape zone)
meliputi arah evakuasi dengan tersedianya marka jalan yang memiliki kontras
yang sesuai sehingga dapat jelas dilihat penggunanya dengan ukuran tulisan yang
sesuai dengan jarak pandang serta kecepataan pengguna. Standar tinggi karakter
huruf pada rambuArah evakuasi yang dituju oleh pengungsi adalah daerah yang
paling aman dan juga sebagai tempat berlindung sehingga marka evakuasi

62
63
mengarah ke ruang evakuasi dan menjauh dari pusat bencana. Contoh rambu
penunjuk jalan disajikan pada Gambar 35.
Rencana sarana dan prasarana pada ruang panik (panic zone) petunjuk
penyelamatan yang dapat berupa pamphlet selebaran dari pemerintah setempat
atau poster pengumuman pada madding warga masyarakat setempat.

Gambar 35 Contoh rambu evakuasi


Rencana aktivitas dan rencana sarana prasarana disajikan pada Tabel 20.
Tabel 20 Rencana aktivitas dan rencana sarana dan prasarana.
Perencanaan
Rencana Sarana & Prasarana
Tata Ruang
Rencana
Lanskap
Akti vitas
Scope Desa Lembang
Scope Ruang Aman
Berbasis Mitigasi
Ruang Aman
Duduk, tidur
Mikro
(mendirikan tenda), Kamar Mandi,
Kantor Polisi Sektor
Memasak
Ruang P3K, Tenda
Lembang dengan radius
(mendirikan dapur
Pengungsi dan
140m, Gereja Karamel
darurat), mandi cuci dapur darurat.
dengan radius 168m,
Meso
kakus, P3K.
Kamar Mandi,
Posyandu Melati 2 dengan
Ruang P3K
radius 40m, Apotek
(posyandu &
Lembang Farma dengan
Apotek), Tenda
redius 90m, Kantor
Pengungsi dan
Pemadam Kebakaran,
dapur darurat,
Kantor Pos Indonesia,
menara pandang,
Kantor Telko msel dengan
genset, Mobil
radius 250m.
operasional
evakuasi.
Makro
Kamar Mandi,
RSIA Buah Hati yang
Ruang P3K, Tenda
memiliki fasilitas mobil
Pengungsi dan
operasional dengan radius
dapur darurat, dan
100m dan Ko mp lek
menara pemancar
Pemerintahan Desa
ko munikasi.
Lembang dengan radius
150m.
Ruang
Berjalan, berlari,
Rambu arah ruang
Penyelamatan
berkendaraan roda
evakuasi.
2&4
Ruang Panik
Menyelamatkan
Petunjuk
barang dan
penyelamatan diri
dokumen berharga,
di mading
mengu mpulkan
kediaman warga.
anggota keluarga.

64
63
Rencana Sirkulasi
Rencana sirkulasi berada pada ruang penyelamatan (escape zone) dan dalam
perencanaannya terbagi atas dua bagian yaitu, jalur evakuasi dan jalur distribusi
bantuan logistic. Rencana sirkulasi jalur evakuasi dibagi menjadi dua yaitu, jalur
evakuasi local yang merupakan jalan kecil denga n ukuran 3meter dan jalur
evakuasi kolektor yang merupakan Jalan Raya Lembang yang memiliki luas jalan
9 m. Sedangkan Jalur distribusi bantuan logistik merupakan jalur yang
menghubungkan ke setiap tempat evakuasi yaitu Jalan Raya Lembang yang
memiliki luas 9 m. Rencana sirkulasi akan disajikan pada Gambar 36.

Gambar 36 Rencana sirkulasi Desa Lembang

64
65

Rencana Vegetasi
Berdasarkan konsep pengembangan vegetasi, fungsi vegetasi yang
ditekankan pada perencanaan ini adalah sebagai pelindung (shading) dan sebagai
pengarah.. Rekomendasi tanaman yang berfungsi sebagai pelinding atau shading
Casuarina junghuhniana (Mountain ru) dengan akar yang kuat dan tajuk
bertekstur jarum yang mereduksi 70% air hujan jatuh bebas ke tanah sehingga
mereduksi terjadinya erosi dan longsor. Sedangkan vegetasi yang memiliki fungsi
sebagai pengarah harus memiliki tegakan arsitektur batang yang menjulang tinggi
sehingga membentuk suatu koridor apabila disusun secara sekuen berjajar di
sepanjang sirkulasi menuju arah ruang evakuasi. Hal itu mempermudah pengunsi
dalam mengetahui lokasi ruang evakuasi. Rekomendasi tanaman yang berfungsi
sebagai pengarah adalah jenis tanaman palem paleman, Polyalthea longifolia
(glodongan tiang) dan Palem Raja (Roystenia Regia).
Rencana Daya Dukung
Kebutuhan luas setiap ruang terbuka disesuaikan dengan daya tampung
tenda pengungsian. Tenda pengungsi yang umum digunakan di Indonesia adalah
tenda tenda tentara yang terdiri dari tenda komando berkapasitas 10 orang dengan
ukuran 24 m2 , tenda regu berkapasitas 20 orang dengan ukuran 36 m2 , dan tenda
peleton berkapasitas 45 orang dengan ukuran 70 m2 . Tabel 14 menjelaskan
kebutuhan ruang terbuka sebagai zona evakuasi beserta kemampuan daya
tampung. Penerapan konsep pembagian ruang terbuka sebagai zona evakuasi
berdasarkan satuan ketetanggan dilakukan dengan mengadaptasi Peraturan Daerah
Kabupaten Bandung No.12 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan
disajikan pada Tabel 21.
Tabel 21 Kebutuhan Ruang Terbuka Sebagai Zona Evakuasi
Zona
Lokasi
Luas
Daya Tampung
Mikro
RT
350 m2
Meso
RW
3850 m2
Makro
Desa
4,7 ha
Sumber : Perda Kab. Bandung. (2004).

60 KK / 250 jiwa / 5 tenda peleton


625 KK / 2500 jiwa / 55 tenda peleton
7500 KK / 30.000 jiwa / 667 tenda peleton

Berdasarkan rencana aktivitas, kegiatan pengungsi yang memiliki nilai


standar satuan kebutuhan maksimum adalah tidur yaitu menghabiskan ruang
sekitar 2m2 / jiwa. Oleh karena itu ruang aman mikro yang memiliki luas 1 487 m2
memiliki daya dukung pengungsi sebanyak 744 jiwa, ruang aman meso yang
memiliki luas 4 259 m2 memiliki daya dukung pengungsi sebanyak 2 130 jiwa,
dan ruang aman makro yang memiliki luas 11 000 m2 memiliki daya dukung
pengungsi sebanyak 5 500 jiwa.
Dalam rencana tapak (siteplan) zona aman mikro, tapak dapat menampung
kapasitas tenda pleton yang memiliki luas 70 m2 sebanyak enam buah beserta
tenda dapur darurat. Dengan hal tersebut maka tapak tersebut layak menjadi zona
aman mikro karena telah memiliki luas area lebih dari 350 m2 . Pengungsi yang
menyelamatkan diri memiliki maksimum kebutuhan luas sebesar 2m2 per individu
maka dari itu, daya dukung sehingga zona aman mikro ini dapat mena mpung lebih
dari 175 individu. Dari segi sarana dan prasarana memiliki cukup kebutuhan air

6665
bersih dari bangunan permanen seperti mushola yang dapat dijadikan ruangan
gawat darurat apabila ada pengungsi terluka yang membutuhkan penanganan
segera. Rencana tapak (siteplan) zona aman mikro disajikan pada Gambar 37.

Gambar 37 Rencana tapak zona aman mikro


Dalam rencana tapak (siteplan) zona aman meso kapasitas tenda pleton
mencapai 980 m2 . Secara luasan area, tapak ini tidak memenuhi persyaratan
namun letak tapak ini memiliki nilai yang sangat strategis dari segi fasilitas. untuk
luasan bisa ditambah dengan luasan area terbuka tanpa tenda dan luasan Masjid
Besar Lembang. Letak alun alun ini berdekatan dengan fasilitas kesehatan seperti
Apotek dan Posyandu. Selain itu, alun alun telah disediakan menara pandang di
masjid, genset dan tower serta mobil operasional masjid yang akan membantu
mobilisasi proses evakuasi. Maka dari itu skala yang kecil dapat di tutupi dengan

66
67
prasarana yang lengkap. Rencana tapak (siteplan) zona aman meso disajikan pada
Gambar 38.

Gambar 38 Rencana tapak zona aman meso


Dalam zona evakuasi makro, tapak yang terpilih adalah tapak yang memiliki
kandidat area paling besar pada model zona mitigasi. Namun secara luasan area
masih belum memenuhi kategori untuk zona aman makro. Lapangan sepakbola
Bentang ini memiliki luas lebih dari 1190 m2 yang dapat dihitung dari jumlah
tenda pleton. Sedangkan, syarat zona aman makro harus memiliki kurang lebih
4.7ha. Namun dari segi prasarana sangat terpenuhi ditambah de ngan adanya dua
menara jaringan komunikasi. Namun, krisis luasan ruang tersebut dapat di
pecahkan dengan pengkonversian daerah sekitar tapak yang merupakan lahan

67
68
usaha perkebunan disaat keadaan sangat darurat. Rencana tapak (siteplan) zona
aman makro disajikan pada Gambar 39.

Gambar 39 Rencana tapak zona aman makro

68
69

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Berdasarkan hasil analisis daerah kerentanan, Kecamatan Lembang
memiliki tingkat kerentanan dari sedang hingga tinggi terhadap bencana
letusan Gunung Tangkuban Perahu. Bencana tersebut baik dapat berupa bencana
erupsi utama atau primer atau bencana ikutan atau sekunder. Oleh karena itu
perencanaan tata ruang Kecamatan Lembang memiliki konsep dasar mitigasi yaitu
dengan mengurangi tingkat kerentanan agar memperkacil tingkat resiko bencana.
Konsep tersebut berkembang menjadi rencana tata ruang, rencana sarana dan
prasarana, rencana aktivitas, rencana sirkulasi dan rencana vegetasi.
Rencana tata ruang memiliki prioritas dalam memanfaatkan ruang terbuka
yang berpotensi untuk menjadi tempat evakuasi. Rencana sarana dan prasarana
meliputi penentuan sarana dan prasarana yang mendukung ruang evakuasi dan
memanfaatkan fasilitas yang telah tersedia. Rencana aktivitas memiliki peran
sebagai penuntun kewaspadaan dan kesiapan masyarakat Kecamatan Lembang
dalam mempersiapkan dan menghadapi bencana letusan Gunung Tangkuban
Perahu. Perencanaan sirkulasi di Kecamatan Lembang diatur dengan arah yang
mempermudah dalam mencapai area evakuasi dan menjauh dari sumber bencana.
Perencanaan vegetasi didasarkan atas fungsi sebagai pengarah yaitu untuk
mempermudah para korban bencana menemukan area evakuas i dan vegetasi
berfungsi sebagai pelindung yaitu melindungi masyarakat Kecamatan Lembang
melalui pencegahan bencana ikutan atau sekunder.
Saran
Perencanaan tata ruang ini dikembangkan atas dasar sumber bencana yang
berada pada kawasan pembangunan. Maka dari itu, pembangunan yang sedang
atau yang telah direncanakan oleh pemerintah setempat harapannya dapat
mempertimbangkan perencanaan tata ruang yang berbasis mitigasi ini, demi
keselamatan dan kelangsungan hidup penduduk Kecamatan Lembang. Dengan
mulai mengantisipasi pengalihan fungsi lahan lahan terbuka dengan
mempertimbangkan kembali daerah yang berpotensi sebagai ruang evakuasi agar
disaat terjadi bencana, tidak mengalami kekurangan ruang evakuasi untuk
menampung pengungsi. Hal itu dikarenakan bencana letusan gunung berapi
adalah bencana yang memiliki tingkat kerusakan tinggi dan bisa terjadi kapan saja.
Hasil perencanaan ini diharapkan dapat menjadi model ruang evakuasi dari
eksisting ruang terbuka yang dapat diterapkan pada desa lainnya di Kecamatan
Lembang yang berpotensi dalam pengembangan ruang evakuasi seperti
perbatasan Desa Wangunharja dan Desa Cibodas, Desa Pagerwangi, Desa
Wangunsari, Desa Cibogo, dan Desa Kayuambon. Pengembangan ruang evakuasi
tersebut dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan menyediakan sarana
prasarana mitigasi yang juga dapat membangun kesadaran bagi masyarakat akan
pentingnya mitigasi.

7069

DAFTAR PUSTAKA
[BAPPEDA] Badan Pembangunan dan Perencanaan Daerah. 2012. Peraturan
Daerah Kabupaten Bandung Barat No. 2 Tahun 2012 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Barat. Bandung Barat [ID].
[BAKORNAS PB] Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana.
Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di Indonesia.
Jakarta [ID].
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Daerah Kecamatan Lembang Tahun
2013. Bandung Barat [ID].
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Kecamatan Lembang Dalam Angka Tahun
2013. Bandung Barat [ID].
[DESDMBG] Departemen Energi dan Sumber Daya Manusia Badan Geologi.
2007. Laporan Peringatan Dini Bahaya Gunungapi G. Tangkuban
Parahu, Jawa Barat. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
Bandung [ID].
[DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 2007. Pedoman Penataan Ruang Kawasan
Rawan Letusan Gunung Berapi dan Kawasan Rawan Gempa Bumi.
Direktorat Jenderal Penataan Ruang. Jakarta [ID].
[DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 2007. Pedoman Kriteria Teknis Kawasan
Budidaya. Direktorat Jenderal Penataan Ruang. Jakarta [ID].
Gold, SM. 1980.Recreation and Design. McGraw Hill Book Co. New York [US].
Handisantono RD, Sumpena AD, Warsito P dan Martono A. 2005. Peta Kawasan
Rawan Bencana Gunung Api Tangkuban Perahu, Provinsi Jawa Barat.
Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Bandung [ID].
Hardjowigeno S.2007. Ilmu Tanah. Jakarta [ID] : Akademika Pressindo.
Maarif, S. 2010. Bencana dan Penanggulangannya : Tinjauan Drai Aspek
Sosiologis. Jakarta [ID].
Noor, D. 2011. Geologi Untuk Perencanaan. Bogor [ID]: Graha Ilmu.
Rustiadi E, Saefulhakim S, dan Panuju D.2011.Perencanaan dan Pengembangan
Wilayah Daerah. Jakarta [ID] : Crestpent Press dan Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
Simonds JO. 1983. Landscape Architecture: A Manual of Side Planning and
Design. New York [US]: The McGraw-Hill Companies, Inc.

70
71

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sumatera Selatan pada tanggal 22 Agustus 1991 dari
ayah Asep Riswanda dan Adhi Narni. Penulis adalah putera kedua dari empat
bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 4 OKU Sumatera Selatan pada Tahun
2009 dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di
Departemen Arsitektur Lansekap, Fakultas Pertanian.
Dalam masa perkuliahan, penulis aktif dari masa Mahasiswa Tingkat
Persiapan Bersama (TPB) sebagai Ketua RT Lorong 8 Gedung C3 Asrama TPB.
Penulis juga aktif menjadi asisten dosen mata kuliah surve i dan pemetaan pada
tahun ajaran 2013/2014. Penulis juga sangat aktif dalam kegiatan Himpunan
Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP). Pada tahun 2010/2011 penulis
menjadi ketua dalam kegiatan Masa Perkenalan Departemen Arsitektur Lansekap
dalam kegiatan HIMASKAP. Pada tahun 2011/2012 sebagai Badan Pengawas
HIMASKAP. Penulis juga aktif dalam kegiatan Departemen Arsitektur Lanskap
seperti Pengelepasan Program Sarjana dan Pasca Sarjana Wisuda dari berbagai
tahap dan Workshop Nasional Mahasiswa Arsitektur Lansekap 2010 sebagai
panitia dan pengisi acara.

Anda mungkin juga menyukai